DENGAN MODEL SiMaYang TIPE II UNTUK MENUMBUHKAN MODEL MENTAL DAN PENGUASAAN KONSEP ASAM-BASA
Oleh
AULIA RISKA SAFITRI
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengembangkan LKS,
mendeskripsikan penilaian guru dan tanggapan siswa, serta mendeskripsikan
kepraktisan dan keefektivan LKS berbasis multipel representasi dengan model
SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan penguasaan konsep
asam-basa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian dan Pengembangan. Langkah-langkah dalam penelitian ini yaitu studi pendahuluan,
pengembangan produk, dan pelaksanaan penelitian. Berdasarkan pengembangan
LKS berbasis multipel representasi dengan model SiMaYang Tipe II diperoleh
hasil bahwa penilaian ketiga validator menyatakan bahwa draft I LKS masuk
dalam kategori “tinggi.”Setelah draf I LKS divalidasi oleh ketiga validator, kemudian dilakukan revisi terhadap draf I LKS, sehingga dihasilkan draf II LKS.
Penilaian guru terhadap draf II LKS masuk dalam kategori “sangat tinggi” dan
tanggapan siswa masukdalam kategori “sangat tinggi.” Setelah dilakukan penilaian guru dan tanggapan siswa terhadap draf II LKS kemudian dilakukan
revisi, sehingga dihasilkan produk LKS berbasis multipel representasi dengan
memiliki kepraktisan yang tinggi dalam menumbuhkan model mental dan
penguasaan konsep siswa, yang dibuktikan dengan keterlaksanaan produk LKS
yangberkategori “sangat tinggi,”respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajar-anberkategori “tinggi”dan aktivitas siswa yang relevan tergolong “sangat tinggi.”
Keefektivan produk LKS yang dikembangkan tergolong baik, terlihat dari adanya
pertumbuhan model mental siswa dan peningkatan penguasaan konsep siswa yang
berada pada kategori “tinggi.” Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1) LKS dengan model SiMaYang Tipe II telah
dikembangkan dengan baik; 2) LKS yang dikembangkan memiliki validitas yang
tinggi; 3) LKS yang dikembangkan memiliki kepraktisan dan keefektivan yang
tinggi dalam menumbuhkan model mental dan penguasaan konsep siswa.
Oleh
AULIA RISKA SAFITRI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Penulis dilahirkan di Pringsewu, pada tanggal 19 Juli 1993, anak pertama dari dua
bersaudara buah hati Bapak YS. Syafri dan Ibu Fifi Afrianti.
Mengawali pendidikan pada tahun 1998 di Taman Kanak-Kanak Aisyah dan
diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Dasar Negeri 5 Pringsewu diselesaikan
tahun 2005, SMP Negeri 1 Pringsewu diselesaikan pada tahun 2008, dan SMA
Negeri 1 Pringsewu yang diselesaikan tahun 2011. Pada tahun yang sama,
diterima di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN
Undangan.
Selama menjadi mahasiswa aktif dalam organisasi internal kampus yaitu
FOSMAKI dan Himpunan Mahasiswa Pendidikan Eksakta (Himasakta) FKIP
Unila. Pada tahun 2014, mengikuti Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang
terintegrasi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di SMA Negeri 1 Karya
Penggawa, desa Penggawa V Tengah, Kecamatan Karya Penggawa, Kabupaten
Alhamdulillahirabbil alamin
, terucap syukur atas segala nikmat yang telah
diberikan Allah SWT, saya persembahkan tulisan ini teruntuk:
Ibunda dan Ayahanda
Kasih yang tak berpilih
Sayang yang tak berpenghalang
Cinta yang tak pernah pudar
Cinta yang selalu menguatkan
Engkaulah pemilik ketulusan
Ibunda dan Ayahanda
Adik saya Muamar Hary Syafri yang selalu memberikan warna dalam
hidup.
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang.
Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh.
~
Andrew Jackson
Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan, jangan pula lihat masa depan
dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran.
~James Thuber
Sebelum menolong orang lain, saya harus dapat menolong diri sendiri.
Sebelum menguatkan orang lain, saya harus dapat menguatkan diri sendiri
dahulu.
~Aulia Riska Safitri
Cinta yang sempurna bukan didapat, terkadang dapat dibuat dan dibentuk.
Puji syukur dihaturkan kepada Allah SWT yang senantiasa mengalirkan rahmat
dan cinta kasih-Nya sehinggaskripsi yang berjudul “Lembar Kerja Siswa Berbasis Multipel Representasi dengan Model SiMaYang Tipe II untuk
Menumbuhkan Model Mental dan Penguasaan Konsep Asam-Basa”dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada Rasullulah Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta umat-Nya yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya.
Ucapan terima kasih tak lupa dihaturkan kepada :
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.
3. Bapak Dr. Sunyono., M.Si. selaku dosen pembimbing I yang bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi saran dan kritik dalam
penyusunan skripsi.
4. Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.S, selaku dosen pembimbing II sekaligus dosen
pembimbing akademik yang bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan masukan dan motivasi.
5. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si., selaku dosen penguji yang telah
saran dan bimbingan untuk perbaikan produk yang dihasilkan.
7. Ibu dan Bapak guru serta murid-murid kelas XI di SMA1 Pringsewu, SMAN
1 Pagelaran, SMA PGRI 2 Pringsewu dan SMA Gajah Mada Bandar
Lampung yang telah sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.
8. Mama, papa dan adik tersayang atas segala pengorbanan, dukungan, serta
bimbingannya
9. Teman satu tim, yaitu Rahman Aryo Hananto yang selalu membantu dalam
segala kesulitan dan bersedia mendengarkan setiap keluh kesah, Napillah
Fauziah dan Siti Hasanah atas perjuangan dan semangatnya.
10. Sahabat PKB tercinta Siska, Diah, Kesdik, Tika, Nurdiana, Pipit, Ria, Deanita,
Dynda , Eka, Ruru, Sevi yang selalu ada, membantu selama seminar,
memberikan semangat, dan keceriaan, Sahabat satu atap Arum, Kak Jup,
Mentari, Ticha dan Ida yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesah dan
memberikan semangatnya serta Kak Ralex dan Ikhsan Abdullah yang
senatiasa membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan semua pihak yang
tidak dapat dituliskan satu per satu.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 5 Juni 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) ... 10
B. Konsep Multipel Representasi ... 13
C. Teori Model Mental ... 16
D. Model Pembelajaran SiMaYang ... 19
E. Karakteristik Model Pembelajaran SiMaYang ... 21
F. Kelebihan dan Keterbatasan Model Pembelajaran SiMaYang ... 25
G. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 26
B. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 33
C. Instrumen Penelitian ... 38
D. Teknik Pengumpulan Data... 41
E. Analisis Data ... 42
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53
1. Studi Pendahuluan... 53
2. Hasil Pengembangan Lembar Kerja Siswa ... 56
3. Hasil Validasi Ahli... 62
4. Hasil Penilaian Guru dan Tanggapan Siswa ... 67
5. Hasil Uji Coba Terbatas ... 75
B. Pembahasan... 86
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 93
B. Saran... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
LAMPIRAN ... 98
1. Analisis SKL-KI-KD ... 98
2. Silabus ... 103
3. RPP ... 109
4. Persentase Hasil Analisis Angket Keterbutuhan Pengembangan LKS (Guru)... 117
5. Hasil Analisis Kebutuhan Pengembangan LKS (Guru)... 121
9. Persentase dan Kriteria Hasil Validasi Aspek Konstruksi
(Penilaian Validator) ... 130
10. Persentase dan Kriteria Hasil Validasi Aspek Kesesuaian Isi (Penilaian Guru)... 133
11. Persentase dan Kriteria Hasil Validasi Aspek Konstruksi (Penilaian Guru)... 135
12. Persentase dan Kriteria Hasil Validasi Aspek Keterbacaan (Penilaian Guru)... 138
13. Data Hasil Angket Keterbacaan LKS Berdasarkan Tanggapan Siswa ... 140
14. Persentase dan Kriteria Keterbacaan LKS (Tanggapan Siswa) ... 142
15. Data Hasil Angket Kemenarikan LKS Berdasarkan Tanggapan Siswa ... 144
16. Persentase dan Kriteria Kemenarikan LKS (Tanggapan Siswa) ... 145
17. Rekapitulasi Respon Siswa XI IPA 1 ... 146
18. Hasil Angket Respon Siswa ... 148
19. Data Lembar Observasi Keterlaksanaan LKS ... 150
20. Hasil Observasi Keterlaksanaan LKS ... 152
21. Data Aktivitas Siswa ... 153
22. Hasil Observasi Aktivitas Siswa... 156
23. Soal Model Mental... 157
24. Soal Penguasaan Konsep ... 160
25. Rubrik Penilaian Model Mental... 164
26. Perkembangan Model Mental Siswa Kelas XI IPA 1... 165
27. Nilai Pretest dan Postes Model Mental Kelas XI IPA 1 ... 167
28. Nilai pretes dan Postes Penguasaan Konsep Siswa XI IPA 1... 169
Tabel Halaman 1. Fase (Tahapan) Pembelajaran Model SiMaYang Tipe II untuk
Pembelajaran di SMA ... 24
2. Analisis Konsep Materi Asam-Basa ... 30
3. Skor Pada Angket untuk pertanyaan Positif ... 43
4. Tafsiran Skor (Persentase) Angket ... 45
5. Skor pada Angket untuk Pernyataan Positif ... 46
6. Tafsiran Skor (Persentase) Angket ... 48
7. Kriteria Tingkat Keterlaksanaan ... 49
8. Data Hasil Validasi Ahli terhadap LKS yang Dikembangkan ... 62
9. Data Hasil Penilaian Guru terhadap LKS yang Dikembangkan ... 67
10. Data Hasil Jawaban Siswa terhadap Angket Uji Keterbacaan LKS yang Dikembangkan ... 72
11. Data Hasil Jawaban Siswa terhadap Angket Uji Kemenarikan LKS yang Dikembangkan ... 74
12. Data Hasil Respon Siswa terhadap Kemenarikan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 77
13. Data Hasil Lembar Observasi Keterlaksanaan LKS Berbasis Multipel Representasi dengan Model SiMaYang Tipe II ... 79
14. Data Hasil Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran ... 81
Gambar Halaman
1. Ranah Hasil Pembelajaran Melalui Pendekatan Ilmiah ... 11
2. Proposisi John-Laird tentang tiga tipe representasi Mental ... 17
3. Fase-Fase Model Pembelajaran Si-5 Layang-Layang (SiMaYang) ... 21
4. Langkah-Langkah MetodeResearch and Development(R & D)... 33
5. Alur dalam Pengembangan LKS... 37
6. Grafik Pertumbuhan Model Mental Siswa... 83
A. Latar Belakang
Ilmu kimia adalah salah satu rumpun IPA yang memiliki karakteristik yang sama
dengan IPA, dimana dalam pembelajarannya tidak hanya menuntut penguasaan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja
melainkan proses penemuannya. Pada pedoman pengembangan kurikulum 2013,
ditegaskan bahwa pembelajaran ilmu kimia di Sekolah Menengah Atas (SMA)
bertujuan untuk mendapatkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif,
dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu
bagaima-na) dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Oleh karena itu, agar tujuan
tersebut tercapai diperlukan alat penunjang pembelajaran yang dapat membantu
proses pembelajaran sehingga hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Salah
satu alat penunjang pembelajaran tersebut adalah Lembar Kerja Siswa (LKS).
Keberadaan LKS diharapkan dapat mempermudah dan memotivasi siswa dalam
memahami konsep-konsep kimia khususnya pada materi asam-basa. Kesulitan
siswa dalam memahami konsep-konsep kimia yang ada dapat menimbulkan
pemahaman yang salah, yang mana apabila pemahaman yang salah ini
berlangsung secara kontinue akan menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada
dibutuhkan LKS yang dapat menjadi sumber pengetahuan maupun acuan siswa
dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran kimia mencakup berbagai jenis representasi kimia yang terkait
dengan tiga level fenomena kimia, yaitu makroskopik, submikroskopik, dan
simbolik, sehingga LKS yang seharusnya digunakan dalam proses pembelajaran
adalah LKS yang mengandung berbagai jenis representasi yang mencakup ketiga
level fenomena kimia tersebut. Kenyataan yang terjadi adalah LKS yang ada saat
ini hanya membatasi pada dua level fenomena, yaitu makroskopik dan simbolik
yang direpresentasikan secara verbal saja. Pengintegrasian fenomena
submikros-kopik dan makrossubmikros-kopik atau simbolik diserahkan kepada siswa sendiri untuk
memahaminya melalui gambar-gambar dan diagram-diagram yang ada dibuku
tanpa bimbingan dan arahan dari guru (Sunyono, 2014a).
Fakta tersebut diperkuat dengan hasil analisis terhadap beberapa siswa dan guru
kimia SMA di Kabupaten Pringsewu yang dilakukan pada tahap pendahuluan.
Pada tiga SMA di Pringsewu, diperoleh hasil bahwa 66% guru sudah
mengguna-kan LKS dalam proses pembelajaran materi asam-basa dan 33% guru belum
menggunakan LKS dalam proses pembelajaran. Sebanyak 50 % guru yang
menggunakan LKS menyatakan bahwa mereka mengunakan LKS yang bahannya
mengambil dari buku dan 50% guru menyatakan bahwa mereka membuat LKS
sendiri untuk proses pembelajaran. Hasil analisis terhadap 9 orang siswa
dida-patkan bahwa 88,88 % siswa menyatakan LKS yang mereka gunakan masih
sangat minim dalam penggunaan gambar-gambar molekul, diagram , grafik serta
Berdasar-kan hasil perhitungan angket pada ketiga SMA di Kabupaten Pringsewu,
diper-oleh bahwa sebanyak 66,66% guru dan 77,77% siswa menyatakan perlu dilakukan
pengembangan LKS berbasis multipel representasi dengan menggunakan model
SiMaYang Tipe II untuk menunjang keberhasilan mereka dalam pembelajaran
kimia, sehingga dapat menumbuhkan model mental dan meningkatkan
penguasa-an konsep siswa terutama pada materi asam-basa.
Harrison and Treagust (Sunyono, 2013) menyatakan bahwa model mental adalah
representasi pribadi (internal) dari suatu objek, ide, atau proses yang dihasilkan
oleh seseorang selama proses kognitif berlangsung dan digunakan untuk
melaku-kan upaya menyelesaimelaku-kan masalah dengan menghasilmelaku-kan model yang
diekspresi-kan dalam berbagai bentuk (seperti diagram, gambar, grafik, simulasi atau
pemodelan atau visualiasasi, simbolik bahkan juga deskripsi verbal dengan
kata-kata), kemudian dapat dikomunikasikan pada orang lain. Oleh sebab itu, untuk
menumbuhkan model mental dalam diri siswa diperlukan suatu model
pembel-ajaran yang mendukung, salah satunya adalah model pembelpembel-ajaran SiMaYang
Tipe II.
Model SiMaYang Tipe II merupakan perpaduan antara pendekatan ilmiah
(scientific approach) dengan model SiMaYang. Model pembelajaran SiMaYang
merupakan model pembelajaran sains berbasis multipel representasi. Model
pembelajaran berbasis multipel representasi yang dikembangkan ini terdiri dari 4
fase, yaitu orientasi, eksplorasi-imajinasi, internalisasi serta evaluasi. Fase-fase
tersebut tidak selalu berurutan bergantung pada konsep yang dipelajari oleh siswa,
fase-fase model pembelajaran yang dikembangkan ini disusun dalam bentuk
layang-layang yang selanjutnya model pembelajaran berbasis multipel representasi yang
dikembangkan dinamakan Si-5 layang-layang atau disingkat SiMaYang
(Sunyono, 2014a).
Menurut Sunyono (2014a) model pembelajaran teoritis SiMaYang ini merupakan
model pembelajaran sains yang mencoba menginterkoneksikan ketiga level
fenomena sains, sehingga materi pembelajaran yang sesuai dengan model ini
adalah materi yang lebih bersifat abstrak dan mengandung level makroskopik,
submikroskopik dan simbolik, salah satunya yaitu materi yang terdapat dalam
pembelajaran kimia.
Salah satu materi pembelajaran kimia adalah materi asam-basa. Kompetensi
Dasar (KD) mata pelajaran kimia pada materi asam-basa di kelas XI adalah
menganalisis sifat larutan berdasarkan konsep asam basa dan/atau pH larutan.
Berdasarkan hasil observasi, pada pembelajaran materi ini sebagian besar
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada guru, sehingga
interaksi yang terjadi hanya satu arah, dan siswa hanya memperoleh pengetahuan
dari penjelasan yang diberikan oleh guru. Guru belum melatih menumbuhkan
model mental dan meningkatkan penguasaan konsep pada diri siswa, yang
mengakibatkan tidak tumbuhnya model mental serta rendahnya penguasaan
konsep dalam diri siswa.
Hasil penelitian Widodo (2013) pada materi pokok asam-basa menunjukkan
bahwa LKS berbasis keterampilan proses sains yang menerapkan 3 level
kemampuan berpikir dan representasi siswa menurut sains mereka sendiri.
Penelitian yang dilakukan Saradima (2014) pada materi pokok kelarutan dan hasil
kali kelarutan juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan LKS
memberikan pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar mengajar. Hal ini
ditunjukkan dengan peningkatan penguasaan siswa terhadap materi setelah
melaksanakan pembelajaran dengan LKS yang menggunakan pendekatan
Scientific.
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka perlu dilakukan suatu
penelitian yang berjudul“Lembar Kerja Siswa Berbasis Multipel Representasi dengan Model SiMaYang Tipe II untuk Menumbuhkan Model Mental dan
Penguasaan Konsep Asam-Basa.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah validitas LKS berbasis multipel representasi dengan model
SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan penguasaan konsep
asam-basa?
2. Bagaimanakah penilaian guru terhadap LKS berbasis multipel representasi
dengan model SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan
penguasaan konsep asam-basa?
3. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap LKS berbasis multipel representasi
dengan model SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan
4. Bagaimanakah kepraktisan LKS berbasis multipel representasi dengan model
SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan penguasaan konsep
asam-basa?
5. Bagaimanakah keefektivan dari LKS berbasis multipel representasi dengan
model SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan penguasaan
konsep asam-basa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan validitas LKS berbasis multipel representasi dengan model
SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan penguasaan konsep
asam-basa.
2. Mendeskripsikan penilaian guru terhadap LKS berbasis multipel representasi
dengan model SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan
penguasaan konsep asam-basa.
3. Mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap LKS berbasis multipel representasi
dengan model SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan
penguasaan konsep asam-basa.
4. Mendeskripsikan kepraktisan LKS berbasis multipel representasi dengan model
SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan penguasaan konsep
5. Mendeskripsikan keefektivan LKS berbasis multipel representasi dengan model
SiMaYang Tipe II untuk menumbuhkan model mental dan penguasaan konsep
asam-basa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian pengembangan lembar kerja siswa berbasis multipel
representasi dengan model pembelajaran SiMaYang Tipe II pada materi asam-basa
ini adalah:
1. Siswa
Pengembangan LKS ini diharapkan dapat membantu siswa menemukan sendiri
konsep-konsep materi asam-basa yang bersifat abstrak serta dapat
mengkon-struksi konsep dengan tepat.
2. Guru
Pengembangan LKS ini diharapkan dapat menambah referensi guru dalam
mengkonstruksi konsep tentang asam-basa yang bersifat abstrak, serta
menambah media pembelajaran guru dalam menyampaikan materi asam-basa.
3. Sekolah
Pengembangan LKS ini diharapkan dapat menjadi informasi dan sumbangan
pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.
E. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Pengembangan adalah suatu proses untuk mengembangkan produk baru atau
Produk yang dikembangkan pada penelitian ini adalah media pembelajaran
yang berupa lembar kerja siswa (Sujadi, 2003).
2. Lembar Kerja Siswa yang dikembangkan adalah LKS berbasis multipel
representasi dengan model SiMaYang Tipe II pada materi asam-basa.
3. Materi pada penelitian ini adalah asam-basa, dimana pada penelitian ini akan
dilakukan analisis terhadap sifat larutan berdasarkan konsep asam-basa dan/atau
pH larutan.
4. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II adalah model pembelajaran yang
mencoba menginterkoneksikan ketiga level fenomena kimia yaitu makroskopik,
submikroskopik dan simbolik dan bertujuan untuk menumbuhkan model
mental dan meningkatkan penguasaan konsep siswa (Sunyono, 2014a).
5. Model mental adalah representasi pribadi (internal) dari suatu objek, ide, atau
proses yang dihasilkan oleh seseorang selama proses kognitif berlangsung
(Harrison and Treagust, 2000).
6. Penguasaan konsep adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian
seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan kedalam bentuk
yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu
mengaplika-sikannya (Bloom, 1956).
7. Validitas suatu model pembelajaran dapat dilihat dari tingkat validitas isi
menurut ahli dan juga harus memenuhi validitas konstruk (Nieveen dalam
Sunyono, 2013).
8. Kepraktisan suatu model pembelajaran merupakan salah satu kriteria kualitas
model yang ditinjau dari hasil penilaian pengamat berdasarkan pengamatannya
9. Keefektivan suatu model pembelajaran sangat terkait dengan pencapaian tujuan
pembelajaran. Model pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajar
dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi serta menemukan hubungan dan
A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)
Pembelajaran merupakan sebuah proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013
meng-amanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah
diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,
keterampil-an, dan pengetahuan peserta didik. Pendekatan atau proses kerja yang memenuhi
kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive
reasoning)daripada penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik,
sebaliknya penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk
kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Metode ilmiah umumnya
menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian
merumuskan simpulan umum (Tim Penyusun, 2013).
Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana
dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, menalar, membentuk jejaring
untuk semua mata pelajaran. Menurut Tim Penyusun (2013) kriteria yang
tercakup dalam pendekatanscientificmeliputi:
2. Penjelasan guru, re prasangka yang ser menyimpang dari a 3. Mendorong dan m
dalam mengidentif mengaplikasikan m 4. Mendorong dan m
perbedaan, kesama 5. Mendorong dan m
mengembangkan pol materi pembelajara 6. Berbasis pada kons
jawabkan.
7. Tujuan pembelajar sistem penyajianny
Proses pembelajaran pe
menyentuh tiga ranah,
berikut :
Gambar 1. Ranah ha Penyusun,
Hasil belajar melahirka
melalui penguatan sika
1. Ranah sikap mengg
didik “tahu mengapa
2. Ranah keterampila
peserta didik “tahu b
u, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-sisw serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran
ri alur berpikir logis.
n menginspirasi siswa berpikir secara kritis, anal ntifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
n materi pembelajaran.
n menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik da maan, dan tautan satu sama lain dari materi pem n menginspirasi siswa mampu memahami, mener n pola berpikir yang rasional dan objektif dalam
aran.
konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat diper
jaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, na nnya.
n pendekatanscientificmenurut Tim Penyusun
nah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan
ah hasil pembelajaran melalui pendekatan ilmia usun, 2013).
hirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inova
n sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terint
nggamit transformasi substansi atau materi ajar
ngapa.”
pilan menggamit transformasi substansi atau ma
3. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu apa.”
4. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills)dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills)
dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
(Tim Penyusun, 2013)
Langkah-langkah pembelajaran pendekatanscientificadalah sebagai berikut:
1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran ( mean-ing-full learning). Pada tahap ini disajikan suatu fenomena berbasis fakta yang
dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Fenomena yang disajikan dapat
berupa gambar, grafik, atau tabel. Melalui tahap mengamati, siswa dapat
mengidentifikasi karakteristik fenomena yang diamati, mulai dari persamaan,
perbedaan, pola-pola maupun kecenderungan dari fenomena tersebut. Metode
mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa, sehingga
proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada tahap
menanya, siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan hal-hal yang tidak
dimengerti pada tahap mengamati dalam bentuk pertanyaan. Pada tahap ini,
siswa dilatih untuk mengemukakan ide dan gagasan mereka melalui pertanyaan
3. Mencoba
Keterampilan yang kreatif diperoleh dengan cara melatih siswa untuk
melaku-kan percobaan. Siswa dilatih untuk merancang percobaan, mulai dari
mengidentifikasi variabel, menentukan alat bahan, dan menuliskan prosedur
percobaan serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya di kehidupan
sehari-hari.
4. Menalar
Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh suatu simpulan yang berupa
pengetahuan. Pada tahap ini siswa dilatih untuk melihat hubungan-hubungan
variabel atau ukuran-ukuran, mencermati pola, menganalisis, membandingkan,
mensintesis atas hubungan-hubungan yang diperoleh pada tahap sebelumnya
guna memperoleh suatu simpulan.
5. Membentuk Jejaring
Pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan banyak
gagasannya dalam menyajikan data dan mengkomunikasikannya di depan
kelas (Tim Penyusun, 2013).
B. Konsep Multipel Representasi
Haveleun & Zou (Sunyono, 2013) menyatakan representasi dapat dikategorikan
ke dalam dua kelompok, yaitu representasi internal dan eksternal. Representasi
dari perilaku manusia yang menggambarkan beberapa aspek dari proses fisik dan
pemecahan masalah. Di sisi lain, representasi eksternal dapat digambarkan
sebagai situasi fisik yang terstruktur yang dapat dilihat dengan mewujudkan
ide-ide fisik. Menurut pandangan kontruktivis, representasi internal ada di dalam
kepala pembelajar dan representasi eksternal disituasikan oleh lingkungan
(Meltzer dalam Sunyono, 2013).
Sebagaimana dicatat oleh Ainsworth (Sunyono, 2013) bahwa analisis konseptual
dari keberadaan lingkungan belajar dengan multirepresentasi menunjukkan ada
tiga fungsi utama multipel representasi eksternal (MERs) yang dipakai dalam
situasi pembelajaran untuk melengkapi dan membangun pemahaman konsep.
Fungsi pertama adalah dengan menggunakan representasi untuk memperoleh
informasi tambahan atau mendukung proses kognitif yang ada dan saling
melengkapi. Kedua, representasi dapat digunakan untuk membatasi (yang miss)
interpretasi yang mungkin terjadi. Terakhir MERs dapat digunakan untuk
men-dorong pelajar dalam membangun pemahaman yang lebih dalam. Masing-masing
dari tiga fungsi utama MERs lebih lanjut dibagi menjadi beberapa subklass.
Chang & Gilbert (Sunyono, 2013) menyatakan representasi konsep-konsep dalam
sains yang memang merupakan konsep ilmiah, secara inheren melibatkan
multi-modal, yaitu melibatkan kombinasi lebih dari satu modus representasi. Oleh
sebab itu, keberhasilan pembelajaran sains meliputi konstruksi asosiasi mental
diantara tingkat makroskopik, submikroskopik dan simbolik dari representasi
Berdasarkan karakteristik konsep-konsep sains (seperti sains), mode-mode
representasi sains diklasifikasikan dalam level representasi fenomena sains
diklasifikasikan dalam level representasi fenomena makroskopik, submikroskopik
dan simbolik (Johnstone, 1993 dan Treagust,et al., 2003 ). Representasi
fenomena makroskopik yaitu representasi yang diperoleh melalui pengamatan
nyata terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat dan dipersepsi oleh panca indra
atau dapat berupa pengalaman sehari-hari pembelajar (Johnstone, 1993).
Sebagaimana dikatakan Johnstone bahwa representasi fenomena submikroskopik
yaitu representasi yang menjelaskan mengenai struktur dan proses pada level
partikel (atom/molekular) terhadap fenomena makroskopik yang diamati.
Representasi fenomena submikroskopik sangat terkait erat dengan model teoritis
yang melandasi eksplanasi dinamika level partikel. Mode representasi pada level
ini diekspresikan secara simbolik mulai dari yang sederhana hingga menggunakan
teknologi komputer, yaitu menggunakan kata-kata, gambar dua dimensi, gambar
tiga dimensi baik diam maupun bergerak (animasi) atau simulasi.
Representasi fenomena simbolik yaitu representasi secara kualitatif dan kuantitatif
yaitu rumus matematik, rumus sains, diagram, gambar, persamaan reaksi, dan
perhitungan matematik. Pada konteks multipel representasi, bentuk representasi
verbal dan visual menjadi penting dalam pembelajaran untuk mengkontruksi
representasi mental pembelajar. Representasi mental adalah kode atas informasi
yang harus diingat. Pada pembelajaran (khususnya sains), menggabungkan
representasi verbal dan visual untuk membangun keterampilan merepresentasikan
ini sesuai dengan gagasan Geary (Solso, 2008) yang menyatakan bahwa manusia
memiliki kemampuan istimewa untuk mengkategorisasikan (artinya secara mental
merepresentasikan) objek-objek dunia fisik (seperti hewan dan tumbuhan),
melalui pembayangan mental dan merepresentasikan secara visual. Representasi
visual diartikan sebagai perumpamaan atau pembayangan mental terhadap suatu
objek. Pembayangan mental didefinisikan sebagai suatu representasi mengenai
objek atau peristiwa yang tidak eksis pada saat terjadinya proses pembayangan
(Solso dalam Sunyono, 2013).
C. Teori Model Mental
Aplikasi teori representasi visual dengan DCT telah memunculkan beberapa hasil
penelitian pengembangan model mental pembelajar. Istilah model mental banyak
digunakan oleh para peneliti bidang psikologi kognitif, namun akhir-akhir ini
istilah itu banyak juga dipakai oleh para peneliti bidang pendidikan, terutama
dalam pendidikan sains (fisika, kimia, dan biologi) dan matematika. Pakar
psikologi kognitif Johnson-Laird (Solaz-Portoles dalam Sunyono, 2013)
merumuskan suatu definisi model mental dalam upayanya untuk menjelaskan
proses-proses penalaran seseorang dalam mengerjakan tugas silogisme dan
membentuk representasi internal berupa model mental dalam suatuworking
memory(memori kerja = MK) tentang dunia dan mengkombinasikan informasi yang telah tersimpan dalam memori jangka panjang (Long-Term Memory= LTM)
dengan informasi yang ada pada karakteristik dari tugas tersebut, kemudian
Johnson-Laird merupakan salah satu proposisi dari representasi mental dalam
menggambarkan tentang dunia.
Menurut Johnson-Laird (Sunyono, 2013) bahwa representasi mental (representasi
internal) memiliki tiga jenis proposisi, yaitu representasi preposisi, model mental
dan pembayangan mental (mental imagery)
-Non analog - Analog
-Non iconic - Iconic
-Digital/Discrete - Continuous
-Referentially arbitrary - Referentially
Isomorphic Gambar 2. Proposisi John-Laird tentang tiga tipe representasi Mental (Khella
dalam Sunyono, 2013).
Menurut para pakar psikologi kognitif, model mental adalah representasi model
skala-internal terhadap realitas eksternal, atau sebagai representasi pribadi mental
seseorang terhadap suatu ide atau konsep (Greca and Moreira, 2001). Model
mental dapat digambarkan sebagai model konseptual, representasi mental,
gambaran mental,representasi internal, proses mental, suatu konstruksi yang tidak
Mental Representations
Prepositional representation
(natural language like)
Mental models
(structural analogies to the real word)
Mental imagery
(perceptual correlates of a model from a point
dapat diamati, dan representasi kognitif pribadi (Chittleborough & Treagust; dan
Chittleborough,et al.,dalam Sunyono, 2013). Model mental tersebut dibangun dari pengetahuan terhadap pengalaman sebelumnya segmentasi skema, persepsi,
dan strategiproblem solving.
Sebuah model mental mengandung informasi yang minimal, tidak stabil, dan
merupakan subjek yang dinamis (berubah), serta digunakan untuk pengambilan
keputusan dalam keadaan tertentu. Seseorang harus dapat melatih
tindakan-tindakan sebagai akibat dari suatu perubahan keadaan secara mental (Greca and
Moreira, 2001). Para pakar psikologi kognitif seringkali menggunakan kajian
akademik tentang model mental untuk memperoleh informasi tentang
proses-proses berpikir, terutama dalam pemecahan masalah (problem solving). Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membangun model mentalnya
menyebabkan orang tersebut akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan
keterampilan berpikirnya, sehingga tidak mampu melakukan pemecahan masalah
dengan baik (Senge, 2004).
Berdasarkan uraian tentang model mental diatas, maka Harrison and Treagust
(Sunyono, 2013) mengatakan bahwa model mental adalah representasi pribadi
(internal) dari suatu objek, ide, atau proses yang dihasilkan oleh seseorang selama
proses kognitif berlangsung. Setiap orang menggunakan model-model mental ini
untuk melakukan upaya memecahkan masalah melalui proses menalar,
menjelas-kan, memprediksi fenomena, atau menghasilkan model yang diekspresikan dalam
berbagai bentuk (seperti diagram, gambar, grafik, simulasi atau pemodelan,
tulisan cetak, dan lain-lain), kemudian dapat dikomunikasikan pada orang lain
(Borges and Gilbert dan Greca and Moreira dalam Sunyono, 2013). Sistem
representasi yang ditampilkan secara verbal, diagram, grafik, simulasi, aljabar /
matematis /simbolik, dan sebagainya tersebut merupakan representasi eksternal
yang dihasilkan dari interaksi antara model mental dengan objek fisis (Coll &
Treagust dalam Sunyono, 2013).
D. Model Pembelajaran SiMaYang
Schonborn and Anderson (Sunyono, 2013) mendefinisikan model pembelajaran
SiMaYang adalah model pembelajaran sains berbasis multipel representasi yang
dikembangkan dengan memasukkan faktor interaksi (tujuh konsep dasar) yang
mempengaruhi kemampuan pembelajar untuk merepresentasikan fenomena sains
kedalam kerangka model IF-SO (Waldrip dalam Sunyono, 2011). Tujuh konsep
dasar pembelajar tersebut yang telah diidentifikasi oleh Schonborn and Anderson
(Sunyono, 2013) adalah kemampuan penalaran pembelajar (Reasoning; R), pengetahuan konseptual pembelajar (Conceptual; C) dan keterampilan memilih
model representasi pembelajar (Representation modes; M).
Faktor M dapat dianggap berbeda dengan faktor C dan R, karena faktor M tidak
bergantung pada campur tangan manusia selama proses interpretasi dan tetap
konstan kecuali jika ER (representasi eksternal) dimodifikasi, selanjutnya empat
faktor lainnya adalah faktor R-C merupakan pengetahuan konseptual dari diri
sendiri tentang ER, faktor R-M merupakan penalaran terhadap fitur dari ER itu
sendiri, faktor C-M adalah faktor interaktif yang mempengaruhi interpretasi
yang mewakili kemampuan seorang pembelajar untuk melibatkan semua faktor
dari model agar dapat menginterpretasikan ER dengan baik.
Berdasarkan pertimbangan faktor interaksi R-C dan C-M maka dalam model
pembelajaran diperlukan tahapan kegiatan eksplorasi, sedangkan pertimbangan
terhadap interaksi R-M dan C-R-M diperlukan tahapan kegiatan imajinasi.
Kegiatan eksplorasi lebih ditekankan pada konseptualisasi masalah-masalah sains
yang sedang dihadapi berdasarkan kegiatan diskusi, eksperimen laboratorium
/demonstrasi, dan pelacakan informasi melalui jaringan internet (webblogatau
webpage). Imajinasi diperlukan untuk melakukan pembayangan mental terhadap
representasi eksternal level submikroskopik, sehingga dapat
menstransformasi-kannya ke level makroskopik atau simbolik atau sebaliknya (Sunyono, 2013).
Kedua kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan dalam proses pembelajaran,
sehingga kedua kegiatan tersebut digambarkan dengan anak panah bolak-balik.
Hasil kegiatan eksplorasi dan imajinasi perlu diinternalisasikan dalam
pembelajar-an melaui presentasi, tugas, dpembelajar-an latihpembelajar-an sebagai perwujudpembelajar-an hasil eksplorasi dpembelajar-an
imajinasi. Tahap terakhir adalah tahap evaluasi sebagai tahap untuk mendapatkan
umpan balik selama proses pembelajaran. Sebelum kegiatan eksplorasi dan
imajinasi, guru perlu melakukan orientasi kemampuan awal pembelajar sebagai
dasar untuk melakukan tahap eksplorasi dan imajinasi. Oleh sebab itu, model
pembelajaran berbasis multipel representasi yang dikembangkan ini terdiri dari 4
tahapan, yaitu orientasi, eksplorasi - imajinasi, internalisasi serta evaluasi.
Keempat fase dalam model pembelajaran yang dikembangkan ini memiliki ciri
berurutan bergantung pada konsep yang dipelajari oleh pembelajar, terutama pada
fase dua (eksplorasi - imajinasi). Oleh sebab itu, fase-fase model pembelajaran
yang dikembangkan ini disusun dalam bentuk layang-layang yang selanjutnya
model pembelajaran berbasis multipel representasi yang dikembangkan
dinama-kan Si-5 layang-layang atau disingkat SiMaYang:
Gambar 3. Fase-Fase Model Pembelajaran Si-5 Layang-Layang (SiMaYang) (Sunyono, 2014a).
Model pembelajaran teoritis SiMaYang ini merupakan model pembelajaran sains
yang mencoba menginterkoneksikan ketiga level fenomena sains, sehingga
topik pembelajaran yang sesuai dengan model ini menurut penulis adalah
topik-topik sains yang lebih bersifat abstrak yang mengandung level submikroskopik,
makroskopik dan simbolik (Sunyono, 2014a).
E. Karakteristik Model Pembelajaran SiMaYang
Karakteristik model pembelajaran berbasis multipel representasi yang
dikembang-kan dan diberi nama model SiMaYang dirumusdikembang-kan berdasardikembang-kan hasil kajian teori
pembelajaran SiMaYang disusun dengan mengacu pada ciri suatu model
pembelajaran menurut Arends, R. (Sunyono, 2011) yang menyebutkan
setidak-tidaknya ada 4 ciri khusus dari model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran, yaitu:
a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh perancangnya.
b. Landasan pemikiran tentang tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan bagaimana pembelajar belajar untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Aktivitas guru/dosen dan pembelajar (siswa/mahasiswa) yang diperlukan agar model tersebut terlaksana dengan efektif.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran SiMaYang dikembangkan dengan tujuan menumbuhkan
model mental pembelajar. Seiring tumbuhnya model mental pembelajar
diharap-kan pembelajar adiharap-kan lebih mudah dalam memahami fenomena sains pada level
makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Berdasarkan hal tersebut
penguasaan konsep sains pembelajar akan dapat ditingkatkan.
Hasil penelitian Wang & Barrow (Sunyono, 2014a) menyatakan bahwa
pembela-jaran yang tidak memperhatikan interaksi ketiga level fenomena kimia
mengha-silkan model mental yang rendah. Davidowitzet al.(Sunyono, 2014a) melapor-kan bahwa pembelajaran kimia yang menemelapor-kanmelapor-kan pada daya imajinasi dan
latihan-latihan dalam menginterpretasikan gambar submikroskopik, akan
menumbuhkan kemampuan siswa dalam menggunakan model mentalnya untuk
menjelaskan fenomena-fenomena kimia yang terjadi. Devetaket al.(2009) menemukan bahwa pembelajaran yang tidak menekankan pada latihan
representa-si eksternal submikroskopik akan menyebabkan pembelajar mengalami kesulitan
dalam menginterpretasikan struktur submikroskopik dari suatu molekul.
didik untuk mengoperasi atau menggunakan model mental dalam rangka
menjelaskan peristiwa-peristiwa yang melibatkan penggunaan representasi
submikroskopik sangat terbatas, sehingga perlu adanya latihan dalam
menginter-pretasikan gambar visual submikroskopik melalui pembelajaran yang melibatkan
3 level fenomena kimia.
Karakteristik ketiga dan keempat tertuang di dalam ciri-ciri dan
komponen-komponen yang terkandung di dalam model pembelajaran SiMaYang. Model
pembelajaran SiMaYang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Model pembelajaran SiMaYang hanya cocok untuk topik-topik sains yang bersifat abstrak yang didalamnya mengandung level makroskopik,
submikroskopik dan simbolik.
2. Ada keanekaragaman visual (gambar, diagram, grafik, animasi, dan analogi) yang dapat merangsang pembelajar dalam menggunakan
kemampuan berfikirnya dalam membuat interkoneksi di antara level-level fenomena sains.
3. Pembelajar memiliki peran yang aktif dalam menelusuri informasi (pengeta-huan konseptual), menemukan sifat-sifat, pola, rumus-rumus, simbol-simbol , dan penyelesaian masalah, melalui proses mengamati dan membayangkan dengan imajinasinya.
4. Memberi kesempatan kepada pembelajar untuk mengembangkan potensi kognitifnya dalam membangun model mental terutama melalui kegiatan eksplorasi pengetahuan dan imajinasi representasi.
5. Menekan aktivitas pembelajar dalam belajar baik secara kelompok maupun individu.
6. Guru/dosen juga berperan sebagai mediator, dalam hal ini guru/dosen meme-diasi kegiatan diskusi kelompok yang dilakukan pembelajar, sehingga ada
sharingpengetahuan diantara pembelajar sendiri dengan fasilitas dari guru/dosen.
7. Ada bimbingan dan bantuan dari guru/dosen kepada pembelajar yang meng-alami kesulitan, baik dalam belajar secara kelompok maupun ketika latihan secara individu.
8. Pembelajar diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan meng-artikulasikan hasil kerjanya (belajarnya) kepada teman dan guru/dosen melalui kegiatan presentasi.
Model pembelajaran SiMaYang tersebut kemudian dikembangkan menjadi model
pembelajaran SiMaYang Tipe II. Berikut adalah fase (tahapan) pada model
pem-belajaran SiMaYang Tipe II:
Tabel 1. Fase (Tahapan) Pembelajaran Model SiMaYang Tipe II untuk Pembelajaran di SMA.
Fase Aktivitas Guru Aktivitas siswa
Fase I: Orientasi
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Memberikan motivasi dengan berbagai
fenomena yang terkait dengan pengalaman siswa.
1. Menyimak penyampaian tujuan sambil memberikan tanggapan. 2. Menjawab pertanyaan dan
Menanggapi.
Fase II: Eksplorasi-Imajinasi
1. Mengenalkan konsep dengan memberikan beberapa abstraksi yang berbeda
mengenai fenomena alam secara verbal atau dengan demonstrasi dan juga meng-gunakan visualisasi : gambar,grafik, atau simulasi atau animasi, dan atau analogi dengan melibatkan siswa untuk menyimak dan bertanya jawab.
2. Mendorong, membimbing, dan memfasili-tasi diskusi siswa untuk membangun model mental dalam membuat interkonek-si diantara level-level fenomena alam yang lain, yaitu dengan membuat trans-formasi dari level fenomena alam yang satu level ke level yang lain (makroskopik ke submikroskopik dan simbolik atau sebaliknya) dengan menuangkannya ke dalam lembar kegiatan siswa.
1. Menyimak (mengamati) dan bertanya jawab dengan dosen tentang fenomena kimia yang diperkenalkan (menanya). 2. Melakukan penelusuran
informasi melalui
webpage/weblogdan/atau buku teks (menggali informasi).
3. Bekerja dalam kelompok untuk melakukan imajinasi terhadap fenomena kimia yang diberikan melalui LKS.
(mengasosiasi/menalar). 4. Berdiskusi dengan teman dalam
kelompok dalam melakukan latihan imajinasi representasi (mengasosiasi/menalar).
Fase III: Internalisasi
1. Membimbing dan memfasilitasi siswa dalam mengartikulasikan/ mengkomuni-kasikan hasil pemikirannya melalui presentasi hasil kerja kelompok. 2. Memberikan latihan atau tugas dalam
mengartikulasikan imajinasinya. Latihan individu tertuang dalam lembar kegiatan siswa/LKS yang berisi pertanyaan dan/atau perintah untuk membuat interko-neksi ketiga level fenomena alam.
1. Perwakilan kelompok
melakukan presentasi terhadap hasil kerja kelompok
(mengomunikasikan). 2. Kelompok lain menyimak
(mengamati) dan memberikan tanggapan/ pertanyaan terhadap kelompok yang sedang
presentasi (menanya dan menjawab).
3. Melakukan latihan individu melalui LKS individu (menggali informasi dan mengasosiasi). Fase IV:
Evaluasi
1. Mengevaluasi kemampuan belajar siswa darireviewterhadap hasil kerja siswa. 2. Memberikan tugas latihan interkoneksi.
tiga level fenomena alam (makroskopik /submikroskopik, dan simbolik).
Menyimak hasilreviewdari guru dan menyampaikan hasil kerjanya (mengomunikasikan), serta bertanya tentang pembelajaran yang akan datang.
F. Kelebihan dan Keterbatasan Model Pembelajaran SiMaYang
Kelebihan model pembelajaran SiMaYang antara lain:
1. Model pembelajaran SiMaYang mampu meningkatkan kualitas proses pembe-lajaran yang ditunjukkan dengan munculnya berbagai aktivitas pembepembe-lajaran. Pada pembelajaran SiMaYang aktivitas guru dalam pembelajaran dapat dimi-nimalkan dan memberikan peran guru sebagai fasilitator dan mediator. 2. Model pembelajaran SiMaYang merupakan model pembelajaran yang
menyenangkan. Hasil kajian empiris menunjukkan lebih dari 80% pembela jar memberikan respon positif dan senang dengan pelaksanaan pembelajaran menggunakan model SiMaYang.
3. Model pembelajaran SiMaYang mampu membangun model mental pembelajar dalam upaya memahami materi pembelajaran kearah model mental dengan
kategori “baik” atau dengan karakteristik “consensusdan “baik sekali” dengan karakteristik “target”, serta peningkatan modelmental tersebut lebih tinggi dibanding pembelajaran konvensional.
4. Model pembelajaran SiMaYang memiliki ciri kolaboratif dan imajinatif yang tertuang dalam fase eksplorasi-imajinasi dan internalisasi dapat dijadikan alternatif model pembelajaran yang mampu mensejajarkan siswa berkemam-puan awal rendah dengan siswa berkemamberkemam-puan awal sedang dan tinggi. 5. Model pembelajaran SiMaYangdapat dipandang sebagai model “terpadu”
yang menggabungkan media TIK dengan berbagai fenomena kimia dan meng-gabungkan media tersebut dengan berbagai aktivitas pembelajar, aktivitas guru, interaksi antar siswa, dan interaksi antara guru dengan siswa.
6. Model pembelajaran SiMaYang mampu menciptakan lingkungan belajar yang kaya akan aktivitas pembelajaran, baik yang bersifat individual maupun bersifat kolaboratif, sekaligus mampu membelajarkan pada pembelajar arti pentingnya kerjasama dan menghargai hasil kerja orang lain.
7. Model pembelajaran SiMaYang mampu memberikan dorongan atau motivasi kepada pembelajar untuk mengasah kemapuan imajinasinya dalam memahami fenomena yang bersifat abstrak. Kekuatan imajinasi siswa dalam pembelajaran dengan model SiMaYang mampu meningkatkan kemampuandalam melakukan interpretasi dan transformasi
ketiga level fenomena kimia. (Sunyono, 2013)
Disamping memiliki kelebihan, model pembelajaran SiMaYang ternyata juga
memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Model pembelajaran SiMaYang hanya mampu meningkatkan model mental pembelajar dengann-Gainberkategori sedang. Mayoritas model mental yang
dapat dibangun hanya sampai pada model mental dengan kategori “baik” atau
model mental dengan kategori “konsensus” ,sedangkan model mental dengan
menumbuhkan model mental target (kategori “sangat baik”) memerlukan waktu yang tidak singkat, perlu latihan terus-menerus.
2. Penerapan model pembelajaran SiMaYang baru terbatas pada pencapaian tujuan membangun model mental dan meningkatkan penguasaan konsep, belum terujikan dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lain, seperti berpikir kritis dan berpikir kreatif, sehingga kesimpulan dari hasil kajian empiris ini hanya berlaku untuk model mental dan penguasaan konsep. 3. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model SiMaYang memerlu-kan infrastruktur yang memadai (seperti listrik, fasilitas internet dan kompu-ter). Seringnya mati lampu (listrik) pada saat pembelajaran dapat menjadi hambatan keterlaksanaan dan keberhasilan dengan model SiMaYang. 4. Pelaksanaan pembelajaran dengan model SiMaYang memerlukan kesiapan
fasilitas jaringan internet dengan kapasitas yang dapat diakses oleh banyak pembelajar dengan kecepatan yang memadai. Lambatnya akases internet menjadi salah satu hambatan yang sangat berarti dalam pembelajaran dengan menggunakan model SiMaYang.
5. Model pembelajaran SiMaYang mengharuskan pengguna model memiliki kemampuan IT yang cukup baik. Kurangnya kemampuan IT dari pengguna model dapat menjadi hambatan keterlaksanaan model pembelajaran
SiMaYang. (Sunyono, 2013)
G. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Pada proses kegiatan belajar mengajar, LKS digunakan sebagai sarana
pem-belajaran untuk menuntun siswa dalam menemukan konsepnya sendiri. Adanya
LKS mengeksplorasi keterampilan proses siswa saat pembelajaran, serta akan
membimbing siswa dalam berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, serta mengaplikasikan
materi pembelajaran.
Menurut Arsyad (2004), LKS merupakan jenishand outyang dimaksudkan untuk membantu siswa dalam belajar secara terarah. Menurut Trianto (2011), lembar
kerja siswa merupakan panduan siswa yang biasa digunakan dalam kegiatan
observasi, eksperimen, maupun demonstrasi untuk mempermudah proses
kerja siswa adalah sumber belajar penunjang yang dapat meningkatkan
pemaham-an siswa mengenai materi kimia ypemaham-ang harus mereka kuasai. Menurut Sriyono
(1992), LKS adalah salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang
harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan
keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran. Menurut Hidayah (2007), isi pesan LKS harus
memperhatikan unsur-unsur penulisan media grafis, hirarki dan pemilihan
pertanyaan-pertanyaan sebagai stimulus yang efisien dan efektif.
Lembar Kegiatan Siswa (Student Worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi
tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar Kegiatan Siswa biasanya
berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas (Departemen
Pendidikan Nasional, 2008).
Menurut Sudjana (Djamarah dan Aswan, 2000), fungsi LKS adalah:
1. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. 2. Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih
menarik perhatian siswa.
3. Mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian pengertian yang diberikan guru.
4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran.
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada siswa. 6. Mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang dicapai siswa
akan tahan lama, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.
Menurut Prianto dan Harnoko (1997), manfaat dan tujuan LKS antara lain:
1. Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. 2. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.
3. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar.
4. Membantu guru dalam menyusun pelajaran.
6. Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajarai melalui kegiatan belajar.
7. Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
Penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu syarat didaktik,
syarat konstruksi, dan syarat teknik (Darmodjo dan Kaligis, 1992).
a. Syarat-syarat didaktik
1) Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran
2) Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep
3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa se suai dengan ciri KTSP
b. Syarat-syarat konstruksi
1) Menggunakan bahasa yang sesuai dengantingkat kedewasaan anak. 2) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.
3) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuaidengan tingkat kemampuan anak. 4) Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka.
5) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS.
6) Gunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata.
7) Dapat digunakan oleh seluruh siswa, baik yang lamban maupun yang cepat. 8) Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi. 9) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. Misalnya, kelas,
mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama anggota kelompok, tanggal dan sebagainya.
c. Syarat-syarat teknik 1) Tulisan
a) Gunakan huruf cetak.
b) Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik. c) Gunakan kalimat pendek.
d) Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi
2) Gambar
Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS
Penggunaan media LKS ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam proses
pembelajaran, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Arsyad (2004) antara lain
yaitu: 1) Memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga proses belajar
semakin lancar dan meningkatkan hasil belajar; 2) Meningkatkan motivasi siswa
sendiri-sendiri sesuai kemampuan dan minatnya; 3) Penggunaan media dapat
mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu; 4) Siswa akan mendapatkan
pengalaman yang sama mengenai suatu peristiwa dan memungkinkan terjadinya
interaksi langsung dengan lingkungan sekitar. Tidak hanya itu, melalui LKS,
diharapkan siswa dapat termotivasi dalam mempelajari konsep-konsep kimia
khususnya pada materi asam basa.
H. Analisis Konsep
Herronet al.(Fadiawati, 2011) berpendapat bahwa belum ada definisi tentang
konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan
dengan ide. Markle dan Tieman (Fadiawati, 2011) mendefinisikan konsep
sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Lebih lanjut lagi, Herronet al.
(Fadiawati, 2011) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu
prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan
urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara
luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan
melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi
konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Larutan
Asam
Larutan yang di dalam air melepaskan ion H+ menurut teori Arrhenius, dimana jumlah konsen-trasi ion H+menunjukan kekuatan asam suatu tron menurut teori Lewis.
Konsep
Tabel 2. (Lanjutan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Kekuatan asam
Asam adalah spesi yang apabila dilarutkan dalam air menghasilkan ion H+, dimana jumlah konsen-trasi ion H+menunjukan kekuatan asam suatu
pH Derajat keasaman suatu larutan yang bergantung pada konsentrasi ion H+
Konsep
Suatu spesi yang diguna-kan untuk mengetahui sifat asam atau basa dari suatu larutan berdasarkan trayek pH pada indikator yang digunakan
pH larutan • metil
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian dan
pengembangan atauResearch and Development(R&D). Penelitian ini digunakan untuk menghasilkan produk tertentu yang didasarkan dari analisis kebutuhan dan
pengujian keefektivan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat
(Sugiyono, 2013).
Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian dan pengembangan adalah metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji
keefektifan produk tersebut. Langkah-langkah penelitian pengembangan terdiri
dari sepuluh langkah, yaitu: 1) potensi dan masalah, 2) mengumpulkan informasi,
3) desain produk, 4) validasi desain, 5) perbaikan desain, 6) uji coba produk
dilakukan pada kelompok terbatas, 7) revisi produk, 8) uji coba pemakaian
dilakukan untuk melihat efektifitas produk jika digunakan dalam ruang lingkup
yang lebih luas lagi, 9) revisi produk dilakukan apabila pemakaian pada skala
Gambar 4. Langkah-langkah MetodeResearch and Development(R&D) menurut Sugiyono (2013)
Penelitian yang akan dilakukan dibatasi sampai pada tahap revisi produk setelah
dilakukan uji coba pemakaian terhadap produk LKS yang dikembangkan. Hal ini
dikarenakan keterbatasan waktu dan keahlian peneliti untuk tahap selanjutnya.
B. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Secara garis besar prosedur penelitian dan pengembangan ini terdiri dari lima
langkah yaitu: 1) studi pendahuluan meliputi studi pustaka dan survei lapangan
untuk mengamati LKS yang digunakan di sekolah, 2) melakukan pengembangan
produk meliputi penyusunan draf 1 yang kemudian divalidasi oleh dosen ahli, 3)
meminta tanggapan guru dan siswa untuk mengetahui kesesuaian isi, konstruksi,
keterbacaan dan kemenarikan pada draf II, 4) melaksanakan uji coba pemakaian
produk LKS hasil pengembangan, 5) melakukan revisi produk LKS.
Validasi desain
Revisi desain Uji coba
produk Revisi produk
Uji coba pemakaian
Revisi produk Produksi Massal
Batas penelitian yang telah dilaksanakan Potensi dan
masalah
Pengumpulan
Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini :
1. Studi pendahuluan
Tahap pertama dari penelitian ini adalah studi pendahuluan. Menurut
Sukmadinata (2011), studi pendahuluan adalah tahap awal atau persiapan
untuk pengembangan tujuan dari studi pendahuluan adalah menghimpun data
tentang kondisi yang ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar untuk
produk yang dikembangkan. Studi pendahuluan terdiri dari:
a. Studi kepustakaan
Studi ini digunakan untuk menemukan konsep-konsep atau
landasan-landasan teoritis yang memperkuat suatu produk yang akan dikembangkan.
Pada tahap ini, peneliti mengkaji kurikulum dan hasil penelitian sebelumnya
yang telah terlebih dahulu dipublikasikan. Hal ini menjadi acuan untuk
mengembangkan LKS berbasis multipel representasi dengan model
SiMaYang Tipe II.
b. Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan di tiga Sekolah Menengah Atas di Pringsewu,
yaitu SMA Negeri 1 Pringsewu, SMA Negeri 1 Pagelaran, dan SMA PGRI
2 Pringsewu. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang LKS
yang digunakan, apakah ada perbedaan penggunaan LKS antar sekolah atau
tidak. Instrumen yang digunakan adalah angket. Sebaran angket dilakukan
kepada guru dan siswa di tiga Sekolah Menengah Atas tersebut. Angket
guru diberikan kepada guru kelas XI dan angket siswa diberikan kepada
dengan pertimbangan bahwa kelas XII telah mempelajari materi asam-basa
di kelas XI. Hal-hal yang ditanyakan berkaitan dengan LKS yang
digunakan untuk materi asam basa dan pengetahuan guru terhadap LKS
dalam proses pembelajaran.
2. Perencanaan dan pengembangan desain produk
Tahap kedua dalam penelitian ini adalah perencanaan dan pengembangan
desain produk yang terdiri dari penyusunan draf produk dan penyusunan
instumen penelitian.
a. Penyusunan draf produk
Tahap-tahap penyusunan LKS adalah pembuatan draf 1 LKS yang
dilaksanakan setelah studi pendahuluan. Pengembangan LKS didasarkan
pada beberapa aspek, seperti kriteria LKS yang baik, penyesuaian LKS
dengan materi pembelajaran, dan sintak pembelajaran dengan model
SiMaYang Tipe II. Setelah selesai dilakukan penyusunan draf 1 LKS,
kemudian dilakukan validasi draf 1 LKS oleh dosen ahli yang bertujuan
untuk mengetahui kesesuaian isi dan konstruksi dari draf 1 LKS yang
dikembangkan.
Menurut Sugiyono (2013), validasi desain merupakan proses kegiatan untuk
menilai rancangan produk secara rasional akan efektif atau tidak. Dikatakan
demikian karena validasi masih bersifat penilaian berdasarkan pemikiran
rasional, belum fakta lapangan. Validasi draf 1 LKS dapat dilakukan
dengan menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah
b. Penyusunan instrumen penelitian
Selain menyusun draf LKS, dilakukan pula penyusunan instrumen
penelitian yang akan digunakan untuk menilai draf LKS yang
dikembang-kan. Instrumen penelitian meliputi angket pada studi pendahuluan, angket
validasi oleh dosen ahli, angket penilaian guru dan tanggapan siswa, angket
respon siswa, lembar observasi keterlaksanaan LKS, lembar observasi
aktivitas siswa, dan rubrik penilaian LKS individu siswa. Instrumen
penelitian yang telah disusun kemudian divalidasi oleh pembimbing.
3. Pelaksanaan penelitian
Setelah dihasilkan draf 1 LKS yang sudah divalidasi oleh validator, maka
selanjutnya draf 1 LKS tersebut direvisi sesuai saran dan masukan dari
validator sehingga dihasilkan draf II LKS. Tahap uji coba draf II LKS
dilaku-kan dengan meminta tanggapan guru kimia kelas XI untuk mengetahui
kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan pada draf II LKS yang
dikembang-kan, serta tanggapan siswa SMA kelas XI untuk mengetahui keterbacaan dan
kemenarikan pada draf II LKS tersebut. Penilaian kepraktisan dan keefektivan
LKS dilakukan melalui uji coba pembelajaran pada kelas XI.
4. Revisi produk
Tahap akhir yang dilakukan pada penelitian ini adalah revisi dan
penyempurna-an draf II LKS. Revisi dilakukpenyempurna-an berdasarkpenyempurna-an pertimbpenyempurna-angpenyempurna-an dari tpenyempurna-anggappenyempurna-an
guru dan siswa saat penelitian dan masukan/saran dari pembahas. Berikut alur
1. Studi pendahuluan
2. Pengembangan produk
3. Pelaksanaan penelitian
Keterangan :
=Aktivitas
= Hasil (berupa produk LKS)
= Pilihan terhadap hasil analisis
= Arah proses / aktivitas berikutnya
= Arah siklus kegiatan / aktivitas
Gambar 5. Alur dalam pengembangan LKS (Diadopsi dari Sunyono, 2014a)
Ya
Tidak
Studi lapangan LKS di beberapa sekolah
Deskripsi analisis pendahuluan Studi literatur
- Analisis KI dan KD - Pengembangan silabus - Pembuatana analisis konsep - Pembuatan RPP
Wawancara guru dan siswa di tiga SMA negeri di Pringsewu mengenai penggunaan LKS yang digunakan dalam proses pembelajaran (oleh guru dan siswa) Produk LKS berbasis
multipel representasi
Revisi LKS Hasil Penilaian (oleh guru dan siswa)
Hasil penilaian kepraktisan dan keefektivan LKS berbasis
multipel representasi Penilaian kepraktisan dan
C. Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto dalam Baehaki (2014), instrumen adalah alat yang berfungsi
untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupa-kan alat yang digunamerupa-kan oleh pengumpul data untuk melaksanamerupa-kan tugasnya
mengumpulkan data.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket untuk studi
pendahuluan, instrumen validitas (validitas isi dan konstruk), angket penilaian
kesesuaian isi, konstruksi dan keterbacaan bagi guru, angket tanggapan
keter-bacaan dan kemenarikan bagi siswa, angket respon siswa, lembar observasi
keterlaksanaan LKS serta lembar observasi aktivitas siswa. Adapun penjelasan
instrumen-instrumen tersebut adalah:
1. Instrumen pada studi pendahuluan
Instrumen pada studi pendahuluan adalah:
a. Instrumen analisis kebutuhan untuk guru
Instrumen ini berupa angket untuk guru yang disusun untuk mengetahui
LKS seperti apa yang sudah diterapkan pada siswa dan berfungsi untuk
mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam penyusunan LKS SMA di
Kabupaten Pringsewu, sehingga dapat menjadi referensi dalam
pengembangan LKS berbasis multipel representasi dengan model
SiMaYang Tipe II.
b. Instrumen analisis kebutuhan untuk siswa
Instrumen ini berupa angket untuk siswa yang disusun untuk mengetahui
untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam penyusunan LKS
SMA di Pringsewu, sehingga dapat menjadi referensi dalam pengembangan
LKS berbasis multipel representasi dengan model SiMaYang Tipe II.
2. Instrumen pada validasi ahli
Instrumen pada validasi ahli adalah:
a. Instrumen validasi aspek kesesuaian isi
Instrumen ini berupa angket yang disusun untuk mengetahui kesesuaian isi
draf I LKS dengan kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD),
kesesuaian indikator, dan materi. Hasil pengisian angket validasi
kesesuai-an isi ini akkesesuai-an berfungsi sebagai referensi dalam pengembkesesuai-angkesesuai-an dkesesuai-an revisi
draf I LKS yang dikembangkan. Instrumen ini dilengkapi dengan kolom
tanggapan/saran.
b. Instrumen validasi aspek konstruksi
Instrumen ini berupa angket dan disusun untuk mengetahui apakah
konstruksi draf I LKS yang dikembangkan telah memuat penilaian yang
berdasarkan KI-1(sikap spiritual), KI-2 (sikap sosial) dan kekonsistenan
dalam penyusunannya (tata letak gambar, tabel, dan diagram). Hasil
pengisian angket validasi konstruksi draf I LKS hasil pengembangan ini
berfungsi sebagai referensi dalam pengembangan dan revisi draf I LKS
yang dikembangkan. Instrumen ini dilengkapi dengan kolom
3. Instrumen tanggapan terhadap desain produk
Instrumen tanggapan terhadap desain produk adalah:
a. Instrumen penilaian guru
Instrumen ini berupa angket yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk
mengetahui penilaian guru terhadap aspek kesesuaian isi, konstruksi, dan
keterbacaan pada draf II LKS yang dikembangkan. Instrumen ini
dilengkapi dengan kolom tanggapan / saran.
b. Instrumen tanggapan siswa
Instrumen ini berupa angket yang terdapat pernyataan-pernyataan untuk
mengetahui keterbacaan dan kemenarikan pada draf II LKS yang
dikembangkan. Instrumen ini dilengkapi dengan kolom saran.
4. Instrumen respon siswa
Instrumen ini berupa angket yang berisi pernyataan-pernyataan untuk melihat
respon siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan produk
LKS model SiMaYang Tipe II.
5. Instrumen keterlaksanaan LKS
Instrumen ini berupa lembar observasi yang berupa pernyataan-pernyataan
untuk mengetahui tanggapan pengamat terhadap keterlaksanaan produk LKS
yang dikembangkan. Instrumen ini dilengkapi dengan kolom tanggapan/saran.
6. Instrumen aktivitas siswa
Instrumen ini berupa lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa selama
proses pembelajaran dengan menggunakan produk LKS model SiMaYang Tipe