PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN HERBISIDA TERHADAP ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI PADA PERTANAMAN SINGKONG
DI LABORATORIUM LAPANG TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
M. KHORY ANDREAWAN
PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
ABSTRACT
THE EFFECT OF TILLAGE SYSTEM AND HERBICIDE ON
SURFACE RUNOFF AND EROSION FOR CASSAVA CROP
FIELD IN LABORATORIUM LAPANG TERPADU OF
AGRICULTURE FACULTY UNIVERSITY OF LAMPUNG
By
M. KHORY ANDREAWAN
ABSTRAK
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN HERBISIDA
TERHADAP ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI PADA
PERTANAMAN SINGKONG DI LABORATORIUM LAPANG
TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
LAMPUNG
Oleh
M. KHORY ANDREAWAN
Degradasi lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan yang paling sering terjadi adalah akibat aliran permukaan dan erosi. Salah satu faktor penyebab terjadinya aliran permukaan dan erosi adalah perlakuan manusia. Perlakuan manusia terhadap lahan dapat mempercepat atau menekan aliran permukaan dan erosi yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan herbisida terhadap aliran permukaan dan erosi pada pertanaman singkong di laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Percobaan ini menggunakan metode petak kecil dengan ukuran 4 x 4 meter. Percobaan ini disusun secara faktorial dalam rancangan acak kelompok lengkap dengan empat kelompok. Perlakuan terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah sistem olah tanah, dan faktor kedua adalah herbisida. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem olah tanah tidak mempengaruhi aliran permukaan dan erosi, dan pemberian herbisida nyata memperbesar aliran permukaan,dibandingkan dengan perlakuan tanpa herbisida, yaitu 32,8 mm dan 24,6 mm, tetapi tidak mempengaruhi erosi yang terjadi.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Baturaja, tanggal 13 Januari 1993 dari pasangan Irwan Bagoes dan Susilawati sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara : Vakatyan Goespan, Goestyari Kurnia Amantha dan saya sendiri M. Khory Andreawan.
Riwayat pendidikan formal dimulai ketika penulis memasuki SD N 1 Sukarame, Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung tahun 1998. Tahun 2004 penulis menamatkan SD dan memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 2 Bandar Lampung sampai tamat pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di MAN 1 Bandar Lampung sampai tamat pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa di jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi. Pada tahun 2011-2012 penulis menjadi anggota Bidang Departemen Pengabdian Masyarakat Perhimpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP). Pada tahun 2011-2012 juga penulis dipercayakan menjadi Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa
– Universitas Taekwondo (UKM-U) Universitas Lampung. Pada tahun 2012 –
Sebagai Wujud Ungkapan Rasa Cinta, Kasih dan Sayang Serta Bakti yang Tulus
Kupersembahkan Karya Kecil Terindah ini
Teruntuk:
Papaku Irwan Bagoes, Mamaku Susilawati
Yang Selalu mencurahkan Cinta, Kasih, dan Sayang serta selalu membimbing penulis ke arah
yang lebih baik
Kakakku
Vakatyan Goespan
dan ayukku Goestyari Kurnia Amantha, serta Mifta Rizki MardikaYang Telah Memberikan Semangat dan Motivasi Untuk Menjadi Lebih Baik di Masa Depan
Guru-guru dan Dosen-dosenku
yang Telah Memberikan Ilmu yang Bermanfaat Sebagai
Bekal Kehidupan Saat ini
dan Masa yang Akan Datang
SANWACANA
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :
“Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Herbisida terhadap Aliran Permukaan dan Erosi pada
Pertanaman Singkong di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung”
Shalawat beriring salam senantiasa tercurah kepada Rosulullah Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Bersamaan dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku dosen pembimbing utama yang telah sabar, tekun, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran memberikan
bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi;
2. Bapak Ir. Iskandar Zulkarnain, M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan, nasihat, arahan serta kritik dan saran kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini;
4. Tim kerjasama penelitian Yokohama National University dan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas izin melakukan penelitian.
5. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung;
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
7. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan, pengetahuan, teladan dan arahan yang telah diberikan;
8. Papa (Irwan Bagoes) dan Mama (Susilawati) tercinta yang senantiasa memberikan nasehat,
do’a, perhatian, motivasi, dukungan dan dorongan baik material maupun spiritual, serta cinta
dan kasih sayang yang tulus dalam penyelesaian skripsi ini;
9. Kakak dan Ayuk (Vakatyan Goespan, Goestyari Kurnia Amantha) serta keluarga besarku
terimakasih atas do’a dan dukungannya;
10.Mifta Rizki Mardika yang senantiasa memberikan semangat, dukungan dan do’a dan teman seperjuanganku selama penelitian Burhanuddin yang senantiasa membantu dalam
penyelesaian skripsi ini;
11.Teman-teman seperjuanganku angkatan 2010 (Denta, Kiki, Anwar, Adam, Rendy, Tita, Memey, Tia, Jureni, Yesi, Iis) dan yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan kalian;
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.
Bandar Lampung, September 2014
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan adalah kondisi lahan yang tidak mampu menjadi tempat tanaman pertanian berproduksi secara optimal (Banuwa, 2013). Menurut Arsyad (2010), degradasi lahan adalah hilangnya fungsi dari tanah, yaitu sebagai sumber air dan hara bagi tanaman, sebagai matriks akar tanaman berjangkar, serta sebagai tempat air dan unsur hara ditambahkan. Selanjutnya Arsyad (2010) menyatakan bahwa degradasi/kerusakan lahan disebabkan oleh empat faktor, yaitu :
1. Hilangnya unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran. 2. Terkumpulnya garam atau senyawa racun bagi tanaman di daerah
perakaran.
3. Penjenuhan tanah oleh air (water logging). 4. Erosi.
2
Banuwa (2013), erosi merupakan faktor utama penyebab terjadinya degradasi lahan. Erosi dapat menyebabkan : 1) hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman ; 2) berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air.
Perpindahan tanah atau erosi tersebut akan menimbulkan beberapa dampak yang tidak diinginkan di tempat asal tanah tersebut dan di tempat tanah mengendap. Perpindahan atau pengikisan tersebut akan membuat tanah lebih terbuka dan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dapat hilang seiring dengan tanah yang berpindah. Sedangkan di tempat pengendapannya, tanah hasil erosi dapat mengganggu saluran-saluran air dan dapat mengakibatkan pendangkalan waduk-waduk ataupun daerah-daerah aliran sungai. Dampak yang nyata dari erosi pada kegiatan pertanian adalah menurunnya hasil produksi suatu lahan. Dampak lain dari erosi adalah kerugian akibat hilangnya unsur hara pada tanah. Menurut hasil penelitian Kalsim (2005, dalam Banuwa 2013) yang dilakukan di DAS
Sekampung, kerugian yang dapat diakibatkan oleh erosi di lahan (on site) di lahan seluas 253.390 ha, bisa mencapai Rp 130 Miliar/tahun.
3
terdispersi. Jika intensitas hujan melebih kapasitas infiltrasi tanah atau telah melewati titik jenuhnya, maka sebagian besar kelebihan air tersebut akan mengalir menjadi aliran permukaan. Kekuatan erosi akan semakin besar dengan semakin curam dan panjangnya lereng permukaan tanah (Banuwa, 1994). Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) tahun 2012, lahan miring dan berpotensi terjadi erosi di Bandar Lampung mencapai 35 % dan lahan curam mencapai 4 % dari keseluruhan wilayah Kota Bandar Lampung yang memiliki luas 19.722 ha.
4
Penelitian Banuwa (1994) juga menunjukkan tindakan konservasi tanah terutama perlakuan penanaman pada guludan mengikuti kontur sangat efektif dalam
menekan besarnya aliran permukaan dan laju erosi tanpa menurunkan produksi tanaman. Tindakan konservasi tersebut dapat menekan aliran permukaan sebesar 71,4 % dan erosi sebesar 87,3 %.
Selain pengolahan tanah, perlakuan yang biasa dilakukan manusia terhadap lahan adalah pemberian herbisida. Pemberian herbisida biasa dilakukan pada areal lahan yang luas yang bertujuan untuk mematikan gulma yang terdapat di lahan. Menurut Sakalena (2009), pemberian herbisida berbahan aktif Glyfosat sangat dianjurkan karena terbukti sangat efektif dalam mematikan gulma dalam waktu yang singkat. Namun pemberian herbisida dalam jangka waktu yang lama dapat merusak tanah, hal tersebut juga dapat memicu terjadinya erosi pada suatu lahan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian tentang pengaruh sistem olah tanah dan penggunaan herbisida terhadap aliran permukaan dan erosi penting dilakukan. Salah satu metode pengukuran aliran permukaan dan erosi adalah dengan
5
herbisida tidak berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi yang terjadi. Perbedaan kebutuhan air dan morfologi pada setiap tanaman yang menghasilkan aliran permukaan dan erosi yang berbeda (Hidayat, dkk., 2004), menyebabkan perlunya penelitian lanjutan mengenai pengaruh pengolahan tanah dan herbisida dengan menggunakan tanaman lain. Pada peneltian ini digunakan tanaman singkong sebagai vegetasi penutup.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan penggunaan herbisida terhadap aliran permukaan dan erosi pada pertanaman singkong.
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengaruh pengolahan tanah dan penggunaan herbisda yang menekan aliran permukaan dan erosi serta dapat dijadikan pedoman untuk penelitian lanjutan.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Olah Tanah
Pengelolaan kesuburan tanah terletak dari pengaturan keseimbangan empat faktor, yaitu oksigen, air, unsur toksik, dan unsur hara (Indranada, 1994). Salah satu bentuk upaya pengaturan keempat faktor tersebut dengan melakukan pengolahan tanah.
Pengolahan tanah adalah salah satu kegiatan persiapan lahan (land preparation) yang bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah ditujukan untuk memperbaiki daerah perakaran tanaman, kelembaban dan aerasi tanah, memperbesar kapasitas infiltrasi serta mengendalikan tumbuhan pengganggu.
Sistem pengolahan tanah modern dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengolahan tanah konvensional dan pengolahan tanah konservasi (Gajri, dkk., 2002). Pengolahan tanah konvensional dikenal juga dengan istilah Olah Tanah Intensif (OTI) yang menjadi pilar intensifikasi pertanian sejak program Bimas
7
dibuat menjadi gembur agar perakaran tanaman dapat berkembang dengan baik (Utomo, 2012). Namun, pengolahan tanah yang dilakukan terus menerus dapat menimbulkan dampak negatif terhadap produktivitas lahan. Pengolahan tanah secara berlebihan dan terus menerus juga dapat memacu emisi gas CO2 secara signifikan (Utomo, 2012). Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) tentang pengolahan tanah minimum (minimum tillage) tahun 1994 juga menyatakan bahwa pengolahan tanah dapat mempercepat kerusakan sumber daya tanah contohnya meningkatkan laju erosi dan kepadatan tanah. Hal tersebut
dikarenakan permukaan tanah yang bersih dan gembur tidak mampu menahan laju aliran permukaan yang mengalir deras, sehingga banyak partikel tanah yang mengandung humus dan hara tergerus dan terbawa air ke hilir (Utomo, 2012). Sedangkan pemadatan tanah biasanya disebabkan oleh penggunaan alat berat untuk kegiatan pertanian di lahan. Selain itu pengolahan tanah secara intensif memerlukan biaya yang tinggi (LIPTAN, 1994).
Oleh karena itu diperlukan sistem pengolahan tanah konservasi yang dapat membuat produktivitas lahan berlangsung lama. Salah satu pengolahan tanah konservasi adalah pengolahan tanah minimum, yaitu pengolahan tanah yang dilakukan secara terbatas atau seperlunya tanpa melakukan pengolahan tanah pada seluruh areal lahan (LIPTAN, 1994). Olah tanah minimum merupakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) yang berkembang sesuai dengan kemampuan dan kondisi lokal petani. Pada olah tanah minimum, pengendalian gulma biasanya cukup dilakukan secara manual atau dilakukan penyemprotan herbisida ketika pembersihan secara manual tidak berhasil. Mulsa gulma atau tanaman
8
Pada olah tanah minimum bobot isi tanah lebih rendah dibandingkan olah tanah intensif maupun tanpa olah tanah karena tanah hanya diolah seperlunya sehingga masih terdapat bongkah-bongkahan tanah yang cukup besar, sehingga tanah tidak mudah hancur dan terbawa erosi (Endriani, 2010). Pengolahan tanah minimum juga memberi keuntungan dari segi pembiayaan karena menggunakan pekerja, bahan bakar dan peralatan yang lebih sedikit (Bowman, dkk., 2005). Menurut LIPTAN (1995), selain menghemat biaya, pengolahan tanah minimum juga bermanfaat untuk : 1) mencegah kerusakan tanah akibat aliran permukaan dan erosi ; 2) mengamankan dan memelihara produktivitas tanah agar tercapai produksi maksimal dalam kurun waktu yang tidak terbatas ; 3) meningkatkan produksi lahan usahatani.
2.2. Herbisida
Salah satu bentuk perlindungan terhadap tanaman adalah membersihkan lahan dari organisme pengganggu tanaman (OPT). Selain dari hama dan penyakit, organisme pengganggu lain yang merugikan adalah gulma. Menurut Sembodo (2004), gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan
kepentingan manusia dalam hal produktivitas tanaman yang ditanam. Tujuan perlindungan tersebut adalah untuk mencegah kerugian pada tanaman yang akan berdampak pada kerugian ekonomis kepada petani yang mengusahakannya (Djafaruddin, 2004).
9
secara ekonomis. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis, yaitu dengan bantuan alat dan mesin pertanian, secara biologis, yaitu dengan cara penanaman tanaman pendamping sehingga mencegah gulma untuk tumbuh, dan secara kimia, yaitu dengan penggunaan herbisida (Sembodo, 2010).
Herbisida adalah bahan kimia atau kultur hayati yang dapat menghambat
pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida tersebut mempengaruhi satu atau lebih proses – proses yang sangat diperlukan tumbuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, misalnya proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim, dan sebagainya (Sembodo, 2010).
Bahan aktif herbisida yang digunakan pada penelitian ini adalah glyfosat dan 2,4 D. USDA menganjurkan penggunaan herbisida bahan aktif glyfosat karena sangat efektif memberantas gulma dalam waktu yang singkat (Sakalena, 2009). Bahan aktif 2,4 D pada herbisida juga dapat mengendalikan gulma dengan baik karena herbisida tersebut bersifat efektif, selektif, dan sistemik (Sembodo, 2010).
2.3. Aliran Permukaan
Aliran permukaan adalah bagian dari hujan yang mengalir pada permukaan tanah yang masuk ke sungai atau saluran, atau ke danau atau ke laut (Arsyad, 2010). Aliran permukaan terjadi akibat dari air hujan yang tidak terabsorbsi oleh tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah dan mengalir ke tempat yang lebih rendah dan mengendap di suatu tempat, seperti parit atau saluran (Hillel, 1980
10
Menurut Schawab, dkk (1981 dalam Banuwa 2013), beberapa faktor yang memepengaruhi aliran permukaan adalah :
1. Faktor presipitasi, yaitu lamanya hujan, distribusi dan intensitas hujan.
2. Faktor DAS, yaitu ukuran, bentuk, topografi, geologi, dan kondisi permukaan.
Menurut Sucipto (2007), sifat-sifat aliran permukaan yang dapat mempengaruhi laju erosi adalah :
1. Jumlah aliran permukaan
Jumlah aliran permukaan adalah total air yang mengalir di permukaan tanah untuk suatu masa hujan atau masa tertentu yang dinyatakan dalam tinggi air (mm) dan volume air m3.
2. Laju aliran permukaan
Laju aliran permukaan adalah volume air yang mengalir melalui suatu titik per satuan waktu. Laju aliran permukaan dikenal juga dengan istilah debit. 3. Kecepatan aliran permukaan
Kecepatan aliran permukaan dipengaruhi oleh kekasaran permukaan dan kecuraman lereng.
4. Gejolak aliran permukaan
Gejolak atau turbulensi merupakan peristiwa yang sangat berpengaruh sebagai penyebab erosi, Yang dapat dinyatakan dalam bilangan Reynolds (Re) atau bilangan Froude (F).
Re = VR/U
11
Di mana Re adalah bilangan Reynolds atau indeks turbulensi, F adalah bilangan Froude, V adalah kecepatan aliran, R adalah kedalaman air atau radius hidraulik, U adalah viskositas kinetik air, dan g adalah gravitasi (Arsyad, 2010). Gejolak aliran permukaan yang terjadi dapat
memperbesar jumlah erosi yang terjadi .
2.4. Erosi
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain kemudian diendapkan di suatu tempat lain (Arsyad, 2010). Proses erosi terjadi dimulai dari proses
penghancuran tanah hingga berpindahnya tanah atau bagian dari tanah akibat bantuan dari air atau angin kemudian mengendap.
Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air sering terjadi di daerah – daerah tropis lembab dengan curah hujan rata – rata melebihi 1.500 mm per tahun. Sedangkan erosi yang disebabkan oleh angin berlangsung di daerah yang kering.
Erosi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Normal/Geological Erosion, yaitu erosi yang berlangsung secara alamiah. Erosi secara alamiah tidak menimbulkan kerusakan yang besar,
keseimbangan lingkungan pada saat terjadi erosi secara alamiah masih dapat terjaga, karena banyaknya partikel – partikel tanah yang terkikis dan
12
b. Accelerated Erosion, yaitu proses terjadinya erosi dipercepat akibat tindakan - tindakan yang dilakukan oleh manusia, seperti kesalahan dalam pengolahan tanah dan pelaksanaan kegiatan pertanian.
Besarnya laju erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Faktor Iklim, hujan merupakan faktor utama iklim paling berpengaruh terhadap terjadinya erosi. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh terhadap erosi tanah adalah jumlah atau kedalaman hujan, intensitas dan lamanya hujan. Kelembaban udara dan radiasi ikut berperan dalam mempengaruhi suhu udara, demikian juga kecepatan angin menentukan kecepatan arah jatuhnya butir hujan (Baver, 1959 dalam Banuwa 2013). Kemampuan hujan yang mempengaruhi besarnya erosi biasa disebut dengan erosivitas. Erosivitas adalah kemampuan air hujan untuk
13
besar massa dan cepat jatuhnya hujan, maka daya tumbuk air hujan akan semakin besar ke permukaan tanah (Sutedjo, 2010).
Menurut Banuwa (1994), semakin besar besarnya curah hujan maka enenrgi tumbuk atau energi dispersi hujan terhadap tanah semakin besar, sehingga kemampuannya memecah agregat tanah semakin besar.
Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi tidak selalu menyebabkan erosi jika curah hujannya tinggi, demikian juga kalau curah hujannya tinggi terjadi dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit terjadinya erosi karena jumlah hujannya sedikit (Arsyad, 2010). 2. Tanah, berdasarkan sifat – sifat fisiknya menentukan laju pengikisan
(erosi) dan dinyatakan sebagai faktor erodibilitas tanah (kepekaan tanah terhadap erosi). Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan tekanan aliran air. Semakin tinggi nilai erodibilitas tanah maka akan semakin mudah tanah tersebut tererosi, dan sebaliknya semakin rendah nilai erodibilitas tanah maka akan semakin tinggi daya tahan atau resistensi tanah tersebut (Kartasapoetra, dkk., 1991). Menurut Arsyad (2010), Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah :
1. Sifat – sifat tanah yang mempengaruhi laju peresapan (infiltrasi), permeabilitas dan kapasitas tanah menahan air.
2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dalam pengikisan oleh butir-butir hujan dan limpasan
14
3. Bentuk wilayah (topografi), menentukan kecepatan laju alir di permukaan yang mampu mengangkut atau menghanyutkan partikel – partikel tanah. Pada lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah secara acak, sedangkan pada lahan miring partikel tanah lebih banyak terlempar ke arah bawah daripada terlempar ke atas, dengan proporsi yang makin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng. Panjang lereng juga mengakumulasikan partikel yang terbawa, semakin panjang lereng maka semakin banyak partikel dan aliran permukaan yang terakumulasi dari segi kedalaman dan kecepatannya (Arsyad, 2010).
4. Tanaman penutup (vegetasi), menurut Arsyad (2010), pengaruh vegetasi dalam memperkecil laju erosi adalah sebagai berikut :
- Vegetasi mampu menangkap (intersepsi) butir air hujan sehingga energi kinetik dari tetesan air hujan terserap oleh tanaman dan tidak menghantam langsung pada tanah. Pengaruh intersepsi air hujan oleh vegetasi penutup pada erosi melalui dua cara, yaitu : pertama,
memotong butir air hujan sehingga tidak jatuh langsung ke tanah dan memberikan kesempatan terjadinya penguapan langsung dari dedaunan dan dahan. Kedua, menangkap butir hujan dan meminimalkan
kerusakan terhadap struktur tanah.
15
- Perakaran tanaman dapat mengikat butir-butir tanah, meningkatkan stabilitas dan memperbaiki porositas tanah.
- Aktivitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak positif pada porositas tanah.
- Tanaman mendorong transpirasi air, sehingga lapisan tanah atas menjadi kering.
- Tanaman meningkatkan kehilangan air dengan proses evaporasi dan transpirasi.
5. Perlakuan manusia, kegiatan yang dilakukan manusia kebanyakan berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi, seperti perubahan penutup tanah akibat penggundulan atau pembabatan hutan untuk pemukiman dan lahan pertanian. Perubahan topografi secara mikro akibat penerapan terasering, penggemburan tanah dengan pengolahan lahan, serta pemakaian pupuk yang berpengaruh pada struktur tanah.
16
Dari kelima faktor diatas, Soil Conservation Service USDA memperhitungkan kelima faktor tersebut dalam menentukan metode pendugaan besar erosi tanah.
E = f (C,T,V,S,H)
Keterangan : E = Erosi
f = Faktor-faktor yang mempengaruhi C = Iklim (climate)
T = Topografi V = Vegetasi
S = Sifat-sifat tanah (soil)
H = Peranan manusia (human activities) (Kartasapoetra, dkk., 1991).
2.5. Upaya Penanggulangan Erosi
Tindakan dan perlakuan yang salah dapat mendorong terjadinya erosi, yang berakibat menurunnya kesuburan tanah. Menurut Sutedjo (2010), pengaruh erosi terhadap menurunnya kesuburan tanah dapat dicirikan dengan terjadinya :
a. Penghanyutan partikel tanah, berlangsungnya penghanyutan partikel tanah biasanya terjadi pada lahan yang miring. Partikel-partikel tanah yang tererosi akan mengendap disuatu tempat. Jauh dekatnya pengendapan yang terjadi bergantung pada ukuran partikel. Debu dan liat akan terendapkan jauh dari tempat semula, sedangkan partikel-partikel pasir yang umunya memiliki ukuran yang lebih besar akan terendapkan dekat dari tempat pelepasannya. b. Perubahan struktur tanah, terlepasnya atau terkikisnya partikel-partikel tanah
17
c. Penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, penurunan kapasitas infiltrasi dan daya tampung air disebabkan oleh menurunnya ruang pori yang ada di dalam tanah akibat perubahan dari struktur tanah, dengan menurunnya kapasitas infiltrasi tersebut, aliran pemukaan (surface run off) akan semakin lancar.
d. Perubahan profil tanah, pada tanah berlereng profil tanah akan tersusun tanah subur, kurang subur dan tidak subur. Hal tersebut terjadi karena erosi
berlangsung hebat pada bagian tengah lereng yang umunya digunakan sebagai lahan pertanian. Tanah endapan di bawah lereng juga akan menjadi subur karena merupakan hasil endapan tanah horison A dan horison B pada bagian tengah lereng.
Menurut Marston (1987), upaya penanggulangan erosi dapat dilakukan dengan cara mengurangi pengolahan tanah, hal tersebut terdiri dari empat sistem, yaitu :
1. Reduced Cultivation, dengan mengembalikan tunggul tanaman dan pertumbuhan gulma setelah panen kemudian diikuti dengan penyemaian benih dengan sedikit budidaya. Aplikasi herbisida dimungkinkan sebelum atau setelah tanam.
2. Direct Driling, budidaya dilakukan langsung tanpa adanya pengolahan tanah sebelumnya. Budidaya tanaman dilakukan langsung ke dalam tanah yang terganggu.
18
4. No-tillage, adalah praktek pengelolaan budidaya tanaman tanpa menggunakan pengolahan tanah apapun.
2.6. Singkong
2.6.1. Tanaman Singkong
Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman tropis namun dapat juga beradaptasi dan tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Singkong juga mempunyai banyak nama lain, yaitu ketela, keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (Minangkabau), ubi singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), huwi dangdeur (Sunda), tela pohung (Jawa), tela belandha (Madura), sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorontalo), lame kayu (Makassar), lame aju (Bugis), kasibi (Termate, Tidore) (Purwono, 2009). Tanaman singkong banyak dimafaatkan sebagai makanan pokok pengganti nasi atau sebagai bahan makanan. Umur optimal pemanenan singkong ditijau dari hasil tepung, kelembaban, abu dan kadar protein kasar dari tepung yang dihasilkan adalah sebelum 12-13 bulan setelah tanam (Apea-Bah, dkk., 2011).
Menurut Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) tahun 1995 mengenai tanaman singkong, Secara umum tanaman singkong tidak menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya. Namun demikian singkong akan tumbuh dengan baik pada iklim dan tanah sebagai berikut :
Iklim :
19
Suhu : 250 - 280 Celsius Tanah :
Tekstur : berpasir hingga liat, tumbuh baik pada tanah lempung berpasir yang cukup unsur hara
Struktur : gembur
pH Tanah : 4,5 – 8 optimal pada pH 5,8.
2.6.2. Taksonomi dan Morfologi
Dalam sistematika (taksonomi) tanaman singkong atau ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (Berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae Genus : Manihot
III. METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada bulan Mei 2014 - September 2014.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah petak erosi, ombrometer, timbangan, oven, gelas ukur, ember, seng, ajir, cangkul, mistar, saringan, drum penampung, alat pengukur tutupan lahan, alat tulis, sprayer, dan seperangkat komputer.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman singkong sebagai vegetasi penutup, pupuk urea, pupuk SP 36, pupuk KCl, kompos, mulsa dari sisa pertanaman sebelumnya, dan herbisida.
3.3. Metode Penelitian
21
pertama adalah sistem olah tanah yaitu pengolahan tanah minimum (M) dan pengolahan tanah penuh (F), dan faktor kedua yaitu pemberian herbisida (H1) dan tanpa pemberian herbisida (H0).
Gambar 1. Tata Letak Unit Percobaan
Empat jenis perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :
M : Pengolahan tanah minimum (Minimum tillage) tanpa herbisida MH : Pengolahan tanah minimum (Minimum tillage) dengan pemberian
herbisida
F : Pengolahan tanah penuh (Full tillage) tanpa herbisida
22
3.3.1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian jangka panjang kerja sama antara Yokohama National University dan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini merupakan periode tanam kedua setelah sebelumnya dilakukan penelitian dengan menggunakan tanaman jagung pada bulan Desember 2013 hingga bulan April 2014.
3.3.1.1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah : 1. Data curah hujan.
2. Data aliran permukaan. 3. Data erosi.
4. Data pertumbuhan tanaman (persentase tutupan lahan, diameter batang, tinggi tanaman).
3.3.1.2. Tahapan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu :
1. Persiapan Petak Erosi
Percobaan ini menggunakan petak erosi dengan ukuran 400 cm x 400 cm untuk setiap unit percobaan (Gambar 2). Persiapan yang dilakukan meliputi
23
bak penampung. Di bawah lereng dibuat bak penampung tanah dan aliran
permukaan berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 102 cm, lebar 30,8 cm dan tinggi 30 cm. Bak tersebut digunakan untuk menampung aliran air dan sedimen yang terbawa akibat erosi, pada bagian sisi luar bak penampung tersebut dibuat lima buah lubang saluran pembuangan air dengan tinggi 20 cm dari dasar bak. Lubang tersebut dipasang pipa. Pipa pada lubang yang di tengah disambung dengan selang plastik yang langsung dihubungkan ke dalam drum penampungan dengan diameter 40 cm dan tingginya 22,5 cm, sedangkan keempat lubang pembuangan lainnya aliran air dibiarkan keluar. Untuk memperlancar aliran air ke dalam bak, dasar mulut plot erosi dibuat meruncing dengan dilapisi seng didasarnya (Gambar 3). Volume air keseluruhan dapat diketahui dengan
menjumlahkan volume air yang ada di dalam bak penampung dengan air yang ada di dalam drum penampung setelah dikalikan lima. Drum penampungan yang digunakan dilengkapi dengan tutup untuk mencegah air hujan masuk ke dalam drum.
24
Gambar 2. Petak Erosi Tampak Samping
Kemiringan lereng yang digunakan adalah seragam untuk setiap perlakuan, yaitu 12,5 % (Gambar 2).
25
2. Pengolahan Tanah
26
3. Budidaya Tanaman
Tanaman atau vegetasi penutup yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman singkong.
a. Penanaman
Penanaman singkong dapat dilakukan setelah bibit atau stek dan tanah disiapkan. Cara penanaman singkong dianjurkan stek tegak lurus atau minimal membentuk sudut 60 derajat dengan tanah dan kedalaman 10 -15 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 70 x 40 cm (LIPTAN, 1995). Jumlah tanaman pada setiap unit percobaan adalah 45 batang.
b. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan meliputi pembersihan tanaman pengganggu, penyiangan,pembuangan tunas dan pemupukan. Menurut LIPTAN (1995), untuk mencapai hasil yang tinggi tanaman singkong perlu diberi pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (Urea, KCl, SP 36). Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah 300 kg urea/ha atau 0,48 kg Urea/petak, 100 kg SP 36/ha atau 0,16 kg SP 36/petak, 200 kg KCl/ha atau 0,32 kg KCl/petak, dan 10 ton kompos/ha atau 16 kg kompos/petak. Pemberian pupuk dilakukan sebelum penanaman bibit singkong. Dalam kegiatan pemeliharaan tidak digunakan insektisida atau fungisida.
4. Pengamatan dan Pengambilan Data
27
a. Pengamatan curah hujan
Pengamatan curah hujan dilakukan setiap hari dengan melakukan pengukuran pada ombrometer di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung.
b. Pengukuran aliran permukaan
Untuk mengukur volume air aliran permukaan setiap petak dengan cara mengukur volume air di dalam bak penampung ditambah dengan volume air di dalam drum penampung. Untuk mengukur volume air di dalam bak penampung dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. Sedangkan untuk mengukur air di dalam drum penampung, volume air yang telah diukur menggunakan gelas ukur dikalikan lima. Pengukuran dilakukan setelah terjadinya hujan.
c. Pengukuran Erosi
28
3.4. Analisis Data
V. KESIMPULAN
5.1.Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pengolahan tanah tidak mempengaruhi aliran permukaan dan erosi. 2. Pemberian herbisida meningkatkan aliran permukaan, tetapi tidak
mempengaruhi erosi yang terjadi.
3. Akumulasi aliran permukaan yang terjadi selama masa percobaan 124 hari berturut – turut adalah 23,0 mm, 26,4 mm, 31,4 mm, dan 34,4 mm untuk perlakuan M, F, MH, dan FH. Erosi yang terjadi selama periode tersebut berturut turut adalah 0,25 ton/ha, 0,27 ton/ha, 0,57 ton/ha, dan 0,82 ton/ha untuk perlakuan MH, M, F, dan FH.
5.2.Saran
Untuk menyempurnakan hasil penelitian ini perlu dilakukan penelitian lanjutan pada masa tanam yang berbeda atau menggunakan tanaman yang berbeda di percobaan selanjutnya.
44
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor. 472 hal.
Apea-Bah, F.B., I. Oduro, W.O. Ellis, and O. Safo-Kantanka. 2011. Factor Analysis and age at Harvest Effect on the Quality of Flour from Four Cassava Varieties. World Jurnal of Dairy and Food Science. Vol.6, No.1 : 43-54.
Bappeda Kota Bandar Lampung. 2010. Buku Putih Sanitasi Kota Bandar Lampung. Lampung. Tidak Dipublikasikan. 13 hal.
Banuwa, I.S. 1994. Dinamika Aliran Permukaan dan Erosi Akibat Tindakan Konservasi Tanah pada Andosol Pangalengan Jawa Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 85 hal.
Banuwa, I.S. 2013. Erosi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 206 hal. Banuwa, I.S., Andhi, U. Hasanudin, and K. Fujie. 2014. Erosi and Nutrient
Enrichment under Different Tillage and Weed Control Systems. Procedings 9th IWA International Sypomsium on Waste Management Problems in Agro-Industries. Vol. 2 : 120 – 125.
Bowman, M.T., P.A. Beck, K.S. Lusby, S.A. Gunter, and D.S. Hubbell. 2005. No-till, Reduced Tillage, and Conventional Tillage Systems for Small-grain Forage Production.Arkansas Animal Science Department Report : 80 – 82. Dariah, A., F. Agus, S. Arsyad, Sudarsono., dan Maswar. 2003. Erosi dan Aliran Permukaan pada Lahan Pertanian Berbasis Tanaman Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Jurnal : 52 – 60.
Djafaruddin. 2004. Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman (Umum). PT. Bumi Aksara. Jakarta. 130 hal.
45
Gajri, P.R., V.K. Arora, and S.S. Prihar. 2002. Tillage for Suistainable Cropping. The Haworth Press. New York.
Hidayah, N. 2011. Klasifikasi Kesesuaian Lahan Tanaman Singkong (Manihot utilissima) Berbasis Produksi dan Kadar Pati Daerah Bogor, Sukabumi dan Karawang dalam Rangka Pengembangan Bioenergi. Skripsi.69 hal.
Hidayat, Y., N. Sinukaban, H. Pawitan, dan K. Murtilaksono. 2004. Modifikasi Faktor C-USLE dalam Model Answers Untuk Memprediksi Erosi di daerah Tropika Basah (Studi Kasus : DAS Nopu Hulu, Sulawesi Tengah).Jurnal Tanah dan Iklim. Vol. 26, No. 32 : 43 – 53.
Indranada, H.K. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah.Bumi Aksara Jakarta. Jakarta. 90 hal.
Jamila., Kaharuddin. 2007. Efektivitas Mulsa dan Sistem Olah Tanah terhadap Produktivitas Tanah Dangkal dan Berbatu untuk Produksi Kedelai. Jurnal Agrisistem. Vol. 3, No. 2 : 65 – 75.
Kartasapoetra, G., A.G. Kartasapoetra, dan M. M. Sutedjo. 1991. Teknologi Konservasi Tanah dan Air Edisi Kedua. PT Rineka Cipta. Jakarta. 212 hal. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya. 1994. Pengolahan Tanah
Minimum (Minimum Tillage). Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. Jayapura. 3 hal.
Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya. 1995. Budidaya Ubi Kayu. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. Jayapura. 4 hal.
Marston, D. 1978. Conventional tillage systems as they affect soil erosion – in northern New South Wales. Journal of the Soil Conservation. Vol. 34, No. 4 :194 -198.
Meijer, A.D., J.L. Heitman, J.G. White, and R.E. Austin. 2013. Measuring Erosion in Long Term Tillage Plots Using Grounds Based Lidar. Journal Soil and Erosion. Vol. 126 : 1 – 10.
Nurmi, O. Haridjaja, S. Arsyad, dan S. Yahya. 2012. Infiltrasi dan Aliran Permukaan sebagai Respon Perlakuan Konservasi Vegetatif pada Pertanaman Kakao. Jurnal. Vol. 1, No. 1 : 1-8.
46
Putte, A.V.D., G. Govers, J. Diels, C. Langhans, W. Clymans, E. Vanuytrecht, R. Merckx, and D. Raes. 2012. Soil Functioning and Conservation Tillage in Belgian Loam Belt. Journal. Vol. 122 : 1 – 11.
Sakalena, F. 2009. Efektivitas Herbisida Glysofat Terhadap Alang-Alang (Imperata cylindrica. L). Jurnal Agronobis.Vol. 1, No. 2 : 12 – 18.
Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 168 hal.
Simandjuntak, T.P.S. 1987. Pengaruh Penutupan Mulsa Jerami terhadap
Konsentrasi Sedimen dan Beberapa Unsur Hara dalam Aliran Permukaan.
Skripsi. 46 hal.
Sinukaban, N. 2007. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Direktorat Jendral RLPS dan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 334 hal.
Sofyan, M. 2011. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah (Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. 49 hal.
Sucipto. 2007. Analisis Erosi yang Terjadi di Lahan Karena Pengaruh Kepadatan Tanah. Jurnal. Vol. 12, No. 1 : 51 – 60.
Sutedjo, M.M. 2010. Pengantar Ilmu Tanah Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. PT Rineka Cipta. Jakarta. 152 hal.
Suwardjo. 1981. Peranan Sisa – Sisa dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi. 240 hal.