• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Metode Konvensional, Uji Pembebanan Statik dan PDA pada Proyek Pembangunan Apartement Bird’s Park – Cemara Asri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Metode Konvensional, Uji Pembebanan Statik dan PDA pada Proyek Pembangunan Apartement Bird’s Park – Cemara Asri"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN DAYA DUKUNG TIANG

PANCANG BERDASARKAN DATA SPT, UJI

PEMBEBANAN STATIK DAN PDA PADA

PROYEK PEMBANGUNAN APARTEMENT

BIRD’S PARK – CEMARA ASRI

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk

Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

070404114

SAMUEL B C PASARIBU

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

STUDI PERBANDINGAN DAYA DUKUNG TIANG

PANCANG BERDASARKAN DATA SPT, UJI

PEMBEBANAN STATIK DAN PDA PADA

PROYEK PEMBANGUNAN APARTEMENT

BIRD’S PARK – CEMARA ASRI

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

070404114

SAMUEL B C PASARIBU

Pembimbing :

19510629 198411 1 001

Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat

dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan

baik.

Adapun tugas akhir yang saya susun ini berjudul “Studi Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Metode Konvensional, Uji Pembebanan Statik dan PDA pada Proyek Pembangunan Apartement Bird’s Park – Cemara Asri”. Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana Teknik Sipil pada fakultas Teknik Departemen teknik Sipil

Universitas Sumatera utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala, tetapi

karena bantuan dari berbagai pihak penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar –

besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, sebagai Dosen Pembimbing yang telah

dengan sabar member bimbingan dan saran kepada penulis untuk

menyelesaikan Tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

(4)

4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT. dan Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT sebagai Dosen

Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

5. Bapak dan Ibu Staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen teknik Sipil

6. Kedua orang tua saya yang penuh dengan kasih sayang dan kesabaran yang

tulus menjaga dan mendidik saya serta senantiasa menemani saya dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

7. Kepada kakak dan adik saya yang selalu mendukung dan mendoakan saya serta

membatu saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini Josephine Bintang

Pasaribu, Johanna Pasaribu dan Putri Ivana Pasaribu.

8. Kepada Amg.Tua dan Amg.Uda saya Ir.Leonard Siahaan dan Ir.Lamsihar

Pasaribu yang selalu menemani, mendukung dan membantu saya dalam

penulisan Tugas Akhir ini.

9. Kepada seluruh sahabat saya alumni Teknik Sipil stambuk 2006 ; Alexander

Siringoringo, Dionisius Rajagukguk, Erick Purba, Gom Gom Manalu, Guntur

Purba, Hendra Sihombing, Marni K Sagala, Samuel Hutasoit, Samuel K Silaen,

Sinar Jadi Simarmata .

10. Rekan dan sahabat saya stambuk 2007 ; Deddy Gultom dalam menyelesaikan

Tugas Akhir kami.

11. Rekan-rekan mahasiswa dan adik-adik stambuk yang telah memberikan

motivasi dan segala kekerabatan serta kerja sama selama pendidikan di

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(5)

Bapak dan Ibu staf pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan

Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat

yang sebesar – besarnya bagi kita semua.

Medan, Maret 2014

(6)

ABSTRAK

Pondasi dalam atau pondasi tiang dipergunakan sebagai penopang bangunan tinggi memiliki beban berat (high rise building). Untuk itu, pondasi bangunan harus direncanakan secara cermat dan teliti agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi, dan lain-lain dan tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan. Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing- masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda beda.

Tujuan studi ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung tiang pancang dari hasil Standard Penetration Test (SPT), dan loading test kemudian

membandingkan hasil perhitungan tersebut dengan hasil dari test Pile Driving Analizer (PDA)

Hasil perhitungan daya dukung ultimit (Qu) tiang pada kedalaman yang sama yaitu 16,5 m, untuk SPT diperoleh (Qu) 264,11 ton, data loading test (Qu) 292,21 ton, dan data PDA (Qu) 216 ton. Hasil perhitungan gaya lateral pada tiang pondasi dengan menggunakan metode Brooms diperoleh gaya lateral izin (Hizin) sebesar 12,27 ton dan defleksi lateral yang terjadi sebesar 0,89cm. Untuk kapasitas kelompok tiang menggunakan metode Converse-Labarre diperoleh efisiensi grup (Eg) sebesar 0,87 dan kapasitas izin kelompok tiang (Qg) pada kedalaman 16,5 m untuk SPT (Qg) 2058,46 ton, loading test (Qg) 2277,48 ton, PDA (Qg) 1683,50 ton. Dengan metode Los Angeles Group diperoleh efisiensi grup (Eg) 0,79 dan kapasitas izin kelompok tiang (Qg) pada kedalaman 16,5 m untuk SPT (Qg) 1882,52 ton, loading test (Qg) 2082,87 ton, PDA (Qg) 1593,65 ton. Dengan metode Soiler – Keeney diperoleh efisiensi grup (Eg) ) 0,83 dan kapasitas izin kelompok tiang (Qg) pada kedalaman 16,5 m untuk SPT (Qg) 1972,89 ton, loading test (Qg) 2182,81 ton, PDA (Qg) 1613,52 ton..

Terdapat perbedaan daya dukung dari tujuh titik SPT, loading test dan berdasarkan hasil test PDA. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanah yang terdekat sekalipun, kedalaman tanah yang ditinjau, dan cara pelaksanaan pengujian yang bergantung pada ketelitian operator.

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

1.7 Pembatasan Masalah ... 3

1.8 Sistematika Penulisan ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Umum ... 5

2.2 Penyelidikan Tanah ... 6

2.2.1 Standart Penetration Test (SPT) ... 8

2.3 Penyelidikan Tiang ... 10

2.3.1 Pile Driving Analyzer ... 10

2.3.1.1 Case Method ... 12

2.3.1.2 CAPWAP ... 13

2.4 Pondasi ... 15

(8)

2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang ... 17

2.5.1 Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal ... 17

2.5.1.1 Berdasarkan Hasil Standard Penetration Test (SPT) ... 17

2.5.1.2 Berdasarkan Hasil Loading Test ... 21

2.5.1.3 Berdasarkan Hasil Uji Pile Driving Analizer ... 27

2.5.2 Daya Dukung Aksial Grup Tiang ... 29

2.5.2.1 Jarak antar tiang dalam kelompok ... 30

2.5.2.2 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang Pancang ... 32

2.5.3 Daya Dukung lateral Tiang ... 36

2.5.3.1 Penentuan kriteria tiang pendek atau panjang ... 36

2.5.3.2 Metode Broms ... 39

2.5.3.2.(a) Metode Broms untuk kondisi tiang pendek ... 39

2.5.3.2 (b) Metode Broms untuk kondisi tiang panjang ... 47

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 54

3.1 Data Umum ... 54

(9)

3.4 Kondisi Umum Lokasi Studi ... 57

BAB 4. ANALISIS DATA ... 58

4.1 Pendahuluan ... 58

4.2 Pembahasan ... 58

4.2.1 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang ... 58

4.2.1.1 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data SPT ... 58

4.2.1.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor dari Data Loading Test dengan Metode Chin ... 66

4.2.1.3 Kapasitas daya dukung aksial tiang hasil PDA ( Pile Driving Analizer ) ... 69

4.2.1.4 Perhitungan kapasitas daya dukung aksial kelompok tiang ... 70

4.2.2 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang ... 75

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 76

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Tampilan Program CAPWAP

Gambar 2.2 Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang

Gambar 2.3 Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang

Gambar 2.4 Uji Pembebanan dengan Sistem Kentledge

Gambar 2.5 Uji Pembebanan dengan System Reaction Pile (Anchor System)

Gambar 2.6 Kurva interpretasi metode Chin (1970)

Gambar 2.7 Grafik PDA hasil analisis CAPWAP, (CAPWAP®, 2008) Gambar 2.8 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) untuk kaki

tunggal, (b) untuk dinding pondasi (Bowles, J.E., 1991)

Gambar 2.9 Jarak antar tiang

Gambar 2.10 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal,

(b) Kelompok tiang

Gambar 2.11 Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak samping

Gambar 2.12 Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak atas

Gambar 2.13 (a). Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang bebas

(Broms, 1964)

Gambar 2.13 (b). Reksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang

bebas pada tanah non-kohesif (Broms, 1964)

Gambar 2.13 (c). Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang

bebas pada tanah kohesif. (Broms, 1964)

(11)

Gambar 2.14 (b). Lateral ultimit untik tiang pendek pada tanah kohesif

(Broms, 1964)

Gambar 2.14 (c). Pola keruntuhan tiang pendek dengan kepala tiang terjepit

(Broms, 1964)

Gambar 2.15 (a). Pola keruntuhan tiang pendek dengan kepala tiang terjepit

(Sumber : Broms, 1964)

Gambar 2.15 (b). Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek dengan

kepala tiang terjepit pada tanah non-kohesif.

(Broms, 1964)

Gambar 2.15 (c). Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek dengan

kepala tiang terjepit pada tanah kohesif. (Sumber : Broms, 1964)

Gambar.2.16 Reaksi tanah dan momen yang terjadi pada tiang pendek

akibat beban horizontal pada jenis tanah granuler

(cohesionless soil).

Gambar.2.17 Grafik hubungan H/KpB³ϒ dan L/B

Gambar 2.18 Perlawanan tanah dan momen lentur pada tiang panjang

dengan kepala tiang bebas (a) pada tanah non-kohesif dan (b) pada

tanah kohesif (Broms, 1964)

Gambar 2.19 (a) Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah

non-kohesif (Broms, 1964)

Gambar 2.19 (b) Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah

kohesif (Broms, 1964)

(12)

kondisi kepala tiang terjepit pada (a) tanah non-kohesif dan b) tanah

kohesif (Broms, 1964)

Gambar. 2.21 Reaksi tanah dan momen akibat gaya horizontal pada tiang

panjang di lapisan tanah granuler

Gambar. 2.22 Grafik hubungan Mu/B4ϒKp dan Hu/ B3ϒKp

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 4.1 Penurunan elastis akibat pembebanan

Gambar 4.2 Grafik Chin hubungan antara penurunan dengan pembebanan

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Hubungan D ,ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)

Tabel 2.2. Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser

Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir

Tabel 2.3. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah

Tabel 2.4. hubungan antara k1 dan cu

Tabel 2.5 Kriteria Jenis Perilaku Tiang

Tabel 2.6. Nilai-nilai ηh untuk tanah granuler (c = 0)

Tabel 4.1 Data BH-1

Tabel 4.2 Data BH-2

Tabel 4.3 Data BH-3

Tabel 4.4 Data BH-4

Tabel 4.5 Data BH-5

Tabel 4.6 Data BH-6

Tabel 4.7 Data BH-7

Tabel 4.8 Load displacement data, Axial load test

Tabel 4.9 Data pembuatan grafik Chin’s plot

Tabel 4.10 Hasil Analisis Program CAPWAP

Tabel 4.11 Perbandingan Perhitungan Daya Dukung Kelompok Tiang

Converse-Labore

Tabel 4.12 Perbandingan Perhitungan Daya Dukung Kelompok Tiang Los Angeles

(14)

DAFTAR NOTASI

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

A = Total luas efektif penampang piston (cm2)

s = Luas penampang selimut tiang (cm 2

)

B = Diameter atau sisi tiang (m)

c = Kohesi tanah (Kg/cm2)

c

u = Kohesi Undrained (kN/m 2

)

D = Diameter tiang

Eg = Efisiensi kelompok tiang

Ep = modulus elastisitas tiang (ton/m2)

FK = Faktor Keamanan

f

s = Tahanan gesek dinding tiang (Kg/cm 2

)

h = Tinggi jatuh

H = Gaya Horizontal yang bekerja (ton)

Hu = Gaya lateral ultimit

I = Momen Inersia

Ip = Momen inersia tiang (m4)

(15)

K = Keliling tiang (cm)

ks = modulus subgrade tanah dalam arah horizontal (ton/m3)

L = Panjang batang/tiang

L

i = Panjang lapisan tanah (m)

l k = Panjang tekuk (panjang batang/tiang yang mengalami perlengkungan)

M = Momen yang bekerja di kepala tiang

m = Jumlah baris tiang

Mu = Momen ultimit dari penampang tiang

N

P1 = Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)

P = Keliling tiang (m)

Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan ( Ton)

Qa = Beban maksimum tiang tunggal

Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg)

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan

Q

ijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)

Q

p = Tahanan Ujung Ultimate (kN)

Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (Kg/cm 2)

(16)

R = Faktor kekakuan

Su = kuat geser tak terdrainase dari tanah kohesif

T = Faktor kekakuan

w = Berat palu

x = Kedalaman yang ditinjau (m)

Xi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah x (m)

yi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah y (m)

z = kedalaman titik yang ditinjau

ΣV = Jumlah beban vertical (ton)

Σx2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah x (m2)

Σy2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah y (m2)

qc = Tahanan konus pada ujung tiang (Kg/cm 2)

α = Koefisien Adhesi antara Tanah dan Tiang

ф = Sudut geser tanah (Kg/cm2)

τ = Kekuatan geser tanah (Kg/cm2)

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (Kg/cm2)

σ = Tegangan dasar

ω = Faktor tekuk (tergantung pada kelangsingan (λ))

λ = Angka kelangsingan

ηh = konstanta modulus subgrade tanah

(17)

ABSTRAK

Pondasi dalam atau pondasi tiang dipergunakan sebagai penopang bangunan tinggi memiliki beban berat (high rise building). Untuk itu, pondasi bangunan harus direncanakan secara cermat dan teliti agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi, dan lain-lain dan tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan. Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing- masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda beda.

Tujuan studi ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung tiang pancang dari hasil Standard Penetration Test (SPT), dan loading test kemudian

membandingkan hasil perhitungan tersebut dengan hasil dari test Pile Driving Analizer (PDA)

Hasil perhitungan daya dukung ultimit (Qu) tiang pada kedalaman yang sama yaitu 16,5 m, untuk SPT diperoleh (Qu) 264,11 ton, data loading test (Qu) 292,21 ton, dan data PDA (Qu) 216 ton. Hasil perhitungan gaya lateral pada tiang pondasi dengan menggunakan metode Brooms diperoleh gaya lateral izin (Hizin) sebesar 12,27 ton dan defleksi lateral yang terjadi sebesar 0,89cm. Untuk kapasitas kelompok tiang menggunakan metode Converse-Labarre diperoleh efisiensi grup (Eg) sebesar 0,87 dan kapasitas izin kelompok tiang (Qg) pada kedalaman 16,5 m untuk SPT (Qg) 2058,46 ton, loading test (Qg) 2277,48 ton, PDA (Qg) 1683,50 ton. Dengan metode Los Angeles Group diperoleh efisiensi grup (Eg) 0,79 dan kapasitas izin kelompok tiang (Qg) pada kedalaman 16,5 m untuk SPT (Qg) 1882,52 ton, loading test (Qg) 2082,87 ton, PDA (Qg) 1593,65 ton. Dengan metode Soiler – Keeney diperoleh efisiensi grup (Eg) ) 0,83 dan kapasitas izin kelompok tiang (Qg) pada kedalaman 16,5 m untuk SPT (Qg) 1972,89 ton, loading test (Qg) 2182,81 ton, PDA (Qg) 1613,52 ton..

Terdapat perbedaan daya dukung dari tujuh titik SPT, loading test dan berdasarkan hasil test PDA. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanah yang terdekat sekalipun, kedalaman tanah yang ditinjau, dan cara pelaksanaan pengujian yang bergantung pada ketelitian operator.

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari struktur yang

digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas

ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman tertentu.

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang

berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity)

yang cukup untuk memikul berat bangunan beban yang bekerja padanya (Sardjono

HS, 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk

memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang

sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, 1991).

Tiang pancang umumnya digunakan :

1. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau melalui

sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertical dan beban lateral

boleh jadi terlibat.

2. Untuk menentang gaya desekan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak

ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang

kaki-kaki menara terhadap guling.

3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui

(19)

4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak

berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang

kemampatannya tinggi.

5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol

amplitude getaran dan frekuensi alamiah dari system tersebut.

6. Sebagai factor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir,

khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas

permukaan air melalui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut.

Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan

yang terpengaruh oleh baik beban vertical (dan tekuk) maupun beban lateral

(Bowles, 1991)

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Mengevaluasi daya dukung dengan membandingkan hasil perhitungan yang

diperoleh berdasarkan data SPT, berdasarkan Metode Static Loading Test dan

Metode Dinamik Pile Driving Analyzer.

2. Menghitung daya dukung lateral tiang pancang dan defleksi lateral ijin.

(20)

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan, khususnya tentang analisa (sesuai judul). Penelitian ini juga diharapkan

dapat memberikan informasi kepada sesama mahasiswa. Sebagai bahan

pertimbangan untuk instansi terkait dalam proyek pembangunan gedung yang

sejenis.

1.4. Pembatasan Masalah

Batasan penelitian yang akan digunakan agar penelitian ini lebih terarah

dalam meliputi :

1. Hanya ditinjau daya dukung aksial untuk satu tiang.

2. Hanya ditinjau daya dukung aksial untuk kelompok tiang.

3. Hanya ditnjau daya dukung lateral tiang,

1.5. Sistimatika Penulisan

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, di dalam

penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika

pembahasan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi

tinjauan umum, latar belakang,lokasi penelitian, perumusan masalah penelitian,

(21)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan kajian berbagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan

pembahasan ini. Dalam hal ini diuraikan hal-hal mengenai (judul).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini, termasuk

pengambilan data, langkah penelitian, analisa data, serta pemilihan wilayah

penelitian

BAB 4 ANALISIS DATA

Berisikan pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan, lalu di

analisis, sehingga dapat diperoleh kesimpulan.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang telah

diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Tanah di alam terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah

dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan

batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat

batuan induk yang merupakan material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar

yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.

Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau, dan lempung digunakan dalam

Teknik Sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat

terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat

pula kandungan bahan organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai

nama tambahan di belakang material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung

berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material utamanya

adalah lempung dan sebagainya.

Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara

dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi

sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya

dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah

dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi

(23)

Definisi tanah secara mendasar dikelompokkan dalam tiga definisi, yaitu:

1. Berdasarkan pandangan ahli geologi

2. Berdasarkan pandangan ahli ilmu alam murni

3. Berdasarkan pandangan ilmu pertanian.

Menurut ahli geologi (berdasarkan pendekatan Geologis)

Tanah didefiniskan sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari

bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam,

sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).

2.2 Penyelidikan Tanah

Penyelidikan Tanah Salah satu tahapan paling awal yang perlu dilakukan

dalam perencanaan pondasi adalah penyelidikan tanah. Uji penyelidikan tanah

diperlukan untuk mengetahui daya dukung dan karateristik tanah serta kondisi

geologi, seperti mengetahui susunan lapisan tanah/sifat tanah, mengetahui kekuatan

lapisan tanah dalam rangka penyelidikan tanah dasar untuk keperluan pondasi

bangunan, jalan, jembatan dan lain-lain, kepadatan dan daya dukung tanah serta

mengetahui sifat korosivitas tanah. Penyelidikan tanah adalah salah satu dalam

bidang geoteknik yang dilakukan untuk memperoleh sifat dan karakteristik tanah

dalam kepentingan rekayasa (engineering). Ada dua jenis penyelidikan tanah yang

biasa dilakukan, yakni :

1. penyelidikan lapangan (in situ test) Penyelidikan lapangan pada umumnya

terdiri dari boring seperti hand boring atau machine boring

(24)

• CPT (Cone Penetration Test),

• DCP (Dynamic Cone Penetration)

• PMT (Pressumeter Test)

• DMT (Dilatometer Test)

Sand Cone Test, dll.

2. Sedangkan penyelidikan yang dilakukan di laboratorium (laboratory test).

terdiri dari uji index properties tanah seperti :

water content

spesific gravity

atterberg limit

sieve analysis

unit weight

engineering properties tanah (seperti direct shear test, consolidation test,

triaxial test, permeability test, compaction test, CBR test, dll).

Pemilihan jenis pengujian yang dilakukan sangat tergantung kepada jenis

konstruksi yang akan dikerjakan pada lokasi. Penyelidikan tanah dilakukan untuk

mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan untuk konstruksi bangunan, selain itu

dari hasil penyelidikan tanah dapat ditentukan perlakuan terhadap tanah agar daya

dukung dapat mendukung konstruksi yang akan dibangun. Dari hasil penyelidikan

tanah ini akan dipilih alternatif atau jenis pondasi, kedalaman serta dimensi pondasi

(25)

Jadi penyelidikan tanah sangat penting dan mutlak dilakukan sebelum struktur itu

mulai dikerjakan. Dengan mengetahui kondisi daya dukung tanah kita bisa

merencanakan suatu struktur yang kokoh dan tahan gempa, yang pada akhirnya akan

memberi rasa kenyamanan dan keamanan bila berada di dalam gedung.

2.2.1 Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya

dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode Standard Penetration Test

merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan

memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm

dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari

ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung

sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Tujuan dari percobaan Standard Penetration test (SPT) ini adalah untuk

menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan

tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman

tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah

serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil

sampelnya. Percobaan Standard Penetration test (SPT) ini dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor,

(26)

2. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari

kotoran hasil pengeboran dari tabung, segera dipasangkan pada bagian dasar

lubang bor.

3. Berikan tanda pada batang setiap 15 cm dengan total 45 cm.

4. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan

palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut,

dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value);

Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm

N2 = 5 pukulan/15 cm

N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13

pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan

pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar

lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi

gangguan;

5. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan

dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi,

struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa

dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

6. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;

Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 60 untuk 4x interval

(27)

Uji Standard Penetration Test ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis

tanah. Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan

parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian

standard penetration test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut

geser dalam dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel 2.1. Hubungan D ,ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)

Nilai N

(Suyono ,Mekanika Tanah & Teknik Pondasi,1983)

2.3 Penyelidikan Tiang 2.3.1 Pile Driving Analyzer

Pile Driving Analyzer adalah alat untuk mengukur kekuatan sebuah pondasi

selama pemancangan, yang dikembangkan selama tahun 1960an dan diperkenalkan

pada tahun 1972. Menurut Coduto dalam Foundation Design Principles and

Practices, pengujian daya dukung pondasi tiang dengan menggunakan alat PDA ini

metodologinya telah distandarisasi dan diuraikan dalam ASTM D4945. Peralatan ini

memilikitiga komponen sebagai berikut:

1. Sepasang strain transducers yang diletakkan di dekat kepala tiang,

2. Sepasang accelerometers yang diletakkan di kepala tiang,

(28)

Monitor PDA memberikan keluaran yang berasal dari strain transducers dan

accelerometers pondasi tiang pancang, dan data tersebut dievaluasi sebagai berikut:

1. Data strain dikombinasi dengan modulus elastisitas dan luas penampang

tiang, memberikan tekanan vertikal pada tiang.

2. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil partikel percepatan

perjalanan gelombang melalui tiang,

3. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil perpindahan pondasi

selama pemukulan hammer.

Setiap impact atau tumbukan yang diberikan pada ujung atas tiang akan

menghasilkan gelombang tegangan (stress wave) yang bergerak ke bawah sepanjang

tiang dengan kecepatan suara di media materialnya, maka PDA dengan alat

sensornya yang ditempatkan pada tiang bagian atas akan dapat menganalisa

gelombang tersebut dan menghitung daya dukung tiang dengan metode Case.

Dalam analisa persamaan gelombang (wave equation) impact yang diberikan

pada kepala tiang adalah simulasinya, maka dengan PDA ini impact tersebut adalah

benar terjadi.

Suatu massa hammer ditumbukkan pada kepala tiang untuk menghasilkan

gelombang tegangan keseluruh panjang tiang. Dengan menempatkan sepasang sensor

yaitu transducer di bagian atas tiang pada sisi yang berlawanan untuk mencegah

pengaruh lentur tiang, maka pengukuran kecepatan partikel (particle velocity)

sebagai hasil integrasi terhadap besaran percepatan terukur dari accelerometer, serta

pengukuran gaya (force) sebagai hasil perkalian besaran regangan terukur dari

(29)

inilah yang menjadi dasar dalam perhitungan daya dukung pondasi tiang dengan

metode Case.

2.3.1.1 Case Method

Case method merupakan cara pengukuran dan interpretasi terhadap pengaruh

tanah, tegangan pada tiang, kondisi integritas tiang dan kinerja hammer dengan

menggunakan PDA.

Perhitungan daya dukung tiang Case method berdasarkan pada perambatan

gelombang satu dimensi, dengan asumsi bahwa tiang seragam dan ideal plastis maka

dapat diturunkan persamaan sebagai berikut:

F(turun) = zv (turun)

Keterangan :

z =�� ��, ( impedansi atau faktor kekakuan dinamis )

Untuk tiang dengan impedansi Z pada saat tiang ditumbuk, gelombang

tumbukan ( impact wave) menjalar ke bawah (downward wave), dimana akan terjadi

juga gaya tekan (compression force) yang menyebabkan kecepatan kebawah

(downward particle velocity).

Setelah waktu t = L/c, gelombang akan mencapai ujung tiang (pile tip), maka

gelombang yang merupakan gelombang tekan (compression wave) dipantulkan

keatas sebagai gelombang tarik (tension wave).

Berarti pada ujung tiang gelombang tekan dan tarik saling menghapuskan.

Akan tetapi gelombang pantul yang merupakan gelombang tarik juga akan

(30)

gelombang tarik, arah kecepatan partikel dan penyebaran gelombang berlawanan,

sedangkan pada gelombang tekan arah kecepatan dan penyebaran gelombang sama.

Bila ada tahanan tanah di sepanjang tiang sebesar R, akan diperoleh

persamaan sebagai berikut:

��= (�1+��1+�2−��2)

2 ...(2.1)

Keterangan :

Rt = tahanan tanah total

F1 = gaya pada waktu t1 (pukulan maksimum)

F2 = gaya pada waktu t2

Prinsip inilah yang dilakukan oleh PDA, yaitu mengukur F1, F2, V1, V2,

pengukuran dilakukan untuk setiap pukulan yang diberikan. Selain memberikan hasil

perhitungan daya dukung tiang, PDA juga menghasilkan perhitungan dari transfer

energi tumbukan yang terekam, menghitung gaya maksimum yaitu gaya tekan

maupun gaya tarik dilokasi penempatan transducer, serta mengukur kondisi global

integritas tiang.

2.3.1.2 CAPWAP

Case pile Wave Analysis Program (CAPWAP) adalah program aplikasi untuk

menganalisa gelombang gaya (F) dan kecepatan (V) yang diukur oleh PDA. Program

CAPWAP digunakan untuk memperkirakan distribusi dan besarnya gaya perlawanan

tanah sepanjang tiang berdasarkan modelisasi yang dibuat dan memisahkannya

menjadi bagian dinamis dan bagian statis.

(31)

(wave equation), namun hanya merupakan fungsi dari pergerakan tiang saja, sedang

tanah sendiri adalah pasif. Sehingga parameter tanah yang perlu diketahui adalah

tahanan batas (Ru), perpindahan elastis dari tahanan statis (quake), faktor redaman

tanah (Jc).

Analisa CAPWAP dilakukan dengan mencocokkan kurva (F dan V) simulasi

yang karakteristiknya diketahui, dengan kurva hasil redaman PDA secara iterasi

(trial and error). Jika belum mendapatkan suatu kecocokan, dapat diiterasi lagi

dengan mengubah parameter tanahnya. Jika sudah cocok, artinya model tanah yang

dicari sudah selesai, maka perlawanan tanah (Ru) dapat dipisah menjadi bagian

dinamis dan statis sehingga karakteristik bagian statisnya dapat didefenisikan.

Termasuk hasil dari CAPWAP adalah dengan model tanah sudah dapat

disimulasikan untuk setiap elemen tiang yaitu fungsi kedalaman, maka dapat

disimulasikan perilaku sistem tiang tanah di bawah pembebanan yaitu kurva

hubungan beban dengan penurunan kepala tiang (load-settlement curve).

Kemudian dengan pengetahuan karakteristik hubungan beban dan penurunan

dalam setiap elemen, maka daya dukung batas tiang dapat diketahui berdasarkan

penurunan izin vertikal mencapai 2,5 mm/blows.

(32)

2.4 Pondasi

2.4.1 Perencanaan Pondasi Tiang

Pada perencanaan pondasi tiang pada umumnya diperkirakan pengaturan

tiang – tiangnya terlebih dahulu seperti letak/susunan, diameter dan panjang tiang.

Dalam pengaturan tiang – tiang tersebut perlu diperhatikan beberapa hal berikut :

1. Tiang yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang memiliki diameter berbeda

tidak boleh dipakai untuk pondasi yang sama;

2. Tiang miring dipakai apabila besarnya gaya horizontal yang bekerja pada

kelompok tiang terlalu besar untuk ditampung oleh tiang vertikal;

3. Jarak yang dianjurkan antara tiang dalam satu kelompok adalah antara 0, 60

sampai 2, 0 meter.

Pada umumnya gaya – gaya luar yang bekerja pada tiang yaitu pada kepala tiang

yang meliputi berat sendiri bangunan di atasnya, beban hidup, tekanan tanah dan

tekanan air. Sedangkan beban yang bekerja pada tubuh tiang yaitu meliputi berat

sendiri tiang, gaya geser negatif pada selimut tiang dan gaya mendatar akibat getaran

ketika tiang tersebut melentur.

(33)

Gambar 2.3. Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang

Perencanaan suatu pondasi tiang biasanya dilaksanakan sesuai dengan

prosedur sebagai berikut :

1. Menentukan kriteria perencanaan, seperti beban – beban yang bekerja pada

dasar tumpuan (poer), parameter tanah, situasi dan kondisi bangunan di

sekitar lokasi, besar pergeseran yang diijinkan dan tegangan ijin dari bahan –

bahan pondasi;

2. Memperkirakan diameter, jenis, panjang, jumlah dan susunan tiang;

3. Menghitung daya dukung vertikal tiang tunggal (single pile);

4. Menghitung faktor efisiensi dalam kelompok tiang dan daya dukung vertikal

yang diijinkan untuk sebuah tiang dalam satu kelompok tiang;

5. Menghitung beban vertikal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok

tiang;

6. Memeriksa beban yang bekerja pada setiap tiang apakah masih dalam batasan

daya dukung yang diijinkan. Apabila tidak sesuai, maka perkiraan diameter,

jumlah atau susunan tiang pada prosedur yang kedua harus dihitung kembali

kemudian dilanjutkan dengan prosedur berikutnya;

(34)

8. Menghitung beban horizontal yang bekerja pada setiap tiang dalam

kelompok;

9. Menghitung penurunan;

10.Merencanakan struktur tiang.

2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang 2.5.1 Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal

2.5.1.1 Berdasarkan Hasil Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan

memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan

percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah

(φ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser

tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada Tabel 2. 1.

SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau lanau,

yang permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni

memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang

permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. Hal ini mungkin terjadi bila

jumlah tumbukan N > 15, maka sebagai koreksi Terzaghi dan Peck (1948)

memberikan harga ekivalen N0 yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah

dikoreksi akibat pengaruh permeabilitas yang dinyatakan dengan N0 = 15 + ½ (N –

15).

Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk

(35)

Kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan :

τ = c + σ tan φ ...(2.2)

Dimana :

τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm2)

c = Kohesi tanah (kg/cm2)

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2)

φ = Sudut geser tanah (°)

Untuk mendapatkan harga sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran)

biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir

bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

� =√12�+ 15 ... (2.3)

� = √12�+ 50 ... (2.4)

2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam,maka sudut gesernya adalah :

� = 0,3�+ 27...(2.5)

Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan

untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi

standard dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara

perkiraan dapat dilihat pada Tabel 2. 2 berikut .

Tabel 2.2. Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir

Angka penetrasi standard, N

Kepadatan relatif Dr (%)

(36)

Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak

mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2. 3). Harga berat isi

yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Tabel 2.3. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah

Tanah tidak (Suyono , “Mekanika Tanah & Teknik Pondasi”, 1983)

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal

ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir.

Tanah dibawah muka air mempunyai berat isi efektif yang kira – kira setengah berat

isi tanah di atas muka air.

Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari

ketentuan berikut ini :

1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35

2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 - 4 kg/cm2 atau harga

SPT, N > 15

Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan

merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat

dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah

(37)

1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif

�� = 40 ×� − ���×�×�� < 400.� − ���.�� ... (2.6)

Dimana :

Lb = Panjang lapisan tanah (m)

D = Diameter tiang (m)

Ap = Luas penampang tiang (m²).

Jika N = 60 maka dipakai,

N60 = rata-rata nilai N-SPT di dekat ujung tiang (sekitar 10D di atas dan 4D

dibawah ujung tiang)

N1 = harga rata-rata dari dasar ke 10D ke atas

N2 = harga rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah

2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif

�� = 2 ×� − ���×�×�� ... (2.8)

Dimana :

Li = Panjang lapisan tanah (m)

P = Keliling Tiang (m)

3 Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif

�� = 9 �� �� ... (2.9)

Dimana :

(38)

cu = Kohesi undrained (kN/m2)

�� = � − ���×23× 10 ... (2.10)

4 Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif

�� =��� ��� ... (2.11)

Dimana :

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

cu = Kohesi undrained (kN/m2)

p = Keliling tiang (m)

Li = Panjang lapisan tanah (m)

2.5.1.2 Berdasarkan Hasil Loading Test

Daya dukung tiang bor berdasarkan uji pembebanan (loading test) dapat

dilakukan setelah selesai pengecoran, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara beban dengan penurunan pondasi akibat pembebanan. Besar daya dukung

tiang berdasarkan hasil uji pembebanan dapat diketahui langsung pada saat pengujian

beban, untuk kondisi tiang bor mengalami keruntuhan.

Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang

paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji

pembebanan statik.

Tujuan dilakukan percobaan pembebanan vertical (compressive Loading test)

terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:

- Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat beban

(39)

- Untuk menguji bawah pondasi tiang yang dilaksanakan mampu mendukung

beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi

kegagalan.

- Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate bearing capacity)

sebagai control dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun

dinamis.

- Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah, mutu beton dan mutu besi

beton. (Wesley, L.D., 1997)

Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti

berikut ini:

a. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan

informasi mengenai detail dan geometri struktur.

b. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas bahan,

akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan flsik yang

dialami bagian-bagian struktur, akibat kebakaran, gempa, pembebanan yang

berlebihan dan lain-lain.

c. Tingkat keamanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas pelaksanaan

ataupun akibat adanya kesalahan pada perencanaan yang sebelumnya tidak

terdeteksi.

d. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang non-stardard, sehingga

menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur tersebut.

e. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan tambahan yang

(40)

f. Diperlukannya pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru saja

dicor.

Interprestasi dari hasil benda uji pembebanan statik merupakan bagian yang

cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta

besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode interprestasi perlu mendapat

perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang diperoleh karena setiap metode

dapat memberikan hasil yang berbeda. (American Society Testing and Materials,

2010)

Yang terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang

praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi,

misalnya dengan melihat kurva beban – penurunan, besarnya deformasi plastis tiang,

kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.

Pengujian hingga 150% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap

verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi

dan untuk control beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian

sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.

Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan

pengukuranpergerakan tiang. Beban–beban umumnya diberikan secara bertahap dan

penurunan tiang diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang diterima dan dicatat

untuk interprestasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang

terus-menerus mengalami penurunan. Pada umumnya beban runtuh tidak dicapai

pada saat pengujian. (American Society Testing and Materials, 2010)

(41)

sebelum tiang dapat diuji. Hal ini pentinguntuk memungkinkan tanah yang telah

terganggu kembali keadaan semula, dan tekanan air pori

Pembebanan dapat dilakukan dengan cara menggunakan system kentledge, yaitu

dengan menumpuk blok-blok beton (Gambar 2.1) atau material lain sesuai yang

dibutuhkan.

Gambar 2.4. Uji Pembebanan dengan Sistem Kentledge

Cara lainnya dengan menggunakan reaction pile (Anchor System) yaitu

menggunakan tiang bor lain yang akan berfungsi sebagai tiang tarik (Gambar 2.2).

Pemberian beban pada kepala tiang dilakukan dengan dongkrak hidrolik.

Pelaksanaan sistem pembebanan di atas memerlukan waktu yang lama dan tempat

yang luas serta biaya besar. Selama pembebanan semua kegiatan di sekitar area

tersebut harus berhenti karena dapat mengganggu ketelitian hasil pengujian.

(42)

Gambar 2.5 Uji Pembebanan dengan System Reaction Pile (Anchor System)

Data penting dari pengujian ini adalah diperolehnya grafik hubungan antara

penurunan tiang (settlement) vs. beban (load). Dari grafik ini, dengan menggunakan

berbagai metoda: seperti Metoda Chin dapat diprediksi daya dukung batas dari tiang.

Pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial guges yang

terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya

adalah 1 mm. Dalam banyak hal, sangat penting untuk mengukur pergerakan relative

dari tiang. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan

tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instrumentasi. (American Society

Testing and Materials, 2010)

Metode Chin

Berdasarkan anggapan bahwa hanya terjadi deformasi geser dan bahwa kurva

beban-penurunan adalah berbentuk hiperbola, maka grafik ∆/Qva - ∆ merupakan garis lurus

yang miring letaknya.

(43)

- Gambar ∆/Qva terhadap ∆, dimana ∆ adalah penurunan ∆/Qva adalah beban yang

diterapkan.

- Beban ultimit (Qv)ult = 1/C. Gambar di bawah menjelaskan istilah-istilah tersebut.

- Hubungan yang diberikan pada gambar ini bahwa kurva beban-penurunan

mendekati hiperbolis.

(44)

2.5.1.3 Berdasarkan Hasil Uji Pile Driving Analizer

Tiang pancang uji diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan

jika telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi tumbukan

(EMX) relatif cukup tinggi. Kualitas rekaman yang baik tergantung dari beberapa

faktor, yaitu:

a. Pemasangan instrumen terpasang dengan cukup kuat pada tiang beton;

b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang digunakan.

Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekan/pengencangan instrumen

strain transducer dan accelerometer. Nilai EMX tergantung nilai efisiensi hammer

yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program

CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang pancang di lapangan

termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tanah, tahanan ujung,

tegangan tiang, dan lainnya.

Dari beberapa tumbukan pada tiang yang diuji, efisiensi transfer energi

hammer mencapai 50% sampai dengan 63% dari energi potensial yang tersedia.

Tegangan tekan maksimum (CSX) dan tegangan tarik maksimum (TSX) yang terjadi

pada tiang pancang yang diuji, diukur dekat kepala tiang pada saat pelaksanaan

pengujian dilaksanakan. Dari hasil pengujian dinamis pada kondisi restrike, analisis

daya dukung tiang pancang diperoleh dengan menggunakan program CAPWAPpada

tiang uji.

Hasil rekaman gelombang akibat tumbukan palu dianalisa lebih jauh dengan

menggunakan Case Pile Wave Equation Analysis Program (CAPWAP), satu paket

(45)

secara iterasi menentukan parameter tanah lainnya, sehingga grafik gelombang hasil

iterasi (signal matching) memiliki korelasi yang baik dengan gelombang yang

dihasilkan.

Analisa dengan CAPWAP akan menghasilkan kurva penurunan tiang S versus beban

dan distribusi gaya gesek dan tahanan ujung tiang. Kualitas pengujian PDA dapat

dibandingkan melalui daya dukung ultimatenya dan melalui Kurva penurunan tiang

versus beban dari uji beban statik. (CAPWAP®, 2008)

Gambar 2.7. Grafik PDA hasil analisis CAPWAP, (CAPWAP®, 2008)

Setelah daya dukung ultimate diperoleh melalui analisis CAPWAP, perlu

diingat bahwa daya dukung ultimate tiang pancang tersebut adalah daya dukung

ultimate tanah pendukung tiang pancang tunggal, pada saat pengetesan dilakukan.

(46)

yang digunakan. Karena hasil pengujian ini hanya untuk tiang pancang tunggal maka

efisiensi kelompok tiang pancang harus diperhitungkan sesuai dengan jumlah, jarak

dan susunan kelompok tiang pancang yang terpasang. Penurunan total dan perbedaan

penurunan (differential settlement) secara long term perlu dihitung lebih mendalam

sesuai toleransi diijinkan untuk fungsi bangunan atasnya.

2.5.2 Daya Dukung Aksial Grup Tiang

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri

sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang

dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.8.

Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang

biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer

dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga :

1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan

penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang

datar.

2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan

(47)

Gambar 2.8. Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) untuk kaki tunggal, (b) untuk dinding pondasi (Bowles, J.E., 1991)

2.5.2.1 Jarak antar tiang dalam kelompok

Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga

Departemen P.U.T.L. diisyaratkan :

(48)

dimana :

S = Jarak masing-masing.

D = Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan

maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan

sebagai berikut :

1. Bila S < 2,5 D

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu

berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu

berdekatan.

b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih

dahulu.

2. Bila S > 3,0 D

Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar

ukuran/dimensi dari poer (footing).

Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang

pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka

kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah

luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok

tiang pancang.

Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas

(49)

2.5.2.2 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang pancang

Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat,

atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka

kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser

umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang

tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang

secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak,

faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak

tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah

diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat

beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh

akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun.

Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar

dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung

beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya

disebut keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara

tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan

yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang (mini pile) maupun tiang

(50)

Gambar 2.10. Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal, (b) Kelompok tiang

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi

diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa

keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3,

dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.

(51)

Gambar 2.12. Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak atas

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi

tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Qg = Eg . n . Qa ...(2.12)

Dimana :

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang menyebabkan keruntuhan.

Eg = Efisiensi kelompok tiang

N = Jumlah tiang dalam kelompok.

Qa = beban maksimum tiang tunggal.

Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung

kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.

Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan

panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan

kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Berikut adalah metode-metode untuk

(52)

Metode Converse – Labore Formula (AASHO)

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

m = Jumlah baris tiang.

N = Jumlah tiang dalam satu baris.

θ = Arc tg d/s, dalam derajat.

s = jarak pusat ke pusat tiang (m).

Metode Los Angeles Group

�� = 1−..[�(� −1) +�(� −1) + 2(� −1)(� −1)] ...(2.15)

Dimana :

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

m = Jumlah baris tiang.

N = Jumlah tiang dalam satu baris.

θ = Arc tg d/s, dalam derajat.

s = jarak pusat ke pusat tiang (m).

Metode Soiler – Keeney

�� =�1− �7(1121)� �

(53)

n = Jumlah tiang dalam satu baris

s = Jarak pusat ke tiang (m).

2.5.3 Daya Dukung Lateral Tiang

Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya

gempa, gaya angin pada struktur atas, beban statik seperti misalnya tekanan aktif

tanah pada abutment jembatan atau soldier piles, gaya tumbukan kapal dan lain-lain.

Dalam analisis kepala tiang dibedakan menjadi kondisi kepala tiang bebas (free

head) dan kpala tiang terjepit (fixed head atau restrained).

Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah

satu dari 2 kriteria berikut :

• Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu

faktor keamanan

• Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksimaksimum yang diijinkan

Metode analisis yang dapat digunakan adalah :

• Metode Broms (1964)

• Metode Brinch Hansen (1961)

• Metode Reese – Matlock (1956)

2.5.3.1 Penentuan kriteria tiang pendek atau panjang

Dalam perhitungan pondasi tiang yang menerima beban lateral, disamping

kondisi kepala tiang umumnya tiang juga perlu dibedakan berdasarkan perilakunya

(54)

Pada pondasi tiang pendek, sumbu tiang masih tetap lurus pada kondisi

terbebani secara lateral. Kriteria penentuan tiang pendek dan tiang panjang

didasarkan pada kekakuan relatif antara pondasi tiang dengan tanah.

Pada tanah lempung teguh terkonsolidasi secara berlebih, modulus subgrade

tanah (coefficient of horizontal subgrade reaction atau ks) umumnya diasumsikan

konstan terhadap kedalaman tanah. Dalam hal ini digunakan faktor kekakuan R

(dalam satuan panjang) untuk menentukan perilaku tiang sebagai berikut :

� = ���.��

�.� ...(2.17)

Dimana :

Ep = modulus momen elastis tiang (ton/m2

Ip = Momen inersia tiang (m4)

ks = modulus subgrade tanah dalam arah horizontal (ton/m3)

B = diameter atau sisi tiang (m)

Nilai ks dapat diambil sebesar k1/1,5, dimana k1 adalah modulus subgrade

tanah menurut terzaghi yang ditentukan dengan percobaan pembebanan alatbujur

sangkar dengan sisi berukuran 1 kaki (ft) di lapangan. Nilai k1 berhubungan dengan

alat geser tak terdrainase dari tanah lempung seperti diberikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Hubungan antara k1 dan cu

Konsentrasi Kuat geser tak terdrainase, cu (kg/cm2)

(55)

kedalaman, sehingga digunakan kriteria tanah, yaitu faktor kekakuan T (dalam

satuan panjang) sebagai berikut :

�= ���.��

�ℎ 5

...(2.18)

Dimana :

ηh = Konstanta modulus subgrade tanah atau constan of horizontal subgrade

reaction. Nilai ηh mempunyai hubungan dengan modulus subgrade horizontal

sebagai berikut :

�� = �ℎ.� ...(2.19)

Dimana :

X = kedalaman yang ditinjau

Nilai ηh :

• Untuk tanah pasir diberikan oleh Terzaghi dan Reese seperti

ditunjukkan pada gambar.

• Untuk tanah lempung lunak yang terkonsolidasi normal, nilai ηh = 350

~ 700 kN/m3.

• Untuk tanah lanau organik linak, ηh = 150 kN/m3.

• Untuk tanah kohesif, nilai ks = 67 . Su/B

Dimana :

Su = kuat geser tak terdrainase dari tanah kohesif.

Kriteria tiang pendek atau panjang ditentukan berdasarkan nilai R atau T

(56)

Tabel 2.5. Kriteria Jenis Perilaku Tiang

Jenis perilaku tiang Kriteria

Pendek (kaku) L ≤ 2. T L ≤ 2. R Panjang (elastis) L ≥ 4. T L ≥ 3,5. R

2.5.3.2 Metode Broms

Metode perhitungan ini menggunakan diagram tekanan tanah yang

disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tanah mencapai

titik ultimit.

Keuntungan metode Broms :

• Dapat digunakan pada tiang panjang atau tiang pendek

• Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas.

Kerugian metode Broms :

• Hanya berlaku untuk lapisan tanah homogen, yaitu tanah kohesif saja atau

tanah non-kohesif saja.

• Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis.

Broms membedakan antara perilaku tiang pendek dan panjang serta membedakan

kondisi kepala tiang dalam kondisi bebas dan terjepit.

2.5.3.2.(a) Metode Broms untuk kondisi tiang pendek A. Kepala tiang bebas (free head)

Untuk tiang pendek (L ≤ 2. T atau L ≤ 2. R) dengan kondisi kepala bebas

(free head), pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan ultimit

(57)

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Broms mengambil penyederhanaan

dengan menganggap bahwa tahanan tanah mencapai nilai ultimitnya diseluruh

kedalaman tiang. Raharjo dan Anjasmara (1993) telah menunjukkan bahwa asumsi

ini dapat memberikan estimasi yang terlalu tinggi dalam daya dukung lateral ultimit,

khususnya pada tanah dengan konsistensi sangant teguh atau very stiff.

Gambar 2.13 (a). Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang bebas (Broms, 1964)

Gambar 2.13 (b). Reksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah non-kohesif

(58)

Gambar 2.13 (c). Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah kohesif.

(Broms, 1964)

Pada tanah butir kasar atau pasiran, titik rotasi diasumsikan berada di dekat

ujung tiang sehingga tegangan yang cukup besar yang bekerja di dekat ujung seperti

pada Gambar 2.13(b) dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat. Dengan mengambil

momen terhadap kaki tiang diperoleh :

��

=

0,5 .�′ .�

3..

(59)

Gambar 2.14 (b). Lateral ultimit untik tiang pendek pada tanah kohesif

(Broms, 1964)

Momen maksimum diperoleh pada kedalaman x0, dimana :

�0 = 0,82 .� . .

�� ...(2.21)

���� =�(�+ 1,5 .�0) ...(2.22)

Hubungan diatas dapat dinyatakan dalam bentuk diagram yang menggunakan

suku tak berdimensi dari L/B terhadap nilai Hu/(Kp. B3. γ) seperti ditunjukkan dalam

Gambar 2.14(a).

Pada tanah kohesif,momen maksimum diberikan untuk dua rentang

kedalaman, yaitu:

���� =��(�+ 1,5� .�0) untuk 1,5B + x0...(2.23)

(60)

Dengan nilai x0 adalah sebagai berikut :

0

=

9

�� ...(2.25)

Solusi perhitungan diberikan dalam Gambar 2.15(b) dimana dengan mengetahui

rasioL/B dan e/B maka akan diperoleh nilai Hu/(Cu.B2), sehingga nilai Hu dapat

dihitung.

B. Kepala tiang terjepit (fixed head)

Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan

tanah untuk tiang pendek dengan kondisi kepala terjepit (fixed head atau restrained)

dapat dilihat pada Gambar 2.15. Pada tanah non kohesif seperti tanah pasiran,

kapasitas lereng tiang dan momen maksimum dinyatakan sebagai berikut :

�� = 1,5 .�′ .�2.�.�� ...(2.26)

���� =�′ .�3.�.�� ...(2.27)

(61)

Gambar 2.15 (b). Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek dengan kepala tiang terjepit pada tanah non-kohesif.

(Broms, 1964)

Gambar 2.15 (c). Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek dengan kepala tiang terjepit pada tanah kohesif.

(Broms, 1964)

Untuk tanah kohesif, kapasitas lateral tiang dan momen maksimum adalah sebagai

berikut :

�� = 9���(� −1,5�) ...(2.28)

���� = 4,5 ���(�2−2,25�2)...(2.29)

Seperti halnya pada kondisi tiang bebas, maka untuk kondisi kepala tiang

terjepit juga diberikan solusi grafis berupa diagram dengan suku tak berdimensi L/B

(62)

Untuk jenis tanah granuler (cohesionless), dimana cu = 0, distribusi reaksi

tanah dan momen yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 2.16. Pada kedalaman z,

reaksi unit tanah pada tiang dihitung dengan rumus :

�� = 3������...(2.30)

dimana :

B = lebar tiang (m)

poz = tekanan overburden efektif tanah

Kp = koefisien tekanan pasif Rankine = (1 + sinØ) / (1 - sinØ)

Gambar. 2.16. Reaksi tanah dan momen yang terjadi pada tiang pendek akibat beban horizontal pada jenis tanah granuler (cohesionless soil).

Untuk jenis tanah granuler seragam, Brooms menetapkan grafik hubungan

(63)

Gambar.2.17. Grafik hubungan H/KpB³ϒ dan L/B

Ketahanan ultimit tiang terhadap gaya lateral, Hu ,untuk jenis tiang ujung

bebas dapat dihitung dengan rumus :

�� = 0,5��3��/ (�+�)... (2.31)

sedangkan untuk jenis tiang ujung terjepit pada tanah granuler, nilai Hu dapat

dihitung :

�� = 1.5���2��

2.5.3.2.(b) Metode Broms untuk kondisi tiang panjang A. Kepala tiang bebas (free head)

Untuk tiang panjang, mekanisme keruntuhan, distribusitekanan tanah serta

momen lentur ditunjukkan pada Gambar 2.18. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa

(64)

tanah di bagian bawah tiang semakin mengecil, begitu pula besarnya momen dan

distribusinya sepanjang tiang. Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Untuk tiang bor yang dalam proses instalasinya tidak menimbulkan terjadinya

tegangan tarik pada tiang. Dalam desain tiang bor, distribusi gaya geser dan momen

sepanjang tiang amat menentukan dalam optimasi penampang dan tulangan.

Karena momen maksimum terletak pada titik gaya geser sama dengan nol,

maka momen maksimum dan gaya lateral ultimit tiang pada tanah pasir dapat

dihitung sebagai berikut:

My = momen kapasitas ul;timit dari penampang tiang.

Nilai Hu dapat dihitung dengan menggunakan diagram yang menyatakan

hubungan antara nilai Hu / (Kp . γ' B3) terhadap nilai My / (Kp . γ' B4) seperti yang

ditunjukkan Gambar 2.19(a).

Untuk tanah kohesif seperti lempung, juga berlaku persamaan seperti yang

digunakan untuk tiang pendek, yaitu:

���� =��(�+ 1,5� .�0) ...(2.35)

Dimana :

0

=

9

(65)

Dengan mengetahui nilai My / (cu.B3) maka nilai Hu / (cu.B2) dapat ditentukan dari

gambar 2.24(b) sehingga nilai Hu kemudian dapat diperoleh.

Gambar 2.18. Perlawanan tanah dan momen lentur pada tiang panjang dengan kepala tiang bebas (a) pada tanah non-kohesif dan (b) pada tanah kohesif

(Broms, 1964)

Gambar 2.19 (a). Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah non-kohesif

Gambar

Gambar 2.2. Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang
Gambar 2.3.  Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang
Gambar 2.4. Uji Pembebanan dengan Sistem Kentledge
Gambar 2.6. Kurva interpretasi metode Chin (1970)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhitungkan adanya tekanan tanah lateral pada tiang pancang, dimana daya dukung tanah dasar yang ada di bawah permukaan pelat dan kondisi pelat

4Tahanan Lateral Ultimit Tiang Tunggal pada tanah non kohesif secara teoritis dihitung sebagai tiang pendek atau tiang panjang , masing-masing dengan kondisi kepala tiang bebas dan