• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kadar Serum Feritin Pada Pendonor Reguler Dengan Bukan Pendonor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Kadar Serum Feritin Pada Pendonor Reguler Dengan Bukan Pendonor"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KADAR SERUM FERITIN

PADA PENDONOR REGULER DENGAN BUKAN

PENDONOR

T E S I S

NOVIANTI FLORENTINA PANGGABEAN

097111007 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI

KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

(2)

PERBANDINGAN KADAR SERUM FERITIN PADA

PENDONOR REGULER DENGAN BUKAN PENDONOR

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik di

Bidang Patologi Klinik / M.Ked (Clin.Path) Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NOVIANTI FLORENTINA PANGGABEAN

097111007 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI

KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

(3)

Judul Penelitian : Perbandingan Kadar Serum Feritin Pada

Pendonor Reguler Dengan Bukan Pendonor

Nama Mahasiswa : Novianti Florentina Panggabean

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 07 November 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr. Herman Hariman,PhD, SpPK-KH (...)

Anggota : 1. Prof. DR.dr.Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH (...)

2. dr.Tapisari Tambunan, SpPK-K (...)

3. dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K (...)

4. dr. Ricke Loesnihari,Mked-Clin.Path,SpPK-K (...)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi sumber kekuatan dalam hidup saya.. Hanya karena anugerah dan karuniaNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan Karya tulis (tesis) yang berjudul : “Perbandingan Kadar Serum Feritin Pada Pendonor Reguler Dengan Bukan Pendonor”. Tulisan ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu Patologi Klinik / M.Ked (Clin. Path) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tiada terhingga kepada :

(6)

membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai selesai.

2. Yth, dr Zulfikar Lubis, SpPK-K, sebagai pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan penulisan tesis ini..

3. Yth, Prof. Dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, FISH sebagai Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikaan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama saya dalam pendidikan serta memberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik .

4. Prof. DR. Dr Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH sebagai Ketua Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya dalam pendidikan.

5. Yth, Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, FISH selaku Wakil Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya dalam pendidikan.

(7)

Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan dan menyelesaikannya.

7. Yth, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, FISH, yang banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pendidikan.

8. Yth, Dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, Dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, dan Dr Nelly Elfrida SpPK, semua guru-guru saya yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan selama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini.

9. Yth, Yustian Sinaga, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bimbingan di bidang statistik selama saya memulai penelitian sampai selesainya tesis saya, terimakasih banyak saya ucapkan.

10.

11.

Yth, seluruh teman sejawat PPDS Patologi Klinik FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, para analis dan pegawai, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan.

(8)

kebersamaan kita. selama ini dalam suka dan duka. Semoga menjadi kenangan yang indah buat kita semua.

12. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.

(9)

kebaikan dan kebahagiaan keluarga di dunia dan akhirat. Demikian juga pada kedua permata hati saya Angelina Victoria Nababan dan Zefanya Teodora Nababan yang telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang selama saya mengikuti pendidikan.

14. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh keluarga besar saya yang tidak henti-hentinya memberikan semangat selama saya mengikuti pendidikan.

Sebagai manusia saya menyadari akan keterbatasan dan kekurangan serta tidak terlepas dari tutur kata dan tingkah laku yang kurang berkenan di hati, maka pada kesempatan ini saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya.

Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, Januari 2014

Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan Pembimbing ... i

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi………. viii

Daftar Tabel……….. xiii

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran …... xvi

Daftar Singkatan ... xvii

Abstrak ... xix

BAB 1. PENDAHULUAN …... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 3

1.3 Hipotesa penelitian ... 4

1.4 Tujuan penelitian ... 4

1.5 Manfaat penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Metabolisme Besi ... 6

2.1.1. Bentuk zat besi dalam tubuh ... 6

2.1.2. Kebutuhan zat besi ... 8

2.1.3. Absorbsi besi ... 10

(11)
(12)
(13)

4.6.5 Pemantapan Mutu... 53

4.6.5.1. Kalibrasi pemeriksaan laboratorium... 53

4.6.5.1.1. Kalibrasi Sysmex XT-2000i... 53

4.6.5.1.2. Kalibrasi feritin... 53

4.6.5.2. Kontrol pemeriksaan laboratorium... 53

4.6.5.2.1. Pemeriksaan darah lengkap... 54

4.6.5.2.2. Pemeriksaan feritin... 54

4.6.5.2.3. Pemeriksaan CRP... 56

BAB 5. HASIL PENELITIAN ... 58

BAB 6. PEMBAHASAN ... 69

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN... 84

7.1. Kesimpulan... 84

7.2. Saran... 85

BAB 8. RINGKASAN ... 86

8.1. Ringkasan………. 86

8.2. Daftar Pustaka ………..……… 89

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kompartemen zat besi dalam tubuh... ……. 7

Tabel 2.2. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita…….. 9

Tabel 2.3. Faktor resiko terjadinya defisiensi besi……… 33

Tabel 2.4. Diagnosis defisiensi besi………. 36

Tabel 4.1. Hasil Kalibrasi feritin………. 53

Tabel 4.2. Hasil kontrol pemeriksaan Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC……… 54

Tabel 4.3. Hasil kontrol feritin no Lot. 16833400……… 55

Tabel 5.1. Hasil pemeriksaan laboratorium feritin pada kelompok kontrol dan kelompok pendonor regular……… 59

Tabel 5.2. Hasil Uji Anova kadar serum feritin………. 60

Tabel 5.3. Hasil Uji Post Hock kadar serum feritin……… 61

Tabel 5.4. Gambaran Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC………. 62

Tabel 5.5. Perbedaan kadar feritin berdasarkan durasi dan frekwensi donor ……… 63

(15)

C (5->5th) terhadap kelompok dengan frekwensi donasi 3x/th….65

Tabel 5.7. Uji Post Hock kelompok A (1-2 th), kelompok B (3-4 th), kelompok

C (5->5 th) terhadap kelompok dengan frekwensi donasi 4x/th...66

Tabel 5.8. Uji Post Hock kelompok A (durasi donasi 1-2 th) dengan frekwensi

donasi 1x/th, 2x/th, 3x/th, 4x/th……… 67

Tabel 5.9. Uji Post Hock kelompok B (durasi donasi 3-4 th) dengan frekwensi

Donasi 1x/th, 2x/th, 3x/th, 4x/th……….. 68

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Distribusi besi dalam tubuh dewasa……… 10

Gambar 2.2. Absorpsi zat besi ……… 12

Gambar 2.3. Siklus Transferin……….. 15

Gambar 2.4. Erythropoiesis……….... 18

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembaran penjelasan kepada calon subjek penelitian…… 94

(18)

DAFTAR SINGKATAN

• RS. HAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik

• UTD : Unit Transfusi Darah

• PMI : Palang Merah Indonesia

• WHO : World Health Organisation (Organisasi Kesehatan

Dunia)

• Reutilization : Dimanfaatkan kembali

• FEP : Free Erythrocyt Porphyrin

• DCYTB : Duodenal Cytochrom b-like

• RES : Retikulo Endotelial System DMT 1 : Divalent Metal Transporter 1

• ROS : Reactive Oxygen Species

• CFU-E : Colony Forming Unit-Erytroid

• BFU-E : Burst Forming Unit-Erytroid

• Tfr : Transferin receptor

(19)

• TIBC : Total Iron Binding Capacity

• STfR : Soluble Transferin Receptor

• kD : kilo Dalton

• FTL : Feritin Tipe Light

• FTH : Feritin Tipe Heavy

• ng : nanogram

• Hb : Hemoglobin

• Fe2+ : Fero

• Fe3+

• Senescence : Proses penuaan pada eritrosit : Feri

(20)

PERBANDINGAN KADAR SERUM FERITIN PADA PENDONOR

REGULER DENGAN BUKAN PENDONOR

Panggabean N, Tambunan T, Lubis Z

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar Belakang : Donor darah merupakan suatu kegiatan menyumbangkan darah yang dilakukan secara sukarela untuk tujuan transfusi darah bagi pasien yang membutuhkannya. Pasokan darah yang diharapkan adalah dari pendonor khususnya pendonor reguler. Seringnya donasi bagi para pendonor regular memiliki resiko terjadinya penurunan kadar serum feritin.

Tujuan : Mengetahui perbedaan kadar serum feritin pada pendonor regular dengan bukan pendonor

Metode : Penelitian dilakukan secara potong lintang, mulai Juni-Agustus 2013. Subjeknya adalah pendonor baru dan pendonor regular yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 75 orang, dibagi atas 5 kelompok : kelompok kontrol (bukan pendonor :pertama kali donor), kelompok 1(donasi 1x/th), kelompok 2 (donasi 2x/th), kelompok 3 (donasi 3x/th), kelompok 4 (donasi 4x/th).

Hasil : Secara statistik didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok 3 (p=0,000), kelompok kontrol dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 1 dengan kelompok 3 (p=0,019), kelompok 1 dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 2 dengan kelompok 3 (p=0,023), kelompok 2 dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 3 dengan kelompok 4 (p=0,026).

Kesimpulan : Semakin banyak frekwensi donasi maka akan semakin berpengaruh terhadap terjadinya penurunan kadar serum feritin.

(21)

COMPARISON OF SERUM FERITIN LEVEL BETWEEN

REGULAR DONORS AND NON DONORS

Panggabean N , Tambunan T , Lubis Z

Department of Clinical Pathology Medical School University of Sumatera Utara/ H. Adam Malik Hospital Medan

ABSTRACT

Background : Blood donors donating blood is an activity that is done voluntarily for the purpose of blood transfusion for patients who need it . Expected blood supply is from donors especially regular donors . Frequent donations for regular donors have decreased the risk of serum ferritin levels . Objective: To determine differences in serum ferritin levels among regular donors and non donors

Methods : A cross-sectional study was carried out , starting from June to August 2013. Donor subjects consist of new donors and reguler donors, divided into 5 groups : control group (non donors: the first time donor) , group 1 (donated once /year ) , group 2 ( donated two time/year ) , group 3 (donated three time/year ) , group 4 ( donated four time/year ) .

Results : Statistically significant difference found between the control group with group 3 (p= 0.000) , control group with group 4 (p=0.000) , group 1 with group 3 (p=0.019) , group 1 to group 4 (p=0.000) , group 2 with group 3 (p=0.023) , group 2 with group 4 (p=0.000) , group 3 with group 4 (p=0.026) Conclusion : The more the frequency of donation it will be the effect on the decline in serum ferritin levels .

(22)

PERBANDINGAN KADAR SERUM FERITIN PADA PENDONOR

REGULER DENGAN BUKAN PENDONOR

Panggabean N, Tambunan T, Lubis Z

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar Belakang : Donor darah merupakan suatu kegiatan menyumbangkan darah yang dilakukan secara sukarela untuk tujuan transfusi darah bagi pasien yang membutuhkannya. Pasokan darah yang diharapkan adalah dari pendonor khususnya pendonor reguler. Seringnya donasi bagi para pendonor regular memiliki resiko terjadinya penurunan kadar serum feritin.

Tujuan : Mengetahui perbedaan kadar serum feritin pada pendonor regular dengan bukan pendonor

Metode : Penelitian dilakukan secara potong lintang, mulai Juni-Agustus 2013. Subjeknya adalah pendonor baru dan pendonor regular yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 75 orang, dibagi atas 5 kelompok : kelompok kontrol (bukan pendonor :pertama kali donor), kelompok 1(donasi 1x/th), kelompok 2 (donasi 2x/th), kelompok 3 (donasi 3x/th), kelompok 4 (donasi 4x/th).

Hasil : Secara statistik didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok 3 (p=0,000), kelompok kontrol dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 1 dengan kelompok 3 (p=0,019), kelompok 1 dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 2 dengan kelompok 3 (p=0,023), kelompok 2 dengan kelompok 4 (p=0,000), kelompok 3 dengan kelompok 4 (p=0,026).

Kesimpulan : Semakin banyak frekwensi donasi maka akan semakin berpengaruh terhadap terjadinya penurunan kadar serum feritin.

(23)

COMPARISON OF SERUM FERITIN LEVEL BETWEEN

REGULAR DONORS AND NON DONORS

Panggabean N , Tambunan T , Lubis Z

Department of Clinical Pathology Medical School University of Sumatera Utara/ H. Adam Malik Hospital Medan

ABSTRACT

Background : Blood donors donating blood is an activity that is done voluntarily for the purpose of blood transfusion for patients who need it . Expected blood supply is from donors especially regular donors . Frequent donations for regular donors have decreased the risk of serum ferritin levels . Objective: To determine differences in serum ferritin levels among regular donors and non donors

Methods : A cross-sectional study was carried out , starting from June to August 2013. Donor subjects consist of new donors and reguler donors, divided into 5 groups : control group (non donors: the first time donor) , group 1 (donated once /year ) , group 2 ( donated two time/year ) , group 3 (donated three time/year ) , group 4 ( donated four time/year ) .

Results : Statistically significant difference found between the control group with group 3 (p= 0.000) , control group with group 4 (p=0.000) , group 1 with group 3 (p=0.019) , group 1 to group 4 (p=0.000) , group 2 with group 3 (p=0.023) , group 2 with group 4 (p=0.000) , group 3 with group 4 (p=0.026) Conclusion : The more the frequency of donation it will be the effect on the decline in serum ferritin levels .

(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Palang Merah Indonesia, menyatakan bahwa kebutuhan darah di Indonesia semakin meningkat sehingga semakin banyaklah pasokan darah yang diperlukan. Pasokan darah yang diharapkan adalah dari pendonor. Donor darah merupakan suatu kegiatan menyumbangkan darah yang dilakukan secara sukarela untuk tujuan transfusi darah bagi pasien yang membutuhkannya. Karena sifatnya yang sukarela inilah maka keberhasilan mendapatkan pasokan darah sangat bergantung pada kampanye penyadaran dan kegiatan-kegiatan penggalangan.1

Banyaknya promosi dilakukan baik berupa pemasangan reklame di papan iklan dengan menampilkan slogan seperti “Setetes Darah Sejuta Kasih”, “Setetes darahmu menyelamatkan jiwa manusia “ , “Donor Darah Bukti Cinta Untuk Sesama”, “Setetes Darah Anda Nyawa Mereka” dan membuat selebaran yang menarik berisikan manfaat menjadi pendonor.

1,2

(25)

hemoglobin tetapi pada pendonor tidak pernah dilakukan pemeriksaan status besi. Pemeriksaan status besi penting dilakukan pada pendonor untuk mencegah terjadinya defisiensi besi. Defisiensi zat besi pada pendonor darah regular masih merupakan masalah umum. Untuk menilai status besi salah satunya, perlu mengukur kadar feritin. Pemeriksaan kadar serum feritin saat ini sudah banyak dikerjakan untuk mendiagnosa defisiensi besi karena terbukti kadar serum feritin sebagai indikator yang paling dini, menurun pada keadaan dimana cadangan besi tubuh berkurang.

Pada manusia normal nilai feritin sebanding dengan cadangan besi tubuh, 1 µg/feritin serum berhubungan dengan 8-10 mg besi tubuh. Apabila didapatkan serum feritin sebesar 30 mg dalam setiap 1 desiliter sel darah merah berarti didalam hati terdapat 30x10 mg=300 mg feritin. WHO merekomendasikan konsentrasi feritin <15 µg/l mengindikasikan deplesi cadangan besi pada orang dewasa.

Beberapa penelitian tentang kadar serum feritin pada pendonor regular menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan seperti pada penelitian Simon T.L dkk, Mexico (1981) yang membandingkan antara pendonor regular 1 kali donasi/tahun dengan pendonor regular 2-6 kali donasi/tahun (p=0.003).

3

(26)

reguler 2-3 kali donasi/thn (p=0.000).6 Okpokam dkk, Nigeria (2011) membandingkan pendonor regular 1 kali donasi/tahun dengan pendonor regular 2-5 kali donasi/thn (p<0.05).7

Sebaliknya ada peneliti lain yang menyatakan tidak terdapat perbedaan signifikan kadar serum feritin pada pendonor regular, seperti pada penelitian Norashikin dkk, Malaysia (2005) membandingkan antara pendonor yang baru pertama kali donasi dengan pendonor regular (2-4 kali donasi) didapat p value=0.06.

8 Abdullah S.M , Saudi Arabia (2009) membandingkan antara pendonor baru dengan pendonor regular 1 kali donasi/tahun (p=0.131).

Di Medan, penelitian tentang perbandingan kadar serum feritin pada pendonor regular dengan bukan pendonor belum pernah dilakukan. Hasil yang berbeda pada penelitian sebelumnya membuat saya tertarik untuk melakukan penelitian ini.

9

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(27)

1.3. Hipotesa Penelitian

Terdapat perbedaan kadar serum feritin antara pendonor reguler dengan yang bukan pendonor.

1.4. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan kadar serum feritin pada pendonor regular dengan yang bukan pendonor.

2. Tujuan khusus

a. Menggambarkan status feritin pada pendonor b. Menggambarkan status hemoglobin pada pendonor c. Menggambarkan nilai hematokrit pada pendonor

d. Menggambarkan nilai indeks eritrosit (MCV,MCH,MCHC) pada pendonor

1.5. Manfaat Penelitian 1. Untuk institusi

(28)

2. Untuk klinisi

Memberikan masukan bagi para klinisi untuk menganjurkan pemeriksaan feritin pada pendonor khususnya pendonor reguler.

3. Untuk pendonor

(29)

B A B 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Metabolisme besi

Besi merupakan unsur vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, dan merupakan komponen penting pada sistem enzim pernafasan. Pada metabolisme besi perlu diketahui komposisi dan distribusi besi dalam tubuh, cadangan besi tubuh, siklus besi, absorbsi besi dan transportasi besi.10-13

2.1.1. Bentuk zat besi dalam tubuh.

Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu: a. Zat besi dalam hemoglobin.

12-15

b. Zat besi dalam depot (cadangan) sebagai feritin dan hemosiderin c. Zat besi yang ditranspor dalam transferin.

(30)

Tabel 2.1.Kompartemen zat besi dalam tubuh.12

Besi yang telah dibebaskan dari endosom akan masuk kedalam mitikondria untuk diprroses menjadi hem setelah bergabung dengan protoporfirin, sisanya tersimpan dalam bentuk feritin. Sejalan dengan maturasi eritrosit baik reseptor transferin maupun feritin akan dilepas kedalam peredaran darah. Feritin segera difagositosis makrofag di sumsum tulang dan setelah proses hemoglobinisasi selesai eritrosit akan memasuki

Dari tabel ini kelihatan bahwa sebagian besar zat besi terikat dalam hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan metabolisme dalam jaringan-jaringan. Sebagian lain dari zat besi terikat dalam sistem retikuloendotelial (RES) di hepar dan sumsum tulang sebagai depot besi (cadangan). Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam transporting iron binding protein (transferin), sedangkan sebagian kecil sekali didapati dalam enzim-enzim yang berfungsi sebagai katalisator pada proses metabolisme dalam tubuh. Fungsi-fungsi tersebut diatas akan terganggu pada penderita anemia defisiensi besi.

Proses metabolisme zat besi digunakan untuk biosintesa hemoglobin, dimana zat besi digunakan secara terus- menerus. Sebagian besar zat besi

(31)

yang bebas dalam tubuh akan dimanfaatkan kembali (reutilization), dan hanya sebagian kecil sekali yang diekskresikan melalui air kemih, feses dan keringat.11,19,22,31

2.1.2. Kebutuhan zat besi.

Kebutuhan zat besi dalam makanan setiap harinya sangat berbeda, hal ini tergantung pada umur, sex, berat badan dan keadaan individu masing- masing. Kebutuhan zat besi yang terbesar ialah dalam 2 tahun kehidupan pertama. selanjutnya selama periode pertumbuhan, kenaikan berat badan pada usia remaja dan sepanjang masa produksi wanita.

Pada masa pertumbuhan diperlukan tambahan sekitar 0,5 -1 mg / hari, sedangkan wanita pada masa mensturasi memerlukan tambahan zat besi antara 0,5 -1 mg / hari. Pada wanita hamil kebutuhan zat besi sekitar 3 -5 mg / hari dan tergantung pada tuanya kehamilan. Pada seorang laki laki normal dewasa kebutuhan besi telah cukup bila dalam makanannya terdapat 10-20 mg zat besi setiap harinya.

16,17,19

Asupan zat besi yang masuk ke dalam tubuh kita kira-kira 10 – 20 mg setiap harinya, tapi ternyata hanya 1 – 2 mg atau 10% saja yang di absorbsi oleh tubuh. 70% dari zat besi yang di absorbsi tadi di metabolisme oleh tubuh dengan proses eritropoesis menjadi hemoglobin, 10 - 20% di simpan dalam bentuk feritin dan sisanya 5 – 15% di gunakan oleh tubuh untuk proses lain.

(32)

Besi Fe3+ yang disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan kembali bila ternyata tubuh membutuhkannya.

Feritin merupakan salah satu protein kunci yang mengatur hemostasis besi dan juga merupakan biomarker klinis yang tersedia secara luas untuk mengevaluasi status besi dan secara khusus penting untuk mendeteksi defisiensi besi. Kadar feritin pada laki-laki dan wanita berbeda, pada laki-laki dan wanita postmenopause kadar feritin kurang dari 300ng/ml , pada wanita premonoupase kurang dari 200 ng/ml.

24-26

Tabel 2.2. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg) 27,29,32

20

(33)

Gambar 2.1. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa Andrews, N. C., 1999. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

2.1.3. Absorbsi besi

Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:26,29

1. Fase Luminal

(34)

bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung, karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.

2. Fase Mukosal

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block (mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus)

3. Fase Korporeal

(35)

Gambar 2.2. Absorbsi zat besi. Sumber: Andrews NC,New Engl J Med. 341:1986-1995, Copyright © 1999 Massachusetts Medical Society. All rights

reserved.

2.1.4. Mekanisme regulasi absorbsi besi

Terdapat 3 mekanisme regulasi absorbsi besi dalam usus:25,26,29

1. Regulator dietetik : absorbsi besi dipengaruhi oleh jumlah kandungan besi dalam makanan, jenis besi dalam makanan (besi heme atau non heme), adanya penghambat atau pemacu absorbsi dalam makanan. 2. Regulator simpanan : Penyerapan besi diatur melalui besarnya

(36)

3. Regulator eritropoetik : Besar absorbsi besi berhubungan dengan kecepatan eritropoesis. Mekanisme ini belum diketahui dengan pasti.

2.1.5. Transport zat besi. 2.1.5.1. Transferin

Transferin adalah β1 globulin (protein fase akut negatif), merupakan

glikoprotein dengan berat molekul 79570 dalton, terdiri dari polypeptide rantai tunggal dengan 679 asam amino dalam dua domain homolog. N-terminal dan C-terminal masing-masing mempunyai satu tempat ikatan dengan Fe3+. Satu molekul transferin mengikat 2 atom besi (Fe3+). Transferin akan berikatan dengan reseptor transferin, setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul transferin12,17,28,32

Transferin terutama disintesis oleh sel parenkim hati, sebagian kecil di otak, ovarium, dan limfosit T helper. Transferin mempunyai waktu paruh 8-11 hari.

Transferin mempunyai 3 fungsi utama yaitu17,33 1. Solubilisasi Fe3+, mengikat besi dengan afinitas tinggi 2. Mengantar besi ke sel

3. Berinteraksi dengan reseptor membran

(37)

µmol setara dengan 300 µg/dL. Dengan demikian hanya sepertiga bagian dari transferin yang berikatan dengan besi, sehingga masih tersedia cadangan yang cukup banyak untuk berikatan dengan besi apabila terjadi kelebihan besi. Hal ini penting dalam diagnosis gangguan metabolisme besi.17,34,35

(38)

Gambar 2.3. Siklus Transferin. Sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

2.1.5.2. Reseptor Transferin

(39)

2.1.5.3. Soluble Transferin Receptor (sTfR)

Dalam plasma STfR berada dalam bentuk kompleks dengan transferin, memiliki berat molekul 320 kD. Kadar sTfR serum berkorelasi dengan jumlah reseptor transferin yang diekspresikan pada permukaan sel. Kadar sTfR tidak di pengaruhi oleh protein fase akut, kerusakan hati akut, dan keganasan. Kadar sTfR menggambarkan aktivitas eritropoiesis. sehingga kadar sTfR dapat digunakan monitoring aktivitas eritropoiesis. 10,11,17

2.1.6. Erythropoiesis

(40)

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan (senescence) kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi terjadi sebelum waktunya (<120 hari) maka proses ini disebut sebagai hemolisis. Komponen eritrosit terdiri atas membran eritrosit, sistem enzim (pyruvat kinase dan G6PD) dan hemoglobin (alat angkut oksigen).11,26,29

(41)

Gambar 2.4. Eritropoiesis. Adapted from Bron et al. Semin Oncol.2001, and Weiss et al. N Engl J Med.2005

Gambar diatas menjelaskan bahwa hanya Fe2+ yang terdapat dalam transferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel "eritroblas" dalam sumsum tulang hanya memiliki "reseptor" untuk feritin.Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang terikat pada β-globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus juga

berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua (berumur 120 hari) dihancurkan sehingga besinya masuk ke dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada β-globulin (menjadi transferin) dan kemudian ikut

Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil

(42)

(mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan Hb dapat disebabkan oleh karena rendahnya kadar Fe dalam darah (kurang gizi, gangguan absorbsi Fe, kebutuhan besi yang meningkat) dan rendahnya kadar transferin dalam darah.15-23,34

2.1.7. Feritin

Feritin adalah salah satu protein yang penting dalam proses metebolisme besi di dalam tubuh. Sekitar 25 % dari jumlah total zat besi dalam tubuh berada dalam bentuk cadangan zat besi (depot iron), berupa feritin dan hemosiderin. Feritin dan hemosiderin sebagian besar terdapat dalam limpa, hati, dan sumsum tulang. Feritin adalah protein intra sel yang larut didalam air, yang merupakan protein fase akut. Hemosiderin merupakan cadangan besi tubuh berasal dari feritin yang mengalami degradasi sebagian, terdapat terutama di sumsum tulang, bersifat tidak larut di dalam air. 13,15,38

(43)

2.1.7.1. Struktur dan fungsi feritin

Ferritin adalah kompleks protein yang berbentuk globular, mempunyai 24 subunit- subunit protein yang menyusunnya dengan berat molekul 450 kDa, terdapat di semua sel baik di sel prokayotik maupun di sel eukaryotik. Pada manusia, subunit - subunit pembentuk feritin ada dua tipe, yaitu Tipe L (Light) Polipeptida dan Tipe H (Heavy) Polipeptida, dimana masing - masing memiliki berat molekul 19 kD dan 21 kD Tipe L yang disimbolkan dengan FTL berlokasi di kromosom 19 sementara Tipe H yang disimbolkan dengan FTH1 berlokasi di kromosom 11.39,40,41

Feritin mengandung sekitar 23% besi. Setiap satu kompleks feritin bisa menyimpan kira – kira 3000 - 4500 ion Fe3+ di dalamnya. Feritin bisa ditemukan atau disimpan di liver, limpa, otot skelet dan sumsum tulang. Dalam keadaan normal, hanya sedikit feritin yang terdapat dalam plasma manusia. Jumlah feritin dalam plasma menggambarkan jumlah besi yang tersimpan di dalam tubuh kita. Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer feritin mempunyai lima helix penyusun yaitu blue helix, orange helix, green helix, yellow helix dan red helix dimana ion Fe berada di tengah kelima helix tersebut.39,41

(44)

melalui reaksi Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme perlindungan diri yaitu dengan cara membuat ikatan besi dengan feritin. Jadi feritin merupakan protein utama penyimpan besi di dalam sel. 39,40,41

2.1.7.2. Hubungan feritin dan CRP

Besi berperan penting dalam pembentukan sel-sel darah merah, pengangkutan elektron, imunitas tubuh serta proses tumbuh kembang terutama motorik dan mental. Kekurangan zat besi berhubungan dengan kejadian infeksi dan inflamasi, hal ini digambarkan dengan perubahan kadar feritin serum, zat besi serum, dan saturasi transferin pada saat fase akut. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa penanda proses inflamasi yang dapat digunakan untuk menggambarkan proses inflamasi yang berkaitan dengan perubahan kadar zat besi dalam tubuh. Penelitian terbaru menunjukkan penanda protein fase akut yang paling sering yaitu C-Reaktive Protein.42

(45)

menilai kapan protein fase akut mulai meningkat dan kapan kadar yang tertinggi tercapai.43

Kadar CRP kan meningkat cepat pada infeksi disebut respon fase akut. Peningkatan CRP berhubungan dengan peningkatan konsentrasi interleukin-6 (IL-6) didalam pasma yang sebagian besar diproduksi oleh makrofag. Makrofag merupakan sel imun yang berperan langsung dengan kadar zat besi dalam tubuh manusia. Makrofag membutuhkan zat besi untuk memproduksi highly toxic hydroxyl radical , juga merupakan tempat penyimpanan besi yang utama pada saat terjadi proses inflamasi. Sitokin, radikal bebas, serta protein fase akut yang dihasilkan oleh hati akan mempengaruhi homeostasis besi oleh makrofag dengan cara mengatur ambilan dan keluaran besi sehingga akan memicu peningkatan retensi besi dalam makrofag pada saat terjadi inflamasi. Besi juga mengatur aktivitas sitokin, proliferasi, dan aktivitas limfosit sehingga diferensiasi dan aktivasi makrofag akan terpengaruh.44

2.2. Donor darah

(46)

2.2.1. Jenis donor darah

Pada dasarnya ada 3 macam donor darah, yaitu .45,46

1. Donor keluarga atau donor pengganti : darah yang dibutuhkan pasien dicukupi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien.

2. Donor komersial: menerima uang/hadiah untuk darah yang disumbangkannya (bukan oleh keinginan menolong orang lain).

3.

Donor sukarela: orang yang memberikan darah, plasma atau komponen darah lainnya atas kerelaan sendiri tanpa menerima pembayaran.

2.2.2. Pendonor regular :

Seorang donor yang memenuhi kriteria dibawah ini dapat dimasukkan dalam registerasi donor regular.1,45,46

1. Telah setuju mendonasikan darahnya secara teratur, yaitu : paling sedikit 1 kali sampai dengan 4 kali dalam satu tahun untuk pria 4 kali dan 3 kali untuk wanita.

2. Telah mendonasikan darahnya dalam satu tahun terakhir apabila diminta.

(47)

4. Pada umumnya dalam keadaan sehat.

5. Dapat dengan mudah dihubungi oleh UTD dan dapat datang ke UTD tanpa kesulitan.

2.2.3. Syarat-syarat menjadi donor darah 1,2,45,46

• Umur 18-60 tahun ( usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila

mendapat izin tertulis dari orang tua)

• Berat badan minimal 45 kg

• Tidak memiliki penyakit jantung, paru-paru, kanker, tekanan darah

tinggi, Diabetes Melitus, Epilepsi, Hepatitis B atau C, Sifilis, dan HIV serta berprilaku beresiko tinggi.

• Tekanan darah baik sistole antara 100-180 mmHg, diastole antara

60-100 mmHg

• Denyut nadi teratur yaitu sekitar 50 – 100 kali/ menit

• Hemoglobin pria minimal 13 g/dL sedangkan perempuan minimal 12

g/dL.

• Interval donor minimal 12 minggu atau 3 bulan sejak donor darah

sebelumnya (maksimal 5x dalam setahun).

2.2.3.1. Pada saat kapan harus menjadi pendonor darah yaitu 2,46 :

(48)

2. Setelah operasi kecil, tunggu hingga 6 bulan. 3. Setelah operasi besar, tunggu hingga 12 bulan. 4. Setelah transfusi, tunggu hingga 12 bulan.

5. Setelah tato, tindik, tusuk jarum, dan transplantasi, tunggu 12 bulan. 6. Bila kontak erat dengan penderita hepatitis tunggu hingga 12 bulan. 7. Sedang hamil, tunggu 6 bulan setelah melahirkan.

8. Sedang menyusui, tunggu hingga 3 bulan setelah berhenti menyusui. 9. Setelah penyakit malaria tunggu hingga 3 tahun setelah bebas dari

gejala malaria. Bila tinggal di area endemis malaria selama 5 tahun, sebaiknya tunggu 3 tahun setelah keluar dari area endemis.

10. Bila sakit tifus tunggu 6 bulan setelah sembuh. 11. Setelah vaksin, tunggu 8 minggu.

12. Ada gejala alergi, tunggu selama 1 tahun setelah sembuh.

13. Ada infeksi kulit pada daerah yang akan ditusuk, tunggu 1 minggu setelah sembuh.

2.2.4. Pengambilan dan pengumpulan darah

2.2.4.1. Informasi untuk donor.

Setiap donor harus terlebih dahulu mendapatkan46:

(49)

b. Pengisian daftar isian donor

c. Penandatanganan persetujuan tundakan medis (informed consent) d. Pemeriksaan pendahuluan terdiri dari penimbangan berat badan, Hb,

golongan darah dan pemeriksaan fisik oleh dokter.

2.2.4.2. Pengambilan Darah

Pengambilan darah donor dilakukan pada donor yang telah lolos seleksi. Seluruh proses pengambilan darah harus terdokumentasi dengan baik. Darah harus disadap secara aseptis menggunakan alat steril dan dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dan terlatih dalam hal pengambilan darah.46-49

2.2.4.3. Penyimpanan Darah

(50)

setelah penyadapan dan darah lengkap dengan anti koagulan CPD-Adenin masa simpan 35 hari setelah penyadapan.46

2.2.4.4. Reaksi selama dan sesudah donasi.

Reaksi pada donor jarang terjadi yaitu :46-48

1. Ringan : gejala vasovagal tanpa kehilangan kesadaran.

2. Sedang: gejala yang sama seperti pada reaksi ringan dilanjutkan dengan kehilangan kesadaran.

3. Berat : semua gejala diatas disertai dengan kejang-.kejang

Donor darah sebaiknya dilakukan secara rutin 3 bulan sekali. Hal ini dilakukan karena proses pergantian sel darah merah membutuhkan waktu kurang lebih 120 hari (3 bulan), sehingga, diharapkan setelah 3 bulan, sel-sel telah kembali matur atau dewasa.1,46

2.2.5. Interval donor darah

Semua donor harus mendapat informed consent beserta penjelasan mengenai resiko transfusi. Donor harus dijelaskan bahwa darah akan diuji terhadap penyakit infeksi seperti hepatitis, sifilis dan HIV. 45-48

2.2.6 Prosedur donor darah

(51)

2.2.6.1.

• Flebotomi meliputi penusukan vena dan pengambilan darah.

Dilakukan dengan standard umum. Donor diletakkan dengan posisi setengah berbaring/berbaring. Kulit pada fosa antekubital dibersihkan dengan preparat yodium. Dipasang tourniket, dan dilakukan tusukan vena. Pengambilan 300 ml darah dilakukan 10-15 menit. Setelah jarum diambil, donor diminta mengangkat lengan keatas, dan dilakukan penekanan dengan kassa steril selama 2-3 menit atau sampai perdarahan berhenti, kemudian ditutup dengan plester. Donor diminta untuk tetap berbaring sampai mereka siap untuk duduk, biasanya dalam 1-2 menit..1,46,47

Flebotomi.

• Donor kemudian diminta untuk tidak melepas plester dan menghindari

mengangkat beban berat selama beberapa jam, jangan merokok selama 1 jam dan tidak minum minuman keras selama 3 jam, diminta menambah asupan cairan selama 2 hari dan dianjurkan makan makanan yang seimbang selama 2 minggu.1,46

• Label pada kantong darah dan tabung harus diperiksa dengan teliti

(52)

2.2.6.2. Hemaferesis.

Hemaferesis adalah istilah umum yang merujuk kepada pengambilan whole blood dari seorang donor atau pasien, pemisahan menjadi komponen-komponen darah, penyimpanan komponen-komponen yang diinginkan dan pengembalian elemen yang tersisa ke donor atau pasien.46,47

2.2.6.3. Plasmaferesis.

Prosedur dimana sejumlah unit darah dari donor diambil untuk mendapatkan mendapatkan plasmanya, diikuti dengan penginfusan kembali sel-sel darah merah donor. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan plasma atau fresh frozen plasma.46,47

2.2.6.4. Sitaferesis.

Sejumlah besar trombosit atau leukosit dapat dikoleksi dari donor tunggal menggunakan sentrifugasi aliran intermiten atau kontinyu.46,47

2.2.6.5. Plateleferesis/Tromboferesis.

(53)

2.2.6.6. Transfusi autolog

Transfusi autolog adalah transfusi darah yang paling aman, dimana donor juga berlaku sebagai resipien sehingga menghilangkan resiko terjadi ketidakcocokan dan penyakit yang ditularkan melalui darah. 45,47

2.2.7. Volume darah donasi

Jumlah darah yang akan disumbangkan bervariasi, tergantung volume kantong dan berat badan pendonor. Volume kantong ada yang 250 cc, 350 cc, 450 cc, 500 cc. Ketika donasi berarti memberikan 10% dari total volume darah didalam tubuh. Volume darah maksimal yang bisa diambil adalah 10,5 cc/ kg BB..1,46,47

2.2.8. Komponen Darah

Dari satu kantong darah dapat dihasilkan komponen darah yaitu: darah lengkap, darah merah pekat, trombosit pekat, plasma segar beku, plasma cair, dan cryoprecipitate. 1,2,45,46

2.3. Kadar serum feritin pada pendonor

Beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar serum feritin pada pendonor khususnya pada pendonor regular. Retrovirus Epidemiology Donor Study-II (REDS-II) Donor Iron Status Evaluation (RISE)

(54)
(55)

laki-laki, di bagi atas : kelompok 1: pendonor baru, kelompok 2 : 1kali donasi/ 3 tahun, kelompok 3 : 2-5 kali / 3 tahun. Hasilnya didapatkan adanya perbedaan yang signifikan kadar serum feritin antara kelompok 1 dan 3 (p=0,000).9

Beberapa peneliti di atas ada yang membandingkan pendonor regular yang mengkonsumsi zat besi dengan yang tidak mengkonsumsi zat besi (Simon T.L ,Mozaheb Z).4,6 Ternyata didapati bahwa pada pendonor regular yang mengkonsumsi zat besi terdapat penurunan kadar serum feritin yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi zat besi.

2.4. Penyebab defisiensi besi pada pendonor reguler

Defisiensi besi adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. 27-31

Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena26,29:

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:

a. Saluran cerna: tukak peptik, pemakaian salisilat b. Saluran kemih: hematuria.

c. Saluran nafas: hemoptisis.

(56)

3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005) menyebutkan penyebab terjadinya defisiensi besi salah satunya berhubungan dengan frekwensi donor darah.54

Tabel 2.3. Faktor resiko terjadinya defisiensi besi54

Stang J, Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005)

(57)

besi. Besi yang dikeluarkan berbeda pada laki dan perempuan, pada laki-laki 236 mg sedangkan pada perempuan 213 mg. Besi yang tersimpan pada perempuan 30% lebih rendah daripada laki-laki (Simon TL,Finch CA).52,53

Telah diketahui bahwa di dalam darah terdapat komponen-komponen darah dimana jumlahnya 45% dari volume darah sedangkan plasma jumlahnya 55% dari volume darah. Feritin dalam plasma, jumlahnya sangat kecil yaitu sebanding dengan konsentrasi feritin didalam tubuh atau apabila terdapat 1µg feritin serum setara dengan 10 mg simpanan besi dan setiap 1ml eritrosit mengandung 1,1 mg besi.13,14,16 Jika dalam 1 ml darah terdapat 0,5 mg besi maka setiap kali donasi sebanyak 300 ml darah, zat besi yang akan keluar adalah sebanyak 150 mg sehingga kebutuhan akan zat besi harus terpenuhi untuk aktivitas eritropoiesis.

Bila kebutuhan zat besi didalam darah tidak terpenuhi maka feritin akan melepas besi dalam jumlah yang banyak dan bila kebutuhan untuk pembuatan hemoglobin meningkat maka cadangan besi akan di mobilisir secara cepat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan cadangan besi dan bila berlanjut terus akhirnya cadangan besi menjadi kosong dan aktivitas eritropoiesis akan menurun.11,13,15

(58)

pelepasan zat besi ke eritroid menjadi kurang, transport zat besi dari pool plasma ke sum-sum tulang menjadi kurang, konsentrasi plasma zat besi menurun dan aktivitas eritropoiesis menurun sehingga dijumpai feritin yang meningkat pada keadaan ini.11,23,29

Di PMI cabang Medan, setelah melakukan donor darah pada institusi tertentu atau lembaga sosial kemasyarakatan selalu membagikan suplemen besi 1 hari sekali dalam 3 hari. Pertanyaannya adalah apakah suplemen besi tersebut cukup dikonsumsi memenuhi kebutuhan besi dalam tubuh sampai pada masa donasi kembali. Apabila pendonor tidak memenuhi kebutuhan zat besinya sendiri baik melalui makanan dan suplemen besi maka akan beresiko terjadinya penurunan kadar serum feritin, hingga terjadinya defisiensi besi sampai anemi defisiensi besi..

Klasifikasi defisiensi besi :21,24,29,36

1. Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu.

2. Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.

(59)

Tabel 2.4. Diagnosis defisiensi besi55

Iron status Stored iron Transport iron Functional iron

Iron deficiency anemi Low Low Low

Iron deficient erythropoiesis Low Low Normal

Iron depletion Low Normal Normal

Normal Normal Normal Normal

Iron overload High High Normal

Sumber: Centers for Disease Control and Prevention,

1998.Recommendations to Prevent and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.

Untuk itulah betapa pentingnya memperhatikan kebutuhan zat besi khususnya pada pendonor reguler dengan frekwensi 3-4 kali/tahun karena lebih beresiko mengalami defisiensi besi.

Pada penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan feritin, hemoglobin dan hematokrit. CRP diperiksa untuk menghindari adanya bias karena inflamasi dapat menyebabkan cadangan zat besi bertambah.

2.5. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan komponen simpanan besi

• Feritin serum . Kadar feritin dalam serum sangat kecil, secara garis

(60)

untuk evaluasi status besi termasuk menegakkan diagnosa defisiensi besi.27-31

2. Pemeriksaan komponen transport besi30,31,34,36

• TIBC : pemeriksaan untuk melihat kapasitas ikatan besi dalam serum,

jadi TIBC akan meningkat pada konsentrasi besi rendah dan menurun pada besi serum yang tinggi.

• Saturasi transferin adalah transferin yang terikat dengan besi. Pada

saturasi transferin yang rendah merupakan indikasi tingginya proporsi iron binding site yang kosong.

• Kadar besi serum (SI) adalah pemeriksaan jumlah total besi dalam

serum.

3. Pemeriksaan komponen pada eritrosit.34-37

Eritrosit protophorphirin (Ep) adalah suatu prekursor dari hemoglobin

sehingga konsentrasi Ep didalam darah meningkat ketika produksi hemoglobin terjadi kekurangan besi dan merupakan indikator awal terjadinya anemi defisiensi besi.

• Hemoglobin dan hematokrit. Merupakan refleksi jumlah besi fungsional

(61)

Mean Corpusculer Volume (MCV) adalah volume rata-rata eritrosit,

MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70 -100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) adalah berat hemoglobin

rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) adalah

konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan Hipokrom < 30%.

2.5.1. Alat dan prinsip kerja

2.5.1.1. Pemeriksaan darah lengkap

Dengan alat automated cell counting Sysmex XT 2000i.57 2.5.1.1.1 Prinsip pemeriksaan hemoglobin.

(62)

SLS-Hb, komplek tersebut dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.27,57

2.5.1.1.2. Prinsip pemeriksaan hematokrit.

Sampel darah EDTA dihisap, kemudian dicampur dengan reagen cellpack, kemudian dilewatkan tabung yang dilengkapi dengan tranducer dan sensor start-sensor stop. Tranducer akan mengukur tinggi pulsa yang dengan volume sel darah merah, start sensor-stop sensor mengukur volume whole blood.57

2.5.1.1.3. Prinsip pemeriksaan jumlah eritrosit

Electrical Impedance

• Sel lewat melalui apertura sehingga ketika terjadi perbedaan resistensi

melalui apertura itu, maka tertangkap sebagai sinyal listrik. Besarnya sinyal yang ditangkap tersebut menentukan jumlah dan ukuran sel yang lewat 27,57

Spesimen : darah EDTA

2.5.1.2. Pemeriksaan feritin58

(63)

Alat: Cobas E 601 dengan metode ECLIA (Electrochemiluminiscence Immunoassay) atau analyzer immunoassay.

Prinsip kerja27,58 :

Serum yang mengandung feritin ditambahkan dengan antibody

monoklonal untuk feritin (yang berasal dari tikus) yang dilekatkan pada biotin.

Setelah itu ditambahkan antibodimonoklonal yang telah dilabel

dengan ruthenium sehingga terbentuk komplek sandwich.

Kemudian ditambahkan mikropartikel yang dilapisi streptavidin,

komplek yang terbentuk berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan streptavidin.

Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana mikropartikel

secara magnet ditangkap pada permukaan elektroda.  Substansi yang tidak berikatan dibuang melalui procell.

Aplikasi voltase (tegangan) pada elektroda menginduksi emisi

chemiluminescence (ECL) terjadi reaksi antara kompleks ruthenium dengan TPA (trypropylamin) yang distimulasi secara elektrik untuk menghasilkan emisi cahaya.

Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit

(64)

Reagent-working solutions27,58 :

 Reagen M berisi streptavidin yang dilapisi mikropartikel 0,72 mg/mL,

dengan preservatif.

 Reagen R1 merupakan konjugat yang terdiri dari biotinylated

monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) 3 mg/L yang dilabel dengan ruthenium 3 mg/L dalam bufer fosfat 100 mmol/L, pH 7,2 dan preservatif.

 Reagen R2 berisi monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) yang

dilabel dengan kompleks ruthenium biotin yang telah dilapisi dengan antibodi monoklonal terhadap feritin dari tikus 6,0 mg/L bufer fosfat 100 mmol/L, pH 7,2 dan preservatif.

 Setelah dibuka mempunyai stabilitas selama 12 minggu pada

penyimpanan 2-80C. 2.5.1.3. CRP59

(65)

Komposisi reagent : 59

1. CRP latex reagent : suspense dari polystyrene yang uniform dengan antihuman CRP monospesifik (dari kambing) dalam glycine buffer. 2. CRP kontrol positif.

3. CRP kontrol negatif.

(66)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka konsep penelitian

Populasi

Bukan pendonor

(kontrol)

Pendonor reguler

Feritin

(67)

3.2. Definisi Operasional

1. Feritin : adalah protein intra sel yang larut dalam air, merupakan protein fase akut. Penurunan kadar feritin merupakan fase awal dari defisiensi besi.

2. Populasi yang diteliti:

(68)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan observasional analitik dengan cara cross-sectional (potong lintang) untuk membandingkan kadar serum feritin pada empat kelompok pendonor regular (1kali donasi/th, 2 kali donasi/th, 3 kali donasi/th, 4 kali donasi/th) dengan kelompok kontrol (bukan pendonor).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik Medan dan tempat–tempat diselenggarakannya kegiatan donor darah. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal telah tercapai.

4.3. Populasi dan Subjek Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

(69)

penelitian dan kemungkinan efek yang kurang menyenangkan yang mungkin timbul meskipun kecil.

4.3.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pendonor laki-laki yang baru pertama kali donasi sebagai kontrol, pendonor regular 1 kali donasi/th, 2 kali donasi/th, 3 kali donasi/th, 4 kali donasi/thn.

4.3.2.1.Kriteria Inklusi

1. Bersedia ikut dalam penelitian

2. Telah memenuhi syarat menjadi pendonor

3. Pendonor reguler dimana pada kelompok 1: jarak donasi sebelumnya adalah 12 bulan, kelompok 2 : jarak donasi sebelumnya adalah 6 bulan, kelompok 3: jarak donasi sebelumnya adalah 4 bulan, kelompok 4 : jarak donasi sebelumnya adalah 3 bulan.

4. Untuk kelompok kontrol adalah yang telah memenuhi syarat sebagai pendonor, tetapi belum pernah mendonor sebelumnya.

4.3.2.2.Kriteria Eksklusi

1. Pendonor dengan CRP (+).

(70)

4.4. Perkiraan Besaran sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel minimum dari subyek yang diteliti dipakai rumus uji hipotesis terhadap rerata lima populasi independent.

Besar sampel ditentukan dengan rumus :

�2 = harga varians di populasi (literatur)=14,5 dari jurnal

(71)

4.5. Analisa data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik komputerisasi program SPSS 17 for windows. Gambaran hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit (MCV,MCH, MCHC) disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Kemaknaan perbedaan kadar feritin antara pendonor regular dengan bukan pendonor dilakukan uji statistik ANOVA dan dilanjutkan dengan Analisis Multiple Comparison test (Post Hock).

4.6. Bahan dan Cara Kerja

4.6.1. Pendonor laki-laki

 Dikelompokkan menjadi 5 :

1. Kelompok kontrol : bukan pendonor

2. Kelompok 1: 1xdonasi/th, dengan jarak 12 bulan/x donor 3. Kelompok 2 : 2xdonasi/th, dengan jarak 6 bulan/x donor 4. Kelompok 3 : 3xdonasi/th, dengan jarak 4 bulan/x donor 5. Kelompok 4 : 4xdonasi/th, dengan jarak 3 bulan/x donor atau

minimal 10 minggu

 Pemeriksaan yang akan dilakukan adalah :

1. Darah lengkap yaitu Hb, Hct, MCV, MCH, MCHC 2. Feritin

(72)

4 .6.2. Anamnese

Anamnesa dilakukan pada kelima kelompok yang akan diteliti dengan cara wawancara berpedoman pada daftar pertanyaan dan keterangan yang ada pada status.

4.6.3. Pengambilan dan pengolahan sampel

Sampel darah adalah darah vena, diambil pada saat donasi. Donor dalam posisi berbaring.45,46

 Kulit pada fosa antekubital dibersihkan dengan kapas beralkohol 70%.

 Dipasang tourniket, dan dilakukan tusukan vena.

 Pengambilan 300 ml darah dari donor ke kantong darah dilakukan

10-15 menit. 1,241,42

 Sampel darah diambil dari selang kantong transfusi dengan cara

setelah kantong darah penuh, selang yang menghubungkan ke vena pendonor, di klem agar menghambat darah keluar dari selang kemudian digunting. Selang yang menghubungkan ke kantong darah langsung diikatkan. Setelah itu klem yang dipasang dekat vena tadi dibuka dan sampel darah ditampung dalam 2 tabung .

• Tabung 1 : Dimasukkan darah hingga 2 ml dalam tabung yang

(73)

• Tabung 2: Dimasukkan darah sebanyak 3 ml (tanpa

antikoagulan).

 Jarum diambil, donor diminta mengangkat lengan keatas, dan

dilakukan penekanan dengan kassa steril selama 2-3 menit atau sampai perdarahan berhenti, kemudian ditutup dengan plester.

 Donor diminta untuk tetap berbaring sampai mereka siap untuk duduk,

biasanya dalam 1-2 menit.45,46

 Sampel yang terkumpul dibawa ke laboratorium Patologi Klinik RS.

HAM, sampel pada tabung pertama segera diperiksa dengan memakai alat Sysmex XT 2000i, tabung 2 dibiarkan dalam suhu kamar selama 30 menit, kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit, serum dibagi 2, pertama untuk pemeriksaan CRP (segera dikerjakan), dan sisanya untuk pemeriksaan feritin, disimpan dalam freezer -200C sampai sampel telah mencukupi (1,5 bulan).

4.6.4. Cara kerja

4.6.4.1. Pemeriksaan darah lengkap

(74)

mengambil darah, ditunggu selama 60 detik maka akan didapatkanlah hasil pemeriksaan. 27,56,57. Dilakukan pemeriksaan konfirmasi dengan pembuatan sediaan apus darah tepi dengan menggunakan pewarnaan Giemsa.

4.6.4.2. CRP59

1. Reagent dan spesimen dibiarkan pada temperature kamar.

2. Letakkan 1 tetes (50µl) CRP kontrol positif pada lingkaran 1, 1 tetes CRP kontrol negatif pada lingkaran 2, dan serum pasien pada lingkaran berikutnya.

3. Aduk suspense CRP latex reagent, dan tambahkan masing-masing 1 tetes (50µl) pada tiap-tiap lingkaran.

4. Aduk dengan menggunakan pengaduk hingga tercampur. Putar slide selama 3 menit.

Interpretasi

• Reaksi negatif ditandai dengan suspense seperti susu yang uniform

tanpa aglutinasi dan dibandingkan dengan kontrol negatif.

• Reaksi positif ditandai dengan aglutinasi yang dapat dilihat pada

(75)

4.6.4.3.Pemeriksaan feritin27,58

1. Inkubasi pertama: 10 ul sampel, antibodi spesifik feritin monoclonal biotinylasi, dan antibody spesifik feritin yang dilabel dengan komplek ruthenium membentuk kompleks sandwich.

2. Inkubasi kedua: setelah ditambahkan mikropartikel yang dilapisi streptavidin, komplek yang terbentuk berikatan dengan fase solid melalui interaksi biotin dengan streptavidin.

3. Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana mikropartikel secara magnetic ditangkap pada permukaan elektroda. Substansi yang tidak berikatan dibuang melalui Procell. Aplikasi voltase (tegangan) pada elektroda kemudian menginduksi emisi chemiluminescent yang diukur oleh photomultiplier.

4. Hasil ditetapkan melalui kurva kalibrasi yang merupakan instrument yang dihasilkan secara khusus oleh kalibrasi 2 titik dan master kurva dihasilkan melalui reagen barcode.

4.6.5. Pemantapan Mutu

(76)

4.6.5.1. Kalibrasi Pemeriksaan Laboratorium 4.6.5.1.1. Kalibrasi sysmex XT-2000i

Dilakukan langsung oleh teknisi. Kalibrasi CBC dengan menggunakan cairan Level 1,2,3 dengan nilai target dan dilakukan setiap awal tahun.

4.6.5.1.2. Kalibrasi feritin

Dilakukan dengan menggunakan The Elecsys Ferritin Assay dengan Calibrator Lot 16833400. Kalibrasi dilakukan setiap pemakaian reagen baru.

Tabel 4.1. Hasil kalibrasi feritin

Kalibrator Uu/ml Absorbansi CAL 1 9,40 2367

CAL 2 297 56952

4.6.5.2. Kontrol Kualitas Pemeriksaan Laboratorium

Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu dilakukan kontrol. Kontrol dilakukan untuk mendapatkan nilai pemeriksaan yang baik.

4.6.5.2.1. Pemeriksaan darah lengkap ( Sysmex XT-2000i)

(77)

Tabel 4.2. Hasil kontrol pemeriksaan Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC

No Tanggal Kelompok

Pemeriksaan

Nilai kontrol Nilai target

(78)

4.6.5.2.2. Pemeriksaan Feritin

Kontrol untuk feritin dilakukan dengan Elecsys Tumor marker 1 dan 2. Kontrol dilakukan diawal sebelum melakukan pemeriksaan, setiap pemakaian reagent kit baru dan setelah selesai kalibrasi. Untuk kontrol feritin digunakan Elycsys Preci Control Tumor Marker 1 dan Tumor marker 2. Nilai konsentrasi kontrol harus masuk dalam range yang ditetapkan untuk menjamin akurasi assay feritin. Pemeriksaan feritin dilakukan serentak satu kali pemeriksaan untuk semua sampel sehingga kontrol hanya dilakukan satu kali.

Tabel 4.3. Hasil kontrol feritin no Lot 16833400

Bulan Kontrol Mean SD CV(%) Hasil Pemeriksaan

(79)

Grafik 4.1. Kontrol feritin

4.6.5.2.3. Pemeriksaan CRP

(80)

Kerangka Kerja

(81)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menilai dan membandingkan kadar serum feritin pada kelompok pendonor regular dengan bukan pendonor, mengetahui gambaran hemoglobin, hematokrit, nilai indeks eritrosit masing-masing kelompok dan membandingkan kadar feritin berdasarkan durasi donor dan frekwensi donor.

Penelitian dilakukan secara cross sectional study selama periode Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013 dengan melakukan pemeriksaan feritin pada pendonor regular dan bukan pendonor. Subjek penelitiannya berjumlah 75 orang dan dibagi dalam 5 kelompok dan setiap kelompoknya terdiri atas 15 orang yaitu kelompok bukan pendonor sebagai kontrol, kelompok 1x donasi/tahun (kelompok 1), kelompok 2x donasi/tahun (kelompok 2), kelompok 3x donasi/tahun (kelompok 3), kelompok 4x donasi/tahun (kelompok 4).

(82)

Tabel 5.1. Hasil pemeriksaan laboratorium feritin pada kelompok kontrol dan kelompok pendonor regular

Kelompok Pendonor

Mean ± SD Minimum Maximum Jumlah

Kontrol 225,27±113,64 81,10 385,00 15

Kelompok 1 175,60± 70,28 70,28 300,50 15

Kelompok 2 173,90± 59,36 78,29 273,50 15

Kelompok 3 114,61± 49,08 47,70 210,80 15

Kelompok 4 56,65 ±23,80 20,41 91,94 15

Dari tabel diatas didapat kadar feritin tertinggi 385,00 µL (225,27±113,64) dan kadar feritin terendah 20,41 µL (56,65 ± 23,80) dimana terlihat bahwa kadar feritin pada kelompok kontrol adalah yang paling tinggi diantara kadar feritin kelompok pendonor 1, 2, 3 dan 4 sedangkan kadar feritin yang terendah terdapat pada kelompok 4.

(83)

Tabel 5.2. Hasil Uji ANOVA Kadar Serum Feritin

Pemeriksaan Kontrol Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kemaknaan

Feritin 225,27±113,64 175,60±70,28 173,90±59,36 114,61±49,08 56,65±23,80 0,000*

Keterangan: Data dalam bentuk Mean±SD.

*Uji kemaknaan dengan t-independent, bermakna jika p<0,05

Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara 5 kelompok sampel yang terdiri dari kelompok kontrol (225,27±113,64), kelompok 1 (175,60±70,28), kelompok 2 (173,90±59,36), kelompok 3 (114,61±49,08), kelompok 4 (56,65 ± 23,80) dengan p=0,000.

Uji ANOVA hanya dapat melihat perbedaan secara keseluruhan, uji ini tidak dapat melihat secara jelas mengenai perbedaan antara 1 kelompok dengan kelompok yang lain. Untuk melihat perbedaan ini maka dilakukan uji Post Hock dengan menggunakan cara Tukey & Bonferrini.

(84)

Tabel 5.3 Hasil Uji Post Hock Kadar Serum Feritin

Keterangan: Data dalam bentuk Mean±SD.

*Uji kemaknaan dengan t-independent, bermakna jika p<0,05

(85)

dengan kelompok 2 tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p=0,055 dan p=0,947).

Tabel 5.4. Gambaran Hemoglobin, Hematocrit, MCV, MCH, MCHC

Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC Kontrol 14,82 ± 0,92 43,06 ± 2,70 86,64 ± 5,87 29,72 ± 1,71 34,39 ± 1,00

Kelompok 1 15,26 ± 1,10 43,99 ± 2,94 87,57 ± 3,69 30,33 ± 1,41 34,54 ± 1,30

Kelompok 2 15,09 ± 0,87 43,84 ± 2,43 88,40 ± 6,55 30,48 ± 2,75 34,44 ± 1,07

Kelompok 3 14,60 ± 1,02 42,66 ± 2,59 86,34 ± 7,34 29,58 ± 2,82 34,21 ± 0,85

Kelompok 4 14,65 ± 0,68 43,10 ± 1,95 85,04 ± 5,97 28,94 ± 2,437 34,00 ± 0,95

Kemaknaan 0,246 0,613 0,365 0,653 0,577 Keterangan: Data dalam bentuk Mean±SD.

*Uji kemaknaan dengan t-independent, bermakna jika p<0,05

Tabel 5.4 menggambarkan bahwa ke-5 parameter yaitu nilai hemoglobin antara kelompok kontrol, kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, kelompok 4 tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,246).

Nilai hematokrit antara kelompok kontrol, kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, kelompok 4, tidak didapati perbedaan yang bermakna (p=0,613).

Nilai MCV antara kelompok kontrol, kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, kelompok 4, tidak didapati perbedaan yang bermakna (p=0,365).

(86)

Nilai MCHC antara kelompok kontrol, kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, kelompok 4, tidak didapati perbedaan yang bermakna (p=0,577).

Dari data yang telah ada juga dapat diketahui perbedaan kadar feritin berdasarkan durasi donor dan frekwensi donor yaitu dengan dilakukannya uji t-test dan uji Anova.

Berdasarkan durasi donor dibagi atas 3 kelompok yaitu kelompok A : 1-2 tahun, kelompok B : 3-4 tahun yang terdiri atas kelompok pendonor 1x/th, 2x/th, 3x/th, 4x/th, dan kelompok C : 5->5tahun yang terdiri atas pendonor 3x-4x /tahun.

Berdasarkan frekwensi donasi dibagi atas 4 kelompok yaitu kelompok 1: 1xdonasi/tahun, kelompok 2 : 2xdonasi/tahun, kelompok 3 : 3xdonasi/tahun, kelompok 4 : 4xdonasi/tahun. Perbedaan kadar feritin dari masing-masing kelompok tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5. Perbedaan kadar feritin berdasarkan durasi dan frekwensi donor

Durasi donor Kadar feritin (Mean±SD) Kemaknaan

Frekwensi donasi

Keterangan: Data dalam bentuk Mean±SD.

(87)

Dari tabel diatas terlihat bahwa antara kelompok A (durasi donor 1-2 tahun) dengan kelompok frekwensi donasi 1x/th, 2x/th, 3x/th, 4x/th terdapat perbedaan kadar feritin yang bermakna (p = 0,000).

Antara kelompok B (durasi donor 3-4 tahun) dengan kelompok frekwensi donasi 1x/th, 2x/th, 3x/th, 4x/th terdapat perbedaan kadar feritin yang bermakna (p = 0,001)

Pada kelompok C (durasi donor 5->5tahun) dengan kelompok frekwensi donasi 1x/th, 2x/th, 3x/th, 4x/th terdapat perbedaan yang bermakna (p = 0,001).

Pada kelompok 1 (frekwensi donasi 1x/th) dengan durasi donor 1-2 tahun (kelompok A) dan kelompok dengan durasi 3-4 tahun (kelompok B), tidak didapati perbedaan yang bermakna (p = 0,057).

Pada kelompok 2 (frekwensi donasi 2x/th) dengan durasi donasi 1-2 tahun (kelompok A) dan kelompok dengan durasi 3-4 tahun (kelompok B), tidak didapati perbedaan yang bermakna (p = 0,093).

Pada kelompok 3 (frekwensi donasi 3x/th) dengan durasi donasi 1-2 tahun (kelompok A), 3-4 tahun (kelompok B), 5->5 tahun (kelompok C) didapati perbedaan yang bermakna (p = 0,000).

Gambar

Tabel 2.1.Kompartemen zat besi dalam tubuh.
Tabel 2.2. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)20
Gambar 2.2. Absorbsi zat besi. Sumber: Andrews NC,New Engl J Med.
Gambar 2.3. Siklus Transferin. Sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini kepedulian konsumen terhadap kesehatan lingkungan, didekati dengan 4 pernyataan yang berkaitan dengan akibat yang baik dari praktek pertanian organik.

· Guru memberikan kessempatan kepada siswa untuk saling berkenalan dengan cara melakukan tanya jawab tentang identitas diri dengan tepat. · Siswa melakukan

Maka dari itu penulis ingin membuat Perancangan Sistem Informasi Geografis Pegunungan di Indonesia Dengan Location Based Services untuk meminimalisir kecelakaan yang

NO Tahapan Langkah Pembelajaran Waktu (menit) Guru Siswa  Verification (Pembuktian)  Menarik kesimpulan / generalisasi  bebas membuat  jenis animasi komputer apapun sesuai

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kondisi lingkungan rumah penderita malaria di kawasan pesisir Puskesmas Bontobahari Kabupaten Bulukumba yaitu suhu, kelembaban,

Kertas indikator dengan perlakuan pengeringan daun adam hawa pada suhu 50ºC yang di maserasi dengan pelarut alkohol 70% pada larutan asam kuat berwarna coral

Permainan ini tidak memerlukan alat bantu dari benda, hanya memakai kata-kata yang merupakan tanya jawab atau bernyanyi yang dilakukan sendiri oleh anak-anak yang bermain..

Apabila proses kegiatan pendidikan di kelas yang disebut dengan pembelajaran dilakukan penelitian tindakan kelas, akan memunculkan reaksi tertentu baik dari siswa maupun