Judul : Hubungan Budaya Patrilineal Terhadap Jumlah Anak Dalam Keluarga Suku Nias di Desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli Tahun 2012. Peneliti : Primary Waty Mendrofa
Jurusan : Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2012
ABSTRAK
Latar Belakang: Untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI), Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF dan UNDP melaksanakan Assessment Safe Motherhood, yang salah satu pilar di dalamnya adalah keluarga berencana. Keluarga berencana memastikan setiap orang/pasangan mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak diinginkan dan kehamilan yang termasuk dalam kategori “4 terlalu” (terlalu tua/muda/banyak/sering). Adat istiadat atau kebiasaan dari suatu masyarakat yang memberikan nilai lebih pada satu jenis kelamin tertentu, akan memungkinkan satu keluarga mempunyai banyak anak. Masyarakat suku Nias menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan budaya patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga suku Nias di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli kotamadya Gunungsitoli tahun 2012.
Metodologi: Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, responden diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 194 orang.
Hasil: Karakteristik demografi responden mayoritas usia nikah istri 20-35 tahun sebanyak 113 responden (58,2%), pendidikan suami mayoritas tamat SMU sebanyak 54 responden (27,8%), pendidikan istri mayoritas tidak tamat SD sebanyak 51 responden (26,3%). Mayoritas responden mempunyai anak > 3 orang yaitu sebanyak 102 responden (52,6%), mayoritas responden masih menganut sistem kekerabatan patrilineal suku Nias yaitu sebanyak 145 responden (74,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,016 yang berarti ada hubungan signifikan antara budaya patrilineal dengan jumlah anak dalam keluarga.
Kesimpulan: penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara budaya patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga suku Nias. Dalam pelayanan kebidanan diharapkan agar dapat memberikan asuhan kebidanan yang tepat dan dapat dicari cara untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan budaya patrilineal ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
tulis ilmiah dengan judul “Hubungan Budaya Patrilineal Terhadap Jumlah Anak
Dalam Keluarga Suku Nias di Desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli
Kotamadya Gunungsitoli Tahun 2012”, yang diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis mendapatkan bimbingan,
masukan dan arahan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikannya
tepat pada waktunya. Sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Nur Asnah Sitohang, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program D-IV Bidan
Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc.(CM-FM), MPd.Ked. selaku dosen pembimbing
yang telah bersedia memberikan waktu untuk membimbing penulis dalam
pembuatan karya tulis ilmiah ini.
4. Seluruh Staf dan Dosen Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
5. Kedua Orang Tua yang telah memberikan dukungan moril maupun materil
penulis terus terpacu dalam membuat karya tulis ilmiah ini. Kekasih dan
adik-adik tercinta yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis.
6. Rekan-rekan mahasiswa program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan dukungan dan masukan
kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini masih memerlukan perbaikan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata penulis doakan segala bentuk bantuan yang telah diberikan
kiranya mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Medan, Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR SKEMA ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
1. Tujuan Umum ... 3
2. Tujuan Khusus ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
1. Pelayanan Kebidanan ... 4
2. Perkembangan Ilmu Kebidanan ... 4
3. Masyarakat Suku Nias ... 4
4. Bagi Peneliti ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Budaya Patrilineal Suku Nias ... 5
1. Defenisi Budaya Patrilineal ... 5
B. Safe Motherhood ... 9
1. Keluarga Berencana ... 9
2. Asuhan Antenatal ... 10
3. Persalinan Bersih dan Aman ... 10
4. Pelayanan Obstretri Esensial ... 11
C. Gerakan Keluarga Berencana Nasional ... 12
1. Defenisi Keluarga Berencana ... 12
2. Tujuan Keluarga Berencana ... 12
3. Metode-Metode Keluarga Berencana ... 14
4. Sasaran Keluarga Berencana ... 20
5. Hambatan Dalam Penerimaan Norma Keluarga Kecil ... 20
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep ... 22
B. Hipotesis ... 22
C. Defenisi Operasional ... 23
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 24
2. Populasi Dan Sampel ... 24
3. Lokasi Penelitian ... 25
4. Waktu Penelitian ... 25
5. Etika penelitian ... 25
6. Alat Pengumpulan Data ... 26
8. Proses Pengumpulan Data ... 27
9. Analisis Data ... 27
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 30
B. Pembahasan ... 41
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 45
B. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Defenisi Operasional ... 23
Tabel 5.1.1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan golongan
suku di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli
Kotamadya Gunungsitoli ... 30
Tabel 5.1.2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan usia istri saat menikah
di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli kotamadya
Gunungsitoli ... 31
Tabel 5.1.2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan usia istri saat menikah
di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli kotamadya
Gunungsitoli ... 31
Tabel 5.1.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia istri saat ini di desa
Onozitoli Sifaoro’ai kecamatan Gunungsitoli kotamadya
Gunungsitoli... 31
Tabel 5.1.4. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pendidikan suami di
desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli kotamadya
Gunungsitoli ... 32
Tabel 5.1.5. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pendidikan istri di
desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya
Tabel 5.1.6. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pekerjaan suami di
desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya
Gunungsitoli ... 33
Tabel 5.1.7. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pekerjaan istri di desa
Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya
Gunungsitoli ... 33
Tabel 5.1.8. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan jumlah penghasilan
perbulan (suami-istri) di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli ... 34
Tabel 5.1.9. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan jumlah anak hidup di
desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya
Gunungsitoli ... 34
Tabel 5.1.10. Distribusi Frekuensi dan persentase berdasarkan kesesuaian jumlah
anak dengan yang direncanakan sebelumnya serta alasannya di desa
Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya
Gunungsitoli ... 35
Tabel 5.1.11. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan jumlah anak laki-laki
di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya
Gunungsitoli ... 35
Tabel 5.1.12. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan jumlah anak
perempuan di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli
Tabel 5.1.13. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan keinginan responden
untuk mempunyai anak lagi di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli ... 36
Tabel 5.1.14. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan informasi Keluarga
Berencana (KB) di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli ... 37
Tabel 5.1.15. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan status keikutsertaan
dalam program KB di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli ... 37
Tabel 5.2.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no.1... 38
Tabel 5.2.2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no. 2.. 38
Tabel 5.2.3. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no.3... 39
Tabel 5.2.4. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no. 4.. 39
Tabel 5.2.5. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no.5.. 40
Tabel 5.2.6. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan sistem kekerabatan
patrilineal dalam sebuah keluarga pada suku Nias ... 40
Tabel 5.3.1. Distribusi responden berdasarkan hubungan sistem kekerabatan
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1. Kerangka konsep hubungan budaya patrilineal terhadap jumlah anak
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Penjelasan Calon Responden
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
Lampiran 3 : Lembar Kuesioner
Lampiran 4 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
Judul : Hubungan Budaya Patrilineal Terhadap Jumlah Anak Dalam Keluarga Suku Nias di Desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli Tahun 2012. Peneliti : Primary Waty Mendrofa
Jurusan : Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2012
ABSTRAK
Latar Belakang: Untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI), Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF dan UNDP melaksanakan Assessment Safe Motherhood, yang salah satu pilar di dalamnya adalah keluarga berencana. Keluarga berencana memastikan setiap orang/pasangan mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak diinginkan dan kehamilan yang termasuk dalam kategori “4 terlalu” (terlalu tua/muda/banyak/sering). Adat istiadat atau kebiasaan dari suatu masyarakat yang memberikan nilai lebih pada satu jenis kelamin tertentu, akan memungkinkan satu keluarga mempunyai banyak anak. Masyarakat suku Nias menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan budaya patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga suku Nias di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli kotamadya Gunungsitoli tahun 2012.
Metodologi: Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, responden diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 194 orang.
Hasil: Karakteristik demografi responden mayoritas usia nikah istri 20-35 tahun sebanyak 113 responden (58,2%), pendidikan suami mayoritas tamat SMU sebanyak 54 responden (27,8%), pendidikan istri mayoritas tidak tamat SD sebanyak 51 responden (26,3%). Mayoritas responden mempunyai anak > 3 orang yaitu sebanyak 102 responden (52,6%), mayoritas responden masih menganut sistem kekerabatan patrilineal suku Nias yaitu sebanyak 145 responden (74,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,016 yang berarti ada hubungan signifikan antara budaya patrilineal dengan jumlah anak dalam keluarga.
Kesimpulan: penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara budaya patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga suku Nias. Dalam pelayanan kebidanan diharapkan agar dapat memberikan asuhan kebidanan yang tepat dan dapat dicari cara untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan budaya patrilineal ini.
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa diukur
dengan menentukan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan perinatal dalam
100.000 persalinan hidup. Sedangkan tingkat kesejahteraan suatu bangsa ditentukan
dengan seberapa jauh gerakan keluarga berencana dapat diterima masyarakat. Angka
kematian ibu dan bayi masih sangat tinggi. Berdasarkan penelitian WHO di seluruh
dunia, terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun dan kematian bayi
khususnya neonatus sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Kematian maternal dan bayi
tersebut terjadi terutama di negara berkembang sebesar 99% (Manuaba, 2010).
Indonesia, di antara negara ASEAN, merupakan negara dengan angka
kematian ibu dan perinatal tertinggi. Angka Kematian Ibu yaitu 300/100.000
persalinan hidup. Jika diperkirakan persalinan di Indonesia sebesar 5.000.000 orang
maka akan terdapat sekitar 15.000 sampai 15.500 kematian ibu setiap tahunnya atau
meninggal setiap 30 samapi 40 menit. Sedangkan jumlah kematian perinatal sekitar
40/1000 kelahiran (Manuaba, 2010).
Selain penyebab langsung seperti perdarahan, infeksi, dan eklampsia;
penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia, kurang energi
kronis (KEK), dan keadaan “4 terlalu” (terlalu muda/tua, sering, dan banyak)
(Prawirohardjo, 2001).
Untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI), Departemen
Kesehatan dibantu WHO, UNICEF dan UNDP melaksanakan Assessment Safe
berencana yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai akses ke
informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk
kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada
kehamilan yang tak diinginkan dan kehamilan yang termasuk dalam kategori “4
terlalu” (Prawirohardjo, 2001).
WHO memperkirakan jika ibu hanya melahirkan rata-rata 3 bayi, maka
kematian ibu dapat diturunkan menjadi 300.000 jiwa dan kematian bayi sebesar
5.600.000 jiwa pertahun (Manuaba, 2010).
Anak yang diibaratkan sebagai titipan Tuhan bagi orang tua memiliki nilai
tertentu serta menuntut dipenuhinya konsekuensi atas kehadirannya. Anak memiliki
nilai universal namun nilai anak tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor sosiokultural
dan lain-lain. Latar belakang sosial yang berbeda, tingkat pendidikan, kesehatan, adat
istiadat atau kebudayaan suatu kelompok sosial serta penghasilan atau mata
pencaharian yang berlainan menyebabkan pandangan yang berbeda terhadap anak
(Siregar, 2003).
Adat istiadat atau kebiasaan dari suatu masyarakat yang memberikan nilai
lebih pada satu jenis kelamin tertentu, hal ini akan memungkinkan satu keluarga
mempunyai banyak anak. Bilamana keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki
atau perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan istrinya dan atau kawin
lagi, atau terus melahirkan anak sampai keinginan memiliki anak laki-laki atau
perempuan terpenuhi. Seperti halnya pada masyarakat suku Nias yang menganut
sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan
dari pihak ayah. Sehingga setiap keluarga pada suku Nias berkeinginan untuk
memiliki anak laki-laki sebagai penerus garis keturunan dan ahli waris. Akan tetapi
daripada kawin lagi. Tentu saja kemungkinan adanya paritas tinggi lebih besar, dan
ini merupakan salah satu faktor tak langsung pemicu angka kematian ibu meningkat.
Berdasarkan data yang diperoleh di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan
Gunungsitoli kotamadya Gunungsitoli yang mayoritas penduduknya adalah suku
Nias, rata-rata pada setiap keluarga memiliki 4 (empat) orang anak. Hal ini sudah
termasuk dalam golongan paritas tinggi.
Berdasarkan data di atas, penulis merasa tertarik untuk membuat Karya Tulis
Ilmiah dengan judul “Hubungan budaya patrilineal terhadap jumlah anak dalam
keluarga Suku Nias di Desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli
Kotamadya Gunungsitoli Tahun 2012”.
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana hubungan budaya patrilineal
terhadap jumlah anak dalam keluarga suku Nias di desa Onozitoli Sifaoro’asi
Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli Tahun 2012?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan budaya patrilineal terhadap jumlah anak dalam
keluarga suku Nias di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli
Kotamadya Gunungsitoli tahun 2011.
2. Tujuan khusus
a.Mengidentifikasi gambaran karakteristik responden berdasarkan jumlah anak
dan proporsi anak laki-laki dan anak perempuan, serta keikutsertaan dalam
program keluarga berencana di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan
b.Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah anak dalam
keluarga di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli kotamadya
Gunungsitoli pada tahun 2012.
c.Menganalisis hubungan budaya patrilineal terhadap perencanaan jumlah
anak dalam keluarga suku Nias di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli tahun 2012.
D. Manfaat Penelitian 1. Pelayanan Kebidanan
Sebagai masukan bagi pelayanan kebidanan tentang hubungan budaya
patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga sehingga dapat memberikan
asuhan kebidanan yang tepat dalam pelayanannya.
2. Perkembangan Ilmu Kebidanan
Sebagai sumber informasi dalam perkembangan ilmu kebidanan tentang
hubngan budaya patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga sehingga
dapat dicari cara untuk mengatasi masalah yang ditimbulkannya.
3. Masyarakat Suku Nias
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang hubungan budaya
patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga dan resiko yang
ditimbulkannya sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan perencanaan jumlah anak.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman
penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan
di Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Budaya Patrilineal Suku Nias 1. Defenisi Budaya Patrilineal
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta,
karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta; budhayah
yaitu bentuk jamak kata budhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris,
kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata
cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah,
mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), budaya berarti: 1. Pikiran,
akal budi 2. Adat istiadat 3. Sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang
(beradab, maju) 4. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.
Sedangkan kebudayaan berarti: 1. hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia spt kepercayaan, kesenian, adat istiadat 2. Keseluruhan pengetahuan
manusia sbg makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta
pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
Patrilineal adalah pertalian darah menurut garis bapak, pancaran dari seorang
bapak asal; hanya tali inilah yang menghubungkan anak cucu. Jadi cara demikian
setiap orang yang sungguh-sungguh berbibit pada bapak asal yang sama [(famili
patrilineal atau kaum (“geslacht”)] atau menurut tradisi dianggap turunan demikian
(clan), adalah terhitung kepada satu persekutuan hukum (misalnya: pada suku Batak,
Dalam sistem kekerabatan patrilineal, seorang anak menemukan sanak
kandungnya hanya, selain dari ibunya sendiri, di kalangan mereka yang berasal dari
seorang bapak asal. Sanak saudara ibu tidak termasuk sanak saudara anak. Selain
oleh perkawinannya sendiri , ia mendapat semenda juga dari perkawinan sanak
kandungnya (ayah, saudara ayahnya, dan lain-lain). Ini berarti sanak kandung
ibunya, neneknya, dan sebagainya baginya hanyalah semenda.
2. Gambaran Umum Tentang Masyarakat Suku Nias
a. Masyarakat Nias
Sumatera Utara memiliki 3 (tiga) bagian penduduk asli, yaitu Batak, Melayu
(Pesisir Sumatera Timur), dan Nias. Di kalangan masyarakat Sumatera Utara,
masyarakat suku Nias terpopuler dengan sebutan orang “Nias”, dan dalam
pergaulan sehari-hari masyarakat Nias lebih sering menyebut dirinya sebagai
“Ono Niha” (Anak Manusia) dan daerah Nias itu sendiri disebut “Tanõ Niha”
(Tanah Manusia). Tanõ niha mempunyai penduduk pendatang dari berbagai
etnis seperti Batak, Jawa, Cina, Aceh, Minangkabau, Manado, Bugis, dan
lain-lain. Etnis tersebut sebagian besar tinggal di daerah perkotaan, misalnya
kecamatan Gunungsitoli, kecamatan Teluk Dalam, kecamatan Lahewa,
kecamatan Lahusa, kecamatan Sirombu, dan kecamatan Pulau-Pulau Batu
termasuk di Pulau Tello. Etnis pendatang ini ada yang sudah mempunyai
kampung sendiri, seperti di Gunungsitoli terdapat Kampung Cina, Kelurahan
Ilir, Kelurahan Saombo (Fanotona, 2008).
b. Letak Geografis
Secara geografis, Kepulauan Nias terletak pada titik astronomi 0̊12̍ - 1̊32̍
lintang utara dan 97̊ - 98̊ bujur timur dengan batas wilayah , sebelah utara
berbatasan dengan Kepulauan Mentawai, propinsi Sumatera Barat; sebelah
timur berbatasan dengan Pulau Mursala, kabupaten Tapanuli Tengah, propinsi
Sumatera Utara; sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia
(Fanotona, 2008).
c. Identitas Masyarakat Nias
Ono Niha dengan masyarakat pendatang dapat dibedakan dari segi marga,
bahasa, dan adat istiadatnya. Marga merupakan konsep kekerabatan
masyarakat suku Nias, artinya bahwa setiap Ono Niha (orang Nias)
mempunyai mado (marga) yang merupakan konsep mendasar dalam sistem
kekeluargaan karena mado merupakan identitas bersama kelompok-kelompok
orang yang merupakan keturunan dari sambua ama (seorang bapak) atau
sambua tua (seorang kakek).
Seluruh anggota keluarga dari suatu marga memakai identitas yaitu mado
(marga) yang dibubuhkan di belakang nama kecilnya masing-masing yang
didapatkan dari ayah dalam keluarga. Seorang wanita yang menikah dengan
yang bukan semarga dengannya akan menjadi bagian dari pihak laki-laki yang
menjadi suaminya. Wanita tersebut akan kehilangan segala hak dan
kewajibannya dari marga asalnya.
d. Kepercayaan Masyarakat Nias
Masyarakat Nias mayoritas beragama Kristen Protestan, kemudian katolik dan
Islam.
e. Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Adat Masyarakat Nias
Oleh karena masyarakat hukum adat Nias menganut sistem kekerabatan yang
bersifat patrilineal, maka yang sangat berperan untuk menguasai harta
menguasai. Jadi, yang berhak yang berhak mewarisi harta kekayaan orang tua
adalah laki-laki, sedangkan anak perempuan tidak diperhitungkan sebagai ahli
waris. Menurut Faulunasõchi Bu’ulõlõ (dalam Laia, 2008), hal ini disebabkan
karena:
1) Dalam silsilah keluarga hanya anak laki-laki saja yang berhak dan
dapat meneruskan generasi dari keturunannya sedangkan anak
perempuan tidak dapat meneruskan silsilah.
2) Dalam suatu rumah tangga, isteri bukan sebagai kepala rumah tangga
dan anak-anak memakai nama keluarga bapaknya atau marga
bapaknya.
3) Dalam menghadiri upacara atau pertemuan adat, perempuan tidak
berhak mewakili orang tuanya.
4) Apabila timbul perceraian antara suami-isteri, maka pemeliharaan
anak-anaknya adalah tanggung jawab ayahnya.
5) Anak laki-laki kelak merupakan ahli waris ayahnya baik dalam adat
maupun dalam hal penguasaan harta benda ayahnya.
Hal ini bukan berarti orang tua tidak sayang kepada anak perempuan
karena anak perempuan mempunyai hak menerima pemberian dari orang
tua yang disebut dengan masi-masi zatua (tanda kasih sayang orang tua),
akan tetapi bukan warisan.
Apabila pewaris tidak memiliki anak laki-laki (hanya perempuan saja),
maka anak perempuan itu boleh mengurus harta orang tuanya sepanjang
dia tidak berkeluarga. Jika sudah berkeluarga maka pengurusan harta
tersebut menjadi hak orang tua atau saudara pewaris, kecuali bila anak
laki-laki secara adat atas persetujuan keluarga dan kerabat dengan disaksikan
oleh tokoh adat, tokoh masyarakat.
Apabila pewaris tidak memiliki anak dan hanya meninggalkan jandanya
saja, maka si janda berhak mengurus dan memelihara selama hidupnya
sepanjang si janda tidak menikah lagi. Jika si janda menikah lagi keluar
dari klen almarhum suaminya, maka yang mempunyai hak untuk
menguasai dan memiliki harta peninggalan suaminya adalah orang tua
atau saudara dari almarhum suaminya itu.
Dari catatan di atas dapat diketahui bahwa betapa pentingnya kehadiran
seorang anak laki-laki dalam sebuah keluarga pada masyarakat suku Nias.
B.SAFE MOTHERHOOD
Safe Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar
kehamilan dan persalinannya sehat dan aman, serta melahirkan bayi yang sehat.
Tujuan upaya Safe Motherhood adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian
ibu hamil, bersalin, nifas, dan menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru
lahir. Upaya ini terutama ditunjukan pada negara yang sedang berkembang karena
99% kematian ibu di dunia terjadi di negara-negara tersebut.
WHO mengembangkan konsep Four Pillars of Safe Motherhood untuk menggambarkan ruang lingkup upaya penyelamatan ibu dan bayi (WHO, 1994).
Empat pilar upaya Safe Motherhood tersebut adalah keluarga berencana, asuhan
antenatal persalinan bersih dan aman, dan pelayanan obstetri esensial.
1. Keluarga berencana.
Konseling dan pelayanan keluarga berencana harus tersedia untuk semua
pasangan dan individu. Dengan demikian, pelayanan keluarga berencana harus
kontrasepsi yang memadai, termasuk kontrasepsi darurat. Pelayanan ini harus
merupakan bagian dari program komprehensif pelayanan kesehatan reproduksi.
Program keluarga berencana memiliki peranan dalam menurunkan risiko
kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan, dan
menjarangkan kehamilan.
2. Asuhan antenatal Dalam masa kehamilan:
a. Petugas kesehatan harus memberi pendidikan pada ibu hamil tentang cara
menjaga diri agar tetap sehat dalam masa tersebut.
b. Membantu wanita hamil serta keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran
bayi.
c. Meningkatkan kesadaran mereka tentang kemungkinan adanya risiko tinggi
atau terjadinya komplikasi dalam kehamilan/ persalinan dan cara mengenali
komplikasi tersebut secara dini. Petugas kesehatan diharapkan mampu
mengindentifikasi dan melakukan penanganan risiko tinggi/komplikasi secara
dini serta meningkatkan status kesehatan wanita hamil.
3. Persalinan bersih dan aman Dalam persalinan:
a. Wanita harus ditolong oleh tenaga kesehatan profesional yang memahami
cara menolong persalinan secara bersih dan aman.
b. Tenaga kesehatan juga harus mampu mengenali secara dini gejala dan tanda
komplikasi persalinan serta mampu melakukan penatalaksanaan dasar
terhadap gejala dan tanda tersebut.
c. Tenaga kesehatan harus siap untuk melakukan rujukan komplikasi persalinan
4. Pelayanan obstetri esensial
Pelayanan obstetri esensial bagi ibu yang mengalami kehamilan risiko tinggi atau
komplikasi diupayakan agar berada dalam jangkauan setiap ibu hamil. Pelayanan
obstetri esensial meliputi kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan ‘untuk
melakukan tindakan dalam mengatasi risiko tinggi dan komplikasi
kehamilan/persalinan.
Secara keseluruhan, keempat tonggak tersebut merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan primer. Dua di antaranya, yaitu asuhan ante-natal dan
persalinan bersih dan aman, merupakan bagian dari pelayanan kebidanan dasar.
Sebagai dasar/fondasi yang dibutuhkan untuk menca-pai keberhasilan upaya ini
adalah pemberdayaan wanita.
Ada dua alasan yang menyebabkan Safe Motherhood perlu mendapat
perhatian. Pertama, besarnya masalah kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta dampak
yang diakibatkannya. Data menunjukkan bahwa seperempat dari wanita usia
reproduktif di negara berkembang mengalami kesakitan yang berhubungan dengan
kehamilan, persalinan, dan nifas. Dampak sosial dan ekonomi kejadian ini sangat
besar, baik bagi keluarga, masyarakat, maupun angkatan kerja di suatu negara.
Keberadaan seorang ibu merupakan tonggak utama untuk tercapainya keluarga yang
sejahtera dan kematian seorang ibu merupakan suatu bencana bagi keluarganya.
Kedua, Safe Motherhood pada hakikatnya merupakan intervensi yang efisien dan
C. Gerakan Keluarga Berencana Nasional 1. Defenisi Keluarga Berencana
Menurut WHO ( World Health Organization ) keluarga berencana adalah
mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,
mengatur interval diantara kehamilan, mendapatkan kelahiran yang memang
diinginkan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan suami-istri,
menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto. 2003. hlm. 27).
Program Keluarga Berencana merupakan bagian program pembangunan
Nasional di Indonesia yang sudah dimulai sejak awal pembangunan lima tahun
(1969) yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam mewujudkan
keluarga bahagia dan sejahtera dengan cara pengaturan kelahiran dan juga
pengendalian laju pertumbuhan penduduk sehingga tidak melampaui kemampuan
produksi hasil pembangunan.
Program KB harus dilaksanakan secara intensif untuk menurunkan angka
fertilitas dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(NKKBS). Salah satu Donna dalam NKKBS adalah Donna tentang jumlah anak
yang sebaiknya dimiliki yaitu 2 (dua) anak cukup, laki-laki atau perempuan sama
saja.
2. Tujuan Keluarga Berencana
Pada dasarnya tujuan gerakan KB Nasional mencakup 2 (dua) hal, yaitu:
a. Tujuan kuantitatif yaitu menurunkan dan mengendalikan pertumbuhan
penduduk.
b. Tujuan kualitatif yaitu menciptakan atau mewujudkan Norma Keluarga Kecil
Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).
a. Menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikutsertakan seluruh lapisan
masyarakat dan potensi yang ada.
b. Meningkatkan jumlah peserta KB dan tercapainya pemeratan serta kualitas
peserta KB yang menggunakan alat kontrasepsi efektif dan mantap dengan
pelayanan bermutu.
c. Mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan
ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian
bayi dan anak-anak di bawah usia lima tahun serta memperkecil kematian ibu
karena resiko kehamilan dan persalinan.
d. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penerimaan, penghayatan dan
pengamalan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera sebagai cara
hidup yang layak dan bertanggungjawab.
e. Meningkatkan peranan dan tanggungjawab wanita, pria dan generasi muda
dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan masalah kependudukan.
f. Mencapai kemantapan, kesadaran, tanggung jawab dan peran serta keluarga
dan masyarakat dalam pelaksanaan gerakan KB sehingga lebih mampu
meningkatkan kemandiriannya di wilayah masing-masing.
g. Mengembangkan usaha-usaha peningkatan mutu sumber daya manusia untuk
meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan keluarga dan
masyarakat dalam mempercepat pelembagaan nilai-nilai.
h. Memeratakan penggarapan gerakan KB ke seluruh wilayah dan lapisan
masyarakat perkotaan, pedesaan, kumuh, miskin dan daerah pantai.
i. Meningkatkan jumlah dan mutu tenaga dan atau pengelola gerakan KB yang
masyarakat di seluruh pelosok tanah air dengan kualitas yang tinggi dan
kenyamanan yang memenuhi harapan.
3. Metode-Metode Keluarga Berencana
Setiap metode kontrasepsi memiliki keunggulan dan kelemahan. Tidak ada
satupun metode yang sesuai untuk semua pemakai, dan sebagian metode seyogyanya
tidak digunakan oleh kelompok tertentu karena adanya kontraindikasi.
a. Sterilisasi sukarela/kontrasepsi mantap (kontap)
Sterilisasi pria
Sterilisasi pria sukarelavasektomimerupakan prosedur yang lebih
sederhana, aman, dan biasanya lebih murah daripada sterilisasi wanita.
Prosedur vasektomi adalah produser bedah minor rawat jalan yang
dilakukan dengan anastesi lokal. Dilakukan satu atau dua insisi kecil di
skrotum dan vas deferens dipotong dan diikat atau disumbat dengan cara
lain untuk mencegah lewatnya sperma. Teknik ini sangat efektif, dengan
angka kegagalan 0,1-0,5% dalam tahun pertama.
Sterilisasi wanita
Sterilisasi wanita sukarela dilakukan dengan menyumbat tuba fallopi
melalui bedah sehingga telur dan sperma tidak dapat bertemu.
Metode-metode yang digunakan untuk sterilisasi wanita berbeda-beda sesuai dengan
pendekatan teknik bedah yang digunakan untuk mencapai tuba, saat
pelaksanaan prosedur, dan prosedur yang digunakan untuk mencapai tuba.
b. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
AKDR adalah sutu alat plastik atau logam kecil yang dimasukkan ke uterus
melalui melalui kanalis servikalis. Walaupun mekanisme kerja pasti tidak
perjalanan ovum, sehingga mencegah pembuahan. Apabila dipasang setelah
koitus, AKDR dapat berfungsi sebagai penginduksi abortus. AKDR terdiri dari
dua jenis: mengandung obat atau tidak mengandung obat.
c. Kontrasepsi oral kombinasi
Kontrasepsi oral kombinasi menggunakan estrogen dan progesteron sintetik
untuk mencegah kehamilan. Hormon-hormon ini, yang diminum setiap hari,
bekerja untuk menghambat ovulasi, mengubah lapisan endometrium, dan
menghalangi perjalanan sperma ke dalam uterus dengan mengentalkan mukus
serviks. Apabila diberikan dalam regimen khusus pascakoitus, kontrasepsi oral
juga dapat bekerja untuk mencegah implantasi telur yang sudah dibuahi.
d. Metode hanya menggunakan progesteron
Progesteron yang digunakan dalam metode ini meliputi levonorgestrel,
medroksiprogesteron asetat, dan norestiteron. Metode ini bekerja untuk
mencegah kehamilan dengan mengentalkan mukus serviks, mengubah
endometrium (menyebabkan implantasi sulit terjadi), dan sering menghambat
ovulasi.
e. Obat suntik - sebulan sekali
Kontrasepsi suntik sebulan sekali mengandung estrogen dan progesteron dan
sangat efektif, dengan angka kegagalan kurang dari 1%.
f. Metode sawar/kontrasepsi barier
Metode sawar, yang meliputi kondom, spermisida (busa, supositoria, tablet,
krim, film dan jeli yang larut), diafragma, penutup serviks, dan spons, bekerja
dengan mencegah secara mekanis atau kimiawi sperma masuk ke dalam uterus.
Walaupun angka efektivitas pemakaian lebih rendah daripada metode
bagi pemakai dan penyedia layanan. Keunggulan utama bagi pemakai adalah
tidak adanya efek samping dan komplikasi jangka panjang. Selain itu,
pemakaian kondom dan beberapa metode sawar hingga tahap tertentu
mengurangi resiko penularan penyakit menular seksual (PMS). Kecuali
diafragma dan penutup serviks, yang memerlukan pemeriksaan awak dan
penyedia layanan, metode sawar dapat diperoleh melalui gerai nonmedis.
g. Keluarga Berencana Alami (KBA)
KBA memerlukan dua tindakan: identifikasi periode subur wanita dan puasa
hubungan kelamin selama periode tersebut. Terdapat beberapa metode KBA,
antara lain: metode kalender, metode mukus serviks (Billings), metode suhu
tubuh basal, dan metode simtotermal. Masing-masing menggunakan teknik
yang berlainan untuk mendeteksi periode subur dan menganjurkan puasa
hubungan kelamin yang berbeda-beda. Efektivitas semua metode KBA
bergantung pada motivasi pasangan untuk mencegah kehamilan dan
kemampuan untuk menginterpretasi gejala-gejala ovulasi. Secara umum,
pemakai yang lebih tua dan berpengalaman (yang mungkin lebih jarang
berhubungan kelamin) memiliki angka kegagalan yang lebih rendah.
h. Metode tradisional
Di beberapa tempat, wanita masih mengandalkan metode kontrasepsi
tradisional: Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa 77 juta
wanita menggunakan metode tradisional untuk mengontrol kesuburan mereka.
Metode-metode ini mungkin berupa alat (contohnya spons vagina atau sawar
serviks dari lilin), zat (misalnya cuci vagina dengan jus lemon), atau pola
hubungan kelamin setelah menjadi nenek, koitus interuptus, koitus interkrura
(dipisahkan oleh busana), dan koitus interfemora (di antara paha).
i. Metode pascakoitus
Metode pascakoitus ditujukan hanya untuk pemakaian darurat dan tidak
disarankan untuk digunakan sebagai metode keluarga berencana reguler.
Metode ini sangat cocok pada kasus-kasus hubungan kelamin yang tidak
direncanakan dan tidak diproteksi, kecurigaan adanya kegagalan kontrasepsi,
misalnya kondom yang robek, difragma terlepas, atau pil terlupa, dan pada
kasus perkosaan atau incest.
j. Menyusui
Selain menyediakan makanan ideal bagi bayi dan melindungi bayi dari
penyakit (termasuk diare), menyusui memiliki efek kontrasepsi selama
bulan-bulan pertama pascapartus. Wanita menyusui yang tidak memberikan bayi
mereka makanan selain air susu ibu (ASI), belum haid, dan kurang dari enam
bulan pascapartus memiliki kemungkinan kurang dari 2% untuk hamil.
Kontrasepsi adalah upaya mencegah kehamilan yang bersifat sementara
ataupun menetap. Pemilihan jenis kontrasepsi didasarkan pada tujuan penggunaan
kontrasepsi, yaitu:
a. Menunda kehamilan.
Pasangan dengan istri berusia di bawah 20 tahun dianjurkan menunda
kehamilannya.
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan:
1) Reversibilitas yang tinggi karena akseptor belum mempunyai anak.
2) Efektivitas yang relatif tinggi, penting karena dapat menyebabkan
Kontrasepsi yang sesuai: pil, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) mini, cara
sederhana.
Alasan:
1) Usia di bawah 20 tahun adalah usia dimana sebaiknya tidak mempunyai
anak dulu.
2) Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral karena peserta masih muda.
3) Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan muda masih
sering berhubungan (frekuensi tinggi) sehingga akan mempunyai angka
kegagalan yang tinggi.
4) Penggunaan AKDR mini bagi yang belum mempunyai anak dapat
dianjurkan, terutama pada akseptor dengan kontraindikasi terhadap pil oral.
a. Menjarangkan kehamilan (mengatur kesuburan).
Masa saat istri berusia 20-30 tahun adalah masa yang paling baik untuk
melahirkan 2 anak dengan jarak kelahiran 3-4 tahun.
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan:
1) Reversibilitas cukup tinggi.
2) Efektivitas cukup tinggi karena akseptor masih mengharapkan
mempunyai anak.
3) Dapat dipakai 3-4 tahun.
4) Tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI).
Kontrasepsi yang sesuai: AKDR, pil, suntik, cara sederhana, susuk
KB.
Alasan:
1) Usia 20-30 tahun merupakan usia terbaik untuk mengandung dan
2) Segera setelah anak lahir, dianjurkan untuk menggunakan AKDR
sebagai pilihan utama.
3) Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi namun
tidak/kurang berbahaya karena akseptor berada pada usia yang baik
untuk mengandung dan melahirkan.
b. Mengakhiri kesuburan (tidak ingin hamil lagi).
Saat usia istri di atas 30 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan
setelah mempunyai 2 anak.
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan:
1) Efektivitas sangat tinggi karena kegagalan dapat menyebabkan
kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak.
2) Reversibilitas rendah.
3) Dapat dipakai untuk jangka panjang.
4) Tidak menambah kelainan yang sudah ada.
Kontrasepsi yang sesuai: kontrasepsi mantap (tubektomi/vasektomi),
susuk KB, AKDR, suntikan, pil, dan cara sederhana.
Alasan:
1) Ibu dengan usia di atas 30 tahun dianjurkan tidak hamil lagi atau
tidak punya anak lagi karena alasan medis.
2) Pilihan utama adalah kontrasesi mantap.
3) Pada kondisi darurat, kontap cocok dipakai dan relatif lebih baik
dibandingkan dengan susuk KB atau AKDR.
4) Pil kurang dianjurkan karena usia ibu relatif tua dan mempunyai
4. Sasaran Keluarga Berencana
Yang menjadi sasaran Keluarga Berencana adalah:
a. Pasangan Usia Subur (PUS)
Yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama dalam satu rumah atau tidak,
dimana istri berumur antara 15-49 tahun.
b. Yang tidak termasuk PUS
Yaitu semua anggota masyarakat selain dari PUS pemuda-pemudi yang belum
menikah, pasangan di atas 45 tahun, orang tua dan tokoh masyarakat.
c. Sasaran Institutional
Yaitu organisasi-organisasi dan lembaga masyarakat baik pemerintah maupun
swasta.
d. Wilayah yang kurang pencapaian target KB-nya.
5. Hambatan Dalam Penerimaan Norma Keluarga Kecil
Beberapa alasan dan faktor mengapa norma keluarga kecil belum diterima
oleh seluruh masyarakat antara lain:
a. Alasan Agama
Bagi para pemeluk agama tertentu, merencanakan jumlah anak adalah
menyalahin kehendak Tuhan. Kita tidak boleh mendahului kehendak Tuhan
apalagi mencegah kelahiran anak dengan menggunakan alat kontrasepsi supaya
tidak hamil.
b. Sosial Ekonomi
Anak dipandang sebagai tenaga kerja yang dapat membantu meningkatkan
ekonomi keluarga sehingga mempunyai banyak anak akan banyak tambahan
pendapatan yang akan diperoleh. Hal ini memang suatu kenyataan dan
memang bisa diharapkan pendidikannya dan masa depannya. Kalau hal ini
dipertimbangkan, mempunyai banyak anak malah menjadi beban dan masalah.
c. Adat istiadat
Adat istiadat atau kebiasaan dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak
laki-laki lebih dari anak perempuan atau sebaliknya. Hal ini akan
memungkinkan satu keluarga mempunyai banyak anak. Bagaimana kalau
keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau perempuan tidak terpenuhi
mungkin akan menceraikan istrinya dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan
memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan. Disini norma adat istiadat
perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFENISI OPERASIONAL
A.Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel independen (bebas) Variabel dependen
(terikat)
Skema 3.1. Kerangka konsep Hubungan budaya patrilineal terhadap jumlah anak
dalam keluarga pada suku Nias.
B.Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan budaya patrilineal terhadap
jumlah anak dalam keluarga suku Nias di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan
Gunungsitoli kotamadya Gunungsitoli tahun 2012.
Jumlah anak dalam
sebuah keluarga Budaya patrilineal
C.Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi
Operasional
Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Budaya
Patrilineal
Sistem
kekerabatan yang
dianut keluarga
suku Nias
menurut
Faulunasõchi
Bu’ulõlõ (dalam
Laia, 2008).
Kuesioner Wawancara 1.Patrilineal
(skor = 5)
2.Bukan
Patrilineal
(skor < 5)
Kategori
2 Jumlah anak Banyaknya anak
yang lahir dalam
keluarga.
Kuesioner Wawancara 1. ≤ 3 orang
2. > 3 orang
BAB IV
METODE PENELITIAN
A.Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan desain cross
sectional, dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan
(sekali waktu) antara faktor budaya patrilineal dengan jumlah anak dalam
keluarga.
B.Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah seluruh keluarga suku Nias di desa Onozitoli Sifaoro’asi
kecamatan Gunungsitoli kotamadya Gunungsitoli pada tahun 2012 dengan
jumlah 377 keluarga.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti diambil dengan
teknik purposive sampling, menggunakan rumus:
n =
n = .
n= 194
Jadi, jumlah sampel sebanyak 194 keluarga.
Keterangan:
N = besar populasi
n = besar sampel
Kriteria inklusi:
a) Responden bersuku Nias
b) Bersedia menjadi reponden
c) Dapat berkomunikasi dengan baik
Kriteria eksklusi:
a) Bukan suku Nias
b) Tidak bersedia menjadi responden
c) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli
kotamadya Gunungsitoli.
4. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012.
5. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Ketua
Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
utara Medan dan Kepala desa Onozitoli Sifaoro’asi. Setelah mendapat persetujuan
tersebut, kemudian peneliti melakukan penelitian dengan menjelaskan maksud
dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama
dan sesudah pengumpulan data. Jika sampel bersedia diteliti, barulah penelitian
dilakukan. Akan tetapi, jika sampel menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak
memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
Untuk menjaga kerahasiaan responden tersebut, maka peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, melainkan cukup
pengumpulan data tersebut. Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil riset
(Nursalam, 2002).
6. Alat Pengumpulan Data
Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner yang disusun sendiri oleh
peneliti yang terdiri dari:
1. Kuesioner data demografi keluarga yang disusun sendiri oleh peneliti, meliputi
suku, usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak serta proporsi anak laki-laki dan
perempuan, status keikutsertaan dalam program KB, bertujuan untuk
mengidentifikasi gambaran karakteristik responden yang akan diteliti.
2. Kuesioner faktor budaya patrilineal dalam setiap keluarga responden , yang
meliputi 5 pertanyaan dengan pilihan jawaban dikotomi yaitu Ya (Y) dan Tidak
(T).
Skor untuk jawaban ya (Y) = 1 dan tidak (T)=0. Skala pengukuran yang
digunakan adalah nominal.
Untuk analisa hubungan budaya patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga,
jumlah kategori sebanyak 2 yaitu budaya patrilineal untuk skor 5, dan bukan
budaya patrilineal untuk skor < 5.
7. Uji Validitas dan Realibilitas
Sebelum instrumen digunakan dalam penelitian ini, harus dilakukan uji validitas
dan reabilitas terlebih dahulu. . Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah
alat ukur yang sudah baku berdasarkan literatur sehingga tidak perlu lagi diuji
validitas dan realibilitasnya. Alat ukur yang digunakan adalah budaya patrilineal
8. Proses Pengumpulan Data
Pada awal penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian pada instansi pendidikan (Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara), kemudian surat izin yang diperoleh
disampaikan ke tempat penelitian yaitu desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan
Gunungsitoli kotamadya Gunungsitoli. Setelah mendapat izin dari kepala desa
tersebut di atas, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian. Metode
pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan pembagian kuesioner
kepada calon responden dengan dibantu oleh asisten sebanyak 1 orang yang sudah
mendapat penjelasan sebelumnya. Setelah mendapat calon responden, selanjutnya
peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta proses pengisian
kuesioner. Kemudian calon responden yang bersedia akan diminta untuk
menandatangani surat persetujuan sebagai responden dalam penelitian ini. Setelah
itu responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan peneliti.
Pengambilan data dilakukan dengan mengisi kuesioner. Responden diberi
kesempatan untuk bertanya selama pengisian kuesioner bila ada yang tidak
dimengerti sehubungan dengan pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Setelah
semua responden mengisi kuesioner tersebut, maka seluruh data dikumpulkan
untuk dianalisa.
9. Rencana Analisis Data
Dalam melakukan analisis data terlebih dahulu data harus diolah dengan tujuan
mengubah data menjadi informasi. Dalam proses pengolahaan data terdapat
1. Editing
Upaya untuk memeriksa kembali data yang diperoleh atau dikumpulkan.
Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul.
2. Coding
Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas
beberapa kategori. Pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam
satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti
suatu kode dari satu variabel.
3. Data entry
Kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau
data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau
dengan membuat tabel kontigensi.
4. Melakukan teknik analisis
Dalam penelitian ini digunakan analisis deskriptif untuk meringkas,
mengklasifikasikan, dan menyajikan data yang kemudian dianalisis dengan
sistem komputerisasi menggunakan program SPSS melalui langkah berikut:
a. Analisis univariat
Variabel yang ada kemudian dianalisis secara deskriptif dengan
menghitung persentase masing-masing variabel. Data yang sudah
dikumpulkan akan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
b. Analisis bivariat
Pada tahap ini diteliti hubungan antara dua variabel yang meliputi variabel
terhadap perencanaan jumlah anak dalam keluarga, dengan menggunakan
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian
Bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian melalui pengumpulan
data terhadap 194 responden (suami-istri) di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli yang dilakukan dari tanggal 3 – 26 April
2012. Desain deskriptif analitik digunakan untuk mengetahui hubungan budaya
patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga suku Nias di desa Onozitoli
Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli kotamadya Gunungsitoli.
Untuk mengidentifikasi hubungan budaya patrilineal terhadap jumlah anak
dalam keluarga suku Nias di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli
kotamadya Gunungsitoli, peneliti menggunakan kuesioner yang berisikan data
demografi responden dan 5 pertanyaan untuk budaya patrilineal. Berikut ini akan
dijabarkan mengenai hasil penelitian tersebut yaitu karakteristik responden dan
budaya patrilineal pada setiap keluarga responden.
1. Distribusi karakteristik responden
Dari tabel 5.1.1. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden suku Nias asli sebanyak 185 responden (95,4%), dan
[image:44.595.112.532.706.773.2]responden suku Nias campuran sebanyak 9 responden (4,6%).
Tabel 5.1.1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan golongan
suku di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya
Gunungsitoli
Suku Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Asli Nias 185 95,4
Dari tabel 5.1.2. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang istrinya menikah pada usia < 20 tahun sebanyak
78 responden (40,2%), usia 20 – 30 tahun sebanyak 113 responden (58,2%), dan usia
[image:45.595.110.532.289.368.2]> 35 tahun sebanyak 3 responden (1,5%).
Tabel 5.1.2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan usia istri saat menikah
di desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli kotamadya
Gunungsitoli.
Usia Frekuensi
(f)
Persentasi (%)
< 20 tahun 78 40,2
20 - 35 tahun 113 58,2
> 35 tahun 3 1,5
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.3. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang istrinya saat ini berusia < 20 tahun sebanyak 1
responden (0,5%), usia 20 – 35 tahun sebanyak 88 responden (45,4%), dan usia > 35
tahun sebanyak 105 responden (54,1%).
Tabel 5.1.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia istri saat ini di desa
Onozitoli Sifaoro’ai kecamatan Gunungsitoli kotamadya Gunungsitoli
Usia Frekuensi
(f)
Persentase (%)
< 20 tahun 1 0,5
20 - 35 tahun 88 45,4
> 35 tahun 105 54,1
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.4. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang suaminya berpendidikan tidak tamat SD
[image:45.595.107.532.562.638.2]42 responden (21,6%), Diploma sebanyak 17 responden (8,8%), Sarjana sebanyak 9
[image:46.595.108.529.207.338.2]responden (4,6%), Pascasarjana sebanyak 1 responden (0,5%).
Tabel 5.1.4. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pendidikan suami di
desa Onozitoli Sifaoro’asi kecamatan Gunungsitoli kotamadya
Gunungsitoli
Pendidikan Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Tidak tamat SD 29 14,9
SD 42 21,6
SMP 42 21,6
SMA 54 27,8
Diploma 17 8,8
Sarjana 9 4,6
Pascasarjana 1 0,5
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.5. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang istrinya berpendidikan tidak tamat SD sebanyak
51 responden (26,3%), SD sebanyak 50 responden (25,8%), SMP sebanyak 36
responden (18,6%), SMA sebanyak 32 responden (16,5%), Diploma sebanyak 14
responden (7,2%), Sarjana sebanyak 10 responden (5,2%), dan Pascasarjana
sebanyak 1 responden (0,5%).
Tabel 5.1.5. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pendidikan istri di desa
Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli
Pendidikan Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Tidak tamat SD 51 26,3
SD 50 25,8
SMP 36 18,6
SMA 32 16,5
Diploma 14 7,2
Sarjana 10 5,2
Pascasarjana 1 ,5
Total 194 100,0
[image:46.595.109.532.585.717.2](3,6%), petani/nelayan/buruh sebanyak 37 responden (19,1%), karyawan swata
sebanyak 31 responden (16,0%), wiraswasta sebanyak 78 responden (40,2%),
[image:47.595.110.531.210.326.2]BUMN sebanyak 2 responden (1,0%), PNS/TNI/POLRI sebanyak 39 orang (20,1%).
Tabel 5.1.6. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pekerjaan suami di desa
Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli
Pekerjaan Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Tidak bekerja 7 3,6
Petani/nelayan/buruh 37 19,1
Karyawan Swasta 31 16,0
Wiraswasta 78 40,2
BUMN 2 1,0
PNS/TNI/POLRI 39 20,1
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.7. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang istrinya tidak bekerja sebanyak 110 responden
(56,7%), petani/nelayan/buruh sebanyak 20 responden (10,3%), karyawan swasta
sebanyak 8 responden (4,1%), wiraswasta sebanyak 37 responden (19,1%), dan
PNS/TNI/POLRI sebanyak 19 responden (9,8%).
Tabel 5.1.7. Ditribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pekerjaan istri di desa
Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli
Pekerjaan Istri Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Tidak bekerja 110 56,7
Petani/nelayan/buruh 20 10,3
Karyawan Swasta 8 4,1
Wiraswasta 37 19,1
PNS/TNI/POLRI 19 9,8
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.8 dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden berpenghasilan per bulan < Rp 1.000.000,00
[image:47.595.113.528.546.655.2]responden (55,7%), Rp 3.000.000,00 – Rp 5.000.000,00 sebanyak 25 responden
[image:48.595.108.529.209.313.2](12,9%), Rp 5.000.000,00 – Rp 10.000.000,00 sebanyak 3 responden (1,5%).
Tabel 5.1.8. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan jumlah penghasilan
perbulan (suami-istri) di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli
Penghasilan Frekuensi
(f)
Persentase (%)
< Rp 1.000.000,00 58 29,9
Rp 1.000.000,00 - Rp 3.000.000,00 108 55,7
Rp 3.000.000,00 - Rp 5.000.000,00 25 12,9
Rp 5.000.000,00 - Rp
10.000.000,00 3 1,5
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.9. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang tidak mempunyai anak sebanyak 11 responden
(5,7%), 1 orang anak sebanyak 21 responden (10,8%), 2 – 3 orang anak sebanyak 60
responden (30,9%), dan > 3 orang anak sebanyak 102 responden (52,6%).
Tabel 5.1.9. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan jumlah anak hidup di
desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya
Gunungsitoli
Jumlah anak Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Tidak ada 11 5,7
1 orang 21 10,8
2 - 3 orang 60 30,9
> 3 orang 102 52,6
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.10. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 orang
responden menyatakan bahwa responden yang jumlah anaknya saat ini sesuai dengan
yang direncanakan sebelumnya sebanyak 68 respoden (35,1%) dan yang tidak sesuai
[image:48.595.108.534.472.626.2]kegagalan KB sebanyak 15 responden (7,7%), ingin mendapatkan anak laki-laki
sebanyak 62 responden (32,0%), ingin mendapatkan anak perempuan sebanyak 26
responden (13,4%), dan ingin mendapatkan anak laki-laki dan perempuan sebanyak
[image:49.595.107.549.264.434.2]23 responden (11,9%).
Tabel 5.1.10. Distribusi Frekuensi dan persentase berdasarkan kesesuaian jumlah
anak dengan yang direncanakan sebelumnya serta alasannya di desa Onozitoli
Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli
Sesuai Keinginan Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Ya 68 35,1
Tidak 126 64,9
Total 194 100,0
Alasan Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Sesuai keinginan 68 35,1
Kegagalan KB 15 7,7
Ingin mendapatkan anak laki-laki 62 32,0
Ingin mendapatkan anak perempuan 26 13,4
Ingin mendapatkan anak laki-laki dan perempuan 23 11,9
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.11. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa jumlah responden yang tidak mempunyai anak laki-laki sebanyak
30 responden (15,5%), mempunyai 1 orang anak laki-laki sebanyak 63 responden
(32,5%), mempunyai 2-3 orang anak laki-laki sebanyak 92 responden (47,4%), dan
mempunyai lebih dari 3 orang anak laki-laki 9 responden (4,6%).
Tabel 5.1.11. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan jumlah anak laki-laki
di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya
Gunungsitoli
Jumlah Anak Laki-laki Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Tidak ada 30 15,5
1 orang 63 32,5
2 - 3 orang 92 47,4
[image:49.595.109.532.682.771.2]Dari tabel 5.1.12. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa jumlah responden yang tidak mempunyai anak perempuan
sebanyak 39 responden (20,1%), mempunyai 1 orang anak perempuan sebanyak 54
responden (27,8%), mempunyai 2 – 3 orang anak perempuan sebanyak 68 responden
(35,1%), dan mempunyai lebih dari 3 orang anak perempuan sebanyak 33 responden
[image:50.595.115.530.320.411.2](17,0%).
Tabel 5.1.12. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan jumlah anak
perempuan di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli
Kotamadya Gunungsitoli
Jumlah Anak Perempuan Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Tidak ada 39 20,1
1 orang 54 27,8
2 - 3 orang 68 35,1
> 3 orang 33 17,0
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.13. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang masih ingin mempunyai anak lagi sebanyak 58
responden (29,9%) dan tidak ingin mempunyai anak lagi sebanyak 136 responden
(70,1%).
Tabel 5.1.13. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan keinginan responden
untuk mempunyai anak lagi di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli
Keinginan Punya Anak Lagi
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Ya 58 29,9
Tidak 136 70,1
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.14. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
[image:50.595.109.529.630.696.2]190 responden (97,9%) dengan sumber informasi antara lain: media cetak sebanyak
5 responden (2,6%), media elektronik sebanyak 5 responden (2,6%), teman/saudara
sebanyak 11 orang (5,7%), dan petugas kesehatan sebanyak 169 responden (87,1%),
serta yang tidak pernah mendapat informasi tentang KB sebanyak 4 responden
[image:51.595.107.530.292.460.2](2,1%).
Tabel 5.1.14. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan informasi Keluarga
Berencana (KB) di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli
Kotamadya Gunungsitoli
Pernah Mendapat Informasi KB Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Ya 190 97,9
Tidak 4 2,1
Total 194 100,0
Sumber Informasi KB Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Tidak ada 4 2,1
Media cetak: buku, majalah, koran, dsb. 5 2,6
Media elektronik: televisi, radio, internet, dsb. 5 2,6
Teman/saudara 11 5,7
Petugas kesehatan 169 87,1
Total 194 100,0
Dari tabel 5.1.15. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang merupakan peserta KB sebanyak 118 responden
(60,8%) dan bukan peserta KB sebanyak 76 responden (39,2%).
Tabel 5.1.15. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan status keikutsertaan
dalam program KB di desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan
Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli
Status Peserta KB Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Peserta KB 118 60,8
Bukan peserta KB 76 39,2
[image:51.595.134.530.652.718.2]2. Budaya Patrilineal Suku Nias
Dari tabel 5.2.1. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan responden yang setuju bahwa dalam silsilah keluarga hanya anak
laki-laki saja yang berhak dan dapat meneruskan generasi dari keturunannya sedangkan
anak perempuan tidak dapat meneruskan silsilah adalah sebanyak 185 responden
[image:52.595.111.532.347.413.2](95,4%), sedangkan tidak setuju sebanyak 9 responden (4,6%).
Tabel 5.2.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no.1 yaitu:
“Dalam silsilah keluarga hanya anak laki-laki saja yang berhak dan dapat
meneruskan generasi dari keturunannya sedangkan anak perempuan tidak
dapat meneruskan silsilah”
Pertanyaan No. 1 Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Setuju 185 95,4
Tidak Setuju 9 4,6
Total 194 100,0
Dari tabel 5.2.2. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan responden yang setuju bahwa dalam suatu rumah tangga, isteri bukan
sebagai kepala rumah tangga dan anak-anak memakai nama keluarga bapaknya atau
marga bapaknya adalah sebanyak 194 responden (100%).
Tabel 5.2.2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no. 2 yaitu:
“Dalam suatu rumah tangga, isteri bukan sebagai kepala rumah tangga
dan anak-anak memakai nama keluarga bapaknya atau marga bapaknya”
Pertanyaan No. 2 Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Setuju 194 100,0
Tidak Setuju 0 0
[image:52.595.115.531.660.727.2]Dari tabel 5.2.3. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan responden yang setuju bahwa dalam menghadiri upacara atau pertemuan
adat, perempuan tidak berhak mewakili orang tuanya adalah sebanyak 166 responden
[image:53.595.119.532.264.330.2](85,6%), sedangkan tidak setuju sebanyak 28 responden (14,4%).
Tabel 5.2.3. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no. 3 yaitu:
“Dalam menghadiri upacara atau pertemuan adat, perempuan tidak
berhak mewakili orang tuanya”
Pertanyaan No. 3 Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Setuju 166 85,6
Tidak Setuju 28 14,4
Total 194 100,0
Dari tabel 5.2.4. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan responden yang setuju bahwa apabila timbul perceraian antara
suami-isteri, maka pemeliharaan anak-anaknya adalah tanggung jawab ayahnya adalah
sebanyak 158 responden (81,4%), sedangkan tidak setuju sebanyak 36 responden
(18,6%).
Tabel 5.2.4. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no. 4 yaitu:
“Apabila timbul perceraian antara suami-isteri, maka pemeliharaan
anak-anaknya adalah tanggung jawab ayahnya”
Pertanyaan No. 4 Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Setuju 158 81,4
Tidak Setuju 36 18,6
Total 194 100,0
Dari tabel 5.2.5. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang setuju bahwa anak laki-laki kelak merupakan
[image:53.595.109.532.577.643.2]ayahnya adalah sebanyak 175 responden (90,2%), sedangkan tidak setuju sebanyak
[image:54.595.111.526.210.275.2]19 responden (9,8%).
Tabel 5.2.5. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan pertanyaan no.5 yaitu:
“Anak laki-laki kelak merupakan ahli waris ayahnya baik dalam adat
maupun dalam hal penguasaan harta benda ayahnya”
Pertanyaan No. 5 Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Setuju 175 90,2
Tidak Setuju 19 9,8
Total 194 100,0
Dari tabel 5.2.6. dapat dilihat bahwa hasil penelitian dari 194 responden
menyatakan bahwa responden yang menganut seluruhnya sistem kekerabatan
patrilineal suku Nias sebanyak 145 responden (74,7%) dan tidak atau hanya sebagian
menganut sistem kekerabatan patrilineal suku Nias sebanyak 49 responden (25,3%).
Tabel 5.2.6. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan sistem kekerabatan
patrilineal dalam sebuah keluarga pada suku Nias
Sistem Kekerabatan Frekuensi
(f)
Persentase (%)
Patrilineal 145 74,7
Bukan Patrilineal 49 25,3
Total 194 100,0
3. Hubungan Budaya Patrilineal Terhadap Jumlah Anak Dalam Keluarga Suku Nias di Desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli Kotamadya Gunungsitoli
Analisa data yang digunakan adalah chi-square untuk mencari hubungan
budaya patrilineal terhadap jumlah anak dalam keluarga. Berdasarkan hasil uji
statistik hubungan budaya p