• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi di SDN Ulu Jami 03 Petang Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi di SDN Ulu Jami 03 Petang Jakarta Selatan"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

KEPERCA\'.'AAN DIRI ANAI( 1'U1'1A DAI(SA

DALAlVI MENGil(UTI PENDIDII<AcN INKLUSJ_

DI SDN ULU JAMI 03 PETA.NG

JAI<ARTA SELA 1'AN

OLEH:

RARMAWATI

NIM.10207002606

FAI(ULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISJ_,AM NEGERI SY ARIF

fIIDA YATULLA.H

(2)

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat - syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Pembimbing I

セセ@

----Ora. Agustiyawati M.Phil Sne

Oleh : Rahmawati Nim : 102070026016

Di Bawah Bimbingan :

セ・ュ「ゥュ「ゥョァ@

II

Ors. Asep Haerul Gani. Psi

FAKUL TAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGEFU

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Pada Tanggal 11 Februari 2008 telah diterima Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar sarjana program Strata Satu (S 1) pada Fakultas Psikologi.

Sidang munaqosah

Ketua merangkap anggota

Dra. Hj. Netty Hartati, M.Si.

NIP. 150.021.5938

Penguji I

Dra. Fadhilah Sural

Pembimbing I

---Dra. Agustiyawati M.Phil Sne

sekretaris merangkap anggota

M.Si.

Penguji II

<'

セMMMzォ⦅セ|⦅エァL@

ho\_/

---Dra. Agustiyawati M.Phil Sne

embimbing II

(4)

Syarif Hidayatullah, Jakarta, Desember 2007

Mempunyai anak yang terlahir dalam keadaan tidak normal secara fisik ( Tuna Daksa ), tentunya merupakan cobaan bagi orang tua. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak dalam mengarungi kehidupan selanjutnya.

Anak tuna daksa memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang layak dimanapun mereka berada. Dengan rnengikuti pendidikan inklusi ( Pendidikan yang diadakan di sekolah reguler bagi anak tuna daksa ) , diharapkan anak tuna daksa tersebut merasa bahwa dirinya sama seperti anak-anak lainnya. Dengan demikian peneliti akan meneliti tentan!J kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi. Untuk rnencari jawabannya, maka pertanyaan penelitiannya berupa :

1. Bagaimana kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi?

2. Apa kendala Anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi? 3. Apa kendala sekolah dalam mengadakan pendidikan inklusi?

4. Bagaimana pengaruh pendidikan inklusi terhadap kepercayaan diri anak tuna daksa?

Dalam penelitian ini digunakan penelitian kualitatif yang digambarkan melalui penelitian deskriptif

Untuk menganalisis data yang diperoleh, peneliti menggunakan teoritis. Jadi analisis terhadap data sesuai dengan teori yang telah ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Anak tuna daksa yang mengikuti

pendidikan inklusi, memiliki kepercayaan diri yang cukup baik. Mereka memiliki pengalaman lebih fariatif dan menantang, hal ini dikarenakan pergaulan mereka yang berbaur dengan anak-anak yang normal secara fisik, sehingga dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan kepercayaan diri mereka. Motivasi serta dorongan yang kuat dari lingkungan sekitarnya, yang menjadikan mereka lebih dihargai keberadaannya dan merupakan kekuatan tersendiri dalam

mengarungi kehidupan selanjutnya.

Adapun kendala yang dialami anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi, hanya terletak pada proses adaptasi awal dimana mereka merasa malu dan minder dengan teman-teman lainnya. Namun hal ini tidak berlangsung lama dikarenakan lingkungan sekolah yang nyaman dan dapat menerima serta

(5)

Adapun pengaruh dari adanya pendidikan inklusi bagi anak tuna daksa, ternyata dapat memberikan dorongan yang positif kepada anak tuna daksa dikarenakan mereka merasa dihargai dengan diberikannya hak serta kesempatan yang sama dalam menerima pendidikan yang layak. Di samping itu memberikan kemudahan pula bagi orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya di SLB,

(6)

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, alas selesainya penulisan tugas skripsi ini. Meskipun banyak rintangan yang harus dilalui, demi terwujudnya cita-cita penulis.

Penulis juga menyadari bahwa tugas menyusun skripsiini tidak dapat selesai tanpa bantuan orang-orang yang selalu mendukung dalam menyelesaikan tugas skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus dari hati ini. Penulis berikan kepada : Pertama, Dekan fakultas psikologi, lbu Ora. Hj. Netty Hartati. M, Si beserta seluruh civitas akademika fakultas psikologi. Kedua kepada Pudek 1 Fakultas Psikologi lbu Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M, Si. Ketiga kepada pembimbing seminar dan skripsi, Bapak Ors. Asep Haerul Gani, Psi. Alas bimbingan, waktu yang disediakan dan ilmunya hingga skripsi ini dapat terwujud. Keempat, kepada lbu Ora Agustiyawati M, Phil, Sne yang telah memberikan bimbingan dan ilmu serta kesempatannya demi terwujudnya skripsi ini. Untuk lbu Syariah yang selalu sabar membantu bila ada kesulitan administrasi.

(7)

sayang, kamu tidak rewel mengikuti bunda yang sedang berjuang demi meraih cita-cita bunda. Serta kepada saudara-saudaraku tercinta, bang arif, aris, kosim, boim, iyah, opih, lela dan eha, terima kasih semuanya.

Selanjutnya untuk Sahabat-sahabatku yang selalu membantu, Ara, lyoh, Leli, lmah, yayan, Rahmat, kalian semua tidak pernah bosan mengingatkanku agar terus maju dalam menyelesaikan tugas ini. Saya bangga memiliki sahabat seperti kalian.

Yang terakhir para responden yang bersedia menceritakan pengalaman serta perasaannya kepada penulis. Semua pihak yang secara langsung atau tak langsung membantu penyelesaian skripsi ini. Allahlah yang membalas kebaikan kalian semua.

(8)

Daftar lsi ... v

Qaftar Tabel. ... vii

BABI PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. ldentifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

1. ldentifikasi Masalah ... 6

2. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN TEORl.. ... 10

A. Kepercayaan Diri ... 10

1. Pengertian ... 10

2. Ciri - cirri kepercayaan diri. ... 13

3. lndeks kepercayaan diri. ... 17

4. Faktor yang mempengaruhi keoerca1yaan diri ... 18

5. Perkembangan kepercayaan diri ... 21

6. Prinsip dalam meraih kepercayaan diri ... 23

B. Tuna daksa ... 24

1. Definisi tuna daksa ... 24

2. Jenis - jenis cacat fisik ... 25

3. Karakteristik tuna daksa ... 27

4. Tuna daksa dan penderitaan ... 31

(9)

3. Model pendidikan inklusif ... 38

4. Komponen strategis pendidikan inklusif ... 39

D. Kerangka berfikir. ... 41

BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan kualitatif ... .44

B. Desain Penelitian ... .45

C. Karakteristik Subjek ... 46

D. Subjek ... .46

E. Jumlah Subjek ... 47

F. Teknik dan lnstrumen Pengumpulan Data ... .47

G. Alat Bantu Pengumpul Data ... 49

H. Teknik Pengolahan Data ... .49

I. Prosedur Penelitian ... 49

BABIV HASIL DAN ANALISA DATA A. Gamba ran Um um Subjek ... 51

B. Gambran pendidikan inklusi di SDN Ulu Jami ... 52

C. Data Subjek dan Analisa Data ... 52

BABV KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 104

B. Diskusi ... 107

C. Saran ... 108

DAFT AR PUST AKA

(10)

2. Tabel gambaran kepercayaan diri(Rian) ... 69

3. Tabel gambaran kepercayaan diri(Eka) ... 85

4. Tabel gambaran kepercayaan diri(Fira) ... 97

(11)

1.1. Latar Belakang

Malla suci Allah SWT yang telah menciptakan makhluk-makhluk Nya dengan penuh keindahan dan kesempurnaan, mulai dari makhluk yang terkecil

hingga yang tak tergambarkan besarnya, kalaupun ada kekurangan, kelemahan dan keterbatasan itu hanyalah dalam pandangal' manusia semata. Oleh karena keberagaman bentuk, rupa serta kondisi diantara makhluk-makhluk Nya menunjukkan kekuasaan Allah S\/VT.

Salah satu bentuk keterbatasan dan kekurcingan yang Allah SWT tunjukkan kepada makhluk Nya adalah tidak sempurnanya anggota tubuh manusia atau cacat yang biasa disebut dengan tuna daksa. Hallahan mengemukakan bahwa cacat tubuh stau tuna daksa yaitu seseorang yang

mengalami-kelainan atau kecacatan pada bentuk, fungsi, sistem otot, tulang dan persendian yang bersifat primer atau sekunder yang mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitasi dan gangguan perkembangan pribadi (Dalam Dahlan 1999).

Kondisi psikologis anak tuna daksa akan i:Jerbeda dengan anak yang tidak memiliki hambatan secara fisiko Anal< tuna daksa bisa jadi akan terjerat oleh perasaan rendah diri akibat ruang gerak mereka yang sempit atau

keterbatasan mereka untuk melakukan sesuatu, sehinm1a mereka kurang termotivasi untuk rnemaksimalkan potensi yang ada dalam diri mereka. Sebagaimana Adler yang menyebut perasaan kurang percaya diri dengan

(12)

perasaan rendah diri akibat ruang gerak mereka yang sempit atau keterbatasan

mereka untuk melakukan sesuatu, sehingga mereka kurang termotivasi untuk

memaksimalkan potensi yang ada dalam diri mereka. Sebagaimana Adler yang

menyebut perasaan kurang percaya diri dengan perasaan inferior. Adapun

perasaan inferior akan muncul akibat ketidak mampuan individu untuk

melakukan suatu tindakan yang disebabkan oleh faktor psikologis, sosial dan

fisik (S. Hall. 1995).

Dengan keterbatasan kemampuan akibat kecacatan yang dimilikinya, dapat

membuat orang menjadi rendah diri, bahkan adakalanya penyandang cacat

mengadakan kompensasi dengan tingkah laku yang menyimpang, misalnya

menjadi sangat agresif dan psikopatis. Bila kehawatiran tersebut menjadi

kenyataan, tidak hanya menghambat seseorang untuk hidup secara layak,

melainkan akan menimbulkan masalah sosial (Dahlan 1999).

Berbicara tentang keterbatasan yang dialami sebagian anak, sesungguhnya

mereka juga manusia yang memiliki kebutuhan yang sama seperti anak-anak

lainnya. Meskipun anak tuna daksa dikatakan sebagai anak berkebutuhan

khusus, mereka juga berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan

kebutuhannya. Hal ini seperti yang telah dijelaskan dalaim deklarasi PBB,

(13)

"Oalam azas yang ditulis dengan seksama, deklarasi menegaskan bahwa

anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus,

kesempatan dan fasilitas yang memungkinkan mE1reka berkembang

secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermanfaat yang sama

; memiliki Nama dan Kebangasaan yang sama sejak /ahir ; mendapat

jaminan sosial termasuk gizi yang cukup, perumahan, rekreasi, pelayanan

kesehatan, menerima pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus jika

mereka cacat ; tumbuh dan dibesarkan dalam suasana yang penuh kasih

dan rasa aman dan sedapat mungkin dibawah asuhan serta tanggung

jawab orang tua mereka sendiri ; mendapat pendidikan dan andai kata

terjadi ma/apetaka, mereka termasuk yang pertama perlindungan serta

pertolongan ; mempero/eh perlindungan baik alas segala bentuk

penyianyian, kekejaman dan penindasan maupun atas perbuatan yang

mengarah kedalam bentuk diskriminasi. Akhirnya dek/arasi ini

menegaskan bahwa anak-anak harus dibesarkan dalam jiwa yang penuh

pengertian, toleransi, persahabatan antar bangsa, perdamaian dan

persaudaraan semesta. (Arif Grosita, 1985: 130).

Perbedaan diantara mereka bukanlah penghalang dalam meraih sebuah

kesuksesan. Hal tersebut akan menjadi tanggung jawab kita sebagai pendidik

baik orang tua maupun guru dalam memberikan kesempatan yang sama bagi

(14)

menjalankan proses pendidikan bersama anak-anak la1nnya yang tidak

berkebutuhan khusus.

Jika selama ini pendidikan untuk anak-anak berkHbutuhan khusus

diselenggarakan secara segregasi di sekolah luar biasa (SLB) dan sekolah

dasar luar biasa (SDLB), temyala semakin berjalannya waktu, konsep seperti

itu mulai ditinggalkan sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan unluk

anak berkebuluhan khusus.

Pada umumnya lokasi SLB dan SDLB berada di lbu Kola Kabupalen,

sedangkan lidak semua anak berkebuluhan khusus (anak tuna daksa)

bertempal tinggal di lbu kola Jakarta. Dengan demikian a.nak berkebutuhan

khusus (anak tuna daksa) yang tinggal di desa, akan merasa kesulitan jika

harus sekolah yang jauh dari lempal linggalnya. Selain ilu kendala yang lebih

memberalkan orang tua adalah kelidakmampuan untuk membayar biaya

sekolah di SLB, karena sekolah luar biasa relalif lebih mahal dibandingkan

sekolah reguler, dengan demikian akan memberatkan ba9i orang tua yang

kondisi ekonominya menengah kebawah.

Dengan demikian akan menjadi sebuah keprihalinan bagi anak berkebutuhan

khusus di dalam memperoleh pendidikan. Berdasarkan UUD 45 Pasal 31

(15)

dengan UU SPN No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan khusus dan pendidikan

pelayanan khusus, menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus harus

mengikuti program wajib belajar, sehingga melalui SK. Mendiknas No.

002/4/1986, di Indonesia telah dirintis pembangunan sekolah reguler yang

melayani penuntasan wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus melalui

pendekatan inklusi.

Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus didiclik bersama

anak-anak lainnya, untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Pendidikan

inklusi juga sebagai wadah yang ideal demi terpenuhinya hak pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus. Sehingga ada 4 karakteristik makna dari

pendidikan inklusi yaitu : (1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya

menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak, (2) Memperdulikan

cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar, (3)

Membawa makna bahwa anak kecil yang hadir (disekolah), berpartisipasi dan

mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya dan (4) Pendidikan

inklusi diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal,

ekslusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian pendidikan inklusi bagi anak tuna

daksa di SON Ulu Jami 03 Petang Jakarta karena sekolah tersebut merupakan

(16)

Disamping itu, pendidikan inklusi di SON Ulu Jami 03 diharapkan mampu

mengembangkan kepercayaan diri anak tuna daksa ( berkebutuhan khusus ),

baik secara kognisi, afeksi dan psikomotorik mereka. Hal ini melihat pada

kondisi lingkungan yang diciptakan secara bersama, secara tidak langsung

membiasakan anak-anak tuna daksa untuk bergabung dan bergaul bersama

anak-anak lainnya, agar mereka juga merasakan bahwa keberadaannya

diterima oleh teman-temannya yang lain.

Maka dari paparan di alas, penulis kemudian tertarik untuk meneliti tentang "

Kepercayaan Diri Anak Tuna Daksa Dalam Mengikuti Pendidikan inklusi".

1.2 ldentifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini, sebagai berikut :

1. Bagaimana kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti

pendidikan inklusi?

2. Apa kendala anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan

inklusi?

3. Apakah ada kendala bagi sekolah reguler yang

menyelenggarakan pendidikan inklusi?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan inklusi

(17)

1.3. Batasan dan Rurnusan Masalah

1.3.1. Batasan rnasalah

Pada penelitian ini, masalah yang diteliti harus dibatasi demi terhindar dari

pelebaran masalah yang menyebabkan sasaran yang dituju tidak jelas dan

tidak terarah. Maka peneliti akan membatasi masalah pada skripsi ini sebagai

berikut:

1. Kepercayaan diri adalah suatu perasaan dimana seseorang mampu

menghargai dirinya dengan segenap kelebihan dan kekurangannya,

serta dapat bebas mengekspresikan dirinya kapanpun dan dimanapun

mereka berada

2. Anak tuna daksa atau anak yang mengalami cacat 1ubuh adalah anak

yang secara fisik tampak ketidaksempurnaan dan ketidakberfungsian

salah satu organ tubuhnya, baik dibawa sejak lahir atau akibat

kecelakaan atau penyakit.

3. Pendidikan inklusi adalah salah satu model pendidikan bagi anak yang

berkebutuhan khusus dimana mereka ditempatkan bersama-sama anak

normal di sekolah regular, demi mengoptimalkan potensi yang

dimilikinya. Dalam penelitian ini pendidikan inklusi yang diteliti, terletak di

(18)

1.3.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang penulis uraikan,

maka, perumusan masalah dirumuskan sebagai berikut : " Bagaimana

kepercayaan diri anak tuna daksa dalam mengikuti pendidikan inklusi?"

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Pada penelitian skripsi kali ini,penulis memiliki beberapa tujuan yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana kepercayaan diri anak tuna daksa

dalam mengikuti pendidikan inklusi di sekolah reguler.

2. Untuk mengetahui kendala yang dialami anak tuna daksa dalam

mengikuti pendidikan inklusi di sekolah reguler

3. Untuk mengetahui kendala yang dialami sekolah reguler yang

menyelenggarakan pendidikan inklusi.

4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari

pendidikan inklusi terhadap kepercayaan diri anak tuna daksa

1.4.2. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang diambil dari penelitian skripsi ini, yaitu :

1. Secara akademik dapat menambah wawasan tentang fenomena

(19)

1.5.

2. Untuk memberikan semangat pada teman-tHman yang akan

melakukan penelitian mendatang, dan berkaitan dengan judul

penelitian skripsi ini.

3. Sebagai rangsangan khusus terhadap para guru di sekolah

reguler dan orang tua dalam mendidik anak yang berkebutuhan

khusus agar kepercayaan diri mereka dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal.

4. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

intormasi dan semangat bagi lembaga pendidikan agar dapat

memberikan pelayanan pendidikan inklusi bagi anak yang

berkebutuhan khusus.

5. Memberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas

tentang pendidikan inklusi di sekolah reguler.

Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab

1. Bab pertama atau pendahuluan akan di bahas mengenai latar

belakang masalah, ldentifikasi masalah, batasan dan rumusan

masalah, tujuan penelitian serta sistematika penulisan.

2. Bab kedua berisi kajian teori dengan beberapa sub bab yang

(20)

a) Kepercayaan diri yang terdiri dari definisi, ciri-ciri,

perkembangan dan faktor yang mempengaruhi kepercayaan

diri.

b) Anak tuna daksa yang terdiri dari definisi, jenis, karakteristik

dan penderitaan yang dialami anak tuna daksa

c) Pendidikan inklusi yang terdiri dari definisi, landasan, model

serta komponen strategis pendidikan inklusi.

3. Bab ketiga adalah metode penelitian yang berisi tentang desain

penelitian, karakteristik subjek, subjek, jumlah subjek, tekhnik dan

instrumen pengumpulan data, tekhnik pen9olahan data dan

prosedur penelitian.

4. Bab keempat merupakan hasil penelitian, pengolahan data dan

prosedur penelitian.

(21)

2.1

Deskripsi Teori

2.1. 1

KEPERCAYAAN DIRI

2.1.1.1 Pengertian

lstilah Self Confidence (kepercayaan diri) merupakan istilah yang seringkali terkacaukan dengan self concept (konsep diri), self esteem (harga diri), self worth (nilai diri) dan self efficacy. Oleh karenanya sebelum memberikan definisi tentang kepercayaan diri, maka disini akan dijelaskan arti tentang Self (diri) terlebih dahulu, karena semua istilah diatas berkaitan dengan self (diri). Allport mendefinisikan diri sebagai:

"Diri merupakan sesuatu yang disadari dan merupakan sesuatu yang

penting da/am kehidupan, karena merupakan inti dari keberadaan

seseorang. Oiri memainkan peranan penting dalam kesadaran,

kepribadian bahkan keseluruhan organisme kehidupan". (Allport, dalam

(22)

Secara awam, istilah kepercayaan diri seringkali dikaitkan dengan keberanian seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, bukan hanya yang

membawa resiko fisik, tetapi juga resiko-resiko sosial. Orang bisa dikatakan tidak punya kepercayaan diri jika tidak berani mengungkapkan ide dalam suatu rapat, tidak berani berbicara didepan umum, tidak berani berkenalan dengan lawan jenis, tidak berani menyebrang jalan sendiri. Disamping itu kepercayaan diri juga sering dikaitkan dengan anggapan-anggapan bahwa yang .bersangkutan kurang hebat, atau memiliki "cacat-cacat" tertentu. Misal orang mengatakan tidak

percaya diri karena wajah penuh jerawat, bau badan, bau mulut, rambut penuh ketombe dan lain sebagainya.

Di lihat dari uraian diatas, goyahnya kepercayaan diri umumnya bersumber pada anggapan-anggapan tertentu tentang diri yang menyebabkan kurangnya

keberanian untuk bertindak maupun kurangnya penghar9aan terhadap kehebatan-kehebatan diri.

Shrauger & Schohn (1995) mengatakan bahwa "kepercayaan diri" (self

(23)

Walaupun Shrauger dalam definisinya hanya mencantumkan kesanggupan dan keterampilan namun dalam alat ukur yang dibuatnya, la juga mempersoalkan adanya anggapan-anggapan yang lebih berhubungan dengan kondisi yang bukan kesanggupan atau ketrampilan , misalnya penampilan.

Menurut Rogers (seperti dikutip oleh Koeswara, 1989) mEmgartikan kepercayaan diri merupakan kemampuan untuk membuat keputusan dan penilaian-penilaian tanpa harus bergantung pada orang lain. Kepercayaan diri juga merupakan keyakinan individu untuk melakukan tindakan yang dianggap benar

Secara psikologis, rasa percaya diri memiliki hubungan yang positif dengan konsep diri, penerimaan diri,dan aktualisasi diri. Maksudnya adalah setiap

individu yang mampu mengenali dirinya dengan baik yakni bisa menerima segala kelabihan serta kekurangan yang dimilikinya, maka individu tersebut lebih mudah untuk mencapai keberhasilan dan prestasi

Jalaluddin Rakhmat (2001) menambahkan, kepercayaan diri erat hubungannya dengan konsep diri. Kepercayaan diri merupakan hal penting dan paling

(24)

Dengan demikian kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang terdiri dari keyakinan, kekuatan, kemampuan dan keterampilan individu, dimana individu tersebut dapat beraktivitas secara mantap dan optimis dalam menjalani kehidupan dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya serta mampu menghadapi segala tantangan dan rintangan demi meraih suatu keberhasilan.

2.1.1.2. Ciri-Ciri Kepercayaan Diri

Ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri ialah orang tersebut memiliki motivasi tinggi dalam meraih kesuksesan hidup. Disamping motivasi

tinggi,Waterman dikutip Musa Tanaja ( 1993) menyatakan orang yang percaya diri juga memiliki kemampuan bekerja yang efektif, bertanggung jawab serta terencana, matang dalam mengerjakan tugas dan merengkuh masa depan.

Liendenfield (1997), membagi kepercayaan diri menjadi dua bagian yaitu :

a. Percaya diri batin adalah percaya diri yang memberikan kepada kita perasaan dan anggapan bahwa kita dalam keadaan baik.

(25)

Lauskar dikutip Musa Tanaja ( 1993) Menyebutkan ciri dari orang yang percaya diri ialah perasaan atau sikap yang tidak mementingkan diri sendiri, cukup toleran, Tidak memerlukan dukungan orang lain, selalu optimis dan tidak ragu -ragu dalam mengambil suatu keputusan.

Gilmer dikutip Musa Tanaja ( 1993) menambahkan bahwa orang yang

mempunyai rasa percaya diri biasanya memiliki sikap berani menghadapi setiap tantangan & terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru berkat

keyakinannya terhadap kemampuan sendiri tersebut.

Corsini dikutip Musa Tanaja ( 1993 ) menerangkan berbagai karakter orang yang percaya diri menjadi 8 Ciri utama sebagai berikut : toleran, tidak memerlukan dukungan orang lain, optimis, tidak ragu-ragu, kreatif, yakin terhadap

kemampuan sendiri, berani menghadapi tantangan, dan mempunyai lnisiatif sendiri.

Menurut Oubein, ciri-ciri individu yang percaya diri bagus adalah individu yang memiliki gambaran diri positif dan kuat, bersikap mandiri dan mampu

(26)

Guilford (seperti dikutip Afiatun & Mulyani, 1998) mengemukakan seorang individu yang memiliki kepercayaan diri akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. lndividu merasa adekuat terhadap tindakan yang clilakukan. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Merasa optimis, cukup ambisius, tidak selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup bekerja keras, mampu

manghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta bertanggung jawab alas keputusan dan perbuatannya

b. lndividu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini didasari oleh keyakinan terhadap kemampuannya dalam hubungan sosial. Merasa kelompoknya atau orang lain menyukainya, aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani mengemukakan kehendak atau ide-idenya secara bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri

c. lndividu percaya sekali terhadap dirinya serta merniliki ketenangan sikap. Didasari oleh keyakinan terhadap kekuatan dan ki3mampuannya. Bersikap tenang,tidak mudah gugup,cukup toleran terhaclap berbagai rnacam

situasi.

(27)

tujuan-tujuan yang jelas, memiliki cara berpikir yang positif, mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sosial secara baik, memiliki ketegasan sikap, dan mampu mengendalikan diri dengan baik.

lndividu yang percaya diri selalu yakin akan dirinya, karena yakin bahwa

kemampuannya akan mendukung diri dan pengembangan dirinya. Jadi, individu tersebut yakin dengan apa yang dikerjakannya akan selalu berhasil. Adapun sebaliknya, individu yang kurang memiliki keparcayaan diri biasanya akan menjadi peka terhadap pembicaraan mengenai diri atau prestasinya dan ini akan mempengaruhi hasil kerjanya.

Maka berdasarkan beberapa pandapat para ahli diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan untuk dijadikan indikator-indikator yang dapat mengukur

kepercayaan diri, sebagai berikut :

a. Memiliki motivasi berprestasi lebih tinggi.

b. Mandiri ( tidak selalu bergantung pada orang lain ).

c. Memiliki ketenangan sikap dalam berbicara dan bertindak.

(28)

e.

f.

9

h.

2.1.1.3.

Berani mencoba dan tidak takut gaga!.

Mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.

Berani melakukan penilaian dan mengambil keputusan.

Memiliki keyakinan pada kemampuan sendiri dalam beraktifitas

lndeks Kepercayaan Diri

lndeks kepercayaan diri adalah suatu nilai penting yang clipakai

untuk

mengenali

kategori orang yang kepercayaan dirinya tinggi clengan イョセ。ョァ@ yang kepercayaan dirinya rendah. Kepercayaan diri diasumsikan oleh Shau9er Schohn (1995) memiliki tiga komponen penting :

a. Komponen Kognitif

Meliputi penilaian terhadap keadekuatan kinerja relatif seseorang terhadap standar yan(l absolut & perbandingan sosia!. Sebagai contoh orang yang percaya diri melihat dirinya dapat memenuhi standar kinerja, melakukan hubun9an baik dengan orang lain, dan terus menerus

(29)

b. Komponen Afektif

Dalam kompenen ini kepercayaan diri diindikasikan dengan perasaan nyaman, antusias dan kurang cemas ketika akan melakukan suatu aktifitas. Orang yang seluruh kepercayaan dirinya tinggi akan melihat diri mereka kurang cemas dan kurang depresi daripada orang yang rendah kepercayaan dirinya.

c. Komponen tingkah laku

Kepercayaan diri seharusnya merefleksikan tingkah laku, Khususnya kesiapan seseorang untuk terlibat dalam suatu ォ・セQゥ。エ。ョN@ Kepercayaan diri cenderung ditampilkan dalam cara bertindak, gaya interaksi, dan

pendekatan terhadap kegiatan.

2.1.1.4. Faktor-faktor Yang Mempegaruhi Kepercayaan Diri

Faktor-faktor yang berpengaruh pada kepercayaan diri individu menurut Middel Brook yakni: pola asuh, jenis kelamin, pendidikan dan penampilan fisik

1. Pola Asuh

(30)

individu, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.

Orang tua yang menentukan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pad prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksistensinya. Kemudian anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri, seperti orang tua meletakan harapan realistik

terhadap dirinya.

2. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang tidak jarang menjacli acuan clalam menilai kepribaclian seseorang. lndividu dengan pendidikan tinggi, lebih dipacu untuk menggali dan menggembangkan potensi dirinya. Masyarakat juga lebih menghargai individu dengan pendidikan ting9i. Kedua hal tersebut akan berpengaruh pada harga diri dan kepercayaan diri individu.

3. Jenis kelamin

(31)

peran jenis kelamin. Anak laki-laki cenderung didorong untuk lebih berprestasi, lebih diberi kesempatan untuk menunjukan potensi dan kemampuan diri, yang kemudian melahirkan kepercayaan diri. Sebaliknya anak perempuan tidak terlalu didorong untuk berprestasi, kurang diberi kesempatan untuk menunjukan potensi dan kemampuan diri, akhirnya anak perempuan menjadi lebih rendah diri (Hurlock, 1978)

4. Penampilan fisik

Penampilan fisik yang menarik mempunyai pengaruh potensial dan kuat dalam situasi pergaulan sosial. Menu rut Hurlock ("i 978) keadaan fisik yang tidak sempurna, seperti cacat tubuh dan kegemukan dapat menyebabkan individu merasa terbelakang dan ticlak percaya diri.

Bagi seorang wanita karir, penampilan fisik tentu clituntut untuk menunjang pekerjaan.

(32)

Sebaliknya jika prestasi individu lebih tinggi dari orang lain, maka individu merasa bangga pada kemampuanya dan lebih percaya diri.

2.1.1.5. Perkembangan Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri merupakan aspek penting dalam kepribadian individu.

Kepercayaan diri lahir dan tumbuh bukan didasarkan oleh faktor keturunan atau bawaan sejak lahir. Kepercayaan diri berasal dan dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungan sosialnya.

Orang tua dan lingkungan keluarga merupakan tonggak serta dasar dalam pembentukan kepercayaan diri pada anak-anak. Dalam perkembangan selanjutnya, kepercayaan diri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang lebih luas, seperti teman sebaya dan masyarakat.

Maslow mengemukakan, setiap individu memiliki dua kebutuhan akan

(33)

diri yang baik akan lebih percaya diri, lebih mampu, dan produktif. lndividu dengan harga diri rendah akan mengalami hal sebaliknya. ( Frank, G Goble, 1971 ).

Lebih lanjut Maslow mengungkapkan bahwa hambatan dari usaha untuk

mencapai aktualisasi diri yang berasal dari ketidak tahuan dan keraguan individu pada kemampuan sendiri. Akibatnya kemampuan dan potensi diri tidak

terungkap dan bersifat laten (E. Koswara, 1989)

Shauger dan penelitianya mengemukakan bahwa :

a. Seseorang yang lebih percaya diri dalam suatu biclang digambarkan lebih tertarik dan menghabiskan banyak waktu pada aktifitas yang berhubungan dengan bidang itu dan menjadi Jebih kompeten , nyaman dan lebih

melibatkan diri sepenuhnya dari pada orang yang kurang percaya diri.

b. Ada kompentensi yang relatif mempengaruhi kepercayaan diri, dimana jika orang dihadapkan pada dua pilihan yang berbeda tingkat

(34)

c. Orang yang percaya diri menggambarkan situasi akan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan atau selalu optimis akan masa depannya dari pada orang yang kurang percaya diri.

2.1.1.6. Prinsip Dalam Meraih Kepercayaan Diri

Yusuf al-Uqshari (2005) dalam bukunya menyebutkan bahwa para pakar ilmu jiwa sepakat ada empat prinsip yang harus dipatuhi demi memperkuat rasa percaya diri.

1. Dengan menumbuhkan mental positif dalam diri yang dapat Mengantarkan diri pada kesuksesan .

2. Bersikap secara bijaksana dalam merencanakan target - target kehidupan dan mengupayakan target yang sudah dicanangkan itu tidak terlalu

berlebihan melebihi potensi & kemampuan yang dimiliki dalam diri .

Jika seseorang ingin memiliki kepercayaan diri yang lebih kuat dalam berinteraksi dengan orang Jain, maka seseorang itu dituntut untuk belajar bagaimana bergaul yang bail< dengan orang lain.

(35)

seseorang. Riset-riset ilmiah membuktikan bahwa penampilan psikis dan fisik yang baik sangat berperan kuat dalam menumbuhkan kepercayaan diri . disamping itu juga, rasa percaya diri yang akan diraih orang yang kurang memperhatikan penampilannya tidak seberapa besar bila dibandingkan dengan rasa percaya diri yang akan diraih oleh individu yang penuh vitalitas dan sangat perhatian pada penampilannya.

4. Memilih teman yang siap memberikan kepercayaannya kepada diri pribadi, karena jika sudah berhasil mendapatkan teman yang dapat memberikan kepercayaannya, otomatis kepercayaan diri akan tumbuh dan semakin bertambah kuat.

2.1.2.

TUNA DAKSA

2.1.2.1. Definisi Tuna Daksa

(36)

Hallahan mengemukakan bahwa cacat tubuh atau tuna daksa yaitu seseorang yang mengalami kelainan atau kecacatan pada bentuk, fungsi, sistem otot, tulang dan persendian yang bersifat primer atau sekunder yang mengakibatkan gangguan kordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitasi dan gangguan

perkembangan pribadi ( dalam Dahlan, 1999 )

Cacal fisik (tuna daksa) menurut depertemen kesehatan adalah anak yang menderita kekurangan yang sifatnya menetap pada ala! !Jerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga untuk keberhasilannya, clalam penclidikan mereka perlu perlakuan khusus. (Sumiati, 2000)

Sehubungan dengan kelemahannya tersebut maka menurut Isherwood (1986), seorang penyandang cacat memerlukan usaha yang keras untuk melakukan kegiatan penting yang kebanyakan orang dapat melakukannya dengan mudah. Hal ini disebabkan karena tidak bekerjanya salah satu dari bagian tubuhnya yang cacat.

2.1.2.2. Jenis-jenis Cacat Fisik (Tuna Daksa)

(37)

akibat penyesuaian individu tergantung kepada kerusakan itu, terlihat atau tersembunyi, dan statis atau dinamis (Kessler, 1953). Dua kelompok pertama adalah karena konotasi sosial sedangkan dua kelompok yang terakhir adalah dari sisi signifikansi dari fungsi.

Menurut Kessler ( 1953) yang dimasukan ke dalam kelompok cacat statis adalah amputasi, pincang dan kerusakan wajah, sedangkan yang dapat dikelompokan ke dalam cacat atau kerusakan tersembunyi dapat dibagi menjadi dua, yaitu yang dapat diganti dengan organ atau alat lain, misalnya amputasi, dan yang betul-betul tersembunyi seperti tumor otak, epilepsi, osteoporosis,TBC dan hipertensi. Pada kelompok berdasarkan fungsinya maka yang termasuk

kerusakan statis adalah, misal kehilangan kedua kaki, sedangkan yang termasuk kerusakan dinamis mencakup antara lain penyakit jantung,diabetes dan

tubercolosis.

Secara umum klasifikasi atau kategori kecacatan dapat clibagi alas : (Sumiati,2000)

a. Anak tuna daksa yang tergolong di bagian D (SLB D) lalah anak yang menderita cacat polio atau lainnya. Sehingga mengalami ketidaknormalan dalam fungsi tulang, otot-otot atau kerjasama funGJSi otot-otot, tetapi

(38)

b. Anak tuna daksa yang tergolong Di (SLB Di) lalah anak yang cacat semenjak lahir atau cerebral palcy. Sehingga men9alami cacat jasmani karena tidak berfungsinya tulang otot sendi dan saraf-saraf. Kemampuan intelegensinya di bawah rata-rata atau terbelakang.

2.1.2.3. Karakteristik Tuna Daksa

Pembahasan cacat fisik juga di lihat dari kelainan neoro rnaskular, kelainan ini terdapat pada system saraf pusat di otak yang dapat rnenimbulkan berbagai kelainan pada fungsi motorik dari otot-otot tubuh. Kerusakan otot disebabkan karena kerusakan susunan saraf pusat dan sumsum tulang belakang. Sehingga keadaan ini menimbulkan gangguan yang kompleks dari fungsi tubuh antara lain; (Mangunsong,2003)

a. Cerebral Paley adalah kerusakan yang ditandai dengan kelumpuha11, kelemahan, tidak adanya koordinasi dan fungsi-fungsi sistem pergerakan tubuh akibat dari gangguan sistem syaraf yang berpusat pada kerusakan otak.

Tingkat kerusakan cerebral palcy ;

(39)

2. Tingkat sedang, gejalanya; anak memerlukan pengobatan untuk gangguan bicara, memerlukan latihan gerak motorik, latihan perawatan diri sendiri, memakai alat bantu gerak seperti tongkat.

3. Tingkat berat, gejalanya; memerlukan pengobatan dan perawatan dalam gerak motorik, kurang mampu menjalankan aktivitas sehari-hari, tidak mampu berjalan dan berbicara.

Klasifikasi menurut daerah kerusakan, yaitu :

1. Hemiplegia : terserang bagian kaki dan bagian tangan dalam satu posisi (35-45%)

2. Diplegia: terserang kaki lebih besar daripada tangan (10-20%)

3. Paraplegia: yang terserang tubuh bagian bawah (10-20%)

4. Quadriplegia: keempat anggota tubuh terserang semua (15-20%)

Klasifikasi menurut fisiologi gerak motorik ;

1. Spasiticity : kontraksi otot-otot kaku dan tiba-tiba susah melakukan gerakan

2. Arthetosis: gerakan anggota tubuh tidak menentu, gerakan tubuh menegang, berjalan terhuyung-huyung.

(40)

4. Mixed: gejala spatis dan atheosis, terdapat pada quadriplegia.

l<lasifikasi berdasarkan letak kerusakannya, yaitu:

1. l<erusakan kulit otak (cortex otak ), memperlihatkan kelumpuhan atau kelemahan otot yang sering di sertai gangguan pertumbuhan dan perkembangan. l<elumpuhan dapat mengenai separuh tubuh atau keempat anggota tubuh.

2. l<erusakan pada ganglia basalis yang terletak di tengah otak.

Menyebabkan gerakan kaku dan terputus, sering terdapat gerakan di luar kemauan tubuh

3. l<erusakan pada otak kecil (cereblum), menyebabkan keadaan ataxia.

b. Spina Bifida merupakan kelainan bawaan dimana saluran susunan tulang belakang tidak tertutup, sehingga menyebabkan sumsum dapat keluar melalui tulang belakang yang tidak tertutup.

Jenis dari Spina Bifida

(41)

2. Spina bifida meningocele : kelainan yang sedang. Adanya benjolan seperti tumor berupa cairan (bukan jaringan syaraf) pada punggung anak.

3. Spina bifida myelomeningocele : kelainan paling berat. Terdapat benjolan seperti tumor dan berisi jaringan syaraf. dapat menimbulkan kelumpuhan.

c. Conculsive ( kejang-kejang ) I Epilepsi adalah suatu kondisi terjadinya perubahan fungsi otak yang terjadi tiba-tiba dan spontan, berulang-ulang, disertai kehilangan kesadaran.

d. Poliomyelitis. Penyakit yang diakibatkan virus ini dapat menyerang otak dan dapat menyebabkan perubahan bentuk kaki dan kelumpuhan,

sehingga anak mengalami cacat fisik timpang. Penyakit ini dapat dicegah melalui imunisasi.

e. Mascular dystrophy adalah melemahanya otot-otot secara progresif yang di tandai dengan pergantian sel-sel otot dengan jarin9an lemak dan fibrousa. Penyakit ini baru dapat didiagnosa setelah usia tiga tahun . Anak dapat berjalan 10-12 tahun tetapi tidak dapat bertahan hidup lama. Hal ini disebabkan kegagalan jantung dan infeksi paru-paru.

(42)

yang diminum sebelum ibu hami. Cacal tubuh akibat kecelakaan yang menyebabkan kaki harus di amputasi.

g. Skoliosis adalah gangguan dari posisi lekukan susunan tulang belakang yang membongkok ke arah lateral, sehingga bentuk badan nampak bengkok ke samping.

2.1.2.4. Tuna Daksa dan Penderitaan

Semua penyandang cacat akan menemui masalah-masalah di dalam usaha penyesuaian terhadap keterbatasan fisiknya sebagai usaha memenuhi

kebutuhan hidup pribadi dan lingkunganya. Salah satu masalah yang dirasakan sulit untuk dihadapi orang cacat ( disabled person ) adalah adanya prasangka psikososial ( psyhosocial prejudice ) yaitu reaksi individual atau kelompok berupa sikap "bermusuhan" terhadap orang cacat dengan anggapan bahwa mereka adalah beban yang tidak produktif dan tidak berguna ( Kessler, 1953 ).

Masih menurut Kessler, penyandang cacat dihaclapkan pada dua beban yaitu ketidak mampuan fisik dan adanya pembatasan sosial ka.rena keadaanya tersebut. Lebih lanjut lagi bahwa para penyandang cacat tubuh juga akan

(43)

Tyasneki ( 1982) menyatakan beberapa efek psikologis dari cacat tubuh yaitu :

a. Goncangan emosional (Emotional Shock)

b. Sikap murung I depresi setelah kejutan emosional menghilang, maka seorang penderita cacat akan mengalami rasa kehilangan yang mendalam yang menyebabkan dirinya sangat bercluka.

c. Ketidakpastian. Ketidakpastian dialami oleh penderita cacat tubuh bukan bawaan karena ia tak lagi yakin akan jalan menuju tujuan yang

cliingginkanya. Ideal self yang lama hilang, tetapi ideal self yang baru belum terbentuk, sehinga muncul rasa cemas dan tidak aman.

d. Rasa malu dan rendah diri. Rasa malu dan rendah diri sebenarnya lebih ditentukan oleh adanya konsep diri negatif berhubungan dengan

keadaanya yang cacat.

e. Frustasi. Frustasi lebih ditentukan oleh tipe kepribadian individu dan tidak berhubungan langsung dengan keadaan cacatnya. Hal ini aclalah karena penderita cacat lebih sering dihaclapkan kepacla situasi yang membuatnya frustasi.

Dari beberapa uraian diatas clapat disimpulkan bahwa penderitaan yang berat dapat dialami penyandang cacat clalam berbagai aspek

(44)

kebutuhan hidup ), aspek psikososial ( prasangka sosial, labeling ) serta aspek spiritual ( arah dan tujuan hidup ).

2.1.2.5. lntervensi untuk Pendidikan Anak Tuna Daksa

Ada beberapa intervensi bagi anak cacat fisik, yaitu : (Sumiati, 2000)

a. Pendekatan multi disiplin dalam program rehabilitasi anak cacat di rehabilitasi center (RC).

b. Tujuan rehabilitasi anak cacat adalah agar anak tersebut dapat

melakukan aktivitas hidup sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Selain itu, diharapkan agar anak tersebut dapat kembali ke masyarakat dan ke sekolah melakukan pekerjaan sesuai dengan kete1·belakangan mentalnya.

c. Program pendidikan sekolah

d. Anak cacat yang tidak mengalami keterbelakangan mental dapat kembali ke sekolah biasa (SD, SMP, SMU), sedang anal< yang mengalami cacat mental dapat mengikuti kelas khusus sesuai dengan keterbelakangan mentalnya.

(45)

awal agar anak mau menerima keadaanya dan bertekad akan sembuh

dari cacat seminimal mungkin.

2.i.3. PENDIDIKAN INKLUSIF

2. i .3.1 Pengertian Pendidikan lnklusi

Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi

anak berkelainan yang telah ditegaskan pada bulan juni ·1994 di Salamanca,

dengan prinsip dasar yaitu : selama memungkinkan, semua anak seyogyanya

belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang

mungkin ada pada mereka.

Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang

menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan

program pendidikan yang layak, menantang, tapi sesuai dengan kemampuan

dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat

diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu sekolah inklusi

juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas

tersebut dan saling membantu dengan guru, teman sebayanya serta anggota

(46)

Selanjutnya, Staup dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas regular. Hal ini menunjukkan bahwa kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan. Apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.

Sementara itu, Sapon-Shevin (O'Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem pelayanan pendidikan yang mensyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama dengan teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya

restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yan9 mendukung

pemenuhan kebutuhan khusus setiap anal<. Artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitamya

(47)

2.1.3.2. Landasan Pendidikan lnklusif

Pendidikan inklusi memiliki 4 landasan yang sangat kuat yaitu, landasan filosofis, yuridis, pedagogis, dan empiris.

a. Landasan Filosofis

Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka

Tunggal lka ( Mulyono Abdulrahman, 2003)

b. Landasan Yuridis

Landasan yuridis internasional dalam penerapan pendidikan inklusi adalah sesuai dengan deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para mentri pendidikan se-dunia yang merupakan penegasan atas deklarasi PSS tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada peraturan standar PSS tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang ada.

(48)

inklusi atau berupa sekolah khusus.Tekhnis penyelenggaraan tentunya akan di atur dalam peraturan internasional

c. Landasan Pedagogis.

Pada pasal 3 undang Undang 20 tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Maka melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat.

d. Landasan Empiris.

(49)

2.3.1.3. Model Pendidikan lnklusi di Indonesia

Sekolah inklusi yang mulai diterapkan di Indonesia bagi anak yang berkebutuhan khusus memiliki beberapa model :

a. Kelas Reguler (lnklusif Penuh). Anak berkelainan belajar bersama anak lain sepanjang hari di kelas reguler dengan menmiunakan kurikulum yang sama

b. Kelas reguler dengan cluster. Anak berkelainan bHlajar bersama anak lain di kelas reguler dalam kelompok khusus.

c. Kelas regular dengan pull out Anak berkelainan belajar bersama anak lain di kelas reguler namun dalam waktu-waktu te1tentu di tarik dari kelas regular ke ruang sumber untuk belajar dengan pembimbing khusus.

d. Kelas reguler dengan cluster dan pull out Anak berkelainan belajar bersama anak lain di kelas regular dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

e. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian. Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain di kelas reguler.

(50)

Dengan demikian setiap sekolah inklusi dapat memilih model mana yang akan diterapkan, terutama bergantung kepada :

1. Jumlah anak berkelainan yang akan dilayani

2. Jenis kelamin masing-masing anak

3. Gradasi ( tingkat ) kelainan anak

4. Ketersediaan dan kesiapan tenaga kependidikan

5. Sarana prasarana yang tersedia.

2.3.1.4. Komponen Strategis Pendidikan lnklusi

Sehubungan dengan hal di atas dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi perlu diperhatikan beberapa hal yaitu :

a. Input siswa : Kemampuan awal dan karaktristik siswa menjadi acuan utama dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajar serta penyelenggaraan proses belajar-mengajar.

b. Kurikulum : Kurikulum (bahan ajar) yang dikembangkan hendaknya mengacu kepada kemampuan awal dan karakteristik siswa.

c. Tenaga kependidikan : Tenaga kependidikan

(51)

hendaknya memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang materi yang akan diajarkan/dilatihkan dan memahami karakteristik siswa.

d. Sarana prasarana : Sarana prasarana hendaknya disesuaikan dengan tuntutan kurikulum ( bahan ajar) yang telah dikembangkan.

e. Dana penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah reguler memerlukan dukungan dana yang memadai. Untuk itu dapat ditanggung bersarma antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua siswa serta sumbangan suka rela dari berbagai pihak

f. Manajemen Penyelenggaraan pendidikan inklusi memerlukan manajemen yang berbeda dengan sekolah reguler

g. Lingkungan. Agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan maka lingkungan belajar dibuat sedemikian rupa sehing9a proses belajar-mengajar dapat berlangsung secara aman dan nyaman.

(52)

4.1.

KERANGKA BERFIKIR

Dalam rangka mensukseskan program wajib belajar Pendidikan dasar sembilan tahun dan perwujudan hak asasi manusia, pelayanan pendidikan anak

berkebutuhan khusus perlu lebih ditingkatkan. Jika selama ini pendidikan anak berkebutuhan khusus diselenggarakan secara segregasi di sekolah luar biasa ( SLB) dan sekolah dasar luar biasa (SDLB), maka saat ini sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan masyarakat secara luas, pemerintah mulai mengembangkan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu bagi anak -anak yang berkebutuhan khusus dapat menjalankan proses belajar, bersama-sama dengan anak-anak normal di sekolah regular

Pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna yaitu : (1) Pendidikan inklusi adalah proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak, (2) pendidikan inklusi Berarti

(53)

Anak berkebutuhan khusus dalam hal ini anak tuna daksa, mereka memiliki

sedikit atau banyak kendala secara fisik dalam menjalanl<an aktifitas

kehidupannya. Anak tuna daksa menurut ilmu kedokteran dinyatakan

mempunyai kelainan anggota gerak yang meliputi ; tulan9,otot dan persendian

baik dalam struktur atau fungsinya, sehingga dapat merupakan rintangan atau

hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya. (Mangunsong,

2003)

Menurut Dahlan (1999) menyatakan bahwa hambatan fisik yang dialami anak

tuna daksa untuk menjalani kehidupan yang layak, biasanya disertai dengan

masalah-masalah yang bersifat psikis, bahkan dapat bersifat patologis.

Kecacatan dapat membuat orang menjadi rendah diri, tidak mempunyai

kepercayaan diri dan merasa selalu gagal dalam setiap usaha. Bahkan

adakalanya penyandang cacat mengadakan kompensasi dengan tingkah laku

menyimpang misalnya, menjadi sangat agresif dan psikopatis.

Menumbuh kembangkan kepercayaan diri anak khususnya anak tuna daksa

merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua, guru dan lingkungan sekitar.

Melihat kondisi mereka yang memiliki kekurangan secara fisik dibanding teman

(54)

penelitian ini, penulis ingin melihat bagaimana lingkungan sekolah yang mengadakan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan l<husus dapat mengembangkan kepercayaan diri .

Dalam kamus istilah psikologi, pengertian kepercayaan diri adalah kepercayaan akan kemampuan diri sendiri, adekuat dan menyadari kemampuan-kemampuan yang dapat memanfaatkannya secara tepat. (Hasan dkk)

Dengan demikian bagi anak berkebutuhan khusus (tuna daksa) yang mengikuti pendidikan inklusi diharapkan memiliki kepercayaan diri bagus. Hal ini

(55)

3.1.

Pendekatan Kualitatif

Pendekatan kualitatif sesungguhnya telah lama dikenal dalam penelitian untuk ilmu sosial, termasuk dalam disiplin psikologi. Walaupun demikian, menurut Poerwandari (1998), sejak berkembangnya psikologi hingga saat ini, perspektif positivistic - kuantitatiflah yang dominan. Sampai saat ini pendekatan kualitatif tidak mendapat perhatian atau bahkan masih diabaikan dalam disiplin psikologi. Oleh karenanya dalam upaya memperkenalkan pendekatan kualitatif,

pembandingan tak dapat dihindarkan dan memang harus dilakukan.

Guba (1978) dalam Patton (1990), mendefinisikan studi dalam situasi alamiah sebagai studi yang berorientasi pada penemuan. Penelitian demikian secara sengaja membiarkan kondisi yang diteliti berada dalam keadaan yang

sesungguhnya, dan menunggu apa yang akan muncul atau ditemukan. Hal ini menjadikan fokus perhatian pendekatan kualitatif bukanlah untuk

(56)

manusia melalui sudut pandang subjek penelitian (Minichielo dkk, 1995)

Pendekatan kualitatif sebagai suatu studi yang berorientasi pada penemuan, mamandang suatu masalah penelitian sebagai suatu realitas yang dinamis dan tahu secara baku ditetapkan sebelumnya. Jadi tergantung dari fakta yang ditemukan di lapangan (Mason, 1996; minichielo, 1995)

Penelitian kualitatif juga melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis dan berkembang, bukan sebagai sesuatu hal yang statis dan tak berubah dalam perkembangan kondisi dan waktu ( Poerwandari, 1998; Minichielo, 1995).

Menurut Poerwandari (1998), minat peneliti kualitatif adalah mendeskripsikan dalam memahami proses dinamis yang terjadi berkenaan dengan gejala yang diteliti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif lebih memberi penekanan pada dinamika dan proses dari pada hasil.

3.2.

Desain Penelitian

(57)

bagaimana desain dan metode penelitian yang akan peneliti gunakan.

Berdasarkan pada tujuan penelitian kali ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana

kepercayaan diri anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi di sekolah reguler serta bagaimana pendidikan inklusi yang diterapkan di sekolah reguler tersebut? Maka peneliti memilih menggunakan metode kualitatif study kasus demi terjawabnya permasalahan tersebut.

3.3.

Karakteristik Subjek

Agar memperoleh hasil data yang sesuai dengan maksud serta tujuan penelitian, maka individu yang akan menjadi objek penelitian harus memiliki karakteristik yang diinginkan. Adapun karakteristik subjek tersebut adalah

1. Subjek adalah anak tuna daksa

2. Subjek bersekolah di sekolah reguler

3.4.

Subjek

(58)

Minichiello (1995) mengatakan ada kecenderungan bagi peneliti kualitatif untuk menggunakan pengambilan sampel teoritis dimana prosedur pengambilan sampel ini cenderung menggunakan jumlah subjek yang sedikit, terutama jika penelitian sudah mencapai titik saturasi, yaitu saat dimana penambahan data dianggap tak lagi memberikan penambahan informasi baru dalam analisis. Lebih lanjut Poerwandari (1998) mengatakan dengan fokus penelitian kualitaif pada kedalaman dan proses, penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit. Hal yang sama dikatakan oleh Bertaux & Bertaux-Wiame dalam Mason (1996 ) bahwa jumlah subjek hendaknya ditentukan untuk membantu peneliti untuk memahami proses, dari pada untuk mewakili populasi.

(59)

3.6.1. Wawancara

Dalam sebuah penelitian yang menggunakan strategi studi kasus, maka

wawancara merupakan instrument yang esensial untuk terkumpulnya data yang diinginkan, karena studi kasus umumnya berkenaan dengan urusan

kemanusiaan yang harus dilaporkan dan diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang diwawancarai, dan para responden yang mempunyai informasi dapat memberikan keterangan-keterangan penting berkaitan dengan situasi yang di maksud (Yin,2002).

Dengan demikian, peneliti akan mengumpulkan data tentang kepercayaan diri anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi di SDN Ulu Jami 03 Petang Jakarta Selatan, melalui metode wawancara mendalam. Ketika peneliti

menggunakan wawancara sebagai metode pengumpulan datanya, maka untuk mewawancarai subjek, peneliti memerlukan alat bantu berupa pedoman

(60)

lstilah observasi diturunkan dari bahasa latin yang berarti "melihat dan memperhatikan". lstilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut ( Banister dkk, 1994 dan poerwandari, 1998)

Dalam penelitian ini observasi dilakukan sebagai metode penunjang untuk memperkaya data penelitian yang diperoleh dari wawancara. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi observasi di sekolah yaitu lingkungan sekolah serta sikap dan prilaku anak di sekolah. Sedangkan observasi di rumah terdiri dari lingkungan fisik , tempat tinggal subjek, interaksi ibu dan anak serta sikap dan prilaku subjek saat wawancara berlangsung.

3.7.

Alat Bantu Pengumpul Data

(61)

Setelah memperoleh data dari tekhnik pengumpulan data, maka peneliti menjalankan proses selanjutnya yaitu mengolah data. Menurut Paton (1980 ), Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mengatur urutan data mengorganisasikannya ke dalam sebuah pola, kategori dan uraian dasar.

3.9.

Prosedur Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan peneliti, diantaranya yaitu :

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Penyusunan ala! pengumpul data yang berupa pedoman wawancara

Uji coba pedoman wawancara kepada bebeirapa responden

Mencari subjek yang bersedia untuk diwawancarai yang sesuai dengan karakteristik

Mempersiapkan alat-alat untuk wawancara, seperti pedoman wawancara, tape recorder serta kaset kosong

Membuat janji pertemuan dan meminta kesediaan subjek untuk diwawancara

Melaksanakan wawancara dengan responden

(62)

4.1. Gambaran Umum Subjek

Subjek penelitian ini berjumlah 3 orang anak yang berusia sekitar 8-10 tahun. Mereka adalah anak tuna daksa yang mengikuti pendidikan inklusi di SON Ulu Jami 03 petang Jakarta Selatan.

Dalam penelitian ini nama subjek, tempat tertentu dan orang lain yang terlibat dalam kasus ini akan disamarkan dengan menggunakan nama-nama lain sesuai dengan jenis kelamin untuk menjaga kerahasiaan subjek dan pihak-pihak terkait serta sesuai dengan kode etik penelitian

Tabel 4.1

Garnbaran Urnurn Subjek

No Nam a Usia JK Suku

Bangsa

[image:62.595.38.447.125.671.2]
(63)

4.2.

Gambaran Pendidikan lnklusi di SON Ulu Jami 03

Petang Jakarta - Selatan

Pendidikan inklusi yang diselenggarakan di SON Ulu Jami 03 Petang, sudah berkembang sejak tiga tahun Jalu. Alasan sekolah mengadakan pendidikan inklusi adalah untuk memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi Anak - anak yang berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan yang layak seperti anak-anak Jainnya. Selain itu untuk membantu orang tua yang taraf ekonominya di bawah rata-rata, dimana mereka tidak mampu untuk

menyekolahkan Anak mereka di sekolah Juar biasa ( SLB ) dikarenakan biayanya yang cukup mahal.

Di sekolah ini sudah ada tiga siswa yang mengikuti pendidikan inklusi. Anak -anak yang berkebutuhan khusus mengikuti pelajaran bersama -anak--anak Jainnya dalam kelas yang sama. Secara kurikulum (mata pelajaran) yang diberikan juga tidak dibedakan. Hanya saja, karena keterbatasan fisik mereka, membuat mereka tidak dapat mengikuti praktek secara maksimal pada mata pelajaran olah raga. Kendati demikian, guru olah raga,

(64)

Lingkungan sekolah yaitu hubungan antara Anak berkebutuhan khusus dengan guru-guru atau teman-temanpun, cukup baik . rvleski pada awalnya mereka membutuhkan adaptasi terlebih dahulu. Penerirnaan serta

penghargaan yang baik dari orang - orang di lingkungan sekolah ini, membuat mereka nyaman dan senang mengikuti pelajaran di sekolah. Dengan demikian tidak ada hambatan yang sangat berarti yang dapat mematahkan semangat belajar mereka.

Selain itu para guru juga sering memberikan wejangan ataupun nasihat kepada seluruh murid-muridnya tentang kebersamaan dan kesetaraan antara anak-anak yang berkebutuhan khusus dengan anak-anak yang tidak

berkebutuhan khusus. Maka tidak ada perbedaan diantara siswa. Mereka semua memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam hal apapun.

(65)

mengganggu proses belajar mengajar , oleh karena di sekolah ini belum ada sarana prasarana dan pembimbing khusus bagi anak-anak yang

berkebutuhan khusus. Namun kendati demikian, pihak sekolah akan berusaha untuk mencarikan cara agar anak tersebut dapat masuk ke SLB tanpa biaya mahal.

Adapun untuk mengadakan pendidikan inklusi yang sesungguhnya, seperti adanya guru pendamping, kurikulum ataupun sarana dan prasarana yang memadai, teryata di SON 03 Ulu Jami ini belum memiliki kesanggupan, karena belum ada tempat ataupun lahan serta biaya. Akan tetapi ada usaha dan harapan agar pendidikan inklusi yang diadakan di sekolah ini, bisa lebih baik.

(66)

Respon orang tua terhadap pendidikan inklusi yang diselenggarakan di sekolah inipun, cukup bagus. Tidak pernah ada keluhan, melainkan mereka sangat respek dengan pendidikan inklusi ini, sehingga mereka

memperjuangkan apa saja untuk anaknya. Selain itu 「。セQゥ@ siswa yang ekonominya lemah, sekolah juga memberikan beasiswa berupa pemberian alat-alat tulis.

4.3

Analisa Data

1. Kasus Rian

A.

Data Pribadi Rian
(67)

Berdasarkan penuturan sang ayah saat diwawancarai, kondisi kecacatan yang diderita Rian terletak pada kadua kakinya yang sejak lahir terlihat bengkok. Dalam hal ini, Rian tidak dapat berjalan tanpa ada penyangga atau bantuan dari orang lain. Sehingga seluruh aktifitas keseharian Rian, masih dibantu oleh ayah, ibu dan bibinya. Hanya saja, akhir - akhir ini Rian tidak lagi diantar oleh ibunya, lantaran lbu sedang menjalani perawatan pasca operasi. Dengan demikian, tugas sang ibu diambil alih oleh sang bibi yang senantiasa mengantar dan menemani Rian di sekolah.

Sejarah kelahiran Rian terbilang cukup unik. Rian lahir secara premature, beratnya 1.5 kg dan panjangnya 45 cm. Jika dilihat ukurannya, besar bayi Rian menyerupai botol minuman. Pada saat mengandung Rian, kondisi ibu sangat lemah. Lemahnya kandungan yang dialami ibunda Rian,

(68)

demikian seluruh keluarga merasa terkejut melihat kejadian ini, dan tak lama kemudian, ibu dapat melahirkan Rian secara normal.

Setelah Rian lahir, ia dan orang tuanya masih tinggal di Subang selama 4 bulan. Hal ini dikarenakan orang tua Rian yang belum dapat mengurus bayi seorang diri. Kemudian mereka memutuskan kembali ke jakarta, setelah orang tua Rian merasa sudah mampu untuk mengurus anaknya tanpa bantuan nenek lagi. Dalam masa pertumbuhan dan perkembangan Rian, ternyata Rian tidak seperti anak -anak seusianya. Rian tidak banyak bergerak dan belum dapat berjalan di saat usianya menginjak 2 tahun.

Melihat kejanggalan seperti ini, maka orang tua, memeriksakan Rian ke Dokter ahli syaraf, adapun hasilnya, ternyata Rian men9alami kelemahan pada motoriknya. Terutama pada ba9ian kaki kanan dan kirinya. Dan

akhirnya orangtua diberi surat rujukan ke YPAC ( Yayasan Penyandang Anak Cacal ) dimana Rian disana dilatih saraf motoriknya. Adapun untuk

menguatkan gerakan kaki Rian, maka Rian dibuatkan sepatu khusus dari YPAC, namun sepatu itupun belum dapat membantu secara maksimal.

(69)

bisa jongkok, kemudian sampai dapat berjalan dengan cara merambat di dinding.

B. Hubungan dengan Keluarga

Sejak orang tua Rian menikah, keberadaan Rian sangat diharapkan dan diimpi-impikan oleh orang tuanya. la adalah anak yang sangat di andalkan oleh orang tuannya, meskipun kondisi Rian tidal< sempuma secara fisik, Rian juga memiliki kemampuan seperti teman-temannya yan£J sempurna secara fisik. Sebagai anak tunggal, Rian sangat diperhatikan oleh orang tua dan bibinya yang sejak kecil mengurus Rian. Segala keinginan dan kebutuhan Rian, selalu dipenuhi oleh orang tuannya, karena jika tidak dipenuhi, sesekali Rian suka marah-marah dan berkata kasar. (cerita bibi Flian)

(70)

C. Hubungan Sosial

Posisi tempat tinggal Rian yang terletak di pinggir jalan raya, menunjukkan sedikit sekali tetangga di samping kanan kiri rumahnya. l<ondisi lingkungan rumahnya sangat sepi dari perkumpulan anak-anak. Sehingga Rian tidak memiliki teman main di sekitar rumahnya. Dengan demikian, kegiatan Rian selain di sekolah lebih banyak di rumah. Namun kadangl<ala teman

sekolahnya yang cukup del<at dengan Rian, merel<a sul<a bermain ke rumah Rian untuk bermain game atau sekedar bercanda tawa. Jadi hubungan sosial Rian kepada teman sebayanya hanya teman-teman di sekolah. Adapun hubungan Rian dengan teman-temannya tersebut cukup baik, karena mereka dapat menerima Rian serta mengerti kondisi Rian yang demikian. Jika ada kesalah pahaman di antara mereka, tidak menjadikan hubungan mereka putus. Bahkan tidak selang beberapa lama, mereka dapat akrab kembali dan dapat tertawa bersama lagi.

D. Gambaran Kepercayan Diri Subjek

Dalam menjelaskan kepercayaan diri subjek penulis membaginya

(71)

a. Persepsi tentang diri subjek (Body Image)

Rian yang menderita kelainan pada kakinya,yaitu bentuknya yang kecil serta bengkok,membuat Rian merasa kesulitan untuk berjalan. Melihat kondisinya yang seperti ini, Rian memang merasa berbeda dengan kondisi kaki teman - temannya yang sempurna. Dengan demikian Rian merasa malu dengan teman - temannya yang lain karena untuk berjalan Rian masih membutuhkan bantuan oran9 lain seperti mama, bibi atau ayah yang selalu mendampingi Rian secara bergantian. Namun seiring waktu Rian yang sudah mulai bisa menerima keadaan dirinya, membuat dirinya selalu semangat dan optimis untuk tetap menjalani hidup dengan banyak belajar, bahkan Flian saat ini sudah mulai mencoba untuk dapat melakukan aktivitasnya tanpa dibantu orang lain seperti berjalan ke depan dengan cara merambat atau pergi ke toilet. (tutur sang ayah)

Ayah yang sangat telaten dalam mendampingi Rian, selalu

(72)

b. Motivasi Berprestasi

Di kelas, Rian termasuk anak yang dapat mengikuti pelajaran secara baik, Hal ini terbukti pada ranking Rian yang masuk dalam 1 O besar. Rian tampak aktif dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Selain itu Rian juga pernah memenangkanlomba cerdas cermat tingkat nasional ( cerita guru)

Kecenderungan yang ada dalam diri Rian adalah kegemarannya mengutak - atik barang - barang elektronika seperti hand phone, televisi, komputer, dsb. Rian akan terus bertanya sesuatu yang ingin diketahuinya sampai Rian benar - benar mengerti dan paham tentang barang baru yang ada di hadapannya.(kata ayah)

Meskipun Rian memiliki kaki yang yang kurang sempuma, temyata Rian miliki cita-cita cukup tinggi. Rian ingin menjadi pembalap, hampir setiap hari Rian menonton balapan baik di TV atau VCD sampai -sampai Rian sangat terobsesi untuk menjadi pembalap.(cerita Rian)

c. Mampu berinteraksi & berkomunikasi dengan orang lain.

Sekilas Rian tampak seperti anak yang pemalu. Penulis cukup lama melakukan pendekatan agar Rian mau berbicara. Sekitar 20 menit, penulis merayunya. Ternyata tanpa disadari, Rian mulai mau berbicara

(73)

Pada dasarnya Rian adalah anak yang ceria dan terbuka. Jika Rian sudah kenal dekat dengan orang yang ada dihadapannya, maka Rian sangat lincah dan banyak bicara. Oleh karenanya Rian harus

melakukan adaptasi terlebih dahulu, apabila oran9 baru tersebut

Gambar

Garnbaran Urnurn Tabel 4.1 Subjek
Tabel 4.2 lndikator
Gambaran Kepercayaan Diri Anak Tuna Daksa
Tabel 4.3 No lndikator
+6

Referensi

Dokumen terkait

Innehållet är väl balanserat och ger en helhetsbild som gör att detta är en mycket bra bok, något som också visas av att det getts ut en engelskspråkig upplaga (2:a upplagan) som

Penelitian ini mencoba memberikan sebuah alternatif model administrasi rawat jalan dengan menggunakan sistem informasi dengan arsitektur aplikasi client/server

Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai rancangan Sistem Laporan Pengaduan Tindak Pidana (SILATIP) menggunakan metode Extreme Programming yang bertujuan

Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang

Dengan demikian maka hipotesis Ho ditolak dan terima Ha yang menyatakan bahwa “terdapat hubungan yang segnifikan antara sumber daya alam dengan pertumbuhan ekonomi pada usaha

Kustodian Sentral Efek Indonesia announces ISIN codes for the following securities :..

Hal ini dilihat berdasarkan hasil penurunan tanahnya sebesar 0,0226 m dengan daya dukung ultimate sebesar 2476,283 kN, dengan jumlah tiang sebanyak 215 tiang dan estimasi biaya

(2012) Teaching writing skills based on a genre approach to L2 primary.. school students: An