• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015"

Copied!
211
0
0

Teks penuh

(1)

MAINTENANCE DI PT PELITA AIR SERVICE AREA KERJA PONDOK CABE, TANGERANG SELATAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH: Dwi Nurvita NIM : 1111101000039

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 3 Desember 2015

(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2015

Dwi Nurvita, NIM : 1111101000039

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015

xxii + 186 halaman, 10 tabel, 5 gambar, 9 bagan, 8 lampiran

ABSTRAK

PT Pelita Air Service memiliki based maintenance di area Pondok Cabe terdiri dari proses preflight dan postflight dengan potensi bahaya tinggi menimbulkan kecelakaan kerja. PT Pelita Air Service memiliki kegiatan pelaporan bahaya sebagai upaya preventif terjadinya kecelakaan dengan mengobservasi perilaku rekan kerja dan lingkungan kerja. Berdasarkan hasil observasi, masih terdapat kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman di lingkungan kerja namun hanya sedikit pekerja yang melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja teknisi unit maintenance yang tercatat sebagai pekerja tetap maupun pekerja kontrak di PT Pelita Air Service, area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan yang berjumlah 136 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan studi dokumen safety report. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi-square dan uji T-test Independen.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui 78,7% pekerja tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya dan 21,3% pekerja patuh melakukan pelaporan bahaya. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah usia, masa kerja, sikap, frekuensi paparan pelatihan keselamatan dan respon pihak pengawas. Sedangkan faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah persepsi terhadap bahaya, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan.

(4)

iii

(5)

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY

OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Undergraduate Thesis, December 2015 Dwi Nurvita, NIM : 1111101000039

Factors Associated with Hazard Reporting Compliance in Unit Maintenance Technician Worker at PT Pelita Air Service, Pondok Cabe Area, Tangerang Selatan, Year 2015

xxii + 186 pages, 10 tables, 5 pictures, 9 chats, 8 attachments ABSTRACT

PT Pelita Air Service has based maintenance in Pondok Cabe that consist of preflight and post flight process with high hazard potential which can cause work accident. PT Pelita Air Service has hazard reporting activities to prevent accidents by observing the behavior of co-workers and the working environment. Based on observation, there are still unsafe conditions and unsafe behavior in the workplace, but many workers did not fill the hazard reporting card.This study aims to determine the factors compliance with hazard reporting behavior in the unit maintenance technician workers at PT Pelita Air Service, Pondok Cabe area, Tangerang Selatan, 2015.

This study is a quantitative research with a cross sectional study design. The sample for this study is all technicians in unit maintenance who registered as permanent and contract workers. There are 136 workers at PT Pelita Air Service, Pondok Cabe area, Tangerang Selatan. The data was collected from questionnaires and safety report document. Bivariate analysis was used chi-square test and T-test independent test.

Based on the results of the study, 78,7% of workers didn't do the hazard reporting compliance and 21,3% of workers did the hazard reporting compliance. Many factors are not associated with reporting hazard compliance, there are the age, duration of work, attitude, frequency of exposure of safety training and response of the supervisor. While the perception of hazard, the attitude of co-workers and awards are associated with hazard reporting compliance.

Therefore, the researcher recommends to make a safety instruction for filling reporting hazard card, the implementation of socialization procedures and reporting hazard, filling reporting hazard as an element of assessment Key Performance Indicator (KPI), supervision and routine appeal from safety officer, management involvement of program activities, increasing the number and customize the reporting hazard card in every area that has hazard potential, the workers make a discussion in a forum or meeting once a week and have a lunch together as a monthly activity.

(6)
(7)
(8)

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Dwi Nurvita

Tempat,Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Desember 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Ampera Raya RT. 008/002 No. 9 Kel. Cilandak Timur, Kec. Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Tinggi/ Berat : 154 cm/ 48 kg

Telepon : 081517444641

Email : duwinurvita@gmail.com

Pendidikan Formal

Tahun

Sekolah/Universitas

2011- sekarang Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2008 – 2011 SMA Negeri 49 Jakarta

2005 – 2008 SMP Negeri 107 Jakarta

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWI Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, puji dan syukur saya ucapkan kepada Ilahi Rabbi yang selalu memberikan kenikmatan tak terhingga kepada kita. Atas segala kekuatan dan rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015”. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat ini.

Penulisan skripsi ini semata-mata bukan murni usaha penulis melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa doa, motivasi, dan bimbingan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini kepada:

1. Keluarga saya tercinta (Mama yang sudah tenang di surga, Bapak, Kakak, dan Adik) terima kasih untuk doa, dukungan dan segalanya.

2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes., selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala program studi kesehatan masyarakat yang senantiasa menjadikan program studi ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Dr. Iting Shofwati ST, MKKK selaku dosen peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terima kasih ibu atas waktu, ilmu dan pengalamannya.

(10)

ix

6. Ibu Dewi Utami Iriani, M. Kes, Ph. D selaku dosen pembimbing II yang selalu siap memberikan bimbingannya dan arahan yang positif sehingga penulis dapat menyelesaan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Iting Shofwati S.T, M.KKK, Ibu Catur Rosidati, M.KM, dan Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK selaku dosen penguji sidang skripsi, terima kasih atas kesediaan ibu menjadi penguji dan memberikan sarannya yang positif untuk perbaikan skripsi penulis

8. Bapak Ali selaku manajer QM&SHE yang sudah mengijinkan penulis melaksanakan penelitian ini.

9. Pak Obie, Pak Andri, Bu Nitra, Bu Sanis dan seluruh pekerja di PT Pelita Air Service yang telah bersedia membantu penelitian ini.

10. Makasih banyak kesayangan aku atas bantuan dan dukungannya: Kawan Solihah (Lintang, Danti, Epi, Salsa, Ntis, Meta, Ajeng, Ayu, Ibo, Amel) dan 8-xotis (Safira, Sarah, Iput, Rahma, Gia, Karin, Unik), dan semua yang telah membantu .

11. Dan teman-teman Kesehatan Masyarakat 2011 tercinta, sukses selalu buat kita semua

Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap seluruh kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Aamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, November 2015

(11)

x DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR BAGAN ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

DAFTAR ISTILAH ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Pertanyaan Penelitian ... 9

(12)

xi

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

1. Bagi PT Pelita Air Service... 11

2. Bagi Pekerja PT Pelita Air Service... 11

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 11

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kepatuhan ... 12

1. Definisi Kepatuhan ... 12

B. Pelaporan Bahaya ... 12

1. Pelaporan ... 12

2. Kondisi Bahaya ... 13

3. Pelaporan Bahaya ... 14

4. Dasar Hukum Kegiatan Pelaporan Bahaya ... 16

C. Teori Perubahan Perilaku ... 19

1. Teori Green dan Kreuter, 2000 ... 19

2. Teori Geller, 2001... 21

D. Dampak Pelaporan Bahaya Tidak Lengkap ... 24

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaporan Bahaya ... 25

(13)

xii

2. Faktor Eksternal ... 30

F. Kerangka Teori ... 40

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 42

A. Kerangka Konsep ... 42

B. Definisi Operasional ... 46

C. Hipotesis ... 49

BAB IV METODE PENELITIAN ... 50

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 50

B. Lokasi dan Waktu ... 50

C. Populasi dan Sampel ... 50

1. Populasi ... 50

2. Sampel ... 51

D. Pengumpulan Data ... 52

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 52

F. Validitas dan Reabilitas Kuesioner ... 58

1. Validitas ... 58

2. Reabilitas ... 59

H. Manajemen Data ... 60

1. Editing ... 60

2. Coding ... 61

(14)

xiii

4. Cleaning ... 62

I. Analisis Data ... 62

1. Analisis Univariat ... 62

2. Analisis Bivariat ... 63

J. Penyajian Data ... 64

BAB V HASIL ... 65

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 65

1. Profil PT Pelita Air Service ... 65

2. Visi dan Misi PT Pelita Air Service ... 66

3. Gambaran Area Kerja Pondok Cabe ... 66

4. Kebijakan K3 ... 69

5. Pelaporan Bahaya di PT Pelita Air Service ... 71

6. Tujuan, Prinsip dan Manfaat Kegiatan Pelaporan Bahaya ... 72

7. Personil dan Tempat Pelaksanaan Pelaporan Bahaya ... 72

8. Jenis Formulir Pelaporan Bahaya ... 73

9. Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja di PT Pelita Air Service ... 75

(15)

xiv

C. Gambaran Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service

Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ... 79

1. Usia ... 80

2. Masa Kerja ... 80

3. Sikap ... 81

4. Persepsi Terhadap Bahaya ... 81

D. Gambaran Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ... 81

1. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan ... 82

2. Respon Pihak Pengawas ... 83

3. Sikap Rekan Kerja ... 83

4. Pengaruh Penghargaan ... 83

E. Hubungan antara Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ... 83

1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya... 84

2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ... 84

(16)

xv

4. Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ... 86 F. Hubungan antara Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan

Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ... 86 1. Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan

Kepatuhan Pelaporan Bahaya ... 87 2. Hubungan antara Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan

Pelaporan Bahaya ... 88 3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan

Bahaya ... 89 4. Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan Pelaporan

Bahaya ... 89 BAB VI PEMBAHASAN ... 91 A. Keterbatasan Penelitian ... 91 B. Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit

(17)

xvi

C. Hubungan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015... 97 1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya... 97 2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya .... 100 3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ... 104 4. Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan

Pelaporan Bahaya ... 109 D. Hubungan Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan,

Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015... 113 1. Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan

Kepatuhan Pelaporan Bahaya ... 113 2. Hubungan antara Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan

Pelaporan Bahaya ... 118 3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan

Bahaya ... 122 4. Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan Pelaporan

(18)

xvii

A. Simpulan ... 131

B. Saran ... 133

1. Bagi PT Pelita Air Service... 133

2. Bagi Pekerja PT Pelita Air Service... 135

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 136

(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Definisi Operasional ... ...46 Tabel 4. 1 Skoring Variabel Sikap...55 Tabel 4. 2 Kode Variabel ... ...62 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ... 79 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja)

(20)

xix

(21)

xx

DAFTAR BAGAN

Bagan 2. 1 Faktor yang Mempengaruhi Praktik Keselamatan Pekerja ... 20

Bagan 2. 2 The Safety Triad ... 21

Bagan 2. 3 Aspek internal dan eksternal pada individu yang dapat mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja ... 22

Bagan 2. 4 The ABC Model ... 23

Bagan 2. 5 Kerangka Teori ... 41

Bagan 3. 1 Kerangka Konsep ... 42

Bagan 5. 1 Proses Pre-Flight Pesawat ... 69

Bagan 5. 2 Proses Post-Flight Pesawat ... 70

(22)

xxi

DAFTAR GAMBAR

(23)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

(24)

xxiii

DAFTAR ISTILAH

HSE : Health Safety and Environment

OHSAS : Occupational Health and Safety Assessment Series APD : Alat Pelindung Diri

PP : Peraturan Pemerintah PT : Perseroan Terbatas BBS : Behavior Based Safety

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

CDC : Canadian Centre of Occupational Health and Safety KPI : Key Performance Indicator

HR : Hazard Report

SOF : Safety Observation Form

STOP : Safety Training Observation Program STOP 6 : Safety Toyota ―0‖ Accident Project CCOHS : Centre for Disease Control and Prevention KKL : Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan

QM&SHE : Quality Management and Safety, Health, Environment, Security Aviation

(25)

1 A. Latar Belakang

Dalam Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001 tahun 2007 mengenai Persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) disebutkan bahwa pelaksanaan keselamatan kerja salah satunya dengan melakukan pelaporan keadaan berbahaya. Hal tersebut tertera pada klausul 4.5.3.2 mengenai pentingnya menerapkan prosedur untuk mencatat ketidaksesuaian, tindakan perbaikan serta mendokumentasikan tindakan pencegahan. Pelaksanaan pelaporan bahaya juga didukung Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, Lampiran II tentang pedoman penilaian penerapan SMK3 poin 8.1 bahwa prosedur pelaporan bahaya harus dimiliki perusahaan dan diketahui oleh tenaga kerja.

(26)

Ketika menerapkan kegiatan pelaporan bahaya, setiap perusahaan memiliki kewenangan untuk mengadopsi, memodifikasi atau merancang sendiri kegiatan pelaporan bahaya yang telah disesuaikan dengan budaya perusahaan. Selain itu, kegiatan pelaporan bahaya juga mengikutsertakan peran seluruh pekerja agar kegiatan berjalan efektif dan dapat meningkatkan kepedulian terhadap penerapan upaya pencegahan kecelakaan dengan sukarela (Gunawan, 2013).

Pelaporan bahaya mencakup pelaporan kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman (WSH Council, 2014). Pelaporan bahaya oleh pekerja merupakan sarana penting untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan mencatat ketidaksesuaian sebelum kecelakaan. Pelaporan bahaya harus menjadi prioritas program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) karena merupakan pencegahan dasar terjadinya kecelakaan (Human Resources and Skills Development Canada, 2013). Pelaporan bahaya merupakan indikasi adanya permasalahan dimana cidera bisa terjadi, meskipun belum menimbulkan kerugian, tetapi pelaporan bahaya menghasilkan informasi yang mengarah kepada tindakan perbaikan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman (Healthyworkinglives.com, 2014).

(27)

melaporkan keadaan bahaya, tidak disertai dengan tindakan menegur (intervensi) kepada objek pengamatan. Sebesar 24,6% pekerja tidak mengintervensi karena pekerja lain dapat marah ketika diintervensi dan 19,8% berpendapat intervensi tidak akan mengubah perilaku seseorang (Ragain dkk, 2011). Ketika pekerja tidak mengubah keadaan bahaya maka sejumlah besar cidera tidak dapat dicegah.

Di Indonesia, pelaporan bahaya dengan pengamatan kondisi dan perilaku tidak aman juga belum maksimal. Penelitian Asril (2003) di PT Apexindo Pratama Duta menyatakan pada bulan Desember 2002 hingga Juni 2003, hanya 24 orang (22%) dari 109 pekerja yang mengisi kartu pengamatan bahaya. Sejalan dengan itu, Nurhayati (2009) mengatakan pelaksanaan program Safety Pro-active Activity yang merupakan jenis pelaporan bahaya di PT Astra Daihatsu Motormasih memiliki kendala yaitu pekerja belum paham cara pengisian check sheet tentangpelaporan bahaya.

Dampak yang timbul jika pelaporan bahaya tidak terlaksana dengan baik adalah tidak akan teridentifikasinya kondisi-kondisi tidak aman maupun perilaku tidak aman di lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan ataupun kejadian yang lebih besar. Oleh karena itu, pentingnya dilakukan pelaporan bahaya sebagai tindakan pencegahan pada perilaku dan kondisi tidak aman agar dapat menghindari terjadinya kecelakaan kerja yang fatal.

(28)

Burden of Occupational Injury and Illness in the United States menunjukkan bahwa kematian dan cidera akibat kerja mengeluarkan biaya $192 milyar per tahun (CDC, 2014). Sedangkan jumlah klaim kecelakaan kerja tahun 2013 di Indonesia mencapai Rp 618,49 miliar (BPJS, 2014).

PT Pelita Air Service merupakan perusahaan pernerbangan yang memiliki komitmen untuk menerapkan K3 dalam kegiatan jasanya. PT Pelita Air Service melayani jasa penyewaan pesawat (charter) dengan memiliki fasilitas dasar pemeliharaan pesawat (based maintenance). Jasa charter dilakukan untuk melayani penerbangan baik bagi perusahaan minyak maupun masyarakat umum serta based maintenance pesawat merupakan pusat untuk pemeliharaan pesawat baik pemeliharaan yang dilakukan setiap hari maupun pemeliharaan bulanan serta tahunan.

Pada proses jasanya, PT Pelita Air Service terbagi dalam beberapa departemen. Setiap departemen memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dalam menjalankan kegiatannya. Kegiatan administrasi dan kontrak charter dilakukan pada bagian kantor sedangkan kegiatan based maintenance dilakukan pada bagian hangar di area Pondok Cabe oleh pekerja teknisi unit maintenance yang terdiri dari proses preflight dan postflight.

(29)

intensitas paparan cukup tinggi. Paparan yang tinggi terutama terjadi dalam proses preflight dan postflight yang dilakukan di area kerja Pondok Cabe dapat menimbulkan peluang kecelakaan kerja lebih besar dibandingkan dengan area kerja lain.

PT Pelita Air Service menerapkan kegiatan pelaporan bahaya sebagai upaya preventif terjadinya kecelakaan demi menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan melibatkan partisipasi pekerja. Kegiatan pelaporan bahaya dimana pekerja dilatih peka terhadap perilaku atau kondisi aman dan tidak aman dengan mengisi form pelaporan bahaya. Form dikembangkan sebagai alat keahlian observasi dan komunikasi guna memastikan tempat kerja lebih aman karena perilaku dan kondisi tidak aman dapat terdeteksi dan dilaporkan melalui form tersebut.

(30)

prioritas perbaikan. Selain itu, form pelaporan bahaya juga dapat dikirim langsung melalui fax atau email ke Departemen QM&SHE.

Kegiatan pelaporan bahaya dimulai pada tahun 2001, namun pelaksanaan pelaporan bahaya berjalan kurang baik. Hasil pengamatan peneliti selama tiga minggu dari 2 Februari 2015 sampai 9 Maret 2015 di area Pondok Cabe terlihat bahwa pekerja masih melakukan perilaku tidak aman dan terdapat kondisi berbahaya di sekitar pekerja. Beberapa perilaku tidak aman yang terdeteksi yakni kelalaian penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), sikap tubuh tidak ergonomis serta bercanda saat bekerja. Namun hanya sebagian kecil pekerja yaitu 8 pekerja dari 20 pekerja (40%) yang melaporkan keadaan berbahaya dengan melakukan pengisian pada kartu pelaporan bahaya. Selain itu, hasil pengumpulan kartu pelaporan bahaya pada tahun 2012, hanya terkumpul 84 pelaporan bahaya dari target 200 pelaporan bahaya (42%) dan tahun 2014 hanya 218 pelaporan bahaya dari target 300 pelaporan bahaya (72,6%).

Pada tahun 2014, PT Pelita Air Service mengalami tiga kasus kecelakaan kerja, satu First Aid Case, satu Property Damage dan satu Vehicle Incident. Berdasarkan hasil investigasi Departemen QM&SHE, kasus tahun 2014 disebabkan perilaku tidak aman pekerja. Adanya kecelakaan kerja menunjukkan bahwa kegiatan pelaporan bahaya untuk mencegah kecelakaan belum terlaksana dengan baik.

(31)

sebelumnya, perilaku pelaporan bahaya dipengaruhi 2 faktor yaitu faktor internal (persepsi, sikap, usia, masa kerja) dan faktor eksternal (pelatihan, penghargaan, pengawas serta rekan kerja).

Faktor internal yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah sikap (Anugraheni, 2003). Sedangkan menurut Marettia (2011) persepsi juga berhubungan dengan perilaku pelaksanaan Safety Training Observation Program (STOP) Card yang merupakan jenis pelaporan bahaya. Selanjutnya, masa kerja juga memiliki hubungan dengan perilaku pekerja dalam pencegahan kecelakaan kerja (Al Faris, 2014). Penelitian kurniawan (2006) juga menyatakan bahwa ada hubungan antara umur pekerja dengan praktik penerapan prosedur keselamatan kerja termasuk kegiatan pelaporan bahaya.

Faktor eksternal yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah pelatihan (Asril, 2003). Sedangkan menurut Halimah (2010) peran pengawas dan peran rekan kerja juga berhubungan dengan perilaku aman pekerja, pelaporan bahaya termasuk bagian dari perilaku aman pekerja. Selanjutnya, menurut Anugraheni (2003) sanksi dan penghargaan juga berhubungan dengan perilaku pekerja dalam program Safety Toyota ―0‖ Accident Project (STOP 6) yang merupakan jenis pelaporan bahaya.

(32)

terjadi. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance.

B. Rumusan Masalah

PT Pelita Air Service memiliki based maintenance di area kerja Pondok Cabe terdiri dari proses preflight dan postflight yang dilakukan oleh pekerja teknisi unit maintenance. Proses preflight dan postflight memiliki potensi bahaya tinggi dalam menimbulkan kecelakaan kerja dibandingkan dengan area kerja lain. PT Pelita Air Service sudah memiliki kegiatan pelaporan bahaya sebagai upaya preventif terjadinya kecelakaan dengan mengobservasi perilaku rekan kerja dan lingkungan kerja.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama tiga minggu dari 2 Februari 2015 sampai 9 Maret 2015 di area kerja Pondok Cabe terlihat bahwa pekerja masih melakukan perilaku tidak aman dan terdapat kondisi berbahaya di sekitar pekerja. Beberapa perilaku tidak aman yang terdeteksi yakni kelalaian penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), sikap tubuh tidak ergonomis serta bercanda saat bekerja. Namun pengisian pelaporan bahaya masih rendah, tidak ada pekerja yang melakukan pengisian kartu selama periode tersebut.

(33)

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015?

2. Bagaimana gambaran faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015?

3. Bagaimana gambaran faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015?

4. Apakah ada hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015?

(34)

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.

b. Diketahuinya gambaran faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.

c. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.

(35)

e. Diketahuinya hubungan antara faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi PT Pelita Air Service

a. Sebagai sumber informasi mengenai pelaksanaan pelaporan bahaya pada pekerja di PT Pelita Air Service.

b. Bahan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya di PT Pelita Air Service dengan meninjau faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pekerja.

2. Bagi Pekerja PT Pelita Air Service

Sebagai gambaran dan bahan evaluasi diri pekerja mengenai dukungan pekerja serta faktor-faktor yang berhubungan dalam pelaporan bahaya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

(36)

F. Ruang Lingkup Penelitian

(37)

12 A. Kepatuhan

1. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan (compliance) merupakan salah satu bentuk perilaku yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal (Ruhyandi, 2008). Geller (2001) pada teori safety triad juga menyatakan kepatuhan merupakan salah satu faktor pada komponen behavior yang dipengaruhi oleh interaksi faktor pada komponen person dan environment. Ramdayana (2009) mengemukakan bahwa kepatuhan akan menghasilkan perubahan tingkah laku (behaviour change) yang bersifat sementara dan individu yang berada di dalamnya akan cenderung kembali ke perilaku/pandangannya yang semula jika pengawasan kelompok mulai mengendur dan perlahan memudar atau jika individu tersebut dipindahkan dari kelompok asalnya.

B. Pelaporan Bahaya

Kegiatan pelaporan bahaya dilakukan oleh pekerja dalam rangka mencegah kecelakaan kerja serta untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman.

1. Pelaporan

(38)

hubungan wewenang (authority) dan tanggung jawab (responibility) yang ada antara mereka. Selain itu, pelaporan merupakan salah satu cara pelaksanaan komunikasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya. Laporan mempunyai peranan yang penting pada suatu organisasi karena hubungan antara atasan dan bawahan, ataupun antara sesama pekerja dalam suatu organisasi yang terjalin baik dan dapat mewujudkan sebagian dari keberhasilan organisasi tersebut (Haryanto, 2007).

2. Kondisi Bahaya

Bahaya adalah suatu objek atau situasi yang berpotensi menyebabkan kerusakan, gangguan efek kesehatan yang mempengaruhi sesuatu atau seseorang di bawah kondisi-kondisi tertentu di tempat kerja (CCOHS, 2008). Keberadaan bahaya dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan insiden yang membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material dan lingkungan (Ramli, 2010). Berdasarkan modifikasi piramida kecelakaan dari Heinrich’s Accident Triangle bahwa situasi berbahaya terdiri dari pelaporan kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman (WSH Council, 2014).

Kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu kondisi lingkungan kerja yang mengandung potensi atau faktor bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, antara lain:

a. Keadaan mesin, peralatan kerja, pesawat

(39)

Sedangkan tindakan tidak aman (unsafe action) yaitu suatu tindakan atau tingkah laku yang tidak aman sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja, misalnya:

a. Cara kerja yang tidak benar b. Sikap kerja yang tergesa-gesa

c. Kurang pengetahuan dan ketrampilan

d. Kelelahan dan kejenuhan, dll (Ernawati, 2009).

3. Pelaporan Bahaya

Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengharuskan adanya pelaporan bahaya di tempat kerja. Pelaporan dilaporkan kepada atasan atau supervisor untuk dapat mengurangi potensi bahaya yang akan menghasilkan dampak negatif (EHS Carleton Univesity, 2009).

Menurut CCOHS (2008) proses pelaporan bahaya memungkinkan pekerja untuk melaporkan kondisi berbahaya yang mereka lihat secara langsung dengan mengisi formulir sederhana yang tersedia. Prosedur ini memungkinkan untuk pelaporan cepat dan tindakan perbaikan berikutnya tanpa menunggu inspeksi rutin.

(40)

Sehingga adanya kegiatan dalam pelaporan bahaya atas tindakan dan kondisi tidak aman harus dilaksanakan dengan baik. Hal ini juga sesuai dengan teori safety accident pyramid sebagai berikut :

Gambar 2.1

Safety Accident Pyramid

Teori ini menggunakan ratio perbandingan 1: 10 : 30 : 600 yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

(41)

d. Rasio perbandingan 600 adalah untuk kecelakaan yang tidak berakibat luka atau kerusakan (nyaris celaka), artinya bahwa setiap enam ratus kali kejadian-kejadian yang tidak berakibat orang luka maupun kerusakan harta benda yang terjadi, kejadian seperti inilah yang perlu kita kendalikan agar tidak terjadi yang rasio perbandingan kecelakaan 30, 10 maupun 1.

Piramida tersebut menunjukkan bahwa kontribusi tindakan yang tidak aman akan menyebabkan cidera yang parah, satu kecelakaan terjadi akibat akumulasi nearmiss yang merupakan atrisk behaviour dan keadaan berbahaya yang terdiri dari perilaku kerja yang tidak aman maupun kondisi tidak aman (Bird, 1986) dalam (Roughton, 2002). Sejalan dengan itu, menurut WSH Council (2014) incident yang terjadi mencakup kejadian near-miss incident dan hazardous situation (situasi berbahaya) terbagi menjadi unsafe conditions dan at risk behaviour (WSH Council, 2014).

Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mencegah situasi berbahaya (perilaku dan kondisi tidak aman) sebelum terakumulasi dan menyebabkan kecelakaan dan cidera lebih serius. Salah satunya dengan melaksanakan kegiatan pelaporan bahaya yang adadi PT Pelita Air Service.

4. Dasar Hukum Kegiatan Pelaporan Bahaya

a. OHSAS tahun 2007

(42)

di tempat kerja. Dalam OHSAS:18001 klausul 4.5.3.2 mengatakan bahwa organisasi harus menerapkan prosedur untuk mencatat ketidaksesuaian, tindakan perbaikan serta mendokumentasikan tindakan pencegahan.

OHSAS menyatakan bahwa pelaporan bahaya harus diterapkan disetiap perusahan melalui pencatatan ketidaksesuaian yang ada di area kerja oleh pekerja sehingga dapat tercipta lingkungan kerja yang aman.

b. PP No. 50 Tahun 2012

Agar memudahkan pelaksanaan K3 di tempat kerja, Departemen Tenaga Kerja juga mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan K3, salah satunya Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah di Indonesia dalam PP No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3 menyatakan bahwa setiap perusahaan yang mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3. Tertera pada Pasal 12 menyatakan bahwa dalam melaksanakan kegiatan K3 harus melibatkan seluruh pekerja. Serta dalam lampiran II poin 8.1 menyatakan bahwa prosedur pelaporan bahaya harus dimiliki perusahaan dan prosedur tersebut diketahui oleh tenaga kerja.

(43)

sehingga pelaksanaan K3 diperusahaan melibatkan seluruh pekerja agar tercipta lingkungan kerja yang aman.

c. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/223/X/2009

Direktur Jenderal Perhubungan Udara telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor SKEP/223/X/2009 tentang petunjuk dan tata cara pelaksanaan sistem manajemen keselamatan (safety managemenet system) operasi bandar udara, bagian 139-01 pada poin 4.1 menyatakan bahwa setiap pegawai bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi bahaya dan melaporkan kepada safety manager/officer. Identifikasi bahaya yang ada di bandar udara dilakukan salah satunya berdasarkan kegiatan pelaporan bahaya namun tidak ditetapkan metode yang harus digunakan. Metode identifikasi hazard disesuaikan dengan ketetapan setiap bandar udara.

(44)

merancang sendiri kegiatan pelaporan bahaya pada perusahaannya sendiri.

C. Teori Perubahan Perilaku

1. Teori Green dan Kreuter, 2000

Kepatuhan merupakan salah satu bentuk perilaku (Ruhyandi, 2008). Menurut Green dan Kreuter tahun 2000 perilaku dibentuk dan dipengaruhi dari tiga faktor yaitu:

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, nilai dan faktor demografi. b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) yang terwujud dalam tersedianya sumber daya yang mendorong perilaku, aksesibilitas sumber daya.

c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors) berupa dukungan keluarga, teman sebaya, pemberi pekerjaan, penyedia layanan kesehatan dan pengajar.

(45)

demografi seperti umur dan masa kerja. Faktor pemungkin yang merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau kepatuhan keselamatan pekerja dan faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku termasuk kepatuhan.

Berikut adalah teori Green dan Kreuter yang sudah diaplikasikan ke occupational settings oleh Dedobbeleer dan German tahun 1987 (Green, 2000) seperti pada bagan 2.2:

Bagan 2.1

Faktor yang mempengaruhi Praktik Keselamatan Pekerja Faktor Predisposisi

 Pengetahuan mengenai keselamatan

 Sikap terhadap kinerja keselamatan

 Persepsi terhadap cidera

 Pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri

 Riwayat cidera

 Adanya rekan kerja yang terluka

Faktor Pemungkin

 Paparan pelatihan keselamatan

 Instruksi pada awal pekerjaan

 Ketersediaan peralatan yang sesuai dan aman

 Paparan rapat keselamatan

Work pace (kecepatan kerja)

Praktik

Keselamatan

Pekerja

Faktor Penguat

 Sikap manajemen puncak terhadap keselamatan

 Peraturan manajemen puncak

 Pengawasan kearah keselamatan

 Sikap rekan kerja kearah keselamatan

(46)

2. Teori Geller, 2001

Perilaku taat atau patuh terhadap peraturan merupakan langkah awal menuju budaya keselamatan E. Scott Geller tahun 2001 mengemukakan model Total Safety Culture yang memperhatikan 3 faktor yang dinamakan The Safety Triad seperti pada bagan 2.3:

Pengetahuan, Keterampilan, Mesin, Peralatan Kemampuan, Intelegensi housekeeping,

Tiga faktor tersebut bersifat dinamis dan interaktif. Perubahan pada salah satu faktor dapat mempengaruhi faktor lainnya. Budaya keselamatan yang baik merupakan hasil interaksi perilaku K3, faktor pribadi dan juga faktor organisasi. Faktor perilaku dan personal orang tersebut menunjukkan kedinamisan manusia dalam keselamatan kerja. Kedua faktor tersebut sangat penting untuk mencapai budaya keselamatan yang baik. Pendekatan ini berfungsi untuk memahami dan mengelola elemen manusia untuk mencegah kecelakaan kerja (Geller, 2001).

Budaya Keselamatan

Orang Lingkungan

(47)

Selain itu, ada aspek internal dan eksternal pada individu yang dapat mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja (Geller, 2001). Pendekatan ini digunakan untuk mengubah perilaku seseorang seperti pada bagan 2.3:

Bagan 2.3

Aspek internal dan eksternalpada individu

yang mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja Selain itu, Geller (2001) juga menggunakan teori ABC (Antecedent -Behavior-Consequence) atau (Aktivator-Perilaku-Konsekuensi) model yang dikemukakan oleh B.F Skinner untuk mengintervensi perubahan perilaku termasuk kepatuhan. Model ini dapat digunakan untuk mendiagnosis faktor yang berkontribusi dalam insiden atau perilaku berisiko maupun kepatuhan dan menentukan tindakan koreksi. Dalam model ini aktivator dapat merangsang timbulnya perilaku dan konsekuensi dapat memotivasi perilaku.

Manusia

Internal

Status ciri-ciri:

(48)

- Diskusi -Pengisian kartu -Umpan Balik -Kebijakan -menggunakan APD -Positif/negatif

-Ceramah -mengingatkan -Hadiah/

-Demonstrasi rekan kerja hukuman

-Perjanjian

Bagan 2.4

The ABC Model

Antecedent ialah sesuatu yang datangnya lebih dahulu sebelum terjadi perilaku atau behavior. Antecedent dapat dikatakan sebagai pemicu suatu perilaku atau dapat dikatakan mengapa orang berperilaku seperti itu. Consequence ialah sesuatu yang mengikuti perilaku atau dengan kata lain akibat dari perilaku yang dilakukan (Irliyanti, 2014).

Teori dalam model perilaku ABC ini sesuai dengan The lawfullness of behavior dalam ilmu perilaku yang disampaikan oleh Irliyanti (2014) mengemukakan bahwa tingkah laku manusia timbul karena adanya stimulus, tidak ada tingkah laku manusia yang terjadi tanpa adanya stimulus, stimulus merupakan sebab terjadinya perilaku, dan semakin besar stimulus yang ada maka semakin besar kemampuannya untuk menggerakkan tingkah laku.

Penggunaan model perilaku ABC merupakan cara yang efektif untuk memahami mengapa perilaku bisa terjadi dan merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan ataupun kepatuhan karena dalam model perilaku ini terdapat konsekuensi yang digunakan untuk memotivasi agar frekuensi perilaku yang diharapkan dapat meningkat serta model perilaku ABC ini berguna untuk mendesain

(49)

intervensi yang dapat meningkatkan perilaku, individu, kelompok, dan organisasi (Geller, 2005). Dalam hal ini perilaku yang diharapkan frekuensinya meningkat ialah kepatuhan pengisian kartu pelaporan bahaya untuk mendukung meningkatnya perilaku aman pada pekerja. D. Dampak Pelaporan Bahaya Tidak Lengkap

Dampak yang timbul jika pelaporan bahaya tidak terlaksana dengan baik adalah tidak akan teridentifikasi bahwa terdapat kondisi-kondisi tidak aman maupun perilaku tidak aman di lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan ataupun kejadian yang lebih besar. Ketika cidera tidak dilaporkan, pekerja terluka melepaskan hak-hak mereka untuk mendapatkan kompensasi pekerja dan perusahaan tetap tidak menyadari masalah keselamatan yang terjadi. Kedua, pekerja dapat terus melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak aman karena mereka tetap tidak yakin bahwa perilaku seperti itu mungkin mengakibatkan kecelakaan. Namun, pekerja keliru, perilaku yang tidak aman adalah penyebab utama kecelakaan yang bisa menyebabkan kematian (Human Resources and Skills Development Canada, 2013).

(50)

kecelakaan kerja diantaranya kerugian-kerugian (biaya-biaya) dari biaya langsung kecelakaan kerja yaitu biaya pengobatan dan perawatan korban kecelakaan kerja serta biaya kompensasi (yang tidak diasuransikan). Selain itu, biaya tidak langsung dikarenakan adanya kerusakan bangunan, alat dan mesin, kerusakan produk dan bahan atau material, gangguan dan terhentinya produksi, biaya administratif, pengeluaran sarana dan prasarana darurat, sewa mesin sementara, waktu untuk investigasi, pembayaran gaji untuk waktu yang hilang, nama baik, dan sebagainya (Marettia, 2010).

(51)

1. Faktor Internal

a. Usia

Semakin matang usia seseorang biasanya cenderung bertambah pengetahuan dan tingkat kedewasaannya. Penelitian Shiddiq (2013) di PT Semen Tonasa juga mengatakan bahwa pada umumnya dengan bertambahnya usia akan semakin rasional, makin mampu mengendalikan emosi dan makin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang membahayakan. Menurut Septiano (2004) proporsi kepatuhan pekerja yang berumur <30 tahun memiliki kepatuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kepatuhan pekerja yang memiliki usia ≥ 30 tahun.

Sebaliknya, penelitian Asril (2003) yang mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori umur dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Selain itu, tenaga kerja yang masih muda mempunyai kemampuan kerja yang lebih baik dari tenaga kerja yang sudah tua. Umur yang terlalu tua dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja lebih parah disebabkan oleh penurunan kemampuan reaksi dan kesulitan dalam penyesuaian diri dengan pekerjaan (Helda, 2007).

b. Masa Kerja

(52)

bertambah baik sesuai dengan pertambahan lama bekerja di tempat kerja yang bersangkutan (Helda, 2007). Menurut Hadiyani (2010) masa kerja pendek menyebabkan keterlibatan sosial yang dibangun juga masih rapuh, sehingga komitmen organisasi yang dimiliki oleh pekerja dengan masa kerja yang pendek cenderung lebih rendah. Semakin lama pekerja bekerja di dalam suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan pekerja mengetahui keadaan sesungguhnya yang terjadi di dalam perusahaan (Kusuma, 2011). Salah satu bentuk keterlibatan sosial di dalam organisasi adalah bentuk kesadaran pekerja untuk dapat melaporkan kondisi dan perilaku berbahaya di lingkungan kerja. Bertentangan dengan itu menurut penelitian Suryatno (2012) di perusahaan MontD‟Or Oil Tungkat Ltd. menunjukkan tidak ada hubungan masa kerja dengan kualitas implementasi kartu observasi bahaya.

c. Sikap

Sebuah sikap merupakan suatu keadaan mental, yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa dia berhubungan (Winardi, 2004). Menurut Notoatmodjo (2010) sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dan berpersepsi. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi. Notoatmodjo (2010) menguraikan sikap memiliki tiga komponen pokok, antara lain:

1) Kepercayaan, ide dan konsep terhadap objek

(53)

3) Kecederungan untuk bertindak

Ketiga komponen tersebut akan saling mendukung dan bersama-sama akan membentuk suatu sikap secara utuh (Nasrullah, 2014). Penelitian Anugraheni (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP6 yang berfungsi untuk mencatat adanya perilaku dan kondisi berbahaya. Selain itu, menurut penelitian penelitian Asril (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pengisian kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. STOP6 dan KKL merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya.

d. Persepsi Terhadap Bahaya

Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian memproses informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterprestasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung (Shiddiq, 2013).

(54)

menyebabkan kecelakaan dan cidera yang bisa terjadi pada diri dan sekitarnya. Penelitian Marettia (2011) yang menyatakan ada hubungan bermakna antara persepsi pekerja terhadap bahaya dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan program STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja.

e. Pengendalian Keselamatan atas Pekerjaan Sendiri

Pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dan menunjukkan pribadi yang profesional dalam bekerja termasuk dalam melaksanakan program perusahaan seperti kegiatan pelaporan bahaya atau kemampuan seseorang dalam mengontrol emosinya dalam bekerja (Maulana, 2009). Setiap pekerja dapat memberikan kontribusi bagi kesuksesan ataupun kegagalan organisasi melalui upaya kontrol terhadap dirinya. Misalnya, pekerja melakukan kontrol pada perilakunya yang berhubungan dengan kinerja, seperti bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas atau kegiatan yang ditetapkan perusahaan dan melakukan kontrol agar tidak berperilaku merusak dan membahayakan (Fox dan Spector, 2005).

(55)

f. Riwayat Cidera

Semakin tidak aman perilaku seseorang dalam bekerja maka semakin tinggi tingkat kejadian kecelakaan kerja yang dapat terjadi. Ketika pekerja tidak melakukan kegiatan pelaporan bahaya dengan baik maka secara tidak langsung pekerja telah melalukan tindakan yang tidak aman. Riwayat cidera merupakan kejadian kecelakaan akibat kerja yang pernah dialami oleh pekerja. Adanya riwayat cidera dapat memberikan kewaspadaan lebih untuk patuh untuk melakukan pelaporan bahaya pada diri pekerja.

Kepatuhan pekerja dalam bekerja dapat menciptakan munculnya risiko yang berkaitan dengan keselamatan kerja. Munculnya perilaku yang berisiko atau tidak patuh menjadi manifestasi sehingga individu merasa kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kerja dan performance kerja yang dimunculkan tidak lagi sesuai dengan kemampuan sebenarnya dan berdampak menimbulkan kecelakaan kerja (Wibisono, 2013). Penelitian Al Faris (2014) menunjukkan bahwa perilaku tenaga kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kecelakaan yang terjadi dengan. Sebaliknya, penelitian Utami (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara cidera atau sakit dengan perilaku K3 pada pekerja Departemen Operasi II PT Pusri Palembang.

2. Faktor Eksternal

a. Adanya Rekan Kerja yang Terluka

(56)

Dengan memiliki rekan kerja yang baik, para pekerja akan saling membantu dan memiliki rekan bicara dalam pekerjaan. Seringkali pekerja berperilaku tidak melakukan pelaporan bahaya karena rekannya yang lain juga berperilaku demikian.

Geller (2001) juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman. Sejalan dengan itu Jayatri (2014) yang berjudul faktor individu dan faktor pembentuk budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan perilaku k3 menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran rekan kerja dengan perilaku aman. Perilaku pelaporan bahaya merupakan bagian dari perilaku aman pada pekerja.

b. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan

(57)

Menurut penelitian Marettia (2011) di PT SIM Plant Tambun II menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Semakin baik pelatihan yang diberikan pada pekerja dapat meningkatkan perilaku aman dalam pelaksanaan STOP. Penelitian Asril (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Sebaliknya, penelitian Anugraheni (2003) menghasilkan yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi berbahaya. STOP, STOP 6, dan kartu KKL merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya yang diterapkan di perusahaan.

c. Instruksi pada Awal Pekerjaan

(58)

komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja digunakan untuk mendorong perilaku, sehingga pekerja termotivasi untuk bekerja dengan selamat dan melakukan perilaku tertentu, termasuk perilaku pelaporan bahaya (Noviandry, 2013). Penelitian Marettia (2011) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya di perusahaan.

d. Ketersediaan Peralatan yang Sesuai dan Aman

Mesin atau peralatan sering juga menimbulkan potensi bahaya maka seluruh peralatan kerja harus didesain, dipelihara dan digunakan dengan baik. Pengendalian potensi bahaya dapat dipengaruhi oleh bentuk peralatan, ukuran, berat ringannya peralatan, kenyamanan operator, dan kekuatan yang diperlukan untuk menggunakan atau mengoperasikan peralatan kerja dan mesin-mesin (Tarwaka, 2008). Penelitan Hayati (2004) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan APD dengan perilaku kepatuhan Terhadap Pelaksanaan Standar Operating Procedure pada Pekerja di Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu Motor.

(59)

e. Paparan Rapat Keselamatan

Paparan rapat keselamatan atau safety meeting merupakan bentuk dari komunikasi dalam K3. Menurut Notoatmodjo (2007), komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang lain. Marettia (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan program STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Program STOP merupakan salah satu jenis pelaporan bahaya. Sebaliknya, penelitian Utami (2014) menghasilkan bahwa tidak ada hubungan antara safety meeting dengan perilaku aman (safe behavior) pekerja Departemen Operasi II PT Pusri Palembang.

f. Work Pace (Kecepatan Kerja)

(60)

g. Sikap Manajemen Puncak

Sikap manajemen puncak merupakan faktor penting dalam mempengaruhi sikap pekerja untuk mengikuti praktik keselamatan termasuk pada kegiatan pelaporan bahaya. Rundmo dan Hale (2003) dalam Idirimanna (2011) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku K3 dengan melakukan studi terhadap sikap (attitude) manajemen terhadap keselamatan dan pencegahan terjadi kecelakaan. Hasil studi menunjukkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap.

Sikap yang ideal untuk manajemen adalah komitmen yang tinggi, kefatalan rendah, toleransi terhadap pelanggaran rendah, emosi dan kekhawatiran tinggi dan prioritas keselamatan tinggi. Sejalan dengan itu, penelitian Marettia (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara sikap manajemen dan perilaku dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya.

h. Peraturan Manajemen Puncak

Peraturan merupakan dokumen tertulis yang mendokumentasikan standar, norma, dan kebijakan untuk perilaku yang diharapkan (Geller, 2001). Dalam hal ini perilaku yang diharapkan adalah perilaku pelaporan bahaya. Peraturan memiliki peran besar dalam menentukan perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima (Syaaf, 2008).

(61)

(2011) menghasilkan bahwa tidak ada hubungan antara prosedur yang baik atau yang tidak baik terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya.

i. Respon Pihak Pengawas

Tujuan pengawasan adalah memastikan bahwa tujuan dan target sesuai dengan kebutuhan, memastikan bahwa pekerja dapat menanggulangi kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya (Geller, 2001).

Dalam penelitian ini respon pihak pengawas menggambarkan bagaimana pendapat pekerja mengenai umpan balik yang dilakukan safety officer dalam pelaksanaan pelaporan bahaya yaitu ada respon atau tidak ada respon dari pihak pengawas. Apabila umpan balik yang dilakukan safety officer sesuai dengan kebutuhan pekerja, dalam arti safety officer melakukan umpan balik secara teratur terhadap pekerja, memberikan perhatian, pengarahan, dan petunjuk serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pekerja dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya, maka pekerja akan menyatakan ada respon pihak pengawas sehingga dari adanya respon pihak pengawasakan menentukan perilaku karyawan dalam bekerja seperti perilaku melakukan pelaporan bahaya.

(62)

memberikan petunjuk dan pengarahan dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya, maka hal ini akan dinilai tidak ada respon pihak pengawas oleh pekerja. Dari pendapat yang menyatakan tidak ada respon oleh pekerja akan menentukan perilaku pengawas yaitu ditunjukan dengan ketidakdisiplinan dalam kegiatan pelaporan bahaya.

Menurut penelitian Halimah (2010) di PT SIM Plant Tambun II menyatakan bahwa ada hubungan antara peran pengawas dengan perilaku pekerja, termasuk perilaku pelaporan bahaya pada pekerja. Namun menurut penelitian Marettia (2011) menyatakan tidak ada hubungan antara peran pengawasan terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja di PT X. Sejalan dengan itu, penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi berbahaya. STOP dan STOP 6 merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya yang diterapkan di perusahaan.

j. Sikap Rekan Kerja

(63)

semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman.

Penelitian Karyani (2005) pada 113 pekerja di Schlumberger Indonesia diperoleh bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku aman setelah peran pengawas/supervisor adalah peran dari rekan kerja. Peran rekan kerja yang tinggi menujukkan peluang pekerja untuk berperilaku aman lebih besar dibandingkan pekerja yang mempunyai peran rekan kerja yang rendah.

k. Sikap Keluarga

(64)

l. Penghargaan dan Sanksi

Menurut Geller (2001) hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku termasuk pada perilaku pelaporan bahaya. Hukuman tidak hanya berorientasi untuk menghukum pekerja yang melanggar peraturan, melainkan sebagai kontrol terhadap lingkungan kerja sehingga pekerja terlindung dari insiden. Sedangkan penghargaan adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang diharapkan (Geller, 2001).

(65)

dan kartu KKL merupakan jenis dari kartu pelaporan bahaya yang diterapkan di perusahaan.

F. Kerangka Teori

(66)

Green, Kreuter (2000) dan Geller (2001)

5. Persepsi terhadap Bahaya 6. Pengendalian Keselamatan atas

Pekerjaan Sendiri 7. Riwayat Cidera Faktor Eksternal

1. Adanya Rekan Kerja yang Terluka

2. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan

3. Instruksi pada Awal Pekerjaan 4. Ketersediaan Peralatan yang

Sesuai dan Aman

5. Paparan Rapat Keselamatan 6. Work Pace (Kecepatan Kerja) 7. Sikap Manajemen Puncak 8. Peraturan Manajemen Puncak 9. Respon Pihak Pengawas 10. Sikap Rekan Kerja 11. Sikap Keluarga

(67)

42 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dibentuk suatu kerangka konsep untuk dapat mendeskripsikan variabel-variabel yang akan diteliti dengan variabel-variabel dependen yaitu kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service seperti pada bagan 3.1:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Faktor Internal

1. Usia

2. Masa Kerja 3. Sikap

4. Persepsi terhadap Bahaya

Faktor Eksternal

(68)

Berdasarkan bagan 3.1, dijelaskan bahwa variabel-variabel yang akan diteliti adalah usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan.Variabel pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri, pengetahuan, adanya rekan kerja yang terluka di tempat kerja, riwayat cidera, instruksi pada awal pekerjaan, ketersediaan peralatan yang sesuai dan aman, paparan rapat keselamatan, work pace, sikap manajemen puncak, peraturan manajemen puncak, sikap keluarga tidak diteliti dalam penelitian ini.

Peneliti tidak meneliti variabel sanksi karena PT Pelita Air Service tidak menerapkan sistem sanksi/ punishment pada kegiatan pelaporan bahaya. Variabel pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri tidak diteliti karena kepatuhan pelaporan bahaya dilakukan dengan fokus memperhatikan keselamatan rekan kerja atau orang lain di sekitar pekerja bukan diri sendiri. Walaupun pekerja juga memperhatikan kondisi tidak aman untuk keselamatan diri pekerja sendiri.

(69)

sedangkan cidera ringan tidak termasuk, padahal variabel yang diteliti mencakup cidera parah maupun cidera ringan.

Instruksi pada awal pekerjaan tidak diteliti dalam penelitian ini dikarenakan variabel ini dianggap akan homogen karena instruksi selalu dilakukan diawal pekerjaan secara bersamaan untuk seluruh pekerja teknisi yang bertugas. Sejalan dengan itu, variabel paparan rapat keselamatan juga tidak diteliti karena rapat keselamatan juga diadakan setiap minggu dan diwakilkan oleh setiap pekerja teknisi yang akan dilakukan bergantian.

(70)

Variabel pengetahuan tidak diteliti dikarenakan diduga homogen pada populasi pekerja teknisi karena setelah dilakukan observasi diketahui bahwa pekerja sudah mengetahui mengenai adanya kegiatan pengisian kartu pelaporan bahaya.

(71)

46 B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur Variabel Dependen

Kepatuhan Pelaporan Bahaya Pengisian kartu hazard report

dan safety observation form

yang dilakukan pekerja selama satu tahun terakhir.

Studi dokumen Dokumen safety

report periode sampai tahun saat penelitian.

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

Kuesioner Tahun Rasio

Masa Kerja Jumlah waktu yang telah dilalui

(72)

47

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

Sikap Kecenderungan pekerja

terhadap pernyataan mengenai kepedulian terhadap

Kuesioner 0. Negatif, jika skor < mean

1. Positif, jika skor > mean

Ordinal

Persepsi terhadap bahaya Pendapat, penilaian, dan penafsiran yang timbul dalam

diri pekerja mengenai

kerentanan terhadap bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan cidera pada diri pekerja dan sekitarnya

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

Kuesioner 0. Negatif, jika skor < mean

1. Positif, jika skor > mean

Ordinal

Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan

Berapa kali dalam satu tahun

terakhir pekerja pernah

mengikuti kegiatan pemberian

informasi yang mengenai

pelaporan bahaya

Respon Pihak Pengawas Pendapat pekerja mengenai kegiatan umpan balik yang

dilakukan safety officer

terhadap pekerja dalam

pelaksanaan pelaporan bahaya

Sikap rekan kerja Kecenderungan pekerja

terhadap pernyataan terkait

dukungan/ support dari rekan

kerja dalam kegiatan pelaporan bahaya

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

Kuesioner 0. Kurang mendukung, jika skor

< median

1. Mendukung, jika skor >

median

(73)

48

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur Pengaruh Penghargaan Pendapat pekerja terhadap

apresiasi yang diberikan

perusahaan kepada pekerja

dalam melaksanakan kegiatan pelaporan bahaya

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

Kuesioner 0. Tidak ada pengaruh, jika skor

< mean

1. Ada pengaruh, jika skor >

mean

(74)

C. Hipotesis

1. Adanya hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.

Gambar

Gambaran Area Kerja Pondok Cabe ........................................................
Gambaran Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap
Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit
Tabel 3. 1 Definisi Operasional .....................................................................
+7

Referensi

Dokumen terkait