• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaporan Bahaya

2. Faktor Eksternal

a. Adanya Rekan Kerja yang Terluka

Attwood (2006) menunjukkan bahwa kecelakaan kerja dipengaruhi oleh iklim keselamatan, respon supervisor dan respon rekan kerja.

Dengan memiliki rekan kerja yang baik, para pekerja akan saling membantu dan memiliki rekan bicara dalam pekerjaan. Seringkali pekerja berperilaku tidak melakukan pelaporan bahaya karena rekannya yang lain juga berperilaku demikian.

Geller (2001) juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman. Sejalan dengan itu Jayatri (2014) yang berjudul faktor individu dan faktor pembentuk budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan perilaku k3 menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran rekan kerja dengan perilaku aman. Perilaku pelaporan bahaya merupakan bagian dari perilaku aman pada pekerja.

b. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan

Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah pelatihan yang disusun untuk memberi bekal kepada personil yang ditunjuk perusahaan untuk dapat menerapkan K3 di tempat kerja (Kusuma, 2011). Pelatihan K3 bertujuan agar pekerja dapat memahami dan berperilaku pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, mengidentifkasi potensi bahaya di tempat kerja, melakukan pencegahan kecelakaan kerja, menggunakan alat pelindung diri, melakukan pencegahan dan pemadaman kebakaran serta menyusun program pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan salah satunya kegiatan pelaporan bahaya (Hargiyarto, 2008).

Menurut penelitian Marettia (2011) di PT SIM Plant Tambun II menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Semakin baik pelatihan yang diberikan pada pekerja dapat meningkatkan perilaku aman dalam pelaksanaan STOP. Penelitian Asril (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Sebaliknya, penelitian Anugraheni (2003) menghasilkan yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi berbahaya. STOP, STOP 6, dan kartu KKL merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya yang diterapkan di perusahaan.

c. Instruksi pada Awal Pekerjaan

Instruksi pada awal pekerjaan atau yang biasa disebut safety briefing merupakan bentuk komunikasi terhadap pekerja. Menurut Notoatmodjo (2007), komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang lain. Disamping untuk menyampaikan perintah dan pengarahan dalam pelaksanaan pekerjaan,

komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja digunakan untuk mendorong perilaku, sehingga pekerja termotivasi untuk bekerja dengan selamat dan melakukan perilaku tertentu, termasuk perilaku pelaporan bahaya (Noviandry, 2013). Penelitian Marettia (2011) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya di perusahaan.

d. Ketersediaan Peralatan yang Sesuai dan Aman

Mesin atau peralatan sering juga menimbulkan potensi bahaya maka seluruh peralatan kerja harus didesain, dipelihara dan digunakan dengan baik. Pengendalian potensi bahaya dapat dipengaruhi oleh bentuk peralatan, ukuran, berat ringannya peralatan, kenyamanan operator, dan kekuatan yang diperlukan untuk menggunakan atau mengoperasikan peralatan kerja dan mesin-mesin (Tarwaka, 2008). Penelitan Hayati (2004) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan APD dengan perilaku kepatuhan Terhadap Pelaksanaan

Standar Operating Procedure pada Pekerja di Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu Motor.

Namun bertentangan dengan itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumbung (2000) dalam Iqbal (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan APD dengan perilaku kepatuhan penggunaan APD.

e. Paparan Rapat Keselamatan

Paparan rapat keselamatan atau safety meeting merupakan bentuk dari komunikasi dalam K3. Menurut Notoatmodjo (2007), komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang lain. Marettia (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan program STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Program STOP merupakan salah satu jenis pelaporan bahaya. Sebaliknya, penelitian Utami (2014) menghasilkan bahwa tidak ada hubungan antara safety meeting dengan perilaku aman (safe behavior) pekerja Departemen Operasi II PT Pusri Palembang.

f. Work Pace (Kecepatan Kerja)

Work pace adalah jumlah absolut dari beban kerja dan kecepatan kerja atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Putra (2010) mengungkapkan bahwa work pace merupakan hal yang mempengaruhi perilaku pekerja dan kesehatan mental pekerja termasuk perilaku pelaporan bahaya. Kecepatan kerja merupakan bagian dari beban kerja yaitu tugas yang harus diselesaikan sesuai dengan tanggung jawab yang dimiliki yang terdiri dari kuantitatif dan kualitatif. Namun penelitian Saputra (2008) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja dengan perilaku aman pengemudi dump truck PT X Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

g. Sikap Manajemen Puncak

Sikap manajemen puncak merupakan faktor penting dalam mempengaruhi sikap pekerja untuk mengikuti praktik keselamatan termasuk pada kegiatan pelaporan bahaya. Rundmo dan Hale (2003) dalam Idirimanna (2011) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku K3 dengan melakukan studi terhadap sikap (attitude) manajemen terhadap keselamatan dan pencegahan terjadi kecelakaan. Hasil studi menunjukkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap.

Sikap yang ideal untuk manajemen adalah komitmen yang tinggi, kefatalan rendah, toleransi terhadap pelanggaran rendah, emosi dan kekhawatiran tinggi dan prioritas keselamatan tinggi. Sejalan dengan itu, penelitian Marettia (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara sikap manajemen dan perilaku dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya.

h. Peraturan Manajemen Puncak

Peraturan merupakan dokumen tertulis yang mendokumentasikan standar, norma, dan kebijakan untuk perilaku yang diharapkan (Geller, 2001). Dalam hal ini perilaku yang diharapkan adalah perilaku pelaporan bahaya. Peraturan memiliki peran besar dalam menentukan perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima (Syaaf, 2008).

Sejalan dengan itu, penelitian Susryandini (2015) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peraturan dengan kepatuhan pekerja dalam menggunakan APD. Namun menurut penelitian Marettia

(2011) menghasilkan bahwa tidak ada hubungan antara prosedur yang baik atau yang tidak baik terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya.

i. Respon Pihak Pengawas

Tujuan pengawasan adalah memastikan bahwa tujuan dan target sesuai dengan kebutuhan, memastikan bahwa pekerja dapat menanggulangi kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya (Geller, 2001).

Dalam penelitian ini respon pihak pengawas menggambarkan bagaimana pendapat pekerja mengenai umpan balik yang dilakukan safety officer dalam pelaksanaan pelaporan bahaya yaitu ada respon atau tidak ada respon dari pihak pengawas. Apabila umpan balik yang dilakukan

safety officer sesuai dengan kebutuhan pekerja, dalam arti safety officer

melakukan umpan balik secara teratur terhadap pekerja, memberikan perhatian, pengarahan, dan petunjuk serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pekerja dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya, maka pekerja akan menyatakan ada respon pihak pengawas sehingga dari adanya respon pihak pengawasakan menentukan perilaku karyawan dalam bekerja seperti perilaku melakukan pelaporan bahaya.

Sebaliknya jika respon pihak pengawas yang dilakukan safety officer tidak sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh pekerja, dalam arti tidak pernah memberikan umpan balik secara teratur, tidak

memberikan petunjuk dan pengarahan dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya, maka hal ini akan dinilai tidak ada respon pihak pengawas oleh pekerja. Dari pendapat yang menyatakan tidak ada respon oleh pekerja akan menentukan perilaku pengawas yaitu ditunjukan dengan ketidakdisiplinan dalam kegiatan pelaporan bahaya.

Menurut penelitian Halimah (2010) di PT SIM Plant Tambun II menyatakan bahwa ada hubungan antara peran pengawas dengan perilaku pekerja, termasuk perilaku pelaporan bahaya pada pekerja. Namun menurut penelitian Marettia (2011) menyatakan tidak ada hubungan antara peran pengawasan terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja di PT X. Sejalan dengan itu, penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi berbahaya. STOP dan STOP 6 merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya yang diterapkan di perusahaan.

j. Sikap Rekan Kerja

Rekan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku individu lainnya. Persepsi sesama pekerja kesehatan dan keselamatan mempengaruhi tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan (Idirimanna, 2011). Seringkali pekerja tidak berperilaku pelaporan bahaya dengan baik karena rekannya yang lain juga berperilaku demikian. Geller (2001) juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat

semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman.

Penelitian Karyani (2005) pada 113 pekerja di Schlumberger Indonesia diperoleh bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku aman setelah peran pengawas/supervisor adalah peran dari rekan kerja. Peran rekan kerja yang tinggi menujukkan peluang pekerja untuk berperilaku aman lebih besar dibandingkan pekerja yang mempunyai peran rekan kerja yang rendah.

k. Sikap Keluarga

Faktor dalam pekerjaan akan mempengaruhi kehidupan keluarga dan sebaliknya faktor dalam keluarga akan mempengaruhi pekerjaan. Perilaku pelaporan bahaya merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. Beberapa penelitian meneliti masalah konflik pekerjaan dan keluarga yang terdiri dari dua komponen yaitu pekerjaan berpengaruh negatif maupun pengaruh positif terhadap keluarga dan sebaliknya. Balmforth dan Gardner (2006) mengatakan nilai positif pekerjaan dan keluarga terjadi ketika peran yang dilakukan dalam pekerjaan dan peran yang dilakukan dalam keluarga saling memberikan konstribusi positif dan keuntungan. Sebaliknya, penelitian Susanti (2013) menyatakan tidak ada hubungan antara konflik pekerjaan dan keluarga dengan peran pekerjaan.

l. Penghargaan dan Sanksi

Menurut Geller (2001) hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku termasuk pada perilaku pelaporan bahaya. Hukuman tidak hanya berorientasi untuk menghukum pekerja yang melanggar peraturan, melainkan sebagai kontrol terhadap lingkungan kerja sehingga pekerja terlindung dari insiden. Sedangkan penghargaan adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang diharapkan (Geller, 2001).

Menurut penelitian Anugraheni (2003) menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sanksi dan penghargaan dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan STOP 6 yang berfungsi untuk mencatat kondisi dan perilaku berbahaya. Namun sebaliknya penelitian Marettia (2011) tidak ada hubungan antara reward/punishment terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Selain itu, penelitian penelitian Asril (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta tbk menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebutuhan akan penghargaan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. STOP, STOP 6

dan kartu KKL merupakan jenis dari kartu pelaporan bahaya yang diterapkan di perusahaan.

Dokumen terkait