• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaporan Bahaya

1. Faktor Internal

Semakin matang usia seseorang biasanya cenderung bertambah pengetahuan dan tingkat kedewasaannya. Penelitian Shiddiq (2013) di PT Semen Tonasa juga mengatakan bahwa pada umumnya dengan bertambahnya usia akan semakin rasional, makin mampu mengendalikan emosi dan makin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang membahayakan. Menurut Septiano (2004) proporsi kepatuhan pekerja yang berumur <30 tahun memiliki kepatuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kepatuhan pekerja yang memiliki usia ≥ 30 tahun.

Sebaliknya, penelitian Asril (2003) yang mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori umur dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Selain itu, tenaga kerja yang masih muda mempunyai kemampuan kerja yang lebih baik dari tenaga kerja yang sudah tua. Umur yang terlalu tua dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja lebih parah disebabkan oleh penurunan kemampuan reaksi dan kesulitan dalam penyesuaian diri dengan pekerjaan (Helda, 2007).

b. Masa Kerja

Masa kerja pekerja berkorelasi positif dengan perilaku pelaporan bahaya karena pengalaman untuk waspada terhadap kecelakaan kerja

bertambah baik sesuai dengan pertambahan lama bekerja di tempat kerja yang bersangkutan (Helda, 2007). Menurut Hadiyani (2010) masa kerja pendek menyebabkan keterlibatan sosial yang dibangun juga masih rapuh, sehingga komitmen organisasi yang dimiliki oleh pekerja dengan masa kerja yang pendek cenderung lebih rendah. Semakin lama pekerja bekerja di dalam suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan pekerja mengetahui keadaan sesungguhnya yang terjadi di dalam perusahaan (Kusuma, 2011). Salah satu bentuk keterlibatan sosial di dalam organisasi adalah bentuk kesadaran pekerja untuk dapat melaporkan kondisi dan perilaku berbahaya di lingkungan kerja. Bertentangan dengan itu menurut penelitian Suryatno (2012) di perusahaan MontD‟Or Oil Tungkat Ltd.

menunjukkan tidak ada hubungan masa kerja dengan kualitas implementasi kartu observasi bahaya.

c. Sikap

Sebuah sikap merupakan suatu keadaan mental, yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa dia berhubungan (Winardi, 2004). Menurut Notoatmodjo (2010) sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dan berpersepsi. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi. Notoatmodjo (2010) menguraikan sikap memiliki tiga komponen pokok, antara lain:

1) Kepercayaan, ide dan konsep terhadap objek

3) Kecederungan untuk bertindak

Ketiga komponen tersebut akan saling mendukung dan bersama-sama akan membentuk suatu sikap secara utuh (Nasrullah, 2014). Penelitian Anugraheni (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP6 yang berfungsi untuk mencatat adanya perilaku dan kondisi berbahaya. Selain itu, menurut penelitian penelitian Asril (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pengisian kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. STOP6 dan KKL merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya.

d. Persepsi Terhadap Bahaya

Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian memproses informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterprestasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung (Shiddiq, 2013).

Persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensori mereka untuk memberi makna lingkungannya (Sanusi, 2012). Persepsi terhadap bahaya menunjukkan penilaian pekerja terhadap bahaya yang berpotensi

menyebabkan kecelakaan dan cidera yang bisa terjadi pada diri dan sekitarnya. Penelitian Marettia (2011) yang menyatakan ada hubungan bermakna antara persepsi pekerja terhadap bahaya dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan program STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja.

e. Pengendalian Keselamatan atas Pekerjaan Sendiri

Pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dan menunjukkan pribadi yang profesional dalam bekerja termasuk dalam melaksanakan program perusahaan seperti kegiatan pelaporan bahaya atau kemampuan seseorang dalam mengontrol emosinya dalam bekerja (Maulana, 2009). Setiap pekerja dapat memberikan kontribusi bagi kesuksesan ataupun kegagalan organisasi melalui upaya kontrol terhadap dirinya. Misalnya, pekerja melakukan kontrol pada perilakunya yang berhubungan dengan kinerja, seperti bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas atau kegiatan yang ditetapkan perusahaan dan melakukan kontrol agar tidak berperilaku merusak dan membahayakan (Fox dan Spector, 2005).

Penelitian Fausiah (2013) menyatakan bahwa kontrol perilaku berpengaruh signifikan terhadap intensi pekerja di Unit PLTD PT PLN (Persero) Sektor Tello. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Wardani, dkk (2012) bahwa usaha secara proaktif terhadap pengalaman demi kepentingannya sendiri (opennes to experience) tidak berpengaruh pada munculnya perilaku dalam organisasi, perilaku pelaporan bahaya merupakan salah satu bentuk perilaku dalam organisasi.

f. Riwayat Cidera

Semakin tidak aman perilaku seseorang dalam bekerja maka semakin tinggi tingkat kejadian kecelakaan kerja yang dapat terjadi. Ketika pekerja tidak melakukan kegiatan pelaporan bahaya dengan baik maka secara tidak langsung pekerja telah melalukan tindakan yang tidak aman. Riwayat cidera merupakan kejadian kecelakaan akibat kerja yang pernah dialami oleh pekerja. Adanya riwayat cidera dapat memberikan kewaspadaan lebih untuk patuh untuk melakukan pelaporan bahaya pada diri pekerja.

Kepatuhan pekerja dalam bekerja dapat menciptakan munculnya risiko yang berkaitan dengan keselamatan kerja. Munculnya perilaku yang berisiko atau tidak patuh menjadi manifestasi sehingga individu merasa kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kerja dan performance kerja yang dimunculkan tidak lagi sesuai dengan kemampuan sebenarnya dan berdampak menimbulkan kecelakaan kerja (Wibisono, 2013). Penelitian Al Faris (2014) menunjukkan bahwa perilaku tenaga kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kecelakaan yang terjadi dengan. Sebaliknya, penelitian Utami (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara cidera atau sakit dengan perilaku K3 pada pekerja Departemen Operasi II PT Pusri Palembang.

Dokumen terkait