• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL

E. Hubungan antara Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi

3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa pekerja yang memiliki sikap negatif lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (83,3%) daripada pekerja yang memiliki sikap positif (73,4%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue

sebesar 0,231 yang artinya pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 1,809 (95%CI:

0,787-4,155) yang artinya pekerja dengan sikap negatif memiliki risiko sebesar 1,809 kali untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya dibandingkan pekerja dengan sikap positif.

4. Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa pekerja yang memiliki persepsi negatif terhadap bahaya lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (97,5%) daripada pekerja yang memiliki persepsi positif terhadap bahaya (51,8%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,000 yang artinya

pada α 5%, ada hubungan yang bermakna antara persepsi terhadap bahaya dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance

di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 dengan OR sebesar 36,310 (95% CI 8,116-162,445), artinya pekerja yang memiliki persepsi negatif terhadap bahaya berisiko 36,310 kali tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang berpersepsi positif terhadap bahaya.

F. Hubungan antara Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015

Faktor eksternal merupakan faktor dari luar diri pekerja yang dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya. Adapun faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya, yaitu frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan

pengaruh penghargaan. Berikut ini adalah hasil analisis bivariat hubungan antara faktor-faktor eksternal dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 seperti pada tabel 5.7:

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Eksternal dengan

Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service

Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015

Faktor Internal Kepatuhan Pelaporan Bahaya Total Pvalue OR (95% CI) Tidak Ya n % n % n % Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan Jarang 86 76,8 26 23,2 112 100,0 0,374 0,473 (0,130-1,711) 1,00 (Reference) Sering 21 87,5 3 12,5 24 100,0 Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0 Respon Pihak Pengawas Tidak ada 35 87,5 5 12,5 40 100,0 0,164 2,333 (0,821-6,633) 1,00 (Reference) Ada 72 75,0 24 25,0 96 100,0 Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0

Sikap Rekan Kerja

Kurang Mendukung 43 95,6 2 4,4 45 100,0 0,002 9,070 (2,050-40,141) 1,00 (Reference) Mendukung 64 70,3 27 29,7 91 100,0 Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0 Pengaruh Penghargaan

Tidak Ada Pengaruh 46 90,2 5 9,8 51 100,0 0,020 3,620 (1,284-10,208) 1,00 (Reference) Ada Pengaruh 61 71,8 24 28,2 85 100,0

Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0

1. Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang lebih sedikit yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (76,8%) daripada

pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan sering (87,5%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue

sebesar 0,374yang artinya pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi paparan pelatihan keselamatan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 0,473 (95%CI: 0,130-1,711), artinya pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang memiliki efek proteksi sebesar 0,473 kali terhadap ketidakpatuhan dalam melakukan pelaporan bahaya dibandingkan dengan pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan sering.

2. Hubungan antara Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (87,5%) daripada pekerja yang menyatakan ada respon pihak pengawas (75%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,164 yang artinya

pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara respon pihak pengawas dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit

maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 2,333 (95%CI: 0,821-6,633), artinya pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas memiliki risiko sebesar 2,333 kali untuk tidak patuh dalam melakukan

pelaporan bahaya dibandingkan pekerja yang menyatakan ada respon pihak pengawas.

3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (95,6%) daripada pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja mendukung (70,3%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,002 yang artinya pada α 5%, ada hubungan yang bermakna antara sikap rekan kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit

maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 dengan OR sebesar 9,070 (95% CI: 2,050-40,141), artinya pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung berisiko 9,070 kali tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja mendukung.

4. Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (90,2%) daripada pekerja yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari penghargaan (71,8%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,020 yang artinya pada α 5%, ada hubungan yang bermakna antara

pengaruh penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 3,620 (95%CI: 1,284-10,208), artinya pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan memiliki risiko sebesar 3,620 kali untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya dibandingkan pekerja yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari penghargaan.

91 BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang merupakan keterbatasan dalam penelitian dan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Adapun keterbatasan penelitian yaitu:

1. Variabel pengawasan yang diteliti pada penelitian ini hanya mencakup pada respon atau umpan balik yang dilakukan pihak pengawas terhadap pekerja terkait kegiatan pelaporan bahaya. Sehingga varibel yang diteliti bukan murni pengawasan secara keseluruhan, pengawasan seharusnya melihat bagaimana peran pengawas dalam menjamin kegiatan pelaporan bahaya berjalan sesuai prosedurmeliputi kelengkapan fasilitas pendukung seperti ketersediaan dan kecocokan kartu, memastikan bahwa semua pekerja melakukan pelaporan bahaya, serta umpan balik terhadap hasil pelaporan yang diberikan pengawas kepada pekerja.

2. Variabel frekuensi paparan pelatihan pada pekerja dalam penelitian ini hanya berfokus pada frekuensi paparan pelatihannya saja tidak sampai mendalam kepada informasi yang diterima pekerja dan frekuensi paparan pelatihan keselamatan pada penelitian ini hanya berfokus pada pelatihan terkait kegiatan pelaporan bahaya. Seharusnya variabel dapat meneliti secara keseluruhan pelatihan-pelatihan dasar lainnya.

3. Keterbatasan jumlah pertanyaan pada kuesioner terkait variabel respon pihak perusahaan dan frekuensi paparan pelatihan keselamatan.

4. Kuesioner yang digunakan menggunakan tipe self-report sehingga memungkinkan pekerja untuk mengisi tidak sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan.

B. Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015

Pelaporan bahaya adalah cara yang efektif untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja. Pelaporan bahaya mencakup pelaporan kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman (WSH Council, 2014). Kepatuhan pelaporan bahaya merupakan indikator penting dalam keberhasilan terlaksananya kegiatan pelaporan bahaya yang dilakukan oleh pekerja.

Menurut Geller (2001), pengamatan berbasis keselamatan seperti pelaporan bahaya terdiri dari empat langkah yang disebut dengan DOIT, yaitu D (Define): Menentukan perilaku sasaran kritis, O (Observe): Amati perilaku selama periode awal pra-intervensi untuk mengatur tujuan perubahan perilaku dan memahami faktor yang mempengaruhi perilaku, I (Intervene): Intervensi untuk mengubah perilaku sasaran dan terakhir T (Test): Melihat hasil dari intervensi dengan terus mengamati dan mencatat perilaku sasaran selama program intervensi. Dalam penelitian di PT Pelita Air Service yang dimaksud dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah tindakan pekerja dalam melakukan pengisian safety observation form atau hazard report selama satu tahun terakhir.

Hasil penelitian yang dilakukan di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 menyatakan bahwa pekerja yang tidak patuh dalam

melakukan pelaporan bahaya, berjumlah lebih banyak yaitu sebesar 78,7%. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Asril (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk juga menyatakan bahwa jumlah pekerja yang tidak mengisi kartu pengamatan Keselamatan Kesehatan Lingkungan (KKL) adalah sebesar 78%. Selain itu, Marettia (2011) di PT X Indonesia yang menunjukkan bahwa jumlah pekerja yang memiliki perilaku buruk dalam pelaksanaan program STOP yang merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya yaitu sebesar 66%. Hasil serupa dengan penelitian Marettia (2011) juga ditemukan pada penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan dari 85 sampel dalam penelitiannya, 57 (67,1%) diantaranya memiliki perilaku kurang dalam melaksanakan program Safety Toyota ―0‖ Accident Project (STOP 6).

Penelitian Zubaedah (2009) di PT Trakindo Utama (PTTU) Cabang Jakarta menyatakan hasil yang berbeda dengan penelitian ini, dimana jumlah pekerja yang memiliki perilaku kurang baik dalam program observasi keselamatan lebih sedikit yaitu sebesar 31,1%. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan Ragain, dkk (2011) pada 2600 pekerja di 14 negara bagian Amerika Serikat hanya 2 dari 7 pekerja (39%) yang mengobservasi perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman di tempat kerja.

Adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian lain menurut peneliti dimungkinkan terjadi karena adanya keberagaman karakteristik setiap individu maupun lingkungan tempat pekerja bekerja termasuk karakteristik

pekerjaan yang dilakukan. Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa perilaku atau kepatuhan seseorang selaras dengan lingkungan dan individu yang bersangkutan. Keterpaduan antara faktor internal dan eksternal dapat mempengaruhi perilaku individu sehingga respon dan kesadaran pekerja terhadap program keselamatan kerja akan terlihat pada kepatuhannya di tempat kerja yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan serta rekan kerja. Faktor internal dan faktor eksternal pada individu tersebut yang dapat mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja (Geller, 2001).

Meskipun kepatuhan pelaporan bahaya para responden cenderung lebih banyak pada pekerja yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tetapi faktor-faktor yang melatarbelakangi kepatuhan pekerja tersebut secara statistik terbukti berhubungan signifikan dengan beberapa faktor internal dan faktor eksternal. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat tiga variabel yang diketahui, yaitu persepsi terhadap bahaya, sikap rekan kerja, dan penggaruh penghargaan. Hal ini membuktikan bahwa pihak manajemen sebaiknya melakukan langkah pencegahan dan pengendalian untuk dapat mengurangi ketidakpatuhan dalam melakukan pelaporan bahaya.

Dampak yang timbul jika pelaporan bahaya tidak terlaksana dengan baik adalah tidak akan teridentifikasi kondisi-kondisi tidak aman maupun perilaku tidak aman di lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan ataupun kejadian yang lebih besar. Kecelakaan kerja walaupun kecil akan tetap mengganggu proses dan menimbulkan kerugian dari cidera, kematian, rusaknya sarana, penurunan produktivitas dan citra perusahaan (Marettia, 2011).

PT Pelita Air Service memiliki safety instruction sebagai media yang digunakan untuk mensosialisasikan kebijakan melalui penyebaran informasi pada suatu lembaran yang wajib disebarkan dan dibaca oleh seluruh pekerja. Namun faktanya, target minimal pelaporan bahaya tahun 2015 yaitu 1 pekerja/1 kartu pelaporan/ 1 tahun belum dikomunikasikan dan disosialisasikan menyeluruh kepada pekerja secara tertulis dalam kebijakan atau safety instruction mengenai adanya standar minimal pengumpulan kartu pelaporan bahaya masing-masing pekerja. Sehingga pekerja belum mengetahui mengenai adanya kewajiban pengisian kartu pelaporan bahaya.

Dorongan yang ada dalam diri pekerja untuk melakukan pengisian pelaporan bahaya juga harusnya didukung perusahaan dengan penciptaan lingkungan yang memfasilitasi terjadinya kepatuhan pelaporan bahaya di tempat kerja. Sehingga sebaiknya dilakukan pembuatan safety instruction

baru sehingga dapat dikomunikasikan dan disosialisasikan segera kepada pekerja mengenai target pelaporan bahaya tahun 2015 bahwa setiap orang wajib mengisi minimal 1 kartu/tahun.

Menurut Prasetyoningtyas (2010) mengungkapkan bahwa perusahaan hendaknya mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang dikeluarkan pemerintah secara taat, dan penting untuk membuat prosedur dan manual tentang bagaimana mengatasi keselamatan kerja di lingkungan kerja mereka. Diperkuat oleh PP No.50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3, pasal 13 bahwa pengusaha harus menyebarluaskan dan mengkomunikasikan setiap kebijakan yang ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh yang berada di perusahaan dan pihak lain yang terkait.

Selain itu, hasil studi dokumen masih ditemukan ada pekerja yang tertukar dalam pengisian kartu pelaporan bahaya, pekerja masih bingung yang mana yang harus diisi dengan Safety Observation Form, mana yang diisi dengan Hazard Report walaupun sebenarnya pekerja sudah diberikan pelatihan keselamatan berkala. Diketahui juga bahwa terdapat jenis kartu pelaporan bahaya yang belum diperbaharui masih digunakan pekerja di area kerja Pondok Cabe yaitu Safety Suggestion Form (Formulir Saran Keselamatan). Safety Suggestion Form yang merupakan kartu pelaporan bahaya untuk kondisi dan praktek kerja tidak aman yang sudah mengalami perubahan semenjak tahun 2012 menjadi Safety Observation Form (SOF). Ada baiknya segera dilakukan penggantian isi kartu secara keseluruhan agar dapat mendukung kesesuaian program yang dijalankan oleh PT Pelita Air Service. Hal ini diperkuat dengan teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor, salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas dan sarana. Ketersediaan sarana seperti form merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, jika terdapat fasilitas yang kurang mendukung maka akan berpengaruh terhadap perilaku dan kepatuhan pekerja.

Selain itu, penemuan berbagai kondisi tidak aman atau perilaku tidak aman pada pekerja terkadang juga ditemukan secara tidak sengaja oleh pekerja sehingga ada kecederungan pekerja lupa untuk menuliskan pada kartu, untuk mengatasi hal itu, sebaiknya pekerja menuliskan terlebih dahulu hasil observasi pada sebuah kertas atau gadget, selanjutnya baru menuliskannya pada kartu pelaporan bahaya. Hasil observasi peneliti juga

diketahui bahwa safety drop box beserta form sulit untuk ditemukan, dari seluruh area kerja Pondok Cabe yang diobservasi hanya dua area yang menyediakan safety drop box yaitu di hangar II dan hangar III. Namun kartu yang tersedia pun diletakan di dalam kantor yang tidak selalu dilihat para pekerja teknisi. Oleh sebab itu, ada baiknya peletakan box kartu pelaporan bahaya menyebar dengan penambahan jumlah box kartu pelaporan bahaya pada tiap hangar dan tempat istirahat sehingga pekerja mudah menjangkau kartu pelaporan bahaya. Menurut Rofik (2012) dalam prinsip tata ruang kantor diketahui bahwa perlengkapan kantor sebaiknya diletakkan dekat pekerja yang menggunakannya.

C. Hubungan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015

1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya

Usia mempunyai hubungan langsung dengan logika berpikir dan pengetahuan seseorang. Semakin matang usia seseorang, biasanya cenderung bertambah pengetahuan dan tingkat kecerdasannya. Pada umumnya dengan bertambahnya usia akan semakin rasional, semakin mampu mengendalikan emosi dan semakin toleran terhadap pandangan serta perilaku yang membahayakan termasuk kepatuhan pelaporan bahaya untuk mencegah kecelakaan (Shiddiq, 2013).

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa rata-rata usia pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 (Standar Deviasi) yaitu 43 tahun (13,75). Hasil penelitian ini memiliki rata-rata usia lebih tinggi dibandingkan

dengan hasil penelitian Riyadi (2005) di PT Peni Cilegon Indonesia yang menyatakan bahwa rata-rata usia pekerja adalah 30 tahun. Sejalan dengan penelitian Riyadi (2005) , penelitian Larasati (2011) di Proyek residence dharrmawangsa juga didapatkan bahwa rata-rata usia pekerja 30,92 tahun. Walaupun demikian perbedaan rata-rata usia pekerja tidak terlalu signifikan.

Kecenderungan dengan bertambahnya usia akan semakin mampu mengendalikan emosi dan semakin toleran terhadap perilaku yang membahayakan terbukti pada hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa rata-rata usia pekerja yang melakukan pelaporan bahaya lebih besar yaitu 45 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 13,02. Sedangkan rata-rata usia pekerja yang tidak melakukan pelaporan bahaya yaitu 42 tahun dengan standar deviasi 13,94. Meskipun demikian, rata-rata usia pekerja yang patuh dan tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tidak jauh berbeda. Hasil penelitian yang dilakukan tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti karena tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan pelaporan bahaya.

Tidak banyak penelitian yang menghubungkan usia dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitian Asril (2003) mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori umur dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL dengan Pvalue 0,74. Hasil serupa juga ditemukan

dalam penelitian Septiano (2004) menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kepatuhan pekerja harian terhadap peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B Project dengan Pvalue

0,760.

Hubungan yang tidak bermakna antara usia pekerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena rata-rata usia pekerja yang patuh dan tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tidak jauh berbeda. Tidak adanya hubungan antara kedua variabel ini juga dimungkinkan terjadi karena ada faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja seperti persepsi pekerja mengenai bahaya disekitar pekerja. Pada penelitian ini didapatkan pekerja yang berusia > 48 tahun lebih banyak yang memiliki persepsi terhadap bahaya yang negatif. Hal tersebut didukung oleh teori oleh Helda (2007) yang menyatakan bahwa tenaga kerja yang masih muda mempunyai kemampuan kerja yang lebih baik dari tenaga kerja yang sudah tua. Umur yang terlalu tua dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja lebih parah dikarenakan penurunan kemampuan reaksi, berkurang tingkat kewaspadaan akan kecelakaan dan kesulitan dalam penyesuaian diri dengan pekerjaan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh usia pekerja. Walaupun demikian terdapat kecenderungan bahwa pekerja yang berusia > 48 tahun lebih banyak yang yang memiliki persepsi terhadap bahaya yang negatif daripada pekerja yang berusia lebih muda. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembinaan pada

pekerja dengan melakukan sosialisasi prosedur pemantauan perilaku pelaporan bahaya dan proses pelaksanaan pelaporan bahaya yang benar. Selain itu, perlu adanya umpan balik khusus pada kegiatan safety morning

atau tips-tips keselamatan di papan pengumuman, bertujuan untuk mengkomunikasikan temuan observasi ataupun keselamatan yang perlu diperhatikan saat bekerja. Komunikasi dilakukan kepada seluruh pekerja baik usia muda maupun usia tua untuk dapat meningkatkan persepsi pekerja terhadap bahaya sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah secara dini dengan dilakukannya pelaporan bahaya dengan baik.

Sesuai dengan teori Spigener (1999) dalam Byrd (2007) bahwa inisiatif Behavior Based Safety (BBS) mengandalkan empat langkah: mengidentifikasi perilaku kritis, mengumpulkan data, umpan balik yang berkelanjutan, dan menghilangkan hambatan. Selain itu, teori Cooper (2009) bahwa dalam program observasi keselamatan terdapat komunikasi dua arah antara orang yang mengobservasi dan yang diobservasi serta berupa briefing dalam periode tertentu, dimana data hasil observasi akan dianalis untuk mengetahui perilaku yang spesifik.

2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Masa kerja pekerja berkorelasi positif dengan kepatuhan pelaporan bahaya karena pengalaman untuk waspada terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai dengan pertambahan lama bekerja di tempat kerja yang bersangkutan (Helda, 2007). Semakin lama pekerja bekerja di dalam suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan pekerja mengetahui keadaan sesungguhnya yang terjadi di dalam perusahaan dan lebih

memahami kegiatan yang ada di perusahaan termasuk kegiatan pelaporan bahaya (Kusuma, 2011).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata masa kerja pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 yaitu 19 tahun. Penelitian Park dan Jung (2003) menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki pengalaman kerja dalam level sedang (10‐12,99 tahun) cenderung kurang patuh terhadap peraturan keselamatan yang berlaku dan ditemukan bahwa pekerja dengan level pengalaman kerja tinggi (lebih dari 13 tahun) menunjukkan perilaku kepatuhan terhadap peraturan keselamatan yang berlaku di tempat kerja.

Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti dengan tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Hasil penelitian Septiano (2004) mendukung hasil penelitian ini bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kepatuhan pekerja harian terhadap peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B Project dengan Pvalue 0,084. Hasil serupa juga ditemukan dalam penelitian Suryatno (2012) yang menunjukkan tidak ada hubungan masa kerja dengan kualitas implementasi kartu observasi bahaya dengan Pvalue

0,507.

Hubungan tidak bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya dapat dimungkinkan terjadi karena rata-rata masa kerja pekerja yang patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (22 tahun) dengan

yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (18 tahun) tidak jauh berbeda. Sehingga diketahui bahwa pekerja dengan masa kerja yang

Dokumen terkait