PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS PERUSAHAAN TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI DALAM LAPORAN SUSTAINABILITY
(Studi Empiris Pada Perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
oleh: DITA ROHMAH NIM: 1111082000020
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Dita Rohmah
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Juni 1993
3. Alamat : Jl. Pisangan Barat No.15 Rt/Rw 03/005 Cirendeu-
Ciputat Timur, Tangerang Selatan, kode pos 15419
4. Telepon : 083897813644 (HP)
5. Email : dita011@yahoo.com
6. Ayah : Haulian Pasaribu
7. Ibu : Hestiawati
8. Anak ke-, dari : 1 dari 5 bersaudara
II. PENDIDIKAN
1. Tahun 2003 – 2005 : SD Islam Ruhama
2. Tahun 2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Ciputat
3. Tahun 2008 – 2011 : SMA Negeri 74 Jakarta
4. Tahun 2011 – Sekarang : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Bendahara LF UIN Jakarta periode 2014-2015
2. Pengurus bidang Seni & olahraga Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi
Periode 2013 - 2014
vii ABSTRACT
Influences of Corporate Governance Mechanicm, Size and Profitability to Corporate Social Responsibility In Sustainability Report (Study on Companies Listed In
Indonesia Stock Exchange During The Years 2010-2013)
The study aims to examine the effect of corporate governance, firm size, and profitability to corporate social responsibility disclosure in sustainability report. The mechanism of corporate governance used are independent commissioner, institutional ownership, and foreign ownership.
This research is a quantitative study using scientific research in the form of positive economics. The nature and type of this research is descriptive with the method used by literature survey. Data used is secondary data obtained from www.idx.co.idand corporate websites. The analytical method used is multiple linear regression analysis with SPSS version 22. The populations in this study are all companies listed on the Indonesia Stock Exchange during the period 2010 until 2013. Samples are taken by purposive sampling method amount 21companies with 4 years observation.
Based on the results of multiple regression analysis with a significant level of 5%, the results of this study concluded that: (1) Independent Commissary does not signicantly influence the effect on the disclosure of CSR in the sustainability report with the significant value 0.390 > 0.05. (2) Institutional Ownership has a significant effect on the disclosure of CSR in the sustainability report with the significant value 0.003 < 0.05. (3) Foreign Ownership does not signicantly influence the effect on the disclosure of CSR in the sustainability report with the significant value 0.221 > 0.05. (4) Firm Size has a significant effect on the disclosure of CSR in the sustainability report with the significant value 0.000 < 0.05. (5) Profitability has a significant effect on the disclosure of CSR in the sustainability report with the significant value 0.001< 0.05.
viii ABSTRAK
Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility
di dalam Laporan Sustainability (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme corporate governance, ukuran perusahaan, dan profitabilitas perusahaan terhadap pengungkapan corporate social responsibility di dalam laporan sustainability. Mekanisme corporate governance yang digunakan adalah dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan asing.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan
penelitian keilmuan berupa ekonomi positif. Sifat dan jenis dari penelitian ini adalah
deskriptif dengan metode yang digunakan berdasarkan survei literatur. Jenis data yang
digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id dan website
perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda
dengan bantuan software SPSS versi 22. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010 sampai 2013. Sedangkan sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling sehingga diperoleh 21 perusahaan sampel dengan pengamatan selama 4 tahun.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dengan tingkat signifikansi 5% maka hasil penelitian ini menyimpulkan: (1) Dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR di dalam laporan Sustainability dengan nilai signifikansi 0.390 > 0.05. (2) Kepemillikan institusional berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR di dalam laporan sustainability dengan nilai signifikansi 0.003 < 0.05. (3) Kepemilikan asing tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dalam laporan sustainability dengan nilai signifikansi 0.221 > 0.05. (4) Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR di dalam laporan sustainability dengan nilai signifikansi 0.000 > 0.05, dan (5) Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR di dalam laporan sustainability dengan nilai signifikansi 0.001 > 0.05.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang
telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, nabi akhir zaman, yang telah membimbing umatnya menuju jalan kebenaran.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan, bimbingan,
dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
skripsi ini, kepada:
1. Kedua orang tua yang paling saya cintai yaitu Ayahanda Haulian Pasaribu dan
Ibunda Hestiawati yang dengan ikhlas memberikan dukungan dengan penuh
kasih sayang selalu mencurahkan perhatian, cinta, bimbingan, nasihat, serta
dukungan moril maupun materil serta doa tiada henti kepada penulis.
2. Keempat adik saya Ridwan Efendi, M.Ilham Adairobi, Salwa Ramadhani
Pasaribu dan Haura Khansa Pasaribu yang senantiasa selalu memberikan
semangat dan dukungan kepada penulis.
3. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc. M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang
telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian, membimbing dan memberikan
pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas semua saran yang telah Bapak
berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.
5. Ibu Ismawati Haribowo, SE., M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian, membimbing dan memberikan
pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas semua saran yang telah Ibu
berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.
6. Ibu Yessi Fitri, SE.,M.Si.,Ak.,CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
x
7. Seluruh Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yangtelah
banyak memberikan ilmu-ilmu kepada penulis.
8. Seluruh staf Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
9. Dini Rachmawati sahabat dari semester 3 sampai saat ini. Terimakasih atas doa,
motivasi, semangat yang diberikan sehingga teciptanya skripsi ini. Semoga
persahabatan kita dapat terjalin selamanya.
10. Sahabat seperjuangan dari awal semester hingga sekarang DPRU (Putri, Rika,
Uum) yang saling membantu dalam menyelesaikan tugas tugas kuliah. Terimakasih
sudah menjadi sahabat yang baik dimasa kuliah.
11. Teman-teman jurusan Akuntansi Angkatan 2011 khususnya Akuntansi A
12.Rekan-rekan kementrian agama (Vicky, Liliek, Opi, Amna, Mpit) yang
senantiasa memberikan motivasi, doa serta masukan-masukan sehingga
teciptanya skripsi ini.
13.Ladies Futsal UIN dan Untung-untungan yang selalu memberikan doa serta
semangat seingga terciptanya skripsi ini
14.Pihak–pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat
saya sebutkan satu per satu.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 29 Juli 2015
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
ABSTRACT ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Landasan Teori ... 13
1. Agency Theory ... 13
2. Stakeholder Theory ... 14
3. Legitimacy Theory ... 15
B. Tinjauan Literatur... 17
1. Corporate Social Rensponsibility ... 17
b. Konsep Corporate Social Rensponsibility. ... 18
c. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan. ... 22
d. Pengungkapan Corporate Social Rensponsibility. ... 24
e. General Reporting Initiative (GRI). ... 26
2. Good Corporate Governance ... 31
3. Mekanisme Good Corporate Governance... 34
a. Dewan Komisaris Independen. ... 34
b. Kepemilikan Institusional. ... 38
c. Kepemilikan Asing. ... 39
d. Ukuran Perusahaan. ... 40
e. Profitabilitas. ... 41
C. Penelitian Terdahulu ... 44
D. Kerangka Penelitian ... 49
E. Hipotesis ... 50
1. Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan Corporate Social Rensponsibility di dalam Laporan Sustainability ... 50
2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Pengungkapan Corporate Social Rensponsibility di dalam Laporan Sustainability ... 51
3. Pengaruh Kepemilikan Asing Terhadap Pengungkapan Corporate Social Rensponsibility di dalam Laporan Sustainability ... 53
4. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Rensponsibility di dalam Laporan Sustainability ... 54
5. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Rensponsibility di dalam Laporan Sustainability ... 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 56
C. Metode Pengumpulan Data ... 58
D. Metode Analisis Data ... 58
1. Statistik Deskriptif ... 59
2. Uji Asumsi Klasik ... 59
3. Analisis Regresi Berganda ... 64
4. Pengujian Hipotesis ... 65
E. Operasional Variabel Penelitian ... 67
1. Variabel Independen ... 67
2. Variabel Dependen ... 70
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 73
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 73
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 75
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 75
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 79
3. Pengujian Hipotesis ... 86
C. Pembahasan ... 92
1. Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan Corporate Social Rensponsibilitydi dalam Laporan Sustainability ... 92
2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Pengungkapan Corporate Social Rensponsibilitydi dalam Laporan Sustainability ... 95
3. Pengaruh Kepemilikan Asing Terhadap Pengungkapan Corporate Social Rensponsibilitydi dalam Laporan Sustainability ... 97
4. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Rensponsibilitydi dalam Laporan Sustainability ... 99
BAB V PENUTUP ... 104
A. Kesimpulan ... 104
B. Saran ... 106
Daftar Pustaka ... 107
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 44
Tabel 3.1 Autokorelasi ... 62
Tabel 3.2 Operasional Variabel ... 72
Tabel 4.1 Rincian Perolehan Sampel Penelitian ... 74
Tabel 4.2 Sampel Data Penelitian ... 74
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif ... 76
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Dengan Uji Kolmogorov-Smirnov ... 81
Tabel 4.5 Coefficientsa ... 82
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi ... 83
Tabel 4.7 Uji Heterokedastisitas dengan Spearman ... 85
Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 86
Tabel 4.9 Uji signifikasi Simultan ... 88
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian ... 49
Gambar 4.1 Hasil uji normalitas dengan histogram normal ... 79
Gambar 4.2 Hasil uji normalitas dengan grafik normal plot ... 80
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan yang tumbuh dan berkembang mempunyai tujuan utama yaitu
profitabilitas dengan mendapatkan pencitraan dan persepsi yang baik dari para
stakeholder. Namun dewasa ini pandangan tersebut bergeser kearah yang lebih
kompleks yaitu bagaimana masyarakat sebagai pengguna hasil produksi
perusahaan mengakui kredibilitas perusahaan tersebut. Sebab, perusahaan
merupakan bagian dari masyarakat dan lingkungan yang keberadaannya tidak
lepas darinya.
Mengingat hal tersebut maka penting bagi perusahaan untuk turut serta
menjaga dan peduli terhadap aspek sosial baik masyarakat maupun lingkungan
dimana perusahaan tersebut beroperasi. Konsep ini kemudian berkembang dengan
istilah Corporate Sosial Responsibility (CSR). CSR dimaksudkan untuk
mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak
berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada
akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan (Kusuma et al.
2014:2). CSR adalah salah satu faktor penting untuk meningkatkan nilai
perusahaan, maka perusahaan perlu mempertimbangkan CSR sebagai salah satu
Investor cenderung tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam
laporan keuangan, dimana pelaporan keuangan merupakan media bagi
manajemen perusahaan dalam memberikan informasi kinerja keuangan entitas
yang bermanfaat untuk stakeholders. Selain pelaporan keuangan sebagai media
pengungkapan tanggung jawab perusahaan, perkembangan pelaksanaan CSR
mendorong perusahaan untuk juga mengungkapkan sebuah laporan yang tidak
hanya berpijak pada kondisi keuangan saja tetapi juga menyediakan informasi
lingkungan dan sosial yang kemudian disebut laporan berkelanjutan atau
sustainability report (Ratnasari, 2011:2)
Secara definisi sustainability report adalah praktek pengukuran,
pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik
internal maupun eksternal (http://www.globalreporting.org, di akses pada 12
Januari 2015). Sustainability report ini disusun berdasarkan pedoman dari Global
Reporting Initiative (GRI) yang telah dikembangkan sejak tahun 1990 dan
disusun tersendiri terpisah dari laporan keuangan atau laporan tahunan. Dalam
penelitian ini item pengungkapan tanggung jawab sosial diukur berdasarkan 9
indikator kinerja ekonomi, 30 indikator kinerja lingkungan, dan 40 indikator
kinerja sosial yang dikeluarkan oleh GRI.
Pengungkapan sustainability report di Indonesia didukung oleh sejumlah
peraturan pemerintah, diantaranya UU No. 23 tahun 1997 mengenai lingkungan,
berisi bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan juga
diwajibkan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial. Sedangkan Pasal 74
berisi tentang kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan bagi perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber
daya alam. Selain itu, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1
tentang tanggung jawab atas laporan keuangan paragraf 9 (sembilan) secara
implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah
lingkungan dan sosial dalam laporan tambahan mengenai lingkungan hidup dan
laporan nilai tambah (Putri, 2013:2).
Dari deskripsi diatas menjadi sebuah pengantar mengenai perubahan
paradigma CSR, bahwa perusahaan semakin menyadari CSR bukan lagi sebuah
beban, melainkan daya tarik investor dan bagian dari modal sosial serta menjadi
parameter perusahaan untuk mampu me-maintenance masyarakat dan lingkungan
melalui program-program CSR.
Saat ini isu mengenai corporate social responsibility (CSR) dan keberlanjutan
(sustainability) terus berkembang, dimana perusahaan menjadi sorotan utama
perannya terhadap lingkungan. Dikarenakan banyaknya kasus-kasus yang terjadi
terkait dengan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan yang berdampak pada
masyarakat dan lingkungan.
Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia khususnya di daerah-daerah yang
memiliki kekayaan alam yang berlimpah banyak diakibatkan karena
perusahaan itu sendiri. Seperti kasus yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia
yang melakukan perusakan lingkungan di daerah Papua yang dinilai tidak
memenuhi batas air limbah dan telah mencemari biota laut, lumpur Lapindo di
Sidoarjo yang dinobatkan sebagai perusahaan yang tidak bertanggung jawab, dan
pencemaran Teluk Buyat Oleh PT. Newmont Minahasa Raya. Ada lagi kasus
yang disebabkan oleh Perusahaan Besar Swasta (PBS) sawit yang sangat
bermasalah bagi masyarakat lokal yang berdiam di kawasan konsesi perusahaan
perkebunan tersebut karena perusahaan perkebunan yang bergerak dibidang
komoditas kelapa sawit ini tidak mengantongi izin tetapi berani melakukan
operasi besar-besaran dengan membabat hutan alam serta mencemari lingkungan
sekitarnya (http://readersblog.mongabay.co.id, dikutip oleh Ucuy, 2015)
Kasus-kasus tersebut memberikan gambaran bahwa perusahaan
sesungguhnya juga perlu memperhatikan sisi non keuangan terutama dari sisi
lingkungan dan sosial. Untuk itu, perusahaan harus mulai menyadari untuk
mendorong praktik pengungkapan tanggung jawab sosial serta memenuhi
tuntutan akan penerapan good corporate governance dalam rangka pengelolaan
perusahaan yang baik.
Praktik dan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan
konsekuensi logis dari implementasi Good Corporate Governance (GCG), yang
prinsipnya antara lain menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan
kepentingan stakeholder-nya, sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin
panjang perusahaan. Pengaturan dan pengimplementasian GCG memerlukan
komitmen dari seluruh jajaran organisasi, dimulai dengan penetapan kebijakan
dasar dan tata tertib yang dianut oleh top manajemen serta penerapan kode etik
yang dipatuhi oleh semua pihak yang ada di dalamnya. Apabila sistem Corporate
Governance yang terdiri atas struktur Corporate Governance (pemegang saham,
dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, sekertaris perusahaan, manajer dan
karyawan, auditor) dilaksanakan dengan mekanisme yang baik dan dilandasi
dengan prinsip Corporate Governance, maka akan bermanfaat dalam mengatur
dan mengendalikan perusahaan. Selain itu mekanisme dan struktur Governance
perusahaan dapat dijadikan sebagai pendukung terhadap praktik dan
pengungkapan CSR di Indonesia (Utama dalam Cahyaningsih dan Martina,
2011:173).
Dari penjelasan di atas menunjukan bahwa aktivitas CSR tidak bisa terlepas
dari penerapan GCG. Pada penelitian kali ini, penerapan Corporate Governance
akan dilihat melalui mekanismenya yang diproksikan dengan komposisi dewan
komisaris independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan asing serta
profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap tingkat pengungkapan CSR di
dalam laporan Sustainability.
Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau berhubungan langsung
maupun tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan
independen diharapkan dapat memberikan tekanan pada perusahaan untuk
mengungkapkan sustainability report dalam rangka memastikan keselarasan
antara keputusan dan tindakan perusahaan dengan nilai-nilai sosial dan legitimasi
perusahaan (Ratnasari, 2011:9).
Kepemilikan institusional umumnya merupakan pemegang saham yang cukup
besar karena memiliki pendanaan yang besar. Tingkat kepemilikan institusional
yang tinggi menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar untuk menghalangi
perilaku opportunistic manajer (Rustiarini, 2010:7).
Kepemilikan asing (foreign ownership) adalah jumlah saham yang dimiliki
oleh pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham
perusahaan di Indonesia. Selama ini kepemilikan oleh pihak asing merupakan
pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan CSR (Sari, 2014:6).
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau
profit. Semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar
pengungkapan informasi sosial. Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai suatu
skala pengklasifikasian besar kecilnya suatu perusahaan atau organisasi yang
didirikan oleh seseorang atau lebih untuk mencapai tujuannya.
Penelitian yang terkait dengan Corporate Governance, ukuran perusahaan,
profitabilitas dan pengungkapan Corporate Social Responsibility oleh perusahaan
telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan Corporate Governance, ukuran perusahaan, profitabilitas dan
membutuhkan perhatian besar. Secara umum, objek penelitian dalam penelitian
tersebut merupakan perusahaan manufaktur dan perbankan. Penelitian tersebut
antara lain telah dilakukan oleh Sari et al. 2013; Sriayu dan Mimba, 2013;
Komalasari, 2014; Trisnawati, 2014.
Penelitian yang dilakukan oleh Komalasari (2014) yang membahas mengenai
pengaruh mekanisme corporate governance, ukuran perusahaan dan profitabilitas
perusahaan terhadap luas pengungkpan corporate social responsibility
menunjukkan hasil bahwa yang mempengaruhi mekanisme corporate governance
terhadap luas pengungkapan corporate social responsibility hanyalah ukuran
perusahan saja, selebihnya tidak berpengaruh signifikan. Sementara itu studi yang
dilaksanakan Trisnawati (2014) tentang pengaruh ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris dan kepemilikan manajerial
terhadap pengungkapan corporate social responsibility (CSR) industri perbankan
di Indonesia menunjukkan hasil bahwa hanya ukuran perusahaan yang
mempengaruhi pengungkapan corporate social rensponsibility.
Berbeda dengan penelitian Sari et al. (2013) yang menunjukkan hasil bahwa
yang mempengaruhi terhadap luas pengungkapan Corporate Social
Responsibility adalah kepemilikan institusional, ROE dan ROA. Sedangkan
komposisi dewan komisaris dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh
terhadap luas pengungkapan corporate social renspobility . Begitu juga dengan
company size, foreign ownership dan public ownership berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure .
Penelitian yang menggunakan kepemilikan manajerial, kepemilikan asing, dan
kepemilikan institusional sebagai variabel dependen yang dilakukan oleh
Rustiarini (2010) menunjukkan bahwa hanya kepemilikan asing yang
mempengaruhi luas pengungkapan corporate social rensponsibility. Sedangkan
penelitian yang menggunakan karakteristik perusahaan (umur perusahaan, ukuran
perusahaan, kepemilikan asing, dan proporsi dewan komisaris independen)
sebagai variabel dependen, seperti penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013)
menunjukkan bahwa umur perusahaan dan kepemilikan asing yang
mempengaruhi luas pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan
sustainability.
Karena beragamnya hasil penelitian terdahulu mengenai meknisme corporate
governance terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan
sustainability inilah peneliti beralasan untuk menguji kembali variabel-variabel
yang diduga berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial
dalam laporan sustainability. Penelitian ini bertujuan menguji dan membuktikan
Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
sebagai berikut :
1. Periode penelitian ini meliputi periode pelaporan keuangan pada periode 2010
sampai 2013 sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan data
periode 2008 sampai 2011.
2. Untuk penelitian ini menggunakan objek penelitian yaitu pada perusahaan
yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) berbeda dengan penelitian
sebelumnya yaitu pada perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
3. Penelitian ini selain menggunakan laporan tahunan perusahaan juga
menggunakan Sustainability Report.
4. Penelitian ini menggunakan variabel independen kepemilikan asing
sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan variabel kepemilikan
manajerial.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah dewan komisaris independen berpengaruh terhadap luas
pengungkapan Corporate Social Responsibility di dalam laporan
sustainability?
2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap luas pengungkapan
Corporate Social Responsibility di dalam laporan sustainability?
3. Apakah kepemilikan asing berpengaruh terhadap luas pengungkapan
4. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan
Corporate Social Responsibility di dalam laporan sustainability?
5. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap luas pengungkapan Corporate
Social Responsibility di dalam laporan sustainability?
6. Apakah dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan
asing, ukuran perusahaan, dan profitabilitas perusahaan terhadap luas
pengungkapan Corporate Social Responsibility di dalam laporan
sustainability?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji secara empiris:
a. Untuk mengetahui pengaruh komposisi dewan komisaris independen
terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility di dalam
laporan sustainability.
b. Untuk mengetahui kepemilikan institusional terhadap luas pengungkapan
Corporate Social Responsibility di dalam laporan sustainability.
c. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan asing terhadap luas
pengungkapan Corporate Social Responsibilit di dalam laporan
sustainability.
d. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap luas
pengungkapan Corporate Social Responsibility di dalam laporan
e. Untuk mengetahui pengaruh profitabilitas terhadap luas pengungkapan
Corporate Social Responsibility di dalam laporan sustainability.
f. Untuk mengetahui dewan komisaris independen, kepemilikan
institusional, kepemilikan asing, ukuran perusahaan, dan profitabilitas
terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility di dalam
laporan sustainability.
D. Manfaat Penelitian 1) Kontribusi Teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pentingnya
pertanggungjawaban sosial perusahaan yang diungkapkan di
dalam laporan yang disebut sustainability reporting dan
sebagai pertimbangan dalam pembuatan kebijakan perusahaan
untuk lebih meningkatkan kepeduliannya pada lingkungan
sosial. Bagi perusahaan, dapat juga memberikan gambaran
mengenai pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan,
sehingga pemerintah dapat menindaklanjuti pengesahan UU
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dengan
mewajibkan semua perusahaan di Indonesia untuk
melaksanakan tanggung jawab sosialnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat peneliti
dan mahasiswa akuntansi untuk mempelajari dan menambah
penelitian selanjutnya terutama berbagai hal yang berkaitan
dengan praktik Corporate Social Resposibility.
2) Kontribusi Praktis
a. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan
investasi di sebuah perusahaan dan memberikan pandangan
kepada investor, bahwa dalam mempertimbangkan
aspek-aspek yang perlu diperhitungkan dalam investasi yang tidak
terpaku pada ukuran- ukuran moneter saja, tetapi perlu
diperhatikan juga bagaimana perusahaan tersebut memberikan
pertanggungjawaban sosialnya pada lingkungan sekitar
perusahaan. Sehingga investor dapat mengetahui bagaimana
citra perusahaan dimata investor
b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kesempatan para
pembaca untuk dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
akan hak-hak mereka yang seharusnya diperoleh, baik dari segi
ekonomi, lingkungan dimana mereka tinggal, ketenagakerjaan,
hak asasi manusia, sosial, dan juga informasi tentang produk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Agency Theory
Teori keagenan (agency theory) dibangun sebagai upaya untuk memahami
dan memecahkan masalah yang muncul manakala ada ketidaklengkapan
informasi pada saat melakukan kontrak (perikatan). Kontrak yang dimaksud di
sini adalah hubungan antara prinsipal (pemilik dan pemegang saham) yaitu
stakeholder dan agen (manajemen). Teori keagenan meramal jika agen
memiliki keunggulan informasi dibandingkan prinsipal dan kepentingan agen
dan prinsipal berbeda, maka akan terjadi principal-agent problem di mana agen
akan melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya namun merugikan
prinsipal. Beban yang muncul karena tindakan manejemen tersebut menjadi
agency cost. Teori keagenan berusaha menjelaskan tentang penentuan kontrak
yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan
(Jensen and Meckling,1976).
Corporate governance merupakan suatu mekanisme pengelolaan yang
didasarkan pada teori agensi. Penerapan konsep corporate governance
diharapkan memberikan kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam
mengelola kekayaan pemilik (pemegang saham), dan pemilik menjadi lebih
agen sehingga dapat meminimumkan konflik kepentingan dan meminimumkan
biaya keagenan (Ratnasari, 2011:6).
Hal ini menjadi dasar perlunya manajemen melakukan pelaporan dan
pengungkapan mengenai perusahaan kepada pemilik sebagai wujud
akuntabilitas manajemen terhadap pemilik. Melalui teori keagenan yang
menyediakan informasi, akuntansi dapat memberikan umpan balik (feedback)
selain nilai prediktifnya. Teori keagenan menyatakan bahwa, perusahaan yang
menghadapi biaya kontrak dan biaya pengawasan yang rendah cenderung akan
melaporkan laba lebih rendah atau dengan kata lain akan mengeluarkan
biaya-biaya untuk kepentingan manajemen (salah satunya biaya-biaya yang dapat
meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat yaitu biaya-biaya yang
terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan) (Anggraini, 2006:7).
2. Stakeholders Theory
Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang
hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat
bagi stakeholdernya. Stakeholder adalah pihak-pihak yang berkepentingan pada
perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas
perusahaan, para stakeholder antara lain masyarakat, karyawan, pemerintah,
supplier, pasar modal dan lain-lain. Menurut (Ghozali dan Chariri, 2007)
stakeholder ini yang menggambarkan kepada pihak mana saja perusahaan
bertanggung jawab. Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab
bergeser menjadi lebih luas yaitu, pada ranah sosial kemasyarakatan
(stakeholder) yang disebut tanggung jawab sosial (social responsibility).
Salah satu strategi yang digunakan perusahaan untuk menjaga hubungan
dengan para stakeholder-nya adalah dengan pengungkapakan informasi sosial
dan lingkungan. Dengan pengungkapan ini, diharapkan perusahaan mampu
memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan serta dapat mengelola
stakeholder agar mendapatkan dukungan oleh para stakeholder yang
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan.
3. Legitimacy Theory
Legitimacy theory menyatakan suatu perusahaan akan bisa bertahan, jika
masyarakat dimana perusahaan tersebut berada merasa bahwa perusahaan telah
beroperasi berdasarkan sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai yang
dimiliki oleh masyarakat sekitarnya. Legitimasi masyarakat merupakan faktor
strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan. Hal itu,
dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan,
terutama terkait dengan upaya memosisikan diri di tengah lingkungan
masyarakat yang semakin maju (Hadi, 2011:87).
Menurut Haniffa et al. (2005:395), dalam legitimacy theory perusahaan
memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya
berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai
kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Oleh karena
tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan
dimana perusahaan tersebut menjalankan setiap aktivitasnya. Jika terjadi
ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat,
maka perusahaan akan kehilangan legitimasinya dan selanjutnya akan
mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Keselarasan antara tindakan
organisasi dan nilai-nilai masyarakat ini tidak selamanya berjalan seperti yang
diharapkan. Tidak jarang akan terjadi perbedaan potensial antara organisasi dan
nilai-nilai sosial yang dapat mengancam legitimasi perusahaan bahkan dapat
membuat perusahaan tersebut ditutup (Sayekti, 2007:4).
Barkemeyer (2007:7) mengungkapkan bahwa penjelasan tentang kekuatan
teori legitimasi organisasi dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan di
negara berkembang terdapat dua hal; pertama, kapabilitas untuk menempatkan
motif maksimalisasi keuntungan membuat gambaran lebih jelas tentang
motivasi perusahaan memperbesar tanggung jawab sosialnya. Kedua, legitimasi
organisasi dapat untuk memasukkan faktor budaya yang membentuk tekanan
institusi yang berbeda dalam konteks yang berbeda.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan perusahaan harus
memiliki nilai-nilai sosial yang selaras dengan nilai-nilai masyarakat, yaitu
dengan membuat pelaporan kegiatan sosial dan lingkungan perusahaan. Dengan
mengungkapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi
B. Tinjauan Literatur
1. Corporate Social Responsibility
a. Pengertian Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility dikenal dengan banyak istilah yang
memiliki pengertian yang sama, diantaranya business responsibility dan
corporate citizenship. Sampai sekarang belum terdapat definisi yang
seragam mengenai apa yang dimaksud dengan CSR.
Dengan demikian, para pemangku kepentingan (stakeholders)
mendefinisikan CSR dengan caranya sendiri. Menurut Business for Social
Responsibility (BSR) (2002) CSR sebagai :
“Business practices that strengthen accountability, respecting ethical values in the interest of all stakeholders.”
Artinya, praktek bisnis yang memperkuat akuntabilitas, menghormati
nilai-nilai etika dalam kepentingan semua pemangku kepentingan.
Sementara itu, ada beberapa definisi lain dari Corporate Social
Responsibility menurut World Business Council for Sustainable
Development (WBCSD) yang dikutip dari Effendi (2009:107), yaitu:
“The continuing commitment by business to behave ethnically and contribute to economic development while improving the quality of live of the work force and their families as well as of the local community and society at large.”
Artinya, CSR adalah keterpanggilan dunia bisnis untuk bersikap etis dan
dengan kualitas hidup karyawan beserta keluarganya sekaligus juga
peningkatan kualitas hidup komunitas setempat dan masyarakat luas.
Secara sederhana, tanggung jawab sosial dapat dikatakan sebagai timbal
balik perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena
perusahaan telah mengambil keuntungan atas masyarakat dan lingkungannya
tersebut. Dimana dalam proses pengambilan keuntungan tersebut seringkali
perusahaan menimbulkan kerusakan lingkungan ataupun dampak sosial
lainnya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab
sosial perusahaan merupakan suatu kondisi dimana perusahaan harus
bertanggung jawab atas setiap tindakannya yang berpengaruh terhadap
masyarakat dan lingkungannya. Bukan malah berbuat eksploitasi terhadap
lingkungan sekitar.
b. Konsep Corporate Social Responsibility
Konsep CSR sebagai salah satu tonggak penting dalam manajemen
korporat. Meskipun konsep CSR baru dikenal pada awal tahun 1970-an,
namun konsep tanggung jawab sosial sudah dikemukakan oleh Howard R.
Bowen pada tahun 1953 (Kartini, 2009:5).
Menurut Carroll dalam Kartini (2009:14), konsep CSR memuat
1) Economic responsibilities
Tanggung jawab sosial perusahaan yang utama adalah tanggung jawab
ekonomi karena lembaga bisnis terdiri dari aktivitas ekonomi yang
menghasilkan barang dan jasa bagi masyarakat secara menguntungkan.
2) Legal responsibilities
Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan mentaati hukum dan
peraturan yang berlaku yang pada hakikatnya dibuat oleh masyarakat
melalui lembaga legislatif.
3) Ethical responsibilities
Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis yaitu
menunjukan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara
perorangan maupun kelembagaan untuk menilai suatu isu dimana
penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam
suatu masyarakat.
4) Discretionary responsibilities
Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan
manfaat bagi mereka.
Perkembangan CSR secara konseptual menurut (Nurlela dan Islahuddin,
2008:2) mulai dibahas sejak tahun 1980-an yang disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:
1) Runtuhnya tembok Berlin yang merupakan simbol tumbangnya paham
2) Meluasnya operasi perusahaan multinasional di negara berkembang
sehingga dituntut memperhatikan keadaan sosial, lingkungan dan
hakasasi manusia.
3) Globalisasi dan berkurangnya peran pemerintah telah menyebabkan
munculnya lembaga sosial masyarakat (LSM) yang lebih
memperhatikan isu kemiskinan sampai kekhawatiran punahnya spesies
tumbuhan dan hewan akibat ekosistem yang semakin labil.
4) Kesadaran perusahaan akan pentingnya citra perusahaan dalam
membawa perusahaan menuju bisnis berkelanjutan.
Selain itu menurut Deegan dalam Ghozali dan Chariri (2007) alasan yang
mendorong praktik pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan
antara lain:
1) Mematuhi persyaratan yang ada dalam Undang-undang
2) Pertimbangan rasionalitas ekonomi
3) Mematuhi pelaporan dan proses akuntabilitas
4) Mematuhi persyaratan peminjaman
5) Mematuhi harapan masyarakat
6) Konsekuensi ancaman atas legitimasi perusahaan
7) Mengelola kelompok stakeholder tertentu
8) Menarik dana investasi
9) Mematuhi persyaratan industry
Menurut The World Business Council for Sustainable Development,
Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan
didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi
pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan melalui kerja
sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka,
komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas
kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun
untuk pembangunan.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility
(CSR) merupakan komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan
menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan. Pertanggungjawaban sosial perusahaan
diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Report.
Sustainability Report atau laporan berkelanjutan adalah suatu laporan
yang bersifat non financial yang dapat dipakai sebagai acuan oleh
perusahaan untuk melihat pelaporan dari dimensi sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Sustainability report menjadi dokumen strategi yang berlevel
tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability
Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor
menanamkan investasinya pada perusahaan yang telah menerapkan CSR
dengan baik (Effendi, 2009:109).
c. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan
Laporan tahunan berisi pengungkapan informasi yang dapat membantu
stakeholders dalam pengambilan keputusan. Informasi yang diungkapkan
tidak hanya berupa informasi keuangan saja, tetapi juga berupa informasi
non keuangan. Selain digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan,
pengungkapan dalam laporan tahunan juga digunakan sebagai bentuk
akuntabilitas manajemen atas kinerjanya sebagai pengelola perusahaan
kepada investor sebagai pemilik.
Di Indonesia, BAPEPAM telah mengatur bentuk dan isi laporan tahunan
yang wajib diungkapkan melalui Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga
Keuangan No.KEP-134/BL/2006 peraturan X.K.6 tanggal 07 Desember
2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau
perusahaan-perusahaan publik. Dalam ketentuan umum bentuk dan isi
laporan tahunan wajib memuat ikhtisar data keuangan penting, laporan,
dewan komisaris, laporan direksi, profil perusahaan, analisis dan
pembahasan manajemen, tata kelola perusahaan, tanggung jawab direksi atas
laporan keuangan, dan laporan keuangan yang telah diaudit.
Hal itu menunjukkan bahwa setiap perusahaan di Indonesia wajib
1. Ikhtisar data keuangan penting
2. Laporan dewan komisaris
3. Laporan dewan direksi
4. Profil perusahaan
5. Analisis dan pembahasan manajemen
6. Tata kelola perusahaan
7. Tanggung jawab direksi atas laporan keuangan
8. Laporan keuangan yang telah diaudit
Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu pengungkapan wajib (Mandatory Disclosure) dan
pengungkapan sukarela (Voluntary Disclosure). Pengungkapan wajib
merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi
yang berlaku (peraturan mengenai pengungkapan laporan keuangan yang
dikeluarkan oleh pemerintah melalui keputusan ketua BAPEPAM
No.SE-02/PM/2002. Sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas
manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan
informasi lainnya yang dipandang relevan untuk keputusan oleh para
pemakai laporan keuangan tersebut.
Selain itu di Indonesia pengungkapan dalam laporan keuangan baik yang
bersifat wajib maupun sukarela telah diatur dalam PSAK No.1. Setiap
pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan
jawab sosial terhadap masyarakat sekitar, dan hal itu perlu diungkapkan
dalam laporan tahunan, sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 2009) Paragraf kedua belas:
Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.
PSAK No. 1 (revisi 2009) tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang
ada di Indonesia diberi suatu kebebasan dalam mengungkapkan informasi
tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan keuangan tahunan
perusahaan.
d. Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) atau sering kali disebut
sebagai tanggung jawab sosial perusahaan telah banyak disampaikan oleh
para pakar maupun lembaga internasional. Magnan dan Ferrel
mengartikannya sebagai perilaku bisnis, di mana pengambilan keputusannya
mempertimbangkan tanggung jawab sosial dan memberikan perhatian secara
lebih seimbang terhadap kepentingan stakeholders yang beragam
(Mursitama dan Tirta, 2011:23). Dalam implementasi praktik CSR di sebuah
entitas, perusahaan harus membuat laporan untuk mempertanggungjawabkan
kegiatan sosial yang telah dilakukan entitas tersebut. Laporan tanggung
dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian masalah dampak
sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut dilampirkan dalam laporan
tahunan (annual report) yang dipertanggungjawabkan direksi sebagai agen
di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Association of
Chartered Certified Accountants (ACCA) menyatakan bahwa
pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan
Sustainability Reporting, yang merupakan pelaporan mengenai kebijakan
ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan
produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).
Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi,
lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi. Badan yang
aktif menerbitkan pedoman bagi perusahaan terkait pengungkapan
lingkungan hidup adalah Global Reporting Initiative (GRI). Dalam Standar
GRI indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama yaitu:
1) Ekonomi
2) Lingkungan hidup
3) Sosial yang mencakup hak asasi manusia, praktek ketenagakerjaan dan
lingkungan kerja, tanggung jawab produk, dan masyarakat.
Ada berbagai motivasi yang mendorong manajer secara sukarela
mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan. Di Indonesia pada
jawab sosial dan lingkungan telah diatur dalam peraturan pemerintah pada
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 74. Sejalan dengan UU No.40
Tahun 2007, lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor
KEP-134/BL/2006 juga mewajibkan perusahaan untuk mengungkapan informasi
terkait tata kelola perusahaan dimana di dalamnya juga menjelaskan uraian
mengenai aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung
jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan pada laporan
tahunan perusahaan.
e. General Reporting Initiative (GRI)
Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis
organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak
menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus
menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia. Terdapat 6
indikator di dalam GRI dan jumlah pengungkapannya ada 78 item
(Sembiring, 2005:393). Berikut item-item yang digunakan dalam :
1) Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator)
(a) Perolehan distribusi nilai ekonomi
(b) Implikasi finansial akibat perubahan iklim
(c) Dana pensiun karyawan
(d) Bantuan financial dari pemerintah
(e) Standar upah minimum
(g) Rasio karyawan lokal
(h) Pengaruh pembangunan infrastruktur
(i) Dampak pengaruh ekonomi tidak langsung
2) Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator)
(a) Pemakaian material
(b) Pemakaian material daur ulang
(c) Pemakaian energi langsung
(d) Pemakaian energi tidak langsung
(e) Penghematan energi
(f) Inisiatif penyediaan energi terbaru
(g) Inisiatif mengurangi energi tidak langsung
(h) Pemakaian air
(i) Sumber air yang terkena dampak
(j) Jumlah air daur ulang
(k) Kuasa tanah di hutan lindung
(l) Perlindungan keanekaragaman hayati
(m) Pemulihan habitat
(n) Strategi menjaga keanekaragaman hayati
(o) Spesies yang dilindungi
(p) Total gas rumah kaca
(q) Total gas tidak langsung yang berhubungan dengan gas rumah
(r) Inisiatif pengurangan efek gas rumah kaca
(s) Pengurangan emisi ozon
(t) Jenis-jenis emisi udara
(u) Kualitas pembuangan air dan lokasinya
(v) Klasifikasi limbah dan metode pembuangan
(w) Total biaya dan jumlah yang tumpah
(x) Limbah berbahaya yang ditransportasikan
(y) Keanekaragaman hayati
(z) Inisiatif mengurangi dampak buruk pada lingkungan
(aa) Persentase produk yang terjual dan materi kemasan dikembalikan
berdasarkan kategori
(bb) Nilai moneter akibat pelanggaran peraturan dan hukum
lingkungan hidup
(cc) Dampak signifikan terhadap lingkungan akibat transportasi
produk
(dd) Biaya dan investasi perlindungan lingkungan
3) Indikator Kinerja Tenaga Kerja (labor practices performance
indicator)
(a) Jumlah karyawan
(b) Tingkat perputaran karyawan
(c) Kompensasi bagi karyawan tetap
(e) Pemberitahuan minimum tentang perubahan operasional
(f) Majelis kesehatan dan keselamatan kerja
(g) Tingkat kecelakaan kerja
(h) Program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan
(i) Kesepakatan kesehatan dan keselamatan kerja
(j) Rata-rata jam pelatihan
(k) Program persiapan pensiun
(l) Penilaian kinerja dan pengembangan karir
(m) Keanekaragaman karyawan
(n) Rasio gaji dasar pria terhadap wanita
4) Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia (human rights performance
indicator)
(a) Perjanjian dan investasi menyangkut HAM
(b) Persentase pemasok dan kontraktor menyangkut HAM
(c) Pelatihan karyawan tentang HAM
(d) Kasus diskriminasi
(e) Hak berserikat
(f) Pekerja di bawah umur
(g) Pekerja paksa
(h) Tenaga keamanan terlatih HAM
5) Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator)
(a) Dampak program pada komunitas
(b) Hubungan bisnis dan resiko korupsi
(c) Pelatihan anti korupsi
(d) Pencegahan tindakan korupsi
(e) Partisipasi dalam pembuatan kebijakan publik
(f) Sumbangan untuk partai politik
(g) Hukuman akibat pelanggaran persaingan usaha
(h) Hukuman atau denda pelanggaran peraturan perundangan
6) Indikator Kinerja Produk (product responsibility performance
indicator)
(a) Perputaran dan keamanan produk
(b) Pelanggaran peraturan dampak produk
(c) Informasi kandungan produk
(d) Pelanggaran penyediaan info produk
(e) Tingkat kepuasan pelanggan
(f) Kelayakan komunikasi pemasaran
(g) Pelanggaran komunikasi pemasaran
(h) Pengaduan tentang pelanggaran privatisasi pelanggan
2. Good corporate governance
Good corporate governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem
ekonomi pasar. Dimana ia berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap
perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu
negara. Penerapan GCG dapat mendorong terciptanya persaingan yang sehat
dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan GCG
juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good
governance pada umumnya di Indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya
untuk menerapkan good governance dalam birokrasinya dalam rangka
menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Pengertian Corporate Govercance yang dikutip dalam (Effendi, 2009:1)
“Corporate governance is a company’s system of internal control, wich has as its principal aim the management of risk that are significant to the fulfillment of its business objectives, with a view to safeguarding the companiy’s assets and enhancing over time the value of the shareholders investment”.
Corporate governance adalah suatu sistem pengendalian internal
perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan
guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan asset perusahaan dan
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
mendefinisikan corporate governance sebagai berikut:
“Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of right and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders and other stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance” (OECD, 1999:9).
OECD melihat corporate governance sebagai suatu sistem dimana
sebuah perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan
itu, maka struktur dari corporate governance menjelaskan distribusi hak-hak
dan tanggung jawab dari masing-masing pihak yang terlibat dalam sebuah
bisnis, yaitu antara lain dewan komisaris dan direksi, manajer, pemegang
saham, serta pihak-pihak lain yang terkait sebagai stakeholders. Selanjutnya,
struktur dari corporate governance juga menjelaskan bagaimana aturan dan
prosedur dalam pengambilan dan pemutusan kebijakan sehingga dengan
melakukan itu semua maka tujuan perusahaan dan pemantauan kinerjanya
dapat dipertanggungjawabkan dan dilakukan dengan baik.
Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan Good Corporate Governance
(GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah yang wajib dipenuhi,
yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar
secara keseluruhan.
Menurut FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) dalam
Kuncoro (2006:186) Corporate Governance didefinisikan sebagai
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengendalikan perusahaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, secara umum dapat
disimpulkan bahwa CGC pada dasarnya merupakan suatu hal yang berkaitan
dengan pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya
perusahaan, etika, sistem nilai, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi
yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kinerja perusahaan dan
menghindari benturan kepentingan antara kepentingan ekonomi, serta untuk
mengatur dan mengendalikan perusahaan (Alijoyo, 2004:31). Dengan
demikian, GCG dapat dijadikan sebagai pedoman atau acuan sehingga proses
pelaksanaan kinerja yang ada dalam perusahaan dapat berjalan efektif dan
terjadi keseimbangan kepentingan diantara pihak-pihak yang saling terkait di
dalamnya, tidak terkecuali hubungan dengan publik atau masyarakat.
Dari uraian diatas menyatakan bahwa Corporate Governance dapat
perusahaan (pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan pengawas,
dan direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan
peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Komalasari, 2014:4).
Dengan penerapan Good Corporate Governance diyakini dapat menciptakan
kondisi yang kondusif dan landasan yang kokoh untuk menjalankan
operasional perusahaan dengan baik, efisien, dan menguntungkan.
3. Mekanisme Corporate Governance a. Dewan Komisaris Independen
Istilah dan keberadaan Komisaris Independen baru muncul setelah
terbitnya surat edaran Bapepam Nomor: SE03/PM/2000 dan Peraturan
Pencatatan Efek Nomor 339/BEJ/07-2001 tgl 21 Juli 2001. Menurut
ketentuan tersebut perusahaan publik yang tercatat di bursa wajib memiliki
beberapa anggota dewan komisaris yang memenuhi kualifikasi sebagai
komisaris independen. Keberadaan komisaris independen ini rupanya
berhubungan dengan ketentuan penyelenggaraan pengelolaan perusahaan
yang baik (GCG), yaitu jumlah komisaris independen adalah
Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen berdasarkan
Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep29/PM/2004 tentang pembentukan
dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit Nomor IX.I5 adalah sebagai
berikut:
a) Komisaris Independen tidak memiliki saham baik langsung
maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik;
b) Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
emiten atau perusahaan publik, komisaris, dan direksi;
c) Komisaris Independen harus berasal dari luar emiten atau
perusahaan publik;
d) Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak
langsung yang berkitan dengan kegiatan usaha emiten atau
perusahaan publik.
Fungsi dewan komisaris termasuk anggota komisaris independen adalah
mencakup dua peran sebagai berikut:
1) Mengawasi Direksi perusahaan dalam mencapai kinerja dalam business
plan dan memberikan nasehat kepada direksi mengenai penyimpangan
pengelolaan usaha yang tidak sesuai dengan arah yang ingin dituju oleh
perusahaan.
Terkait dengan bentuk dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua
sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum berbeda, yaitu
Anglo saxon dan continental eropa. Sistem hukum anglo saxon mempunyai
sistem satu tingkat atau one tier system. Di sini perusahaan hanya
mempunyai satu dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi
antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur
independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur
eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini diangkat karena
kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan one tier
system misalnya Amerika serikat dan Inggris.
Sistem hukum Continental Eropa mempunyai sistem dua tingkat atau
two tier system. Disini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu
dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi),
dimana dewan direksi mengelola dan mewakili perusahaan di bawah
pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dalam sistem two tiers
system, anggota dewan direksi dianggak dan setiap waktu dapat diganti oleh
badan pengawas (dewan direksi). Dewan direksi juga harus memberikan
informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan
oleh dewan komisaris, sehingga dewan komisaris terutama bertanggung
jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen. Dalam hal ini dewan
komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan
Forum Corporate Governance Indonesia (2002) mengemukakan bahwa
ada dua sistem manajemen yang berbeda yang mengakibatkan berbedanya
sistem pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris. Perbedaan dari
kedua system tersebut adalah pada tingkat pengawasan, yaitu satu tingkat
pengawasan (one tier sistem) dan dua tingkat (two tier sistem).
1) Sistem Satu Tingkat (One Tier Sistem)
Sistem ini menggunakan satu sistem pengawasan. Biasanya
perusahaan hanya memiliki satu dewan direksi yang umumnya
merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (Direktur
Eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh
waktu (Non-Direktur Eksekutif). Sistem satu tingkat ini berasal dari
sistem hukum Anglo Saxon dan negara yang menerapkan sistem ini
antara lain adalah Amerika Serikat dan Inggris.
2) Sistem Dua Tingkat (Two Tier Sistem)
Sistem ini menggunakan dua sistem pengawasan yang terpisah.
Dalam sistem ini perusahaan memiliki dua badan terpisah yaitu
Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan
Direksi). Dewan Komisaris bertugas mengawasi dan mengarahkan
dewan direksi, yang mana dewan direksi ini bertugas untuk mengelola
dan mewakili perusahaan (FCGI, 2002).
Di Indonesia two tier sistem diterapkan dengan beberapa
dewan direksi, namun memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk
mengawasi dan memberi nasehat kepada dewan direksi (KNKG,
2006). Dewan komisaris di Indonesia tidak berhak mengangkat dan
memberhentikan direksi, karena posisi yang sejajar di antara
keduanya, tidak seperti Continental Europe. Berdasarkan
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dewan
komisaris hanya berhak memberhentikan anggota direksi secara
sementara, bukan bersifat tetap.
Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal
dari pihak terafiliasi dikenal sebagai komisaris independen dan
komisaris yang terafiliasi. Komisaris yang terafiliasi adalah pihak
yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan
pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris
lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota direksi dan
dewan komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk
jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi (KNKG,
2006).
b. Kepemilikan Institusional
Pemegang saham institusional biasanya berbentuk entitas seperti
perbankan, asuransi, dana pensiun, reksa dana, dan institusi lain. Investor
institusional umumnya merupakan pemegang saham yang cukup besar
yang tinggi menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar untuk
menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Mursalim (2007),
kepemilikan institusional dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengurangi
masalah keagenan dengan meningkatkan proses monitoring. Pemegang
saham institusional juga memiliki opportunity, resources, dan expertise
untuk menganalisis kinerja dan tindakan manajemen. Investor institusional
sebagai pemilik sangat berkepentingan untuk membangun reputasi
perusahaan.
Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak
yang memonitor perusahaan (Novita dan Djakman, 2008). Contoh kontrol
yang dapat diberikan adalah memberikan arahan dan masukan kepada
manajemen ketika manajemen tidak melakukan aktivitas positif seperti
pengungkapan CSR untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Hal ini
penting untuk dilakukan karena akan berdampak positif bagi keberlanjutan
perusahaan di masa mendatang.
c. Kepemilikan Asing
Kepemilikan asing (foreign shareholding) adalah jumlah saham yang
dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga
terhadap saham perusahaan di Indonesia. Selama ini kepemilikan oleh pihak
asing merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan