HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN PERPISAHAN
DENGAN ORANG TUA TERHADAP MOTIVASI
BELAJAR SANTRI DI PONDOK PESANTREN
ASSHIDIQIYAH KEBUN JERUK JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Disusun Oleh :
DEWI RAHMATIKA
109104000044
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
▸ Baca selengkapnya: contoh surat undangan perpisahan sekolah untuk orang tua
(2)(3)(4)(5)(6)vi
Nama : Dewi Rahmatika
Tempat, Tanggal Lahir : Taman Fajar, 26 Desember 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : JL.KH.Harun Nafsi Gang Darma Rt.019 Rapak Dalam Kec.Loa Janan Ilir, Samarinda Seberang Kal-Tim
Hp : 085324415678
Email : dewirahmatika88@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK PKK Purbolinggo Lampung Timur (1996-1998) 2. SDN 02 Purbolinggo Lampung Timur (1998-2003) 3. MTs. Ma’arif NU 7 Purbolinggo Lampung Timur (2003-2006) 4. MA AL-Mujahidin Samarinda Kalimantan Timur (2006-2009) 5. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009-2013)
Pengalaman Seminar dan Workshop :
1. Seminar “ Cultural Approach In Holistic Nursing CareIn Globalization
Era” Tahun 2009
2. Seminar Umum “ Hilangnya Ayat dalam Undang- Undang Anti Rokok” Tahun 2009
vii
4. Talk Show Dokter Muslim “ Profil Ideal Dokter Muslim dan Implementasi Islam dalam Etika Kedokteran “ Tahun 2010
5. Seminar Kesehatan “ Peran Bijaksana Standarisasi Internasional
Pelayanan Kesehatan” Tahun 2011.
6. Seminar Nasional “ Melody for Heart and Brain Heart” Tahun 2012 7. Workshop Nasional “ Uji Kopetensi Keperawatan” Tahun 2012
viii Skripsi, Januari 2014
Dewi Rahmatika, 109104000044
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN PERPISAHAN DENGAN ORANG TUA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH KEDOYA UTARA KEBUN JERUK JAKARTA BARAT
xviii + 72 halaman + 9 tabel + 3bagan + 7 lampiran
ABSTRAK
Kecemasan merupakan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik . Kecemasan merupakan faktor yang berpengaruh pada motivasi, karena individu yang mengalami kecemasan akan mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas- tugas atau mencapai tujuan yang telah ditetakan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap motivasi belajar pada santri remaja di pondok pesantren Asshiddiqiyah Kedoya Utara Kebun Jeruk Jakarta Barat. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analitik kuantitatif dengan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling jenis purposive sampling pada remaja usia 11- 18 tahun yang belum pernah tinggal di pesantren dan berpisah dengan orang tua sebelumnya sebanyak 73 responden. Instrument yang digunakan adalah kombinasi dari School refusal - SCARED serta kuesioner tingkat motivasi. Analisa data menggunakan Sperman Rank alfa > 0,05.
Hasil analisa menunjukkan santri remaja memiliki kecemasan rendah 56,2% dan memiliki motivasi belajar tinggi 47,9%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kecemasan perpisahan dengan orang tua dengan motivasi belajar pada santri remaja di pondok pesantren Asshiddiqiyah (p value=0,02) dengan nilai r= -2,71. Artinya semakin tinggi kecemasan perpisahan maka semakin rendah motivasi belajar. Berdasarkan hasil penelitian ini pengasuh pondok pesantren dapat merancang metode belajar secara berkelompok dan menyediakan bimbingan konseling, serta perawat dapat memberikan intervensi dalam mengatasi kecemasan yang ditimbulkan.
ix
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOL OF NURSING ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduated Thesis, Januari 2013 Dewi Rahmatika, 109104000044
Relations between the level of separation anxiety and learning motivations of adolescence at pondok pesantren Asshidiqiyah Kedoya Utara Kebun Jeruk Jakarta
xviii + 72 pages + 9 tables + 3 charts + 7 attachment
ABSTRACT
Anxiety is a feeling of uncertainty and helplessness. This emotional condition has not a specific object. Anxiety is a factor which affects motivation, because a person who feels the anxiety will have obstacles to finish their works or reach their goal. The objective of this study is to identify the corelation between of separation anxiety with students’ motivation to study at Asshiddiqiyah Boarding School, Kedoya utara, Kebun Jeruk, Jakarta Barat.
This study uses quantitative analitic method with cross sectional design. The technique which is used in this research is nonprobability sampling type purposive sampling to teenagers, aged 11-18 years old, who haven’t any experience stay at boarding school and the respondents in this study are 73 teenagers. The questionnaires of School refusal - SCARED and questionnaires were conducted of motivation’s level. Data analysis uses Sperman Rank alfa > 0.05.
The study of the research shows that male students have a low anxiety 56,2 % and high motivation to study 47, 9%. The result of statistic test which uses spearman rank test with α=0,05 gained a result that there is a corelation between level separation anxiety and motivation to study in students of Asshiddiqiyah Boarding School (p value=0,02) with r= -2,71. It means that the higher of separation anxiety shows the lower learning of motivation. Based on the result of the research, the suvervisor of this boarding school can conduct learning method in a group and provide a counseling and nurse can give intervention in solving the anxiety which is appeared.
x
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN PERPISAHAN DENGAN
ORANG TUA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SANTRI DI PONDOK PESANTREN ASSHIDIQIYAH KEBUN JERUK JAKARTA” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi.
Namun, karena mendapatkan dukungan dan bantuan yang luar biasa dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dengan ini, penulis ingin
mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang tidak terhingga, kepada:
1. Prof. Dr. dr. MK. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan.
3. Ns. Eni Nuraini, S.Kep, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan sekaligus sebagai pembimbing pertama. Terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu, tenaga, arahan, serta kesabaran selama membimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Ns. Uswatun Khasanah S.Kep, MNS selaku dosen pembimbing kedua. Terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu, tenaga,
xi
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah
membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan selama penulis mengikuti perkuliahan.
6. Seluruh staf karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan Universita Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap staf Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam
pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi ini.
8. Ucapan terima kasih peneliti haturkan secara istimewa untuk Ayahanda
Ahmad Mustofa dan Ibunda Siti Arbaiyah yang telah mencurahkan kasih sayang tiada tara dan senantiasa mendo’akan keberhasilan penulis serta
dukungan baik moril maupun materil selama proses penyelesaian skripsi ini. 9. Bima Airlangga Putra yang selalu memberikan dukungan semangat, nasihat
dan doa yang luar biasa selam proses penyelesaian skripsi.
10.Adik- adik ku Kiki Andriani, Safa Nur Elysia, Michele Adha dan Aisha Ramadhani yang selalu memberikan do’a dan semangat yang luar biasa
selama proses penyelesaian skripsi ini.
11.Bpk Darsono Harjowiyono dan Ibu Marjanah yang selalu memberikan Semangat, doa dan dukungan baik moril maupun materil selama proses
penyelesaian skripsi.
12.Pa’de Imam Syafi’I dan Bude Anis selaku orang tua saya selama dijakrta yang memberikan dukungan dan doa.
xii
15.Adik- adik responden yang telah membantu peneliti dalam pengisian
kuesioner penelitian.
16. Teman-teman terbaikku “The Fighters” (Ulfy, Maira, Dian, Hanik, Etika, Astuti, Mala, Rafita, Fitri dan Qoys) yang telah memberikan do’a, dukungan
dan semangat dikala penulis mulai lelah dalam penyelesaian skripsi ini.
17.Teman-teman PSIK angkatan 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Terima kasih telah memberikan inspirasi, semangat dan kebersamaan yang indah selama ini.
Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat, hidayah serta karunia dari
Allah SWT dan apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat bermanfaat dan diamalkan dengan baik.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ciputat, Februari 2014
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
xiv
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan ... 10
1. Pengertian ... 10
2. Tingkat Kecemasan ... 10
3. Factor yang mempengaruhi kecemasa ... 12
4. Respon Terhadap Kecemasan ... 16
5. Gejala Klinis Kecemasan ... 17
6. Kecemasan Perpisahan ... 18
7. Diagnose Gangguan Kecemasan Perpisahan ... 19
8. Kecemasan dan Motivasi ... 21
B. Motivasi ... 23
1. Pengertian ... 23
2. Motivasi Belajar ... 23
3. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ... 24
4. Indikator Motivasi Belajar ... 26
C. Remaja... 27
1. Pengertian ... 27
2. Perkembangan Remaja ... 28
xv
D. Pesantren ... 34
1. Pengertian ... 35
2. Jenis Pesantren ... 35
E. Kerangka Teori... 37
BAB III: KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 38
B. Hipotesis ... 38
C. Definisi Operasional... 39
BAB IV : METODE PENELITIAN A. Desain penelitian ... 41
B. Lokasi dan waktu penelitian ... 41
C. Populasi dan sampel ... 41
D. Teknik pengambilan sampel ... 44
E. Instrumen penelitian ... 45
F. Uji validitas dan reabilitas ... 48
G. Metode pengumpulan data ... 50
H. Pengolahan data ... 51
I. Analisis data ... 53
J. Etika penelitian... 53
BAB V : HASIL PENELITIAN A. Gambaran umum tempat penelitian ... 56
B. Karakteristik responden ... 57
C. Analisis univariat ... 58
xvi
1. Karakteristik responden ... 62
2. Gambaran kecemasan perpisahan dengan orang tua ... 63
3. Gambaran motivasi belajar ... 66
B. Analisis bivariat ... 67
C. Keterbatasan penelitian ... 69
BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA
xvii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Judul Bagan
hal
2.1 Rentang respon kecemasan ... 12
2.2 Model Pengelolaan kecemasan menjadi motivasi ... 22
xviii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel hal
2.1 Pola pertumbuhan & perkembangan selama remaja ... 29
3.1 Skema kerangka konsep ... 42
3.2 Definisi Operasional ... 43
4.1 Indikator motivasi belajar ... 52
5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan usia dan jenis kelamin responden ... 57
5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan kecemasan perpisahan dengan orang tua ... 59
5.3 Distribusi frekuensi responden kecemasan perpisahan dengan orang tua pada remaja……… 60
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar persetujuan responden
Lampiran 2 Petunjuk pengisian kuesioner
Lampiran 3 Lembar kuesioner penelitian
Lampiran 4 Surat izin studi pendahuluan
Lampiran 5 Surat izin uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 6 Surat izin penelitian
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang menyediakan sarana asrama atau pondok (pemondokan) sebagai tempat tinggal bersama sekaligus tempat belajar para santri di bawah bimbingan Kyai atau Ustazd.
Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat
tinggalnya (Qomar, 2007).
Pondok yang merupakan asrama bagi para santri ini merupakan ciri
spesifik sebuah pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan yang lain. Jenis Lembaga yang didata antara lain RA (Raudhatul Athfal),
MI(Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah) dan MA (Madrasah Aliyah). Jumlah lembaga yang terdata sebanyak 19.762 RA, 21.529 MI,
13.292 MTs, dan 5.648 MA yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia (Pendis.kemenag, 2012).
Data Departemen Agama tahun 2010/2011 berhasil mendata 27.218
Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Populasi Pondok Pesantren terbesar berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah
2
3.642.738 orang santri, terdiri dari 1.895.580 orang (52,0%) santri
laki-laki,dan 1.747.158 orang (48,0%) santri perempuan. (pendis.kemenag,2013) Tinggal di pesantren merupakan sebuah kebijakan atau peraturan dari
yayasan tersebut, ada yang diwajibkan langsung masuk saat pertama kali mendaftar atau pada saat memasuki MA atau SMA. Misalnya pada yayasan pondok pesantren Al-Mujahidin Samarinda tidak diwajibkan untuk tinggal di
pesantren sehingga tidak ditentukan pada usia berapa saja boleh untuk tinggal dipesantren. Sedangkan pada Pondok pesantren Al-Kausar Alakbar Medan,
diwajibkan untuk tinggal dipesantren saat pertama kali mendaftar memasukinya yaitu mulai dari Mts atau SMP sampai lulus pendidikan
sekolah. Kehidupan siswa/ santri selama belajar di Pesantren itu penuh dengan kesulitan. Mulai dari kesulitan akademik, kesulitan finansial, kesulitan sosiokultural, kesulitan lingkungan dan sebagainya, Kesulitan-kesulitan
tersebut akan lebih terasa bagi siswa/santri yang jauh dari keluarga atau berasal jauh dari luar kota. Oleh karena itu setiap siswa/santri harus
mempunyai “keuletan” dan kesemamptaan jasmani rohani, mental maupun
fsiknya. Keuletan rohani jasmani akan membuat mahasiswa beranai menghadapi segala kesulitan dan tidak mudah putus asa. Untuk memupuk
keuletan itu maka hendaklah kesulitan itu ditempatkan/ dipandang sebagai tantangan yang harus dihadapi bukan sebagai penghambat (Yahman, 2012)
Kecemasan merupakan perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Ketika amerasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut yang tidak memiliki objek yang dapat diidentifikasikan. (Videbeck,
Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat
terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia lanjut. Kecemasan atau anxietas adalah rasa khawatir, takut
yang tidak jelas sebabnya. Saat ini Diperkirakan 20% dari populasi didunia menderita kecemasan dan sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas (Depkes, 2010).
Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan psikologis yang paling umum pada pasien remaja. Separation anxiety adalah satu-satunya
gangguan kecemasan yang dialami pada bayi, anak, atau remaja. Studi epidemiologi yang berbeda menunjukkan prevalensi SAD dalam 4 sampai 5%
adalah anak-anak dan remaja.Studi epidemiologi Kanada (1999) menemukan bahwa prevalensi SAD adalah 4,9% pada anak usia 6 sampai 8 tahun dan 1,3% pada remaja berusia 12 sampai 14 tahun (APA, 2000).
Kecemasan dapat menyebabkan respon kognitif, psikomotor dan fisiologis yang tidak nyaman, misalnya kesulitan berpikir logis, kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, peningkatan aktivitas motorik agitasi, dan
meningkatan tanda- tanda vital. Untuk mengurangi perasaan tidak nyaman tersebut individu berusaha untuk melakukan tindakan adaptif yang baru
sebagai mekanisme pertahanan. Perilaku adaptatif tersebut dapat berupa hal yang positif dan membantu individu beradaptasi dan belajar, misalnya dengan menggunakan tehnik imajinasi untuk memfokuskan kembali perhatian
4
Setiap individu tidak terlepas dari rasa cemas. Kecemasan tersebut
dapat bersifat ringan, sedang dan berat. Di sekolah siswa juga mengalami kecemasan dengan berbagai alasan yang melatarbalakanginya seperti
kecemasan terhadap mata pelajaran, kecemasan mengalami kegagalan dalam belajar dan lainnya. Pada tahap tertentu kecemasan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja, akan tetapi apabila kecemasan tersebut melampaui batas
atau kemampuan individu untuk mengelolanya maka kecemasan melemahkan motivasi dan menurunkan. Kecemasan merupakan faktor yang berpengaruh
pada motivasi, karena individu yang mengalami kecemasan akan mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan yang telah
ditetapkannya. Kecemasan yang dialami oleh individu dapat diidentifikasi dari perilaku yang ditampilkannya, seperti sulit mengambil keputusan, tertekan, serba salah, semua hal tersebut menjadi penghambat untuk melakukan
kegiatan dengan motivasi tinggi. Siswa mengalami kecemasan tinggi menunjukkan hasil belajar yang rendah dibandingkan siswa yang mengalami kecemasan rendah. Sebaliknya penelitian ini menunjukkan bahwa kecemasan
dapat meningkatkan hasil belajar ( Woolfolk & McCuna-Nicolich, 1984). Dari hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan dapat
meningkatkan motivasi atau melemahkan motivasi (Jamaris, 2013).
Masa perkembangan remaja dimulai dengan masa puber, yaitu umur kurang lebih 12- 14 tahun. Dimana hubungan anak dengan orang tua mencapai
titik terendah, anak mulai melepaskan diri dengan orang tua. Hubungan remaja dengan orang tua mulai terjadi keterbatasan. Remaja mulai
keinginan kuat untuk tetap bergantung pada orang tua dan sementara mencoba
untuk berpisah dengan orang tua. Oleh karena itu terkadang remaja ada yang merasa senang tinggal dipesantren dan ada pula yang kurang bersedia karena
merasa akan berpisah dengan orang tua dalam jangka waktu yang lama (Hidayat, 2009 & Hurlock, 2010).
Erickson dengan teori perkembangan kepribadian pada fase Identitas
vs bingung peran (12-18 tahun) merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan yang lainnya karena orang harus mencapai tingkat
identitas ego yang cukup baik. karena merupakan masa pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang. Tahap ini merupakan
masa standardisasi diri,yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, usia dan kegiatan. Peran orang tua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun, sedangkan kelompok atau teman sebaya mulai tinggi
(Nasir, 2011).
Pesantren merupakan tempat pembelajaran yang identik dengan kiai dan juga asrama. Dengan sistem pembelajaran hampir 24 jam pesantren akan
menjadi incaran untuk para Orang tua untuk mendapatkan pendidikan yang ekstra, dari sudut pandang inilah orang tua lebih percaya dengan pesantren.
Keberhasilan pendidikan anak sangat ditentukan antara kerjasama sekolah dengan orang tua. Sinergi antara kedua belah pihak sangat membantu memasimalkan potensi yang dimiliki anak. Sebaik apapun layanan
6
Yanti dkk (2013) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan antara
kecemasan dalam belajar dengan motivasi belajar siswa menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dalam belajar,
minoritas siswa memiliki tingkat kecemasan yang sedang dalam belajar dan hampir tidak ada siswa yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah dalam belajar. Mayoritas siswa memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam belajar,
minoritas siswa memiliki tingkat motivasi sedang dalam belajar dan tidak ada siswa yang memiliki tingkat motivasi yang rendah dalam belajar. Tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dalam belajar dengan motivasi.
Siregar (2013) dalam penelitiannya yang berjudul tingkat kecemasan pada santri dipondok pesantren menunjukkan bahwa berdasarkan data yang diperoleh dari analisis data Z-Score dapat disimpulkan bahwa santri pondok
pesantren yang memiliki tingkat kecemasan tinggi sebanyak 11 santri (14,1%), dalam kategori kecemasan tingkat sedang sebanyak 52 santri (66,7%) dan sebanyak 15 santri (19,2%) mengalami tingkat kecemasan rendah.
Dari hasil wawancara kepada teman- teman yang pernah memasuki pesantren ketika awal memasuki tingkat pendidikan MTs atau SLTP, mereka
merasa bahwa orang tua tidak sayang dengan anaknya sehingga dimasukkan ke pesantren. Namun bagi anak yang masuk pesantren karena niat sendiri memiliki motivasi untuk prestasi yang lebih baik, mereka menggangap bahwa
ketika jauh dari orang tua mereka harus bisa lebih baik dan memiliki pengalaman untuk belajar mandiri. Sebulan pertama memasuki pesantren
dan mereka menganggap bahwa belum bisa mandiri. Dari segi motivasi
belajar, mereka mengatakan masih merasa cemas akan perpisahan dengan orang tua dengan keadaan lingkungan yang berbeda dan karena cemas tersebut
mereka kurang konsentrasi dalam belajar.
Hasil dari studi pendahuluan di pondok pesantren Asshiddiqiyah dari 10 orang santri yang diwawancarai semua mengatakan cemas saat pertama
kali masuk pesantren dan berpisah dengan orang tua. Sebulan pertama santri masih sangat mengalami cemas, masih sering teringat orang tua, menangis,
tidak konsentrasi, belum mampu beradaptasi dan memiliki motivasi belajar yang kurang. Namun setelah 1 tahun tinggal dipesantren mereka mengatakan
sudah beradaptasi jauh dari orang tua dengan mengikuti kegiatan dipesanrten. Dari fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap motivasi belajar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil wawancara dengan remaja yang pernah tinggal dipesantren dengan anggapan bahwa sulit sekali untuk berpisah dengan orang
tua, masih ketergantungan dengan orang tua serta suasana dirumah maka remaja awal saat memasuki pesantren merasa sedih, cemas teringat orang tua,
dan saat pertama memasuki pesantren kurang memiliki motivasi belajar. Peneliti akan mengambil tempat penelitian di Pondok Pesantren Asshidiqiyah Kedoya Utara Kebun Jeruk, Jakarta untuk melihat tingkat kecemasan dengan
perpisahan orang tua serta motivasi belajar dari remaja tersebut.
Dari uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
8
pada santri remaja di Pondok Pesantren Asshidiqiyah Kedoya Utara Kebun
Jeruk, Jakarta.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat kecemasn remaja saat berpisah dengan orang tua yang
pertama kali memasuki pesantren?
2. Bagaimana motivasi belajar remaja setelah berpisah dengan orang tua?
3. Bagaimana hubungan tingkat kecemasan remaja dengan motivasi belajar ?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Tingkat Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar pada Santri remaja di Pondok
Pesantren Asshidiqiyah Kedoya Utara Kebun Jeruk, Jakarta tahun 2013. 2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik santri dalam menghadapi perpisahan
dengan orang tua
b. Mengidentifikasi motivasi belajar santri setelah menghadapi
perpisahan dengan orang tua dan tinggal di pondok pesantren Asshidiqiyah Kedoya Utara Kebun Jeruk, Jakarta.
E. Manfaat hasil penelitian
1. Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan ilmu
keperawatan Anak dan Keperawatan Jiwa yang bisa dijadikan referensi
dalam proses belajar. 2. Bagi Pondok Pesantren
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran bagi para pengasuh pondok pesantren bahwa tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua mempengaruhi motivasi belajar pada santri remaja di Pondok
Pesantren. 3. Bagi Santri
Diharapkan setelah dilakukan penelitian ini, santri dapat mengerti bahwa kecemasan yang dialami saat memasuki pesantren dapat
mempengaruhi motivasi belajar bahkan prestasi. 4. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dapat dijadikan digunakan sebagai dasar
pengembangan dalam pembentukan program UKS. 5. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan pengembangan
ilmu serta data bagi peneliti selanjutnya.
F. Ruang lingkup penelitian
Penelitian ini berkaitan dengan area keperawatan jiwa, khususnya mengenai kecemasan pada remaja. Penelitian ini akan dilakukan di Pondok Pesantren Asshidiqiyah Kedoya Utara Kebun Jeruk, Jakarta, menggunakan
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. KECEMASAN
1. Pengertian
Kecemasan atau ansietas adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih utuh, perilaku dapat mengganggu tetapi masih dalam
batas- batas normal (Hawari, 2001).
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa takut yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya (Stuart & Sundeen, 2000).
2. Tingkat Kecemasan
Tingkat Kecemasan Menurut Stuart & Sundeen (2000) tingkat kecemasan dibagi menjadi :
1. Kecemasan ringan (mild anxiety)
Tingkat kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
2. Kecemasan sedang (moderate anxiety)
Pada tingkat kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang
lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Kecemasan berat (severe anxiety)
Pada tingkat kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu
yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang
tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
4. Panik (panic)
Kecemasan tingkat panik menyebabkan seseorang kehilangan kontrol, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan
12
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Bagan 2.1 Rentang respon kecemasan
3. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut stuart (2012) faktor- faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah:
1. Faktor Predisposisi
a. Psikoanalitis
Cemas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen keribadian : id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma
budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi cemas adalah
meningkatkan ego bahwa ada bahaya. b. Interpersonal
menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri
rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat. c. Perilaku
Cemas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap cemas sebagai
suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untukmenghindari kepedihan.
d. Keluarga
Menunjukhmmmkan bahwa gangguan kecemasan biasanya
terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dengan depresi.
e. Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepam, obat- obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang
berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas. Selain itu, kesehatan umum individu dari
riwayat ansietas pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Cemas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan
14
2. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi diasabilitas fisiologi yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari- hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri, dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi social yang terintegritas pada individu.
Menurut Hurlock (2004) menjelaskan bahwa kecemasan pada remaja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, status kesehatan, jenis
kelamin, pengalaman, sistem pendukung, besar dan kecilnya stressor. 1. Usia
Pada anak remaja yang berusia 13-14 tahun kecemasan akan
meningkat karena pada masa ini adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan remaja, dimana akan terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan rasa tidak tenang pada diri remaja. Masa ini
akan berlangsung kurang lebih 9 bulan dan kondisinya akan stabil pada remaja usia 14-18 tahun karena remaja sudah menuemukan
jatidiri dan berfikir lebih baik. 2. Status Kesehatan
Penyakit yang tidak membahayakan akan meringankan tingkat
3. Jenis Kelamin
Remaja dengan jenis kelamin perempuan memiliki kecemasan lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak laki-laki.
4. Pengalaman
Remaja yang pernah sakit dan dirawat di rumah sakit kecemasannya lebih rendah jika dibandingkan dengan remaja yang
belum dirawat di rumah sakit. 5. Sistem pendukung
Sistem pendukung yang dapat mempengaruhi kecemasan pada remaja yang sakit meliputi ruangan perawatan, dimana perubahan
lingkungan dari pola kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan kecemasan misalnya ruangan yang serba putih atau bersamaan dengan pasien lainnya. Aspek perawat, dimana perawat yang
kurang komunikatif, tidak empati. Aspek fasilitas, dimana fasilitas yang kurang dan terbatas seperti kamar mandi, ruangan yang sempit, perawatan rumah sakit. Kondisi rumah sakit, dimana
terbatasnya jam besuk, tidak boleh ditunggui keluarga selama dirawat akan memanbah kecemasan pada remaja.
6. Besar atau kecilnya stressor
Stressor yang besar seperti nyeri, perpisahan dengan teman atau keluarga, terbatasnya aktifitas, terganggunya privacy dapat
16
4. Respon Terhadap Kecemasan
Stuart dan Sundeen (2006) menyebutkan bahwa respon individu terhadap kecemasan meliputi respon fisiologis, perilaku, kognitif, dan afektif.
Adalah sebagai berikut:
a. Respon fisiologis individu terhadap kecemasan, yaitu: 1)Kardiovaskular
Respon dari kardiovaskuler dapat berupa palpitasi, jantung berdebar, peningkatan tekanan darah atau dapat juga menurun, rasa
mau pingsan, dan denyut nadi menurun. 2)Pernafasan
Respon dari pernafasan dapat berupa nafas menjadi cepat dan dangkal, nafas pendek, tekanan pada dada, pembengkakan pada tenggorokan, sensai tercekik, dan terengah-engah.
3)Neuromuskuler
Respon dari neuromuskuler dapat berupa refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, wajah tegang,
kelemahan umum, kaki goyang, dan gerakan yang janggal. 4)Gastrointestinal
Respon dari gastrointestinal dapat berupa kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, dan diare.
5) Traktus urinarius
Responnya dapat berupa sering berkemih, tidak dapat menahan
6) Kulit
Reapon dari kulit berupa wajah kemerarahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah
pucat, dan berkeringat seluruh tubuh. b. Respon perilaku
Respon perilaku berupa gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup,
bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cidera, menarik diri dari hubungan interpersoanl, menghalangi, dan menghindar dari
masalah c. Kognitif
Responnya berupa konsentrasi terganggu dan pelupa, selalu dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, kreatifitas dan produktifitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat,
kehilanagn objektifitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual, takut cidera atau kematian.
d. Afektif
Responnya berupa mudah terganggu, tidak sabar, gelisah dan tegang, ketakutan, dan gugup.
5. Gejala Klinis Cemas
Keluhan- keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut :
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
18
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
d. Gangguan pola tidur, mimpi- mimpi yang menegangkan e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
f. Keluhan- keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar- debar, sesak napas, gangguan perkemihan, sakit kepala dan
sebagainya (Hawari, 2001).
6. Kecemasan Pepisahan
Gangguan kecemasan perpisahan adalah kecemasan dan kekhawatiran yang tidak realistik pada anak tentang apa yang akan terjadi
bila ia berpisah dengan orang- orang yang berperan penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan individu yang berpisah dengan anak
itu(misalnya orang tua yang akan meninggal,atau tidak kembali karena suatu alasan. Atau apa yang terjadi dengan anak itu bila terjadi perpsahan( ia akan diculik,disakiti, atau dibunug). Karena alasan tersebut anak itu
enggan untuk dipisahkan dengan orang lain, dan mungkin karena itulah ia tidak mau tidur sendirian tanpa ditemani atau didampingi oleh tokoh
kesayangannya atau tidakmampu meninggalkan rumah tanpa disertai orang lain (Semium, 2006).
Selain masalah itu, gangguan rasa kecemasan akan perpisahan dapat
menggangu dan memperlambat perkembangan sosial anak karena ia tidak mengembangkan independensi atau belajar bergaul dengan teman-teman
berfungsi dengan baik karena ia tercekam oleh rasa takut terhadap apa
yang akan terjadi dengan dirinya atau terhadap orang- orang yang berpisah dengannya. Anak-anak dan remaja dengan gangguan ini mungkin
mengalami penderitaan berlebihan berulang tentang perpisahan dari rumah atau orang tua. Ketika terlepas dari figur kelekatan, mereka sering perlu tahu di mana orangtua mereka dan perlu untuk tetap berhubungan atau
melihat mereka. Beberapa saat menjadi sangat rindu ketika jauh dari rumah (Jeffery, 2003).
7. Diagnosa Gangguan Kecemasan Perpisahan
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan kecemasan
perpisahan.
a. Ketidaksesuaian perkembangan dan kecemasan berlebih yang berfokus pada perpisahan dari rumah atau orang-orang yang terdekat yang
dibuktikan oleh 3 atau lebih tanda, Kriteria ini adalah tanda-tanda dan gejala yang ditetapkan oleh American Psychiatric Association (APA). dibawah ini :
1. Tekanan/distress berlebihan yang berulang ketika terpisah dari rumah atau seorang yang menjadi atau diharapkan sebagai
sosok/orang yang penting.
2. Kekhawatiran yang terus menerus dan berlebihan tentang kehilangan atau tentang bahaya yang mungkin menimpa seseorang
20
3. Kekhawatiran yang terus menerus dan berlebihan terhadap suatu
peristiwa yang tak diinginkan yang akan menyebabkan perpisahan dari seseorang yang penting/berharga (seperti tersesat atau diculik)
4. Keengganan yang tetap atau penolakan untuk pergi ke sekolah atau di tempat lain karena takut akan perpisahan.
5. Ketakutan berlebihan terus menerus atau keengganan untuk
sendirian atau tanpa seseorang yang penting di rumah atau tanpa orang dewasa yang berarti dalam lingkungan sekitarnya
6. Keengganan yang terus menerus atau penolakan untuk tidur tanpa dekat dengan orang yang penting atau tidur jauh dari rumah.
7. Mimpi buruk berulang yang melibatkan tema perpisahan
8. Keluhan gejala fisik yang berulang (seperti sakit kepala, sakit perut, mual atau muntah) saat berpisah dari seseorang yang
diharapkan menjadi orang yang penting/berharga. b. Lamanya gangguan minimal 4 minggu.
c. Onset sebelum usia 18 tahun.
d. Gangguan menyebabkan distress klinis yang signifikan atau penurunan sosialisasi, akademik (kerja), atau fungsi dari bidang-bidang penting
lainnya.
e. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama disebabkan oleh gangguan perkembangan yang mendalam, Schizophrenia, atau
8. Kecemasan dan Motivasi
Setiap individu tidak terlepas dari cemas. Kecemasan tersebut dapat bersifat ringan, sedang dan berat. Di sekolah siswa juga mengalami
kecemasan dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya, seperti kecemasan terhadap pelajaran tertentu, kecemasan akan mengalami kegagalan dalam belajar dan lainnya. Pada tahap tertentu, kecemasan dapat
meningkatkan motivasi dan kinerja, akan tetapi apabila kecemasan tersebut melampaui batas atau kemampuan individu untuk mengelolanya
maka kecemasan melemahkan motivasi dan menurunkan kinerja.
Kecemasan merupakan faktor yang berpengaruh pada motivasi, karena
individu yang mengalami kecemasan akan mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas- tugas atau mencapai tujuan yang telah ditetakan. Kecemasan yang dialami oleh individu dapat diidentifikasi dari perilaku
yang ditampilkannya, seperti sulit mengambil keputusan, tertekan, serba salah, semua hal tersebut menjadi penghambat untuk melakukan kegiatan dengan motivasi yang tinggi.
Sebagian individu memiliki kecenderungan untuk menjadi cemas, bahkan pada hal- hal yang tidak perlu dicemaskan mereka merasa cemas,
keadaan ini disebut dengan trait anxiety. Pada tahap selanjutnya, trait anxiety, akan mempengaruhi pencapaian prestasi, diantaranya pencapaian hasil belajar. Penelitian yang dilakukan para psikologis menunjukkan
22
meningkatkan prestasi individu. Pengelolaan kecemasan ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti yang dijelaskan sebagai berikut :
Bagan 2.2 Model Pengelolaan Kecemasan Menjadi Motivasi
a. Menguraikan tujuan yang akan dicapai pada tingkat yang realistic, artinya tujuan yang telah ditetapkan dipecah-pecah kedalam bagian—bagian kecil yang lebih sederhana dan dapat dicapai secara
bertahap.
b. Memusatkan perhatian pada tujuan yang akan dicapai. Hal ini karena
perhatian merupakan prerequisite dalam melakukan segala bentuk kegiatan. Individu yang kurang data memusatkan perhatiannya akan mengalami hambatan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.
mrngelola kecemasan dan mengubah menjadi motivasi
(Jamaris,2013).
B. MOTIVASI 1. Pengertian
Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai daya
upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam
subjek untuk melakukan aktivitas- aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern
(kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2012).
Menurut Mc.Donald, motivasi adalah perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya ujian. Motivasi juga
dapat dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi- kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu,
dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu (Sardiman, 2012).
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa keinginan berhasil, dorongan kebutuhan belajar, dan harapan akan cita-
24
lingkungan belajar yang kondusif dan kegiatan belajar yang menarik
(Uno,2007).
Motivasi belajar dapat diartikan sebagai dorongan mental yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia untuk belajar. Didalam motivasi belajar 3 komponen utama yaitu : 1) kebutuhan, 2) dorongan, dan 3) tujuan. Kebutuhan terjadi apabila individu merasa
ada ketidakseimbangan antara apa yang telah dimiliki dengan yang diharapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan
kegiatan dalam rangka memenuhi harapan atau tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakn motivasi. Menurut Hull,
dorongan atau motivasi berkembang untuk memenuhi kebutuhan organisme, yang menjadi penggerak utama perilaku belajar yang juga dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor eksternal belajar (Djiwandono,
2009).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut Suciati dan prasetya (2001), beberapa unsur yang
mempengaruhi motivasi belajar diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Cita- cita dan Aspirasi
Cita- cita merupakan faktor pendorong yang dapat menambah semangat sekaligus memberikan tujuan yang jelas dalam belajar. Cita- cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik
maupun ekstrinsik, karena terwujudnya cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri. Cita- cita yang bersumber dari
melakukan upaya lebih bnyak, yang akan diindikasikan dengan
:
1) Sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih
luas,
2) Kreativitas yang tinggi
3) Berkeinginan untuk memperbaiki kegagalan yang
pernah dialami
4) Berusaha agar teman dan guru memiliki kemampuan
bekerjasama
5) Berusaha menguasai seluruh mata pelajaran dan
6) Beranggapan bahwa semua mata pelajaran penting b) Kemampuan peserta didik
Kemampuan peserta didik mempengaruhi motivasi belajar.
Kemampuan yang dimaksud adalah segala potensi yang berkaitan dengan intelektual dan intelegensi. Kemampuan psikomotor juga akan memperkuat motivasi.
c) Kondisi peserta didik
Keadaan peserta didik secra jasmaniah dan rohaniah akan
memengaruhi motivasi belajar. Kondisi jasmaniah dan rohaniah yang sehat akan mendukung pemusatan perhatian dan gairah dalam belajar.
d) Kondisi lingkungan belajar
Kondisi lingkungan belajar dapat berupa keadaan alam,
26
lingkungan institusi penyelenggaraan pendidikan. Kondisi
lingkungan belajar juga termasuk hal yang penting untuk diperhatikan. Lingkungan yang kondisif juga turut
mempengaruhi minat dan kemauan belajar seseorang. e) Unsur- unsur dinamis dalam pembelajaran
Peserta didik memiliki perasaan (emosi,kecemasan), perhatian,
ingatan, kemauan, dan pengalam hidup yang turut mempengaruhi minat dan motivasi dalam belajar baik langsung
maupun tidak langsung.
f) Upaya pengajar dan membelajarkan peserta didik
Pengajar merupakan salah satu stimulus yang sangat besar pengaruhnya dalam memotivasi peserta didik untuk belajar. Kemampuan merancang bahan ajar dan perilaku merupakan
bagian dari upaya pembelajaran. 4. Indikator Motivasi Belajar
Dalam kegiatan belajar mengajar akan berhasil baik, jika siswa tekun
mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan masalah dan hambatan secara mandiri. Siswa yang belajar dengan baik tidak akan terjebak
pada sesuatu yang rutinitas dan mekanis. Siswa mampu mempertahankan pendapatnya. Seorang siswa dikatakan memiliki motovasi jika memili ciri motivasi sebagai berikut :
1) Tekun menghadapi tugas, dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama dan tidak pernah berhenti sebelum
2) Ulet menghadapi kesulitan, tidak lekas putus asa. Tidak
melakukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah
dicapainya).
3) Menunjukkan minat.
4) Lebih senang bekerja mandiri.
5) Cepat bosan pada tugas – tugas rutin, hal- hal yang bersifat mekanis, berulang- ulang begitu saja, sehingga kurang
kreatif.
6) Dapat mempertahankan pendapatnya ( jika sudah yakin
akan sesuatu)
7) Tidak mudah melepas hal yang diyakini itu. 8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal
(Sardiman, 2012).
C. REMAJA 1. Pengertian
Remaja didefinisakan sebagai masa peralihan dari masa kanak- kanak menuju dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007)
adalah 12-24 tahun. Namun, jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa bukan remaja. Sebaliknya
jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri) maka tetap dimasukkan kedalam kelompok remaja. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada diantara
28
fisik,erilaku,kognitif,emosi dan biologis. Remaja/adolense adalah
periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan diri masa kanak-kanak menuju masa dewasa biasanya, antara usia
13-21 tahun (Potter, 2005 & Ferry, 2009).
Istilah adolense menunjukkan maturasi psikologi individu, dimana saat pubertas mengakibatkan perubahan penampilan dan
perkembangan mental yang memunculkan suatu kemampuan untuk berhipotesis dan hidup dengan abstraksi, penyesuaian dan adaptasi
yang dibutuhkan untuk koping perubahan stimulasi ini dan usaha untuk membentuk peranan Identintitas yang matur (Potter, 2005).
2. Perkembangan Remaja
Masa perkembangan remaja dimulai dengan masa puber, yaitu umur kurang lebih antara 12- 14 tahun. Masa puber atau
permulaan remaja adalah suatu masa saat perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat cepat. Pertengahan masa remaja adalah masa yang lebih stabil untuk menyesuaikan diri dan
berintegrasi dengan perubahan permulaan remaja, kira- kira umur 24 tahun sampai 16 tahun. Remaja akhir yang kira- kira berumur 18
tahun sampai umur 20 tahun ditandai dengan transisi untuk mulai bertanggung jawab, membuat pilihan dan berkesempatan untuk mulai menjadi dewasa.
Perkembangan Remaja (12- 18atau 30) menurut Nasir, 2011 a. Konsep diri berubah sesuai dengan perkembangan biologis
c. Pertambahan maksimal pada tinggi dan berat badan
d. Stress meningkat terutama saat jadi konflik
e. Anak wanita mulai mendapat haid, tampak lebih gemuk
f. Berbicara lama di telepon, suasana hati berubah0 ubah (emosi labil), serta kesukaan seksual mulai terliahta
g. Menyesuaikan diri dengan standar kelompok
h. Anak laki- laki lebih menyukai olahraga, anak perempuan suka berbicara tentang pakaian atau make up
i. Hubungan anak dengan orang tua mencapai titik terendah, anak mulai melepaskan diri dari orang tua
j. Takut ditolak teman sebaya
k. Pada akhir remaja, mencapai maturasi fisik, mengejar karier, identitas seksual terbentuk, nyaman dengan diri sendiri,
sekelompok sebaya kurang begitu penting, emosi lebih terkontrol, serta membentuk hubungan yang menetap.
Tabel : 2.1 Pola pertumbuhan dan perkembangan selama remaja
(Nasir, 2008).
Petumbuhan a. Laju pertumbuhan terjadi dengan cepat
a. Mendefinisakn batasan kemandirian ketergantungan
30
c. Keinginan kuat untuk tetap bergantung pada orang tua sementara mencoba untuk berpisah dari orang tua Kognitif a. Mengeksplorasi kemampuan yang baru ditemukan tentang pikiran abstrak yang terbatas
b. Mencari- cari dengan canggung nilai- nilai dan energy yang baru
c. Membandingkan “normalitas” dengan
teman sebaya yang sejenis.
Identitas a. Merasa senang dengan perubahan tubuh yang cepat
b. Menguji coba berbagai peran
c. Pengukuran daya tarik berdasarkan penerimaan atau penolakan teman sebaya
d. Penyesuaian dengan norma- norma kelompok
Hubungan dengan teman sebaya
a. Mencari kelompok sebaya untuk menghadapi ketidaksetabilan yang disebabkan oleh perubahan yang cepat b. Meningkatnya kedekatan persahabatan
yang ideal dengan anggota lain yang sejenis
c. Berebut kekuasan terjadi didalam kelompok teman remaja
Seksualitas a. Mengeksplorasi dan mengevaluasi dirinya
3. Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Proses pertumbuhan dan perkembangan anak tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena
banyak factor yang mempengaruhinya, baik factor yang dapat diubah/ dimodifikasi yaitu factor keturunan, maupun factor yang tidak dapat diubah atau dimodifikasi yaitu factor lingkungan. Beberapa factor yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah sebagai berikut :
1. Factor keturunan/ Herediter
a. Seks, kecepatan pertumbuhan dan perkembangan pada
seorang anak wanita berbeda dengan laki- laki.
b. Ras, anak keturunan bangsa Eropa lebih tinggi dan lebih besar disbanding anak Asia.
2. Keluarga
Peoses dalam keluarga yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga meliputi hal- hal berikut :
a. Nilai, kepercayaan, adat istiadat dan pola interaksi dan komunikasi
b. Fungsi, bertahan hidup, rasa aman, perkembangan emosi dan social, penjelasan mengenai masyarakat dan dunia, serta membantu mempelajari peran dan perilaku.
32
a. Lingkungan yang baru dan berbeda, memberi pola dan
struktur yang berbeda pula dalam interaksi dan komunikasi sehingga memerlukan gaya perilaku yang berbeda.
b. Fungsi, belajar kesuksesan dan kegagalan, memvalidasi serta menantang pemikiran dan perasaan, mendapatkan penerimaan, dukungan dan penolakan sebagai manusia unik
yang merupakan bagian dari keluarga, serta untuk mencapai tujuan kelompok dengan memenuhi kebutuhan dan
harapan. 4. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup dan proses pembelajaran di mana membiarkan individu berkembang dengan mengaplikasi apa yang telah dipelajari melalui tahapan proses pembelajaran,
antara lain sebagai berikut : a. Mengenal kebutuhan b. Penguasaan keterampilan
c. Menjalankan tugas
d. Integrasi ke dalam seluruh fungsi
5. Factor lingkungan
a. Lingkungan eksternal. Termasuk di dalamnya kebudayaan, status social ekonomi keluarga, nutrisi, penyimpangan
b. Lingkungan internal, terdiriatas elemen berikut ini :
1. Intelegensi. Pada umumnya anak yang mempunyai integensi tinggi, mempunyai perkembangan lebih
baik.
2. Hormon. Ada tiga hormon yang memengaruhi pertumbuhan anak, yaitu sebagai berikut :
a) Somatotropin, hormon yang memngaruhi jumlah sel tulang, merangsang sel otak pada
masa pertumbuhan. Berkurangnya hormone ini dapat menyebabkan gigantisme.
b) Hormon tiroid, memengaruhi pertumbuhan tulang. Berkurangnya hormon ini dapat menyebabkan kreatinisme.
c) Hormon gonadotropin, merangsang testosterone dan merangsang perkembangan seks laki- laki, juga memproduksi spermatozoid. Sementara itu,
estrogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan produksi sel telur.
Kekurangan hormon gonadotropin dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan seks.
c. Emosi, Hubungan yang hangat dengan orang lain seperti dengan ayah, ibu, saudara, teman sebaya serta guru akan
34
dan intelektual anak. Cara anak berinteraksi dalam keluarga
akan mempengaruhi interaksi anak di luar rumah. Apabila keinginan anak tidak dapat terpenuhi sesuai dengan tahap
perkembangan tertentu dapat memberi pengaruhi terhadap tahap perkembangan selanjutnya.
6. Pelayanan kesehatan yang ada di sekitar lingkungan
Dengan adanya pelayanan kesehatan di sekitar lingkungan anak, dapat memengaruhi tumbuh kembangnya. Dengan
begitu, diharapkan anak dapat terkontrol perkembangannya, dan jika ada masalah dapat segera terdeteksi sedini mungkin
serta dapat dipecahkan dan dicari jalan keluarnya dengan cepat. 7. Pola pertumbuhan dan perkembangan
Pola pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara terus
menerus. Pola ini dapat merupakan dasar bagi semua kehidupan manusia, petunjuk urutan dan langkah dalam perkembangan anak ini sudah ditetapkan, tetapi setiap orang
mempunyai keunikan secar individual. 8. Kesehatan
a. Tingkat kesehatan, yaitu respons individu terhadap lingkungan dan orang lain pada individu.
b. Kesehatan prenatal (sebelum bayi lahir) memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan dari fetal (janin) c. Nutrisi adekuat
e. Kondisi sakit, yaitu ketidakmampuan untuk melaksanakan
tugas- tugas perkembangan di mana tumbuh kembang yang dilalui manusia menjadi terganggu.
D. PESANTREN 1. Pengertian
Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang
mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan
Islam,dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada pesantren disebut santri yang pada
umumnya menetap di pesantren. Tempat para santri menginap, di lingkungan pesantren disebut dengan istilah pondok dari sinilah timbul istilah pondok pesantren.
2. Jenis Pesantren
Menurut Bahri Ghozali (di dalam Tafsir,2001) pesantren sekarang ini dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
a. Pondok Pesantren Tradisional
yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan pelajaran
gengan pendekatan tradisional. Pembelajarannya ilmu -ilmu agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan kosentrasi dengan kitab-kitab klasik berbahasa Arab.
36
b. Pondok Pesantren Modern
pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern melalui suatu
pendidikan formal, baik madrasah ataupun sekolah, tetapi dengan klasikal.
c. Pondok Pesantren Komprehensif
pondok pesantren yang sistem pendidikan dan pengajarannya gabungan antara yang tradisioanal dan yang
modern. Artinya didalamnya ditetapkan pendidikan dan pengajarannya kitab kuning dengan metode sorogan,
E. Kerangka Teori
Ancaman terhadap sistem Diri : Penurunan kemampuan untuk
38 BAB III
KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:
Variabel independen adalah tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua.
Variabel dependen adalah motivasi belajar . Sehingga kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagan 3.1. Skema Kerangka Konsep
B. Hipotesis
Ha = Ada hubungan antara Tingkat kecemasan terhadap perpisahan
dengan orang tua dengan motivasi belajar pada santri di Pondok Pesantren Asshidiqiyah Kedoya Utara, Kebun Jeruk Jakarta.
H0 =Tidak ada hubungan antara Tingkat kecemasan terhadap perpisahan dengan orang tua dengan motivasi belajar pada santri di Pondok
Pesantren Asshidiqiyah kedoya Utara, Kebun Jeruk Jakarta. Kecemasan perpisahan dengan
orang tua
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan
peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2008).
41 A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan strategi pembuktian atau pengujian atas variabel dilingkup penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi
analitik kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Karena pada penelitian ini akan menggunakan variabel independen dan dependen serta akan diamati
pada periode (waktu) yang sama.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Juli 2013 di Pondok Pesantren
Asshidiqiyah Kedoya Utara Kebon Jeruk Propinsi DKI_Jakarta. Alasan pemilihan lokasi di wilayah Kebun Jeruk adalah karena berdasarkan informasi dari
pengurus pondok pesantren terdapat santri baru yang baru mengalami pengalaman tinggal dipesantren serta baru pertama berpisah dengan orang tua. Selain itu Pondok Pesantren Asshidiqiyah, belum pernah dilakukan penelitian
sebelumnya serta pondok pesantren lokasinya dekat dengan tempat tinggal peneliti.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria
42
adalah Santri remaja yang berusia 11-18 tahun yang tinggal di Pondok
Pesantren Asshidiqiyyah Kedoya Utara, Kebun Jeruk Jakarta.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi santri
remaja yang beusia antara 11-18 tahun yang tinggal di pondok pesantren kurang dari 1 tahun. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian
adalah sebagai berikut: a) Kriteria Inklusi
1) Santri remaja berusia 11 -18 tahun
2) Santri pertama kalinya berpisah dengan orang tua dan tinggal di pesantren (< 4 bulan)
3) Dapat berkomunikasi dengan baik..
4) Dapat membaca, menulis dan berbahasa Indonesia 5) Santri bersedia menjadi responden.
b) Kriteria Eksklusi
1) Santri remaja berusia kurang dari 11 & berusia lebih dari 18 tahun
2) Santri remaja yang sudah pernah tinggal dipesantren sebelumnya
3) Santri yang sudah pernah mengalami perpisahan dengan orang tua.
Besar sampel dihitung berdasarkan Hipotesis beda dua proporsi dengan
rumus sebagai berikut:
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
= 1,96 (Derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval dengan (α) sebesar 5%)
= 0,84 (Kekuatan uji sebesar 80%)
P₁ = 0,66 (proporsi penelitian Tingkat kecemasan pada santri
pondok pesantren (Siregar,2013) => kecemasan sedang)
P2 = 0,19 (proporsi penelitian Tingkat kecemasan pada santri pondok pesantren (Siregar,2013) => kecemasan rendah)
P = Proporsi total = P1 + P2 ÷ 2
(0,66 + 0,19) ÷2 = 0,42
= [1.96 √2(0,42)(1-0,42)+ 0,84 √0.66(1-0,66)+0,19(1-0,19)]²
(0,66-0,19)²
44
(0,47)²
= [1,96√0,48+0,84√0,22+0,15]² 0,22
= 1,35+0,84(0,608) ² = 69
0,22
Karena uji dua proporsi, maka hasil akhir dikali 2 sehingga hasilnya menjadi 69 responden. Untuk menghindari terjadinya drop out diambil
10% = 10% x 69 = 6,9. Sehingga sampel yang dibutuhkan 69+7= 76 responden.
D. Tehnik Pengambilan Sampel
Tehnik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitiandari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel
akan mewakili keseluruhan populasi yang ada ( Hidayat ,2008).
Penentuan sampel pada penelitian ini menggunkan tehnik total
sampling yang berarti semua populasi menjadi sampel penelitian, dimana jumlah semua populasi adalah 255 siswa dari kelas VII - IX. Pada tahap awal peneliti melakukan seleksi dengan cara memberikan kuesioner demografi
setelah terkumpul ternyata yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 73 santri, dengan demikian 73 santri tersebut diambil semua sebagai sampling, maka penelitian ini disebut dengan total sampling. Peneliti mengambil semua kelas
untuk tingkat SMP, pada kelas VII terdapat 52 sampel, kelas VIII 20 sampel dan kelas IX 1 sampel, sehingga jumlah sampel yang didapat pada tiap kelas
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner atau angket. Kuesioner diberikan langsung kepada responden. Terdapat 2 jenis
instrumen yaitu :
1. Bagian pertama kuisioner A
Berisi data demografi responden meliputi No.Responden, tanggal
lahir, usia, jenis kelamin dan pilihan pernyataan tentang pengalaman tinggal dipesantren untuk mengetahui apakah responden sudah memiliki
pengalaman berpisah dengan orang tua atau belum. Kuisioner ini bertujuan untuk menyeleksi responden untuk mendapatkan responden sesuai dengan
kriteria. Setelah diseleksi kemudian akan dilanjutkan dengan pengisian kuisioner penelitian yang diberikan kepada responden yang telah lulus seleksi.
2. Bagian Kedua Kuisioner B ( Kecemasan Perpisahan )
Berisi tentang kecemasan berpisah dengan orang tua dengan pedoman pada kombinasi dari kuesioner School Refusal dengan SCARED
(Screen for Child Anxiety Related Disorders) yang telah peniliti modifikasi bedasarkan dengan teori kecemasan perpisahan, dengan tujuan
untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua saat memasuki pesantren. Kuesioner ini berjumlah 18 perntanyaan yang terdiri dari 11 pertanyaan untuk School refusal dan 7 pernyataan dari
46
pernah. Total nilai yang akan diperoleh dengan kecemasan tinggi jika
mean ≥ 40 sedangkan kecemasan rendah jika mean ≤ 40, dimana 40
merupakan cut of point nilai mean, median dan modus. Pembagian
kategori kecemasan ini berdasarkan penelitian Wolflookl & McCuna-Nicolich dalam Jamaris 2013 yang membagi kecemasan menjadi kecemasan tinggi dan rendah. Penggunaan mean dalam penelitian ini
karena data kecemasan perpisahan dengan orang tua berdistribusi normal karena nilai p > 0,05 yaitu sebesar 0,12 . Hal ini sesuai pendapat Dahlan
(2008) bahwa apabila suatu data berdistribusi normal jika nilai p>0.05, maka menggunakan mean sebagai ukuran pemusatan data dan standar
deviasi (SD) sebagai ukuran penyebarannya. Sedangkan jika data tidak berdistribusi normal jika nilai p<0.05, maka menggunakan median sebagai ukuran pemusatan data dan minimum-maksimum sebagai ukuran
penyebarannya.
3. Bagian ketiga Kuisioner C ( Motivasi Belajar )
Berisi tentang pernyataan motivasi belajar setelah berpisah dengan
orang tua indicator sebagai berikut :
Tabel 4.1 Indikator Motivasi Belajar
No Indikator
Pernyataan
Jumlah soal Positif Negatif
1 Tekun menghadapi tugas 1 2,3 3
2 Ulet menghadapi kesulitan 4,5 6 3
4 Lebih senang bekerja mandiri 10 9 2 5 Cepat bosan dengan tugas rutin 11 12 2 6 Dapat mempertahankan
pendapatnya
13 14 2
7 Tidak mudah melepas hal yang diyakini.
16 15,17 3
8 Senang mencari dan memecahkan masalah soal
18,19 20 30
Jumlah soal 20
Skala pengukuran motivasi diukur dengan skala Likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang
tentang fenomena social. Dengan skala Likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indicator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item- item instrument yang
dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. (Sugiyono, 2012).
Pada pengukuran skala ini memberikan kuesioner berupa
pernyataan dengan jawaban : Sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju yang dibuat dalam bentuk cheklis ( √ ). Pemberian nilai jika
sangat setuju 4, setuju 3, tidak setuju 2, dan sangat tidak setuju 1. Skor dari pernyataan motivasi belajar berkisar antara 0-60 yang dibagi dalam 3 kategori yaitu motivasi tinggi jika skor ≥ 60 dari seluruh pernyataan yang
ada, motivasi sedang jika skor 40-<60 dari seluruh pernyataan yang ada, motivasi rendah jika skor ≤ 40 dari seluruh pernyataan yang ada. Skor
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Azwar, 2012) :