• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Tentang Pertimbangan Penuntut Umum Dalam Membuat Surat Dakwaan Secara Terpisah Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Beberapa Orang ( Surat Tuntutan NO.REG/ PER:PDM – 190 / EP.1/Medan/2007 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Tentang Pertimbangan Penuntut Umum Dalam Membuat Surat Dakwaan Secara Terpisah Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Beberapa Orang ( Surat Tuntutan NO.REG/ PER:PDM – 190 / EP.1/Medan/2007 )"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM TENTANG PERTIMBANGAN PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUAT SURAT DAKWAAN SECARA TERPISAH

TERHADAP TINDAK PIDANA

YANG DILAKUKAN OLEH BEBERAPA ORANG ( Surat Tuntutan NO.REG/ PER:PDM – 190 / EP.1/Medan/2007 )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan

Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

IDRIS KHALID HASIBUAN

NIM : 030200130

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………... ABTRAKSI ………... BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………... 1

B. Permasalahan………. 5

C. Tujuan Penulisan……… 5

D. Keaslian Penulisan………. 5

E. Tinjauan Kepustakaan……… 6

F. Manfaat Penulisan……….. 6

G. Sistematika Penulisan……… 7

BAB II : TINJAUAN UMUM SURAT DAKWAAN A. Pengertian Surat Dakwaan……… 13

B. Prinsip dalam Surat Dakwaan ……….. 17

C. Syarat-syarat Surat Dakwaan……… 20

D. Bentuk-bentuk Surat Dakwaan……….. 29

E. Hal-hal yang diuraikan dalam Surat Dakwaan………..……. 35

F. Perubahan Surat Dakwaan……….. 39

BAB III : PERTIMBANGAN PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUAT SURAT DAKWAAN SECARA TERPISAH A. Surat Dakwaan Sebagai Dasar Pemeriksaan Perkara Pidana…... 45

B. Pertimbangan Penuntut Umum dalam Membuat Surat Dakwaan Secara Terpisah……… 49

C. Pemeriksaan Penyidikan dalam Pemecahan Berkas Perkara …. 51 D. Manfaat pembuatan Surat Dakwaan Secara Terpisah………….. 52

BAB IV : KASUS DAN TANGGAPAN KASUS A. Kasus……….…… 54

(3)

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan……… 62 B. Saran ………. 64

(4)

ABTRAKSI

Dalam hukum acara pidana Indonesia (KUHAP) yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. KUHAP mengatur bagaimana proses peradilan seseorang terdakwa yang melakukan perbuatan pidana yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada dan termuat dalam surat dakwaan, yang kemudian dibuktikan dalam sidang pengadilan.

Seperti diketahui surat dakwaan merupakan dasar hukum dalam proses persidangan pidana dan hanya jaksa selaku penuntut umum saja yang dapat membuat surat dakwaan. Sedangkan hakim hanya akan mempertimbangkan dan menilai apa yang termuat dalam surat dakwaan tersebut mengenai benar atau tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana.

Surat dakwaan harus sudah dibuat dan harus dilampirkan pada waktu pelimpahan perkara ke Pengadilan dan surat dakwaan inilah yang nant i akan menjadi dasar pemeriksaan di sidang Pengadilan yang merupakan titik tolak arah pemeriksaan di sidang tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini digunakan metode penelitian adalah Library Research (Penelitian Kepustakaan), yaitu penelitian melalui sumber-sumber bacaan yang mempunyai hubungan atau kaitan dengan masalah yang dihadapi guna memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini. Data ini diperoleh antara lain dari Undang-undang no. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pendapat-pendapat para sarjana yang ada hubungannya/kaitannya dengan pembahasan permasalahan. Biasanya data yang diperoleh dinamakan data sekunder, serta Field Research (Penelitian Lapangan), yaitu penelitian yang langsung dilakukan dilapangan. Dalam hal ini yang dilakukan adalah dengan melakukan studi tentang berkas surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Medan sebagai bahan perbandingan. Data yang diperoleh dalam hal ini dinamakan data primer.

Pada Pasal 141 KUHAP yang menyangkut bentuk surat dakwaan kumulasi atas dakwaan yang dilakukan pleh beberapa orang, undang-undang dan praktek hukum memberi kemungkinan menggabungkan beberapa perkara atau beberapa orang dalam satu surat dakwaan. Dengan jalan penggabungan tindak pidana dan pelaku-pelaku tindak pidana dalam suatu surat dakwaan perkara atau pelaku-pelakunya dapat diperiksa dalam suatu persidangan pengadilan yang sama.

(5)

ABTRAKSI

Dalam hukum acara pidana Indonesia (KUHAP) yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. KUHAP mengatur bagaimana proses peradilan seseorang terdakwa yang melakukan perbuatan pidana yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada dan termuat dalam surat dakwaan, yang kemudian dibuktikan dalam sidang pengadilan.

Seperti diketahui surat dakwaan merupakan dasar hukum dalam proses persidangan pidana dan hanya jaksa selaku penuntut umum saja yang dapat membuat surat dakwaan. Sedangkan hakim hanya akan mempertimbangkan dan menilai apa yang termuat dalam surat dakwaan tersebut mengenai benar atau tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana.

Surat dakwaan harus sudah dibuat dan harus dilampirkan pada waktu pelimpahan perkara ke Pengadilan dan surat dakwaan inilah yang nant i akan menjadi dasar pemeriksaan di sidang Pengadilan yang merupakan titik tolak arah pemeriksaan di sidang tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini digunakan metode penelitian adalah Library Research (Penelitian Kepustakaan), yaitu penelitian melalui sumber-sumber bacaan yang mempunyai hubungan atau kaitan dengan masalah yang dihadapi guna memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini. Data ini diperoleh antara lain dari Undang-undang no. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pendapat-pendapat para sarjana yang ada hubungannya/kaitannya dengan pembahasan permasalahan. Biasanya data yang diperoleh dinamakan data sekunder, serta Field Research (Penelitian Lapangan), yaitu penelitian yang langsung dilakukan dilapangan. Dalam hal ini yang dilakukan adalah dengan melakukan studi tentang berkas surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Medan sebagai bahan perbandingan. Data yang diperoleh dalam hal ini dinamakan data primer.

Pada Pasal 141 KUHAP yang menyangkut bentuk surat dakwaan kumulasi atas dakwaan yang dilakukan pleh beberapa orang, undang-undang dan praktek hukum memberi kemungkinan menggabungkan beberapa perkara atau beberapa orang dalam satu surat dakwaan. Dengan jalan penggabungan tindak pidana dan pelaku-pelaku tindak pidana dalam suatu surat dakwaan perkara atau pelaku-pelakunya dapat diperiksa dalam suatu persidangan pengadilan yang sama.

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan, hal ini timbul sebagai akibat adanya perbedaan kebutuhan antara sesama anggota masyarakat. Sebelum adanya peradaban manusia yang tinggi, maka yang kuatlah yang selalu menang dalam segala hal.

Pada masa demikian itu, hukum belum lagi dikenal, oleh karena itu masing-masing anggota masyarakat dapat menjadi hakim sendiri-sendiri. Dengan adanya kemajuan peradaban manusia, masyarakat merasakan perlunya dibuat ketentuan-ketentuan yang sama-sama mereka sepakati. Ketentuan-ketentuan ini bersifat mengikat dan mengandung ancaman hukuman bagi barang siapa yang melanggarnya. Tujuan dari dibuatnya perautaran-peraturan yang bersifat mengikat itu tidak lain adalah agar di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat ketertiban, dimana hak dari masing-masing anggota dilindungi, di samping menjadi kewajiban dari pihak-pihak lain untuk mentatai setiap ketentuan yang telah disepakati bersama itu.

(7)

yang dikenal dengan nama Hukum Acara Pidana. Akan tetapi kehidupan masyarakat akan berubah seiring waktu, perkembangan sosial terus maju, oleh sebab itu pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 yang lebih dikenal dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) muali berlaku pada tanggal 31 Desember 1981.

Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiel berbeda dengan hukum acara perdata yang mencari kebenaran formil. Peradilan pidana tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa. Dalam hal ini hukum acara pidana Indonesia (KUHAP) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. KUHAP mengatur bagaimana proses peradilan seseorang terdakwa yang melakukan perbuatan pidana yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada dan termuat dalam surat dakwaan, yang kemudian dibuktikan dalam sidang pengadilan.

(8)

Secara umum pembuatan surat dakwaan terlihat singkat saja, dengan teknologi pada masa sekarang ini sudah semakin mempermudah pekerjaan manusia seperti bentuk dan berbagai dakwaan sudah terekam dalam komputer penuntut umum, hanya tinggal menyesuaikannya dengan apa yang akan dikemukakan oleh jaksa penuntut umum didepan sidang pengadilan kemudian mencetaknya. Tetapi proses pemasukan data-data pada surat dakwaan bukanlah hal yang pantas dianggap mudah begitu saja, data-data pada surat dakwaan dimulai dari proses pemeriksaan dari pihak penyidik atas tersangka yang biasa disebut berkas perkara sampai pada penyerahan surat dakwaan kepada pengadilan.

Begitu pentingnya peranan dari surat dakwaan itu membuat penuntut umum harus menggunakan keahliannya jangan sampai melakukan kesilapan atau kekurangan dalam penyusunannya, apabila terjadi kesilapan atau kekurangan penyusunan tersebut akan mengakibatkan lepasnya seorang terdakwa dari tuntutan hukum.

Mengenai surat dakwaan ada hal tertentu yang diatur dalam KUHAP khususnya mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang, seperti Pasal 141 KUHAP menyebutkan bahwa penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dengan satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara. Kemungkinan penggabungan surat dakwaan ini dibatasi dengan syarat-syarat pada pasal tersebut. Syarat- syarat itu adalah :

(9)

2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain;

3. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.

Kemudian lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 142 KUHAP, bahwa penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah apabila penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141 KUHAP.

Dalam perkembangan dunia peradilan di masa sekarang ini banyak ditemui suatu perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka dipecah menjadi beberapa berkas pekara dan penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah, contohnya penyelesaian kasus korupsi dalam penjualan aset PT. Industri Sandang Nusantara (ISN) dengan surat dakwaan terpisah1

1

. Hal ini menimbulkan pertanyaan khususnya bagi penulis dan masyarakat pada umumnya, apakah penuntut umum dalam melakukan pemisahan berkas perkara tidak salah mengambil keputusan karena kesewenangan penuntut umum untuk melakukan penekanan pada salah satu pihak saja dari beberapa orang tersangka atau bentuk surat dakwaan itu sendiri efektif dalam menjerat para terdakwa agar tidak terlepas dari pemidanaan dibandingkan dengan menggabungkan surat dakwaan.

(10)

B. Permasalahan

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, penulis mengambil beberapa permasalahan. Adapun masalah-masalah yang timbul dalam penulisan ini adalah dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Bagaimana pertimbangan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan secara terpisah ?

2. Apakah yang menjadi tujuan penuntut umum membuat surat dakwaan secara terpisah ?

C. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pertimbangan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan secara terpisah.

2. Untuk mengetahui tujuan penuntut umum membuat surat dakwaan secara terpisah.

D. Keaslian Penelitian

Selama ini belum ada yang menulis skripsi yang membahas permasalahan mengenai Pertimbangan Penuntut Umum dalam Membuat Surat Dakwaan Secara Terpisah Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan oleh Beberapa Orang. Oleh karena belum pernah ada yang menjadikan judul skripsi ini maka diangkatlah judul “Tinjauan Hukum Tentang Pertimbangan Penuntut Umum dalam Membuat

Surat Dakwaan Secara Terpisah Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan oleh

(11)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian adalah:

1. Manfaat secara teoritis, dengan penulisan skripsi ini maka akan dapat menambah pengetahuan tentang Ilmu Hukum secara umum serta perkembangan Ilmu Hukum Acara Pidana khususnya.

2. Manfaat secara praktis dari adanya penelitian ini adalah menambah pengetahuan mengenai Tinjauan Hukum Tentang Pertimbangan Penuntut Umum dalam Membuat Surat Dakwaan Secara Terpisah Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan oleh Beberapa Orang.

F. Metodologi Penelitian 1. Tipe Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam hal ini adalah Penelitian Hukum Normatif yaitu penelitian yang didasarkan kepada asas-asas hukum dan sinkronisasi hukum.

2. Lokasi Penelitian

Adapun yang dipilih menjadi lokasi penelitian adalah Kejaksaan Negeri Medan.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sebagai berikut:

a. Library Research (Penelitian Kepustakaan), yaitu penelitian melalui

(12)

dalam penelitian ini. Data ini diperoleh antara lain dari Undang-undang no. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pendapat-pendapat para sarjana yang ada hubungannya/kaitannya dengan pembahasan permasalahan. Biasanya data yang diperoleh dinamakan data sekunder. b. Field Research (Penelitian Lapangan), yaitu penelitian yang langsung

dilakukan dilapangan. Dalam hal ini yang dilakukan adalah dengan melakukan studi tentang berkas surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Medan sebagai bahan perbandingan. Data yang diperoleh dalam hal ini dinamakan data primer.

4. Analisis Data

Analisis dan konstruksi data dalam skripsi ini dilakukan dengan metode kualitatif yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data destriptif-analisis yakni menggambarkan Tinjaun Hukum Tentang Pertimbangan Penuntut Umum dalam Membuat Surat Dakwaan Secara Terpisah yang diperoleh dari lokasi penelitian secara tertulis.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara sistematika dalam penyusunan skripsi ini, penulis membaginya dalam 5 (lima) bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

(13)

Metode Penulisan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM SURAT DAKWAAN

Pada bab ini penulis membahas mengenai Surat Dakwaan, dimana penulis akan menjelaskan mengenai pengertian Surat Dakwaan, prinsip-prinsip yang terdapat Surat Dakwaan, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam membuat Surat Dakwaan , bentuk-bentuk Surat Dakwaan, apa saja yang diuraikan dalam Surat Dakwaan, dan kemungkinan terjadinya perubahan Surat Dakwaan.

BAB III : PERTIMBANGAN PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUAT SURAT DAKWAAN SECARA TERPISAH

Pada bab ini akan dibahas mengenai surat dakwaan sebagai titik tolak pemeriksaan perkara pidana, bagaimana ketetentuan dalam KUHAP mengenai Surat Dakwaan Secara Terpisah, apa saja manfaat pembuatan surat dakwaan secara terpisah, dan apa yang menjadi pertimbangan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan secara terpisah.

BAB IV : KASUS DAN TANGGAPAN KASUS

Dalam bab ini penulis membaginya dalam 2 (dua) sub bab, Kasus Tanggapan Kasus yang berkaitan dalam pertimbangan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan secara terpisah.

BAB V : PENUTUP

(14)

BAB II

TINJAUAN UMUM SURAT DAKWAAN

Sebelum membahas tentang surat dakwaan terlebih dahulu sedikit dibahas mengenai lembaga yang berhak sebagai penuntut umum didalam persidangan. Lembaga penuntut umum seperti yang kita kenal sekarang berasal dari Prancis, yang akhirnya oleh negara-negara lain diambil oper dalam perundang-undangannya, juga oleh negeri Belanda yang memasukkan dalam Wetbook

van Strafvoerdering (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tahun

1838) serta dalam Inlands Reglement tahun 1848, menerapkannya di Indonesia.2

2

Ansorie Sabuan, et. al. Hukum Acara Pidana. Cet. 10, Bandung: Angkasa, 1990, hlm. 119.

Sejak masa-masa sewaktu belum ada suatu kekuasaan sentral yang menentukan sebagai kewajibannya untuk melaksanakan tugas-tugas peradilan, maka tidaklah banyak perbedaan antara pelaksanaan proses perdata dan proses pidana. Juga dalam hal-hal untuk memperoleh putusan hakim agar terhadap seseorang dijatuhi pidana (tuntutan pidana), inisiatifnya adalah pada perseorangan, yaitu pada pihak yang dirugikan.

(15)

Sifat perdata dari penuntutan tersebut menyebabkan pula bahwa kerap kali sesuatu tuntutan pidana tidak dilakukan oleh orang yang dirugi-kan, karena ia takut terhadap pembalasan dendam atau ia tidak mampu untuk mengungkapkan kebenaran dari tuntutannya, sebab kekurangan alat-alat pembuktian yang diperlukan. Dengan demikian banyaklah pembuat tindak pidana yang sebenarnya terang bersalah tidak dapat dijatuhi pidana.

Atas dasar alasan-alasan tersebut di atas maka pemerintah yang ber-tanggung jawab terhadap pembinaan peradilan yang baik, telah mengambil oper inisiatif tuntutan pidana tersebut dari perseorangan, dan menyerahkannya kepada suatu badan negara yang khusus diadakan untuk itu ialah Openbaar

Ministerie atau Openbaar Aanklager, yang kita kenal sebagai penuntut

umum.

Sejak saat itu suatu tindak pidana yang merugikan kepentingan ang-gota masyarakat, akhirnya dianggap sebagai suatu perbuatan yang me-langgar kepentingan pribadi seseorang saja.

Tuntutan pidana bukanlah soal pribadi lagi, tetapi adalah persoalan kepentingan umum dan oleh karena itu segala penuntutan pidana haruslah pemerintah yang melakukan atas nama masyarakat. Sejak itu penuntut umum atas nama pemerintah yang menuntut semua pelanggaran undang-undang di muka pengadilan, dan setelah hakim menjatuhkan putusan, ia pulalah yang menjalankan (eksekusi) putusan tersebut.

(16)

Pokok Kejaksaan (UU No. 15 tahun 1961) menyatakan, Kejaksaan R.I. selanjutnya disebut Kejaksaan, ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas sebagai penuntut umum. Menurut Pasal 14 KUHAP, penuntut umum mempunyai wewenang:

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau

pembantu penyidik;

b. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyiclikan

dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 Ayat (3) dan Ayat (4),

dengan memberi petunjuk dalam rangka menyempurnakan penyidikan dari

penyidik;

c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan

lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan

oleh penyidik;

d. membuat surat dakwaan;

e. melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan dan

waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada

terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah

ditentukan;

g. melakukan penuntutan;

h. menutup perkara demi kepentingan hukum;

i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab

sebagai penuntut umum menurut undang-undang;

j. melaksanakan penetapan hakim.

(17)

barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum, dan pengadilan.

Setelah penuntut umum menerima, hasil penyidikan dari penyidik, ia segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada, penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum (Pasal 138 KUHAP).

Adapun yang dimaksud dengan "meneliti" di sini adalah tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan (pra penuntutan) apakah orang dan atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai, telah memenuhi syarat pembuktian yang dilakukan dalam rangka, pemberian petunjuk kepada penyidik.3

Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dari penyidik dapat dilakukan penuntutan, maka penuntut umum secepatnya membuat surat dakwaan. Dan apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan penyidik tidak cukup bukti-buktinya, peristiwanya bukan merupakan tindak

Setelah penuntut umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia, segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak diadakan penuntutan.

3

(18)

pidana, dan perkaranya ditutup demi hukum4, maka penuntut umum berwenang untuk tidak menuntut.5

A. Pengertian Surat Dakwaan

Pada periode HIR surat dakwaan disebut surat tuduhan atau acte van

beschuldiging. Sedangkan dalam Undang-undang Cq Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana tidak terdapat definisi tentang apa yang disebut surat dakwaan, sehingga hanya mengikuti saja kebiasaan praktek dan jurisprudensi. Dalam Pasal 1 angka 15 KUHAP, hanya disebutkan bahwa :

"terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan".

Dari kata-kata ini dapat diketahui bahwa 'terdakwa' adalah seorang yang sedang menjalani suatu proses pidana di sidang pengadilan yang didakwa melakukan suatu perbuatan pidana.

Selanjutnya, kata-kata 'surat dakwaan' ini dapat ditemukan dalam KUHAP yaitu Pasal 140 ayat 1 yang mengatakan bahwa :

"Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan ".

Ada lagi dikatakan yaitu Pasal 143 ayat 1 KUHAP bahwa :

"Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut di sertai surat

4

Lihat KUHAP, pada Pasal 140 (2). Ditutup demi hukum meliputi antara lain tersangkanya mati, kadaluwarsa, dan ne bis in idem.

5

R.M. Surakhman dan Andi Hamzah. Jaksa di Berbagai Negara : peranan dan

(19)

dakwaan".

Dengan demikian, surat dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan surat dakwaan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan.6

Surat dakwaan adalah surat yang dibuat atau disiapkan oleh Penuntut Umum yang dilampirkan pada waktu melimpahkan berkas perkara. ke Pengadilan yang memuat narria dan identitas pelaku perbuatan pidana, kapan dan di mana perbuatan dilakukan serta uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai perbuatan tersebut yang didakwakan telah dilakukan oleh terdakwa yang memenuhi unsur-unsur pasal-pasal tertentu dari undang-undang yang tertentu pula yang nantinya merupakan dasar dan titik tolak pemeriksaan terdakwa di Sidang Pengadilan untuk dibuktikan Surat dakwaan harus sudah dibuat dan harus dilampirkan pada waktu pelimpahan perkara ke Pengadilan dan surat dakwaan inilah yang nanti akan menjad i dasar pemeriksaan di sidang Pengadilan yang merupakan titik tolak arah pemeriksaan di sidang tersebut. Dengan perkataan lain, segala pembicaraan dan pertanyaan-pertanyaan harus mengenai hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan dakwaan yang dilancarkan terhadap terdakwa atau yang ada relevansinya dengan perbuatan pidana yang didakwakan itu. Jadi, tidak boleh menyimpang dari apa yang telah didakwakan tersebut dan Penuntut Umum tidak boleh menuntut pemidanaan selain berdasar pasal-pasal yang unsur-unsumya telah diuraikan dalam pasal yang didakwakan itu.

Berdasar hal-hal tersebut menurut Sutomo, kalau dirumuskan secara agak bebas, pengertian tentang surat dakwaan kurang lebih sebagai berikut :

6

(20)

apakah benar perbuatan yang didakwakan itu betul dilakukan dan apakah betul terdakwa adalah pelakunya yang dapat dipertanggungjawabkan untuk perbuatan tersebut.7

1) A. Karim Nasutionmenyatakan sebagai berikut:

Guna lebih memahami definisi surat dakwaan tersebut, dibawah ini dikemukakan beberapa defenisi menurut para sarjana. Defenisi-definis i tersebut adalah sebagai berikut :

" Tuduhan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila temyata cakup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman."

2) M. Yahya Harahap menyatakan bahwa:

“Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemcriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan."8

3) Harun M. Husein merumuskan surat dakwaan sebagai berikut :

“Surat Dakwaan ialah suatu surat yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umu, yang memuat uraian tentang identitas lengkap terdakwa, perumusan tindak pidana yang didakwakan yang dipadukan dengan unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam

7

A. Sutomo, Pedoman Dasar Pembuatan Surat Dakwaan dan Suplemen. Jakarta : Pradnya Paramita, 1990. hlm.4.

8

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyidikan

(21)

ketentuan pidana yang bersangkutan, disertai uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana dilakukan oleh terdakwa. Surat mana menjadi dasar dan batas ruang lingkup pemeriksaan di sidang pengadilan.” 9

a. Bahwa surat dakwaan merupakan suatu akta. Sebagai suatu akta tentunya surat dakwaan harus mencantumkan tanggal pembuatannya dan tanda tangan pembuatnya. Suatu akta yang t idak me nca nt u mka n t angga l dan t anda t anga n pembuatnya tidak memiliki kekuatan sebagai akte, meskipun mungkinsecara umum dapat dikatakan sebagai surat.

Berbagai definisi sebagaimana diuraikan di atas, kelihatannya berbeda satu sama lain, namun demikian bila diteliti dengan seksama maka dalam perbedaan itu terkandung pula p e r s a ma a n pada intinya. Inti persamaan tersebut berkisar pada hal-hal sebagai berikut:

b. Bahwa setiap definisi surat dakwaan tersebut selalu mengandung unsur yang sama yaitu adanya perumusan tentang tindak pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana.

c. Bahwa dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, haruslah dilakukansecara cermat, jelas dan lengkap, sebagaimana diisyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan.

d. Bahwa surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di sidang pengadilan.10

Tujuan utama pembuatan surat dakwaan ialah untuk menentukan batas-batas pemeriksaan di sidang pengadilan yang menjadi dasar dari penuntut umum

9

Harun M. Husein, Surat Dakwaan : Tekhnik Penyusunan, Fungsi dan

Permasalahannya, Jakarta : Rineka Cipta, 1994. hlm. 44.

10

(22)

melakukan penuntutan terhadap terdakwa pelaku kejahatan.11

Kalau diikuti sejarah perkembangan pembuatan surat dakwaan, penuntut umum baru berdiri sendiri sejak berlaku Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kejaksaan, UU No. 15/1961. Pasal 12 undang-Lvidang tersebut menentukan, jaksa yang membuat surat dakwaan (menurut ketentuan itu diberi nama, "surat

Disamping itu juga surat dakwaan penting bagi terdakwa yang berguna baginya untuk melakukan pembelaan. Untuk itu terdakwa harus mengetahui sampai sekecil-kecilnya isi dari surat dakwaan tersebut.

B. Prinsip Dalam Surat Dakwaan

Membicarakan prinsip surat dakwaan harus disesuaikan dengan ketentuan KUHAP, sebab prinsip yang diatur dalam HIR dengan KUHAP terdapat beberapa perbedaan. Terutama yang menyangkut Pasal 83 HIR, yang menegaskan surat tolakan jaksa bukan merupakan surat tuduhan dalam arti kata yang sebenamya. Yang membuat surat tuduhan menurut HIR adalah Ketua Pengadilan Negeri, yang mempunyai wewenang untuk mengubah isi surat tolakan jaksa. Ketua Pengadilan Negeri tidak terikat pada isi surat tolakan jaksa. Itu sebabnya, sistem pembuatan surat dakwaan menurut HIR, jaksa sebagai penuntut umum belum sempuma berdiri sendiri, masih berada di bawah pengawasan Ketua Pengadilan Negeri. Barangkali disebabkan anggapan pada masa pembuatan HIR, sebagian besar penuntut umum belum begitu mahir menyusun perumusan yuridis, jika dibandingkan dengan para hakim/Ketua Pengadilan Negeri, yang pada umumnya terdiri dari sarjana hukum.

11

(23)

tuduhan") bukan dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Ketentuan Pasal 12 UU No. 15/1961 tersebut dipertegas lagi dengan Surat Edaran Bersama Mahkamah Agung dan Jaksa Agung tanggal 20 Oktober 1962 No. 6 MA/ I 962/24/SE. Surat Edaran dimaksud antara lain menegaskan, pembuatan surat tuduhan (dakwaan) baik dalam perkara tolakan maupun dalam perkara sumir adalah jaksa. Dengan ketentuan Pasal 12 dan penegasan surat edaran dimaksud, sejak saat itulah penuntut umum ditempatkan dalam posisi yang sempurna berdiri sendiri.

Sedangkan menurut KUHAP, kedudukan jaksa sebagai penuntut umum dalam KUHAP semakin dipertegas dalam posisi sebagai instansi yang berwenang melakukan penuntutan (Pasal 1 butir 7 dan Pasal 137). Dalam posisi sebagai aparat penuntut umum, Pasal 140 ayat ( 1) menegaskan wewenang penuntut umum untuk membuat surat dakwaan tanpa campur tangan instansi lain. Penuntut umum "berdiri sendiri" dan sempurna (volwaardig) dalam pembuatan surat dakwaan. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 butir 7 dan Pasal 137 serta Pasal 140 ayat (1), kedudukan penuntut umum dalam. pembuatan surat dakwaan dapat dijelaskan.

a.

Pembuatan Surat Dakwaan Dilakukan Secara Sempurna dan Berdiri

Sendiri atas Wewenang yang Diberikan Undang-Undang Kepada Penuntut Umum

Baik pamong praja, maupun Ketua Pengadilan Negeri seperti yang dijumpai pada periode HIR, tidak boleh campur tangan dalam pembuatan surat dakwaan.

(24)

Tujuan dan guna surat dakwaan adalah sebagai dasar atau landasan pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan. Hakim di dalam memeriksa suatu perkara tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Kalau begitu, seorang terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan hanya dapat dijatuhi hukuman karena telah terbukti melakukan tindak pidana seperti yang disebutkan atau yang dinyatakan jaksa dalam surat dakwaan. Oleh karena itu, pendekatan pemeriksaan persidangan, harus bertitik tolak dan diarahkan kepada usaha membuktikan tindak pidana yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Penegasan prinsip ini pun sejalan dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 16 Desember 1976 No. 68 K/KR/1973, yang menyatakan "Putusan pengadilan harus berdasarkan pada tuduhan, yang dalam hal ini berdasarkan Pasal 315 KUHP, walaupun kata-kata yang tertera dalam surat tuduhan lebih banyak ditujukan pada Pasal 310 KUHP". Hal seperti inilah yang sering dilalaikan oleh sebagian hakim dalam pemeriksaan persidangan. Sering pemeriksaan sidang menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan yang mengakibatkan pemeriksaan dan pertimbangan putusan menyimpang dari apa yang dimaksudkan dalam surat dakwaan.

c. Hanya Jaksa Penuntut Umum yang Berhak dan Berwenang Menghadapkan dan Mendakwa Seseorang yang Dianggap Melakukan Tindak Pidana di Muka Sidang Pengadilan

(25)

pengadilan. Akan tetapi tentu terhadap prinsip umum ini terdapat pengecualian, pada pemeriksaan tindak pidana acara ringan dan acara pelanggaran lalu lintas jalan (Pasal 205 ayat (2) dan Pasal 212). Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan seperti yang sudah pernah dijelaskan, penyidik atas kuasa penuntut umum menghadapkan dan mendakwa terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan (Pasal 205 ayat (2)). Demikian juga pada acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik langsung menghadapkan terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan. Namun demikian kedua pengecualian di atas, tidak mengurangi arti prinsip bahwa hanya jaksa yang berhak menghadapkan dan mendakwa seseorang terdakwa yang melakukan tindak pidana kepada hakim di muka sidang pengadilan.12

1. Syarat Formal

C. Syarat-syarat dalam Pembuatan Surat Dakwaan

Di dala m paktek hukumnya syarat-syarat untuk surat dakwaan itu dibagi dalam 2 syarat yang harus dipenuhi yaitu :

2. Syarat Material

A. Syarat Formal

Syarat formal adalah suatu syarat yang belum menyangkut materi

perkara melainkan masih berkisar pada identitas terdakwa, yaitu meliputi :

1. nama lengkap;

2. tempat lahir;

12

(26)

3. umur atau tanggal lahir;

4. jenis kelamin;

5. kebangsaan;

6. tempat tinggal;

7. agama;

8. pekerjaan

Surat dakwaan mutlak harus berisi syarat-syarat formal ini, walaupun tidak diancam pembatalan jika tidak dibuat. Perlunya s yarat formal dibuat dala m surat dakwaan guna meneliti identitas apakah benar terdakwa yang dihadapkan ke muka sidang. Bisa saja tedadi karena mempunyai nama yang sama dengan terdakwa lainnya, sehingga orang lain yang dihadapkan ke muka sidang. Dengan meneliti secara cermat dan telit i ident it asnya diharapkan t idak terjadi kesalahan menghadapkan terdakwa ke muka sidang. Apalagi dengan kemajuan teknik-teknik kejahatan dan harga diri seseorang, jika namanya tidak ingin tercemar di kalangan masyarakat, sa nggup me mba yar o rang la in u nt uk me njad i t erdakwa dengan nama terdakwa yang sebenarnya sebagai terdakwa.

Di samping itu juga untuk menghindarkan jangan sampai orang lain yang berbuat kejahatan tetapi tidak dihadapkan ke muka pengadilan

(error in pesona).

Mengenai dakwaan harus diberitahukan kepada terdakwa, sangat penting karena dengan diberitahukannya isi surat dakwaan, terdakwa sudah harus bersiap-siap menyusun pembelaan dirinya di muka sidang.

(27)

terdakwa bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara, Bahkan menurut pasal 51 KUHAP terdakwa sudah harus diberitahukan sejak pemeriksaan dimulai sangkaan/dakwaan yang dikenakan kepadanya untuk memperoleh pernbelaan dirinya.

Seperti dalam isi Pasal 51 KUHAP berikut ini, “Untuk mempersiapkan pembelaan :

a. Tersangka berhak untuk diberitahu dengan jelas, dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai ;

b. Terdakwa berhak unt uk diber it ahukan dengan je las bahasa yang digunakan o lehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.”

Jelaslah bahwa hanya pemberitahuan isi surat dakwaan saja yang harus dipenuhi dalam syarat formal surat dakwaan.13

B. Syarat Material

Syarat material adalah suatu syarat yang menyangkut mengenai

materi perkara yang didakwakan kepada terdakwa, yang mencakup :

"Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan".

Dalam KUHAP tidak dijelaskan apa yang di maksud dengan uraian secara cermat, jelas, dan lengkap. Tetapi A. Soetomo merumuskan masing – masing tentang pengertiannya yaitu :

13

(28)

a. Cermat

Perkataan ini mengingatkan kita kepada penggambaran dari suatu perbuatan yang penuh ketelitian dan ketidaksembarangan berbuat yang dilakukan dengan penuh hati-hati yang disertai suatu ketajaman dan keteguhan memperhatikan patokan yang telah dipolakan sesuai dengan kepentingan yang dituju.

Dalam menyusun surat dakwaan, kecermatan diperlukan dalam mengutarakan unsur-unsur perbuatan pidana yang ditentukan oleh undang-undang atau pasal-pasal yang bersangkutan dilanjutkan dengan mengemukakan fakta-fakta perbuatan yang didakwakan sesuai dengan unsur-unsur dari pasal yang dilanggar tersebut.

Ketidakhormatan dalam menyusun surat dakwaan ini yaitu tidak dicantumkannya salah satu unsur saja dari psal yang bersangkutan atau tidak diutarakannya fakta perbuatan yang cocok dengan unsur-unsur pasal yang bersangkutan akan berakibat fatal. Perbuatan demikian melambangkan

kesembronoan, ketidaktelitian atau ketidakcermatan yang dapat mengakibatkan batal

demi hukum surat dakwaan tersebut.

b. Jelas

Je la s ber art i t idak me nimbu lka n keka bura n at au keragu-ragua n semuanya serba terang dan tidak ada sesuatu yang perlu ditanyakan atau ditafsirkan lagi, yang berarti siapa pun yang membacanya menjadi mengerti.

(29)

dirinya.

Agar surat dakwaan itu memenuhi syarat yaitu “jelas” maka istilah atau kata-kata yang dipergunakan adalah yang mudah dimengerti dan susunan kalimatnya dibuat tidak berbelit-belit. Dengan perkataan lain, baik dalam pemilihan kata-kata maupun penyusunan kalirnat dibuat sedemikian rupa supaya tidak membingungkan melainkan terang atau gamblang.

c. Lengkap

Lengkap berarti komplet atau cukup yang maksudnya tidak ada yang cicir atau

tercecer atau ketinggalan, semuanya ada. Ibarat menggambarkan organ tubuh

manusia, begitu dikatakan lengkap berarti semua komplit, seandainya salah satu organ tidak ada misalnya kakinya buntung berarti ini tidak lengkap.

Demikian pula halnya di dalam menyusun surat dakwasn, dikatakan lengkap kalau uraian perbuatan yang didakwakan menjadi bulat, artinya hal-hal yang relevan sesuai dengan unsur-unsur pasal yang bersangkutan tidak ada yang ketinggalan, tidak ada yang tercecer.

d. Waktu

Masalah penentuan dan penyebutan waktu kapan terjadinya perbuatan atau waktu perbuatan pidana dilakukan oleh terdakwa adalah penting dicantumkan dalam surat dakwaan. Hal ini menyangkut suatu kepastian tentang saat perbuatan pidana dilakukan terdakwa. Dengan demikian bertitik tolak dari masalah waktu, terdakwa akan dapat mengemukakan suatu alibi buat pembelaan dirinya bahwa pada waktu yang disebutkan dalam dakwaan tersebut sebenamya dia tidak berada di tempat kejadian perkara.

(30)

tertangkap kemudian. Sehingga, para saksi dan bahkan terdakwa sendiri sudah 1upa secara pasti

kapan terjadi suatu perbuatan pidana atau kapan terdakwa metakukan perbuatan yang

melanggar hukum itu, apalagi yang menyangkut jam, hari atau tanggal kejadian. Sedangkan

yang lebih mudah diingat adalah bulan, itu pun kadang-kadang tidak pasti benar diingatnya, bahkan kadang-kadang mengenai tahun juga mungkin tidak secara pasti diingatnya.

Apabila terjadi keadaan demikian, untuk menghindari kesulitan mengenai penentuan waktu tersebut agar dapat dipertanggungjawabkan secara teknis sesuai dengan kelaziman pembuatan surat dakwaan tersebut biasanya dflengkapi dengan kata-kata “atau setidak-tidaknya” dan dirangkaikan dengan kalimat berikut yang menggambarkan “waktu” yang lebih umum, misalnya “jam” kejadian tidak diingat dilengkapi dengan "atau setidak-tidaimya pada

hari………….bulan……….. tahun …………..”

Apabila hari juga 1upa, dilengkapi dengan "atau setidak-tidalmya pada

bulan………tahun……….”. Demikian seterusnya; sedangkan kalau mengenai “tahunnya”

tidak secara pasti ditentukan, kalimat yang perlu ditambahkan ialah "atau setidak-tidaknya

dalam tahun antara 1980... dan 198………” dan seterusnya.

Dengan demikian pencantuman masalah 'waktu' sedemikian rupa dibuat sehingga dapat menjaring waktu perbuatan pidana dilakukan supaya tidak lolos dari penuntutan. Namun, belum lazim dalampembuatan surat dakwaan " atau setidak-tidaknya dalam abad XX". Pencantuman “waktu” secara demikian menggambarkan ketidakmampuan Penuntut Umum mengungkap kapan perbuatan sebenarnya dilakukan. Hal ini mungkin akan menjadikan perkara kadaluarsa sesuai dengan Pasal 78 KUHP yaitu :

Hak menuntut hukuman gugur karena lewat waktunya, antara lain :

(31)

2. Sesudah lewat enam tahun bagi kejahatan ymg diancam pidana denda kurungan atau penjara yang tidak lebih dari tiga tahun ;

3. Sesudah lewat dua belas tahun, bagi segala kejahatan yang ancaman pidana penjara sementara lebih dari tiga tahun ;

4. Sesudah lewat delapan belas tahun, bagi semua kejahatan yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.

e. Tempat

Di samping masalah “waktu” terjadinya perbuatan pidana tersebut di atas maka masalah tempat perbuatan pidana tersebut dilakukan termasuk unsur yang penting juga.

Hal ini tidak saja menyangkut masalah kompetenst relatif yaitu kewenangan mengadili suatu perkara oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 84 KUHAP), kewenangan penuntutan bagi Penuntut Umum sesuai dengan daerah hukumnya (Pasal 137 KUHAP), tetapi juga penting untuk kepastian:di tempat terdakwa didakwa melakukan suatu perbuatan pidana, hal ini penting pula untuk kepentingan pembelaan dirinya.

Seperti halnya masalah “waktu” terjadinya perbuatan pidana, masalah ‘tempat’ terjadinya perbuatan pidana kadang-kadang juga tidak bisa dipastikan benar, di samping tentu saja ada kamungkinan adanya perbuatan pidana yang dilakukan lebih dari satu kali dengan “tempat” yang berbeda-beda. Untuk menghindari penyebutan “tempat” di dalam surat dakwaan itu tidaktepat, lazimnya dilengkapi dengan kata-kata "atau setidak-tidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri ……….”

(32)

terdakwa bertempat tinggal atau berdiam terakhir atau di tempat terdakwa ditemukan atau ditahan tetapi dengan syarat tempat tinggal kebanyakan saksi-saksi lebih dekat ke Pengadilan Negeri tersebut (Pasal 84 ayat 2 KUHAP). Untuk itu di dalam surat dakwaan perlu dicantumkan mengenai kewenangan mengadili dari Pengadilan Negeri di tempat perkara tersebut disidangkan dengan menyebut alasan hukumnya.14

1. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis ke-lamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan ter-sangka.

Baik syarat formal maupun syarat material tersebut keduanya merupakan isi yang diutarakan di dalani Pasal143 ayat 2 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut :

“ Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :

2. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.”

Di dalam Pasal 143 ayat 3 KUHAP ditentukan bahwa surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf b atau syarat materiil, maka surat dakwaan batal demi hukum. Seperti yang dijelaskan, syarat materiil surat dakwaan harus memuat dengan lengkap unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan. Kalau unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan tidak dijelaskan secara keseluruhan, terdapat kekaburan dalam

14

(33)

surat dakwaan.15 Bahkan pada hakikatnya surat dakwaan yang tidak memuat secara jelas dan lengkap unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, dengan sendirinya mengakibatkan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa bukan merupakan tindak pidana. Dan juga surat dakwaan yang tidak jelas dan tidak terang , merugikan kepentingan terdakwa mempersiapkan pembelaan. Oleh karena itu, setiap surat dakwaan yang merugikan kepentingan terdakwa untuk melakukan pembelaan dianggap batal demi hukum.16

Tetapi di dalam undang-undang tersebut tidak menyatakan mengenai batalnya surat dakwaan apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf a atau syarat formal tidak dipenuhi. Padahal apabila syarat yang tercantum pada ayat 2 huruf a tersebut tidak dipenuhi yang merupakan syarat formal, akan terjadi apa yang disebut error in persona atau akan terjadi kekeliruan terhadap orang yang didakwa melakukan suatu perbuatan pidana, sehingga orang tersebut harus dibebaskan.17

Bahkan menurut M. Yahya Harahap, kesalahan syarat formal tidak prinsipil sama sekali.

18

Namun demikian, dalam praktek, sepanjang yang menyangkut syarat formal ini sudah disiapkan dalam bentuk formulir model PK-9 untuk

Misalnya kesalahan penyebutan umur tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan surat dakwaan. Kesalahan atau ketidaksempurnaan syarat formal dapat dibetulkan hakim dalam putusan, sebab pembetulan syarat formal surat dakwaan tidak menimbulkan sesuatu akibat hukum yang merugikan terdakwa.

(34)

perkara yang disidangkan dengan acara biasa dan dengan model formulir PK-9A untuk perkara yang disidangkan dengan acara singkat, sehingga Jaksa Penuntut Umum tinggal mengisi secara benar formulir yang telah tersedia tersebut sesuai dengan identitas terdakwa seperti yang tercantum di dalam berkas perkara atau berita acara pemeriksaan terdakwa. Pengisian secara benar ini untuk menghindarkan apa yang tadi disebut sebagai error

in persona atau kekeliruan mengenai orangnya.19

A. Dakwaan Tunggal

D. Bentuk-bentuk Penyusunan Surat Dakwaan

Dalam ketentuan undang-undang tidak dijumpai uraian atau aturan tentang macam bentuk penyusunan surat dakwaan. Adanya macam-macan bentuk penyusunan surat dakwaan ini dimaksudkan untuk menjaring agar dakwaan terhadap pelaku perbuatan pidana tidak gagal dari penuntutan atau pemidanaan.

Dilihat dari pada fakta perbuatan yang ada maka surat dakwaan disusun menurut susunan berikut ini :

Dalam penyusunan dakwaan secara tunggal ini hanya didakwakan satu perbuatan pidana dan hanya dicantumkan satu pasal yang dilanggar. Penyusunan dakwaan secara tunggal ini sangat mengandung risiko karena kalau dakwaan satu-satunya ini gagal dibuktikan dalam persidangan maka tidak ada altematif lain kecuali terdakwa dibebaskan.

Tetapi dalam praktek kadang-kadang ditemui suatu keadaan perkara

19

(35)

yang berdasarkan bukti-bukti yang ada sulit dicari alasan untuk mendakwakan perbuatan pidana yang lain, yang dengan demikian 'terpaksa' disusun dakwaan secara tunggal.

Sebagai contoh misalnya 'pencurian' yang diatur dalam Pasal 362 KUHP, kadang-kadang dapat dicantumkan sebagai dakwaan subdider adala h penadahan atau pertolongan jahat (Pasal 480 KUHP) kadang-kadang juga dapat dialternatifkan dengan penggelapan (Pasal 372 KUHP). Tetapi, dapat saja terjadi menurut kondisi perkara dengan bukti-bukti yang ada tidak mungkin dan terlalu jauh untuk dibuat dakwaan lainnya sehingga terpaksa disusun dakwaan secara tunggal.

B. Dakwaan Kumulatif

Dalam hal ini ada beberapa atau lebih dari satu perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa, dan masing-masing perbuatan yang didakwakan harus dibuktikan sendiri-sendiri.

Sebagai contoh, seorang pelaku perbuatan pidana di samping telah membunuh korban yang dalam hal ini didakwa melanggar Pasal 340 atau 338 KUHP masih didakwa juga dengan dakwaan menguasai senjata api tanpa izin, melanggar Pasal 1 ayat 1 UU No. 12/th. 1951, Undang-undang tentang senjata api, karena pelaku pembunuhan menggunakan sebagai alat adalah senjata api yang kebetulan juga tanpa izin yang berwenang.

C. Dakwaan Alternatif

(36)

Umumnya dakwaan yang disusun secara alternatif ini unsur pasalnya saling menghapuskan satu sama lain dalam arti apabila unsur tertentu telah terbukti unsur yang lain pasti tidak terbukti, demikian juga sebaliknya.

Sebagai contoh, penyusunan dakwaan berdasar Pasal 378 KUHP, dengan alternatif Pasal 372 KUHP. Dalam hal ini unsur yang saling menghapuskan satu sania lain ialah mengenai “beradanya” barang pada penguasaan terdakwa. Kalau beradanya barang tersebut adanya di dalam penguasaan terdakwa adalah sebagai akibat dari bujuk rayu atau rangkaian kata-kata bohong yang dilakukan oleh terdakwa maka dalam hal ini telah terjadi delik penipuan yang melanggar Pasal 378 KUHP. Sedangkan apabila beradanya barang tersebut di dalam penguasaan terdakwa bukanlah akibat dari bujuk rayu atau rangkaian kata-kata bohong yang dilakukan terdakwa, melainkan dengan izin atau persetujuan pemilik, selanjutnya terdakwa menjual atau menggadaikan atau dengan cara apa pun terdakwa memperlakukan barangnya seperti seolah-olah miliknya sendiri tanpa izin pemilik, maka dalam hal ini telah terjadi delik penggelapan melanggar Pasal 372 KUHP.

Dengan demikian, apabila terbukti melanggar Pasal 378 KUHP berarti tidak mungkin juga melanggar Pasal 372 KUHP, demikian juga sebaliknya; jadi tidak mungkin terbukti untuk dua-duanya.

D. Dakwaan Primer Subsider / Subsidairitas (bersusun lapis)

(37)

berdasar pada urutan berat ringannya perbuatan yang tentu akan berbeda tentang berat ringan ancaman pidananya, dengan susunan : Primair, Subsidair, Lebih Subsidair, Lebih-lebih Subsidair, Lebih-lebih lagi Subsidair.

Konkretnya, dalam bentuk dakwaan subsidairitas ini hanya satu tindak pidana saja yang sebenarnya akan didakwakan kepada terdakwa. Dapat disebutkan lebih lanjut bahwa dakwaan subsidairitas disusun dengan maksud agar jangan sampai terdakwa lepas dari pemidanaan. Sedangkan konsekuensi pembuktiannya, yang diperiksa terlebih dahulu adalah dakwaan primair, dan apabila tidak terbukti baru beralih kepada dakwaan subsidair dandemikian seterusnya. Namun, sebaliknya apabila dakwaan primair telah terbukti. Dakwaan subsidair dan seterusnya tidak perlu untuk dibuktikan lagi.

Akan tetapi, ternyata dalam praktiknya antara dakwaan Subsidairitas dan dakwaan Alternatif sering dikacaukan penggunaannya.20

20

Lilik Mulyadi. Hukum Acara Pidana : Normatif, Teoritis, Praktik dan

Permasalahannya. Bandung: Alumni, 2007. hlm. 117.

(38)

pidana terberat sampai teringan dan hakim harus mempertimbangkan dakwaan terlebih dahulu (misalnya, Primer), apabila dakwaan Primer tidak terbukti kemudian hakim mempertimbangkan dakwaan berikutnya (Subsidair) dan seterusnya, ataupun sebaliknya (Subsidair dan seterusnya) tidak perlu dibuktikan lagi.21

E. Dakwaan Campuran Atau Gabungan

Sebagai contoh, perbuatan berupa menghilangkan nyawa orang lain, dalam menyusun surat dakwaan, biasanya dicantumkan sebagai dakwaan primer pasal ancaman pidananya paling tinggi yaitu Pasal 340 KUHP yaitu "menghilangkan nyawa orang lain yang direncanakan lebih dulu", baru sebagai dakwaan subsidernya adalah Pasal 338 KUHP yaitu "menghilangkan nyawa orang lain" (pembunuhan biasa), dan sebagai dakwaan yang lebih subsider adalah Pasal 355 ayat 2 KUHP yaitu "penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu yang mengakibatkan kematian orangnya", sedangkan sebagai dakwaan lebih subsider lagi adalah Pasal 354 ayat 2 KUHP yaitu "sengaja melukai berat orang lain yang mengakibatkan kematian orangnya". Selanjutnya sebagai dakwaan terlebih subsider lagi adalah Pasal 351 ayat 3 yaitu "penganiayaan (biasa) yang mengakibatkan mati orangnya" dan selanjutnya.

Di samping bentuk susunan surat dakwaan komulatif, alternatif, dan primer subsider tersebut dapat pula disusun dakwaan campuran atau gabungan yaitu dengan dakwaan kesatu, kedua, ketiga dan selanjutnya tersebut masih dapat dicantumkan dakwaan secara alternatif atau primer subsider.

21

(39)

Sedangkan pembuktian dakwaan campuran/ gabungan ini harus dilakukan terhadap setiap lapis dakwaan. Pembuktian masing-masing lapisan tersebut disesuaikan dengan bentuk lapisannya, yaitu apabila lapisannya bersifat subsidairitas, pembuktiannya harus dilakukan secara berurutan mulai lapisan teratas sampai lapisan yang dainggap terbukti. Akan tetapi, bila lapisannya terdiri dari sifat alternatif, pembuktiannya dapat langsung dilakukan terhadap dakwaan yang paling dianggap terbukti.

Sebagai contoh, perampokan yang disertai pembunuhan, pembakaran rumah dari yang dirampok yang maksudnya untuk menghilangkan jejak, lalu pembunuhan tersebut dilakukan dengan alat berupa senjata api yang tanpa memiliki izin dari yang berwenang.

Dalam hal ini susunan dakwaan disusun menjadi : Kesatu :

Primer, Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana). Subsider Pasal 338 KUHP (pembunuhan biasa).

Lebih subsider Pasal 355 ayat 2 KUHP (penganiayaan yang direncanakan dan mengakibatkan orangnya mati).

Lebih subsider lagi Pasal 354 ayat 2 KUHP (sengaja melukai berat orang lain yang mengakibatkan orangnya mati).

Lebih-lebih subsider lagi Pasal 351 ayat 3 (penganiayaan biasa yang mengakibatkan orangnya mati).

Kedua :

Primer Pasal 187 KUHP (sengaja membakar).

(40)

kebakaran). Ketiga :

Primer Pasal 365 KUHP (pencurian yang didahului atau disertai dengan kekerasan).

Subsider Pasal 363 KUHP (pencurian pada waktu malam atau yang dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih).

Keempat :

Primer Pasal 1 ayat 1 UU No. 12/Dst/ 1951 yo Pasal 55, 56 KUHP.

E. Hal-hal yang Diuraikan dalam Surat Dakwaan

Dalam KUHAP Pasal 143 hanya disebut hal yang harus dimuat dalam surat dakwaan ialah uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai delik yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat delik itu dilakukan.

Bagaimana cara menguraikan secara cermat dan jelas hal itu tidak ditentukan oleh KUHAP. Tentulah masalah ini masih tetap sama dengan kebiasaan yang berlaku sampai kini yang telah diterima oleh yurisprudensi dan doktrin.22

Dalam peraturan lama yaitu HIR pun demikian, cara penguraian diserahkan kepada yurisprudensi dan doktrin itu. Menurut J. E. Jonkers,sebagai dikutip oleh Andi Hamzah, yang harus dimuat ialah selain dari perbuatan

22

(41)

yang sungguh dilakukan yang bertentangan dengan hukum pidana juga harus memuat unsur-unsur yuridis kejahatan yang bersangkutan.23

Sesuai dengan itu, sebenarnya pada pemeriksaan pendahuluan itu telah dibuat suatu arah yang pasti menuju kepada pembuatan surat dakwaan. Di sinilah terbukti dengan jelas bahwa penyidikan dan penuntutan itu tidak dapat dipisahkan dengan tajam, hanya dapat dibedakan.

Ini berarti harus dibuat sedemikian rupa, sehingga perbuatan yang sungguh-sungguh dilakukan dan bagaimana dilakukan bertautan dengan perumusan delik dalam undang-undang pidana di mana tercantum larangan atas perbuatan itu. Pekerjaan ini tidaklah mudah, sehingga KUHAP telah memperingatkan supaya disusun dengan cermat dan jelas.

Perumusan dakwaan itu didasarkan pada hasil pemeriksaan pendahuluan di mana dapat diketemukan baik berupa keterangan terdakwa maupun keterangan saksi dan alat bukti yang lain termasuk keterangan ahli misalnya visum et repertum. Di situlah dapat ditemukan perbuatan sungguh-sungguh dilakukan (perbuatan materiel) dan bagaimana dilakukannya.

24

Pemeriksaan yang dilakukan oleh polisi dengan mencantumkan pasal undang-undang pidana yang menjadi dasarnya, tidak mengikat penuntut umum untuk mengikutinya. Penuntut umum dapat mengubah pasal undang-undang yang disebut oleh polisi itu untuk menyesuaikan dakwaan dengan fakta-fakta dan data dan menyusun dakwaan berdasarkan perumusan delik tersebut. Misalnya polisi mencantumkan Pasal 352 KUHP (penganiayaan ringan) dengan fakta-fakta dan data hasil pemeriksaan yang dibuat polisi dan visum

23

Ibid., hlm. 173. 24

(42)

et repertum, penuntut umum dapat mengubahpasal yang dicantumkan oleh polisi itu menjadi Pasal 351 KUHP (penganiayaan biasa), dan menyusun dakwaan sesuai unsur-unsur Pasal 351 tersebut.

Sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh yurisprudensi Mahkarnall Agung dalarn putusannya tanggal 28 Maret 1957, Reg No. 47/K Kr 1956, yang menyatakan:

"Yang menjadi dasar tuntutan Pengadilan ialah surat tuduhan (dakwaan), jadi bukan tuduhan (dakwaan) yang dibuat oleh polisi."

Sebagaimana disebutkan sebelumnya KUHAP menghendaki agar surat dakwaan itu disusun secara cermat, jelas dan sederhana, menurut bahasa yang mudah dimengerti oleh terdakwa, untuk memudahkan membela dirinya.

Walaupun seluruh unsur delik pada suatu perumusan harus dimuat dalam dakwaan masih dapat dilakukan penyederhanaan metode dakwaan itu. Keterangan singkat tentang perbuatan yang didakwakan bermanfaat secara praktis jika dilakukan penyederhanaan secara formil semua unsur delik yang disyaratkan dalam dakwaan.

Penunjukan kepada pasal-pasal undang-undang dapat member i keterangan terdakwa daripada penguraian perbuatan-perbuatan nyata. Suatu pembelaan yang baik bukan saja pent ing untuk mengetahui perbuatan yang mana yang didakwakan tetapi juga apa arti perbuatan itu menurut hukum pidana.

(43)

pidana mencari kebenaran materiel tidak tercapai.25

Bahagian yang tidak terbukti pada dakwaan tetapi tidak merupakan bagian inti atau unsur delik tidak perlu mengakibatkan dibebaskannya terdakwa

Pencantuman tempat dan waktu dalam dakwaan berlaku hal yang sama. Suatu dakwaan jelas ataukah tidak jelas (tidak kualitatif) adalah relatif dan hendaknya fAkurannya didasarkannya kepada keadaan konkret, yaitu apakah keadaan itu menunjukkan terdakwa dirugikan ataukah tidak. Jika terdakwa telah mengetahui apa sebab ia didakwa, maka halnya sudah memadai.

Meskipun terdakwa telah mengerti apa sebab ia didakwa, tentuk-bentuk dakwaan harus memenuhi syarat dan tidak dikaitkan dengan kepentingan terdakwa.

Oleh karena itu, menurut KUHAP, dakwaan sudah memadai jika waktu dan tempat terjadinya delik dan uraian secara cermat jelas dan lengkap delik (tindak pidana) yang didakwakan telah disebut, Kebiasaan penuntut umum menguraikan panjang lebar tentang latar belakang delik itu tidak perlu sama sekali. Bahkan dengan berbuat demikian, ia membuka arena lebih luas lagi, yaitu ia harus membuktikan pula hal-hal yang ditambahkan itu.

Hakim berpegang teguh kepada surat dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum akan menuntut agar semua bagian dalam dakwaan itu harus dapat dibuktikan.

25

(44)

Yang jelas dapat disimpulkan di sini ialah istflah-istilah yuridis yang kurang dipahami oleh umum harus dihindari, dalam rangka usaha supaya terdakwa betul-betul mengerti apa yang didakwakan kepadanya, dengan bahasa yang mudah dimengerti olehnya.

Jadi, perumusan delik yang ada dalam undang-undang tidak perlu, dihindari seluruhnya sepanjang sesuai dengan bahasa sehari-hari. Yang dihindari ialah istilah yuridis yang lain dari bahasa sehari-hari dan juga kualifikasi delik.

Di samping itu menurut Andi Hamzah, perumusan dakwaan tidak perlu mengikuti urutan unsur-unsur (bestanddelen) delik yang didakwakan.26

F. Pengubahan Surat Dakwaan

Telah disebutkan bahwa surat dakwaan harus disusun secara

cermat, jelas, dan lengkap mengenai perbuatan pidana yang didakwakan,

dengan ketentuan apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi maka surat dakwaan tersebut batal demi hukum (Pasal 143 ayat 3 KUHAP).

Namun, sifat khilaf adalah sifat yang secara manusiawi dapat hinggap pada setiap orang termasuk juga pada Jaksa Penuntut Umum yang menyusun surat dakwaan. Beruntunglah dalam hal ini undang-undang masih memberikan kelonggaran berupa kesempatan untuk 'mengubah surat dakwaan' apabila terjadi kekurangsempumaan dalam pembuatan surat dakwaan tersebut.

Tentu saja untuk pengubahan surat dakwaan tersebut tidak boleh

26

(45)

semaunya dan dilakukan sembarang waktu melainkan ada pembatasan atau syarat-syarat supaya pengubahan surat dakwaan itu dibenarkan oleh ketentuan perundang-undangan.

Adapun syaratnya ialah :

1. Pengubahan dilakukan oleh Penuntut Umum.

2. Pengubahan dilakukan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang.

3. Untuk tujuan penyempurnaan maupun untuk tidax melanjutkan tuntutannya.

Hal ini dapat dibaca pada Pasal 144 ayat 1 KUHAP yang berbunyi : "Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.”

Dari Pasal 144 ayat 1 ini jelas ditentukan bahwa pengubahan surat dakwaan itu hanya dapat dilakukan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang, dengan kata lain sesudah ada penetapan sidang dari Pengadilan pengubahan surat dakwaan tidak dibenarkan.

Namun apabila membaca ayat 2 dan 3 dari Pasal 144 KUHAP tersebut, masih diberi kelonggaran lagi berupa kesempatan lagi untuk mengubah surat dakwaan tersebut meskipun sudah ada penetapan sidang dari Pengadilan.

Adapun syaratnya yaitu :

1. Pengubahan itu hanya dapat dilakukan satu kali.

2. Selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.

(46)

kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik. Bunyi Pasal 144 ayat 2 dan 3 KUHAP adalah sebagai berikut:

Ayat 2 : Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.

Ayat 3: Dalam hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan ini

menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.

Dengan demikian apabila isi Pasal 144 tersebut diuraikan secara bebas kurang lebih menjadi sebagai berikut :

“Pada prinsipnya pengubahan surat dakwaan itu hanya boleh dilakukan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang namun apabila ternyata setelah Pengadilan menetapkan hari sidang, Penuntut Umum masih juga ingin mengubah surat dakwaannya maka pengubahan itu harus dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai, itu pun hanya diizinkan satu kali saja untuk pengubahan surat dakwaan tersebut dan bila demikian Penuntut Umum harus menyampaikan turunan pengubahan surat dakwaan itu kepada tersangka atau penasihat hukumnya dan penyidik.” 27

Mengenai masalah pengiriman turunan pengubahan surat dakwaan kepada tersangka dan penyidik adalah logis. Karena, pada waktu Jaksa Penuntut Umum melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan, dia sudah harus menyertakan surat dakwaannya dan turunan surat pelimpahan perkaranya beserta surat dakwaannya disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik (Pasal 134 ayat 4 KUHAP).28

27

A. Soetomo, op. cit., hlm. 25 28

(47)

BAB III

PERTIMBANGAN PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUAT

SURAT DAKWAAN SECARA TERPISAH

Di dalam hukum acara pidana secara garis besar tahapan-tahapan dalam hukum acara pidana dibagi dalam 5 (lima) tahapan, yaitu:

1. Tahap penyidikan (opsporing) dilaksanakan oleh penyidik;

2. Tahap penuntutan (vervolging) dilaksanakan oleh penuntut umum; 3. Tahap mengadili (rechtspraak) dilaksanakan oleh hakim:

4. Tahap melaksanakan putusan hakim (executie) dilaksanakan oleh jaksa; 5. Tahap pengawasan dan pengamatan putusan pengadilan dilaksanakan oleh

hakim pengadilan negeri.

Tahapan-tahapan tersebut merupakan suatu proses yang kait mengkait antara tahap yang satu dengan tahap selanjutnya yang dilaksanakan oleh subyek pelaksana hukum acara pidana, yang akhirnya bermuara pada tahap pemeriksaan terdakwa dalam persidangan pengadilan (tahap mengadili). Kemudian ketika terpidana berada dalam lembaga pemasyarakatan sebagai tahap mengawasi dan mengamati putusan pengadilan.

(48)

Dalam prakteknya proses penuntutan dibagi menjadi tahap pra-penuntutan dan tahap penuntutan. Akan tetapi hukum acara pidana indonesia yakni KUHAP sendiri memuat kedua tahap ini dalam satu bab saja, adapun bab itu adalah Bab Penuntutan (Bab XV).

a. Tahap pra-penuntutan.

Tahap pra-penuntutan dimulai saat penuntut umum menerima berkas perkara dari penyidik. Dalam waktu tujuh hari penuntut umum/jaksa harus menentukan apakah berkas perkara tersebut sudah lengkap. "Lengkap" artinya bukti-buktinya cukup dan berkasnya disusun menurut KUHAP.29 Kalau penuntut umum berpendapat berkasnya belum lengkap maka penuntut harus mengembalikannya kepada penyidik disertai dengan petunjuk-petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi. Dalam waktu empat belas hari penyidik harus menyelesaikan penyidikan tambahan itu sesuai dengan petunjuk-petunjuk penuntut umum. Sebaliknya, berkas perkara dianggap sudah lengkap dan penyidikan dianggap telah selesai apabila sejak penyerahan berkas tersebut penuntut umum tidak mengembalikannya kepada penyidik. Akan tetapi dalam tahap pra-penuntutan ini ternyata dapat menjadi permasalahan dalam praktik. Tidak ada suatu ketentuan dalam Undang-undang No.81 Tahun 1981 yang mengatur berapa kali berkas perkara bolak-balik antara penyidik dan penuntut umum dalam hal perkara tersebut menurut pandangan penuntut umum belum lengkap.30

29

R.M. Surakhman dan Andi Hamzah, Jaksa di Berbagai Negara : peranan dan

kedudukannya. Jakarta: Sinar Grafika, 1995. hlm. 35.

30

Moerad B.M, Pontang, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam

(49)

Sementara itu, dalam Pasal 30 (1) e dan penjelasannya Undang-undang tentang Kejaksaan RI (UU No. 16 Tahun 2004) memberi wewenang kepada kejaksaan melakukan penyidikan tambahan, tetapi penyidikan tersebut terbatas pada perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, atau dapat meresahkan masyarakat, dan atau dapat membahayakan keselamatan negara; di samping itu, penyidikan tambahan tersebut harus diselesaikan dalam waktu empat belas hari dan juga tidak dilakukan terhadap tersangka serta memegang prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik.

b. Tahap penuntutan.

Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan. Apabila penuntut umum berpendapat bahwa penuntutan dapat dilakukan, ia dalam waktu secepatnya akan membuat surat dakwaan. Menurut Pasal 1 butir 7 KUHAP penuntutan adalah "tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pcngadilan".

(50)

kepada : Tersangka, Keluarga Tersangka, Penasehat Hukum Tersangka, Pejabat Rutan, Penyidik dan Hakim.

Di samping itu Pasal 137 KUHAP menyatakan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan tcrhadap siapa saja yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dengan melimpahkan perkaranya ke pengadilan. Wewenang eksklusif penuntutan ini sudah lama dijalankan sejak zaman penjajahan Belanda. Oleh karena itu, adalah tugas jaksa untuk memonitor langkah-langkah penyidikan.31

A. Surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan perkara pidana

Jadi wewenang menentukan apakah akan menuntut atau tidak menuntut bukan diberikan kepada polisi, melainkan kepada jaksa.

Rumusan surat dakwaan haruslah sejalan dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan merupakan surat dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa menuntut terdakwa. Misalnya, dari hasil dan kesimpulan pemeriksaan penyidikan jelas secara murni terdakwa diperiksa melakukan perbuatan "penipuan" berdasarkan Pasal 378 KUHP. Kemudian dari hasil pemeriksaan penyidikan tersebut penuntut umum merumuskan surat dakwaan "pencurian" berdasarkan Pasal 362 KUHP. Dalam contoh ini rumusan surat dakwaan sudah jauh menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan. Apabila penyimpangan yang seperti ini diperkenankan dalam pelaksanaan penegakan hukum, kita telah menghalalkan penuntut umum berbuat sesuka hati mendakwa seseorang atas sesuatu yang tidak pernah dilakukannya.

31

(51)

Keleluasaan yang demikian tidak dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis, dan dapat dianggap merupakan penindasan kepada terdakwa. Jika seandainya terdakwa menjumpai perumusan surat dakwaan yang jauh menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan, terdakwa dapat mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan dimaksud. Demikian juga hakim, apabila menjumpai rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan, dapat menyatakan surat dakwaan "tidak dapat diterima" atas alasan isi rumusan surat dakwaan "kabur" atau obscuur libel, karena isi rumusan surat dakwaan tidak senyawa dan tidak menegaskan secara jelas fakta tindak pidana yang ditemukan dalam pemeriksaan penyidikan dengan apa yang diuraikan dalam surat dakwaan.

Apabila pengadilan menerima pelimpahan berkas perkara, seharusnya pihak pengadilan meneliti secara saksama apakah surat dakwaan yang diajukan tidak menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan. Dan tentang menyimpang atau tidaknya rumusan surat dakwaan dengan hasil pemeriksaan penyidikan dapat diketahui hakim dengan jalan menguji rumusan surat dakwaan dengan berita acara pemeriksaan penyidikan.32

Hal yang penting diperhatikan tentang fungsi surat dakwaan dalam pemeriksaan sidang pengadilan bahwa fungsi surat dakwaan dalam sidang pengadilan merupakan landasan dan titik tolak perneriksaan terdakwa. Berdasarkan rumusan surat dakwaan dibuktikan kesalahan terdakwa. Pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Jika surat dakwaan berisi tuduhan melakukan perampokan pada malam hari

32

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyidikan

(52)

dengan mempergunakan senjata yang didahului dengan pembongkaran dan penembakan, maka nantinya sepanjang ruang lingkup itulah sebagai batas-batas pemeriksaan dalam persidangan. Sudah seharusnya persidangan tidak boleh melakukan pemeriksaan terhadap kejahatan dan keadaan lain diluar apa yang didakwakan. Itulah sebabnya undang-undang mewajibkan penuntut umum menyusun rumusan surat dakwaan yang jelas, supaya mudah mengarahkan jalannya pemeriksaan sidang.

Cara dan arah pemeriksaan dalam persidangan harus melingkupi semua pihak, apakah hakim yang memimpin persidangan, penuntut umum yang bertindak sebagai penuntut, terdakwa maupun penasihat hukum yang berperan sebagai pendamping terdakwa, mesti terikat pada rumusan surat dakwaan. Menyimpang dari itu, dianggap sebagai kekeliruan dan perkosaan kepada usaha penegakan hukum serta mengakibatkan perkosaan kepada diri terdakwa karena kepadanya dilakukan pemeriksaan mengenai sesuatu yang tidak didakwakan kepadanya.

(53)

tanggal 16 Desember 1976 No. 68 K/KR/1973, yang menyatakat "Putusan pengadilan harus berdasarkan pada tuduhan, yang dalam hal ini berdasarkn Pasal 315 KUHP, walaupun kata-kata yang tertera dalam surat tuduhan lebih banyak ditujukan pada Pasal 310 KUHP".33

1. Bagi Penuntut Umum.

Diharapkan pemeriksaan sidang tidak menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan, yang dapat mengakibatkan pemeriksaan dan pertimbangan putusan menyimpang dari apa yang dimaksudkan dalam surat dakwaan, maka untuk mencapai keadaan itu, sebenarnya diperlukan kesadaran hak dan kewajiban dari masing-masing penegak hukum.

Dengan demikian dapat daimabil kesimpulan bahwa arti pentingnya surat dakwaan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam sidang pengadilan adalah sebagai berikut:

Surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara ke pengadilan dan juga dasar untuk pembuktian dan pembahasan juridis dalam tuntutan pidana (requsitoir); dasar untuk rnelakukan upaya hukum.

2. Bagi Terdakwa/Penasihat Hukum

Surat dakwaan merupakan dasar untuk melakukan pembelaan dengan menyiapkan bukti-bukti kebalikan terhadap apa yang didakwakan oleh penuntut umum.

3. Bagi Hakim

Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan di persidangan dan pedoman untuk mengambil keputusan yang akan dijatuhkan.

33

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 287 ayat (1) KUHP yang berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui atau sepatutnya

Peningkatan pemakain air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) khususnya bagi pelanggan dari golongan rumah tangga yang merupakan pelanggan terbesar Perusahaan Daerah

atau melakukan usaha tertentu dengan harapan mendapat imbalan di jalan, trotoar, jalur hijau, taman atau tempat umum kecuali diizinkan Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

[r]

Angket dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pola berpikir positif siswa pada matematika dan motivasi belajar siswa pada matematika, yaitu apakah siswa berpikir positif

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 tentang Pelanggaran Berat dan Pelanggaran Hukum dan Kebiasaan Perang dari Konven- si Jenewa 1949 yang menyatakan bahwa:.

Dalam hal memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian

Sysikh Abdul Muhammad Abdussalam Thawilah, Panduan Berbusana Islami Penampilan sesuai Tuntunan Al-Quran dan Sunnah , (Jakarta: Almahira, 2003), hlm.. 19 untuk menutupi