• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Kota Medan"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI

KAWASAN KOTA MEDAN

BERKAT FANGATULO GULO

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERISTAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI

KAWASAN KOTA MEDAN

SKRIPSI

Disusun Oleh:

BERKAT FANGATULO GULO 041201002/Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERISTAS SUMATERA UTARA

(3)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI

KAWASAN KOTA MEDAN

SKRIPSI

Oleh:

BERKAT FANGATULO GULO 041201002/Manajemen Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERISTAS SUMATERA UTARA

(4)
(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Kota Medan

Nama : Berkat Fangatulo Gulo

NIM : 041201002

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Nurdin Sulistiyono, S. Hut, M.Si) (Ir. Nurdin Asyhari, M.Si)

Ketua Anggota

Diketahui Oleh:

Ketua Departemen Kehutanan

(Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS) NIP: 132 287 853

(6)
(7)

ABSTRAK

BERKAT FANGATULO GULO. Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Kota Medan. dibimbing oleh Nurdin Sulistiyono dan Nurdin Asyhari.

Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi metropolitan. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-hijau telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya polusi udara, dan meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas dan krisis sosial), menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena terbatasnya ruang publik yang tersedia untuk interaksi sosial. Kota Medan yang merupakan ibu kota Propinsi Sumatera Utara dan juga sebagai pintu gerbang Indonesia bagian Barat. Pertumbuhan kota yang pesat ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan. Begitupula halnya dengan populasi ternak. Kepadatan aktivitas sehari-hari harus didukung dengan kebutuhan akan kendaraan bermotor, sehingga jumlahnya pun menjadi indikasi semakin pesatnya perkembangan suatu kota, seperti Kota Medan. Luasan RTH Kota Medan berdasarkan existing condition 2006 adalah sebesar 9865.76 ha dari luas total wilayah sebesar 26,510 Ha atau sebesar 37,72 %. Luasan RTH Kota Medan yang optimal berdasarkan Inmendagri No.14 Tahun 1988 sebesar 40% adalah 10,604.0 ha, sedangkan berdasarkan pendekatan Geravkis kebutuhan oksigen pada tahun 2008 adalah sebesar 28,003.5 ha. Kekurangan RTH di Kota Medan pada tahun 2008 dapat diantipasi dengan menanam pohon sebanyak 692,303 masing-masing 3-4 orang/batang dengan asumsi jarak tanam 5x5 m, didasarkan pada pendekatan Geravkis kebutuhan oksigen.

(8)

ABSTRACT

BERKAT FANGATULO GULO. The Analysis of Urban Green Space in Kota Medan. Under Supervision of Nurdin Sulistiyono and Nurdin Asyhari.

Nowadays, world movement so faster than before, signed by most village became a city, and city became a modern city (metropolitan). Reduction of quantity and quality of public open spaces in the city, like urban green space or non-urban green space caused decreasing environment in the city, such as flood, highly air pollution and criminal act as often as happen. Kota Medan is a mother city of North Sumatra Province and gate city in Western of Indonesia. Higly increasing of resident in the city signed growing a city. Also growth of livestock. Daily movement in the city supported by much vechicle, so its amount become developing of city indication, like Kota Medan. Total of urban green space in Medan based on existing condition in 2006 is 9865.76 ha from 26,510 ha that total Medan region or 37,72 %. Total optimum of urban green spcace in Medan based on Inmendagri No.14 Tahun 1988 about 40% are 10,604.0 ha, while based on Geravkis the need of oxigen in 2008 are 28,003.5 ha. Lack of urban green space in Kota Medan in 2008 can be solved by planting 692,303 trees, each tree can be planted by 3-4 peoples with assumption of plant gap 5x5 m.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Gunungsitoli pada tanggal 7 Agustus 1986 dari

pasangan Bapak. T.S. Gulo dan Ibu S. Maru’ao, anak ke tiga dari empar

bersaudara.

Lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Gunungsitoli tahun 1998, pada

tahun 2001 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Gunungstoli,

dan pada tahun 2004 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1

Gunungsitoli. Melalui jalur seleksi Penyaluran Minat dan Prestasi (PMP) tahun

2004 oleh Universitas Sumatera Utara (USU), penulis melanjutkan studinya di

Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Pertanian (S1).

Penulis selama studinya aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan

Mahasiswa Sylva (HIMAS) dan Kelompok Mahasiswa Kristen (KMK)

Departemen Kehutanan. Prestasi yang pernah diraih diantaranya menjadi asisten

mata kuliah Geodesi dan Kartografi, asisten mata kuliah Inventarisasi Hutan,

asisten mata kuliah Penafsiran Potret Udara, juara pertama lomba karya tulis

Dinas Penataan Ruang Kota Medan 2006 tingkat mahasiswa, finalis Lomba Karya

Tulis Mahasiswa (LKTM) Tingkat USU Bidang Sosial 2007, finalis Aplaus Abdi

Mahakarya (AAM) Medan 2007.

Penulis melakukan Kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan

(P3H) di Tanjung Balai Asahan Sumatera Utara dan kegiatan Praktek Kerja

(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat_Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Kota Medan.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan yang diberikan berupa dukungan dan bimbingan, sehingga dalam penelitian dan penulisan skripsi ini dapat dirampungkan. Olehnya penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayahanda T.S. Gulo dan Ibunda S. Maru’ao yang amat saya sayangi, karena kasih dan bimbingan orangtua yang tiada habis dan tidak terbalaskan bagi ananda.

2. Mbak Herna dan Mbak Aniek serta adik Vivin yang terus memberikan semangat dan dukungannya buat saya.

3. Bpk. Nurdin Sulistiyono, S. Hut., M.Si. dan Bpk. Ir. Nurdin Asyhari, M.Si., selaku komisi pembimbing.

4. Ketua Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara beserta staf dan pegawai.

5. Pimpinan dan staf Dinas Pertamanan Kota Medan yang membantu penulis selama menyelesaikan penelitian ini.

(12)

7. Teman-teman saya yang selalu memberi dukungan Ade, Deni, Elyska, Jeny, Lamria, Mahar, Mia, Fatihulbar, Norbut, Odi, Susi, dan semua mahasiwa kehutanan USU.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, demi kesempurnaan skripsi. Akhir kata kiranya skripsi ini bermanfaat bagi kita. Terimakasih.

Medan, Desember 2008

(13)

DAFTAR ISI

Ruang Terbuka Hijau Kota Medan ... 13

Penginderaan Jauh ... 15

Sitem Satelit ... 16

Satelit Landsat ... 16

Analisis Citra Landsat ... 18

Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida ... 20

Sistem Informasi Geografis ... 21

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 24

Bahan dan Alat ... 24

Metode ... 25

Pengumpulan Data ... 25

Analisis Citra dengan SIG ... 25

Pengambilan Data Lapangan ... 30

Klasifikasi Citra ... 30

(14)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data ... 37

Interpretasi Citra ... 38

Cek Lapangan ... 39

Analisa Citra ... 41

Analisis Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14 tahun 1988 .. 44

Analisa Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 52

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jenis, Fungsi, dan Tujuan Pembangunan RTH ... 11

2 Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Jenis Kelamin 1996-2006 ... 34

3 Produksi Daging Menurut Jenis Ternak (Kg) ... 34

4 Jumlah Penyaluran Bahan Bakar Minyak Menurut Jenis ... 35

5 Luasan Kecamatan di Kota Medan Berdasarkan Pengolahan Secara Digital ... 37

6 Hasil Analisis Akurasi Klasifikasi Citra Landsa TM Tahun 2006 dengan layer 543 ... 42

7 Luasan Penggunaan Lahan Setiap Kecamatan di Kota Medan (Ha) ... 43

8 Data Kebutuhan RTH Kota Medan Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988 ... 45

9 Ketercukupan Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988 dengan Exisiting Condition Kawasan Hijau ... 46

10 Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Geravkis Kebutuhan Oksigen di Kota Medan ... 47

11 Ketercukupan RTH Kota Medan Berdasarkan Inmendagri No.14/88 dan Geravkis Kebutuhan Oksigen dibandingkan dengan Existing Condition RTH di Kota Medan ... 48

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Proses Interpretasi Citra ... 19

2 Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan ... 27

3 Peta Kecamatan di Kota Medan ... 36

4 Peta RTH Kota Medan beserta Titik Ground Check di Lapangan ... 40\

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Data Kebutuhan RTH Kota Medan Berdasarkan Pendekatan Geravkis Kebutuhan Oksigen

(18)

ABSTRAK

BERKAT FANGATULO GULO. Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Kota Medan. dibimbing oleh Nurdin Sulistiyono dan Nurdin Asyhari.

Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi metropolitan. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-hijau telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya polusi udara, dan meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas dan krisis sosial), menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena terbatasnya ruang publik yang tersedia untuk interaksi sosial. Kota Medan yang merupakan ibu kota Propinsi Sumatera Utara dan juga sebagai pintu gerbang Indonesia bagian Barat. Pertumbuhan kota yang pesat ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan. Begitupula halnya dengan populasi ternak. Kepadatan aktivitas sehari-hari harus didukung dengan kebutuhan akan kendaraan bermotor, sehingga jumlahnya pun menjadi indikasi semakin pesatnya perkembangan suatu kota, seperti Kota Medan. Luasan RTH Kota Medan berdasarkan existing condition 2006 adalah sebesar 9865.76 ha dari luas total wilayah sebesar 26,510 Ha atau sebesar 37,72 %. Luasan RTH Kota Medan yang optimal berdasarkan Inmendagri No.14 Tahun 1988 sebesar 40% adalah 10,604.0 ha, sedangkan berdasarkan pendekatan Geravkis kebutuhan oksigen pada tahun 2008 adalah sebesar 28,003.5 ha. Kekurangan RTH di Kota Medan pada tahun 2008 dapat diantipasi dengan menanam pohon sebanyak 692,303 masing-masing 3-4 orang/batang dengan asumsi jarak tanam 5x5 m, didasarkan pada pendekatan Geravkis kebutuhan oksigen.

(19)

ABSTRACT

BERKAT FANGATULO GULO. The Analysis of Urban Green Space in Kota Medan. Under Supervision of Nurdin Sulistiyono and Nurdin Asyhari.

Nowadays, world movement so faster than before, signed by most village became a city, and city became a modern city (metropolitan). Reduction of quantity and quality of public open spaces in the city, like urban green space or non-urban green space caused decreasing environment in the city, such as flood, highly air pollution and criminal act as often as happen. Kota Medan is a mother city of North Sumatra Province and gate city in Western of Indonesia. Higly increasing of resident in the city signed growing a city. Also growth of livestock. Daily movement in the city supported by much vechicle, so its amount become developing of city indication, like Kota Medan. Total of urban green space in Medan based on existing condition in 2006 is 9865.76 ha from 26,510 ha that total Medan region or 37,72 %. Total optimum of urban green spcace in Medan based on Inmendagri No.14 Tahun 1988 about 40% are 10,604.0 ha, while based on Geravkis the need of oxigen in 2008 are 28,003.5 ha. Lack of urban green space in Kota Medan in 2008 can be solved by planting 692,303 trees, each tree can be planted by 3-4 peoples with assumption of plant gap 5x5 m.

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi metropolitan. Pembangunan di sana-sini seperti perumahan dan pendirian kawasan industri membuat wajah kota semakin sempit dan penuh sesak. Tidak dapat disangkal iklim kota menjadi sangat panas dan gerah dengan bangunan-bangunan yang tanpa ada ruang terbuka hijau, seperti taman kota.

Dampak dari semakin pesatnya pembangunan di perkotaan meyebabkan polusi dan mobilitas penduduk yang sangat tinggi, yang jika tidak ditangani maka akan menimbulkan dampak yang lebih serius yaitu pemanasan global (global warming). Alih fungsi lahan sangat berperan dalam ruang terbuka hijau kota yang

semakin berkurang, dimana ruang terbuka hijau kota tersebut menurut Fandeli dkk (2004) merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung.

(21)

Kecenderungan terjadinya penurunan kualitas ruang terbuka publik, terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung, luasan RTH telah berkurang dari 35% pada awal tahun 1970an menjadi kurang dari 10% pada saat ini. RTH yang ada sebagian bersar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan seperti jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan kawasan permukiman baru. Jakarta dengan luas RTH sekitar 9 persen, saat memiliki rasio RTH per kapita sekitar 7.08 m2, relatif masih lebih rendah dari kota-kota lain di dunia (Dirjen PU, 2007).

Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk (1) mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia (2) Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat (3) Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 24 Tahun 1992).

(22)

budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Inmendagri No. 14 Tahun 1988).

Pembangunan yang terintegrasi tidak saja memikirkan satu aspek saja seperti ekonomi atau sosial, tetapi segala aspek diperhatikan termasuk lingkungan. Pembangunan era sekarang tidak saja melihat keuntungan ekonomi tetapi keuntungan ekologi juga harus diperhatikan. Pembangunan kota tidak saja mementingkan pembangunan gedung-gedung dan kawasan industri tetapi kegiatan penghijauan kota juga diperhatikan sehingga pembangunan kota harus direncanakan dengan terarah dan terpadu. Dalam mencapai hal ini sarana dan media diperlukan agar pelaksanaannya baik.

Kota Medan yang merupakan ibu kota Propinsi Sumatera Utara dan juga sebagai pintu gerbang Indonesia bagian Barat, dengan jumlah penduduk 1.909.700 jiwa dengan luas wilayah 26.500 Ha, dimana perkembangan hutan kota di Medan dimulai sejak tahun 1980 yang meliputi pembangunan dan pemeliharaan taman, jalur hijau, kebun dan perkarangan serta hutan kota. Hutan kota sendiri merupakan kawasan di dalam kota yang didominasi oleh berbagai jenis pohon yang berfungsi sebagai paru-paru kota dan juga sebagai plestarian berbagai jenis tumbuhan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami (Dinas Pertamanan Kota Medan, 2003).

(23)

Begitupula halnya dengan populasi ternak besar, kecil dan unggas yang terus bertambah dari tahun ke tahun, sebagai dampak dari besarnya permintaan penduduk yang besar. Kepadatan aktivitas sehari-hari harus didukung dengan kebutuhan akan kendaraan bermotor, sehingga jumlahnya pun menjadi indikasi semakin pesatnya perkembangan suatu kota, seperti Kota Medan.

Hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota, keberadaannya memiliki makna mengamankan ekosistem alam yang besar pengaruhnya terhadap eksistensi dan kelangsungan hidup kota itu sendiri. Manfaat keberadaan hutan kota yaitu untuk memperbaiki lingkungan dan menjaga iklim, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota serta mendukung pelestarian plasma nutfah dan aspek lainnya, sehingga pembangunan dapat berjalan seiring sejalan dengan aspek kelestarian lingkungan. Pendekatan pembangunan hutan kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan parsial yakni menyisihkan sebagian dari kota untuk kawasan hutan kota (Dahlan, 2004). Salah satu metoda yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan persentase luas (Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988). Persentase luas yang dipakai menjadi acuan adalah 40 % dari luas wilayah adalah kawasan hijau. Luasan per kapita yang digunakan adalah kebutuhan ruang terbuka hijau masyarakat yaitu 40 meter persegi/jiwa (Iverson et. al. 1993).

(24)

menggunakan sistem berbasis komputer menjadikan SIG sebagai teknologi yang memebrikan kemudahan dan pemahamn yang baik bagi setiap perencana yag menggunakannya.

SIG akan mempermudah dalam perhitungan ruang terbuka hijau ideal kawasan Kota Medan sebagai bagian dari pembangunan kota yang terintegrasi.

Rumusan Masalah

Perkembangan Kota Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia telah merambah dalam segala aspek pembangunan. Pembangunan yang begitu cepat telah menghadirkan wajah kota yang padat dengan bangunan-bangunan tinggi bahkan pencakar langit beserta industrinya yang terintegrasi dengan sosial budaya masyarakatnya.

Kota Medan menuju kota yang BESTARI (Bersih, Tertib, Aman, Rapi dan Indah) membutuhkan ruang terbuka hijau atau taman-taman kota yang berada di tengah-tengah kota, sepanjang jalan maupun tempat pemakaman. Pertambahan penduduk yang besar telah menuntut ruang yang besar sebagai tempat pemukiman beserta sarana dan prasarananya, sehingga alih fungsi lahan termasuk ruang terbuka hijau tidak dapat dihindarkan.

(25)

Adanya ruang terbuka hijau di perkotaan dapat dijadikan sebagai salah satu idikator kondisi lingkungan. Faktor lingkungan di perkotaan pada dasarnya sangat erat dengan masalah pencemaran. Apabila usaha pengendalian pencemaran dilakukan dengan konsep pembangunan hutan kota, maka cemaran CO2 merupakan kriteria yang harus digunakan sebagai standar. O2 merupakan parameter yang sangat erat kaitannya dengan CO2 dalam produksi biomassa pohon. Oleh karenannya jumlah kebutuhan O2 manusia, jumlah kebutuhan O2 ternak, dan jumlah kebutuhan O2 kendaraan bermotor dapat dijadikan indikator penentuan luas hutan kota yang ideal pada Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menghitung luas ruang terbuka hijau yang tersebar di Kota Medan menggunakan Sistem Informasi Geografi dengan memanfaatkan citra satelit Landsat TM tahun 2006.

2. Menghitung luas ruang terbuka hijau di Kota Medan dengan menggunakan jumlah kebutuhan O2 manusia, jumlah kebutuhan O2 ternak, dan jumlah kebutuhan O2 kendaraan bermotor, sebagai parameter yang erat kaitannya dengan CO2 dalam produksi biomassa pohon.

(26)

Manfaat Penelitian

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Ruang Terbuka Hijau

Menurut Permen Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 ruang terbuka hijau kawasan perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhsn dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Sedangkan oleh Fandeli (2004) menyatakan ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung, yang terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004).

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.

(28)

rekreasi dan kegunaan khusus lainnya (Djaiz dan Novian, 2000). Sedangkan oleh Fandeli dkk (2004) hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota.

Secara umum bentuk hutan kota adalah:

1. Jalur Hijau. Jalur Hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan. 2. Taman Kota. Taman Kota diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata

sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah.

3. Kebun dan Halaman. Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halamanbiasanya dari jenis yang dapat menghasilkan buah.

4. Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dankebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota.Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baikdalam negeri maupun luar negeri.

5. Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasanhutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawanakan abrasi air laut (Dahlan, 1992).

Fungsi ruang terbuka hijau adalah:

1. Sebagai areal perlindungan berlangaungnya fungsi ekosistem dan keserasian peyangga kehidupan.

(29)

3. Sebagai sarana rekreasi.

4. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara termasuk limbah cair yang dihasilkan manusia.

5. Sebagai sarana pendidikan maupun penelitian serta penyuluha bagi masyarakat untuk mebentuk kesadaran lingkungan.

6. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah.

7. Sebagai sarana untuk mempengaruhi maupun memperbaiki iklim mikro.

8. Sebagai pengatur tata air karena dapat menyimpan air tanah 900 m3/tahun/hektar dan mampu mentransfer 4000 liter air/hari/hektar yang berarti dapat mengurangi suhu udara 50-80C.

9. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah yang rusak akibat pembangunan maupun bencana alam.

10.Sebagai sumber oksigen sebesar 0,6 ton/hektar/hari yang cukup untuk konsumsi 1500 jiwa.

11.Sebagai peredam kebisingan sekitar 25%-80%.

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari ruang terbuka hijau antar lain adalah:

1. Memberikan kesegaran, kenyaman dan keindahan lingkungan. 2. Memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota.

(30)

Tabel 1. Jenis, Fungsi, dan Tujuan Pembangunan RTH (Purnomohadi, 2001)

Jenis RTH Fungsi Lahan Tujuan Keterangan

Taman Kota

aktif dan pasif, nuansa

rekreatif, terjadinya

Pertanian Kota Produksi, Estetika,

Pelayanan

Publik (umum)

Kenyamanan spasial,

visual, audial dan thermal,

ekonomi.

Peningkatan produktivitas

budidaya tanaman

pertanian.

(31)

Kota/

Perhutanan

Pendidikan,

Produksi

penyangga lingkungan

kota, wisata alam, rekreasi,

produksi hasil ‘hutan’:

Pelestarian SD-air, flora &

fauna (budidaya ikan air

tawar).

elemen khusus Kota Besar,

Kota Madya.

Taman Purbakal Konservasi, Preservasi,

Rekreasi

Reservasi, perlindungan

situs, sejarah – national

character building.

‘Bangunan’ sebagai

elemen taman.

Jalur Hijau Pengamanan

Keamanan Penunjang iklim mikro,

thermal, estetika.

Pengaman: Jalur

lalu-lintas, Rel KA, jalur listrik

tegangan tinggi, kawasan

lahan terbatas, mampu

memenuhi kebutuhan

keluarga secara berkala

(32)

Ruang Terbuka Hijau Kota Medan

Menurut Dinas Pertamanan Kota Medan (2003), beberapa kebijakan umum dalam mewujudkan ruang terbuka hijau adalah sebagai berikut:

1. Pengadaan ruang terbuka hijau pada kawasan yang secara alami/peka dan dapat menimbulkan dampak yang luas, seperti daerah pantai, resapan air, penanaman listrik tegangan tinggi dan sebagainya.

2. Mengusahakan secara maksimal alternatif tata guna lahan untuk mencapai tujuan diadakannya ruang terbuka hijau dalam menunjang kelestarian lingkungan.

3. Mengusahakan agar pembangunan yang dilakukan sesuai dengan standard perencanaan untuk memperoleh ruang terbuka hijau serba guna, perpetakan ruang-ruang parkir, ruang-ruang antar bangunan dan sebagainya.

4. Melaksanakan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan untuk tercapainya lingkungan hijau lebih merata secara ketat.

Kerberadaan ruang terbuka hijau di kota Medan terdiri atas:

1. Taman kota merupakan salah satu kawasan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan yang lengkap dengan segala fasilitasnya. Permintaan akan kebutuhan masyarakat untuk tempat rekreasi baik aktif maupun pasif menuntut keberadaan taman kota yang bersih, indah dan nyaman yang dapat menimbulkan ketentraman dan keindahan kota.

(33)

3. Taman perkantoran. Perkotaan di daerah pemukiman yang cukup baik umumnya memiliki halaman yang cukup luas. Halaman ini bila ditata dengan baik maka akan dapat menjadi taman yang sangat indah. Dengan adanya taman yang indah akan menciptakan suasana yang nyaman dan segar bagi perkantoran itu sendiri maupun para pekerja di dalamnya. Selain itu taman tersebut dapat menahan debu-debu yang beterbangan di sekitar wilayah perkantoran.

4. Taman rumah adalah taman yang letaknya di pekarangan rumah tingga. Taman ini biasanya dibuat oleh penghuni rumah. Fungsi dari taman rumah adalah sebagai penambah keindahan rumah itu sendiri

a. Berm jalan merupakan jalur hijau yang dapat dijumpai di media jalan atau di tengah jalan untuk jalan raya atau jalan dua arah maupun di kanan kiri jalan. Sering juga dijumpai jalan yang kanan kirinya telah dibuat jalur khusus untuk pejalan kaki masih juga ditanami pohon-pohon.

b. Daerah aliran sungai. Penghijaun di daerah sungai bermanfaat untuk menguatkan tebing sungai. Sungai yang ditanami pepohonan akan terlihat rapi dan indah sehingga dapat dijadikan tempat rekreasi dan menciptakan pemandangan yang asri bagi yang melintas di sepanjang sungai tersebut (Dinas Pertamanan Kota Medan, 2003).

(34)

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh infomasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan manganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillessand dan Kiefer, 1990). Sedangkan oleh Janssen dan Huurneman (2001) mendefenisikannya sebagai informasi yang diperoleh dari data visual yang mewakili sebagian dari permukaan bumi.

Dalam proses pengideraan jauh (remote sensing) melibatkan tujuh elemen penting, yaitu:

1. Sumber energi yang menyediakan energi elektromagnetik ke target interes. 2. Radiasi dan atmosfer yang merupakan perjalanan energi dari sumber ke

targetnya dan sebaliknya. Energi mengalami kontak dengan target dan berinteraksi dengan atmosfer yang dilewatinya.

3. Interaksi denga target.

4. Perekaman enrgi oleh sensor.

5. Transmisi, penerimaan dan pemrosesan oleh stasiun pengolahan dan data diolah menjadi citra (hardcopy atau digital).

6. Interpretasi dan analisis yang mengelolah citra dengan interpretasi secara visual atau digita; untuk mengektrasi informasi tentang target.

7. Aplikasi yaitu pengaplikasian informasi tentang target untuk pemecahan masalah (Howard, 1996).

(35)

pengideraan jauh. Sebagian sensor dapat mendeteksi energi yang diemisikan bumi (Janssen dan Huurneman, 2001).

Sistem Satelit

Penerapan satelit penginderaan jauh dalam bidang kehutana secara efektif dimulai dengan diluncurkannya Teknologi Sumberdaya Bumi Amerika Serikat (Earth Resources Tecnological Sattelite/ERTS1) pada tahun 1972, yang kemudian diberi nama Lansat (Howard, 1996).

Dalam pemilihan citra untuk kegiatan penelitian maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Resolusi spektral, merupakan interval panjang gelombang khusus pad spectrum elektromagnetik yang direkam sensor.

2. Resolusi spasial merupakan ukuran yang terkecil dari obyek yang dapat dibedakan oleh sensor atau ukuran daerah yang dapat disajikan oleh setiap piksel.

3. Resolusi radiometrik yang ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang dimungkinkan pada setiap band

4. Resolusi temporal yang ditujukkan dengan seringnya citra merekam suatu daerah yang sama (Riswan, 2002).

Satelit Landsat

(36)

landsat antara lain Return Beam Vidicom (RBV), camera sistem, Multi Spektral Scanner (MSS) Sistem, dan Thematyc Mapper (TM). Sensor yang paling popular

adalah MSS dan yang paling mutakhir adalah TM (Riswan, 2002).

Thematic Mapper merupakan salah satu jenis sensor penginderaan jauh

satelit. Memiliki alat scanning mekanis yang merekam data dengan cara scanning permukaan bumi dalam jalur-jalur (baris), 6 baris secara simultan (six-line scan). Thematic Mapper juga mempunyai resolusi spektral (7 band), spatial (30 m x 30

m) dan radiometrik (8 bit) yang lebih baik (Jaya, 2002). Karakteristik dari Landsat Thematic Mapper adalah sebagai berikut:

1. Band 1, (0,45 – 0,52 μm dirancang untuk penetrasi air, sehingga bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Juga berguna untuk membedakan tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan konifer.

2. Band 2, (0,52 – 0,60 μm),rirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegtasi guna penilaian ketahanan.

3. Band 3, (0,63 – 0,69 μm), saluran absorpsi yang penting untuk diskriminasi vegetasi.

4. Band 4, (0,76 – 0,90 μm), bermanfaat untuk menetukan kandungan bimasa dan untuk deliniasi tubuh air.

5. Band 5, (1,55 – 1,75 μm), menunjukkan kandungan kelembapan vegetasi dan kelembapan tanah. Juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan. 6. Band 6, (10,40 – 12,50 μm), saluran inframerah termal yang penggunaannya

(37)

7. Band 7, (2,08 – 2,35 μm), saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal (Lo, 1996).

Analisis Citra Lansat

Dalam melakukan analisis citra, dapat dilakukan secara digital dan visual. Howard (1996) mendefenisikan analisis citra visual sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk tujuan identidikasi obyek. Analisis visual menunjuk pada kemampuan pandang binokuler yang dimiliki oleh mata manusia.

Pada dasarnya intepretasi citra terdiri dari dua proses yaitu proses perumusan idenstitas obyek dan elem yang dideteksi pada citra dan proses untuk menemukan atri pentignya obyek dan elemn tersebut. Sedangkan unsur-unsur interpretasi citra terdiri dari: rona dan warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, asosiasi dan konvergensi bukti (Lo (1976) dalam Sutanto (1994).

Oleh Umali (1973) dalam Sutanto (1994) menyatakan bahwa setiap wujud pada citra mula-mula tampak melalui rona dan tau warnanya. Penafsir citra mulai dengan mendeteksi rona atau warna pada citra. Ia menarik garis batas bagi kelompok wujud yang rona atau warnanya sama dan memisahkan dari yang lain. proses ini disebut analisis citra. Sedangkan interpretasi citra terdiri dari pengenalan jenis obyek dan polanya.

(38)

Gambar 1. Diagram Proses Interpretasi Citra Menurut Lo (1976) dalam Sutanto (1994)

Interpretasi Citra

5. Teorisasi

Menyusun teori atau

menggunakan teori yangada pad disiplin yang bersangkutan

2. Merumuskan identitas obyek dan elemen

Berdasarkan karakteristik citra seperti rona, warna, pola, tekstur, situs, bentuk dan ukuran

1. Deteksi

4. Klarifikasi

Melalui serangkain keputusan, evaluasi, dsb berdasarkan kriteria yang ada

(39)

Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida

Vegetasi juga mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem, apalagi jika kita mengamati pembangunan yang meningkat di perkotaan yang sering kali tidak menghiraukan kehadiran lahan untuk vegetasi. Vegetasi ini sangat berguna dalam produksi oksigen yang diperlukan manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor dan industri (Irwan, 1992).

Di dalam total peredaman cemaran udara oleh lingkungan terdapat komponen peredaman cemaran udara vegetasi hijau, termasuk hutan kota. Kemampuan hutan kota dalam memberikan sumbangan kepada proses peredaman cemaran didekati dengan menggunakan peubah-peubah yang menyangkut keragaan dan kinerja kelompok tumbuhan pembentuk hutan kota, mencakup sifat-sifat fisik dan sifat-sifat-sifat-sifat fisiologis serta metabolistik tumbuhan, satu diantaranya adalah biomassa (B dalam satuan ton), untuk semua kelompok tumbuhan di dalam setiap jenis hutan kota, diduga berdasarkan peredaman CO

2 oleh hutan kota, yang pada hakekatnya merupakan penggunaan konsumtif CO

2 oleh vegetasi pembentuk hutan kota dalam proses fotosintesis (Dirjen Penataan Ruang, 2007).

(40)

karbon dari atmosfir, kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk dalam kondisi masak tebang atau mengalami pembusukan (IPCC, 1995).

Biomassa atau bahan organik adalah produk fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, butir-butir hijau daun berfungsi sebagai sel surya yang menyerap energi matahari guna mengkonversi karbon dioksida (CO2) dengan air (H2O) menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen (CHO). Senyawa hasil konversi itu dapat berbentuk arang (karbon), kayu, ter, alkohol dan lain-lain (Kadir, 1995). Biomassa vegetasi bertambah karena menyerap karbon dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Umumnya karbon menyusun 45-50% bahan kering dari tanaman (Kusmana et al, 1992).

Sistem Informasi Geografis

(41)

tersimpan dalam format raster dan tercetak ke hardcopy, sehingga dapat dimanfaatkan secara operasional (Anonim, 2002).

Pengunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam manajemen sumberdaya alam menjadi umum digunakan pada sepuluh tahun terkhir ini. Hal ini dikarenakan sifat efesien SIG dalam menganalis secara luas dan penggunaan teknologi komputer dan softwarenya yang menguntungkan (Bettinger dan Michael, 2004).

Data Sistem Informasi Geografis (SIG) dibagi menjadi dua macam, yaitu data grafis dan data atribut atau data tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan obyek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut (Nuarsa, 2005).

Menurut de By (2001) ada tiga langkah dalam mengolah data geografis, yaitu:

1. Persiapan data dan bagiannya: merupakan langkah awal dalam mengumpulkan dan mempersiapkan data untuk dimasukkan dalam sistem.

2. Analisis data: merupakan langkah kedua dalam mengumpulkan data untuk ditinjau ulang.

3. Presentasi data: merupakan langkah akhir sebagai hasil yang akan dipresentasikan.

(42)
(43)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengolahan data dan analisis citra dilaksanakan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Data dan citra yang digunakan mengambil lokasi di Kota Medan. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Januari – Oktober 2008.

Bahan dan Alat

Dalam penelitian ini, alat yang digunakan terdiri dari:

1. Personal komputer (PC) pentium IV beserta dengan perangkat lunaknya (sotware)

2. Tools SIG

3. Global Positioning Sistem (GPS) 4. Penyimpan data berupa flash disc/CD 5. Printer yang sesuai

6. Kamera digital

7. Kalkulator dan alat tulis

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Citra Landsat TM path/row 129/57 dan 129/58 tahun 2006

2. Peta digital adminitrasi Kota Medan

(44)

jumlah penduduk, jumlah produksi daging dan jumlah penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Medan

Metode

Pengumpulan data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengambilan titik koordinat bumi di Kota Medan untuk klasifikasi daerah bervegetasi. Data ini diperlukan dalam analisis penutupan lahan. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur, terdiri dari:

1. Citra Landsat 5 TM, path/row 129/57 dan 129/58 tahun 2006, yang diperoleh dari BTIC Dataport. Data citra berguna untuk memperoleh informasi penutupan lahan.

2. Peta digital administrasi Kota Medan berupa RTRWK dari BAPEDA Kota Medan.

3. Data statistik jumlah penduduk, produksi daging ternak dan penyaluran BBM di Kota Medan dari BPS Kota Medan.

Analisis Citra dengan SIG Digitasi Peta Dasar

(45)

Pembuatan Peta RTH

Untuk mendapatkan peta RTH setiap kecamatan sesuai dengan peta digital administrasi Kota Medan, maka dilakukan proses pemotongan sehingga diperoleh gabungan kedua theme yang menghasilkan sebuah peta baru. Sesuai atribut yang diklasifikasikan, maka pada setiap kecamatan akan tampak banyaknya masing-masing atribut yang terdapat sesuai hasil interpretasi yang dilakukan.

Analisis Penutupan Lahan

Analisis data yang dilakukan meliputi analisis penutupan lahan, berguna untuk mendapatkan informasi mengenai luas dan sebaran ruang terbuka hijau Kota Medan. Luas ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesesuaian luas berdasarkan kriteria kebutuhan yang ditetapkan. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau diarahkan dengan penanaman vegetasi dalam bentuk hutan kota, taman kota dan jalur hijau.

(46)

Tidak

Ya

Gambar 2. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan

Data Lapangan

Pemilihan Area Contoh Pemotongan Citra

(Subset Image)

Konversi Radiometrik, Spasial, Geometrik

Intepretasi dan Klasifikasi

Uji Akurasi

Hasil Klasifikasi

Diterima

Peta Penutupan Lahan

Citra Landsat TM path/row 129/58 Citra Landsat TM

path/row 129/57

(47)

Citra lansat yang dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta penggunaan lahan (land use) dari kawasan yang diteliti. Analisis citra seperti pada gambar 3 mencakup beberapa tahapan yaitu:

Mosaic image, merupakan penggabungan dua citra yakni citra Landsat TM 129/57 dan citra Landsat TM 129/58, sehingga gambaran pada kedua cita tersebut bertampalan.

Subset image, merupakan pemotongan citra untuk menentukan daerah kawasamn yang diteliti dari kedua citra tersebut.

Koreksi citra, merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang sesuai dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya sendiri. Sehingga perlu dibetulkan atau dipulihkan.

Koreksi citra terdiri atas:

Koreksi geometris, dilakukan sesuai dengan atau penyebab kesalahannya, yaitu kesalahan sistematik dan kesalahan random dengan sifat geometrik pada citra. Tujuan koreksi geometris antara lain:

- Melakukan rektifikasi (pembetulan) citra agar koordinat citra sesuai dengan

koordinat geografi.

- Mencocokkan (registrasi posisi citra dengan citra lainnya atau

mentransformasikan sistem koordiant citra multispektral atau multitemporal.

- Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta yang

(48)

Koreksi radiometrik, merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan radiometrik yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energy radiasi elektromagnetik pada atmosfer dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari.

Perbaikan citra, bertujuan meningkatkan mutu citra, baik untuk memperoleh keindahan gambar maupun kepentingan analisis citra .

Secara umum perbaikan citra terdiri atas:

Perbaikan spasial, bertujuan untuk memperbaiki citra (memberikan efek kontras, penajaman tepi dan atau penghalusan citra) menggunakan nilai-nilai piksel yang bersangkutan dan yang ada disekitarnya.

Perbaikan radiometrik, merupakan tehnik memperbaiki citra menggunakan nilai individu piksel yang bersangkutan saja. Tehnik manipulasi citra dilakukan dengan menggunakan modifikasi histogram.

Perbaikan spektral, merupakan tehnik perbaikan citra menggunakan masing-masing piksel sejumlah band (basis multi band), meliputi analisis komponen utaman, komponen baku, komponen vegetasi, transformasi warna berdasarkan kontras intesitas saturasi dan perentangan dekorelasi.

(49)

menggunakan tehnik kuantitatif. Klasifikasi citra yang digunakan yakni klasifikasi terbimbing.

Klasifikasi terbimbing adalah proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi.

Uji ketelitian, bertujuan untuk menguji kebenaran hasil interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta pengukuran dari setiap bentuk pentup/penggunaan lahan yang homogen.

Pengambilan Data Lapangan

Pengambilan data lapangan dilakukan untuk memperoleh informasi dan kondisi Kota Medan secara nyata. Data lapangan berupa pengambilan titik koordinat untuk masing-masing tipe penutupan lahan yang berada di Kota Medan, seperti pemukiman, industri, badan air, mangrove, dan kawasan RTH. Pengambilan koordinat lapangan menggunakan Global Positioning Sistem (GPS).

Klasifikasi Citra

Klasifikasi citra mengunakan metode klasifikasi citra multispektral secara terbimbing. Pada metode ini, informasi dalam setiap piksel diperoleh dengan bantuan komputer, pengelompokan dilakukan berdasarkan sebaran spektral Digital Number (ND). Tahap terpenting dalam klasifikasi terbimbing ini adalah

(50)

citra berdasarkan nilai statisitik masing-masing kelas yang diperoleh dari training area.

Analisa Data

Ruang terbuka hijau merupakan salah satu bentuk ruang terbuka kota dan merupakan salah satu komponen penjagan keseimbangan ekosistem kota. Keseimbangan ekologi di wilayah perkotaan sangat diperlukan karrena pembangunan fisik kota terus meningkat. Penetapan luasan yang harus disediakan untuk menciptakan ruang terbuka hijau di suatu wilayah dapat ditetapkan dalam suatu standar sebagai berikut:

Analisis berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988

Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1998, menyatakan bahwa standar luasan ruang terbuka hijau (RTH) di Indonesia dihitung berdasarkan persentase luas total wilayah kota yaitu 40% dari total wilayah harus dihijaukan. Yang bertujuan untuk (a) meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkungan dan (b) menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

Analisis Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen (O2)

(51)

Dimana :

Lt = luas hutan kota pada tahun t Xt = jumlah kebutuhan O2 manusia Yt = jumlah kebutuhan O2 ternak

Zt = jumlah kebutuhan O2 kendaraan bermotor

(52)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kota Medan salah satu dari 17 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara. Kota ini merupakan pusat Pemerintahan Dati I Sumatera Utara. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting yaitu sungai Babura dan sungai Deli.

Secara geografis, wilayah Kota Medan berada antara 30 30” – 30 43’ LU dan 980 35” – 980 44” BT dengan luas wilayah 265,10 km atau 3.6 % dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara, dengan batas-batas sebagai berikut:

- Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka - Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang

- Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang - Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang

Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut.

(53)

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Jenis Kelamin 1996-2006 Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Total

1996 942.427 952.888 1.895.315

1997 943.594 955.434 1.899.028

1998 944.379 956.688 1.901.067

1999 944.891 957.609 1.902.500

2000 945.847 958.426 1.904.273

2001 979.106 966.043 1.926.520

2002 990..216 984.776 1.963.882

2003 990.216 1.003.386 1.963.602

2004 995.968 1.010.174 2.006.142

2005 1.012.040 1.024.145 2.036.185

2006 1.027.607 1.039.681 2.067.288

Sumber: Sensus Penduduk 2000 dan Proyeksi Penduduk 2000-2010 (Medan dalam Angka 2007)

Tabel 3. Produksi Daging Menurut Jenis Ternak (Kg) Tahun Jenis Ternak

Sapi Kerbau Kambing/Domba Babi

2002 468,499 54,912 RPH 42,249

(54)

Tabel 4. Jumlah Penyaluran Bahan Bakar Minyak Menurut Jenis

Tahun Jumlah Penyaluran Menurut Jenis Premium Minyak Solar

2002 265,674 878,158

2003 333,272 994,870

2004 370,987 1,008,711

2005 411,558.7 1,008,711

2006 358,188 1,173,096

(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kota Medan sebagai ibukota dari Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu kota yang cepat berkembang di Indonesia terutama di Bagian Barat Negara Indonesia sehingga menjadikan Kota Medan sebagai “gerbang pintu masuk” di Wilayah Indonesia Bagian Barat. Secara geografis, wilayah Kota Medan berada antara 30 30” – 30 43’ LU dan 980 35” – 980 44” BT dengan luas wilayah 265,10 km atau 3.6 % dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Sebelah utara Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka, sedangkan sebelah selatan, timur dan barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Peta Kota Medan beserta kecamatannya dapat dilihat pada gambar 3.

(56)

Hasil perhitungan secara digital didapatkan luasan masing-masing kecamatan di Kota Medan sebagai berikut:

Tabel 5. Luasan Kecamatan di Kota Medan Berdasarkan Pengolahan Secara Digital

No Kecamatan Luas (Ha) Luas (%)

1 Medan Tembung 1086.992 4.016948

2 Medan Helvetia 815.484 3.013598

3 Medan Barat 782.377 2.891252

4 Medan Timur 1248.703 4.614547

5 Medan Deli 3330.166 12.30653

6 Medan Labuhan 4120.133 15.22584

7 Medan Area 838.914 3.100183

8 Medan Kota 773.238 2.857479

9 Medan Marelan 2111.389 7.802579

10 Medan Maimun 486.249 1.796919

11 Medan Polonia 632.290 2.33661

12 Medan Selayang 965.437 3.567745

13 Medan Baru 680.937 2.516384

14 Medan Petisah 379.973 1.40418

15 Medan Sunggal 1277.295 4.720208

16 Medan Tuntungan 1858.370 6.867554

17 Medan Johor 1472.395 5.441194

18 Medan Amplas 1570.312 5.803044

19 Medan Denai 1132.383 4.184689

20 Medan Belawan 507.395 1.875064

21 Medan Perjuangan 989.712 3.657453

Total 27060.144 100

Pengumpulan Data

(57)

Interpretasi Citra

Interpretasi citra dilakukan dengan metode penafsiran visual dengan cara deteksi, identifikasi dan analisis yang disertai dengan pemberian nama objek. Penamaan didasarkan pada kunci penafsiran visual yang menggunakan elemen-elemen interpretasi citra yaitu: warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, lokasi/situs, dan asosiasi. Adapun objek-objek yang dapat diinterpretasikan pada citra satelit Landsat TM 2006 seperti tampak pada lampiran 3 adalah:

a. Badan Air b. RTH c. Mangrove d. Pemukiman e. Industri

Interpretasi citra dilakukan dengan metode penafsiran visual yang didasarkan pada kunci interpretasi penafsiran visual yang mengunakan elemen-elemen interpretasi citra pada umumnya. Gedung besar dan kecil dapat dibedakan dengan memperhatikan ukuran dan bentuknya. Perumahan dapat ditentukan dengan memperhatikan bentuk, asosiasi dan pola dari penyusunan letaknya yang terdapat di pinggir jalan besar maupun kecil. Jalan besar dan kecil ditentukana dengan memperhatikan betuk, ukuran dan asosiasinya yang beraa di dekat gedung maupun perumahan.

(58)

Setiap objek yang melintas di atas sungai dapat dipastikan terdapat jembatan, hal ini dapat ditentukan dengan menggunakan elemen lokasi/situs.

Vegetasi baik yang alami seperti hutan atau ditanam sendiri seperti taman, lahan budidaya dapat ditentukan dengan memperhatikan warnanya yang hijau, polanya yang menyebar atau mengelompok. Lahan budidaya dapat dibedakan dari polanya yang tersusun rapi dan berpetak-petak dibandingkan dengan hutan yang polanya menyebar dan teksturya kasar. Sedangkan lahan kosong dapat diidentifikasi dengan warnanya yang coklat kemerahan.

Cek Lapangan

Cek lapangan lapangan dilakukan untuk menyesuaikan kondisi serta keadaan lapangan yang sebenarnya denga peta geografis penelitian. Kegiatan ini dilakukan pada 29 September-4 Oktober 2008. Koordinat lokasi yang diperoleh disesuaikan nilainya dengan lokasi di lapangan menggunakan bantuan GPS. Bentuk-bentuk lokasi yang diperoleh di lapangan didokumentasikan dengan kamera digital yang dapat dilihat pada lampiran. Adapun titik-titik GPS yang diperoleh di lapangan seperti pada lampiran 2 dapat dilihat pada peta RTH yang telah di-overlay-kan seperti pada gambar 4.

Sesuai dengan tujuan penggunaan citra adalah untuk mengidentifikasi penggunaan lahan di Kota Medan, sehingga citra Landsat TM sesuai untuk hal ini disamping luasannya yang besar, juga penampakan yang diberikan cukup mengidentifikasi kesesuaian lahan di lapangan.

(59)

Medan Barat, Medan Kota, Medan Polonia, Medan Perjuangan dan juga kecamatan yang sedang dalam tahap pengembangan seperti Medan Johor dan Medan Helevetia mengalami ahli fungsi lahan yang tadinya lahan bervegetasi atau lahan terbuka dikonversi menjadi pemukiman dan tempat usaha.

Pada umumnya lahan yang dicek adalah ruang terbuka hijau, permukiman dan badan air. Tetapi sesuai dengan kenampakan citra makan yang diidentifikasi di lapangan adalah pemukiman, industri, badan air, ruang terbuka hijau, dan mangrove. Pengecekan di lapangan dilakukan dengan membandingkan nilai koordinat lokasi pada peta dengan nilai koordinat di lapangan dengan menggunakan alat bantu GPS.

(60)

Analisis Citra

Citra yang telah dipotong sesuai dengan peta digital administrasi Kota Medan dianalisa menggunakan tool-tool yang terdapat pada software pengolah Sistem Informasi Geografis (SIG) yang sesuai. Sehingga hasil analisis citra dalam bentuk peta dapat dilihat seperti gambar 4.

Analisis visual merupakan kegiatan mengamati citra secara visual dengan tujuan mengindentifikasi objek. Pada analisis visual, pengelompokkan objek yang homogen dalam satu kelas penggunaan lahan dilakukan secara manual berdasarkan elemen penafsiran. Ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan yaitu warna, ukuran, bentuk, pola, tekstur, bayangan, asosiasi, dan lokasi.

Landsat TM (Thematic Mapper) merupakan salah satu citra satelit yang sering digunakan dakam kegiatan perencanaan tata guna lahan dan tata ruang kota. Menurut Jaya (1997), Landsat TM memiliki kelebihan pada resolusi spektral dengan 6 saluran tampak/inframerah dan 1 saluran termal dengan resolusi spasialnya sebesar 30x30 m.

Pemilihan band dilakukan pada tujuan penafsiran yang dilakuakn dan didasarkan pada band yang dimiliki oleh citra Landsat TM saluran 5,4, dan 3 yang sangat sesuai digunakan untuk merefleksikan kondisi vegetasi, pemukiman, dan badan air.

Analisis Akurasi

(61)

Tabel 6. Hasil Analisis Akurasi Klasifikasi Citra Landsa TM Tahun 2006 dengan layer 543

Dimana:

Producer’s Accurracy = x 100%

= 86.49 %

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan r = Jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas)

(62)

= Jumlah semua piksel pada kelas yang bersangkutan (pada diagonal matriks)

= (jumlah semua kolom pada baris ke-i)

= (jumlah semua kolom pada lajur ke-j)

Tabel 7. Luasan Penggunaan Lahan Setiap Kecamatan di Kota Medan (Ha)

Atribut Awan Badan

Air Industri Mangrove Pemukiman RTH Total

Medan Amplas 20.888 68.913 110.202 2.22 763.585 597.846 1563.654

Medan Sunggal 38.018 93.702 111.445 5.739 734.347 264.643 1247.894

Medan Tembung 0 36.921 48.46 12.18 312.007 666.816 1076.384

Medan Timur 0.057 43.173 70.853 2.649 982.68 145.931 1245.343

Medan Tuntungan 0 75.325 18.562 12.739 317.024 1416.87 1840.52

(63)

Gambar 5. Peta Overlay Penggunaan Lahan di Kota Medan dengan Peta Digital Administrasinya

Analisis Kebutuhan RTH berdasarkan Inmendagri No. 14 tahun 1988

Menurut Inmendagri No. 14 Tahun 1988 bahwa luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah 40% dari luas suatu wilayah, sehingga dari luasan existing condition berdasarkan perhitungan digital maka dapat dibandingkan seperti pada

(64)

Tabel 8. Data Kebutuhan RTH Kota Medan Berdasarkan Inmendagri No. 14

(65)

Tabel 9. Ketercukupan Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988 dengan Exisiting Condition Kawasan Hijau

Kecamatan Existing RTH

(Ha)

Medan Belawan 57.365 1,050.0 -992.635

Medan Deli 1345.729 833.6 512.129

Medan Denai 172.231 447.6 -275.369

Medan Helvetia 501.739 617.6 -115.861

Medan Johor 709.99 512.4 197.59

Medan Kota 11.84 319.6 -307.76

Medan Labuhan 2003.126 1,466.8 536.326

Medan Maimun 15.128 210.8 -195.672

Medan Marelan 1168.982 952.8 216.182

Medan Perjuangan 142.873 310.4 -167.527

Medan Petisah 29.902 526.4 -496.498

Medan Polonia 16.321 220.8 -204.479

Medan Selayang 345.94 360.4 -14.46

Medan Sunggal 270.382 119.2 151.182

Medan Tembung 678.996 163.6 515.396

Medan Timur 148.58 213.2 -64.62

Medan Tuntungan 1429.609 827.2 602.409

(66)

Analisis Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen

Keadaan lingkungan di perkotaan pada dasarnya erat kaitannya dengan faktor lingkungan. Seperti halnya tumbuhan melakukan kegiatan fotosintesis, tentu ada siklus CO2 dan O2 yang memepengaruhi biomasa pohon. Sehingga polutan seperti CO2 dari hasil mobilitas di perkotaan akan mempengaruhi banyaknya O2 yang dihasilkan.

Oleh metode Geravkis, menghitung luasan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen dengan memakian tiga parameter yaitu kebutuhan oksigen manusia, ternak dan kendaraan seperti pada lampiran 1 yang disajikan pada table berikut:

Tabel 10. Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Geravkis Kebutuhan Oksigen di Kota Medan

Tahun Existing RTH (Ha)

Catatan: Jika 2006-2015 luasan existing RTH dianggap tetap Jika jarak tanam pohon (5x5) m

(67)

Tabel 11. Ketercukupan RTH Kota Medan Berdasarkan Inmendagri No.14/88 dan Geravkis Kebutuhan Oksigen dibandingkan dengan Existing Condition RTH di Kota Medan

Catatan: Jika luasan wilayah Kota Medan dan existing RTH dianggap tetap

Analisa penggunaan lahan pada kawasan hutan di Kota Medan dilakukan dengan menggunakan data base yang diperoleh dari proses penggabungan (union) antara data base penggunaan lahan di Kota Medan dengan data base batas wilayah administrasi Kota Medan. Dari hasil union kedua data base ini diperoleh peta baru yang memberikan luasan setiap bentuk intepretasi citra di setiap kecamatan di Kota Medan (21 kecamatan).

(68)

Tabel 12. Luasan Kota Medan Berdasarkan Luas Sebenarnya Berbanding Luas Existing Area

No Kecamatan Luasan Sebenarnya Luasan Existing Area

Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%)

1 Medan Tembung 409

1.54281 1086.992 4.016948 2 Medan Helvetia 1544

5.82422 815.484 3.013598

3 Medan Barat 682

2.57261 782.377 2.891252

4 Medan Timur 533

2.01056 1248.703 4.614547

5 Medan Deli 2084

7.86118 3330.166 12.30653 6 Medan Labuhan 3667

13.8325 4120.133 15.22584

7 Medan Area 905

3.41381 838.914 3.100183

8 Medan Kota 799

3.01396 773.238 2.857479 9 Medan Marelan 2382

8.98529 2111.389 7.802579 10 Medan Maimun 527

1.98793 486.249 1.796919 11 Medan Polonia 552

2.08223 632.290 2.33661 12 Medan Selayang 901

3.39872 965.437 3.567745

13 Medan Baru 584

2.20294 680.937 2.516384 14 Medan Petisah 1316

4.96416 379.973 1.40418 15 Medan Sunggal 298

1.1241 1277.295 4.720208 16 Medan Tuntungan 2068

7.80083 1858.370 6.867554 17 Medan Johor 1281

4.83214 1472.395 5.441194 18 Medan Amplas 1458

5.49981 1570.312 5.803044 19 Medan Denai 1119

4.22105 1132.383 4.184689 20 Medan Belawan 2625

9.90192 507.395 1.875064 21 Medan Perjuangan 776

2.9272 989.712 3.657453

Total 26510 100 27060.144 100

(69)

Medan Petisah masing-masing -992.635 dan -496.498 tampak seperti pada tabel 9.

Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan pendekatan Geravkis kebutuhan oksigen pada tahun 2006 seharusnya adalah 27,173.33 ha, melebihi luasan Kota Medan yang sesungguhnya yaitu 26510 ha. Hal ini membuktikan bahwa luasan Kota Medan sangat kurang dengan jumlah penduduknya yang besar dan mobilitasnya yang tinggi. Sehingga perluasan Kota Medan ke depan sangatlah perlu. Kebutuhan RTH berdasarkan Geravkis kebutuhan oksigen berbanding luasan existing sangatlah jauh selisih -17,307.57 ha pada tahun 2006, dan pada tahun sekarang jauh lebih besar dengan selisih -18,137.74 ha, dan akan bertambah besar dengan luasan wilayah Kota Medan yang tetap, tetapi dengan pertumbuhan dan mobilitas penduduk yang terus bertambah maka tahun 2015 selisih RTH berdasarkan kebutuhan oksigen berbanding RTH berdasarkan existing condition tetap akan selisih -21,398.48 ha, tampak seperti pada tabel 11.

Kecenderungan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya yang tinggi telah menjadi permasalahan tidak hanya di Kota Medan atau di kota-kota besar di Indonesia, tetapi telah menjadi masalah global hampir di seluruh kota-kota di dunia. Dari sisi lingkungan keadaan ini menimbulkan polusi yang tinggi, alih fungsi lahan yang semakin tinggi sehingga merusak lingkungan dan berakhir dengan bencana seperti banjir, tanah longsor kekeringan, penyakit, dan lain sebagainya.

(70)
(71)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan berdasarkan existing condition adalah sebesar 9865.76 ha dari luas total wilayah sebesar 26,510 Ha

atau sebesar 37,72 %

2. Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Medan yang optimal berdasarkan Inmendagri No.14 Tahun 1988 sebesar 40% adalah 10,604.0 ha, sedangkan berdasarkan pendekatan Geravkis kebutuhan oksigen pada tahun 2008 adalah sebesar 28,003.5 ha.

3. Selisih kebutuhan RTH Kota Medan berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988 dibandingkan dengan existing condition adalah sebesar -738.24 ha atau masih kurang 6.96% dari total yang diharapkan.

(72)

Saran

(73)

DAFTAR PUSTAKA

---. 2002. Integrasi Tehnik Interpretasi Visual Citra Landsat 7 ETM+ dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Tutupan Lahan. Forest Wacth Indonesia, Dept. GIS

Budiyanto, E. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ArcView GIS. Yogyakarta: Penerbit Andi

Dahlan, E. N. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Data Landsat TM. Warta Lapan 30: 32-41

De By, R. A. 2001. Principles of Forest Status Using Selected Cirteria and Indicators of Sustainable in The Tropics. Unpublish. Enschede: ITC

Dinas Pertamanan Kota Medan. 2003. Profil Pertamanan Kota Medan 2002. Medan

Dirjen Penataan Ruang. 2007. Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai Unsur Utama

Pembentuk Kota Taman. [pdf].

Djaiz, E.D. dan H. Novian. 2000. Sebaran Hutan Kota Kodya Bogor. Bogor

Fandeli, C., Kaharuddin dan Mukhlison. 2004. Perhutanan Kota. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Howard, J. A. 1996. Penginderaan Jarak Jauh untuk Sumberdaya Hutan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

IPCC. 1995. Greenhouse Gas Inventory Reference Manual. IPCC WGI Technical Irwan, Z. D. 1992. Nerasa Energi Dalam Hutan Kota. Trisakt 8: 56-70

Iverson, L. R., S. Brown, A. Grainger, A. Prasad, and D. Liu. 1993. Carbon Isequestratin in Tropical Asia: An Assessment of Technically Suitable Forestlands Using Geograpic Information Systems Analysis.Climate Research 3: 23-28

Jamsen, L. L. F. and Huurneman, G. C. 2001. Principles of Remote Sensing. 2nd edition. Enschede: ITC

(74)

Kementrian Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988

Kusmana, C., K. Abe. And A. Watanabe.1992. An Estimation of Aboveground Ttree Lands Using Geograhic Information Systems Analysis. Climate Research

Lillesand, T. M. and R. W. Kiefer. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. 3rd edition. New York: John Willey and Son

Lo, CP. 1996. Terapan Penginderaan Jauh. Jakarta: Universitas Indonesia Press Nuarsa, I Wayan. 2005. Menganalisis Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3:

untuk Pemula. Jakarta: Elexmedia Koputindo

Purnomohadi, Ning. 2001. Pengelolaan RTH Kota dalam Tatanan Program Bangun Praja Lingkungan Perkotaan yang Lestari di NKRI. Widyaiswara LH, Bidan Manajemen SDA dan Lingkungan KLH

Riswan. 2002. Pengantar Penginderaan Jauh Teori Singkat: Makalah pada Pengenalan dan Praktek Lapangan Aplikasi GIS dan Remote Sensing untuk Konservasi Pengelolaan Lingkungan dan Eksplorasi Sumberdaya Alam. Tidak Diterbitkan. Medan: Program Pengembangan Leuser

Sutanto. 1994. Pengideraan Jauh. Jilid I. Cetakan III. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

(75)

Lampiran 1. Analisis Data Kebutuhan RTH Kota Medan Berdasarkan Pendekatan Geravkis Kebutuhan Oksigen

1. Jumlah penduduk Kota Medan pada Tahun 2006 adalah:

- Pemukim = 2,067,288

- Commuter (10%) = 206,729

- Berkunjung (10%) = 206,729

Jumlah = 2,480,746 jiwa

Sehingga, jumlah kebutuhan oksigen penduduk di Kota Medan Tahun 2006 adalah 13,160.26 ton/hari.

Jika y = a + bx

y = 1,864,775.53333 + 17,830,53333(x)

Maka, jumlah penduduk Kota Medan Tahun 2008 adalah 2,078,742 jiwa, dengan jumlah kebutuhan oksigen sebesar 13,233.2 ton/hari.

Jumlah penduduk Kota Medan Tahun 2015 adalah 2,203,556 jiwa, dengan jumlah kebutuhan oksigen sebesar 14,027,74 ton/hari.

2. Jumlah produksi daging ternak di Kota Medan pada Tahun 2006 adalah:

- Sapi = 3.416.689

- Kerbau = 1.064.482

- Kambing/domba = 604.618

- Babi = 4.449.802

Jumlah = 9. 535.591 kg

Sehingga, jumlah kebutuhan oksigen ternak di Kota Medan pada Tahun 2006 adalah: 578,36 ton/hari.

Jika y = a + bx

y = 1,492,338 + 1,767,638(x)

Maka, jumlah produksi daging ternak di Kota Medan Tahun 2008 adalah 15,230,131 Kg, dengan jumlah kebutuhan oksigen sebesar 923,75 ton/hari.

(76)

3. Jumlah penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kota Medan pada Tahun 2006 adalah:

- Premium = 358,188 ton

- Minyak solar = 1.173,096 ton

Sehingga, jumlah kebutuhan oksigen pada kendaraan di Kota Medan pada Tahun 2006 adalah: 17,88 ton/hari.

Jika y = a + bx

y = 285,239.61 + 28,466,78(x) (premium) y = 910,782.4 + 51,463.17(x) (minyak solar)

Maka, jumlah penjualan BBM di Kota Medan Tahun 2008 untuk premium adalah 456.0403 ton dan untuk minyak solar adalah 1,219.561 ton dengan jumlah kebutuhan oksigen sebesar 19,8 ton/hari.

Jumlah penjualan BBM di Kota Medan Tahun 2015 untuk premium adalah 625.841 ton dan untuk minyak solar adalah 1,528.340 ton dengan jumlah kebutuhan oksigen sebesar 25,52 ton/hari.

Hasil analisis perhitungan kebutuhan oksigen sesuai nomor 1, 2, dan 3, maka estimasi kebutuhan ruang terbuka hijau yang diperlukan di Kota Medan adalah sebagai berikut:

Pada tahun 2006,

= 27,173.33 ha Pada tahun 2008,

= 28,003.5 ha Pada tahun 2015,

(77)

Lampiran 2. Titik – Titik Ground Check di Kawasan Penelitian Kota Medan

Kecamatan North East Elevasi Keterangan

MAMPLAS1 3.539082 98.717501 31 Pemukiman

MAM2 3.551866 98.726487 26 Lahan Budidaya

MAM3 3.551329 98.718485 28 Pemukiman

MAM4 3.540443 98.714121 30 Lahan Budidaya

MAM5 3.546614 98.707059 30 Lahan Budidaya

MAM6 3.548602 98.714535 29 Badan Air

MAM7 3.540287 98.694252 32 Lahan Budidaya

MAM8 3.528701 98.693682 36 Lahan Budidaya

MAM9 3.543009 98.696862 34 Pemukiman

MAM10 3.529613 98.703936 39 Lahan Budidaya

MAM11 3.536937 98.692144 35 Lahan Budidaya

MAREA1 3.571682 98.699357 26 Lahan Budidaya

MAA2 3.573668 98.703415 25 Lahan Budidaya

MAA3 3.574675 98.701054 26 Pemukiman

MAA4 3.579342 98.698346 25 Lahan Budidaya

MAA5 3.583487 98.703688 24 Lahan Budidaya

MAA6 3.574059 98.705616 26 Pemukiman

MAA7 3.58197 98.709259 25 Pemukiman

MAA8 3.587946 98.704434 23 Lahan Budidaya

MAA9 3.587047 98.709713 22 Pemukiman

MAA10 3.589125 98.711349 22 Lahan Budidaya

MBARATT1 3.588488 98.673463 26 Lahan Budidaya

MBT2 3.588631 98.674403 29 Lahan Budidaya

MBT3 3.587567 98.670833 24 Lahan Budidaya

(78)

MBT5 3.594593 98.660255 21 Pemukiman

MBT6 3.594476 98.672644 22 Badan Air

MBT7 3.601866 98.647709 20 Badan Air

MBT8 3.600835 98.646925 20 Lahan Budidaya

MBT9 3.617431 98.659532 16 Lahan Budidaya

MBT10 3.597521 98.671855 24 Lahan Budidaya

MBT11 3.603896 98.670233 21 Lahan Budidaya

MBT12 3.605658 98.667075 23 Pemukiman

MBT13 3.608993 98.669187 19 Lahan Budidaya

MBT14 3.592987 98.668652 26 Lahan Budidaya

MBT15 3.608194 98.669014 20 Lahan Budidaya

MBARU1 3.584088 98.666637 25 Lahan Budidaya

MBU2 3.584155 98.666892 25 Lahan Budidaya

MBU3 3.584378 98.667515 25 Pemukiman

MBU4 3.581623 98.667448 25 Pemukiman

MBU5 3.584681 98.662311 25 Lahan Budidaya

MBU6 3.584301 98.659023 25 Lahan Budidaya

MBU7 3.581284 98.660878 25 Lahan Budidaya

MBU8 3.563189 98.662754 29 Lahan Budidaya

MBU9 3.567743 98.64227 28 Lahan Budidaya

MBU10 3.564116 98.657631 30 Lahan Budidaya

MBU11 3.574606 98.663092 28 Lahan Budidaya

MBU12 3.57051 98.661942 28 Lahan Budidaya

MBU13 3.553797 98.657947 30 Pemukiman

MBU14 3.549038 98.658582 30 Pemukiman

MBELAWAN1 3.781117 98.688132 2 Lahan Budidaya

MBN2 3.781877 98.687636 2 Lahan Budidaya

Gambar

Tabel 1. Jenis, Fungsi, dan Tujuan Pembangunan RTH (Purnomohadi, 2001)
Gambar 1. Diagram Proses Interpretasi Citra Menurut Lo (1976) dalam Sutanto (1994)
Gambar 2. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan
Tabel 3. Produksi Daging Menurut Jenis Ternak (Kg)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2010 tercatat Kota Medan memiliki 9 (sembilan) lokasi Taman Pemakaman Umum yang dikelola oleh Pemerintah Kota Medan dimana 8 (delapan) pemakaman telah penuh hanya 1

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat di ambil kesimpulan yang dapat ditarik adalah penerapan kebijakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) itu sendiri di Kota Semarang secara umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui : (1) Kondisi ruang terbuka hijau publik pada perumahan nasional (perumnas) Kota Medan ditinjau dari luasan,

Taman Pemakaman Umum Yang Dikelola Pemerintahan Kota

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pelestarian ruang terbuka hijau di Kota Medan, untuk mengetahui apa saja

Kota Manado terdiri dari 11 Kecamatan antara lain kecamatan Malalayang, Sario, Wanea, Wenang, Tikala, Paal dua, Mapanget, Singkil, Tuminting, Bunaken, dan Kepulauan

Luas RTH menurut kebutuhan oksigen Kota Pasuruan sebesar 547,12 Ha, jika dengan kerapatan vegetasi 5 x 5 m maka jumlah pohon yang dibutuhkan Kota Pasuruan yaitu minimal

Berdasarkan data Badan Pertanahan Kota Mojokerto tentang aset kepemilikan lahan, pemerintah Kota Mojokerto masih memiliki lahan seluas 124,4 Ha atau sebesar 7,56 % dari