• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Wahyu Ningsih

ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPENUMBERED HEAD TOGETHERTERHADAP HASIL BELAJAR

MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

WAHYU NINGSIH

Model pembelajaran kooperatif tipeNumbered Head Together(NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi

siswa. Ciri khasnya adalah penomoran siswa pada masing-masing kelompok dan

guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi

tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu.

Penerapan pembelajaran konvensional di SMK N 2 Bandarlampung membuat

siswa tidak terlibat secara aktif dalam interaksi belajar. Peran guru dalam

pembelajaran terlihat lebih dominan sehingga berdampak pada rendahnya hasil

siswa, yang ditunjukkan pada rendahnya presentase ketuntasan belajar siswa pada

ulangan mid semester hanya sekitar 25%.

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui

(2)

Wahyu Ningsih

matematika siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI jurusan

bangunan SMK N 2 Bandarlampung tahun pelajaran 2012/2013, sedangkan

sempel penelitian ini adalah siswa kelas XI Teknik Batu Beton (TBB) dan XI

Teknik Konstruksi Kayu (TKK) yang dipilih secara acak. Desain penelitian yang

digunakan adalah posttest yang melibatkan dua kelompok. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang

mengikuti pembelajaran kooperatif tipe NHT sama dengan rata-rata hasil belajar

siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

(3)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPENUMBERED HEAD TOGETHER(NHT) TERHADAP HASIL

BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

(Skripsi)

Oleh

WAHYU NINGSIH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPENUMBERED HEAD TOGETHER(NHT) TERHADAP HASIL

BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

WAHYU NINGSIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Tina Yunarti, M.Si. _____________

Sekretaris : Drs. M. Coesamin, M.Pd _____________

Penguji

Bukan Pembimbing: Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd. _____________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(6)

Judul Skripsi : PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER(NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR

MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Smester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Nama Mahasiswa : WAHYU NINGSIH

Nomor Pokok Mahasiswa : 0713021052

Program Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Tina Yunarti, M.Si. Drs. M. Coesamin, M.Pd.

NIP 19660610 199111 2 001 NIP 19591002 198803 1 002

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.

(7)

MOTTO

... Sungguh atas kehendak Allah semua ini terjadi, tiada

kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah ...

(QS. Al-Kahfi : 390)

Tak akan ada keberhasilan selama kita takut gagal

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sindang Agung, Lampung Utara pada tanggal 2 Oktober

1989, anak kedua dari dua bersaudara buah cinta kasih dari pasangan Bapak Jimin

dan Ibu Satiyem.

Penulis menyelesaikan pedidikan dasar di SD Negeri 1 Sindang Agung tahun

2001, SLTP Negeri 3 Tanjung Raja tahun 2004, dan SMA Al-kautsar

Bandarlampung tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai

mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di lembaga kemahasiswaan intra kampus

diantaranya: Anggota Divisi Pengabdian Masyarakat UKM KSR PMI Unit Unila

periode 2009/2010, Kepala Divisi Pengabdian Masyarakat UKM KSR PMI Unit

Unila periode 2010/2011, dan Sekretaris UKM KSR PMI Unit Unila Periode

2011/2012. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan PPL di SMA Negeri 1

(9)

PERSEMBAHAN

Maha suci Allah SWT yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan yang ada

di antara keduanya, kupersembahkan karyaku ini kepada:

Bapak dan Ibuku tersayang yang telah membesarkan, mendidik, dan

selalu mendoakan demi kebahagiaan dan keberhasilanku.

Kakakku tercinta serta keluarga besarku yang telah memberikan

motivasi dan dukungannya.

Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu memberikan semangat.

Seseorang yang Kau pilih tuk mendampingiku kelak untuk

(10)

SANWACANA

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyu-sunan skripsi ini sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Penulis

menya-dari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas menya-dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

tulus ikhlas kepada:

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan beserta jajaran dekanat

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi

Pen-didikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu PenPen-didikan Universitas

Lampung;

4. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku pembimbing utama atas kesediannya

untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik baik selama perkuliahan

(11)

5. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus

pembimbing pembantu atas kesediannya memberikan bimbingan, saran, dan

kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi;

6. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku penguji utama atas sumbangan

pemikiran dan saran baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan

skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;

7. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama

menyele-saikan studi;

8. Bapak Hi. Ramli Jumadi, S.Pd. S.T, selaku Kepala SMKN 2 Bandarlampung

yang telah memberikan izin penelitian;

9. Bapak Suralit Purba, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak memberikan

arahan dan masukan selama penelitian;

10. Bapak dan Ibu tercinta, kakakku tersayang, serta keluarga besarku yang selalu

menyayangi, mendoakan, dan selalu menjadi penyemangat dalam hidupku;

11. Teman-teman seperjuangan (angkatan 2007 Reguler) Pendidikan Matematika:

Victor, Gede, Ahmad, Miftah, Kamsuri, Vivi, Evi, Sella, Maya, Eka, Iswan,

Adit, Wawan, Ria, Jasi, Melani, Putri, Risa, Fantini, Abdul, Endah, Iim,

Firman, Ifal, Maryati, Rini terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan

yang terjalin selama ini;

12. Kakak tingkat angkatan 2004, 2005, dan 2006 serta angkatan 2007

Nonreguler, adik tingkat angkatan 2008, 2009, 2010 dan 2011 terima kasih

atas kebersamaannya;

13. Teman-teman PPL SMAN 1 Bandarlampung atas kebersamaan selama 3 bulan

(12)

14. Kakak-kakakku di UKM KSR PMI Unit Unila yang selalu memberikan

arahan, wawasan, serta nasihat-nasihat: Kak Pepenk, Kak Alex, Kak Rian,

Kak Ago, Kak Parmin, Kak Alan, Mbak Ratna, Mbak Bibit, Mbak Rani, serta

teman-teman dan adik-adik seperjuangan: Sasa, Iska, Ria, Farida, Zares,

Rengki, Tohirin, Doddy, Nanda, Kambria, Susi, Aris terima kasih atas

kerjasamanya.

15. Teman-teman satu hunian atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini;

16. Almamater yang telah mendewasakanku;

17. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi

ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang

telah diberikan dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandarlampung, Oktober 2012

Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teori ... 8

1. Pengertian Belajar Matematika... 8

2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 12

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 15

4. Pembelajaran Konvensional... 17

5. Hasil Belajar... 20

B. Kerangka Pikir ... 24

(14)

v

D. Hipotesis ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel... 27

B. Desain Penelitian ... 27

C. Data Penelitian ... 29

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data dan Hasil Penelitian... 40

B. Pembahasan... 43

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 48

B. Saran ... 49

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Rata-rata Hasil Belajar Semester Genap tahun Pelajaran 2011/2012 ... 27

3.2 Desain Pelaksanaan Penelitian ... 29

3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 33

3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Ciba Tes Hasil Belajar ... 34

4.1 Rekapitulasi Data Hasil Belajar Siswa ... 40

4.2 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar ... 41

4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar... 41

4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Hasil Belajar ... 42

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman A. PERANGKAT PEMBELAJARAN

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 52

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol... 93

A.3 Lembar Kerja Kelompok ... 113

A.4 Format Penentuan Kelompok Belajar Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 141

A.5 Daftar Kelompok Belajar matematika ... 142

B. PERANGKAT TES B.1 Kisi-kisi Soal Tes Formatif ... 143

B.2 Soal Tes Formatif ... 144

B.3 Kunci Jawaban Tes Formatif... 145

C. ANALISIS DATA DAN PENGUJIAN HIPOTESIS C.1 Form Penilaian Tes Formatif... 147

C.2 Surat Keterangan Validitas... 148

C.3 Daftar Nama Kelas Uji Coba dan Sampel... 149

C.4 Validitas Butir Soal Tes hasil Belajar ... 152

(17)

C.6 Tabel Daya Pembeda dan Taraf Kesukaran ... 155

C.7 Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 156

C.8 Data Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 157

C.9 Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 158

C.10 Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 163

C.11 Uji Homogenitas Data Hasil Belajar ... 168

C.12 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Hasil Belajar ... 169

C.13 Uji proporsi ... 173

D. LAIN-LAIN D.1 Kartu Kendali Skripsi... 175

D.2 Kesediaan Membahas Skripsi ... 176

D.3 Kesediaan Membimbing Skripsi (Pembimbing I) ... 177

D.4 Kesediaan membimbing Skripsi (Pembimbing II)... 178

D.5 Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 179

D.6 Surat Keterangan Penelitian Pendahuluan ... 180

D.7 Surat izin Penelitian ... 181

D.8 Sura Keterangan Penelitian ... 182

D.9 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 183

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern,

mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya

pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan

diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Oleh karena itu, selayaknya mata

pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari

pendidikan dasar.

Dalam mempelajari matematika siswa harus rajin dan disiplin. Dengan demikian,

siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Pada saat

mengajarkan matematika, guru tidak hanya memperhatikan materi tetapi juga

harus memperhatikan kondisi siswa. Guru tidak semata-mata sebagai pengajar

yang hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga harus sebagai pendidik

yang mentransfer ilmu dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan

pengarahan dan menuntut siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka guru

memiliki peran yang sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar.

Pada kenyataannya matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit

untuk dimengerti. Hal ini dikarenakan karakteristik matematika yang bersifat

(19)

2

menghafal rumus untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Salah satu

penyebabnya adalah metode pembelajaran yang digunakan guru kurang cocok dan

sulit dimengerti oleh siswa, sehingga siswa kurang tertarik dan merasa terbebani

dalam belajar matematika. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa kurang

optimal.

Penggunaan metode pembelajaran yang monoton (konvensional), dapat

menyebabkan siswa merasa jenuh, mengantuk dan perhatiannya berkurang.

Metode pembelajaran harus dapat mengubah gaya belajar siswa, dari siswa yang

pasif menjadi aktif dalam mengkonstruksikan konsep. Metode pembelajaran yang

tepat akan membuat matematika lebih menarik, menantang, dan menyenangkan,.

Hal ini akan menambah semangat siswa untuk mempelajari matematika baik di

sekolah maupun di rumah, sehingga akan meningkatkan kesiapan siswa untuk

mempelajari materi-materi baru. Namun di beberapa sekolah belum sepenuhnya

menerapkan pembelajaran yang tepat termasuk SMK Negeri 2 Bandarlampung.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas XI di

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Bandarlampung diketahui bahwa

metode pembelajaran yang biasa digunakan selama ini adalah pembelajaran

konvensional, yaitu guru lebih banyak menjelaskan dan siswa hanya

mendengar-kan. Informasi lainnya menyebutkan bahwa rata-rata hasil ujian mid semester

genap mata pelajaran matematika SMK Negeri 2 Bandarlampung tahun pelajaran

2011/2112 hanya sekitar 25% siswa yang tuntas (memperoleh nilai lebih besar

atau sama dengan 70). Rendahnya hasil belajar tersebut bisa saja terjadi karena

(20)

3

memiliki kesiapan untuk belajar. Siswa juga cenderung pasif dalam pembelajaran.

Padahal di dalam kurikulum KTSP siswa dituntut untuk aktif selama

pembelaja-ran berlangsung. Dalam KTSP sangat ditekankan keterlibatan aktif antara guru

dan siswa selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran matematika

perlu diperbarui, siswa diberikan kesempatan untuk lebih aktif dibandingkan

dengan aktivitas guru. Dalam upaya meningkatkan keterlibatan siswa dalam

proses pembelajaran bisa dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi.

Salah satu model pembelajaran yang menekankan kerjasama kelompok yaitu

model pembelajaran kooperatif. Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif

diantaranya mengajarkan kepada siswa suatu keterampilan kerjasama dan

kolabo-rasi, selain keunggulan dalam membatu siswa untuk memahami konsep-konsep

yang sulit. Pembelajaran ini juga membantu siswa menumbuhkan kemampuan

kerjasama sehingga siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat

berfikir yang lebih tinggi setelah diskusi. Pembelajaran kooperatif juga

meman-faatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi. Keunggulan lain dari

pembela-jaran ini adanya peningkatan penerimaan siswa yang berbeda latar belakang.

Selain keunggulan-keunggulan di atas, pembelajaran ini juga memiliki kelemahan

diantaranya apabila guru dalam pembelajaran tidak memberikan tantangan yang

sesuai dan menarik, suatu pembelajaran kooperatif dapat berlangsung gagal

dengan cepat. Kesulitan lain yaitu banyak siswa mengalami kesulitan berbagi

waktu dan bahan. Tetapi apabila kelemahan-kelemahan selama pembelajaran

dapat ditekan, kemungkinan akan didapatkan hasil belajar siswa yang baik.

(21)

4

Pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada

siswa agar dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, sebagian

besar aktivitas pembelajaran dilakukan oleh siswa, yaitu dengan mempelajari

materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalahnya sendiri. Menurut

Lie (2007:59), model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada

siswa untuk saling berbagi ide, mempertimbangkan jawaban yang paling tepat,

dan mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Salah

satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah NHT. Pembelajaran

koo-peratif tipe NHT adalah suatu model pembelajaran yang lebih memungkinkan

siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab penuh dalam memahami materi

pelajaran matematika baik secara berkelompok maupun individual.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan jenis pembelajaran

kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Ciri khasnya

adalah penomoran siswa pada masing-masing kelompok dan guru hanya

menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu

terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Oleh karena itu, siswa

dituntut untuk mengetahui jawaban dari setiap tugas yang diberikan oleh guru

dalam kelompoknya. Oleh karena tugas tersebut menjadi tanggung jawab

kelom-pok dan jika siswa yang ditunjuk untuk mempresentasikan jawaban tidak bisa

menjawab, maka dia akan malu pada kelompoknya dalam kelas sehingga siswa

tersebut akan berusaha untuk mengetahui semua jawaban tugas melalui diskusi

(22)

5

Berdasarkan pada visi dan misi SMK Negeri 2 Bandarlampung yang

memprioritaskan lulusannya untuk siap membuat lapangan kerja baru dan

mengharuskan lulusan-nya untuk dapat secara langsung berinteraksi dengan

masyarakat, maka dianggap perlu menerapkan pembelajaran yang menuntut

siswanya untuk meningkatkan ke-siapan belajar sehingga siswa mampu mengikuti

alur pembelajaran dan aktif sela-ma Pembelajaran berlangsung. Sementara pada

kenyataanya pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran konvensional

yang kurang memperhatikan visi dan misi tersebut. Hal tersebutlah yang

melatarbelakangi dilakukannya eksperi-men penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT (Numbered, Head, Together).

Dengan model pembelajaran tipe NHT diharapkan dapat menjadi alternatif bagi

guru yang memang mengalami kesulitan dalam variasi model pembelajaran.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan siswa mampu membangun

pengetahuannya sendiri dengan motivasi belajar yang tinggi itu. Penerapan

pem-belajaran NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara

man-diri. Jadi siswa benar-benar mengalami dan menemukan sendiri apa yang

dipela-jari sehingga menciptakan pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan,

inovatif, dan efektif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

“Apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil

(23)

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar

matematika siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bandarlampung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi kepada guru dan calon guru tentang pengaruh

model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar matematika

siswa.

2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru, calon guru dan siswa tentang

alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan disekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup peneliatian ini adalah :

1. Pengaruh yang muncul dalam penelitian ini adalah apabila rata-rata hasil

belajar dan proporsi ketuntasan belajar siswa pada kelas eksperimen lebih besar

dari pada rata-rata hasil belajar dan proporsi ketuntasan belajar siswa pada

kelas kontrol.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan suatu strategi

pembelajaran yang mengutamakan diskusi dan kerja sama dalam kelompok

dimana pembelajaran dimulai dengan guru membagi siswa dalam

kelompok-kelompok kecil dan memberi penomoran sedemikian sehingga setiap siswa

(24)

7

kelompoknya. Kemudian guru mengajukan pertanyaan. Para siswa

mendiskusikan pertanyaan tersebut dalam kelompok lalu menggambarkan dan

meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

Guru menyebut satu nomor dan siswa dari setiap kelompok dengan nomor

yang sama mengangkat tangan dan guru menunjuk salah satu siswa untuk

mempresentasikan jawaban bagi seluruh siswa dalam kelas.

3. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dimana seorang guru di kelas

dengan jumlah siswa (30 – 40 peserta didik) dalam waktu yang sama

menyampaikan bahan pelajaran yang sama dan metode yang sama. Dalam

pembelajaran ini guru beranggapan semua peserta didik mempunyai

kemampuan, kesiapan, kematangan dan kecepatan berfikir yang sama. Dalam

hal ini guru sangat berperan dan aktif dalam berlangsungnya sistem belajar

mengajar di kelas.

4. Hasil belajar adalah kemampuan siswa dalam aspek kognitif yang berupa nilai

tes matematika. Aspek hasil pembelajaran dilihat dari ketuntasan belajar siswa

mencapai minimal 60% siswa tuntas belajar (memiliki nilai lebih dari atau

(25)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Belajar Matematika

Gagne dalam (Slameto, 2003: 13) menyatakan belajar sebagai “Suatu proses

untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaaan, dan

tingkah laku.” Menurut Slameto (2003: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sardiman (2004) yang

menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan

dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,

mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Di pihak lain Fauzi (2004:44),

mengungkapkan bahwa belajar adalah “Suatu proses di mana suatu tingkah laku

ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (atau rangsang)

yang terjadi.

Dari beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut,

dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses yang dapat mengakibatkan

terjadinya perubahan tingkah laku dari diri seseorang yang mengalaminya dan

(26)

9

dalam hal tingkah laku ataupun pengetahuan sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya. Menurut Fauzi (2004:44), kegiatan belajar memiliki beberapa

maksud, antara lain: (a) mengetahui suatu konsep yang sebelumnya tidak pernah

diketahui, (b) dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dikerjakan,

(c) mampu mengkombinasikan dua pengetahuan atau lebih ke dalam suatu

pengertian baru, (d) dapat memahami dan menerapkan pengetahuan yang telah

diperoleh.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu, dan memajukan

daya fikir manusia. Oleh karena itu, mempelajari matematika tidak dapat

dipisah-kan dengan dunia pendididipisah-kan. Dalam pendididipisah-kan formal, mulai dari jenjang

pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, matematika selalu menjadi salah satu

ilmu yang wajib dipelajari.

Menurut Bruner (dalam Mu’addab, 2010), belajar matematika ialah belajar

tentang konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang

dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur

matematika. Kolb (dalam Mu’addab, 2010) mendefinisikan bahwa “belajar

matematika merupakan proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau

dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa.”

Pendapat Kolb ini intinya menekankan bahwa dalam belajar siswa harus diberi

kesempatan seluas-luasnya mengkontruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari

dan siswa harus didorong untuk aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya

(27)

10

Dalam kegiatan belajar matematika, siswa harus lebih diberi kesempatan untuk

aktif dari pada guru, hal yang sama juga diungkapkan oleh Goldin (dalam

Mu’addab, 2010) sebagai berikut.

”Matematika ditemukan dan dibangun oleh manusia sehingga dalam pem-belajaran matematika harus lebih dibangun oleh siswa daripada ditanamkan oleh guru. Pembelajaran matematikan menjadi lebih aktif bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelaja-ran bermakna”.

Di pihak lain Panhuizen dan Verchaffel (dalam Mu’addab, 2010) menyatakan sebagai berikut.

“Pendidikan matematika seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali’ matematika dengan berbuat matematika. Pembelajaran matematika harus mampu memberi siswa situasi masalah yang dapat dibayangkan atau mempunyai hubungan dengan dunia nyata. Lebih lanjut mereka menemukan adanya kecenderungan kuat bahwa dalam memecahkan masalah dunia nyata siswa tergantung pada pengetahuan pada pengetahuan yang dimiliki siswa tentang dunia nyata tersebut”.

Beberapa pengertian matematika juga dinyatakan oleh Soedjadi (2000:11) sebagai

berikut.

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir secara sistematis.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu cabang

ilmu eksak yang di dalamnya terdapat pengetahuan tentang fakta-fakta dan

pena-laran logik yang memiliki aturan-aturan yang ketat, berhubungan dengan bilangan

dan kalkulasi, dan terorganisir secara sistematis.

Soedjadi (2000:13) juga mengemukakan beberapa karakteristik matematika

(28)

11

a. Memiliki objek kajian yang abstrak. b. Bertumpu pada kesepakatan.

c. Berpola fikir deduktif.

d. Memiliki simbol yang kosong dari arti. e. Memperhatikan semesta pembicaraan. f. Konsisten dalam sistemnya.

Matematika merupakan salah satu dasar ilmu dari ilmu-ilmu yang lainnya,

sehingga matematika sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

sesuai dengan tujuan pendidikan matematika di sekolah yaitu sebagai berikut:

a. Untuk mempersiapkan anak didik agar mampu menghadapi perubahan-perubahan keadaan di dalam kehidupan dunia yang senantiasa berubah, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat, obyektif, kreatif, efektif dan diperhitungkan secara analitis sintetis, b. Untuk mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika secara

fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan.

Namun dalam mempelajari matematika, tidak sedikit siswa yang menganggap

matematika merupakan ilmu yang sukar untuk dipelajari. Hal ini seperti yang

dinyatakan Dienes (dalam Simanjuntak, 2002:72) yang menyatakan bahwa:

“Terdapat anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana, semakin sukar matematika yang dipelajari maka minat belajar matematika siswa semakin berkurang sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, rumit, dan banyak memberdayakan”.

Belajar matematika memiliki keunikan yang membuatnya berbeda dengan belajar

secara umum. Belajar matematika juga melibatkan struktur hirarki yang

mempu-nyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar pengalaman yang sudah ada

sehingga belajar matematika tidak dapat dilakukan secara terputus-putus karena

dapat mengganggu pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Hal ini sesuai

(29)

12

“Belajar matematika melibatkan struktur hirarki atau urutan konsep-konsep yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar konsep atau pengalaman yang sudah ada, sehingga belajar matematika harus terus-menerus dan berurutan karena belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu pemahaman dan mempengaruhi hasil belajar”.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika

adalah proses yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan untuk menerapkan konsep-konsep, struktur, dan pola

dalam matematika sehingga menjadikan siswa berfikir logis, kreatif, dan

sistema-tis dalam kehidupan sehari-hari.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Belajar merupakan suatu proses berfikir. Proses berfikir menekankan kepada

pro-ses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dan

lingkungan. Dalam pembelajaran, berfikir tidak hanya menekankan kepada

akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah

kemam-puan siswa untuk memperoleh pengetahuannya melalui berbagai kegiatan yang

dilakukannya sendiri di kelas. Pembelajaran di sekolah merupakan suatu kegiatan

interaksi edukatif antara guru dan siswa maupun antara siswa dan siswa sehingga

memungkinkan siswa untuk memperoleh lebih banyak pengetahuannya sendiri.

Dalam perkembangannya guru hanya bertindak sebagai pengarah dan

pembim-bing, sedangkan siswa dituntut untuk lebih mandiri dalam pembelajaran. Siswa

mencari pengetahuan dan pengalamannya sendiri sehingga dapat memahami

konsep materi yang dipelajarinya. Salah satu upaya yang dilakukan guru untuk

(30)

memben-13

tuk kelompok-kelompok diskusi kecil diantara siswa. Model pembelajaran ini

dikenal dengan model pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan

adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan

pembe-lajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan

untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya

kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar

dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan

belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa,

yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah

bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat Eggen and Kauchak dalam Trianto

(2007:42), yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah

kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi

untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun sebagai usaha

untuk meningkatkan partisipasi siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berinteraksi dan bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk

mencapai tujuan bersama. Jadi, bisa disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif adalah sistem belajar kelompok yang terstruktur dengan memberikan

beberapa tugas untuk dikerjakan secara bersama.

Menurut Johnson dan Johnson dalam Abdurrahman (2003:121) mengungkapkan

bahwa “Ada empat elemen dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1) saling

ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan

(31)

14

Selanjutnya David Johnson (dalam Lie 2007:31) menyatakan sebagai berikut.

Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan.

Ada berbagai alasan dipilihnya interaksi kooperatif dalam pembelajaran. Menurut

Johnson dan Johnson (dalam Abdurrahman 2003:124) Hasil-hasil penelitian

menunjukkan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif

terhadap perkembangan anak. Berbagai pengaruh positif tersebut adalah:

a. meningkatkan prestasi belajar; b. meningkatkan retensi;

c. lebih dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi; d. lebih dapat mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik;

e. lebih sesuai untuk meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen; f. meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah;

g. meningkatkan sikap anak yang positif terhadap guru; h. meningkatkan harga diri anak;

i. meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif; dan j. meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong.

Selanjutnya Sawali Tuhusetya (2007) menyatakan:

“Melalui metode ini, siswa bisa berdialog dan berinteraksi dengan siswa lain secara terbuka dan interaktif.di bawah bimbingan guru sehingga siswa terpacu untuk menguasai bahan ajar yang disajikan sesuai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan”.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan

adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan

(32)

15

kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan

dalam kegiatan-kegiatan belajar.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Ada berbagai tipe pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah tipe NHT. Lie

(2007:59) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini

dikem-bangkan oleh Spencer Kagan.

Selanjutnya Lie (2007:59) menyatakan bahwa:

“Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini bisa digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik”.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan tipe pembelajaran

kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mengulang

fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Model

pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang tingkat

kesulitannya terbatas. Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok.

NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi

yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap

isi pelajaran tersebut. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran

berpusat pada siswa.

NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi

(33)

16

siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa

memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut.

Model pembelajaran kooperatif NHT mempunyai empat tahap dalam

pelaksana-annya yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab.

Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2007:62), Dia mengungkapkan bahwa:

Empat tahap dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif NHT adalah sebagai berikut:

a. Fase 1: Penomoran

Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.

b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat berva-riasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau berbentuk arahan.

c. Fase 3: Berfikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meya-kinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

d. fase 4: Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Belajar matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT akan membuat

siswa lebih bersemangat dalam menyelesaikan setiap permasalahan dibandingkan

belajar sendiri. Hal ini karena setiap permasalahan matematika yang ada dapat

mereka diskusikan bersama kelompoknya dan saling berbagi ide sehingga setiap

permasalahan menjadi terlihat lebih mudah. Setiap kelompok terdiri dari siswa

dengan kemampuan matematika bervariasi, ada yang berkemampuan tinggi, ada

yang berkemampuan sedang, dan ada yang berkemampuan rendah.

Di sini ketergantungan positif juga dikembangkan, dan siswa yang kemampuan

(34)

17

lebih. Siswa yang berkemampuan tinggi bersedia membantu, meskipun mereka

mungkin tidak akan dipanggil untuk menjawab. Bantuan yang diberikan dengan

motivasi tanggung jawab atau nama baik kelompok. Siswa yang berkemampuan

lemah dan enggan bertanya pada guru dapat bertanya kepada anggota kelompok

yang lebih mampu. Siswa yang paling lemah diharapkan sangat antusias dalam

memahami permasalahan dan jawabannya karena merasa merekalah yang akan

ditunjuk oleh guru.

Dari uraian-uraian di atas, model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah

strate-gi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam

kelom-pok untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan ciri khasnya adalah penomoran

siswa pada masing-masing kelompok. Diharapkan model pembelajaran kooperatif

tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas siswa bertanya dan aktivitas siswa

mengerjakan tugas, serta dapat pula meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

4. Pembelajaran Konvensional

Pendekatan pembelajaran konvensional atau konservatif saat ini adalah

pendekatan pembelajaran yang paling sering dilakukan oleh para guru. Wallace

(dalam Sunartombs; 2009), memandang bahwa pembelajaran konvensional

merupakan proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru

mengajarkan materi kepada siswanya.

Menurut Hannafin (dalam Juliantara, 2009), sumber belajar dalam pendekatan

pembelajaran konvensional lebih banyak berupa informasi verbal yang diperoleh

dari buku dan penjelasan guru atau ahli. Sumber-sumber inilah yang sangat

(35)

18

tersusun secara sistematis mengikuti urutan dari komponen-komponen yang kecil

ke keseluruhan dan biasanya bersifat deduktif. Oleh sebab itu, apa yang terjadi

selama pembelajaran jauh dari upaya-upaya untuk terjadinya pemahaman. Siswa

dituntut untuk menunjukkan kemampuan menghafal dan menguasai

potongan-potongan informasi sebagai prasyarat untuk mempelajari

keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. Artinya bahwa siswa yang telah mempelajari

pengetahuan dasar tertentu, maka siswa diharapakan akan dapat menggabungkan

sub-sub pengetahuan tersebut untuk menampilkan hasil belajar yang lebih

kompleks.

Institute of Computer Technology (dalam Sunartombs, 2009), menyebut pembelajaran konvensional dengan istilah “pengajaran tradisional”. Dijelaskan

bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran

yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia.

Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai informasi yang

tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi dengan cepat,

membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa yang cara belajar

terbaiknya dengan mendengarkan.

Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa

kelemahan yaitu tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan

mendengarkan dan hanya memperhatikan penjelasan guru, sering terjadi kesulitan

untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, pendekatan

tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis, dan mengasumsikan

(36)

19

Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran

konvensional adalah metode ekspositori. Metode ekspositori ini sama dengan cara

mengajar yang biasa (tradisional) dipakai pada pengajaran matematika. Kegiatan

selanjutnya guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian

memberi soal-soal latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya.

Hamalik(2001:56) dalam buku proses belajar mengajar mengemukakan:

“Pembelajaran nasional menitikberatkan pada pembelajaran klasikal. Guru mengajarkan bahan yang sama dan metode yang sama dan penilaian yang sama kepada semua siswa serta menganggap semua siswa akan memperoleh hasil yang sama”.

Berdasarkan penjelasan di tersebut yang dimaksud dengan pembelajaran klasikal

adalah pembelajaran yang disampaikan oleh guru terhadap sejumlah siswa

tertentu secara serentak atau bersamaan pada waktu dan tempat yang sama. Hal ini

berarti behwa kemampuan, kecerdasan, minat dan perhatian siswa dianggap sama.

Dalam sistem klasikal siswa cenderung bersifat pasif, kurang mempunyai

kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas dan inisiatif dikarenakan proses

pembelajaran klasikal lebih mudah dan dari segi biaya lebih murah. Oleh karena

itu pembelajaran klasikal masih banyak digunakan.

Model pembelajaran yang digunakan oleh guru di SMK N 2 Bandar Lampung

adalah model pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran secara klasikal.

Adapun metode yang digunakan merupakan gabungan dari metode ceramah,

tanya jawab dan pemberian tugas atau latihan, pembelajaran berlangsung

individualistis yaitu kemajuan siswa dalam belajar mengikuti jalannya sendiri

tidak ada sosial konteks dan tidak ada interaksi, dan hampir tidak ada sistem

(37)

20

Dilihat dari pelaksanaannya dalam kelas maka model pembelajaran konvensional

memiliki kelebihan sebagai berikut:

1. Dapat diikuti oleh sejumlah siswa yang banyak dan juga mencakup jumlah materi yang banyak.

2. Dikarenakan guru menjadi pusat perhatian siswa, guru lebih banyak menuangkan pengalamannya.

3. Cara pengajarannya terencana, teratur dan dapat disiapkan dengan baik oleh guru.

4. Cara ini lebih dapat disesuaikan ditinjau dari segi waktu, tempat, siswa, dan pokok bahasan.

Adapun kelemahan dari model pembelajaran konvensional sebagai berikut :

1. Sukar bagi siswa untuk konsentrasi terhadap keterangan-keterangan dari guru apabila pada saat keadaan kurang menunjang seperti siang hari atau jam-jam terakhir.

2. Guru tidak mengetahui sampai sejauh mana siswa memahami pelajaran. 3. Siswa kurang mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan suatu tugas, dan

pengalaman-pangalaman lain yang berguna bagi dirinya.

4. Siswa mudah bosan apabila siswa tidak begitu memahami pembelajaran yang sedang berlangsung.

Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau

mencatat apa yang disampaikan guru. Salah satu ciri kelas dengan pembelajaran

secara biasa yaitu para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada

hari itu. Akibatnya tidak ada tingkatan dalam proses belajar dan tidak ada

penghubung antara kerja terbatas konteks yang informal dan aritmatika terbatas

formal, tidak ada perhatian ditujuakn pada refleksi, tidak ada peluang siswa untuk

menyediakan informasinya sendiri.

5. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil belajar

Hasil belajar merupakan bagian dari proses belajar. Melalui hasil belajar dapat

(38)

21

merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas

belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa

yang dipelajari oleh siswa. Dalam pembelajaran perubahan perilaku yang harus

dicapai oleh siswa setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam

tujuan pembelajaran. Menurut Abdurrahman (1999: 37), bahwa hasil belajar

adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar.

Sedangkan Dimyati (2006:3) mengungkapkan bahwa:

”Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar”.

Dipihak lain, Hamalik (2009:155) menyatakan bahwa:

”Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan sikap dan kete-rampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan degan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya”.

Menurut Gagne (dalam Dimyati dan mujiono, 1999:10), menyatakan hasil belajar

terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap,

dan siasat kognitif.

Kelima hasil belajar tersebut adalah sebagai berikut:

Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa:

a. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilihan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.

b. Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan definisi, dan prinsip.

(39)

22

d. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. Sikapadalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilai-an terhadap obyek tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan

perubahan tingkat kemampuan yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan

pembelajaran selama kurun waktu tertentu.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar

Berhasil tidaknya proses belajar mengajar cenderung dipengaruhi oleh banyak

faktor. Menurut Slameto (2003:54) belajar dipengaruhi oleh faktor intern dan

faktor ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang ada dalam diri individu yang

meliputi faktor jasmani (kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologi (intelegensi,

perhatian, minat, bakat, motif, kesiapan, kematang-an, dan kelelahan). Sedangkan

faktor ekstern meliputi faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara

anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian keluaga,

latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (pendekatan mengajar, kurikulum,

relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, dan pendekatan belajar) dan faktor

masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan

bentuk kehidupan masyarakat).

Djamarah (2008:176) mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses

dan hasil belajar terbagi menjadi 2 (dua) unsur yaitu unsur luar dan unsur dalam.

Unsur luar meliputi faktor lingkungan (alami dan sosial budaya) dan faktor

(40)

23

unsur dalam meliputi faktor psikologis (kondisi fisiologis dan kondisis

pancaindera) dan faktor psikologis (minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan

kemampuan kognitif).

c. Evaluasi Hasil Belajar

Kegiatan belajar mengajar yang sudah dilaksanakan akan diakhiri dengan proses

evaluasi belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:200) mengemukakan

bahwa: “Evaluasi hasil belajar merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk

mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.” Kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan

yang telah dikerjakan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dlakukan oleh

guru. Salah satu upaya untuk mengukur hasil belajar siswa dlihat dari hasil

belajar siswa itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar

adalah prestasi belajar yang diukur melaui tes.

Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa

dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, maka evaluasi hasil

belajar memiliki sasaran berupa ranah tujuan pendidikan yang diklasifikasikan

menjadi tiga yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Adapun

pembagiannya menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) sebagai berikut.

a. Ranah Kognitif

Bloom mengemukakan adanya 6 (enam) kelas/tingkat penggolongan tujuan ranah kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, penggunaan atau penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah Afektif

(41)

24

c. Ranah Psikomotorik

Kibler, Barket, dan Miles mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik meliputi gerakan tubuh mencolok, ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, perangkat komunikasi nonverbal, dan kemam- puan berbicara.

Hasil belajar merujuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar merupakan

indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa. Biasanya penilaian ini

dinyatakan dalam skala nilai berupa huruf, kata atau simbol dan ditujukan untuk

mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu

kegiatan pembelajaran.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa indikator hasil belajar adalah adanya

perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Perubahan

tersebut dapat dilihat dari kemampuan kognitifnya.

B. Kerangka Pikir

Pembelajaran kooperatif pada pembelajaran matematika memberikan kesempatan

kepada para siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar bersama dalam

kelompok-kelompok kecil dimana masing-masing anggota kelompok bertanggung

jawab terhadap keberhasilan diri dan anggota kelompok lainnya dengan cara

saling membantu melaksanakan tugas yang telah diberikan kepada kelompoknya,

sehingga setiap kelompok mencapai potensi optimal yang mungkin diraihnya.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan tipe pembelajaran

kooperatif yang terdiri atas empat tahapan yang digunakan untuk megulang

fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa, tahapan

(42)

25

menjawab pertanyaan. Model pembelajaran tipe NHT juga dapat digunakan untuk

memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas. Tipe ini juga digunakan

untuk melibatkan aktivitas siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam

suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Jadi dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa.

Pelaksanaannya tipe NHT lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk

saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Selain itu, tipe ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat

kerjasama, sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya

yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi

kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan

berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.

Pembelajaran matematika konvensional memandang belajar sebagai suatu

reproduksi dan setiap waktu mulai pada tingkat matematika formal. Sedangkan

penyelesaian suatu masalah dipandang sebagai bahan pengayaan. Dalam

pembelajaran konvensional tidak ada peluang siswa untuk mendapakan kebebasan

berfikir dengan caranya sendiri dan tidak ada perhatian terhadap refleksi.

Pembelajaran berlangsung individualistis yaitu kemajuan siswa dalam belajar

mengikuti jalannya sendiri, tidak ada interkasi antara siswa maupun siswa dan

guru. Oleh karenanya, bagi siswa yang mengalami kesulitan atau tidak memahami

materi yang sedang dipelajari akan memerlukan waktu yang relatif lama untuk

lepas dari kesulitan. Kondisi seperti ini akan menciptakan kemungkinan siswa

(43)

26

hal tersebut tentunya akan masuk kedalam suasana yang tidak nyaman dalam

belajar. Dengan demikian, pembelajaran matematika konvensional cenderung

menghasilkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang lemah.

Dari pembahasan diatas dapat disimpulakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe

NHT dapat berpengaruh terhadap tingginya hasil belajar matematika siswa.

Sebaliknya, pembelajaran konvensional menunjukkan hasil belajar matematika

siswa yang lebih rendah.

C. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah faktor lain selain penggunaan model

pembelajaran yang memengaruhi hasil belajar matematika siswa besarnya sama.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas dirumuskah hipotesis dalam penelitian ini sebagai

berikut:

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil belajar

(44)

27

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI Jurusan Bangunan

semester ganjil SMK N 2 Bandarlampung tahun pelajaran 2012/2013. Populasi

terdiri dari 4 kelas dengan tingkat kemampuan matematika siswa homogen.

Dengan kemampuan homogen dalam setiap kelas, pengambilan sampel dilakukan

dengan menggunakan teknik Random Sampling (sampel acak) menurut kelas

yaitu mengambil dua kelas dari 4 kelas yang ada. Penarikan sampel dilakukan

secara acak menurut kelas bertujuan agar penelitian ini tidak mengganggu proses

belajar mengajar serta kurikulum di sekolah tersebut.

Table 3.1. Rata-rata Hasil Ujian Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012

Kelas Jumlah Siswa Tiap Kelas Rata-rata Nilai Kelas

X TBB 30 70, 68

X TKK 31 69,80

X TGB 32 68,15

X TSP 30 70,18

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain Posttest Only

(45)

28

kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kontrol serta diakhir eksperimen

kedua kelompok mendapatkan tes yang sama. Siswa kelas eksperimen maupun

kelas kontrol memiliki tingkat kemampuan belajar matematika yang homogen dan

memperoleh materi yang sama serta hanya berbeda dalam pemberian

pembelajaran matematika. Kelas eksperimen menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe NHT sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran

konvensional. Pada kelas kontrol pembelajaran konvensional menggunakan

metode ceramah, metode diskusi, serta metode penugasan.

Hasil pengacakan diperoleh kelas XI TBB (Teknik Batu Beton) sebagai kelas

eksperimen, dan kelas XI TKK (Teknik Konstruksi Kayu) sebagai kelas kontrol.

Selama penelitian diamati hasil belajar siswa baik di kelas eksperimenmaupun di

kelas kontrol dan kemudian dibandingkan hasilnya untuk mengetahui pengaruh

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHTterhadap hasil belajar.

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap sebagai berikut.

a. Tahap Perencanaan

1) Mengambil data hasil tes pada pokok bahasan sebelumnya yang

di-gunakan sebagai acuan pembagian kelompok pada kelas eksperimen yang

menggunakan pembelajarankooperatif tipe NHT.

2) Membagi siswa secara berpasangan pada kelas yang menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe NHT, sesuai dengan hasil tes yang diperoleh

siswa pada pokok bahasan sebelumnya.

3) Membuat rencana pembelajaran yang menggunakan pembelajaran

(46)

29

4) Menyusun lembar kerja siswa yang akan diberikan kepada siswa pada

kelas eksperimen dan menyusun soal latihan yang akan diberikan kepada

siswa pada kelas kontrol.

5) Mempersiapkan perangkat untuk instrumen tes.

b. Tahap Pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan pada dua kelas, yaitu kelas

XI TBB menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHTdan kelas XI TKK

menggunakan pembelajaran konvensional.

Tabel 3.2. Desain Pelaksanaan Penelitian

Kelompok Kelompok Hasil Belajar

E

P X C YY12

Keterangan :

E = Kelas Eksperimen

P = Kelas kontrol

X = Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran NHT

C = Perlakuan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional

Y1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen

Y2 = Nilai rata-rata kelas kontrol

C. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai

hasil tes setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

(47)

30

D. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitan ini adalah data hasil belajar siswa. Untuk memperoleh data

tentang hasil belajar siswa dilakukan melalui tes. Instrumen tes yang digunakan

adalah tes essay. Untuk mendapat tes yang valid dilakukan langkah-langkah

berikut.

a. Membuat kisi-kisi

b. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi

c. Meminta pertimbangan kepada guru mitra yang dipandang ahli untuk

mendapat kesesuaian antara kisi-kisi dengan soal

d. Memperbaiki soal berdasarkan saran dari ahli.

Sebelum instrumen tes digunakan pada siswa yang dijadikan sampel, terlebih

dahulu diujikan pada siswa yang termasuk ke dalam populasi tetapi diluar sampel.

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, daya

pembeda , dan indeks kesukarannya.

1. Validitas isi

Validitas isi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan

mem-bandingkan antara isi yang terkandung dalam tes hasil belajar dengan tujuan

instruksional khusus yang telah ditentukan untuk masing-masing pelajaran,

apakah hal-hal yang tercantum dalam tujuan intruksional khusus sudah terwakili

secara nyata dalam tes hasil belajar tersebut atau belum. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini soal tes dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu

kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas XI dan

(48)

31

Setelah perangkat tes dinyatakan valid, maka perangkat tes diujicobakan. Uji coba

dilakukan diluar sampel penelitian. Setelah diujicobakan, diukur tingkat

realiabilitas, indeks kesukaran, dan daya beda soal. Jika perangkat tes telah

memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka perangkat tes termasuk dalam kriteria

tes yang baik sehingga soal layak untuk digunakan.

2. Reliabilitas

Setiap alat pengukur sebaiknya memiliki kehandalan atau dapat dipercaya

terhadap alat ukur yang nantinya digunakan sebagai instrument dalam penelitian.

Oleh karena itu, beberapa aspek reliabilitas, yaitu suatu alat ukur memiliki

ketepatan, kesamaan dan kemantapan. Reliabilitas tes diukur berdasarkan

koefisien reliabilitas dan digunakan untuk mengetahui tingkat interpretasi suatu

tes. Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan

menggunakan tes tersebut berulangkali terhadap subjek yang sama senantiasa

menunjukan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajek (stabil). Untuk mengetahui

reliabilitas hasil tes digunakankan cara Cronbach Alpha. Hal ini berdasarkan pada

pendapat Ruseffendi (1991:191).

=

( )

1 −

Keterangan :

r11 = Koefisien reliabilitas

n = Banyaknya butir soal

(49)

32

Nilai reliabiltas yang didapat dari digunakan untuk menentukan tingkat

reliabilitas berdasarkan kriteria yang dinyatakan oleh Arikunto (2001: 75) sebagai

berikut.

1. antara 0,800 sampai dengan 1,000 : sangat tinggi 2. antara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggi 3. antara 0,400 sampai dengan 0,600: sedang 4. antara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendah

5. antara 0,000 sampai dengan 0,200: sangat rendah.

Setelah dilakukan uji coba butir soal dan dilakukan perhitungan reliabilitas

(Lampuran C.4), butir soal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki

koefisien reliabilitas sebesar 0,73 dengan interpretasi reliabilitas tinggi.

3. Daya Pembeda

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat

membedakan siswa yang berkemampuam tinggi dan siswa yang berkemampuan

rendah. Untuk menhitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa

yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah.

Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok

atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).

To (dalam Noer, 2010) mengungkapkan bahwa untuk menghitung daya pembeda

ditentukan dengan rumus :

DP =

SA = Jumlah skor siswa kelompok atas pada soal yang diolah

SB = Jumlah skor siswa kelompok bawah pada soal yang diolah

(50)

33

IA = Jumlah skor ideal kelompok atas

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi dengan

kriteria seperti disajikan dalam tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi daya pembeda

baik (Lampiran C.6). Nilai daya pembeda soal nomor 1a adalah 0,45 (baik), soal

nomor 1b adalah 0,45 (baik), soal nomor 2 adalah 0,41 (baik), soal nomor 3

adalah 0,49 (baik), soal nomor 4 adalah 0,49 (baik), dan Soal nomor 5 adalah 0,45

(baik).

4. Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal.

Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak

terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk mengetahui indeks kesukaran

tiap-tiap soal ditentukan dengan rumus sebagai berikut.

IK =

(51)

34

SB = Jumlah skor siswa kelompok bawah pada soal yang diolah.

IA = Jumlah skor ideal kelompok atas.

IB = Jumlah skor ideal kelompok bawah.

Selanjutnya untuk menginterpretasikan harga indeks kesukaran tersebut

digunakan kriteria: (1) IK 86% - 100 % = soal sangat mudah; (2) IK 71 % - 85 %

= soal mudah; (3) IK 31 % - 70 % = soal sedang; (4) IK 16 % - 30 % = soal sukar;

(5) IK 0 % - 15 % = soal sangat sukar. (To, 1996: 16)

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi sedang

(Lampiran C.6) yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran antara 31% - 70%. Nilai

tingakat kesukaran soal nomor 1a adalah 0,65 (sedang). Soal nomor 1b adalah

0,68 (sedang), soal nomor 2 adalah 0,58 (sedang), soal nomor 3 adalah 0,67

(sedang), soal nomor 4 adalah 0,63 (sedang), dan soal nomor 5 adalah 0,43

(sedang).

Table 3.4. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Butir Soal Tes Hasil Belajar

No soal Validitas Reliabilitas Pembeda Daya Kesukaran Tingkat

1a Valid

(52)

35

telah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga lima butir soal tersebut dapat

digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika siswa.

E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis yang

diajukan. Untuk melihat keberartian perbedaan kedua sampel maka digunakan

uji-t. Uji-t hanya dapat digunakan jika data sampel memenuhi dua syarat, yaitu

sampel berasal dari polulasi yang berdistribusi normal, dan kedua kelas memiliki

varians yang homogen. Oleh karena itu, sebelum pengujian hipotesis data respon

belajar siswa dan hasil belajar siswa, dilakukan pengujian normalitas dan

homogenitas. Untuk keperluan uji hipotesis tersebut, data diolah menggunakan uji

Chi-Kuadrat dengan bantuan paket program Statistical Package for Social

Sciences (SPSS).

Pengujian normalitas untuk masing-masing data dilakukan dengan Uji

Chi-Kuadrat dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : populasi berdistribusi normal

H1 : populasi tidak berdistribusi normal

(53)

36

Kriteria uji : terima H0 jika 2hitung  2tabel dengan taraf nyata 5%. Sudjana

(2005: 293).

Dari analisis data hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran konvensional

secara berurutan diperoleh nilai (Lampiran C.9 dan C.10) sebesar 4,951

dan 5,06 serta harga untuk taraf nyata α 5% dan k = 7 adalah

( )( )= ( , )( ) = ( , )( ) = 7,81, sehingga diperoleh <

untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol, berdasarkan kriteria uji

maka terima H0 atau dengan kata lain data hasil belajar siswa berasal dari

populasi yang berdistribusi normal.

Sedangkan untuk menguji homogenitas masing-masing pasangan data dilakukan

dengan Uji Homogenitas Varians dengan hipotesis sebagai berikut.

Hipotesis : H0 : 2

Kriteria pengujian adalah: Tolak H0 jika Fhitung > Ftabel dimana distribusi F yang

digunakan mempunyai dk pembilang = n1 – 1 dan dk penyebut = n2 – 1, dan

terima H0 selainnya. (Sudjana, 1996: 250).

Hasil analisis data (Lampiran C.11) diperoleh nilai Fhitung = 0,80 dan ( ) =

(54)

37

diterima, artinya kedua populasi mempunyai varians yang sama. Selanjutnya

untuk menguji pengaruh pembelajaran NHT terhadap hasil belajar siswa

dilakukan Uji Kesamaan Dua Rata-Rata (Uji-t).

2. Teknik Pengujian Hipotesis

Penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H0 : rata-rata hasil belajar pada kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT

sama dengan rata-rata hasil belajar pada kelas konvensional.

H1 : rata-rata hasil belajar pada dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih

besar daripada rata-rata hasil belajar pada kelas dengan pembelajaran

konvensional.

Apabila data yang diperoleh normal dan homogen maka digunakan uji satu sisi

sebelah kanan atau uji kesamaan dua rata-rata satu pihak. Hipotesis untuk uji

kesamaan dua rata-rata, menurut Sudjana (2005: 243) adalah:

H0 : = ( rata-rata hasil belajar siswa pada kelas dengan pembelajaran

kooperatif tipe NHT sama dengan rata-rata hasil belajar siswa pada

kelas dengan pembelajaran konvensional)

H1 : ≠ ( rata-rata hasil belajar siswa pada kelas dengan pembelajaran

kooperatif tipe NHT lebih besar daripada rata-rata hasil belajar siswa

pada kelas dengan pembelajaran konvensional)

Hasil uji normalitas dan uji homogenitas menghasilkan data berdistribusi normal

dan kedua kelompok data homogen, sehingga dalam pengujian hipotesis statistik

Gambar

Table 3.1. Rata-rata Hasil Ujian Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012
Tabel 3.2.  Desain Pelaksanaan Penelitian
Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Table 3.4. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Butir Soal Tes Hasil Belajar

Referensi

Dokumen terkait

[r]

If there are multiple resources that are being provided because of a single RFI, then a has-a association could help to identify which RFIs are addressed by which

Peneliti juga berterimakasih bagi dosen pembimbing dan dosen-dosen pengajar yang dari awal memberika ide dan dukungan dalam penyusunan skripsi Maskulinitas Pemimpin Perempuan

Saya merasa kebutuhan saya dengan membeli produk smartphone Samsung terpuaskan dengan pilihan yang saya gunakan

putusan hakim pidana, maka pemutusan hubungan kerja tersebut adalah tidak sah. dan batal demi

Dalam perencanaan dan penyususnan Laporan Akhir yang berjudul “Implementasi IP Camera Untuk Monitoring Ruang Teori dan Lab Praktikum Berbasis Web Server di

Saya akan berperan lebih banyak selama belajar matematika dalam kelompok pada hari-hari yang akan datang dan saya yakin hal itu bisa saya lakukan. Berdoalah sebelum