Wahyu Ningsih
ABSTRAK
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPENUMBERED HEAD TOGETHERTERHADAP HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh
WAHYU NINGSIH
Model pembelajaran kooperatif tipeNumbered Head Together(NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi
siswa. Ciri khasnya adalah penomoran siswa pada masing-masing kelompok dan
guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi
tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu.
Penerapan pembelajaran konvensional di SMK N 2 Bandarlampung membuat
siswa tidak terlibat secara aktif dalam interaksi belajar. Peran guru dalam
pembelajaran terlihat lebih dominan sehingga berdampak pada rendahnya hasil
siswa, yang ditunjukkan pada rendahnya presentase ketuntasan belajar siswa pada
ulangan mid semester hanya sekitar 25%.
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui
Wahyu Ningsih
matematika siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI jurusanbangunan SMK N 2 Bandarlampung tahun pelajaran 2012/2013, sedangkan
sempel penelitian ini adalah siswa kelas XI Teknik Batu Beton (TBB) dan XI
Teknik Konstruksi Kayu (TKK) yang dipilih secara acak. Desain penelitian yang
digunakan adalah posttest yang melibatkan dua kelompok. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang
mengikuti pembelajaran kooperatif tipe NHT sama dengan rata-rata hasil belajar
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPENUMBERED HEAD TOGETHER(NHT) TERHADAP HASIL
BELAJAR MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
(Skripsi)
Oleh
WAHYU NINGSIH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPENUMBERED HEAD TOGETHER(NHT) TERHADAP HASIL
BELAJAR MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh
WAHYU NINGSIH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Tina Yunarti, M.Si. _____________
Sekretaris : Drs. M. Coesamin, M.Pd _____________
Penguji
Bukan Pembimbing: Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd. _____________
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003
Judul Skripsi : PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER(NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas XI Jurusan Bangunan Smester Ganjil SMK Negeri 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
Nama Mahasiswa : WAHYU NINGSIH
Nomor Pokok Mahasiswa : 0713021052
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Dr. Tina Yunarti, M.Si. Drs. M. Coesamin, M.Pd.
NIP 19660610 199111 2 001 NIP 19591002 198803 1 002
2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
Dr. Caswita, M.Si.
MOTTO
... Sungguh atas kehendak Allah semua ini terjadi, tiada
kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah ...
(QS. Al-Kahfi : 390)
Tak akan ada keberhasilan selama kita takut gagal
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sindang Agung, Lampung Utara pada tanggal 2 Oktober
1989, anak kedua dari dua bersaudara buah cinta kasih dari pasangan Bapak Jimin
dan Ibu Satiyem.
Penulis menyelesaikan pedidikan dasar di SD Negeri 1 Sindang Agung tahun
2001, SLTP Negeri 3 Tanjung Raja tahun 2004, dan SMA Al-kautsar
Bandarlampung tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai
mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di lembaga kemahasiswaan intra kampus
diantaranya: Anggota Divisi Pengabdian Masyarakat UKM KSR PMI Unit Unila
periode 2009/2010, Kepala Divisi Pengabdian Masyarakat UKM KSR PMI Unit
Unila periode 2010/2011, dan Sekretaris UKM KSR PMI Unit Unila Periode
2011/2012. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan PPL di SMA Negeri 1
PERSEMBAHAN
Maha suci Allah SWT yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan yang ada
di antara keduanya, kupersembahkan karyaku ini kepada:
Bapak dan Ibuku tersayang yang telah membesarkan, mendidik, dan
selalu mendoakan demi kebahagiaan dan keberhasilanku.
Kakakku tercinta serta keluarga besarku yang telah memberikan
motivasi dan dukungannya.
Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu memberikan semangat.
Seseorang yang Kau pilih tuk mendampingiku kelak untuk
SANWACANA
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyu-sunan skripsi ini sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Penulis
menya-dari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas menya-dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
tulus ikhlas kepada:
1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan beserta jajaran dekanat
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pen-didikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu PenPen-didikan Universitas
Lampung;
4. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku pembimbing utama atas kesediannya
untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik baik selama perkuliahan
5. Bapak Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus
pembimbing pembantu atas kesediannya memberikan bimbingan, saran, dan
kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi;
6. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku penguji utama atas sumbangan
pemikiran dan saran baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan
skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;
7. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama
menyele-saikan studi;
8. Bapak Hi. Ramli Jumadi, S.Pd. S.T, selaku Kepala SMKN 2 Bandarlampung
yang telah memberikan izin penelitian;
9. Bapak Suralit Purba, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak memberikan
arahan dan masukan selama penelitian;
10. Bapak dan Ibu tercinta, kakakku tersayang, serta keluarga besarku yang selalu
menyayangi, mendoakan, dan selalu menjadi penyemangat dalam hidupku;
11. Teman-teman seperjuangan (angkatan 2007 Reguler) Pendidikan Matematika:
Victor, Gede, Ahmad, Miftah, Kamsuri, Vivi, Evi, Sella, Maya, Eka, Iswan,
Adit, Wawan, Ria, Jasi, Melani, Putri, Risa, Fantini, Abdul, Endah, Iim,
Firman, Ifal, Maryati, Rini terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan
yang terjalin selama ini;
12. Kakak tingkat angkatan 2004, 2005, dan 2006 serta angkatan 2007
Nonreguler, adik tingkat angkatan 2008, 2009, 2010 dan 2011 terima kasih
atas kebersamaannya;
13. Teman-teman PPL SMAN 1 Bandarlampung atas kebersamaan selama 3 bulan
14. Kakak-kakakku di UKM KSR PMI Unit Unila yang selalu memberikan
arahan, wawasan, serta nasihat-nasihat: Kak Pepenk, Kak Alex, Kak Rian,
Kak Ago, Kak Parmin, Kak Alan, Mbak Ratna, Mbak Bibit, Mbak Rani, serta
teman-teman dan adik-adik seperjuangan: Sasa, Iska, Ria, Farida, Zares,
Rengki, Tohirin, Doddy, Nanda, Kambria, Susi, Aris terima kasih atas
kerjasamanya.
15. Teman-teman satu hunian atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini;
16. Almamater yang telah mendewasakanku;
17. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi
ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang
telah diberikan dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandarlampung, Oktober 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
SANWACANA ... i
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teori ... 8
1. Pengertian Belajar Matematika... 8
2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 12
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 15
4. Pembelajaran Konvensional... 17
5. Hasil Belajar... 20
B. Kerangka Pikir ... 24
v
D. Hipotesis ... 26
III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel... 27
B. Desain Penelitian ... 27
C. Data Penelitian ... 29
D. Teknik Pengumpulan Data ... 30
E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data dan Hasil Penelitian... 40
B. Pembahasan... 43
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 48
B. Saran ... 49
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Rata-rata Hasil Belajar Semester Genap tahun Pelajaran 2011/2012 ... 27
3.2 Desain Pelaksanaan Penelitian ... 29
3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 33
3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Ciba Tes Hasil Belajar ... 34
4.1 Rekapitulasi Data Hasil Belajar Siswa ... 40
4.2 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar ... 41
4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar... 41
4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Hasil Belajar ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman A. PERANGKAT PEMBELAJARAN
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 52
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol... 93
A.3 Lembar Kerja Kelompok ... 113
A.4 Format Penentuan Kelompok Belajar Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 141
A.5 Daftar Kelompok Belajar matematika ... 142
B. PERANGKAT TES B.1 Kisi-kisi Soal Tes Formatif ... 143
B.2 Soal Tes Formatif ... 144
B.3 Kunci Jawaban Tes Formatif... 145
C. ANALISIS DATA DAN PENGUJIAN HIPOTESIS C.1 Form Penilaian Tes Formatif... 147
C.2 Surat Keterangan Validitas... 148
C.3 Daftar Nama Kelas Uji Coba dan Sampel... 149
C.4 Validitas Butir Soal Tes hasil Belajar ... 152
C.6 Tabel Daya Pembeda dan Taraf Kesukaran ... 155
C.7 Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 156
C.8 Data Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 157
C.9 Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 158
C.10 Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 163
C.11 Uji Homogenitas Data Hasil Belajar ... 168
C.12 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Hasil Belajar ... 169
C.13 Uji proporsi ... 173
D. LAIN-LAIN D.1 Kartu Kendali Skripsi... 175
D.2 Kesediaan Membahas Skripsi ... 176
D.3 Kesediaan Membimbing Skripsi (Pembimbing I) ... 177
D.4 Kesediaan membimbing Skripsi (Pembimbing II)... 178
D.5 Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 179
D.6 Surat Keterangan Penelitian Pendahuluan ... 180
D.7 Surat izin Penelitian ... 181
D.8 Sura Keterangan Penelitian ... 182
D.9 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 183
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya
pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan
diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Oleh karena itu, selayaknya mata
pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari
pendidikan dasar.
Dalam mempelajari matematika siswa harus rajin dan disiplin. Dengan demikian,
siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Pada saat
mengajarkan matematika, guru tidak hanya memperhatikan materi tetapi juga
harus memperhatikan kondisi siswa. Guru tidak semata-mata sebagai pengajar
yang hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga harus sebagai pendidik
yang mentransfer ilmu dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan
pengarahan dan menuntut siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka guru
memiliki peran yang sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar.
Pada kenyataannya matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit
untuk dimengerti. Hal ini dikarenakan karakteristik matematika yang bersifat
2
menghafal rumus untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Salah satu
penyebabnya adalah metode pembelajaran yang digunakan guru kurang cocok dan
sulit dimengerti oleh siswa, sehingga siswa kurang tertarik dan merasa terbebani
dalam belajar matematika. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa kurang
optimal.
Penggunaan metode pembelajaran yang monoton (konvensional), dapat
menyebabkan siswa merasa jenuh, mengantuk dan perhatiannya berkurang.
Metode pembelajaran harus dapat mengubah gaya belajar siswa, dari siswa yang
pasif menjadi aktif dalam mengkonstruksikan konsep. Metode pembelajaran yang
tepat akan membuat matematika lebih menarik, menantang, dan menyenangkan,.
Hal ini akan menambah semangat siswa untuk mempelajari matematika baik di
sekolah maupun di rumah, sehingga akan meningkatkan kesiapan siswa untuk
mempelajari materi-materi baru. Namun di beberapa sekolah belum sepenuhnya
menerapkan pembelajaran yang tepat termasuk SMK Negeri 2 Bandarlampung.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas XI di
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Bandarlampung diketahui bahwa
metode pembelajaran yang biasa digunakan selama ini adalah pembelajaran
konvensional, yaitu guru lebih banyak menjelaskan dan siswa hanya
mendengar-kan. Informasi lainnya menyebutkan bahwa rata-rata hasil ujian mid semester
genap mata pelajaran matematika SMK Negeri 2 Bandarlampung tahun pelajaran
2011/2112 hanya sekitar 25% siswa yang tuntas (memperoleh nilai lebih besar
atau sama dengan 70). Rendahnya hasil belajar tersebut bisa saja terjadi karena
3
memiliki kesiapan untuk belajar. Siswa juga cenderung pasif dalam pembelajaran.
Padahal di dalam kurikulum KTSP siswa dituntut untuk aktif selama
pembelaja-ran berlangsung. Dalam KTSP sangat ditekankan keterlibatan aktif antara guru
dan siswa selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran matematika
perlu diperbarui, siswa diberikan kesempatan untuk lebih aktif dibandingkan
dengan aktivitas guru. Dalam upaya meningkatkan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran bisa dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi.
Salah satu model pembelajaran yang menekankan kerjasama kelompok yaitu
model pembelajaran kooperatif. Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif
diantaranya mengajarkan kepada siswa suatu keterampilan kerjasama dan
kolabo-rasi, selain keunggulan dalam membatu siswa untuk memahami konsep-konsep
yang sulit. Pembelajaran ini juga membantu siswa menumbuhkan kemampuan
kerjasama sehingga siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat
berfikir yang lebih tinggi setelah diskusi. Pembelajaran kooperatif juga
meman-faatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi. Keunggulan lain dari
pembela-jaran ini adanya peningkatan penerimaan siswa yang berbeda latar belakang.
Selain keunggulan-keunggulan di atas, pembelajaran ini juga memiliki kelemahan
diantaranya apabila guru dalam pembelajaran tidak memberikan tantangan yang
sesuai dan menarik, suatu pembelajaran kooperatif dapat berlangsung gagal
dengan cepat. Kesulitan lain yaitu banyak siswa mengalami kesulitan berbagi
waktu dan bahan. Tetapi apabila kelemahan-kelemahan selama pembelajaran
dapat ditekan, kemungkinan akan didapatkan hasil belajar siswa yang baik.
4
Pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada
siswa agar dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, sebagian
besar aktivitas pembelajaran dilakukan oleh siswa, yaitu dengan mempelajari
materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalahnya sendiri. Menurut
Lie (2007:59), model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada
siswa untuk saling berbagi ide, mempertimbangkan jawaban yang paling tepat,
dan mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Salah
satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah NHT. Pembelajaran
koo-peratif tipe NHT adalah suatu model pembelajaran yang lebih memungkinkan
siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab penuh dalam memahami materi
pelajaran matematika baik secara berkelompok maupun individual.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Ciri khasnya
adalah penomoran siswa pada masing-masing kelompok dan guru hanya
menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu
terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Oleh karena itu, siswa
dituntut untuk mengetahui jawaban dari setiap tugas yang diberikan oleh guru
dalam kelompoknya. Oleh karena tugas tersebut menjadi tanggung jawab
kelom-pok dan jika siswa yang ditunjuk untuk mempresentasikan jawaban tidak bisa
menjawab, maka dia akan malu pada kelompoknya dalam kelas sehingga siswa
tersebut akan berusaha untuk mengetahui semua jawaban tugas melalui diskusi
5
Berdasarkan pada visi dan misi SMK Negeri 2 Bandarlampung yang
memprioritaskan lulusannya untuk siap membuat lapangan kerja baru dan
mengharuskan lulusan-nya untuk dapat secara langsung berinteraksi dengan
masyarakat, maka dianggap perlu menerapkan pembelajaran yang menuntut
siswanya untuk meningkatkan ke-siapan belajar sehingga siswa mampu mengikuti
alur pembelajaran dan aktif sela-ma Pembelajaran berlangsung. Sementara pada
kenyataanya pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran konvensional
yang kurang memperhatikan visi dan misi tersebut. Hal tersebutlah yang
melatarbelakangi dilakukannya eksperi-men penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT (Numbered, Head, Together).
Dengan model pembelajaran tipe NHT diharapkan dapat menjadi alternatif bagi
guru yang memang mengalami kesulitan dalam variasi model pembelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan siswa mampu membangun
pengetahuannya sendiri dengan motivasi belajar yang tinggi itu. Penerapan
pem-belajaran NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara
man-diri. Jadi siswa benar-benar mengalami dan menemukan sendiri apa yang
dipela-jari sehingga menciptakan pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan,
inovatif, dan efektif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
“Apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bandarlampung.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi kepada guru dan calon guru tentang pengaruh
model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar matematika
siswa.
2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru, calon guru dan siswa tentang
alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan disekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup peneliatian ini adalah :
1. Pengaruh yang muncul dalam penelitian ini adalah apabila rata-rata hasil
belajar dan proporsi ketuntasan belajar siswa pada kelas eksperimen lebih besar
dari pada rata-rata hasil belajar dan proporsi ketuntasan belajar siswa pada
kelas kontrol.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan suatu strategi
pembelajaran yang mengutamakan diskusi dan kerja sama dalam kelompok
dimana pembelajaran dimulai dengan guru membagi siswa dalam
kelompok-kelompok kecil dan memberi penomoran sedemikian sehingga setiap siswa
7
kelompoknya. Kemudian guru mengajukan pertanyaan. Para siswa
mendiskusikan pertanyaan tersebut dalam kelompok lalu menggambarkan dan
meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
Guru menyebut satu nomor dan siswa dari setiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan guru menunjuk salah satu siswa untuk
mempresentasikan jawaban bagi seluruh siswa dalam kelas.
3. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dimana seorang guru di kelas
dengan jumlah siswa (30 – 40 peserta didik) dalam waktu yang sama
menyampaikan bahan pelajaran yang sama dan metode yang sama. Dalam
pembelajaran ini guru beranggapan semua peserta didik mempunyai
kemampuan, kesiapan, kematangan dan kecepatan berfikir yang sama. Dalam
hal ini guru sangat berperan dan aktif dalam berlangsungnya sistem belajar
mengajar di kelas.
4. Hasil belajar adalah kemampuan siswa dalam aspek kognitif yang berupa nilai
tes matematika. Aspek hasil pembelajaran dilihat dari ketuntasan belajar siswa
mencapai minimal 60% siswa tuntas belajar (memiliki nilai lebih dari atau
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar Matematika
Gagne dalam (Slameto, 2003: 13) menyatakan belajar sebagai “Suatu proses
untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaaan, dan
tingkah laku.” Menurut Slameto (2003: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sardiman (2004) yang
menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Di pihak lain Fauzi (2004:44),
mengungkapkan bahwa belajar adalah “Suatu proses di mana suatu tingkah laku
ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (atau rangsang)
yang terjadi.
Dari beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses yang dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan tingkah laku dari diri seseorang yang mengalaminya dan
9
dalam hal tingkah laku ataupun pengetahuan sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya. Menurut Fauzi (2004:44), kegiatan belajar memiliki beberapa
maksud, antara lain: (a) mengetahui suatu konsep yang sebelumnya tidak pernah
diketahui, (b) dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dikerjakan,
(c) mampu mengkombinasikan dua pengetahuan atau lebih ke dalam suatu
pengertian baru, (d) dapat memahami dan menerapkan pengetahuan yang telah
diperoleh.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu, dan memajukan
daya fikir manusia. Oleh karena itu, mempelajari matematika tidak dapat
dipisah-kan dengan dunia pendididipisah-kan. Dalam pendididipisah-kan formal, mulai dari jenjang
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, matematika selalu menjadi salah satu
ilmu yang wajib dipelajari.
Menurut Bruner (dalam Mu’addab, 2010), belajar matematika ialah belajar
tentang konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang
dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika. Kolb (dalam Mu’addab, 2010) mendefinisikan bahwa “belajar
matematika merupakan proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau
dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa.”
Pendapat Kolb ini intinya menekankan bahwa dalam belajar siswa harus diberi
kesempatan seluas-luasnya mengkontruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari
dan siswa harus didorong untuk aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya
10
Dalam kegiatan belajar matematika, siswa harus lebih diberi kesempatan untuk
aktif dari pada guru, hal yang sama juga diungkapkan oleh Goldin (dalam
Mu’addab, 2010) sebagai berikut.
”Matematika ditemukan dan dibangun oleh manusia sehingga dalam pem-belajaran matematika harus lebih dibangun oleh siswa daripada ditanamkan oleh guru. Pembelajaran matematikan menjadi lebih aktif bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelaja-ran bermakna”.
Di pihak lain Panhuizen dan Verchaffel (dalam Mu’addab, 2010) menyatakan sebagai berikut.
“Pendidikan matematika seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali’ matematika dengan berbuat matematika. Pembelajaran matematika harus mampu memberi siswa situasi masalah yang dapat dibayangkan atau mempunyai hubungan dengan dunia nyata. Lebih lanjut mereka menemukan adanya kecenderungan kuat bahwa dalam memecahkan masalah dunia nyata siswa tergantung pada pengetahuan pada pengetahuan yang dimiliki siswa tentang dunia nyata tersebut”.
Beberapa pengertian matematika juga dinyatakan oleh Soedjadi (2000:11) sebagai
berikut.
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir secara sistematis.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu cabang
ilmu eksak yang di dalamnya terdapat pengetahuan tentang fakta-fakta dan
pena-laran logik yang memiliki aturan-aturan yang ketat, berhubungan dengan bilangan
dan kalkulasi, dan terorganisir secara sistematis.
Soedjadi (2000:13) juga mengemukakan beberapa karakteristik matematika
11
a. Memiliki objek kajian yang abstrak. b. Bertumpu pada kesepakatan.
c. Berpola fikir deduktif.
d. Memiliki simbol yang kosong dari arti. e. Memperhatikan semesta pembicaraan. f. Konsisten dalam sistemnya.
Matematika merupakan salah satu dasar ilmu dari ilmu-ilmu yang lainnya,
sehingga matematika sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
sesuai dengan tujuan pendidikan matematika di sekolah yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mempersiapkan anak didik agar mampu menghadapi perubahan-perubahan keadaan di dalam kehidupan dunia yang senantiasa berubah, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat, obyektif, kreatif, efektif dan diperhitungkan secara analitis sintetis, b. Untuk mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika secara
fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan.
Namun dalam mempelajari matematika, tidak sedikit siswa yang menganggap
matematika merupakan ilmu yang sukar untuk dipelajari. Hal ini seperti yang
dinyatakan Dienes (dalam Simanjuntak, 2002:72) yang menyatakan bahwa:
“Terdapat anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana, semakin sukar matematika yang dipelajari maka minat belajar matematika siswa semakin berkurang sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, rumit, dan banyak memberdayakan”.
Belajar matematika memiliki keunikan yang membuatnya berbeda dengan belajar
secara umum. Belajar matematika juga melibatkan struktur hirarki yang
mempu-nyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar pengalaman yang sudah ada
sehingga belajar matematika tidak dapat dilakukan secara terputus-putus karena
dapat mengganggu pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Hal ini sesuai
12
“Belajar matematika melibatkan struktur hirarki atau urutan konsep-konsep yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar konsep atau pengalaman yang sudah ada, sehingga belajar matematika harus terus-menerus dan berurutan karena belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu pemahaman dan mempengaruhi hasil belajar”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika
adalah proses yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan untuk menerapkan konsep-konsep, struktur, dan pola
dalam matematika sehingga menjadikan siswa berfikir logis, kreatif, dan
sistema-tis dalam kehidupan sehari-hari.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
Belajar merupakan suatu proses berfikir. Proses berfikir menekankan kepada
pro-ses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dan
lingkungan. Dalam pembelajaran, berfikir tidak hanya menekankan kepada
akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah
kemam-puan siswa untuk memperoleh pengetahuannya melalui berbagai kegiatan yang
dilakukannya sendiri di kelas. Pembelajaran di sekolah merupakan suatu kegiatan
interaksi edukatif antara guru dan siswa maupun antara siswa dan siswa sehingga
memungkinkan siswa untuk memperoleh lebih banyak pengetahuannya sendiri.
Dalam perkembangannya guru hanya bertindak sebagai pengarah dan
pembim-bing, sedangkan siswa dituntut untuk lebih mandiri dalam pembelajaran. Siswa
mencari pengetahuan dan pengalamannya sendiri sehingga dapat memahami
konsep materi yang dipelajarinya. Salah satu upaya yang dilakukan guru untuk
memben-13
tuk kelompok-kelompok diskusi kecil diantara siswa. Model pembelajaran ini
dikenal dengan model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembe-lajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan
untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya
kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar
dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan
belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa,
yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah
bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat Eggen and Kauchak dalam Trianto
(2007:42), yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah
kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi
untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun sebagai usaha
untuk meningkatkan partisipasi siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berinteraksi dan bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan bersama. Jadi, bisa disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif adalah sistem belajar kelompok yang terstruktur dengan memberikan
beberapa tugas untuk dikerjakan secara bersama.
Menurut Johnson dan Johnson dalam Abdurrahman (2003:121) mengungkapkan
bahwa “Ada empat elemen dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1) saling
ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan
14
Selanjutnya David Johnson (dalam Lie 2007:31) menyatakan sebagai berikut.
Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan.
Ada berbagai alasan dipilihnya interaksi kooperatif dalam pembelajaran. Menurut
Johnson dan Johnson (dalam Abdurrahman 2003:124) Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif
terhadap perkembangan anak. Berbagai pengaruh positif tersebut adalah:
a. meningkatkan prestasi belajar; b. meningkatkan retensi;
c. lebih dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi; d. lebih dapat mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik;
e. lebih sesuai untuk meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen; f. meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah;
g. meningkatkan sikap anak yang positif terhadap guru; h. meningkatkan harga diri anak;
i. meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif; dan j. meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong.
Selanjutnya Sawali Tuhusetya (2007) menyatakan:
“Melalui metode ini, siswa bisa berdialog dan berinteraksi dengan siswa lain secara terbuka dan interaktif.di bawah bimbingan guru sehingga siswa terpacu untuk menguasai bahan ajar yang disajikan sesuai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan”.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
15
kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan
dalam kegiatan-kegiatan belajar.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Ada berbagai tipe pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah tipe NHT. Lie
(2007:59) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini
dikem-bangkan oleh Spencer Kagan.
Selanjutnya Lie (2007:59) menyatakan bahwa:
“Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini bisa digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik”.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mengulang
fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Model
pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang tingkat
kesulitannya terbatas. Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok.
NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap
isi pelajaran tersebut. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran
berpusat pada siswa.
NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi
16
siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa
memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut.
Model pembelajaran kooperatif NHT mempunyai empat tahap dalam
pelaksana-annya yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab.
Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2007:62), Dia mengungkapkan bahwa:
Empat tahap dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif NHT adalah sebagai berikut:
a. Fase 1: Penomoran
Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat berva-riasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau berbentuk arahan.
c. Fase 3: Berfikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meya-kinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
d. fase 4: Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Belajar matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT akan membuat
siswa lebih bersemangat dalam menyelesaikan setiap permasalahan dibandingkan
belajar sendiri. Hal ini karena setiap permasalahan matematika yang ada dapat
mereka diskusikan bersama kelompoknya dan saling berbagi ide sehingga setiap
permasalahan menjadi terlihat lebih mudah. Setiap kelompok terdiri dari siswa
dengan kemampuan matematika bervariasi, ada yang berkemampuan tinggi, ada
yang berkemampuan sedang, dan ada yang berkemampuan rendah.
Di sini ketergantungan positif juga dikembangkan, dan siswa yang kemampuan
17
lebih. Siswa yang berkemampuan tinggi bersedia membantu, meskipun mereka
mungkin tidak akan dipanggil untuk menjawab. Bantuan yang diberikan dengan
motivasi tanggung jawab atau nama baik kelompok. Siswa yang berkemampuan
lemah dan enggan bertanya pada guru dapat bertanya kepada anggota kelompok
yang lebih mampu. Siswa yang paling lemah diharapkan sangat antusias dalam
memahami permasalahan dan jawabannya karena merasa merekalah yang akan
ditunjuk oleh guru.
Dari uraian-uraian di atas, model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah
strate-gi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam
kelom-pok untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan ciri khasnya adalah penomoran
siswa pada masing-masing kelompok. Diharapkan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas siswa bertanya dan aktivitas siswa
mengerjakan tugas, serta dapat pula meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
4. Pembelajaran Konvensional
Pendekatan pembelajaran konvensional atau konservatif saat ini adalah
pendekatan pembelajaran yang paling sering dilakukan oleh para guru. Wallace
(dalam Sunartombs; 2009), memandang bahwa pembelajaran konvensional
merupakan proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru
mengajarkan materi kepada siswanya.
Menurut Hannafin (dalam Juliantara, 2009), sumber belajar dalam pendekatan
pembelajaran konvensional lebih banyak berupa informasi verbal yang diperoleh
dari buku dan penjelasan guru atau ahli. Sumber-sumber inilah yang sangat
18
tersusun secara sistematis mengikuti urutan dari komponen-komponen yang kecil
ke keseluruhan dan biasanya bersifat deduktif. Oleh sebab itu, apa yang terjadi
selama pembelajaran jauh dari upaya-upaya untuk terjadinya pemahaman. Siswa
dituntut untuk menunjukkan kemampuan menghafal dan menguasai
potongan-potongan informasi sebagai prasyarat untuk mempelajari
keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. Artinya bahwa siswa yang telah mempelajari
pengetahuan dasar tertentu, maka siswa diharapakan akan dapat menggabungkan
sub-sub pengetahuan tersebut untuk menampilkan hasil belajar yang lebih
kompleks.
Institute of Computer Technology (dalam Sunartombs, 2009), menyebut pembelajaran konvensional dengan istilah “pengajaran tradisional”. Dijelaskan
bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran
yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia.
Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai informasi yang
tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi dengan cepat,
membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa yang cara belajar
terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa
kelemahan yaitu tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan
mendengarkan dan hanya memperhatikan penjelasan guru, sering terjadi kesulitan
untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, pendekatan
tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis, dan mengasumsikan
19
Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran
konvensional adalah metode ekspositori. Metode ekspositori ini sama dengan cara
mengajar yang biasa (tradisional) dipakai pada pengajaran matematika. Kegiatan
selanjutnya guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian
memberi soal-soal latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya.
Hamalik(2001:56) dalam buku proses belajar mengajar mengemukakan:
“Pembelajaran nasional menitikberatkan pada pembelajaran klasikal. Guru mengajarkan bahan yang sama dan metode yang sama dan penilaian yang sama kepada semua siswa serta menganggap semua siswa akan memperoleh hasil yang sama”.
Berdasarkan penjelasan di tersebut yang dimaksud dengan pembelajaran klasikal
adalah pembelajaran yang disampaikan oleh guru terhadap sejumlah siswa
tertentu secara serentak atau bersamaan pada waktu dan tempat yang sama. Hal ini
berarti behwa kemampuan, kecerdasan, minat dan perhatian siswa dianggap sama.
Dalam sistem klasikal siswa cenderung bersifat pasif, kurang mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas dan inisiatif dikarenakan proses
pembelajaran klasikal lebih mudah dan dari segi biaya lebih murah. Oleh karena
itu pembelajaran klasikal masih banyak digunakan.
Model pembelajaran yang digunakan oleh guru di SMK N 2 Bandar Lampung
adalah model pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran secara klasikal.
Adapun metode yang digunakan merupakan gabungan dari metode ceramah,
tanya jawab dan pemberian tugas atau latihan, pembelajaran berlangsung
individualistis yaitu kemajuan siswa dalam belajar mengikuti jalannya sendiri
tidak ada sosial konteks dan tidak ada interaksi, dan hampir tidak ada sistem
20
Dilihat dari pelaksanaannya dalam kelas maka model pembelajaran konvensional
memiliki kelebihan sebagai berikut:
1. Dapat diikuti oleh sejumlah siswa yang banyak dan juga mencakup jumlah materi yang banyak.
2. Dikarenakan guru menjadi pusat perhatian siswa, guru lebih banyak menuangkan pengalamannya.
3. Cara pengajarannya terencana, teratur dan dapat disiapkan dengan baik oleh guru.
4. Cara ini lebih dapat disesuaikan ditinjau dari segi waktu, tempat, siswa, dan pokok bahasan.
Adapun kelemahan dari model pembelajaran konvensional sebagai berikut :
1. Sukar bagi siswa untuk konsentrasi terhadap keterangan-keterangan dari guru apabila pada saat keadaan kurang menunjang seperti siang hari atau jam-jam terakhir.
2. Guru tidak mengetahui sampai sejauh mana siswa memahami pelajaran. 3. Siswa kurang mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan suatu tugas, dan
pengalaman-pangalaman lain yang berguna bagi dirinya.
4. Siswa mudah bosan apabila siswa tidak begitu memahami pembelajaran yang sedang berlangsung.
Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau
mencatat apa yang disampaikan guru. Salah satu ciri kelas dengan pembelajaran
secara biasa yaitu para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada
hari itu. Akibatnya tidak ada tingkatan dalam proses belajar dan tidak ada
penghubung antara kerja terbatas konteks yang informal dan aritmatika terbatas
formal, tidak ada perhatian ditujuakn pada refleksi, tidak ada peluang siswa untuk
menyediakan informasinya sendiri.
5. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil belajar
Hasil belajar merupakan bagian dari proses belajar. Melalui hasil belajar dapat
21
merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas
belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa
yang dipelajari oleh siswa. Dalam pembelajaran perubahan perilaku yang harus
dicapai oleh siswa setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam
tujuan pembelajaran. Menurut Abdurrahman (1999: 37), bahwa hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar.
Sedangkan Dimyati (2006:3) mengungkapkan bahwa:
”Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar”.
Dipihak lain, Hamalik (2009:155) menyatakan bahwa:
”Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan sikap dan kete-rampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan degan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya”.
Menurut Gagne (dalam Dimyati dan mujiono, 1999:10), menyatakan hasil belajar
terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap,
dan siasat kognitif.
Kelima hasil belajar tersebut adalah sebagai berikut:
Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa:
a. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilihan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.
b. Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan definisi, dan prinsip.
22
d. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
e. Sikapadalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilai-an terhadap obyek tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan tingkat kemampuan yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran selama kurun waktu tertentu.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar
Berhasil tidaknya proses belajar mengajar cenderung dipengaruhi oleh banyak
faktor. Menurut Slameto (2003:54) belajar dipengaruhi oleh faktor intern dan
faktor ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang ada dalam diri individu yang
meliputi faktor jasmani (kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologi (intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kesiapan, kematang-an, dan kelelahan). Sedangkan
faktor ekstern meliputi faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian keluaga,
latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (pendekatan mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, dan pendekatan belajar) dan faktor
masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat).
Djamarah (2008:176) mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses
dan hasil belajar terbagi menjadi 2 (dua) unsur yaitu unsur luar dan unsur dalam.
Unsur luar meliputi faktor lingkungan (alami dan sosial budaya) dan faktor
23
unsur dalam meliputi faktor psikologis (kondisi fisiologis dan kondisis
pancaindera) dan faktor psikologis (minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan
kemampuan kognitif).
c. Evaluasi Hasil Belajar
Kegiatan belajar mengajar yang sudah dilaksanakan akan diakhiri dengan proses
evaluasi belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:200) mengemukakan
bahwa: “Evaluasi hasil belajar merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.” Kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan
yang telah dikerjakan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dlakukan oleh
guru. Salah satu upaya untuk mengukur hasil belajar siswa dlihat dari hasil
belajar siswa itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar
adalah prestasi belajar yang diukur melaui tes.
Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, maka evaluasi hasil
belajar memiliki sasaran berupa ranah tujuan pendidikan yang diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Adapun
pembagiannya menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) sebagai berikut.
a. Ranah Kognitif
Bloom mengemukakan adanya 6 (enam) kelas/tingkat penggolongan tujuan ranah kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, penggunaan atau penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah Afektif
24
c. Ranah Psikomotorik
Kibler, Barket, dan Miles mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik meliputi gerakan tubuh mencolok, ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, perangkat komunikasi nonverbal, dan kemam- puan berbicara.
Hasil belajar merujuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar merupakan
indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa. Biasanya penilaian ini
dinyatakan dalam skala nilai berupa huruf, kata atau simbol dan ditujukan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu
kegiatan pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa indikator hasil belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Perubahan
tersebut dapat dilihat dari kemampuan kognitifnya.
B. Kerangka Pikir
Pembelajaran kooperatif pada pembelajaran matematika memberikan kesempatan
kepada para siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil dimana masing-masing anggota kelompok bertanggung
jawab terhadap keberhasilan diri dan anggota kelompok lainnya dengan cara
saling membantu melaksanakan tugas yang telah diberikan kepada kelompoknya,
sehingga setiap kelompok mencapai potensi optimal yang mungkin diraihnya.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri atas empat tahapan yang digunakan untuk megulang
fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa, tahapan
25
menjawab pertanyaan. Model pembelajaran tipe NHT juga dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas. Tipe ini juga digunakan
untuk melibatkan aktivitas siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam
suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Jadi dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa.
Pelaksanaannya tipe NHT lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk
saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Selain itu, tipe ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerjasama, sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya
yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi
kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan
berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.
Pembelajaran matematika konvensional memandang belajar sebagai suatu
reproduksi dan setiap waktu mulai pada tingkat matematika formal. Sedangkan
penyelesaian suatu masalah dipandang sebagai bahan pengayaan. Dalam
pembelajaran konvensional tidak ada peluang siswa untuk mendapakan kebebasan
berfikir dengan caranya sendiri dan tidak ada perhatian terhadap refleksi.
Pembelajaran berlangsung individualistis yaitu kemajuan siswa dalam belajar
mengikuti jalannya sendiri, tidak ada interkasi antara siswa maupun siswa dan
guru. Oleh karenanya, bagi siswa yang mengalami kesulitan atau tidak memahami
materi yang sedang dipelajari akan memerlukan waktu yang relatif lama untuk
lepas dari kesulitan. Kondisi seperti ini akan menciptakan kemungkinan siswa
26
hal tersebut tentunya akan masuk kedalam suasana yang tidak nyaman dalam
belajar. Dengan demikian, pembelajaran matematika konvensional cenderung
menghasilkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang lemah.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
NHT dapat berpengaruh terhadap tingginya hasil belajar matematika siswa.
Sebaliknya, pembelajaran konvensional menunjukkan hasil belajar matematika
siswa yang lebih rendah.
C. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah faktor lain selain penggunaan model
pembelajaran yang memengaruhi hasil belajar matematika siswa besarnya sama.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas dirumuskah hipotesis dalam penelitian ini sebagai
berikut:
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil belajar
27
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI Jurusan Bangunan
semester ganjil SMK N 2 Bandarlampung tahun pelajaran 2012/2013. Populasi
terdiri dari 4 kelas dengan tingkat kemampuan matematika siswa homogen.
Dengan kemampuan homogen dalam setiap kelas, pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan teknik Random Sampling (sampel acak) menurut kelas
yaitu mengambil dua kelas dari 4 kelas yang ada. Penarikan sampel dilakukan
secara acak menurut kelas bertujuan agar penelitian ini tidak mengganggu proses
belajar mengajar serta kurikulum di sekolah tersebut.
Table 3.1. Rata-rata Hasil Ujian Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012
Kelas Jumlah Siswa Tiap Kelas Rata-rata Nilai Kelas
X TBB 30 70, 68
X TKK 31 69,80
X TGB 32 68,15
X TSP 30 70,18
B. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain Posttest Only
28
kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kontrol serta diakhir eksperimen
kedua kelompok mendapatkan tes yang sama. Siswa kelas eksperimen maupun
kelas kontrol memiliki tingkat kemampuan belajar matematika yang homogen dan
memperoleh materi yang sama serta hanya berbeda dalam pemberian
pembelajaran matematika. Kelas eksperimen menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe NHT sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran
konvensional. Pada kelas kontrol pembelajaran konvensional menggunakan
metode ceramah, metode diskusi, serta metode penugasan.
Hasil pengacakan diperoleh kelas XI TBB (Teknik Batu Beton) sebagai kelas
eksperimen, dan kelas XI TKK (Teknik Konstruksi Kayu) sebagai kelas kontrol.
Selama penelitian diamati hasil belajar siswa baik di kelas eksperimenmaupun di
kelas kontrol dan kemudian dibandingkan hasilnya untuk mengetahui pengaruh
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHTterhadap hasil belajar.
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap sebagai berikut.
a. Tahap Perencanaan
1) Mengambil data hasil tes pada pokok bahasan sebelumnya yang
di-gunakan sebagai acuan pembagian kelompok pada kelas eksperimen yang
menggunakan pembelajarankooperatif tipe NHT.
2) Membagi siswa secara berpasangan pada kelas yang menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT, sesuai dengan hasil tes yang diperoleh
siswa pada pokok bahasan sebelumnya.
3) Membuat rencana pembelajaran yang menggunakan pembelajaran
29
4) Menyusun lembar kerja siswa yang akan diberikan kepada siswa pada
kelas eksperimen dan menyusun soal latihan yang akan diberikan kepada
siswa pada kelas kontrol.
5) Mempersiapkan perangkat untuk instrumen tes.
b. Tahap Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan pada dua kelas, yaitu kelas
XI TBB menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHTdan kelas XI TKK
menggunakan pembelajaran konvensional.
Tabel 3.2. Desain Pelaksanaan Penelitian
Kelompok Kelompok Hasil Belajar
E
P X C YY12
Keterangan :
E = Kelas Eksperimen
P = Kelas kontrol
X = Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran NHT
C = Perlakuan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional
Y1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen
Y2 = Nilai rata-rata kelas kontrol
C. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah data hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai
hasil tes setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran
30
D. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitan ini adalah data hasil belajar siswa. Untuk memperoleh data
tentang hasil belajar siswa dilakukan melalui tes. Instrumen tes yang digunakan
adalah tes essay. Untuk mendapat tes yang valid dilakukan langkah-langkah
berikut.
a. Membuat kisi-kisi
b. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi
c. Meminta pertimbangan kepada guru mitra yang dipandang ahli untuk
mendapat kesesuaian antara kisi-kisi dengan soal
d. Memperbaiki soal berdasarkan saran dari ahli.
Sebelum instrumen tes digunakan pada siswa yang dijadikan sampel, terlebih
dahulu diujikan pada siswa yang termasuk ke dalam populasi tetapi diluar sampel.
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, daya
pembeda , dan indeks kesukarannya.
1. Validitas isi
Validitas isi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan
mem-bandingkan antara isi yang terkandung dalam tes hasil belajar dengan tujuan
instruksional khusus yang telah ditentukan untuk masing-masing pelajaran,
apakah hal-hal yang tercantum dalam tujuan intruksional khusus sudah terwakili
secara nyata dalam tes hasil belajar tersebut atau belum. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini soal tes dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu
kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas XI dan
31
Setelah perangkat tes dinyatakan valid, maka perangkat tes diujicobakan. Uji coba
dilakukan diluar sampel penelitian. Setelah diujicobakan, diukur tingkat
realiabilitas, indeks kesukaran, dan daya beda soal. Jika perangkat tes telah
memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka perangkat tes termasuk dalam kriteria
tes yang baik sehingga soal layak untuk digunakan.
2. Reliabilitas
Setiap alat pengukur sebaiknya memiliki kehandalan atau dapat dipercaya
terhadap alat ukur yang nantinya digunakan sebagai instrument dalam penelitian.
Oleh karena itu, beberapa aspek reliabilitas, yaitu suatu alat ukur memiliki
ketepatan, kesamaan dan kemantapan. Reliabilitas tes diukur berdasarkan
koefisien reliabilitas dan digunakan untuk mengetahui tingkat interpretasi suatu
tes. Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan tes tersebut berulangkali terhadap subjek yang sama senantiasa
menunjukan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajek (stabil). Untuk mengetahui
reliabilitas hasil tes digunakankan cara Cronbach Alpha. Hal ini berdasarkan pada
pendapat Ruseffendi (1991:191).
=
( )1 −
∑Keterangan :
r11 = Koefisien reliabilitas
n = Banyaknya butir soal
32
Nilai reliabiltas yang didapat dari digunakan untuk menentukan tingkat
reliabilitas berdasarkan kriteria yang dinyatakan oleh Arikunto (2001: 75) sebagai
berikut.
1. antara 0,800 sampai dengan 1,000 : sangat tinggi 2. antara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggi 3. antara 0,400 sampai dengan 0,600: sedang 4. antara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendah
5. antara 0,000 sampai dengan 0,200: sangat rendah.
Setelah dilakukan uji coba butir soal dan dilakukan perhitungan reliabilitas
(Lampuran C.4), butir soal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
koefisien reliabilitas sebesar 0,73 dengan interpretasi reliabilitas tinggi.
3. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat
membedakan siswa yang berkemampuam tinggi dan siswa yang berkemampuan
rendah. Untuk menhitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa
yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah.
Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok
atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).
To (dalam Noer, 2010) mengungkapkan bahwa untuk menghitung daya pembeda
ditentukan dengan rumus :
DP =
SA = Jumlah skor siswa kelompok atas pada soal yang diolah
SB = Jumlah skor siswa kelompok bawah pada soal yang diolah
33
IA = Jumlah skor ideal kelompok atas
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi dengan
kriteria seperti disajikan dalam tabel 3.4 berikut :
Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi daya pembeda
baik (Lampiran C.6). Nilai daya pembeda soal nomor 1a adalah 0,45 (baik), soal
nomor 1b adalah 0,45 (baik), soal nomor 2 adalah 0,41 (baik), soal nomor 3
adalah 0,49 (baik), soal nomor 4 adalah 0,49 (baik), dan Soal nomor 5 adalah 0,45
(baik).
4. Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal.
Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak
terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk mengetahui indeks kesukaran
tiap-tiap soal ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
IK =
34
SB = Jumlah skor siswa kelompok bawah pada soal yang diolah.
IA = Jumlah skor ideal kelompok atas.
IB = Jumlah skor ideal kelompok bawah.
Selanjutnya untuk menginterpretasikan harga indeks kesukaran tersebut
digunakan kriteria: (1) IK 86% - 100 % = soal sangat mudah; (2) IK 71 % - 85 %
= soal mudah; (3) IK 31 % - 70 % = soal sedang; (4) IK 16 % - 30 % = soal sukar;
(5) IK 0 % - 15 % = soal sangat sukar. (To, 1996: 16)
Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi sedang
(Lampiran C.6) yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran antara 31% - 70%. Nilai
tingakat kesukaran soal nomor 1a adalah 0,65 (sedang). Soal nomor 1b adalah
0,68 (sedang), soal nomor 2 adalah 0,58 (sedang), soal nomor 3 adalah 0,67
(sedang), soal nomor 4 adalah 0,63 (sedang), dan soal nomor 5 adalah 0,43
(sedang).
Table 3.4. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Butir Soal Tes Hasil Belajar
No soal Validitas Reliabilitas Pembeda Daya Kesukaran Tingkat
1a Valid
35
telah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga lima butir soal tersebut dapat
digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika siswa.
E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Teknik Analisis Data
Analisis data penelitian dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis yang
diajukan. Untuk melihat keberartian perbedaan kedua sampel maka digunakan
uji-t. Uji-t hanya dapat digunakan jika data sampel memenuhi dua syarat, yaitu
sampel berasal dari polulasi yang berdistribusi normal, dan kedua kelas memiliki
varians yang homogen. Oleh karena itu, sebelum pengujian hipotesis data respon
belajar siswa dan hasil belajar siswa, dilakukan pengujian normalitas dan
homogenitas. Untuk keperluan uji hipotesis tersebut, data diolah menggunakan uji
Chi-Kuadrat dengan bantuan paket program Statistical Package for Social
Sciences (SPSS).
Pengujian normalitas untuk masing-masing data dilakukan dengan Uji
Chi-Kuadrat dengan hipotesis sebagai berikut.
H0 : populasi berdistribusi normal
H1 : populasi tidak berdistribusi normal
36
Kriteria uji : terima H0 jika 2hitung 2tabel dengan taraf nyata 5%. Sudjana
(2005: 293).
Dari analisis data hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran konvensional
secara berurutan diperoleh nilai (Lampiran C.9 dan C.10) sebesar 4,951
dan 5,06 serta harga untuk taraf nyata α 5% dan k = 7 adalah
( )( )= ( , )( ) = ( , )( ) = 7,81, sehingga diperoleh <
untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol, berdasarkan kriteria uji
maka terima H0 atau dengan kata lain data hasil belajar siswa berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
Sedangkan untuk menguji homogenitas masing-masing pasangan data dilakukan
dengan Uji Homogenitas Varians dengan hipotesis sebagai berikut.
Hipotesis : H0 : 2
Kriteria pengujian adalah: Tolak H0 jika Fhitung > Ftabel dimana distribusi F yang
digunakan mempunyai dk pembilang = n1 – 1 dan dk penyebut = n2 – 1, dan
terima H0 selainnya. (Sudjana, 1996: 250).
Hasil analisis data (Lampiran C.11) diperoleh nilai Fhitung = 0,80 dan ( ) =
37
diterima, artinya kedua populasi mempunyai varians yang sama. Selanjutnya
untuk menguji pengaruh pembelajaran NHT terhadap hasil belajar siswa
dilakukan Uji Kesamaan Dua Rata-Rata (Uji-t).
2. Teknik Pengujian Hipotesis
Penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H0 : rata-rata hasil belajar pada kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT
sama dengan rata-rata hasil belajar pada kelas konvensional.
H1 : rata-rata hasil belajar pada dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih
besar daripada rata-rata hasil belajar pada kelas dengan pembelajaran
konvensional.
Apabila data yang diperoleh normal dan homogen maka digunakan uji satu sisi
sebelah kanan atau uji kesamaan dua rata-rata satu pihak. Hipotesis untuk uji
kesamaan dua rata-rata, menurut Sudjana (2005: 243) adalah:
H0 : = ( rata-rata hasil belajar siswa pada kelas dengan pembelajaran
kooperatif tipe NHT sama dengan rata-rata hasil belajar siswa pada
kelas dengan pembelajaran konvensional)
H1 : ≠ ( rata-rata hasil belajar siswa pada kelas dengan pembelajaran
kooperatif tipe NHT lebih besar daripada rata-rata hasil belajar siswa
pada kelas dengan pembelajaran konvensional)
Hasil uji normalitas dan uji homogenitas menghasilkan data berdistribusi normal
dan kedua kelompok data homogen, sehingga dalam pengujian hipotesis statistik