• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Habitat Larva Anopheles sundaicus dan Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Habitat Larva Anopheles sundaicus dan Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus

DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA

DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR

KABUPATEN LOMBOK BARAT

IRWAN SULISTIO

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

IRWAN SULISTIO. Characteristics of Larval Anopheles sundaicus Habitats and Malaria relation at Tourist Location in Senggigi Village of Batulayar District West Lombok. Under direction of DWI JAYANTI GUNANDINI and HERMAN BUDASIH.

Malaria is caused by Plasmodiumparasites that are transmitted by female

Anopheles mosquito. The immature stadium takes place on water. Anopheles

larval habitats have different characteristics on fresh water and brackish water that are directly related to the soil. Senggigi village is a tourist location which is visited by many foreign and domestic tourists. The ecology of this coastal area is in accordance with the ecological habitat of the Anopheles sundaicus larvae. This exploratory research was conducted to obtain presence information, distribution and characteristics of the habitats and the density of larvae A. sundaicus at Senggigi village of Batulayar District - West Lombok. Two types of larval habitats found in this areas were estuaries and lagoon. The situations in those habitats relatively was exposed direct sunlight. Areal the bottom was sandy mud with some extensive gravel. The water quality had a temperature range between 24,80-28,10oC, salinity 0,00-2,00o/oo and pH of 7,00-8,00 which provided a

supportive environment for the proliferation of A. sundaicus larval. The existence of malaria cases, A. sundaicus mosquito, and potentialy habitats were the risk factors of malaria transmission to the local communities and tourists.

(3)

RINGKASAN

IRWAN SULISTIO. Karakteristik Habitat Larva Anopheles Sundaicus Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat. Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI dan HERMAN BUDASIH.

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

yang ditularkan ke manusia oleh nyamuk Anopheles betina. Nyamuk Anopheles

memerlukan tempat untuk berkembang biak, tempat untuk mencari darah dan tempat untuk beristirahat bagi kelangsungan hidupnya. Habitat larva A. sundaicus

secara umum berada di pesisir pantai dengan karakteristik berupa air payau. Ekologi desa Senggigi berupa pesisir pantai, garis pantainya terbentang hampir sepanjang 10 km. Kawasan pariwisata pantai Senggigi menjadi ikon pariwisata di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Wisatawan asing maupun domestik banyak berkunjung untuk menikmati keindahan pantai Senggigi. Di wilayah puskesmas Meninting Kecamatan Batulayar, AMI pada tiga tahun terakhir berturut-turut adalah 6,84o/oo

pada tahun 2006, 18,42o/oo pada tahun 2007 dan 9,47o/oo pada tahun 2008.

Penilitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi karakteristik habitat larva A. sundaicus di lokasi wisata desa Senggigi Kecamatan Batulayar kabupaten Lombok Barat.

Penelitian dilaksanakan di Desa Senggigi Kecamatan Batulayar mulai pada bulan Maret sampai dengan Juli 2009. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi keberadaan dan penyebaran habitat larva A. sundaicus. Pengambilan sampel larva A. sundaicus menggunakan teknik cidukan (dippers collecting technique). Pengamatan kepadatan larva A. sundaicus lebih lanjut dilakukan dengan menentukan beberapa titik pengambilan sampel. Parameter yang ditetapkan untuk menggambarkan kondisi habitat adalah suhu, salinitas, pH, keberadaan naungan, keberadaan sampah, terbuka/ tertutupnya pintu muara, dasar habitat, keberadaan plankton dan ganggang. Data primer hasil pengukuran dianalisis deskriptif dan inferensia.

Larva nyamuk yang tertangkap saat penelitian pendahuluan teridentifikasi berjenis A. sundaicus, A. subpictus dan Culex spp., akan tetapi hanya larva A. sundaicus yang ditemukan pada ketiga habitat di desa Senggigi. Selanjutnya ketiga lokasi tersebut ditetapkan sebagai habitat potensial larva A. sundaicus.Habitat larva

A. sundaicus berupa muara sungai dan laguna. Muara sungai Senggigi berada di dusun Senggigi dengan titik koordinat x= 394080.061, y= 9062956.404, laguna Kerandangan berada di dusun Kerandangan dengan titik koordinat x= 394143.187, y= 9061381.079 dan muara sungai Mangsit berada di dusun Mangsit dengan titik koordinat x= 394895.575, y= 9060642.047.

(4)

Laguna Kerandangan mendapatkan aliran air dari mata air di perbukitan Batulayar, air laut dan air hujan. Lokasi tersebut memiliki luas ± 1.000 m2 dan kedalaman berkisar antara 40-70 m. Situasi lokasi relatif terbuka bagi masuknya sinar matahari secara langsung. Bantarannya berupa tanah yang terbentuk secara alamiah, dasar laguna berupa lumpur berpasir.

Muara sungai Mangsit mendapatkan aliran air yang berasal dari mata air di perbukitan Batulayar, air hujan dan limpahan limbah domestik. Situsi lokasi relatif terbuka bagi masuknya sinar matahari secara langsung dengan luas ± 80 m2 dan kedalaman 10-30 cm. Bantarannya berupa tanah yang terbentuk secara alamiah serta pasangan semen dan batu kali yang permanen, dasar muara sungai berupa lumpur berpasir serta sedikit batu kerikil.

Hasil penangkapan larva A. sundaicus terbanyak diperoleh pada bulan Juni pada muara sungai Senggigi sebanyak 1,29 ekor/cidukan dan laguna Kerandangan sebanyak 1,32 ekor/cidukan, sedangkan pada muara sungai Mangsit pada bulan Mei sebanyak 0,90 ekor/cidukan.

Kualitas perairan pada ketiga habitat memiliki kisaran suhu 24,80-28,10oC, salinitas 0,00-2,00o/oo dan pH 7,00-8,00. Pada muara sungai Senggigi didapatkan

sebanyak 9 macam keragaman pythoplankton, laguna Kerandangan sebanyak 14 macam dan muara sungai Mangsit sebanyak 5 macam. Sedangkan zooplankton

pada muara sungai Sengigi didapatkan sebanyak 7 macam, laguna Kerandangan sebanyak 12 macam dan muara sungai Mangsit tidak ditemukan sama sekali. Kualitas perairan, keberadaan plankton,Enteromorpha sppdan sampah pada muara sungai dan laguna di desa Senggigi menjadikan daya dukung bagi pertumbuhan larva A. sundaicus.

Situasi malaria di wilayah pelayanan puskesmas Meninting pada tahun 2008 yang ditunjukkan dengan parameter API berkategori Moderate Case Incidence dan

AMI berkategori Low Incidence Area serta persentase terbesar parasit teridentifikasi adalah P. falciparum menunjukkan keberadaan inang dan agen di wilayah tersebut serta ditunjang dengan keberadaan habitat potensial larva A. sundaicus di desa Senggigi maka dapat menimbulkan potensi penularan malaria bagi masyarakat dan wisatawan yang berkunjung di Desa Senggigi.

(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Karakteristik Habitat Larva Anopheles Sundaicus dan Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2007

Irwan Sulistio

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

Judul Tesis : Karakteristik Habitat Larva Anopheles sundaicusdan Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat

Nama : Irwan Sulistio

NRP : B252070091

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si. Ketua

Drs. Herman Budasih, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Parasitologi & Entomologi Kesehatan

Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(8)

KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus

DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA

DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR

KABUPATEN LOMBOK BARAT

IRWAN SULISTIO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains pada

Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan Juli 2009 ini ialah habitat larva nyamuk, dengan judul Karakteristik Habitat Larva Anopheles sundaicus

dan Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si dan Bapak Drs. Herman Budasih, M.S selaku pembimbing serta Ibu Dr.drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S selaku penguji luar yang telah banyak memberikan arahan, kritik dan saran.

Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada:

1 Direktur Politeknik Kesehatan Depkes Surabaya yang telah memberikan ijin penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB

2 Bupati Lombok Barat, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat dan Kepala Puskesmas Meninting Kecamatan Batulayar yang telah memberikan ijin lokasi penelitian 3 Bapak Suharman, Amd.KL, Bapak Putu Widyana, S.KM, Bapak Samsu Rizal,

S.KM dan Ibu A.A.I.A. Trisnawati, S.Si yang telah membantu selama kegiatan penelitian di lapangan

4 Keluarga besar Ibu Hj. Srinati yang telah menerima penulis sebagai bagian anggota keluarga baru di Mataram

5 Bapak Prof. Dr. drh. Singgih H. Sigit, M.Sc dan seluruh dosen di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (Bapak Dr. drh. F.X. Koesharto, Bapak Dr. drh. A. Arif Amin dan Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si) yang telah menularkan ilmunya, serta seluruh staf Laboratorium Entomologi Kesehatan (Bapak M.Yunus S.Si, Bapak Heri, Ibu Jujuk, Bapak Nanang, Bapak Opik dan Bik Enk) yang telah memberikan bantuan bagi kelancaran pendidikan di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

6 Seluruh mahasiswa Pascasarjana Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan angkatan 2007 (Bapak Agustinus HB, Bapak Gondo Suprapto, Ibu Ety Rahmawati, Bapak Mulyadi, Bapak Yahya, dan khusnya Bapak Ali Wardana atas persahabatannya) serta rekan-rekan seperjuangan di Pondok “IONA” (Bapak Kusriyadi, Bapak Didik Haryadi dan Bapak Arfan) yang telah memberikan kehangatan pertemanan.

Penulis berterima kasih kepada semua saudara kandung (Andi Sulistyawan, Ida Sulistyaning Sari, Ita Sulistyo Wati dan Aprul Puspitaningsari) atas dukungan moril dan doa yang telah diberikan. Dan yang terakhir, penulis sampaikan rasa cinta dan bakti penulis kepada Ibunda Soelaningsih dan Ayahanda Soenarjo atas doa dan restunya.

Penulis menyadari bahwa karya tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, namun diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri Jawa Timur pada tanggal 20 Nopember 1973 dari ayahanda Soenarjo dan ibunda Soelaningsih. Penulis adalah putra ke tiga dari lima bersaudara.

Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Pare Kediri. Tahun 1996 penulis menyelesaikan studi jenjang DIII dari Akademi Kesehatan Lingkungan Surabaya. Tahun 2002 penulis menyelesaikan studi jenjang S1 dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga atas bantuan dana proyek Gudosin Depkes RI. Tahun 2007 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi jenjang S2 pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Institut Pertanian Bogor atas bantuan dana DIPA Poltekkes Depkes Surabaya.

(11)

KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus

DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA

DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR

KABUPATEN LOMBOK BARAT

IRWAN SULISTIO

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRACT

IRWAN SULISTIO. Characteristics of Larval Anopheles sundaicus Habitats and Malaria relation at Tourist Location in Senggigi Village of Batulayar District West Lombok. Under direction of DWI JAYANTI GUNANDINI and HERMAN BUDASIH.

Malaria is caused by Plasmodiumparasites that are transmitted by female

Anopheles mosquito. The immature stadium takes place on water. Anopheles

larval habitats have different characteristics on fresh water and brackish water that are directly related to the soil. Senggigi village is a tourist location which is visited by many foreign and domestic tourists. The ecology of this coastal area is in accordance with the ecological habitat of the Anopheles sundaicus larvae. This exploratory research was conducted to obtain presence information, distribution and characteristics of the habitats and the density of larvae A. sundaicus at Senggigi village of Batulayar District - West Lombok. Two types of larval habitats found in this areas were estuaries and lagoon. The situations in those habitats relatively was exposed direct sunlight. Areal the bottom was sandy mud with some extensive gravel. The water quality had a temperature range between 24,80-28,10oC, salinity 0,00-2,00o/oo and pH of 7,00-8,00 which provided a

supportive environment for the proliferation of A. sundaicus larval. The existence of malaria cases, A. sundaicus mosquito, and potentialy habitats were the risk factors of malaria transmission to the local communities and tourists.

(13)

RINGKASAN

IRWAN SULISTIO. Karakteristik Habitat Larva Anopheles Sundaicus Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat. Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI dan HERMAN BUDASIH.

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

yang ditularkan ke manusia oleh nyamuk Anopheles betina. Nyamuk Anopheles

memerlukan tempat untuk berkembang biak, tempat untuk mencari darah dan tempat untuk beristirahat bagi kelangsungan hidupnya. Habitat larva A. sundaicus

secara umum berada di pesisir pantai dengan karakteristik berupa air payau. Ekologi desa Senggigi berupa pesisir pantai, garis pantainya terbentang hampir sepanjang 10 km. Kawasan pariwisata pantai Senggigi menjadi ikon pariwisata di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Wisatawan asing maupun domestik banyak berkunjung untuk menikmati keindahan pantai Senggigi. Di wilayah puskesmas Meninting Kecamatan Batulayar, AMI pada tiga tahun terakhir berturut-turut adalah 6,84o/oo

pada tahun 2006, 18,42o/oo pada tahun 2007 dan 9,47o/oo pada tahun 2008.

Penilitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi karakteristik habitat larva A. sundaicus di lokasi wisata desa Senggigi Kecamatan Batulayar kabupaten Lombok Barat.

Penelitian dilaksanakan di Desa Senggigi Kecamatan Batulayar mulai pada bulan Maret sampai dengan Juli 2009. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi keberadaan dan penyebaran habitat larva A. sundaicus. Pengambilan sampel larva A. sundaicus menggunakan teknik cidukan (dippers collecting technique). Pengamatan kepadatan larva A. sundaicus lebih lanjut dilakukan dengan menentukan beberapa titik pengambilan sampel. Parameter yang ditetapkan untuk menggambarkan kondisi habitat adalah suhu, salinitas, pH, keberadaan naungan, keberadaan sampah, terbuka/ tertutupnya pintu muara, dasar habitat, keberadaan plankton dan ganggang. Data primer hasil pengukuran dianalisis deskriptif dan inferensia.

Larva nyamuk yang tertangkap saat penelitian pendahuluan teridentifikasi berjenis A. sundaicus, A. subpictus dan Culex spp., akan tetapi hanya larva A. sundaicus yang ditemukan pada ketiga habitat di desa Senggigi. Selanjutnya ketiga lokasi tersebut ditetapkan sebagai habitat potensial larva A. sundaicus.Habitat larva

A. sundaicus berupa muara sungai dan laguna. Muara sungai Senggigi berada di dusun Senggigi dengan titik koordinat x= 394080.061, y= 9062956.404, laguna Kerandangan berada di dusun Kerandangan dengan titik koordinat x= 394143.187, y= 9061381.079 dan muara sungai Mangsit berada di dusun Mangsit dengan titik koordinat x= 394895.575, y= 9060642.047.

(14)

Laguna Kerandangan mendapatkan aliran air dari mata air di perbukitan Batulayar, air laut dan air hujan. Lokasi tersebut memiliki luas ± 1.000 m2 dan kedalaman berkisar antara 40-70 m. Situasi lokasi relatif terbuka bagi masuknya sinar matahari secara langsung. Bantarannya berupa tanah yang terbentuk secara alamiah, dasar laguna berupa lumpur berpasir.

Muara sungai Mangsit mendapatkan aliran air yang berasal dari mata air di perbukitan Batulayar, air hujan dan limpahan limbah domestik. Situsi lokasi relatif terbuka bagi masuknya sinar matahari secara langsung dengan luas ± 80 m2 dan kedalaman 10-30 cm. Bantarannya berupa tanah yang terbentuk secara alamiah serta pasangan semen dan batu kali yang permanen, dasar muara sungai berupa lumpur berpasir serta sedikit batu kerikil.

Hasil penangkapan larva A. sundaicus terbanyak diperoleh pada bulan Juni pada muara sungai Senggigi sebanyak 1,29 ekor/cidukan dan laguna Kerandangan sebanyak 1,32 ekor/cidukan, sedangkan pada muara sungai Mangsit pada bulan Mei sebanyak 0,90 ekor/cidukan.

Kualitas perairan pada ketiga habitat memiliki kisaran suhu 24,80-28,10oC, salinitas 0,00-2,00o/oo dan pH 7,00-8,00. Pada muara sungai Senggigi didapatkan

sebanyak 9 macam keragaman pythoplankton, laguna Kerandangan sebanyak 14 macam dan muara sungai Mangsit sebanyak 5 macam. Sedangkan zooplankton

pada muara sungai Sengigi didapatkan sebanyak 7 macam, laguna Kerandangan sebanyak 12 macam dan muara sungai Mangsit tidak ditemukan sama sekali. Kualitas perairan, keberadaan plankton,Enteromorpha sppdan sampah pada muara sungai dan laguna di desa Senggigi menjadikan daya dukung bagi pertumbuhan larva A. sundaicus.

Situasi malaria di wilayah pelayanan puskesmas Meninting pada tahun 2008 yang ditunjukkan dengan parameter API berkategori Moderate Case Incidence dan

AMI berkategori Low Incidence Area serta persentase terbesar parasit teridentifikasi adalah P. falciparum menunjukkan keberadaan inang dan agen di wilayah tersebut serta ditunjang dengan keberadaan habitat potensial larva A. sundaicus di desa Senggigi maka dapat menimbulkan potensi penularan malaria bagi masyarakat dan wisatawan yang berkunjung di Desa Senggigi.

(15)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Karakteristik Habitat Larva Anopheles Sundaicus dan Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2007

Irwan Sulistio

(16)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(17)

Judul Tesis : Karakteristik Habitat Larva Anopheles sundaicusdan Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat

Nama : Irwan Sulistio

NRP : B252070091

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si. Ketua

Drs. Herman Budasih, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Parasitologi & Entomologi Kesehatan

Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(18)

KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus

DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA

DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR

KABUPATEN LOMBOK BARAT

IRWAN SULISTIO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains pada

Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(19)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan Juli 2009 ini ialah habitat larva nyamuk, dengan judul Karakteristik Habitat Larva Anopheles sundaicus

dan Kaitannya dengan Malaria di Lokasi Wisata Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si dan Bapak Drs. Herman Budasih, M.S selaku pembimbing serta Ibu Dr.drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S selaku penguji luar yang telah banyak memberikan arahan, kritik dan saran.

Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada:

1 Direktur Politeknik Kesehatan Depkes Surabaya yang telah memberikan ijin penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB

2 Bupati Lombok Barat, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat dan Kepala Puskesmas Meninting Kecamatan Batulayar yang telah memberikan ijin lokasi penelitian 3 Bapak Suharman, Amd.KL, Bapak Putu Widyana, S.KM, Bapak Samsu Rizal,

S.KM dan Ibu A.A.I.A. Trisnawati, S.Si yang telah membantu selama kegiatan penelitian di lapangan

4 Keluarga besar Ibu Hj. Srinati yang telah menerima penulis sebagai bagian anggota keluarga baru di Mataram

5 Bapak Prof. Dr. drh. Singgih H. Sigit, M.Sc dan seluruh dosen di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (Bapak Dr. drh. F.X. Koesharto, Bapak Dr. drh. A. Arif Amin dan Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si) yang telah menularkan ilmunya, serta seluruh staf Laboratorium Entomologi Kesehatan (Bapak M.Yunus S.Si, Bapak Heri, Ibu Jujuk, Bapak Nanang, Bapak Opik dan Bik Enk) yang telah memberikan bantuan bagi kelancaran pendidikan di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

6 Seluruh mahasiswa Pascasarjana Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan angkatan 2007 (Bapak Agustinus HB, Bapak Gondo Suprapto, Ibu Ety Rahmawati, Bapak Mulyadi, Bapak Yahya, dan khusnya Bapak Ali Wardana atas persahabatannya) serta rekan-rekan seperjuangan di Pondok “IONA” (Bapak Kusriyadi, Bapak Didik Haryadi dan Bapak Arfan) yang telah memberikan kehangatan pertemanan.

Penulis berterima kasih kepada semua saudara kandung (Andi Sulistyawan, Ida Sulistyaning Sari, Ita Sulistyo Wati dan Aprul Puspitaningsari) atas dukungan moril dan doa yang telah diberikan. Dan yang terakhir, penulis sampaikan rasa cinta dan bakti penulis kepada Ibunda Soelaningsih dan Ayahanda Soenarjo atas doa dan restunya.

Penulis menyadari bahwa karya tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, namun diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2010

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri Jawa Timur pada tanggal 20 Nopember 1973 dari ayahanda Soenarjo dan ibunda Soelaningsih. Penulis adalah putra ke tiga dari lima bersaudara.

Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Pare Kediri. Tahun 1996 penulis menyelesaikan studi jenjang DIII dari Akademi Kesehatan Lingkungan Surabaya. Tahun 2002 penulis menyelesaikan studi jenjang S1 dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga atas bantuan dana proyek Gudosin Depkes RI. Tahun 2007 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi jenjang S2 pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Institut Pertanian Bogor atas bantuan dana DIPA Poltekkes Depkes Surabaya.

(21)
(22)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 1.3 Manfaat ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Daur Hidup dan Biologi A. sundaicus ... 4 2.1.1 Dewasa ... 4 2.1.2 Pupa ... 5 2.1.3 Larva ... 6 2.1.4 Telur ... 7 2.2 Lingkungan dan Kehidupan larva Anopheles ... 7 2.3 Faktor Kimia – Fisik ... 8 2.3.1 Suhu air ... 8 2.3.2 Salinitas air ... 9 2.3.3 pH air ... 10 2.3.4 Pengaruh Cahaya dan Bayangan Terhadap Larva ... 11 2.4 Faktor Non Kimia – Fisik ... 11 2.4.1 Flora ... 11 2.4.2 Fauna ... 12 2.5 Potensi Pariwisata NTB ... 13 2.5.1 Kebijakan Pembangunan Pariwisata ... 13 2.5.2 Potensi Wisata ... 14

3 BAHAN DAN METODA ... 16

3.1 Lokasi Penelitian ... 16 3.2 Waktu Penelitian ... 16 3.3 Prosedur Penelitian ... 17 3.3.1 Penelitian Pendahuluan... 17 3.3.2 Penelitian Inti ... 17 3.3.2.1 Pengukuran Kepadatan Larva Anopheles sundaicus ... 17 3.3.2.2 Identifikasi Karakteristik Habitat ... 18 3.4 Analisis Data ... 19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

(23)

4.2 Keberadaan dan Penyebaran Habitat Larva A. sundaicus ... 20 4.3 Karakteristik Habitat ... 21 4.3.1 Kepadatan Larva A. sundaicus ... 26 4.3.2 Suhu, Salinitas dan pH air ... 27 4.3.3 Keberadaan Plankton, Ganggang dan Sampah ... 30 4.4 Keterkaitan Kepadatan Larva A. sundaicus dengan Indeks Curah Hujan 33 4.5 Keterkaitan Kepadatan Larva A. sundaicus dengan Kasus Malaria ... 34 4.6 Potensi Penularan Malaria Bagi Wisatawan ... 36

5 PEMBAHASAN UMUM ... 38

6 SIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1 Simpulan ... 40 6.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pembagian tingkat salinitas menurut Perkins (1974) ... 10

2 Jenis larva nyamuk pada lokasi pengamatan di desa Senggigi ... 20

3 Rerata kepadatan larva A. sundaicus per bulan ... 26

4 Rerata dan kisaran parameter kualitas perairan pada habitat di desa

Senggigi ... 28

5 Pythoplankton pada habitat di desa Senggigi ... 31

6 Zooplankton pada habitat di desa Senggigi ... 31

7 Malaria di puskesmas Meninting Kabupaten Lombok Barat ... 35

8 Banyaknya usaha pariwisata di Kabupaten Lombok Barat ... 37

9 Jumlah tamu asing dan domestik yang menginap di hotel menurut kelas

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagian kepala dan torak A. sundaicus betina ... 5

2 Bagian tubuh A. sundaicus dewasa ... 5

3 Pulau Lombok NTB ... 16

4 Desa Senggigi ... 16

5 Keberadaan dan sebaran habitat Anopheles sundaicus di desa Senggigi ... 21

6 Muara sungai Senggigi ... 23

7 Pintu muara sungai Senggigi ... 23

8 Laguna Kerandangan ... 24

9 Pintu laguna Kerandangan ... 24

10 Muara sungai Mangsit ... 25

11 Pintu muara sungai Mangsit ... 25

12 Pencidukan larva Anopheles sundaicus ... 26

13 Pengukuran suhu ... 28

14 Pengukuran salinitas ... 28

15 Pengambilan sampel plankton ... 32

16 Enteromorpha spp ... 33

17 Keterkaitan kepadatan larva A. sundaicus dengan indeks curah hujan

di desa Senggigi ... 34

18 Keterkaitan kepadatan larva A. sundaicus dengan kasus malaria di desa

(26)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria merupakan satu di antara penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada tahun 2007 dilaporkan 80% Kabupaten/Kota di Indonesia masih endemis malaria. Sekitar 45% penduduk berdomisili di daerah yang berisiko tertular malaria. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2008 sebanyak 1.624.930 orang. Jumlah tersebut kemungkinan lebih besar dari keadaan yang sebenarnya karena lokasi endemis malaria adalah desa-desa terpencil dengan sarana transportasi yang sulit dan akses pelayanan kesehatan masih rendah (Depkes RI 2009).

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Di Indonesia

Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale telah diidentifikasi sebagai penyebab malaria. Plasmodiuntersebut ditularkan ke manusia oleh nyamuk

Anophelesbetina.

Di Propinsi Nusa Tenggara Barat angka klinis malaria tahun 2007 berjumlah 90.842 orang atau Annual Malaria Incidence (AMI) 21,3‰. Tahun 2008 angka klinis malaria berjumlah 103.154 orang atau AMI 23,7‰. Kasus klinis tertinggi berturut-turut adalah Kabupaten Sumbawa, Bima, Kota Bima, Lombok Barat, Lombok Timur, Dompu, Dompu Tengah, Kota Mataram dan Sumbawa Barat.

Annual Malaria Incidence (AMI) kabupaten Lombok Barat pada tiga tahun terakhir adalah 21,50o/oo pada tahun 2006, 22,50o/oo pada tahun 2007 dan 19,89o/oo

pada tahun 2008. Desa Senggigi merupakan salah satu wilayah pelayanan kesehatan puskesmas Meninting kecamatan Batulayar. Khusus di wilayah puskesmas Meninting kecamatan Batulayar, AMI pada tiga tahun terakhir berturut-turut adalah 6,84o/oopada tahun 2006, 18,42o/oo pada tahun 2007 dan 9,47o/oopada

tahun 2008 (Dinkes Lobar 2008).

(27)

2

A. farauti, A. balabacencis, A. barbirostris, A. sundaicus dan A. maculatus(Depkes RI 2007a).

Penularan dan penyebaran malaria dipengaruhi oleh faktor manusia dan nyamuk (host), Plasmodium (agent) dan lingkungan (environment). Dengan memahami hubungan ke tiga faktor tersebut maka usaha pemutusan mata rantai penularannya dapat direncanakan dan ditentukan dengan lebih terarah. Pengetahuan tentang bionomik nyamuk Anopheles diperlukan sebagai dasar tindakan pengendalian vektor malaria.

Habitat larva Anopheles memiliki karakteristik berbeda-beda, baik air tawar maupun air payau yang secara langsung berhubungan dengan tanah mulai dari lingkungan pegunungan sampai pantai. Habitat larva A. sundaicus secara umum berada di pesisir pantai dengan karakteristik berupa air payau pada rawa-rawa, laguna dan tambak ikan. Di Indonesia, larva A. sundaicus lebih menyukai air payau dengan salinitas 1,2-1,8‰ serta ditumbuhi Enteromorpha (Bonne-Wepster dan Swellengrebel 1953). Horsfall (1955) menyatakan bahwa larva A. sundaicus lebih menyukai situasi habitat yang terbuka dan mendapat sinar matahari langsung.

Ekologi desa Senggigi berupa pesisir pantai, garis pantainya terbentang hampir sepanjang 10 km. Hamparan pasir pantai yang berwarna putih dan air laut yang membiru merupakan pemandangan yang elok. Kawasan pariwisata pantai Senggigi telah diperkenalkan sejak tahun 1980 dan menjadi ikon pariwisata di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Program Visit Lombok-Sumbawa 2012 menjadi momentum untuk mendorong provinsi NTB sebagai destinasi pariwisata kelas dunia tahun 2012. Wisatawan asing maupun domestik banyak berkunjung untuk menikmati keindahan pantai Senggigi. Saat ini telah banyak dibangun hotel-hotel berbintang untuk melengkapi fasilitas bagi wisatawan di sepanjang pantai tersebut. Ekologi pesisir pantai yang sesuai dengan habitat larva A. sundaicus

mempunyai potensi penularan malaria di wilayah tersebut, bila malaria terjadi pada wisatawan maka hal ini akan menurunkan pamor pantai Senggigi yang terkenal itu.

(28)

3

dalam pengendalian vektor terus berkembang sejak dua puluh tahun terakhir ini, pendekatan konsep pengendalian terpadu yang berdasar pada informasi rinci tentang vektor dan lingkungannya terus dikaji. Berbagai aspek tentang vektor yang masih memerlukan penelitian adalah habitat perkembangbiakan, bioekologi dan kemampuan spesies sebagai vektor.

1.2 Tujuan

Penilitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi karakteristik habitat larva

A. sundaicus di lokasi wisata desa Senggigi Kecamatan Batulayar kabupaten Lombok Barat yang dapat diperinci sebagai berikut :

(1) Mengetahui keberadaan larva A.sundaicus pada habitat di pesisir pantai. (2) Mengidentifikasi karakteristik habitat larva A. sundaicus

(3) Mengukur kepadatan larva A. sundaicus

1.3 Manfaat

(29)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Jenis Anopheles yang dilaporkan di Indonesia sebanyak 81 jenis, 16 jenis diantaranya telah di konfirmasi sebagai vektor. Sampai saat ini jenis yang diketahui merupakan vektor utama di Indonesia adalah A. aconitus, A. punctulatus, A. farauti,

A. balabacencis, A. barbirostris, A. sundaicus dan A. maculatus(Depkes RI 2007a).

2.1 Daur Hidup dan Biologi NyamukA. sundaicus

2.1.1 Dewasa

Nyamuk Anopheles setelah menjadi bentuk dewasa akan segera melakukan perkawinan, selanjutnya nyamuk Anopheles betina akan segera mencari darah untuk perkembangan telurnya (Reid 1968).

A. sundaicus lebih senang mengisap darah manusia dari pada darah hewan dan aktif menggigit sepanjang malam (Rao 1981). Di pantai Selatan Jawa Tengah, nyamuk A. sundaicus aktif menggigit mulai larut malam hingga menjelang pagi hari (Sundararaman et al. 1957). Puncak aktivitas menggigit pada jam 21.00-01.00 di pantai Selatan Garut Jawa Barat (Kirnowardoyo et al.1982), demikian pula temuan Situmeang (1986) bahwa puncak aktivitas menggigit pada jam 22.00-01.00 di pantai Glagah Daerah Istimewa Yogyakarta.

A. sundaicus akan beristirahat setelah mendapatkan darah untuk menunggu proses pematangan telurnya (Reid 1968). Perilaku istirahat nyamuk A. sundaicus

bervariasi tetapi umumnya di dalam rumah (Rao 1981). Hasil penelitian Sundararaman et al. (1957) menunjukkan bahwa A. sundaicus beristirahat pada dinding dan di bawah langit-langit atap.

(30)

5

Sumber: Reid 1968

Gambar 1 Bagian Kepala dan Torak A. sundaicus betina

Gambar 2 Bagian Tubuh A. sundaicus dewasa

2.1.2 Pupa

Pupa nyamuk tidak mencari makanan, agak pasif, lebih banyak diam tetapi mempunyai kemampuan berenang sangat cepat (Bates 1970). Suhu sangat berpengaruh terhadap perkembangan stadium pupa, makin tinggi suhu akan makin cepat terjadinya eklosi menjadi bentuk dewasa. Dalam kondisi normal, metamorfosis dari pupa menjadi imago Anophelesberkisar antara 24 hingga 48 jam (Rao 1981).

Keterangan:

1) sayap, 2) palpi, 3) kaki belakang,

4) sisir cibarial, 5) Apex dari harpago, 6) salah satu leaflets dari phallosom

[image:30.595.185.437.117.207.2] [image:30.595.187.438.255.550.2]
(31)

6

2.1.3 Larva

Larva nyamuk Anophelesbersifat akuatik yakni hidup di air. Pada umumnya berada di permukaan air dengan posisi mendatar, sejajar dengan permukaan air dan spirakelnya selalu kontak dengan udara luar, sesekali mengadakan gerakan turun ke dalam/ bawah untuk menghindari musuh alami (predator) atau adanya rangsangan gerakan di permukaan air (Bates 1970).

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami empat tahap stadium (instar). Tahapan stadium tersebut didasarkan atas proses pergantian kulitnya (molting). Larva ini mempunyai 4 instar pertumbuhan yaitu instar I selama ± 1 hari, instar II selama ± 1-2 hari, instar III selama ± 2 hari dan instar IV selama ± 2-3 hari. Masing-masing stadium atau instar mempunyai ukuran tubuh yang berbeda. Daur hidup rata-rata nyamuk mulai menetas dari telur sampai menjadi kepompong berkisar 8 – 14 hari (Rao. 1981). Instar pertama sangat kecil dan hampir tidak kasat mata yang berukuran panjang 0,75 – 1 mm. Instar kedua, ketiga dan keempat dapat terlihat mata dengan jelas dengan ukuran panjang 1 – 2 mm pada instar kedua dan ketiga, sedangkan pada instar keempat berukuran panjang 3 – 6 mm, namun ukuran tersebut sangat bervariasi sesuai jenisnya (Rao 1981).

Waktu pertumbuhan dan perkembangan yang diperlukan pada setiap instar tidak saja dipengaruhi oleh musim dan jumlah makanan yang tersedia, tetapi sangat tergantung dari masing-masing jenis nyamuk Anopheles. Pada kondisi normal, waktu yang diperlukan untuk perubahan dari instar pertama sampai dengan instar keempat berkisar antara delapan sampai 10 hari (Rao 1981).

Larva A. sundaicus ditemukan di ekosistem pantai, kolam dan tambak berair payau. Permukaan badan air yang terbuka bagi masuknya sinar matahari secara langsung menyebabkan pertumbuh ganggang atau lumut yang dapat menjadi tempat menambatkan diri atau berlindung dari arus aliran air dan serangan predator. Populasinya secara fluktuatif berubah merespon variasi hujan (Bates 1970).

Larva A. sundaicus memiliki kemiripan morfologi dengan larva A. subpictus,

(32)

7

2.1.4 Telur

Setelah melakukan perkawinan, nyamuk betina Anopheles memerlukan makanan berupa darah yang berasal dari hewan berdarah panas ataupun manusia untuk perkembangan dan pematangan telurnya. Lebih kurang 48 jam setelah mendapatkan darah tersebut, nyamuk betina Anopheles akan meletakkan telurnya pada permukaan air pada habitat yang disukai. Nyamuk betina Anopheles

meletakkan telurnya pada waktu malam hari, tetapi seringkali juga pada waktu menjelang pagi (Rao 1981). Telur diletakkan satu persatu mengapung diatas permukaan air, telur nyamuk Anopheles dapat mengapung karena di kedua sisinya terdapat semacam pelampung (Russel et al. 1963). Dimensi ukuran telur berdiameter antara 0,4 – 0,6 mm. Telur yang baru keluar berwarna putih dan selanjutnya akan berubah warna menjadi hitam pada kondisi normal (Bates 1970). Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina Anopheles berkisar antara 100-150 butir. Telur A. sundaicus mempunyai ukuran panjang 0,44 mm dan lebar 0,16 mm (Reid 1968).

Suhu berpengaruh besar terhadap waktu tetas telur, semakin tinggi suhu akan mempercepat waktu tetas telur. Waktu tetas telur Nyamuk A. minimus pada suhu 16oC terjadi pada hari ketujuh, sedangkan pada suhu 30 – 35oC terjadi pada hari kedua setelah peletakan telur (Thomson, 1940 dalam Rao, 1981). Begitu juga Supriyadi (1991) dalam percobaannya dengan telur nyamuk A. aconitus, pada suhu 18oC menetas setelah 57,15 jam, sedangkan pada suhu 33oC menetas setelah 19,61 jam setelah peletakan telur.

2.2 Lingkungan dan Kehidupan larva Anopheles

Larva Anopheles melangsungkan hidupnya di lingkungan akuatik. Larva

Anopheles pada umumnya hidup dipermukaan air secara mendatar atau horizontal dan spirakelnya selalu kontak dengan udara luar. Sekali-kali larva Anopheles

mengadakan gerakan turun ke dalam atau ke bawah untuk menghindari predator atau adanya rangsangan di permukaan air seperti adanya gerakan dan lain-lain (Bates 1970).

(33)

8

dan kolam, golongan air payau seperti rawa berair payau, laguna dan muara sungai; (2) Daerah aliran air yang berasosiasi dengan tumbuhan; (3) Kontainer termasuk genangan air pada ketiak daun tumbuhan; (4) Genangan air pada tanah yang bersifat sementara. Sedangkan Rao (1981) membagi habitat ini menjadi 2 kelompok, yaitu (1) Habitat yang bersifat alamiah seperti danau, rawa, genangan air pada tumbu-tumbuhan dan (2) daerah persawahan, irigasi, serta kontainer-kontainer seperti kaleng, ban mobil dan lain-lain.

Muara sungai (estuaria) adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Salinitas di muara sungai sangat bervariasi, secara umum salinitas yang tertinggi berada pada bagian luar, yakni pada batas wilayah muara sungai dengan laut, sementara yang terendah berada pada tempat-tempat di mana air tawar masuk ke muara sungai (Nybakken 1988).

Laguna adalah sekumpulan air payau yang terpisah dari laut oleh penghalang yang berupa pasir atau batu karang. Laguna biasa ditemukan di pantai dengan pasang surut relatif kecil. Ciri khas laguna pesisir memiliki bukaan sempit ke laut sehingga kualitas airnya agak berbeda dengan air laut (Nybakken 1988).

Dalam perkembangan hidupnya larva nyamuk memerlukan kondisi lingkungan yang dapat memberikan kehidupan bagi perkembangannya. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan larva nyamuk seperti faktor fisik dan kimiawi antara lain pH, suhu dan salinitas. Fauna dan flora juga baik sebagai tempat perlindungan, sumber makanan ataupun sebagai musuh alaminya. Makanan larva nyamuk berupa miroorganisme terutama bakteri, yeast dan protozoa yang hidup di air (Clements1963).

2.3 Faktor kimia fisik

2.3.1 Suhu air

Air mempunyai kemampuan untuk mempertahankan dan meminimalkan pengaruh lingkungan terhadap perubahan temperatur. Kisaran perubahan temperatur menjadi lebih kecil dan lebih lambat bila dibandingkan dengan perubahan yang ada di udara.

(34)

9

selama tujuh hari dan pada suhu 20oC membutuhkan waktu selama 20 hari (Oaks et al. 1991). Telur A. quadrimaculatus akan menetas secara optimal pada suhu 33,3oC, pertumbuhan instar pertama akan optimal pada suhu 32,5oC, sedangkan pertumbuhan instar keempat akan optimal pada suhu 30oC dan menyelesaikan stadium pupa secara optimal pada suhu 30,5oC. Pertumbuhan optimal stadium larva sampai dengan pupa secara umum pada suhu 31oC (Huffaker 1944 dalam Clements 1963).

Larva Anopheles tidak dapat hidup dengan baik pada suhu ekstrim tinggi yang disebut “thermal death point”, karena suhu tinggi mempercepat pertumbuhan larva bahkan menyebabkan kematian. Beberapa Anopheles mempunyai thermal death point yang berbeda, A. insulaeflorum pada suhu 40oC, A. minimuspada suhu 41oC,

A. hyrcanuspada suhu 43,0-43,5oC, A. barbirostrispada suhu 43,5oC, A. culicifacies

pada suhu 44oC, A. vagus pada suhu 44,5-45,0oC (Thomson 1940 dalam Bates 1970).

Supriyadi (1991) menyatakan bahwa pada suhu 180C telur A. aconitus

menetas dalam waktu 57,15 jam sedangkan pada suhu 330C menetas dalam waktu 19,61 jam.

2.3.2 Salinitas air

Salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh keseimbangan relatif air limpahan (run off) dari darat, curah hujan, dan evaporasi. Berdasarkan kadar garam yang ada di perairan salinitas dapat dibagi menjadi beberapa daerah perairan. Perkins (1974) membagi menjadi beberapa tingkatan (Tabel1).

Salinitas dari habitat payau dan asin di pengaruhi oleh berubah-ubahnya luas suatu perairan, salinitas akan turun bila terjadi hujan atau aliran air tawar dan meningkat karena evaporasi.

Salinitas optimum untuk perkembangan larva A. sundaicus di Indonesia adalah 12-18‰ (Bonne-Wepster dan Swellengrebel 1953). Akan tetapi salinitas optimum tersebut tidak selalu sama diberbagai tempat untuk perkembangan larva A. sundaicus. Tjokroprawiro (1983) mendapatkan larva A. sundaicus mampu hidup pada air dengan kisaran salinitas 1,32-33 o/oo, Budasih (1993) mendapatkan

(35)
[image:35.595.110.513.136.300.2]

10

Tabel 1. Pembagian tingkat salinitas perairan menurut Perkins (1974)

Daerah Perairan Salinitas (0/00)

Hipehalin Euhalin Miksohalin Mikso-euhalin

Mikso – polihalin Mikso – mesohalin alpha – mesohalin beta – mesohalin

Mikso – oligohalin alpha – oligohalin beta – oligohalin Air tawar

40 keatas 40-30 (40)30 – 0.5

>30, tetapi lebih rendah dari laut yang berdekatan yang bersifat euhalin

30-18 18-5 18-10 10-5 5-0.5 5-3 3-0.5 <0.5

Shinta, et al. (2003) mendapatkan kisaran salinitas 1-15o/oo, Sukowati (2004)

mendapatkan kisaran salinitas 3-3,4o/oo dan Safitri mendapatkan kisaran salinitas

0-16‰.

Salinitas berpengaruh terhadap mekanisme pengaturan tekanan osmosis dan ionik pada hemolim dan jaringan kulit (Clements 1963). Pertukaran garam pada tubuh larva nyamuk dengan lingkungan habitat terjadi melalui saluran pencernaan dan permukaan tubuh yang dapat ditembus garam serta air. Tubulus malpighi berperan sebagai pengontrol mekanisme ekskresi garam dalam tubuh larva nyamuk (Bates 1970).

2.3.3 pH air

pH mempunyai peranan penting dalam pengaturan respirasi dan fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman maka pH cenderung menurun, hal ini diduga berhubungan dengan kandungan CO2.

Boyd (1990) membuat klasifikasi pH air yaitu: (1) pH 6,5–9: tingkat yang dibutuhkan oleh hewan air untuk bereproduksi, (2) pH 4 – 6,5: perkembangan hewan air lambat, (3) pH 4-5: hewan air tidak bereproduksi, (4) pH 4: merupakan titik kematian asam, dan (6) pH 11: merupakan titik kematian basa. Russel et al. (1963) menyatahan bahwa pH merupakan faktor yang berpengaruh penyebaran populasi larva nyamuk.

(36)

11

dan larva tersebut hidup bersama-sama dengan Anopheles aconictus, Culex bitaeniorhynchus dan Culex vishnui di danau, pantai dan tempat perindukannya ditumbuhi juga oleh tanaman air.

Bila pH air terlalu tinggi atau terlalu rendah maka metabolisme larva nyamuk akan terganggu. Tubulus malphigi larva nyamuk memiliki kisaran pH 6,8-7,2 dan usus bagian belakang memiliki kisaran pH 6,6-7,2. Kondisi pH tersebut harus dipertahankan oleh tubuh larva nyamuk agar enzim pencernaan dapat bekerja secara optimal (Clements 1963).

2.3.4 Pengaruh cahaya dan bayangan terhadap larva

Intensitas cahaya berperan besar terhadap proses fotosintesis pada algae sebagai fitoplankton yang merupakan salah satu sumber makanan larva. Produktivitas optimum algae memerlukan intensitas cahaya tertentu, bila intensitas cahaya terlalu tinggi atau terlalu rendah maka produktivitas akan menurun.

Bates (1970) menyatakan bahwa cahaya matahari langsung akan membuat keadaan yang tidak menyenangkan bagi aktivitas nyamuk, bayangan merupakan faktor penting dalam menentukan luasnya habitat.

2.4 Faktor non kimia fisik

2.4.1 Flora

Berbagai macam tumbuhan terdapat pada habitat larva nyamuk berguna sebagai tempat peletakan telur, tempat berlindung dan tempat mencari makan. Selain itu tumbuhan air juga menjadi tempat hinggap nyamuk untuk beristirahat selama menunggu siklus gonotrofiknya.

Nyamuk memilih habitat yang sesuai saat meletakkan telurnya. Ada jenis nyamuk yang suka meletakkan telurnya pada tempat terbuka yang langsung terkena sinar matahari, seperti A. sundaicus, ada pula yang menyenangi tempat yang teduh tehindar dari sinar matahari, seperti A. albimanus dan A. darlingi (Bates 1970).

(37)

12

Tumbuhan air yang bersifat sebagai perangkap misalnya: Urticularia dan ketiga adalah tumbuhan air yang dapat mengeluarkan racun seperti: Chara.

Penyebaran larva nyamuk terutama pada nyamuk Anopheles biasanya di sekitar tumbuh-tumbuhan yang ada di air. Di tempat tersebut larva akan berlindung dari pengaruh gerakan permukaan air dan juga berlindung dari musuh-musuh alaminya di air. Larva Mansonia, selama masa pradewasa melekat pada akar tumbuhan air dan akan lepas dari tumbuhan air bila sudah menetas menjadi nyamuk.

Tumbuhan air pada habitat dapat dipakai sebagai indikator untuk memperkirakan adanya jenis nyamuk di tempat tersebut. Di persawahan dengan tanaman padi, diperkirakan terdapat larva A. aconitus. Perairan tambak dengan rumput-rumputan dan lumut, diperkirakan adanya A. subpictus. Perairan laguna dengan Enteromorpha dan Cladophora, diperkirakan terdapat A. uniformis. Di daerah rawa dengan rumput-rumputan tinggi, diperkirakan terdapat A. hycanus

group (Bates 1970).

Hoedojo (1992) menemukan larva A. sundaicus pada habitat yang banyak ditumbuhi Eichorrnia spp. dan Pistia spp. di Flores NTT. Kepadatan larva

A.sundaicus tertinggi yaitu 28-30 ekor/cidukan terdapat pada kolam ikan yang ditumbuhi algae (Hoedoyo 1992). Larva A. sundaicus ditemukan juga pada habitat yang banyak ditumbuhi ganggang Enteromorpha (Dahlan dan Ngadijo 1985).

2.4.2 Fauna

Fauna air yang merupakan tempat perindukan larva nyamuk mempunyai beberapa pengaruh terhadap kehidupan larva antara lain sebagai sumber makanan, predator, kompetitor, dan parasit (Bates 1970). Sedangkan biota air tawar berdasarkan fungsinya di bagi menjadi (1) autotrof, (2) fototrof, (3) predator dan parasit, serta (4) saprofit. Fauna air tawar yang tergabung dalam zooplankton adalah Protozoa, Crustacea terutama Copepoda, Ostracoda, dan Rotifera(Nybakken 1988).

(38)

13

Diantara vertebrata yang menjadi predator bagi larva nyamuk adalah anak katak, terutama di tempat perkembangbiakan nyamuk yang kecil dengan air yang dangkal, tetapi predator yang paling penting adalah ikan pemakan larva. Banyak diantara ikan pemakan larva yang terus digunakan dalam pengendalian larva nyamuk. Tetapi ada pula ikan-ikan yang setelah dewasanya tidak lagi memakan larva nyamuk.

Fauna yang bersifat sebagai predator larva nyamuk menurut Bates (1970) adalah dari filum Rotifera, filum Annelida, filum Colenterata: Hydra, filum Mollusca: Limnea. Predator dari kelompok hewan vertebrata adalah Pisces, Amphibia, Reptilia dan Aves. Sedangkan predator dari filum Arthopoda meliputi 3 kelas yaitu kelas Crustasea contohnya Entomostraca dan udang, kelas Arachnida yaitu laba-laba, kelas Insekta terdiri atas Ephemeroptera (lalat sehari), Odonata (capung), Hemiptera (kepik-kepik) Coleoptera (kumbang-kumbang) dan Diptera (sebangsa lalat)

Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang berukuran 4 cm cukup rakus memangsa larva A. aconitus. Dalam waktu 24 jam ikan mujair tersebut dapat menghabiskan 479,8 larva A. aconitus (Mattimu 1989). Ikan kepala timah (Apocheilus panchax), ikan bontot (Orizias javanikum), ikan kaca (Chanda spp), ikan gobi (Stimatogobius spp) dan ikan sepat (Trichogaster trichopterus sumatranus)

terbukti merupakan ikan yang bersifat predator bagi larva di Prupuk (Nishiyama dan Hempel 1985).

2.4 Potensi Pariwisata NTB

2.4.1 Kebijakan Pembangunan Pariwisata

(39)

14

program pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan, (6) Meningkatkan daya saing obyek dan daya tarik wisata, (7) Meningkatkan komitmen dan keberpihakan pemerintah dalam mendorong pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan (Disbudpar 2010a).

Pemerintah melalui Program Visit Lombok Sumbawa 2012 menargetkan angka kunjungan wisatawan sebesar satu juta orang dengan rata-rata waktu tinggal 4,5-5 hari dan tingkat hunian hotel berbintang sebesar 50,67% serta 25,25% untuk hotel melati (Disbudpar 2010a).

2.4.2 Potensi Wisata

Provinsi NTB merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang menjadi daerah tujuan wisata (DTW). Provinsi NTB mempunyai posisi yang sangat strategis dengan sebutan “segi tiga emas daerah tujuan wisata”, yakni terletak diantara Bali (di sebelah Barat), Sulawesi (dengan Tanah Torajanya di sebelah Utara) dan Pulau Komodo (di sebelah Timur). Kegiatan pariwisata diharapkan mampu menjadi salah satu kekuatan pembagunan yang dapat diandalkan, dengan pemasukan devisa yang cukup memadai.

Posisi provinsi NTB yang bersebelahan dengan Bali sangat menguntungkan karena Bali merupakan surga wisatawan asing maupun domestik dapat memberikan dampak yang sangat baik peningkatan kunjungan wisata. Beragamnya aset pariwisata yang dimiliki baik berupa obyek wisata alam, obyek wisata budaya, obyek wisata minat khusus maupun berupa adat istiadat dan tradisi masyarakat, atraksi kesenian, dan lain-lain yang sangat diminati oleh wisatawan.

Kabupaten Lombok Barat memiliki obyek wisata pantai yaitu pantai Senggigi, pantai Sire, obyek wisata Tiga Gili (Gili Air, Meno dan Trawangan). Obyek wisata peninggalan sejarah yaitu Taman Narmada, Lingsar dan Batu Bolong. Obyek wisata alam hutan yaitu Sesaot, danau Segara Anak, air terjun Sindang Gile (Disbudpar 2010b).

(40)

15

berjemur, bermain volley pantai, berenang, bermain kano, naik perahu, selancar air, golf dan menikmati pemandangan matahari tenggelam. Di kawasan tersebut juga terdapat Suaka Taman Laut dengan Karang Biru (Blue Coral) yang cukup terkenal di dunia.

Di sekitar kawasan terdapat tiga pulau yang disebut Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air yang sangat diminati oleh para wisatawan dengan panorama alam yang indah serta pantai berpasir putih yang mengelilingi ketiga Gili tersebut. Diantara Gili Trawangan dan Gili Meno terdapat Taman Laut dengan Karang Biru pula. Dapat dicapai dalam waktu 10-40 menit dengan menggunakan perahu motor dari Bangsal. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan di ketiga Gili tersebut antara lain berjemur, berenang, naik perahu, memancing, berselancar, menyelam, snorkling

(41)

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Desa Senggigi (Gambar 4) Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat (Gambar 3). Berjarak 12 Km dari kota Mataram yang merupakan ibu kota provinsi NTB (Gambar 3) (Pemda Lobar 2006). Luas desa Senggigi 6,87 Km2 yang membujur di sepanjang pantai berbatasan sebelah Barat Selat Lombok, sebelah Timur perbukit Batulayar, sebelah Utara kecamatan Pemenang dan sebelah Selatan desa Batulayar. Desa Senggigi secara administrasi terbagi atas tiga dusun yaitu dusun Senggigi, dusun Kerandangan dan dusun Mangsit. Penggunaan luas tanah desa adalah 666,9 Ha berupa tanah kering dan 20,1 Ha berupa bangunan/ pekarangan (Kec Batulayar. 2007).

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai pada bulan Maret sampai dengan Juli 2009. Jangka waktu tersebut mewakili bulan basah (musim hujan) dan bulan kering (musim kemarau) di lokasi penelitian (Pemprov NTB 2007).

Frekuensi pengukuran kepadatan larva A. sundaicus, suhu, salinitas dan pH dilakukan sebanyak 16 kali dengan rincian satu kali per minggu yang dimulai pada minggu terakhir bulan Maret sampai dengan minggu ke tiga bulan Juli 2009. Dengan asumsi dasar siklus hidup stadium larva A. sundaicusberlangsung selama tujuh sampai delapan hari (Rao 1981). Pengambilan sampel dilakukan pada setiap habitat positif larva A. sundaicus.

[image:41.595.119.526.560.712.2]
(42)

17

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi keberadaan dan penyebaran habitat larva A. sundaicus. Kegiatan yang dilakukan berupa orientasi wilayah untuk pendugaan lokasi habitat positif larva A. sundaicus, sebaran lokasi habitat, pengukuran dimensi habitat serta penentuan titik pengambilan sampel.

Pemetaan sebaran lokasi habitat menggunakan metode penginderaan jarak jauh (remote sensing) dengan alat bantu GPS Garmin 60i. Data spasial dianalisis secara sebaran menggunakan perangkat lunak Arc.ViewGIS 3.2.

3.3.2 Penelitian Inti

3.3.2.1 Pengukuran kepadatan larva A. sundaicus

Pengambilan sampel larva A. sundaicus menggunakan teknik cidukan (dippers collecting technique) dengan volume cidukan 300 ml, teknik cidukan merupakan teknik koleksi larva dan pupa yang umum dipakai pada suatu permukaan perairan dengan berbagai variasi tipe luasan habitat larva nyamuk (Service 1976). Pengamatan kepadatan larva A. sundaicuslebih lanjut dilakukan dengan menentukan beberapa titik pengambilan sampel. Mula-mula ditetapkan suatu titik sebagai awal dilakukan pencidukan, selanjutnya pada setiap jarak ± 0,5 m dilakukan pencidukan hingga didapatkan jarak ± 2,5 m dengan jumlah cidukan sebanyak lima kali, rentang jarak tersebut selanjutnya disebut sebagai titik sampel kesatu. Untuk titik sampel kedua dan seterusnya dilakukan dengan tata cara yang sama sambung menyambung dari titik sebelumnya mengelilingi tepian habitat.

Penyebaran larva A. sundaicus pada habitatnya tidak merata di luasan permukaan tetapi terkumpul pada tempat-tempat yang dapat dipergunakan untuk menambatkan diri seperti tepian habitat, tanaman air yang mengapung (ganggang/lumut) dan sampah terapung.

Pada muara sungai Senggigi dan Mangsit, titik yang ditetapkan berjumlah 10 titik dengan rincian 5 titik pada sisi kiri dan 5 titik pada sisi kanan tepian habitat. Pada laguna Kerandangan, titik yang ditetapkan berjumlah 20 titik dengan rincian 10 titik pada sisi kiri dan 10 titik pada sisi kanan tepian habitat.

Kepadatan larva dihitung dengan rumus jumlah larva A. sundaicus

(43)

18

tertangkap selanjutnya dipelihara sampai menjadi dewasa guna memudahkan identifikasi. Penetapan spesies larva Anopheles diidentifikasi menggunakan Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia (O’Connor dan Supanto. 1979).

3.3.2.2 Identifikasi Karakteristik Habitat

Parameter yang ditetapkan untuk menggambarkan kondisi habitat secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi parameter fisika, kimia dan biologi. Pengukuran parameter dilakukan dengan cara observasi langsung di lokasi penelitian guna melihat suhu, salinitas, pH, keberadaan naungan, keberadaan sampah, terbuka/ tertutupnya pintu muara, dasar habitat, keberadaan plankton dan ganggang.

Pengukuran suhu

Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air raksa. Prosedur pengukuran dengan cara mencelupkan termometer ke dalam sampel air selama lebih kurang 5 menit. Pembacaan hasil pengukuran dengan melihat batas kenaikan air raksa pada skala pengukuran yang tertera pada termometer.

Pengukuran salinitas

Salinitas air diukur langsung dengan menggunakan hand refractometer. Kisaran salinitas yang dapat terukur adalah 0-25g/100gr sodium chloride. Teknik pengukuran dengan cara mengoleskan sampel air pada kaca bidik dan pembacaan hasil pengukuran dengan melihat level beda warna yang terbentuk pada skala ukur.

Pengukuran pH

pH air diukur dengan menggunakan kertas lakmus Universal Indicator

produksi Merck Darmstadt Jerman. Prosedur pengukuran dengan cara mencelupkan sebuah kertas lakmus ke dalam sampel air. Pembacaan hasil pengukuran dengan membandingkan kertas lakmus yang telah dicelupkan pada sampel air dengan standar warna yang tertera pada kotak pembungkusnya.

Keberadaan plankton

Pengambilan sampel guna mengetahui keberadaan dan jenis plankton dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Sampel air yang diambil sebanyak 100 liter setiap kali ulangan pada setiap habitat yang disaring menggunakan plankton net

(44)

19

3.4 Analisis Data

(45)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Larva Nyamuk yang Ditemukan pada Penelitian Pendahuluan

Larva nyamuk yang tertangkap saat penelitian pendahuluan diidentifikasi berjenis A. sundaicus, A. subpictus dan Culex spp. Total larva nyamuk yang didapatkan dari tiga ulangan pencidukan pada satu titik pengambilan sampel dapat diperinci sebanyak 3 ekor pada muara sungai Senggigi, 5 ekor pada laguna Kerandangan dan 8 ekor pada muara sungai Mangsit. Hanya ditemukan dua jenis larva Anopheles yang secara teori telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Indonesia. Larva A. sundaicus ditemukan pada ketiga habitat di desa Senggigi, sedangkan A. subpictushanya ditemukan di laguna Kerandangan (Tabel 2).

Selanjutnya ketiga lokasi tersebut ditetapkan sebagai habitat potensial larva A. sundaicusdan dilakukan pengamatan lebih mendalam tentang karakteristiknya.

4.2 Keberadaan dan Sebaran Habitat Larva A. sundaicus

Di desa Senggigi ditemukan badan air sebagai habitat larva nyamuk berupa muara sungai dan laguna. Secara rinci dapat dijelaskan bahwa muara sungai Senggigi berada di dusun Senggigi dengan titik koordinat x= 394080.061, y= 9062956.404. Laguna Kerandangan berada di dusun Kerandangan dengan titik koordinat x= 394143.187, y= 9061381.079 dan muara sungai Mangsit berada di dusun Mangsit dengan titik koordinat x= 394895.575, y= 9060642.047 (Gambar 5).

[image:45.595.104.522.604.703.2]

Pemetaan habitat potensial larva A. sundaicus mempunyai arti yang cukup penting dalam upaya pengendalian vektor malaria. Melalui pemetaan tersebut

Tabel 2 Jenis Larva Nyamuk pada Lokasi Pengamatan di Desa Senggigi Jenis Larva Nyamuk Muara Sungai Senggigi Laguna Kerandangan Muara Sungai Mangsit Jumlah Larva Nyamuk (ekor)

% Jumlah Larva

Nyamuk (ekor)

% Jumlah Larva

Nyamuk (ekor) %

A. Sundaicus 3 100 4 80 2 25

A. Subpictus 0 0 1 20 0 0

Culex spp 0 0 0 0 6 75

(46)

21

diperoleh ketepatan lokasi habitat larva A. sundaicus sehinga akan lebih memudahkan petugas terkait saat melakukan tindakan pengendalian vektor dan monitoring.

4.3 Karakteristik Habitat

Muara sungai Senggigi (Gambar 6) mendapat aliran air yang berasal dari mata air di perbukitan Batulayar dan air hujan. Keberadaan mata air di perbukitan Batulayar dan air hujan menjadikan debit air sungai relatif stabil dengan luas ± 210 m2dan kedalaman berkisar antara 30-50 cm. Pada saat laut terjadi pasang naik, maka air laut akan masuk ke sungai melalui pintu muara (Gambar 7) sehingga terjadi pencampuran antara air sungai yang bersifat tawar dengan air laut yang bersifat asin. Proses tersebut berdampak merubah sifat air sungai menjadi air payau. Situsi muara sungai Senggigi relatif terbuka bagi masuknya sinar matahari secara langsung. Bantaran muara sungai berupa pasangan semen dan batu kali yang permanen, dasar muara sungai berupa lumpur berpasir serta sedikit batu kerikil.

Laguna Kerandangan (Gambar 8) mendapatkan aliran air dari mata air di perbukitan Batulayar, air laut dan air hujan. Saat laut terjadi pasang naik maka air laut dapat masuk ke laguna melalui pintu laguna (Gambar 9). Laguna Kerandangan mempunyai luas ± 1.000 m2dan kedalaman berkisar antara 40-70 m. Situasi laguna relatif terbuka bagi masuknya sinar matahari secara langsung. Bantaran laguna berupa tanah yang terbentuk secara alamiah, dasar laguna berupa lumpur berpasir.

(47)
[image:47.842.186.689.118.468.2]

Gambar 5 Keberadaan dan Sebaran Habitat A. sundaicus di Desa Senggigi Y X 394080.061 394143.187 394895.575 Ket

Muara Sungai Mangsit Lagun Kerandangan Muara Sungai Senggigi

Id 1 2 3 9062956.404 9061381.079 9060642.047 # # #

"

!

1

"

!

2

"

!

3 393400 393400 394100 394100 394800 394800 395500 395500 9 0 6 0 8 0

0 90

6 0 8 0 0 9 0 6 1 5 0

0 90

6 1 5 0 0 9 0 6 2 2 0

0 90

6 2 2 0 0 9 0 6 2 9 0

0 90

6 2 9 0 0 PETA HABITAT LARVA

DI DESA SENGGIGI KAB. LOMBOK BARAT

A. sundaicus

4

0.2 0 0.2 0.4 Km

#

##

PETA LOKASI

(48)
[image:48.595.137.469.120.375.2]

23

Gambar 6 Muara sungai Senggigi

[image:48.595.136.470.429.693.2]
(49)
[image:49.595.138.471.121.368.2]

24

Gambar 8 Laguna Kerandangan

[image:49.595.137.471.422.669.2]
(50)
[image:50.595.137.472.121.372.2]

25

Gambar 10 Muara sungai Mangsit

[image:50.595.137.473.428.673.2]
(51)

26

4.3.1 Kepadatan Larva A. sundaicus

Rerata kepadatan larva A. sundaicus per bulan selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Hasil penangkapan terbanyak diperoleh pada bulan Juni pada muara sungai Senggigi (1,29 ekor/cidukan) dan laguna Kerandangan (1,32 ekor/cidukan), sedangkan pada muara sungai Mangsit penangkapan terbanyak diperoleh pada bulan Mei (0,90 ekor/cidukan).

Tabel 3 Rerata Kepadatan Larva A. sundaicus per Bulan pada Habitat di Desa Senggigi

Bulan Rerata Kepadatan A. sundaicus (ekor/cidukan)

Muara sungai Senggigi

Laguna Kerandangan Muara sungai

Mangsit

Maret 0,04 0,70 0,82

April 0,10 1,14 0,65

Mei 0,69 1,19 0,90

Juni 1,29 1,32 0,39

Juli 0,68 0,99 0,37

Rerata 0,560 1,068 0,626

[image:51.595.105.522.266.681.2]
(52)

27

Habitat larva A. sundaicus dijumpai pada berbagai variasi badan air. Dalam penelitiannya, Tjokroprawiro (1983) menemukan larva A. sundaicus pada parit-parit yang dimaksudkan untuk mengalirkan kelebihan air pada perkebunan kelapa di Kepenghuluan Berakit Pulau Bintan. Budasih (1993) menemukan larva A. sundaicus

pada sungai Legundi dan Larem di Lombok Timur. Sembiring (2005) menemukan larva A. sundaicus pada sungai Piyai di daerah pasang surut Asahan Sumatera Utara. Situmeang (1991) menemukan larva A. sundaicus pada kolam bekas tambak udang di desa Sukaresik Pangandaran Jawa Barat, sedangkan Mardiana et al.

(2002) menemukan larva A. sundaicus pada laguna di Watulimo Trenggalek, Jawa Timur.

Habitat yang lebih bervariasi di beberapa daerah di Indonesia dijumpai sebagai mana dalam penelitian Shinta et al. (2003) yang menemukan larva A. sundaicus pada laguna, kobakan dan mata air Di Wongsorejo Banyuwangi, Jawa Timur. Dachlan et al. (2005) menemukan larva A. sundaicus pada laguna, sungai dan tambak ikan di Sekotong, Lombok Barat, Sukowati (2009) menemukan larva A. sundaicus pada tambak ikan dan laguna di Purworejo, Jawa Tengah, Safitri (2009) menemukan larva A. sundaicus pada tambak terbengkalai, sumur, kobakan, laguna dan rawa di Padang Cermin Padang Lampung Selatan. Variasi habitat tersebut mengindikasikan adanya kemampuan beradaptasi larva A. sundaicus yang secara umum dapat ditemukan pada habitat berupa laguna dan rawa.

4.3.2 Suhu, Salinitas dan pH air

Kualitas perairan pada habitat memiliki kisaran suhu 24,80-28,10oC, salinitas 0,00-2,00o/oo dan pH 7,00-8,00 memberikan kondisi lingkungan yang mendukung

(53)
[image:53.595.103.521.147.566.2]

28

Tabel 4 Rerata dan Kisaran Parameter Kualitas Perairan pada Habitat di Desa Senggigi

Parameter

Rerata (Kisaran) Muara sungaiSenggigi Laguna

Kerandangan

Muara sungai Mangsit

Suhu (oC) 26,33

(24,80-28,10)

26,38 (24,87-27,73)

26,42 (25,20-28,10) Salinitas (o/oo) 0,33

(0,00-1,00) 0,80 (0,00-1,93) 0,57 (0,00-2,00) pH 7,47 (7,00-7,50) 7,53 (7,50-8,00) 7,53 (7,40-8,00) Kepadatan jentik

(ekor/cidukan) 0,560 (0,00-1,42) 1,068 (0,18-1,83) 0,626 (0,12-1,58)

Gambar 13 Pengukuran suhu Gambar 14 Pengukuran salinitas

(54)

29

mendapatkan pada suhu 30-40oC. Hoedojo (1993) menyatakan bahwa suhu optimum untuk tempat perindukan nyamuk secara umum berkisar antara 20-28oC. Sedangkan menurut Depkes RI (2007b) suhu optimum untuk tempat perindukan nyamuk secara umum berkisar antara 25-27oC.

Suhu berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan larva nyamuk (Bates 1970). Telur A. quadrimaculatus akan menetas secara optimal pada suhu 33,3oC, pertumbuhan instar pertama akan optimal pada suhu 32,5oC, sedangkan pertumbuhan instar keempat akan optimal pada suhu 30oC dan menyelesaikan stadium pupa secara optimal pada suhu 30,5oC. Pertumbuhan optimal stadium larva sampai dengan pupa secara umum pada suhu 31oC (Huffaker 1944 dan Clements 1963).

Salinitas air pada ketiga habitat seiring dengan hasil penelitian Dusfour et al. (2004) yang menyatakan bahwa salinitas optimum habitat larva A. sundaicus di pulau Lombok mempunyai rentang 0-2o/oo. Habitat dengan rentang kadar salinitas

1,2-1,8o/oo lebih disukai oleh larva A. sundaicus di Indonesia, meskipun terkadang

ditemukan pula larva A. sundaicus pada kadar salinitas dibawah atau diatas rentang tersebut (Bonne-Wepster dan Swellengrebel 1953). Salinitas pada ketiga habitat di desa Senggigi relatif lebih rendah dari beberapa

Gambar

Gambar 1 Bagian Kepala dan Torak A. sundaicus betina
Tabel 1. Pembagian tingkat salinitas perairan menurut Perkins (1974)
Gambar 4 Desa Senggigi
Tabel 2  Jenis Larva Nyamuk pada Lokasi Pengamatan di Desa Senggigi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Olah raga Rekreasi adalah olah raga permainan yang mana dalam melakukan aktifitasnya, olahragawan dapat menggunakan kelompok atau perorangan, dalam melakukan aktifitasnya

meliputi religious, toleran, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras , kreatif, mandiri, dan tanggung jawab, Minat berwirausaha siswa di SMK Muhammadiyah 2

Proses kreatif Pardiman Djoyonegoro dalam Sragam ABG sebagai salah satu wadah belajar gamelan bagi anak-anak menarik untuk diteliti karena saat ini jarang sekali terdapat

Uraian di atas menunjukkan bahwa IPTEK sangat diperlukan, oleh karena itu sistem pendidikan keterampilan yang merupakan penerapan ilmu serta pengembangan pendidikan keilmuan

Merupakan masa peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri dan pandangan tentang masa depan. Saat

Sebagian besar pertumbuhan fisik dan perkembangan selesai selama tahap ini, namun kekhawatiran citra tubuh dapat terus menjadi sumber keraguan, terutama di kalangan laki-laki

Tujuan dari pembuatan perancangan sistem aplikasi edukasi rambu- rambu lalu lintas adalah untuk menghasilkan suatu perangkat lunak berbasis. mobile aplikasi