STUDI HISTOPATOLOGI ORGAN HATI BROILER YANG DIBERI
PAKAN SILASE DAN DITANTANG
Salmonella typhimurium
ACHMAD ISFAR SHAFFAN ADLIM
B04103137
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
ACHMAD ISFAR SHAFFAN ADLIM.
Studi histopatologi organ hati Broiler yang
diberi pakan silase dan ditantang
Salmonella typhimurium
. Dibimbing oleh
AGUS
SETIYONO.
STUDI HISTOPATOLOGI ORGAN HATI BROILER YANG DIBERI
PAKAN SILASE DAN DITANTANG
Salmonella typhimurium
ACHMAD ISFAR SHAFFAN ADLIM
B04103137
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Studi histopatologi organ hati Broiler yang diberi pakan silase
dan ditantang
Salmonella typhimurium
Nama
: Achmad Isfar Shaffan Adlim
NRP
: B04103137
Disetujui :
Dosen Pembimbing
Dr. Drh. Agus Setiyono, MS
NIP. 131 760 847
Diketahui
Wakil Dekan FKH IPB
Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MSc.
NIP. 131 129 090
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi dengan judul Studi histopatologi organ hati Broiler yang diberi pakan
silase dan ditantang
Salmonella typhimurium
ini berhasil diselesaikan
.
Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2006 – Februari 2007.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Drh. Agus Setiyono, MS yang
telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Selain itu
kepada Dr. Drh. Ekowati Handharyani, MS yang telah bersedia sebagai dosen penguji. Di
samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen beserta
staf dan pegawai di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih juga kepada, saudara-saudaraku Bangkit, Edi,
Laksana, Feri, Heru, Sabto, Supri, Kunto, Yunus, Mbak Merry dan Dattu.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada bapak
Achmad Zainal Adlim (alm), Ibu Maria Ulfah yang selalu mencintai tiada batas, Mas
Awang-Ninda-Izza, Mbak Iin-Adi-Hirzi, seluruh keluarga besar Mohammad Mastoer dan
Mohammad Masduki serta Heirmayani yang tetap menyayangi sepenuh hati untuk
berbagi semangat dan kebahagiaan dalam hidup ini. Lanang, Uus, Ramli, Aziz dan
teman-teman keluarga dari pulau Madura yang tidak dapat disebutkan namanya
satu-persatu, atas segala do’a serta dukungannya baik secara moral maupun materil yang
diberikan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Agustus 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pamekasan pada tanggal 11 Juli 1985 sebagai anak ke tiga
dari tiga bersaudara, anak dari pasangan ayah Achmad Zainal Adlim dan ibu Maria
Ulfah. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Pamekasan dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis juga aktif bekerja pada beberapa
perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang Agribisnis, Logistik, Asuransi otomotif,
Konsultan, dan General Trading di Jakarta maupun Bogor. Sampai saat ini penulis juga
masih aktif sebagai marketing officer pada perusahaan Asuransi otomotif dan General
Trading di Jakarta.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
...
i
DAFTAR TABEL
... ii
DAFTAR GAMBAR
... iii
PENDAHULUAN
... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Hipotesa ... 2
TINJAUAN PUSTAKA
... 3
Silase ... 3
Bakteri Asam Laktat ... 4
Penggunaan Antibiotika ... 5
Salmonellosis pada Unggas ... 6
Hati ... 7
MATERI DAN METODE
... 10
Tempat dan Waktu ... 10
Materi ... 10
Kandang dan Perlengkapan ... 10
Ransum ... 10
Perlakuan ... 11
Bakteri dan Additive ... 12
Pembuatan Ransum Silase ... 12
Vitamin dan Vaksin ... 12
Uji Tantang ... 12
Metode ... 13
Rancangan Percobaan ... 13
Pengamatan ... 14
Prosedur Pelaksanaan ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN
... 16
KESIMPULAN DAN SARAN
... 25
Kesimpulan ... 25
Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA
... 26
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Susunan dan kandungan zat makanan dalam ransum penelitian ...
11
2.
Histopatologi organ hati broiler akibat infeksi
S. typhimurium
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Proses Pembuatan Silase Ransum ...
13
2.
Gambaran mikroskopis hati broiler normal pada umur 9 hari;
pewarnaan HE (pembesaran objektif 40X) ... 17
3.
Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi pakan silase
dan diinfeksi
S. typhimurium
pada umur 42 hari; pewarnaan
HE (pembesaran objektif 40X) ... 21
4.
Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi antibiotik dan
diinfeksi
S. typhimurium
pada umur 42 hari; pewarnaan HE
(pembesaran objektif 40X) ... 22
5.
Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi
Lactobacillus
plantarum
dan diinfeksi
S. typhimurium
pada umur 42 hari;
pewarnaan HE (pembesaran objektif 40X) ... 23
6.
Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi ransum basal
dan diinfeksi
S. typhimurium
pada umur 42 hari; pewarnaan
ABSTRACT
ACHMAD ISFAR SHAFFAN ADLIM.
Study Histopathology of Liver Broiler Given
Silase and Challenged by
Salmonella typhimurium
. Under the Direction of
AGUS
SETIYONO.
STUDI HISTOPATOLOGI ORGAN HATI BROILER YANG DIBERI
PAKAN SILASE DAN DITANTANG
Salmonella typhimurium
ACHMAD ISFAR SHAFFAN ADLIM
B04103137
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
ACHMAD ISFAR SHAFFAN ADLIM.
Studi histopatologi organ hati Broiler yang
diberi pakan silase dan ditantang
Salmonella typhimurium
. Dibimbing oleh
AGUS
SETIYONO.
STUDI HISTOPATOLOGI ORGAN HATI BROILER YANG DIBERI
PAKAN SILASE DAN DITANTANG
Salmonella typhimurium
ACHMAD ISFAR SHAFFAN ADLIM
B04103137
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Studi histopatologi organ hati Broiler yang diberi pakan silase
dan ditantang
Salmonella typhimurium
Nama
: Achmad Isfar Shaffan Adlim
NRP
: B04103137
Disetujui :
Dosen Pembimbing
Dr. Drh. Agus Setiyono, MS
NIP. 131 760 847
Diketahui
Wakil Dekan FKH IPB
Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MSc.
NIP. 131 129 090
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi dengan judul Studi histopatologi organ hati Broiler yang diberi pakan
silase dan ditantang
Salmonella typhimurium
ini berhasil diselesaikan
.
Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2006 – Februari 2007.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Drh. Agus Setiyono, MS yang
telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Selain itu
kepada Dr. Drh. Ekowati Handharyani, MS yang telah bersedia sebagai dosen penguji. Di
samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen beserta
staf dan pegawai di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih juga kepada, saudara-saudaraku Bangkit, Edi,
Laksana, Feri, Heru, Sabto, Supri, Kunto, Yunus, Mbak Merry dan Dattu.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada bapak
Achmad Zainal Adlim (alm), Ibu Maria Ulfah yang selalu mencintai tiada batas, Mas
Awang-Ninda-Izza, Mbak Iin-Adi-Hirzi, seluruh keluarga besar Mohammad Mastoer dan
Mohammad Masduki serta Heirmayani yang tetap menyayangi sepenuh hati untuk
berbagi semangat dan kebahagiaan dalam hidup ini. Lanang, Uus, Ramli, Aziz dan
teman-teman keluarga dari pulau Madura yang tidak dapat disebutkan namanya
satu-persatu, atas segala do’a serta dukungannya baik secara moral maupun materil yang
diberikan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Agustus 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pamekasan pada tanggal 11 Juli 1985 sebagai anak ke tiga
dari tiga bersaudara, anak dari pasangan ayah Achmad Zainal Adlim dan ibu Maria
Ulfah. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Pamekasan dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis juga aktif bekerja pada beberapa
perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang Agribisnis, Logistik, Asuransi otomotif,
Konsultan, dan General Trading di Jakarta maupun Bogor. Sampai saat ini penulis juga
masih aktif sebagai marketing officer pada perusahaan Asuransi otomotif dan General
Trading di Jakarta.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
...
i
DAFTAR TABEL
... ii
DAFTAR GAMBAR
... iii
PENDAHULUAN
... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Hipotesa ... 2
TINJAUAN PUSTAKA
... 3
Silase ... 3
Bakteri Asam Laktat ... 4
Penggunaan Antibiotika ... 5
Salmonellosis pada Unggas ... 6
Hati ... 7
MATERI DAN METODE
... 10
Tempat dan Waktu ... 10
Materi ... 10
Kandang dan Perlengkapan ... 10
Ransum ... 10
Perlakuan ... 11
Bakteri dan Additive ... 12
Pembuatan Ransum Silase ... 12
Vitamin dan Vaksin ... 12
Uji Tantang ... 12
Metode ... 13
Rancangan Percobaan ... 13
Pengamatan ... 14
Prosedur Pelaksanaan ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN
... 16
KESIMPULAN DAN SARAN
... 25
Kesimpulan ... 25
Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA
... 26
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Susunan dan kandungan zat makanan dalam ransum penelitian ...
11
2.
Histopatologi organ hati broiler akibat infeksi
S. typhimurium
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Proses Pembuatan Silase Ransum ...
13
2.
Gambaran mikroskopis hati broiler normal pada umur 9 hari;
pewarnaan HE (pembesaran objektif 40X) ... 17
3.
Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi pakan silase
dan diinfeksi
S. typhimurium
pada umur 42 hari; pewarnaan
HE (pembesaran objektif 40X) ... 21
4.
Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi antibiotik dan
diinfeksi
S. typhimurium
pada umur 42 hari; pewarnaan HE
(pembesaran objektif 40X) ... 22
5.
Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi
Lactobacillus
plantarum
dan diinfeksi
S. typhimurium
pada umur 42 hari;
pewarnaan HE (pembesaran objektif 40X) ... 23
6.
Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi ransum basal
dan diinfeksi
S. typhimurium
pada umur 42 hari; pewarnaan
ABSTRACT
ACHMAD ISFAR SHAFFAN ADLIM.
Study Histopathology of Liver Broiler Given
Silase and Challenged by
Salmonella typhimurium
. Under the Direction of
AGUS
SETIYONO.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani terus meningkat. Sebagian
besar protein hewani berasal dari hewan ternak terutama unggas. Untuk itu sektor
perunggasan perlu dikembangkan agar dapat menghasilkan produk yang aman,
sehat dan halal bagi masyarakat Indonesia. Salah satu permasalahan penting
dalam peternakan ayam adalah Salmonellosis. Selain dapat mengganggu proses
pertumbuhan, Salmonellosis juga sering menyebabkan kematian pada ayam akibat
toksin yang dihasilkan oleh Salmonella typhimurium. Toksin ini dapat menyerang
sistem pencernaan ayam, salah satunya adalah organ hati. Untuk menanggulangi
permasalahan tersebut para peternak dan perusahaan peternakan unggas
melakukan pemberian antibiotik.
Antibiotik telah diketahui berguna untuk memberantas penyakit dan juga
dapat berfungsi sebagai growth promotor pada ayam. Namun pemberian
antibiotik dalam waktu lama dapat menyebabkan munculnya permasalahan baru
berupa resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik yang diberikan. S.
typhimurium akan bersifat resisten terhadap antibiotik seperti ampisilin,
kotrimoksasol dan tetrasiklin (Tabbu 2000). Antibiotik juga dapat menimbulkan
residu yang berbahaya bagi manusia akibat mengkonsumsi produk unggas. Untuk
itu jumlah bakteri patogen S. typhimurium harus ditekan keberadaannya sehingga
tidak menyebabkan Salmonellosis (penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella sp seperti fowl typoid, pullorum dan fowl paratyphoid) baik pada
ternak maupun pada manusia.
Masalah yang timbul akibat pemberian antibiotik perlu mendapat perhatian
penting, sehingga pada penelitian ini diujicobakan pemberian silase untuk
mengurangi kerusakan hati akibat S. typhimurium. Silase memiliki kelebihan
antara lain : (1) Ransum akan lebih awet (2) Memiliki kandungan Bakteri Asam
Laktat yang berperan sebagai probiotik (3) Memiliki kandungan asam organik
yang cukup baik, yang berperan sebagai growth promotor dan penghambat
penyakit (4) Kandungan air yang terdapat dalam silase cukup baik, sehingga
2 Bakteri asam laktat yang digunakan dalam pengawetan bahan makanan
umumnya berbentuk silase dan dibuat melalui proses ensilase. Silase dapat
dikategorikan probiotik yang bermanfaat sebagai feed additive karena memiliki
kelebihan sebagai berikut : dapat meningkatkan ketersediaan lemak dan protein
bagi ternak, mempertahankan konversi pakan, meningkatkan pertumbuhan berat
badan, mampu memperbaiki resistensi penyakit akibat stimulasi dan peningkatan
natural immunity, selain itu juga dapat meningkatkan kandungan vitamin B
komplek melalui proses fermentasi (McDonald et al. 1991). Berdasarkan
kelebihan tersebut, diharapkan silase dapat menggantikan penggunaan antibiotik
sebagai growth promotor dan obat salmonellosis yang aman bagi ternak dan
manusia sebagai konsumen produk ternak.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi organ
hati broiler yang diberi pakan silase dan diinfeksi S. typhimurium.
Hipotesa
H0 : Ransum Silase dapat mengurangi kerusakan hati yang diakibatkan S. typhimurium.
H1 : Ransum Silase tidak dapat mengurangi kerusakan hati yang diakibatkan S. typhimurium.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
silase yang dapat mengurangi kerusakan organ hati broiler akibat infeksi bakteri S.
3 TINJAUAN PUSTAKA
Silase
Silase merupakan makanan ternak yang dihasilkan melalui proses
fermentasi. Tujuan pembuatan silase adalah untuk memaksimalkan nutrien yang
dapat diawetkan (Sapienza dan Keith 1993), sehingga diharapkan pakan dapat
lebih tahan lama dalam penyimpanannya.
Silase memiliki beberapa kelebihan, antara lain : (1) Ransum lebih awet,
(2) Memiliki kandungan Bakteri Asam Laktat yang berperan sebagai probiotik,
(3) Memiliki kandungan asam organik cukup baik yang berperan sebagai growth
promotor dan penghambat penyakit, (4) Kandungan air yang terdapat dalam silase
cukup baik sehingga sangat bermanfaat bagi ternak.
Keberhasilan pembuatan silase terlihat dari maksimalnya nutrien yang
dapat diawetkan. Silase yang baik diperoleh dengan cara menekan berbagai
aktivitas enzim yang tidak dikehendaki dalam bahan baku dan dapat mendorong
berkembangnya bakteri penghasil asam laktat (Sapienza dan Keith 1993). Selain
menghasilkan asam laktat, bakteri ini juga mampu menghasilkan berbagai
substansi antimikroba yang potensial seperti hidrogen peroksida, diasetil, asam
organik dan yang utama adalah bakteriosin (Cintas et al. 1995). Bakteriosin
merupakan substansi protein yang memiliki berat molekul kecil dan memiliki efek
antagonis sebagai bakterisidal atau bakteriostatik terhadap pertumbuhan bakteri
patogen (Suarsana et al. 2001).
Karakteristik silase yang penting adalah kandungan asam lemak
terbangnya (asam asetat, asam propionat dan asam butirat) akan menekan
pertumbuhan jamur. Dari ketiga asam lemak terbang tersebut yang paling toksik
adalah asam butirat dan yang paling baik adalah asam asetat. Asam butirat
dikatakan paling toksik karena memiliki antifungal yang sangat kuat sehingga
menyebabkan bakteri Clostridial menjadi stabil. Asam laktat dapat menekan
pertumbuhan jamur meskipun tidak seefektif asam asetat. Secara keseluruhan,
semakin besar tingkat fermentasi asam laktat dan asam asetat maka silase tersebut
4 Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat merupakan golongan mikroorganisme yang
bermanfaat karena sifatnya tidak toksik bagi inang dan mampu menghasilkan
asam laktat sebagai hasil metabolismenya. Asam laktat berfungsi membunuh
mikroorganisme patogen dalam tubuh. Bakteri asam laktat juga memproduksi
metabolit sekunder seperti asam hidroksi peroksida, diasetil, amonia, asam lemak
dan bakteriosin (Lopez 2000). Produksi bakteriosin ini juga dapat menghambat
perkembangan bakteri patogen (Wiryawan dan Anita 2001). Bakteriosin
merupakan senyawa protein yang bersifat antibakteri terhadap mikroorganisme
(bakteri), jika ditinjau dari segi genetiknya berdekatan dengan mikroorganisme
penghasil bakteriosin, sehingga bakteriosin ini akan terdegradasi dalam
pencernaan manusia maupun hewan (Wiryawan dan Anita 2001).
Mekanisme kerja bakteri asam laktat yang dikemukakan oleh Lopez
(2000), yaitu menekan kemampuan hidup mikroorganisme patogen karena mampu
memproduksi komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida dan asam-asam
organik seperti asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan tersebut berguna untuk
menurunkan pH. Beberapa mekanisme kerja yang dilakukan oleh asam laktat
sebagai probiotik, yaitu : (1) Berkompetisi dengan mikroorganisme patogen untuk
mendapat nutrisi dan tempat tinggal, (2) Menjaga keseimbangan ekosistem
melalui penjagaan pH lingkungan agar tetap berada dalam kondisi asam sehingga
perkembangan bakteri patogen dapat terhambat, (3) Menyediakan kebutuhan
enzim-enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein, lemak dan karbohidrat
(4) Mendetoksifikasi zat beracun dalam tubuh, (5) Mampu menstimulasi
kekebalan tubuh dengan cara meningkatkan konsentrasi antibodi imunoglobulin
(Lopez 2000).
Bakteri asam laktat dalam pengawetan bahan makanan digunakan dalam
proses ensilase yang akan menghasilkan suatu produk yaitu silase. Silase ini dapat
dikategorikan sebagai probiotik yang bermanfaat sebagai feed additive dengan
beberapa kelebihan sebagai berikut : dapat meningkatkan ketersediaan lemak dan
protein bagi ternak, mempertahankan konversi pakan, meningkatkan pertumbuhan
5 peningkatan natural immunity, selain itu juga dapat meningkatkan kandungan
vitamin B komplek melalui proses fermentasi (McDonald et al. 1991).
Pemberian bakteri asam laktat (BAL) pada ayam memiliki dua sasaran,
yaitu di saluran pencernaan dan di sekum yang diharapkan dapat menghasilkan
senyawa antimikroba sehingga dapat berpengaruh terhadap ternak (Fuller 1992).
Sedangkan Watkins dan Miller (1983) menunjukkan adanya penurunan mortalitas
pada ayam gnotobiotik yang diberi kultur Lactobacillus acidophilus dua hari
sebelum diberi kultur bakteri patogen S. typhimurium.
Penggunaan Antibiotik
Broiler mampu mengolah makanannya dengan cepat setelah makanan
dikonsumsi. Keadaan ini menyebabkan broiler memiliki laju pertumbuhan yang
sangat cepat, selain dipengaruhi oleh genetik, cepatnya laju pertumbuhan juga
dipicu oleh adanya growth promotor yang umumnya menggunakan senyawa
antibiotik. Selain sebagai growth promotor, senyawa antibiotik juga dapat
meningkatkan efisiensi pakan, alternatif pengobatan dan juga dapat meningkatkan
reproduksi ternak. Namun di beberapa negara telah melarang penggunaan
antibiotik sebagai zat aditif.
Menurut Tabbu (2000), penurunan penggunaan antibiotik disebabkan oleh
2 hal utama, yaitu : (1). Antibiotik dapat meninggalkan residu dalam jangka
panjang sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, (2). Antibiotik
menyebabkan mikroorganisme yang berada dalam tubuh manusia ataupun hewan
menjadi resisten, terutama bakteri patogen seperti Salmonella sp, Escherichia coli
dan Clostridium sp. Akhir-akhir ini banyak ditemui penggunaan probiotik sebagai
bahan aditif yang dapat menggantikan penggunaan antibiotik dalam pakan, yaitu
sebagai growth promotor dan dapat memelihara kesehatan ternak. Bakteri asam
laktat yang berperan dalam pengawetan pakan melalui proses ensilase dapat
dimanfaatkan sebagai probiotik dalam ransum. Suplementasi pakan dengan
probiotik ataupun prebiotik dapat meningkatkan bobot badan dan efisiensi serta
konversi pakan broiler diusia muda namun tidak berlaku pada broiler berumur
6 Salmonellosis pada Unggas
Salmonella adalah bakteri berbentuk batang. Ukuran lebar Salmonella
antara 0.3 – 0.5 µm dan panjang 0.7 – 2.5 µ m. Pertumbuhan optimal pada
temperatur 37.0 – 37.5oC (Shivaprasad 1997). Di alam bakteri Salmonella tidak hidup lama, terutama bila keadaan disekitarnya kering. Sumber infeksi Salmonella
paling sering terjadi pada flock unggas yang diduga berasal dari pakan. Cox et al.
(1996) melaporkan bahwa tempat penetasan merupakan sumber penularan
Salmonella sp yang dominan pada peternakan ayam broiler.
Infeksi Salmonella sp terjadi melalui 3 cara yaitu kongenital, oral dan
aerogen (Ressang 1984). Secara kongenital yaitu penularan melalui telur sehingga
anak ayam yang menetas melalui telur tersebut akan terinfeksi Salmonella sp.
Infeksi secara oral terjadi melalui pakan dan air minum yang tercemari Salmonella
sp. Sedang aerogen adalah infeksi yang terjadi di dalam mesin penetas telur
dimana masa tunas penyakit berkisar antara 1 minggu. Penularan melalui vektor
juga lazim terjadi, penyebaran ini terjadi melalui hewan-hewan kecil seperti tikus,
lalat, burung liar dan peralatan yang mengandung bakteri Salmonella sp yang
digunakan di dalam kandang (Cox et al. 1996).
Daging dan telur unggas merupakan sumber utama penularan Salmonella
sp pada manusia. Banyak cara organisme tersebut dapat masuk, menyebar, dan
bertahan di dalam tubuh unggas yang pada akhirnya produk yang dihasilkan oleh
unggas juga akan tercemari oleh Salmonella sp. Perusahaan kecil maupun besar
telah menggalakkan kebijakan kontrol dalam mengurangi berkembangnya bakteri
Salmonella sp. Peningkatan monitoring dan kontrol di dalam kawasan peternakan
lebih difokuskan pada bagian breeding, umumnya lebih menekan perkembangan
S. Enteritidis dan S. typhimurium. Kawasan breeding, pabrik pakan dan kawasan
hatcheries merupakan kawasan utama terjadinya kontaminasi Salmonella sp.
Kontaminasi pada kawasan tersebut umumnya melalui sistem ventilasi (Davis dan
Breslin 2004).
Bentuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp antara lain :
fowl typoid, pullorum dan fowl paratyphoid. Pada kasus fowl typoid akan terjadi
hepatitis parenkimatosa yang menyebar dan pada kasus akut akan terjadi distrofi
7 heterofil, sehingga jumlah eritrosit dapat menurun dari 3.5 juta menjadi 1.5 juta
per ml dan leukosit akan meningkat dari 18.000 menjadi 240.000 per ml (Tabbu
2000).
Pada ayam muda yang mengalami pullorum akan menunjukkan
peradangan dan pendarahan pada hati, paru-paru dan ginjal. Demikian pula
dengan sekum pada ayam muda ini akan mengalami nekrosis pada mukosa dan
submukosa dengan akumulasi nekrosis debris dengan campuran fibrin dan
heterofil dalam lumen (Shiravaprasad 1997). Sedangkan perubahan yang terjadi
pada kasus fowl paratyphoid adalah adanya pendarahan dan infiltrasi heterofil
pada berbagai jaringan seperti hati, limpa, ginjal, usus dan paru-paru (Tabbu
2000).
Hati
Hati adalah organ tubuh yang berukuran besar dan merupakan kelenjar
terbesar dalam tubuh hewan ataupun manusia. Di dalam hati ditemukan banyak
sel-sel RES (Reticulo Endothelial System), yakni sel-sel Kupffer yang terdapat
dalam dinding-dinding kapiler dan sinusoid-sinusoid hati yang berfungsi untuk
membersihkan benda-benda asing dari darah (Ressang 1984 dan Hartono 1992).
Sel-sel Kupffer yang berada di lumen sinusoid bertindak sebagai makrofag yang
mempunyai fungsi fagositik (Ganong 2003). Hati merupakan organ sekresi
terbesar dan merupakan kelenjar pertahanan yang terpenting dalam tubuh. Sel hati
dapat rusak hingga lebih dari 80% tanpa menyebabkan gejala yang berat dan
dapat sembuh kembali secara sempurna (Nort dan Bell 1990). Hati dapat
mengalami beberapa perubahan diantaranya adalah degenerasi hidropis dan
degenerasi berbutir yang terlihat pada sel-sel hati. Kerusakan pada hati dapat
terjadi oleh beberapa faktor yaitu: onset pemaparan yang terlalu lama atau terlalu
singkat, durasi pemaparan, dosis dan host yang rentan (Jubb 1993). Kerusakan
yang terjadi pada sel hati dapat bersifat sementara dan tetap. Sel akan mengalami
perubahan untuk beradaptasi mempertahankan hidup pada kerusakan yang bersifat
sementara. Perubahan yang bersifat sementara ini biasa disebut degenerasi.
8 Degenerasi sering terjadi karena beberapa hal, adanya gangguan
biokimiawi yang disebabkan oleh iskemia, anemia, metabolisme abnormal dan zat
kimia yang bersifat toksik adalah salah satu faktornya. Gangguan biokimiawi ini
menyebabkan membran sel normal akan mengalami kerusakan sehingga
keseimbangan pengeluaran K+ dan pemasukan ion Na+, Ca+ dan air akan terganggu. Kerusakan membran sel menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
air ke dalam sel sehingga menyebabkan sitoplasma menjadi bengkak dan dipenuhi
butiran-butiran air. Apabila kerusakan membran sel terus berlangsung, maka
sitoplasma sel akan berisi cairan yang membentuk vakuola-vakuola sehingga
sitoplasma terlihat lebih pucat, keadaan ini dinamakan degenerasi hidropis
(Cheville 1999). Degenerasi hidropis dan degenerasi berbutir sering terjadi secara
bersamaan pada sel-sel hati.
Degenerasi hyalin jaringan ikat sering terjadi pada proses peradangan hati
yang menahun sedangkan pada degenerasi lemak terjadi penumpukan lemak di
lobuli hati yang sering terlihat pada akhir masa kebuntingan karena kekurangan
oksigen dan adanya bahan toksik. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
keseimbangan antara trigliserida misel dan lemak globular. Ketidakseimbangan
lemak terjadi karena pengangkutan dan sintesis lemak di hati meningkat
sedangkan penggunaan lemak dalam sel hati berkurang sehingga jumlah lemak
dalam sel hati meningkat (Donatus 2001). Selain degenerasi, sel juga sering
mengalami akumulasi protein di dalam sitoplasmanya (Carlton dan McGavin
1995).
Degenerasi lemak dan nekrosa merupakan stadium permulaan dari proses
kelainan dalam hati, kemudian keadaan ini akan berlanjut pada proses
peradangan. Peradangan dapat terjadi secara infeksius maupun non infeksius.
Peradangan secara non infeksius secara umum disebabkan oleh toksin. Hepatitis
non infeksius atau toksik dapat terjadi secara akut maupun kronis. Bentuk
hepatitis ini ditandai oleh kematian sel-sel hati serta perubahan-perubahan yang
mengawali kematian seperti cloudy swelling, degenerasi lemak dan nekrosis
(Harold 1971). Secara mikroskopis sifat nekrosis koagulatif ditandai dengan
piknosis dan sitoplasma asidofilik yang dilanjutkan dengan penguraian dan
9 Kerusakan sel secara terus-menerus akan mencapai suatu titik akumulasi
toksin yang sudah bersifat kronis sehingga terjadi kematian sel. Mekanisme
kematian sel terjadi melalui dua proses: yaitu apoptosis dan nekrosa. Pada
apoptosis terjadi kematian sel yang terprogram. Kematian sel dipicu oleh
fragmentasi DNA dan biasanya terjadi pada satu atau sekelompok sel saja. Lain
halnya dengan nekrosa, kematian sel bersifat menyeluruh. Pada nekrosa biasanya
ditemukan sel radang dan sitoplasma sel akan terlihat asidofilik. Nekrosa ini ada
10 MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2006 sampai Februari 2007,
bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas, Jurusan Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan
pembuatan preparat dan analisa histopatologi dilaksanakan di Bagian Patologi,
Fakultas Kedokteran hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Ternak
Pada penelitian ini digunakan 168 ekor broiler strain Lohman yang
dipelihara sejak umur sehari (Day Old Chick) sampai umur 6 minggu dengan
rata-rata bobot badan DOC adalah 41,76 gram. DOC diperoleh dari poultry shop
Bogor.
Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan adalah kandang litter berukuran 1 x 1 m. Setiap
sekat dilengkapi dengan 1 tempat pakan dan 1 tempat minum. Peralatan lain yang
digunakan adalah timbangan, plastik ransum, tong, karet, nomor sayap dan ember.
Ransum
Ransum yang digunakan adalah ransum kering komplit, ransum silase
dengan perlakuan uji tantang S. typhimurium dan ransum silase tanpa uji tantang.
Komposisi ransum terdiri dari: jagung, dedak padi, bungkil kedelai, CGM, tepung
ikan, minyak kelapa, CaCO3, DCP, L-Lysin, DL-Methionine dan premix. Ransum
ini disusun atas rekomendasi Scoot et al. (1982). Susunan dan kandungan nutrisi
ransum kering komplit yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
11 Tabel 1. Susunan dan kandungan zat makanan dalam ransum penelitian
Bahan Makanan Persentase (%)
Jagung 50.0
Dedak Padi 12.0
Bungkil Kedelai 16.7
CGM 11.0
Tepung Ikan 5.5
Minyak Kelapa 2.0
DCP 1.0
Caco3 1.0
L-Lysin 0.3
DL-Methionine 0.2
Premix* 0.3
Total ( % ) 100
Kandungan nutrisi ransum penelitian :
Protein Kasar ( % ) 23.03
Energi Bruto (kkal/kg) 3020.00
Serat Kasar ( % ) 4.19
Ca ( % ) 0.96
P-tersedia ( % ) 0.63
Lys (% ) 1.20
Met ( % ) 0.67
*Dalam 1 kg premix mengandung Vit A 4000.000 IU, Vit D3 800.000 IU, Vit E 4.500 mg,
Vit K3 450 mg, Vit B1 450 mg, Vit B2 1.350 mg, Vit B6 480 mg, Vit B12 6 mg, Ca-d-P
2.400 mg, As folat 270 mg, As nikotinat 7.200 mg, kolin klorida 28.000 mg, DL-Met
28.000 mg, L-Lys 50.000mg, Fe 8.500 mg, Cu 700 mg, Mg 18.500 mg, Zn 14.000 mg,
Co 50 mg, I 70 mg, Se 35 mg, dan antioksidan.
Perlakuan
Perlakuan yang digunakan terdiri atas tujuh kelompok, yaitu :
S1 = Ransum silase
B1 = Ransum basal
L1 = B1 + Lactobacillus plantarum
S2 = S1 + infeksi S. typhimurium
B2 = B1 + infeksi S. typhimurium
L2 = L1+ infeksi S. typhimurium
12 Bakteri dan Additive
Dua macam bakteri yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu L.
plantarum diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Cibinong-Bogor dan S. typhimurium tipe ganas diperoleh dari
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Additive yang digunakan adalah Bambermycin sebesar 0,02 ppm.
Pembuatan Ransum Silase Komplit
Ransum silase komplit berkadar air 40% dibuat dari ransum basal yang telah
disusun sesuai dengan kebutuhan ternak unggas. Ransum basal tersebut dijadikan
ransum silase dengan menambahkan air dan starter bakteri L. plantarum. Proses
ensilase dilakukan dengan cara menyimpan ransum dalam kantong plastik
berukuran 5 kg yang kedap udara dan diusahakan tidak ada udara yang masuk,
selanjutnya disimpan di dalam tong selama 3 minggu. Pada saat memasuki
penyimpanan minggu ke-3, ransum silase diamati kandungan nutrien, energi, pH
dan bahan kering ransum. Karena pada minggu ke-3 proses ensilase memasuki
waktu yang cukup stabil. Proses pembuatan silase dapat dilihat pada Gambar 1.
Vitamin dan Vaksin
Vitamin yang digunakan adalah Vita Stress. Sedangkan jenis vaksin yang
digunakan antara lain: vaksin Newcastle Diseases (ND) I yang diberikan pada
ayam umur 3 hari yaitu melalui tetes mata, ND II diberikan pada ayam umur 21
hari yaitu dengan cara suntik dan vaksin Gumboro diberikan pada saat ayam
berumur 10 hari dengan pemberian secara oral.
Uji tantang
Infeksi S. typhimurium dilakukan pada broiler umur 7 hari secara oral.
Jenis Salmonella yang digunakan adalah S. typhimurium ganas dari biakan cair =
13
Gambar 1. Proses Pembuatan Silase Ransum
Metode
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Anak ayam broiler terbagi dalam 7 kelompok perlakuan. Data yang
diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (Analysis of Variance / ANOVA). Input
data ANOVA diperoleh dari pengamatan pada 7 perlakuan yang masing-masing
memiliki 3 ulangan dengan cara skoring pada 10 lapang pandang.
Lactobacillus plantarum
Air
Diaduk
Ransum basal
Dicampur
Ransum basal + LP
Dikemas di dalam kantong plastik
fermentasi
Kedap udara
Disimpan selama 3 minggu
14 Pengamatan
Pengamatan pada penelitian ini meliputi pemeriksaan histopatologi.
Pemeriksaan ini terfokus pada perubahan-perubahan yang terjadi pada sitoplasma,
inti dari sel hepatosit, sinusoid dan pembuluh darah dengan mengamati adanya
perubahan oedema, degenerasi berbutir, degenerasi hidropis dan sel radang.
Pengamatan dilakukan terhadap 10 lapang pandang dengan pembesaran objektif
10X dan 20X. Selanjutnya dilakukan skoring untuk mengetahui derajat kerusakan
dan keparahan yang terjadi akibat infeksi S. typhimurium. Sistem skor yang
dilakukan memiliki interval 0 sampai 4 dengan penilaian kondisi hati 0 : hati
dalam kondisi normal, terlihat sel-sel hepatosit tersusun radier; 1 : terjadi oedema
pada hati dan sinusoid dengan adanya jarak yang terlihat saling menjauh antara
sel-sel hepatosit; 2 : terjadi degenerasi berbutir, terlihat adanya butir-butir kecil
dalam jumlah yang banyak didalam sel-sel hepatosit; 3 : terjadi degenerasi
hidropis, terlihat adanya butir rongga besar sehingga menggeser inti sel hepatosit;
4 : terdapat sel sarang radang yang mengelilingi sel-sel hepatosit dan bergerombol
dengan warna khas ungu.
Prosedur Pelaksanaan
Persiapan kandang dan ayam dilakukan dua minggu sebelum penelitian
dilaksanakan. Ransum penelitian dan air minum diberikan ad libitum. Pakan silase
diberikan pada saat ayam berumur 7 hari. Tempat pakan dan tempat air minum
diletakkan di atas sekam di dalam kandang sekat..
Ayam dipelihara dalam kandang litter, Setiap kandang berisi 8 ekor ayam.
Tiap unit kandang dilengkapi dengan lampu sebesar 60 watt yang berfungsi
sebagai penghangat tubuh DOC. Tempat pakan dan tempat air minum digantung
sejajar dengan punggung ayam agar pakan dan air minum tidak mudah kotor oleh
ekskreta ataupun sekam. Kontrol kebersihan kandang, tempat minum dan pakan
dilakukan setiap hari. Selama penelitian dilakukan, suhu dan kelembaban udara
pada ruang kandang tetap diperhatikan.
Setelah proses pemeliharaan dan pemotongan selesai dilakukan,
dilanjutkan dengan pengumpulan sampel dan pembuatan preparat histopatologi.
15 dan 42 hari. Dalam setiap pengamatan yang dilakukan digunakan 3 ekor ayam
yang diambil secara acak. Hati Broiler disampel, dikumpulkan dan difiksasi
menggunakan larutan fiksatif formalin. Sampel diproses melalui serangkaian
tahapan yaitu proses dehidrasi dengan peningkatan konsentrasi ethyl alcohol (50%
- 100%), clearing atau penjernihan dan kemudian disimpan dalan larutan buffer
neutral formaline (BNF) 10% (pada pH 7.2 – 7.4) , embedding atau penanaman
jaringan dalam paraffin, pemotongan dengan menggunakan mikrotom setebal 5
µ m. Proses ini dilanjutkan dengan proses pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin)
dan yang terakhir adalah mounting atau penutupan dengan gelas penutup
(Humason 1972). Preparasi preparat, identifikasi dan pengamatan preparat
dilakukan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini memberikan data pengamatan histopatologi organ hati
broiler pada 7 perlakuan. Data ini menunjukkan tingkat kerusakan hati yang
diakibatkan adanya infeksi bakteri S. typhimurium. Kerusakan yang timbul pada
hati akibat infeksi S. typhimurium dicoba ditekan dengan pemberian silase, L.
plantarum dan antibiotik. Pada Tabel 2 disajikan hasil pengamatan histopatologi
organ hati.
Tabel 2. Histopatologi organ hati broiler akibat infeksi S. typhimurium
berdasarkan nilai skoring rata-rata pada 10 lapang pandang
Hari Pengamatan Perlakuan1)
9 18 27 36 42
S1 0.00a 2) 1,03) ± 0,00a 1,6 ± 0,52b 1,4 ± 0,74a 1,3 ± 1,57a
B1 0.00a 2,0 ± 0,67b 2,4 ± 0,52c 2,2 ± 0,70c 2,6 ± 0,52c
L1 0.00a 2,5 ± 0,48c 2,3 ± 0,53c 3,2 ± 0,42d 3,0 ± 0,00d
S2 0.00a 2,9 ± 0,57d 2,4 ± 0,52c 1,0 ± 0,32a 1,5 ± 0,85a
B2 0.00a 1,9 ± 0,29b 2,5 ± 0,53c 2,6 ± 0,57c 3,2 ± 0,42d
L2 0.00a 1,8 ± 0,63b 1,7 ± 1,42b 3,2 ± 0,42d 3,6 ± 0,52d
A 0.00a 2,4 ± 0,52c 2,1 ± 0,32b 3,0 ± 0,94d 3,5 ± 0,53d
1) Keterangan: S1 (Ransum silase), B1 (Ransum basal), L1 (B1 + L. Plantarum), S2 (S1 + infeksi S. typhimurium), B2 (B1 + infeksi S. typhimurium), L2 (L1+ infeksi S. typhimurium), A (B1 + antibiotik + infeksi S. typhimurium)
2) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)
3) Hasil skoring rata-rata dari 10 lapang pandang pengamatan dengan (±) merupakan standart deviasi ANOVA dari setiap perlakuan
Kerusakan hati pada perlakuan yang menggunakan ransum silase (S1 dan
S2) cenderung memiliki tingkat kerusakan paling rendah dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Keadaan ini mengindikasikan bahwa silase tidak memberi
pengaruh negatif terhadap kondisi hati, bahkan sebaliknya silase dapat
mempertahankan kondisi hati tetap baik meskipun ayam telah diinfeksi S.
typhimurium.
Menurunnya tingkat kerusakan hati pada perlakuan silase, diduga
[image:36.612.130.508.303.474.2]17 bakteri S. typhimurium. Salah satu bahan aktif tersebut adalah asam laktat. Asam
laktat dalam silase berfungsi mempengaruhi limfosit untuk memproduksi
interferon dalam jumlah besar sehingga meningkatkan limfosit B dan pada
akhirnya juga akan meningkatkan imunoglobulin. Asam laktat ini dapat
menghalangi peningkatan terbentuknya koloni bakteri patogen dalam usus dan
mengurangi adanya zat-zat toksik yang dihasilkan bakteri S. typhimurium untuk
[image:37.612.223.417.234.389.2]sampai ke organ hati.
Gambar 2. Gambaran mikroskopis hati broiler normal pada umur 9 hari; pewarnaan HE (pembesaran objektif 40X).
Pengamatan hati pada hari ke-9 menunjukkan hati berada dalam kondisi
normal, ditandai dengan adanya sel-sel hepatosit yang masih memiliki bentuk
normal dan tersusun radier. Kerusakan hati mulai terjadi sejak hari ke-18
pengamatan. Perlakuan S1 berbeda nyata (P<0.05) memiliki tingkat kerusakan
lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan B1, B2, L1, L2, S2 dan A. Kerusakan
terparah terjadi pada perlakuan S2 yaitu perlakuan yang menggunakan ransum
silase dan diinfeksi S. typhimurium. Pada ayam muda yang terinfeksi Salmonella
sp dan mengalami pullorum akan menunjukkan peradangan dan pendarahan pada
hati, paru-paru dan ginjal. Demikian pula dengan sekum pada ayam muda ini akan
mengalami nekrosis pada mukosa dan submukosa dengan akumulasi nekrosis
debris dengan campuran fibrin dan heterofil dalam lumen (Shiravaprasad 1997).
Sedangkan perubahan yang terjadi pada kasus fowl paratyphoid adalah adanya
pendarahan dan infiltrasi heterofil pada berbagai jaringan seperti hati, limpa,
18 Kerusakan parah yang terlihat pada hari ke-18 pada perlakuan S2 berupa
adanya peradangan dan degenerasi hidropis. Peradangan dapat terjadi secara
infeksius maupun non infeksius. Bentuk hepatitis ini akan ditandai oleh kematian
sel-sel hati serta perubahan-perubahan yang mengawali kematian seperti cloudy
swelling, degenerasi lemak dan nekrosis (Harold 1971). Sedangkan degenerasi
hidropis merupakan perubahan yang bersifat sementara (reversible), ditandai
dengan kehadiran vakuol-vakuol di sitoplasma. Degenerasi hidropis akan hilang
dan sel yang mengalami kerusakan akan kembali normal apabila paparan bahan
toksik dihentikan.
Sel tubuh dalam keadaan normal membutuhkan ATP-ase untuk
mengaktifkan pompa sodium-potasium dalam pengaturan keluar dan masuknya
ion. Infeksi akut pada sel akan menyebabkan air dan protein tetap berada dalam
sitoplasma. Pompa lapisan membran akan memindahkan ion dan air dengan cepat
keluar dari sitosol dan masuk ke dalam retikulum endoplasma, hal ini akan
menyebabkan kebengkakan sel yang disebut degenerasi hidropis (Cheville 1999).
Perubahan sel pada tahap degenerasi hidropis merupakan respon adaptasi
agar sel tetap bisa hidup. Hal ini diduga terjadi karena bahan aktif yang terdapat
pada silase terlebih dahulu digunakan untuk menetralisir keberadaan S.
typhimurium dalam tubuh ayam. Sesuai dengan salah satu fungsi hati yaitu
sebagai penetralisir racun atau detoksifikasi racun yang berada dalam tubuh dan
yang masuk kedalam hati melalui darah. Didalam hati ditemukan banyak sel-sel
RES (Reticulo Endothelial System), yakni sel-sel Kupffer yang terdapat dalam
dinding-dinding kapiler dan sinusoid-sinusoid hati, sel-sel ini berfungsi untuk
membersihkan benda-benda asing dari darah (Ressang 1984 & Hartono 1992).
Kondisi hati pada pemeliharaan hari ke-27 masih beragam. Perlakuan
S1,L2 dan A berbeda nyata (P<0.05) memiliki tingkat kerusakan lebih ringan
dibandingkan B1, L1, S2 dan B2 kerusakan parah yang terjadi pada perlakuan hari
ke-27 ini, ditandai dengan adanya degenerasi berbutir dan degenerasi lemak.
Degerasi berbutir merupakan awal tahap menuju degenerasi hyalin jaringan ikat,
hal ini sering terjadi pada proses peradangan hati yang menahun, sedangkan pada
19 pada akhir masa kebuntingan karena kekurangan oksigen dan adanya bahan
toksik.
Degenerasi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara
trigliserida misel dan lemak globular. Ketidak seimbangan lemak terjadi karena
pengangkutan lemak dan sintesis lemak di hati meningkat sedangkan penggunaan
lemak dalam sel hati yang berkurang sehingga jumlah lemak dalam sel hati
meningkat (Donatus 2001). Selain degenerasi, sel juga sering mengalami
akumulasi protein di dalam sitoplasmanya (Carlton dan McGavin 1995).
Terjadinya degenerasi ini mengindikasikan bahwa perlakuan yang mengalami
kerusakan lebih parah tersebut setelah hari ke-27 pengamatan itu tidak dapat
menekan keberadaan S. typhimurium dalam tubuh.
Pada pemeliharaan hari ke-36 perlakuan S1 dan S2 nyata (P<0.05) lebih
rendah tingkat kerusakannya dibandingkan perlakuan B1, L1, B2, L2 dan A.
Perlakuan S1 dan S2 memiliki tingkat kerusakan lebih ringan, hal ini
menunjukkan bahwa ransum silase tidak memberikan pengaruh negatif terhadap
kondisi hati. Sebaliknya silase dapat membuat kondisi hati menjadi lebih baik
seperti yang diharapkan sehingga metabolisme hati juga menjadi lebih optimal
dalam menetralisir keberadaan racun metabolisme dalam tubuh ayam broiler. Hati
merupakan organ sekresi terbesar dan merupakan salah satu kelenjar pertahanan
yang penting dalam tubuh. Sel hati dapat rusak hingga lebih dari 80% tanpa
menyebabkan gejala yang berat dan berarti disamping itu sel-sel hati dapat
sembuh kembali secara sempurna (Nort dan Bell 1990).
Keadaan yang terjadi pada hari ke-36 terus berlangsung sampai hari ke-42
pemeliharaan. Perlakuan S1 dan S2 berbeda nyata (P<0.05) lebih ringan tingkat
kerusakannya dibandingkan dengan perlakuan B1, L1, B2, L2 dan A. L2 memiliki
tingkat kerusakan paling parah yang ditandai dengan adanya sel-sel radang yang
nantinya akan berlanjut pada adanya nekrosa hati. Terjadinya nekrosa hati
disebabkan oleh dua hal yaitu 1). Toksopatik, disebabkan oleh pengaruh langsung
agen yang bersifat toksik, 2). Trofopatik, akibat kekurangan oksigen, zat-zat
makanan dan sebagainya (Ressang 1984). Kerusakan sel yang berlangsung secara
terus-menerus akan mencapai suatu titik akumulasi toksin yang sudah bersifat
20 Mekanisme kematian sel terjadi melalui dua proses: yaitu apoptosis dan
nekrosa. Pada apoptosis terjadi kematian sel yang terprogram. Kematian sel dipicu
oleh fragmentasi DNA dan biasanya terjadi pada satu atau sekelompok sel saja.
Lain halnya dengan nekrosa, kematian sel bersifat menyeluruh. Pada nekrosa
biasanya ditemukan sel radang dan sitoplasma sel akan terlihat asidofilik. Nekrosa
ini ada yang bersifat lokal dan ada yang bersifat difus (Lu 1995).
Tingkat kerusakan hati yang sangat parah diakhir pengamatan pada
perlakuan L2 mengindikasikan bahwa perlakuan L2 tidak dapat membunuh atau
mengurangi zat toksik yang dihasilkan S. typhimurium untuk masuk kedalam hati.
Meskipun perlakuan L2 memiliki kemiripan dengan perlakuan S1 dan S2 (ransum
silase) yaitu sama menggunakan bakteri asam laktat (L. plantarum). Adanya
keadaan kerusakan parah pada perlakuan L2 menunjukkan bahwa bahan aktif
yang efektif dalam menekan pertumbuhan S. typhimurium adalah bahan organik
yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat selama proses fermentasi, sedangkan
asam organik ini belum sempat terbentuk pada perlakuan L1 dan L2. Asam
organik terbentuk pada saat fermentasi dalam proses ensilase. Beberapa asam
organik memiliki sifat antibakteri. Prinsip dasar kerja asam organik sebagai
antibakteri adalah asam organik dapat menembus dinding sel bakteri dan
mengganggu fisiologi normal beberapa tipe bakteri. Asam organik dapat berfungsi
sebagai growth promotor yang dapat digunakan untuk menstabilkan mikroflora
pada saluran pencernaan dan meningkatkan performan secara umum pada unggas
(Gauthier 2002). Asam organik meliputi seluruh senyawa asam yang terdiri atas
rantai karbon sebagai rantai cabang utama (R-CO-H) atau yang dikenal sebagai
21 Degenerasi hidropis
Gambar 3. Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi pakan silase dan diinfeksi S. typhimurium pada umur 42 hari; pewarnaan HE (pembesaran objektif 40X).
Morfologi organ hati broiler yang diinfeksi S. typhimurium dan diberi
ransum silase (S2), pada gambar 3 terlihat sel hati masih berada dalam kondisi
baik meskipun telah mengalami kerusakan parah berupa degenerasi hidropis yang
terjadi pada hari ke-18. Kerusakan pada hati dapat terjadi oleh beberapa faktor
yaitu: onset pemaparan yang terlalu lama atau terlalu singkat, durasi pemaparan,
dosis dan host yang rentan (Jubb 1993).
Degenerasi hidropis terjadi karena adanya gangguan biokimiawi yang
disebabkan oleh iskemia, anemia, metabolisme abnormal dan zat kimia yang
bersifat toksik. Hal ini menyebabkan membran sel normal akan mengalami
kerusakan sehingga keseimbangan pengeluaran K+ dan pemasukan ion Na+, Ca+ dan air akan terganggu. Kerusakan membran sel menyebabkan terjadinya
peningkatan jumlah air ke dalam sel sehingga menyebabkan sitoplasma menjadi
bengkak dan dipenuhi butiran-butiran air. Apabila kerusakan membran sel terus
berlangsung, maka sitoplasma sel akan berisi cairan yang membentuk
vakuola-vakuola. Hal ini akan menyebabkan kebengkakan sel sehingga sitoplasma terlihat
lebih pucat yang disebut degenerasi hidropis (Cheville 1999).
Diduga penghentian zat toksik dilakukan oleh adanya asam laktat dan zat
aktif organik lainnya yang terkandung dalam silase. Dengan menekan jumlah
koloni bakteri S. typhimurium pada saluran pencernaan, maka jumlah zat toksik
[image:41.612.191.415.96.255.2]22 akan mengalami kerusakan parah akibat toksin dan hati dapat melakukan
perbaikan sel secara otomatis ketika paparan zat toksik berkurang dan dihentikan.
[image:42.612.148.497.112.295.2]Kerusakan sel hepatosit Degenerasi hidropis Sarang radang
Gambar 4. Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi antibiotik dan diinfeksi
S. typhimurium pada umur 42 hari; pewarnaan HE (pembesaran objektif 40X).
Morfologi hati broiler yang diinfeksi S. typhimurium dan diberikan
antibiotik, pada gambar 4 terlihat bahwa hati tetap mengalami kerusakan sampai
hari terakhir pengamatan. Kerusakan hati ditandai dengan adanya degenerasi
hidropis dan terdapat pula sarang radang. Hal ini menandakan bahwa antibiotik
tidak dapat mencegah atau mengurangi zat toksik yang masuk ke dalam hati.
Diduga karena dosis serta jenis antibiotik yang diberikan kurang efektif untuk
membunuh atau mengurangi koloni bakteri S. typhimurium atau bahkan bisa saja
23 Hilangnya sel hepatosit Sarang radang
Gambar 5. Gambaran mikroskopis hati broiler yang diberi L. plantarum dan diinfeksi S. typhimurium pada umur 42 hari; pewarnaan HE (pembesaran objektif 40X).
Hati broiler yang diinfeksi S. typhimurium dan diberi L. Plantarum melalui
air minum (L2) pada gambar 5 memberikan gambaran hati yang mengalami
kerusakan sangat parah. Pada perlakuan ini juga terlihat kerusakan parah yang
berupa adanya sarang radang. Kerusakan diakibatkan adanya zat toksik yang
dihasilkan bakteri S. typhimurium masuk kedalam sistem detoksifikasi hati.
Kerusakan diduga karena bahan aktif yang terdapat pada L. Plantarum telah
mengalami penurunan sehingga mempengaruhi jumlah maupun kualitas asam
laktat yang dihasilkan.
Degenerasi berbutir Kerusakan inti sel Sarang radang
[image:43.612.165.472.467.643.2]24 Pada morfopatologi hati yang diberikan ransum basal dan diinfeksi S.
typhimurium (Gambar 6), juga terjadi kerusakan parah pada gambaran
histopatologinya. Terdapat sarang radang, degenerasi berbutir maupun degenerasi
lemak, kerusakan sel dan inti sel. Kerusakan terjadi karena tidak adanya zat aktif
tambahan yang diberikan untuk menghambat adanya infeksi bakteri S.
typhimurium dalam tubuh ayam broiler. Sehingga penghambatan hanya dilakukan
oleh respon imun dari tubuh ayam sendiri atau hati sebagai organ pertahanan yang
25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian ransum silase dapat memperbaiki keadaan morfologi organ hati
setelah diinfeksi S. typhimurium, ditandai dengan adanya perbaikan sel-sel
hepatosit. Asam laktat dalam silase diduga berperan sebagai antibakteri sehingga
dapat menurunkan tingkat infeksi S. typhimurium dan menghambat kerusakan
hati. Asam laktat yang terdapat dalam silase memberikan efek lebih baik
dibandingkan dengan antibiotik dalam menekan keberadaan bakteri patogen S.
typhimurium.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat efektifitas silase
26 DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B.T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
Burkitt Hg, Osweiler Gd. 1995. Clinical and Diagnostic Veterinary Toxicology. Edisi ke-2. Kendal/Hunt Publishing Company. Pp. 333-334.
Chiou, P.W.S., C.L. Chen, K.L. Chen, C.P. Wu. 1999. Efect of high dietary copper on morphology of gastro-intestinal tract in broiler chickens. Asia-Aus. J Anim Sci. 12. No. 4:548-553.
Carlton WW, McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Edisi ke-2. Mosby: St. louis. Pp. 209-245.
Cheville NF. 1999. Introduction Veterinary Pathology. Ed ke-2. Iowa: Iowa State University Press.
Cintas, L.M, Juan. M.R, Maria. F.f, Knut Sletten, Ingolf. F.N, Pablo. E.H, Helge Holo. 1995. Isolation and characterization of pediocin L50, a new bacteriocin from pediococcus acidilactici with a broad inhibitory spectrum. Appl Environ Microbiol. 61(7):2643-2648.
Davies, R.H., M.F. Breslin. 2004. Observations on yhe distribution and control of
Salmonella contamination in poultry hathceries. Spring Meeting Of The WPSA UK Branch-Paper. British Poult Sci. 54:S12- S13.
Dellmann, H.D., Esther M. Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Edisi ketiga. Terjemahan. R. Hartono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Donatus IA. 2001. Toksikologi Dasar. Yokyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Frandson, R.I. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Fuller, R. 1992. Hystory and development of probiotic. In. Fuller Ed. Probiotic The Scientific Basic. Chapman and Hall. London, New York.
Gauthier, R. 2002. Intestinal health, the key to productivity (The case of organic acid). XXVII Convencion ANECA – WPDC. Puerto Vallarta, Jal.Mexico.
Gilliland, S.E. 1986. Bacterial Starter Cultures For Foods. Boca Raton, Florida:CRS Press.
Guyton CA, John EH. 1997. Fisiologi Kedokteran. Suryawan, Irawati, penerjemah. Ed-9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Handoko IS. 2003. Organ Hati. http://www.klinikku.com/pustaka/lab/hati/tes-t-hati.htlm. [21
27 Harold AB. 1971. Pathology and Introduction. San Fransisco.
Humason GL. 1985. Animal Tissue Techniques. 4rd ed. San Francisco: W.N. Freeman and Company, USA.
Jubb KVF, Kennedy PC, Peter C. 1993. Pathology of Domestic Animal. London: Academic Press. Hlm 325-346.
Koenen, M.E et al. 2004. Immunomodulation by probiotic lactobacilli in layer and meat type chickens. British Poult Sci. Vol 45. No. 3:355-366.
Leeuwen, V.P., J.M.V.M. Mouwen., J.d. Van Der Klis., M.W.A. Verstegen. 2004. Morphology of the small intestinal mucosal surface of broilers in relation to age, diet formulation, small intestinal microflora and performance. British Puolt Sci. Vol 45. No. 1:41-48.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Edisi ke-2. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Lopez, J. 2000. Probiotic in animal nutrition. Asian-Australian. J of Anim Sci. Special Issue. Vol. 13:12-26.
McDonald, P., Henderson. N, Heron, S. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd ed. Chalcombe Publication, 13 Highwoods Drive, marlow Bottom, bucks SL7 3PU.
Moran, E.T. 1985. Digestive physiology of duck. Di dalam: Farrel, D.J., P. Stapleton, editor. Duck Production and World Practice. University of England, Armidale.
Nabib R. 1987. Patologi Khusus Veteriner. Edisi ke-2. Bogor: Laboratorium Patologi Jurusan Parasitologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Veteriner Institut Pertanian Bogor.
Nettles, C.G, S.F. Barefoot. 1993. Bhiochemical and genetic characteristic of bacteriocins of food associated lactic acid bacteria. J Food Protect. 4 (56):338 – 358.
Nort MO, DD Bell. 1990. Comercial Chicken Production Manual. 4th Edition. New York: Van Nostrand Reinhold.
Palliyaguru, M.W.C.D et al. 2004. Effect of different probiotics on nutients utilisation and intestinal microflora of broiler chickens. Veterenary Researh Intitute. British Poult Sci. 54:S58-S59.
Priyankage, N et al. 2004. Effect of different probotic against a lethal dose of
Salmonella chalenge in broiler chickens. British Poult Sci. 54:S43-S44.
28 Sapienzza, D.A., Keith, K.B. 1993. Teknologi Silase. Martoyoedo, R.B.S,
penerjemah.
Scott,M.L, Malden,C.N, Robert,J.Y. 1982. Nutrition of the Chicken. 3ed Ed. Published by M.L.Scott and Associates. New York.
Shivaprasad. G.H., 1997. Pullorum Disease. In B.W. Calnek et al., Editor. Disease of Poultry. 10 th Edition. Iowa State university Press. USA. Pp. 82 – 96.
Steel,R.G.D., J.H. Torrie., 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan. Edisi ke-2. Penerbit PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Sturkie, P.D. 1976. Avian Physiology. 3rd Edition. Spinnger_Verlag, New Cork.
Suarsana, I.N. 2001. Sifat fisikokimia bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri Staphylococcus epidermis. Laboratorium Biokimia Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana.
Suarsana, I.N, Iwan. H.U, N.G.A.A. Suartini. 2001. Aktivitas invitro senyawa antimikroba dari Streptococcus lactics. J Vet. 2(1):25-31.
Tabbu. C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Vol 1. Kanisius.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Watkins, B.A., B.F. Miller. 1983. Competitive gut exclusion of avian pathogens by Lactobacillus acidophilus in gnotobiotic chick. Poult Sci. 62:2088-2094.
Wiryawan. K.G., Anita. S.T. 2001. Produksi biorepreservatif atau feed suplemen