• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 PROFIL KABUPATEN KUTAI BARAT - DOCRPIJM 3ce0276e05 BAB IIBAB 2 PROFIL KUBAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 PROFIL KABUPATEN KUTAI BARAT - DOCRPIJM 3ce0276e05 BAB IIBAB 2 PROFIL KUBAR"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

PROFIL KABUPATEN KUTAI BARAT

2.1 Wilayah Administrasi.

Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten

Kutai yang telah ditetapkan berdasarkan UU. Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten

Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Secara

simbolis kabupaten ini telah diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri R.I. pada tanggal 12 Oktober 1999 di

Jakarta dan secara operasional diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur pada tanggal 05 Nopember

1999 di Sendawar.

Namun pada Tahun 2013 terjadi pemekaran yang menyebabkan Luas Wilayah, jumlah kecamatan

dan jumlah kampung berubah. Berdasarkan UU No. 02 Tahun 2013 Kabupaten Kutai Barat dimekarkan

menjadi Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu. Luas Kabupaten Kutai Barat sekitar

20.381,59 Km2, terdiri dari 16 Kecamatan, 190 Kampung dan 4 Kelurahan dan Kabupaten Mahakam Ulu dengan 5 kecamatan luasan sekitar 15.315 Km2.

Secara Geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113048’49’’ sampai dengan 116032’43’’

Bujur Timur serta diantara 1031’05’’ Lintang Utara dan 1009’33’’ Lintang Selatan. Secara administasi Kabupaten Kutai Barat berbatasan dengan:

- Sebelah Utara : Kabupaten Mahakam Ulu - Sebelah Timur : Kabupaten Kutai Kartanegara

- Sebelah Selatan : Kabupaten Pasir dan Kabupaten Penajam Paser Utara - Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Tengah

2.2 Potensi Wilayah Kabupaten Kutai Barat.

2.2.1 Daya Saing Infrastruktur.

Kutai Barat secara bertahap dan kontinyu terus berupaya memperbaiki kuantitas dan kualitas

wilayah atau infrastruktur. Pembangunan jalan misalnya, terus berkembang dan menujukkan peningkatan

yang baik. Jalan Kabupaten dan Provinsi yang diaspal menunjukkan perkembangan yang cukup baik, seperti

jalan Provinsi di tahun 2014 menjadi 99,70. Demikian pula dengan jalan Kabupaten di tahun 2014 menjadi

323,75 km. Upaya memperbaiki jalan yang mampu menghubungkan antar wilayah terus dijalankan, dimana

kondisi jalan baik (mantap) pada tahun 2010 341,25, pada tahun 2014 menjadi 967,57 km. Hal ini akan

mempermudah akses transportasi dan distribusi barang/jasa antar wilayah sehingga mampu memacu

(2)

Pada tahun tahun 2010 jumlah pasar umum yang ada di Kabupaten Kutai Barat berjumlah 24 pasar

yang berpusat pada 17 Kecamatan, dan pada tahun 2016 perkembangan pasar umum bertambah menjadi

31 pasar yang tersebar di 16 Kecamatan, sehingga perkembangan pasar umum tahun 2010 dibandingkan

pada tahun 2016 meningkat 29,2 %. Kondisi menunjukkan bahwa dinamika perekonomian di Kutai Barat

cukup berkembang terutama untuk sektor perdagangan kecil dan eceran.

2.2.2 Daya Saing Sumber Daya Alam.

Kutai Barat memiliki sumberdaya alam yang besar untuk dikembangkan, khususnya dalam bidang

pertambangan dan pertanian. Kondisi perekonomian dunia yang lesu mengakibatkan bidang pertambangan

mengalami penurunan sebesar 15,82% dan bidang ini menguasai sekitar 48% PDRB di Kutai Barat, melalui

tambang batu bara yang tergolong besar di Kalimantan Timur. Dari sektor pertanian, Kutai Barat

merupakan penghasil karet dan kelapa sawit yang terkemuka di Kalimantan Timur. Demikian pula dengan

hasil hutan terutama kayu meranti yang mampu memberikan kontribusi besar bagi Kutai Barat. Pemerintah

membuka kesempatan seluas-luasnya kepada investor di bidang perkebunan tersebut karena masih

memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

Sektor pertanian yang memiliki potensi besar adalah tanaman pangan yaitu padi, palawija, sayur,

dan buah-buahan. Untuk perkebunan, terdapat tiga sektor potensial yaitu karet, kelapa sawit, dan kakao.

Kutai Barat juga memiliki potensi dalam hal peternakan dan perikanan. Sektor peternakan yang potensial

adalah terutama peternakan sapi dan babi.

Dengan luasnya daerah Kutai Barat, terdapat 3.188,27 km2 yang masih memungkinkan

dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Sesuai dengan rencana tata ruang yang ada, lokasi tersebut terutama

di kecamatan Long Iram, Damai, Muara Pahu, Barong Tongkok, Bentian Besar, Melak, Jempang,

Penyinggahan dan Bongan serta Tering.

2.2.3 Iklim Investasi.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah antara lain ditegaskan bahwa bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah

diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan

prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Di era Pemerintahan Presiden Jokowi telah diterbitkan Paket Kebijakan Ekonomi sebanyak 13 jilid

(3)

perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah, dan dilakukan penyederhanaan

penyelenggaraan pelayanan terpadu.

Pada tahun 2015 terdapat 1.129 unit usaha yang masuk dalam kategori industri kecil dan industri

rumah tangga dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.077 orang, sedangkan pada tahun 2016 terdapat

1.158 dengan jumlah tenaga kerja 2.154 dengan nilai produksi Rp.79.990.580.000,-. Adapun total investasi

dalam kategori industri kecil dan industri rumah tangga sebesar Rp. 50.089.883.000,-.

Dengan iklim investasi yang kondusif, dinamika perekonomian masyarakat akan berkembang

dengan pesat. Kebijakan penyederhanaan yang lebih sederhana dan terpadu akan mendorong akses

masyarakat dalam berinvestasi dan berusaha, baik dari dalam maupun luar daerah Kutai Barat akan

meningkat. Namun sejak menurunnya harga batu bara di pasar dunia yang menjadi salah penyokong PRDB

Kabupaten Kutai Barat maka Pemerintah harus menggali potensi-potensi lainnya dan mengoptimalkan

potensi yang sudah ada.

Selain debirokratisasi perijinan, kondisi Kutai Barat kondusif untuk berinvestasi. Menurut data yang

diperoleh dari Polres Kutai Barat, selama tahun 2014 terjadi 286 kasus kriminalitas. Dari semua kasus

tersebut tercatat sebanyak 94 kasus dapat diselesaikan atau persentase penyelesaian kasus sebesar 32 %,

sementara 191 kasus masih dalam proses dan penyelidikan. Jumlah kriminalitas tahun 2014 menurun tajam

dari tahun 2013 dengan 360 kasus. Penurunan angka kriminalitas dalam tahun 2014 disebabkan kondisi

keamanan di Kutai Barat makin terjaga seiring makin ketatnya pengamanan yang dilakukan walaupun akses

ke Kutai Barat yang semakin mudah yang memungkinkan orang-orang dari luar semakin banyak masuk.

2.3 Kondisi Demografi.

Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat sampai bulan April 2015 tercatat 167.574 jiwa. Jumlah

ini menunjukkan penurunan bila dibandingkan tahun 2010 karena adanya pemekaran Kutai Barat menjadi

dua kabupaten, yaitu Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu, sehingga berdampak pada

jumlah penduduk dan luas wilayah. Secara keseluruhan (16 kecamatan) selama 2010-2015 laju

pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat sebesar 0,6%.

Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Barong Tongkok yaitu

sebesar 28.037 jiwa atau sekitar 16,73 % dari total populasi penduduk Kutai Barat. Sedangkan Kecamatan

dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Bentian Besar yaitu sebesar 3.479 jiwa atau sekitar 2.08 %.

Secara umum tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Kutai Barat pada umumnya tergolong rendah,

namun demikian beberapa Kecamatan seperti Kecamatan Barong Tongkok, Sekolaq Darat, Melak, dan

Tering merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang lebih padat di banding Kecamatan lain. Bila

dilihat perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah Kabupaten Kutai Barat maka dapat

(4)

tersebut di atas, Kecamatan Sekolaq Darat memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu 204,99 jiwa/km²

kemudian diikuti Kecamatan Melak dengan kepadatan 80,72 jiwa/ km² dan Kecamatan Barong Tongkok

sebesar 65,11 jiwa/km². Sebaliknya Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Bentian

Besar dengan kepadatan penduduk 2,70 jiwa/km², diikuti Kecamatan Linggang Bigung dengan 2,91

jiwa/km² dan Siluq Ngurai yang kepadatan penduduk 3,65 jiwa/ km2.

Dari jenis kelaminnya, berbeda dengan komposisi penduduk Nasional, jumlah penduduk Kutai

Barat yang berjumlah 167.574 jiwa terdiri 88.352 jiwa (52,72%) merupakan penduduk laki-laki dan 79.222

jiwa penduduk perempuan (47,28 %). Dengan komposisi seperti ini, terlihat bahwa penduduk laki-laki di

Kabupaten Kutai Barat lebih dominan jika dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan sex rasio

sebesar 113,36 yang berarti bahwa setiap 100 orang perempuan terdapat 113 orang laki-laki. Dominannya

penduduk laki-laki terutama dipengaruhi banyaknya pekerja laki-laki yang bekerja di perusahaan tambang,

perusahaan kayu dan perkebunan besar sawit. Semua Kecamatan yang ada di Kabupaten Kutai Barat

memiliki proporsi penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk berjenis kelamin perempuan. Rasio

jenis kelamin tertinggi terdapat di Kecamatan Nyuatan yaitu sebesar 115,93 sedangkan yang terendah

adalah Kecamatan Sekolaq Darat dengan 109,40. Pada umumnya sex rasio berhubungan dengan tingkat

urban suatu wilayah, semakin menarik suatu wilayah dijadikan tujuan urbanisasi, maka semakin banyak

proporsi penduduk laki-laki di wilayah tersebut dibandingkan dengan penduduk perempuan. Hal ini terjadi

di Kutai Barat dimana tingkat urbanisasi relatif tinggi karena banyaknya penduduk wilayah lain yang

mencari nafkah di wilayah Kutai Barat yang sebagian besar bekerja di perusahaan tambang, kayu maupun

bergerak di bidang wiraswasta.

Tabel 2.1

Luas Wilayah, Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2015

(5)

Nyuatan 1.312,62 10 1.846 6.819 1,41 5,19

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kutai Barat

Tabel 2.2

Penduduk Kutai Barat Berdasarkan Komposisi Jenis Kelamin dan Sex Ratio Per Kecamatan Tahun 2015

Kecamatan Penduduk Sex Ratio

L P L+P Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kutai Barat

Tabel 2.3

Penduduk Kutai Barat Menurut Kelompok Umur Tahun 2015

Kelompok Umur Jumlah Rasio Jenis

Kelamin

(6)

5 - 9 15.969 9.53

10 - 14 17.034 10.17

15 - 19 15.699 9.37

20 - 24 14.488 8.65

25 - 29 14.426 8.61

30 - 34 16.307 9.73

35 - 39 15.188 9.06

40 - 44 12.774 7.62

45 - 49 10.391 6.20

50 - 54 7.966 4.75

55 - 59 6.521 3.89

60 - 64 4.023 2.40

65 - 69 2.700 1.61

70 - 74 2.109 1.26

75 + 2.409 1.44

JUMLAH 167.574 100 %

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kutai Barat

Melihat data di atas dan merujuk bahwa angka pertumbuhan penduduk sebesar 0,6%, maka dapat

diproyeksikan jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2020 akan berjumlah 172.662. Hasil

proyeksi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4

Proyeksi Jumlah Penduduk Kutai Barat Tahun 2015 - 2020

Tahun

Laki-Laki Perempuan

Jumlah

Jumlah Jumlah

2015 88.352 79.222 167.574

2016 88.882 79.697 168.579

2017 89.415 80.176 169.591

2018 89.952 80.657 170.608

2019 90.492 81.141 171.632

2020 91.035 81.627 172.662

Sumber : Hasil Analisis

(7)

2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Kutai Barat pada tahun 2015 mencapai -1,24% dihitung dari PDRB atas

dasar harga konstan tahun 2010. Bila dihitung atas dasar harga berlaku, pertumbuhan ekonomi tahun 2015

menunjukkan angka yang minus yaitu -0,83%. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan harga

pertambangan dan penggalian yang memiliki proporsi terbesar dalam pembentukan PDRB, sehingga secara

riil maupun nominal output mengalami penurunan. Beberapa sektor atau lapangan usaha pada tahun 2015

sebenarnya secara riil menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi seperti sektor administrasi

pemerintahan, pengadaan listrik dan gas, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, jasa pendidikan, perdagangan,

hotel dan resotoran, informasi dan komunikasi, serta jasa lainnya. Namun demikian, sektor yang memiliki

pertumbuhan tinggi pada tahun 2015 tersebut memiliki proporsi yang relatif kecil, sehingga secara

keseluruhan memiliki dampak yang tidak besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Bila dilihat rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun selama 2010-2015, perekonomian Kutai

Barat mampu menghasilkan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 7,73%. Sektor transportasi dan

pergudangan merupakan sektor yang memiliki rata-rata pertumbuhan per tahun tekecil, yaitu 3,63%. Hal

ini mengindikasikan bahwa nilai sektor ini cenderung mengalami penurunan setiap tahun sementara sektor

jasa pendidikan menunjukkan rata pertumbuhan sebesar 19,23% yang merupakan sektor dengan

rata-rata pertumbuhan tertinggi selama 2010-2015 dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial juga

menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun yang tinggi yaitu 18,94%. Hal ini mengindikasikan bahwa

aspek pendidikan, kesehatan, serta sosial menjadi salah satu fokus dalam pembangunan selama 2010-2015.

Kondisi perekonomian yang secara umum cenderung menurun ini disebabkan kinerja yang menurun sektor

pertambangan dan penggalian mulai tahun 2012, padahal sektor ini merupakan sektor yang menjadi tulang

punggung perekonomian Kutai Barat karena besarnya proprosi terhadap PDRB. Situasi ini disebabkan baik

oleh faktor internal maupun faktor eksternal.

Tabel 2.5

Rata-rata Pertumbuhan dan Pertumbuhan PDRB 2015 Atas Dasar Harga Berlaku

Lapangan Usaha

Rata-rata Pertumbuhan

2010-2015 (%)

Pertumbuhan 2015 (%)

Pertanian 12.18 5.88

(8)

Industri Pengolahan 12.86 4.97

Pengadaan Listrik, Gas 8.55 35.88

Pengadaan Air 7.34 5.99

Konstruksi 13.13 9.53

Perdagangan, Hotel, Restoran 19.05 11.79

Transportasi dan Pergudangan 8.09 5.72

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14.46 14.62

Informasi dan Komunikasi 10.72 9.53

Jasa Keuangan 10.15 2.02

Real Estat 10.02 9.48

Jasa Perusahaan 10.67 2.66

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 28.05 9.70

Jasa Pendidikan 27.56 17.11

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 28.01 19.47

Jasa lainnya 10.49 18.48

Produk Domestik Regional Bruto 10.51 -0.83

Atas Dasar Harga Konstan 2010

Lapangan Usaha

Rata-rata Pertumbuhan

2010-2015 (%)

Pertumbuhan 2015 (%)

Pertanian 5.06 4.44

Pertambangan dan Penggalian 7.13 -5.56

Industri Pengolahan 8.19 5.49

Pengadaan Listrik, Gas 10.75 10.56

Pengadaan Air 5.63 2.96

Konstruksi 6.36 3.36

Perdagangan, Hotel, Restoran 14.37 5.46

Transportasi dan Pergudangan 3.63 2.07

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.86 7.26

Informasi dan Komunikasi 9.98 8.58

Jasa Keuangan 4.69 0.87

Real Estat 7.24 5.14

(9)

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 17.89 2.32

Jasa Pendidikan 19.23 9.83

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 18.94 9.87

Jasa lainnya 4.76 8.49

Produk Domestik Regional Bruto 7.73 -1.42

Perekonomian Kutai Barat sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor

pertanian, serta sektor konstruksi. Hal tersebut nampak dari kontribusi sektor terhadap pembentukan

PDRB. Sektor pertambangan dan penggalian misalnya, bila dihitung dengan menggunakan rata-rata

geometrik selama 2010-2014rata-rata memiliki kontribusi sebesar 59,96% untuk harga berlaku dan 60,12%

untuk dasar harga konstan. Dengan demikian peran sektor pertambangan dan penggalian dalam

perekonomian Kutai Barat sangat dominan. Demikian pula dengan peran sektor pertanian yang juga cukup

besar, yaitu rata-rata 11,94% selama 2010-2014 dan sektor konstruksi yang besarnya rata-rata 10,94%.

Kontribusi sektor konstruksi yang cukup tinggi ini menunjukkan besarnya pembangunan prasarana fisik

yang terjadi di Kutai Barat, baik berupa jalan, jembatan, gedung, maupun lainnya.

Konribusi sektor pertanian bila dilihat dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan menunjukkan

tren yang menurun selama 2010-2014, namun pada tahun 2015 terjadi sedikit peningkatan kontribusi. Pada

tahun 2010, kontribusi sektor pertanian dalam PDRB mencapai 13,40%, namun pada tahun 2014 turun

menjadi 11,16% dan tahun 2015 meningkat menjadi 11,82%. Namun bila dihitung menggunakan harga

berlaku menunjukkan kenaikan dari 13,40% tahun 2010, menjadi 13,54% pada tahun 2014 dan 14,45%

pada tahun 2015. Kontribusi sektor ini pada tahun 2011-2013 menunjukkan penurunan. Dengan

membandingkan antara harga konstan dan harga berlaku, secara umum dapat dikatakan bahwa meski

secara riil kontribusi sektor pertanian menunjukkan tren yang menurun namun secara nominal

menunjukkan kenaikan.

Penurunan proporsi sektor pertanian dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti nilai tambah,

teknologi, pemasaran, maupun produksi. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal: (1) lahan pertanian,

perkebunan, kehutanan, dan peternakan semakin sedikit akibat pembangunan daerah, sehingga aktivitas di

sektor pertanian semakin terbatas, (2) penduduk yang bekerja di sektor pertanian semakin kecil dan

mereka beralih ke sektor ekonomi lainnya, (3) produktivitas sektor pertanian menunjukkan kecenderungan

yang semakin menurun sehingga produksi di sektor pertanian menjadi semakin berkurang, atau (4) terjadi

transformasi ekonomi di Kutai Barat dari sektor pertanian menuju sektor industri, jasa, dan perdagangan.

Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana upaya Kutai Barat untuk mengaitkan sektor pertanian ke sektor

industri dan perdagangan, sehingga pengembangan sektor industri dan perdagangan merupakan

(10)

Sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor utama menunjukkan kontribusi yang fluktuatif

selama 2010-2015. Selama 2010-2012 kontribusi sektor ini bila dilihat menggunakan harga berlaku

menunjukkan kenaikan namun pada periode 2012-2015 terjadi penurunan yang cukup drastis dari 64,79%

pada tahun 2012 menjadi 48,83% di tahun 2015. Pertambangan batubara, emas, dan perak merupakan

jenis pertambangan yang utama. Meski demikian, mengingat pertambangan tersebut tidak dapat

diperbarui dan masih tingginya ketergantungan pada sektor tersebut, penting bagi Kutai Barat untuk

mengembangkan sektor lain, seperti sektor industri UKM, perdagangan, jasa, pariwisata dan sebagainya.

Kontribusi sektor pertanian bila dilihat dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan

menunjukkan tren yang menurun selama 2010-2014, namun pada tahun 2015 terjadi sedikit peningkatan

kontribusi. Pada tahun 2010, kontribusi sektor pertanian dalam PDRB mencapai 13,40%, namun pada tahun

2014 turun menjadi 11,16% dan tahun 2015 meningkat menjadi 11,82%. Namun bila dihitung

menggunakan harga berlaku menunjukkan kenaikan dari 13,40% tahun 2010, menjadi 13,54% pada tahun

2014 dan 14,45% pada tahun 2015. Kontribusi sektor ini pada tahun 2011-2013 menunjukkan penurunan.

Dengan membandingkan antara harga konstan dan harga berlaku, secara umum dapat dikatakan bahwa

meski secara riil kontribusi sektor pertanian menunjukkan tren yang menurun namun secara nominal

menunjukkan kenaikan.

Penurunan proporsi sektor pertanian dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti nilai tambah,

teknologi, pemasaran, maupun produksi. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal: (1) lahan pertanian,

perkebunan, kehutanan, dan peternakan semakin sedikit akibat pembangunan daerah, sehingga aktivitas di

sektor pertanian semakin terbatas, (2) penduduk yang bekerja di sektor pertanian semakin kecil dan

mereka beralih ke sektor ekonomi lainnya, (3) produktivitas sektor pertanian menunjukkan kecenderungan

yang semakin menurun sehingga produksi di sektor pertanian menjadi semakin berkurang, atau (4) terjadi

transformasi ekonomi di Kutai Barat dari sektor pertanian menuju sektor industri, jasa, dan perdagangan.

Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana upaya Kutai Barat untuk mengaitkan sektor pertanian ke sektor

industri dan perdagangan, sehingga pengembangan sektor industri dan perdagangan merupakan

pengembangan yang berbasis pada sektor pertanian.

Sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor utama menunjukkan kontribusi kontribusi yang

fluktuatif selama 2010-2015. Selama 2010-2012 kontribusi sektor ini bila dilihat menggunakan harga

berlaku menunjukkan kenaikan namun pada periode 2012-2015 terjadi penurunan yang cukup drastis dari

64,79% pada tahun 2012 menjadi 48,83% di tahun 2015. Pertambangan batubara, emas, dan perak

merupakan jenis pertambangan yang utama. Meski demikian, mengingat pertambangan tersebut tidak

dapat diperbarui dan masih tingginya ketergantungan pada sektor tersebut, penting bagi Kutai Barat untuk

mengembangkan sektor lain, seperti sektor industri, perdagangan, jasa, dan sebagainya. Sektor industri

(11)

tahun. Pengembangan subsektor lainnya sangat diperlukan agar ketergantungan terhadap satu subsektor

saja dapat dihindari.

Bila menggunakan pendekatan 3 sektor utama yaitu primer, sekunder, dan tersier, akan terlihat

bahwa di Kutai Barat mulai menunjukkan tanda-tanda pergeseran struktur ekonomi. Hal ini

setidak-tidaknya terlihat dari 2 aspek, yaitu: (1) rata-rata pertumbuhan nilai output dan (2) rata-rata kontribusi

sektoral.

Dari sisi pertumbuhan nilai output, sektor tersier selama 2010-2015 menunjukkan rata-rata

pertumbuhan per tahun yang tertinggi, yaitu 16,48% berdasarkan harga berlaku dan 7,72% atas dasar

harga konstan. Sementara itu sektor primer menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun 2010-2015

yang negatif. Hal ini menunjukkan gejala terjadinya transformasi struktural di Kutai Barat meski belum

signifikan karena kecilnya proporsi sektor tersier. Sektor primer meskipun menunjukkan tren yang negatif,

bagaimanapun masih menjadi sektor yang dominan.

2.4.2 Inflasi.

Dalam pembangunan ekonomi, faktor stabilitas harga sangat penting untuk diamati dan

diperhatikan karena fluktuasi harga sangat berpengaruh pada nilai barang dan jasa yang dihasilkan, serta

berdampak pada daya beli masyarakat. Inflasi merupakan salah satu alat ukur untuk melihat stabilitas

harga barang dan jasa secara umum. Inflasi di Kutai Barat ini dihitung dengan menggunakan informasi

indeks harga, sedangkan informasi indeks harga dihitung dengan menggunakan pendekatan PDRB deflator

yaitu perbandingan antara PDRB harga berlaku dengan harga konstan. Berdasarkan infromasi indeks harga

yang dihitung dengan PDRB deflator, pada tahun 2011 tingkat inflasi di Kutai Barat tergolong tinggi, yaitu

21,48% dan pada tahun 2015 mencapai hanya 0,59%. Tingkat inflasi setinggi ini disebabkan terutama oleh

naiknya harga pada sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, jasa pendidikan, serta jasa

kesehatan dan kegiatan sosial. Tingkat inflasi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2011

mencapai 30,44%, sektor jasa pendidikan mencapai 20,17% dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial

sebesar 20,18%.

Tabel 2.6

Perkembangan Laju Inflasi PDRB Deflator Lapangan Usaha

Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015

Pertanian 10.83 3.05 1.89 19.96 -0.55

Pertambangan dan

Penggalian

30.44 -6.46 -2.55 -14.54 -3.25

Industri Pengolahan 11.03 2.64 1.73 7.09 -0.50

(12)

Pengadaan Air -2.17 2.03 3.86 1.52 2.94

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015

Setelah tahun 2011, inflasi menunjukkan penurunan yang sangat drastis bahkan terjadi deflasi

sebesar -1,92%. Defflasi ini terus berlanjut hingga 2014 yang besarnya mencapai -4,55%. Selama 2011-2014

beberapa sektor yang menunjukkan kenaikan harga tinggi adalah sektor pertanian bahkan pada tahun 2014

inflasi di sektor ini mencapai 19,96%. Apabila dilihat secara keseluruhan, terlihat bahwa inflasi tahun 2012

hingga 2014 menunjukkan penurunan yang sangat drastis. Sektor pendidikan misalnya dari inflasi 20,17%

di tahun 2011 menjadi hanya 0,99% di tahun 2012. Sebagian sektor dan subsektor menunjukkan penurunan

inflasi di tahun 2012. Beberapa sektor dan subsektor yang menunjukkan kenaikan harga dari 2011 ke 2012

misalnya subsektor perikanan, subsektor pertambangan dan penggalian lainnya, subsektor pengadaan

air,sektor konstruksi, sektor transportasi dan pergudangan, sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor

informasi dan komunikasi, subsektor penyediaan jasa akomodasi, subsektor administrasi pemerintahan,

serta subsektor jasa lainnya.

Hampir semua sektor dan subsektor memiliki pola perkembangan laju inflasi yang fluktuatif selama

2011-2015. Tidak ada sektor atau subsektor yang menunjukkan tren inflasi yang terus meningkat atau

menurun. Hal ini menggambarkan bahwa selama periode 2011-2015 perekoonmian Kutai Barat berjalan

(13)

(imported inflation). Tingginya inflasi dapat didorong oleh faktor cost push inflation atau demand pull inflation. Oleh karena itu diperlukan strategi dan kebijakan yang mampu mengendalikan laju inflasi di Kabupaten Kutai Barat melalui pengamatan dan kajian sumber-sumber penyebab terjadinya inflasi.

2.4.3 PDRB Per Kapita.

PDRB dan inflasi di atas dapat menggambarkan kondisi perekonomian Kutai Barat secara umum,

namun belum dapat memberikan informasi tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui

bagaimana pengaruh PDRB terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, dapat dilihat secara umum

berdasarkan PDRN atau pendapatan per kapita, yaitu PDRB atau pendapatan regional dibagi dengan jumlah

penduduk pertengahan tahun. Meskipun barangkali ukuran ini memiliki kelemahan, namun

setidak-tidaknya dapat memberikan gambaran perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat secara makro.

Berdasarkan perhitungan harga berlaku, pada tahun 2015 PDRB per kapita mencapai 90,866 juta.

Jumlah PDRB per kapita mengalami peningkatan selama 2010-2013 dan pada tahun 2014 terjadi sedikit

penurunan menjadi 146,36 juta.

Gambar 2.1

Grafik PDRB Perkapita Tahun 2010 - 2014 (Ribu Rp)

Sumber: PDRB Kutai Barat 2010-2014 90866.83

129731.52

150248.7 152427.53 146361.45

2010 2011 2012 2013 2014

(14)

Meskipun secara nominal teradi kenaikan selama 2010-2013 namun sebenarnya secara relatif

selama 2010-2014 pertumbuhan PDRB perkapita menunjukkan tren yang menurun. Pada tahun 2011

pertumbuhan PDRB perkapita mencapai 42,77% dan pada tahun 2012 pertumbuhan menurun menjadi

15,82%. Selanjutnya pada tahun 2013 pertumbuhan PDRB perkapita hanya 1,45% bahkan pada tahun 2014

turun menjadi negatif yaitu -3,98%.

Kondisi ini menunjukkan bahwa secara absolut selama 2010-2014 tingkat kesejahteraan penduduk

mengalami peningkatan namun pertumbuhan peningkatan tersebut semakin lama semakin mengecil,

bahkan negatif. Situasi ini perlu diwaspadai dan diantisipasi. Kondisi yang demikian disebabkan antara lain

oleh pertumbuhan ekonomi yang cenderung mengecil yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang

lebih tinggi.

2.4.4 Distribusi Pendapatan dan Ketimpangan.

Dari sisi distribusi pendapatan yang diukur menggunakan Koefisien Indeks Gini menunjukkan

bahwa kinerja distribusi pendapatan di Kutai Barat semakin menurun dalam arti tingkat ketimpangan

cenderung semakin besar. Namun, angka tersebut masih dalam kelompok ketimpangan yang rendah

karena di bawah 0,3. Pada tahun 2011, Indeks Gini Kutai Barat menunjukkan angka 0,2435, tahun 2012

meningkat cukup tajam menjadi 0,2967. Namun bila dibandingkan dengan daerah lain di Kalimantan

Timur, indeks gini Kutai Barat relatif jauh lebih baik.

Tabel 2.7

Perbandingan Nilai Indeks Gini Antar Daerah

Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014

Pasir 0,3119 0,3588 0,2755 0,3070

Kutai Barat 0,2435 0,2967 0,2858 0,2855

Kutai Kartanegara 0,2992 0,2984 0,3072 0,3117

Kutai Timur 0,2913 0,3099 0,3107 0,3047

Berau 0,3190 0,3076 0,3305 0,3204

Malinau 0,3303 0,3529 0,3257 0,3107

Bulungan 0,3409 0,4032 0,2965 0,3025

Nunukan 0,3356 0,3496 0,2478 0,3100

Penajam Paser Utara 0,3046 0,3241 0,3264 0,3255

Tana Tidung 0,3137 0,2955 0,2419 0,2722

(15)

Samarinda 0,3066 0,3332 0,3115 0,3076

Tarakan 0,2679 0,3080 0,3349 0,3240

Bontang 0,3694 0,3913 0,3564 0,3533

Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2015

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kutai Barat membawa dampak

pada peningkatan ketidakmerataan meski relatif sangat kecil. Data pembagian pendapatan yang dihitung

dengan pendekatan Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2009, sebanyak 15,99% penduduk

menikmati 40% bagian yang terendah dari pendapatan di Kutai Barat, dan 45,67% menikmati 20% bagian

tertinggi dari pendapatan di Kutai Barat. Pengembangan sektor ekonomi yang berorientasi pada ekonomi

kerakyatan merupakan salah satu cara untuk mengurangi tingkat kesenjangan di Kutai Barat. Demikian pula

dengan perluasan akses masyarakat dalam beraktivitas ekonomi serta akses ke pendanaan, akan terus

diupayakan dalam rangka memperkecil tingkat ketimpangan yang ada.

2.4.5 Kondisi Lingkungan Strategis.

Dari aspek topografi Kabupaten Kutai Barat didominasi oleh lahan dengan topografi datar

(97,76%) dan curam (0,18%) dan selebihnya dengan kondisi bergelombang. Wilayah dengan topografi

pegunungan hanya mencapai 0,20% dari luas seluruhnya tersebut, berada di bagian Barat Laut Kabupaten

Kutai Barat.

Secara spesifik wilayah berbukit dan bergunung dijumpai di bagian hulu Sungai Mahakam. Secara

keseluruhan, terdapat 28 gunung di Kutai Barat yang tersebar di berbagai kecamatan. Kecamatan Bongan

merupakan kecamatan yang memiliki gunung paling banyak, yaitu 9 buah gunung. Terdapat 2 dengan

ketinggian di atas 1.000 meter, yaitu Gunung Meratus dengan ketinggian 1.225 meter serta Gunung Konut

dengan ketinggian 1.149 meter. Kedua gunung tersebut berada di Kecamatan Bongan. Selain pegunungan,

Kutai Barat juga memiliki sungai-sungai besar sebanyak 9 sungai dengan panjang kurang lebih 688,88

kilometer. Sungai yang terpendek adalah Sungai Barong sepanjang 28,5 km dan sungai terpanjang adalah

Sungai Mahakam sepanjang 220 km.

Kutai Barat memiliki 16 kecamatan dengan 190 desa/kampung dan 4 kelurahan. Kecamatan

Barong Tongkok merupakan kecamatan yang memiliki jumlah kampung paling banyak yaitu 21 kampung

sedangkan kecamatan dengan jumlah kampung paling sedikit adalah Kecamatan Melak dan Penyinggahan

yang masing-masing memiliki 6 kampung. Kutai Barat menjadi daerah di Kalimantan Timur, yang memiliki

persentase jumlah desa terbanyak di daerah lembah atau daerah aliran sungai. Berdasarkan data BPS 2010,

sebanyak 128 desa/kampung atau 65,98% desa di Kutai Barat berlokasi di daerah aliran sungai, kemudian

(16)

berlokasi di lereng pegunungan atau bukit. Kondisi wilayah dengan topografi lereng kemiringan curam

berpotensi menimbulkan bahaya alami berupa gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) atau pun

volume kecil (tanah retak). Besar-kecilnya volume gerakan tanah tersebut dipengaruhi surface runoff yang dipengaruhi oleh besar curah hujan, jenis tanah, serta besar kemiringan lereng.

Kecamatan Barong Tongkok merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kampung terbanyak yang

berada di dataran yaitu 19 desa/kampung dari 21, sedangkan Kecamatan Siluq Ngurai merupakan

kecamatan dengan jumlah desa/kampung terbanyak yang berlokasi di lembah/DAS yaitu 16 desa/kampung.

Beberapa kecamatan yang seluruh wilayahnya berada di lembah/DAS adalah Penyinggahan, Muara Pahu,

dan Siluq Ngurai. Sementara itu kecamatan yang seluruh wilayahnya berada di dataran semua adalah

Sekolaq Darat. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan tanah untuk jenis komoditi yang

diusahakan masyarakat.

Dalam aspek klimatologi, unsur iklim yang utama adalah curah hujan, temperatur, kecepatan

angin dan kelembapan udara. Iklim di Kabupaten Kutai Barat adalah iklim tropika humid yang ditandai

dengan intensitas hujan yang tinggi dan nilai curah hujan yang besar. Daerah beriklim tropika humid tidak

mempunyai batas yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Temperatur berkisar antara 220-300. Temperatur minimum umumnya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Januari sedangkan temperatur

maksimum terjadi antara bulan Juli sampai dengan bulan Agustus. Daerah beriklim seperti ini tidak

mempunyai perbedaan yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau. Pada musim angin barat hujan

turun sekitar sekitar bulan Agustus sampai bulan Maret, sedangkan pada musim timur hujan relatif kurang,

hal ini terjadi pada sekitar bulan April sampai bulan September.

Gambar 2.2

Grafik Rata-rata Curah Hujan per Tahun 2011-2015

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

(17)

2.4.6 Wilayah Rawan Bencana.

Berdasarkan peta bahaya lingkungan yang dikeluarkan oleh BPBD Provinsi Kalimantan Timur

tahun 2015, sebagian besar wilayah di Kabupaten Kutai Barat potensial terjadi bahaya tanah longsor karena

mempunyai jenis tanah dengan tekstur berlempung, curah hujan yang tinggi, dan kemiringan lereng yang

besar pada daerah aliran sungai. Keberadaan bahaya alami berupa gerakan tanah tersebut dapat

mengancam keberadaan sarana-prasarana yang dibangun di Kabupaten Kutai Barat. Selain itu, dilihat dari

banyaknya desa/kampung yang terletak di DAS serta tingginya curah hujan, Kutai Barat juga tergolong

rawan bencana alam banjir terlebih dengan kondisi hutan yang semakin buruk dimana banyak terjadi

penebangan liar, maka kemungkinan terjadinya banjir tersebut semakin besar. Sebagai contoh, pada bulan

April 2005, terjadi banjir besar yang diakibatkan oleh meluapnya Sungai Mahakam. Akibat banjir tersebut

terdapat sekitar 3.500 rumah di Kabupaten Kutai Barat yang terendam air.

2.5 Isu-isu Strategis Terkait Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya.

2.5.1 Urusan Pekerjaan Umum.

Urusan pekerjaan umum merupakan urusan yang berkaitan dengan pembangunan secara fisik.

Selama beberapa tahun terakhir pembangunan fisik di Kutai Barat menunjukkan peningkatan yang cukup

tajam, dan pemerintah memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur yang mampu mendukung

aktivitas masyarakat, sehingga diharapkan berdampak pada peningkatan kegiatan ekonomi.

Total panjang jalan di Kutai Barat sampai dengan Tahun 2015 adalah sepanjang 1.994 km

berkurang dibanding panjang jalan pada tahun 2014 dan 2013. Hal ini disebabkan karena adanya

pemekaran Kutai Barat menjadi dua kabupaten pada tahun 2013, yaitu Mahakam Ulu. Selama 2013-2015

hanya panjang jalan desa dan jalan provinsi yang berkurang sedangkan panjang jalan yang lain

menunjukkan peningkatan. Jika dibandingkan dengan data tahun 2013, maka tahun 2014 terdapat

Pembangunan Jalan yaitu Pembukaan jalan baru panjang 12,66 Km, Peningkatan Jalan 58,45 Km serta

pemeliharaan jalan sepanjang 3,8 Km. peningkatan panjang jalan tersebut dikarenakan dibuka jalan-jalan

baru yang berstatus jalan Kabupaten dan Jalan Desa guna mengakses Desa/Kampung satu dengan

Desa/Kampung lainnya.

Tabel 2.9

Perkembangan Pembangunan Jalan

Status Jalan Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jalan Nasional 184,75 184,75 184,75 184,75 233,4 233,4

(18)

Status Jalan Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jalan Kabupaten 1.015,43 1.278,20 1.434,36 1.665,37 1.177,27 1.198,58

Jalan Desa 75,2 147,62 198,6 229,58 268,94 227,24

Non-Status 55,6 80,34 100,54 130,35 227 235,08

Jumlah 2.050,48 2.410,41 2.637,75 2.929,55 2.006,31 1.994,00

Sumber: LAKIP 2014 dan 2015

Kondisi geografis Kutai Barat serta jarak antar kecamatan merupakan salah satu kendala yang

dihadapi dalam kegiatan pengerasan jalan. Prioritas pembangunan jalan adalah jalan yang mampu

meningkatkan akses masyarakat antar wilayah, sehingga mampu mendukung aktivitas ekonomi dan

distribusi barang dan jasa di Kutai Barat. Selain itu, pembangunan jalan diharapkan mampu mengatasi

keterisoliran beberapa kampung atau daerah yang terjadi selama ini. Kelancaran akses antar wilayah akan

mampu mendorong aktivitas ekonomi masyarakat, sehingga tingkat ketimpangan pembangunan dan

kondisi sosial ekonomi yang ada diantara wilayah dapat direduksi.

Bila kondisi jalan diklasifikasikan sesuai kondisinya, maka kondisi jalan di Kutai Barat terdiri dari

jalan dalam kondisi mantap baik 1.004,81 km, kondisi mantap sedang 754,10 km, kondisi rusak ringan

136,35 km, rusak berat 98,74 km. Dari data tersebut berarti diketahui bahwa ruas jalan dalam dengan

kondisi mantap telah mencapai sekitar 88% dibanding pada tahun tahun sebelumnya yang mencapai

85,6%.

Pembangunan di bidang pengairan juga menjadi perhatian pemerintah. Saluran irigasi primer pada

tahun 2010 memiliki panjang 66,5 km dan pada tahun 2014 menjadi 45,5 km dan tahun 2015 menjadi 49,80

km. Penurunan panjang irigasi ini disebabkan karena adanya pemekaran Kutai Barat menjadi dua

kabupaten. Dari jumlah tersebut 41,1 km atatu 90,32% irigasi dalam kondisi baik dan tahun 2015 menjadi

96,87%.

Tabel 2.10

Pembangunan Saluran Irigasi

DATA IRIGASI

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Panjang Irgasi (Km) 66,5 73,5 82,73 86,61 45,467 49,80

Irigasi dengan Kondisi Baik (Km)

60,5 66,5 77,59 82,66 41,110 48,24

(19)

Pembangunan saluran irigasi dimaksudkan untuk mendorong peningkatan produksi pertanian

masyarakat serta memperlancar debit air untuk mengatasi kemungkinan adanya banjir. Namun, kondisi

alam Kutai Barat terkadang menjadi salah satu hambatan pembangunan saluran irigasi.

2.5.2 Perumahan dan Penataan Ruang.

Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai

kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan

hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Dalam ruang terbuka hijau

pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun

budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.

Proporsi luas Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Sendawar sebagai Ibukota Kabupaten Kutai

Barat adalah sebesar 30% sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Penataan Ruang nomor 26 tahun

2007. Sampai saat ini rasio Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Sendawar baru mencapai 10,04% atau

seluas 2.068,8 ha dari luas target yang ditetapkan pada tahun 2014 sebesar 20% atau 4.118,2 ha terhadap

luas wilayah Kawasan Perkotaan sebesar 20.591 ha, pada tahun 2014 tidak ada penambahan Ruang

Terbuka Hijau Perkotaan Sendawar tetap dengan nilai capaian 10,04% atau seluas 2.068,8 ha. Upaya untuk

meningkatkan rasio Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Sendawar akan terus dilakukan melalui pembangunan

Hutan Kota, alun-alun, pembangunan jalur hijau dan optimalisasi RTH Privat sejalan dengan Rencana Detail

Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Sendawar dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dalam

perkotaan Sendawar.

Indikator Ruang Terbuka Hijau (RTH) persatuan luas wilayah tidak mengalami peningkatan

dikarenakan pembangunan kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota,

kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, masih dalam proporsi tata ruang yang

diperuntukan untuk RTH dan belum ada penambahan kawasan baru.

Saat ini salah satu masalah penggunaan lahan yang paling penting adalah masalah berkurangnya

luasan hutan akibat konversi hutan menjadi perkebunan atau untuk area pembangunan sarana-prasarana

seperti jalan raya.

2.5.3 Pengembangan Air Minum.

Salah satu permasalahan penting yang menjadi tanggungjawab Pemerintah dipertegas dengan

P P 122 Tahun 2016 tentang sistem penyediaan air minum karena air minum merupakan kebutuhan

dasar manusia yang mutlak harus dipenuhi, karena jika tidak akan mengganggu kelangsungan hidup

manusia. Melihat betapa pentingnya permasalahan air minum ini, maka perlu adanya pengolahan dan

(20)

Penyediaan air bersih di Kabupaten Kutai Barat dibedakan atas sistem perpipaan dan non

perpipaan. Sebagaian besar penduduk Kabupaten Kutai Barat mengandalkan sumur (non-perpipaan)

sebagai sumber penyediaan air bersih rumah tangga sehari-hari, Penyediaan air bersih dengan sistem

perpipaan dikelola oleh PDAM Kabupaten Kutai Barat. Pada umumnya penduduk diwilayah kota

Kabupaten Kutai Barat dan ibu kota kecamatan menggunakan air bersih berdasarkan penyebaran angket

pada Responden non pelanggan yang memiliki sumber air sendiri seperti sumur berjumlah 57,5 %,

memanfaatkan sungai sebagai sarana pemenuhan kebutuhan air minum berjumlah 34,5 %, mata air 6 %,

4 % memanfaatkan jasa penjual air. Kuantitas air yang disuplai belum mencukupi kebutuhan yang ada.

Jumlah Sumber Air Baku ada 11 unit terdiri dari 10 unit menggunakan sungai permukaan dan 1 unit mata

air. Jumlah penduduk yang terlayani tersebut dilayani oleh sistem air bersih perpipaan dengan

sambungan per 31 Desember 2015 9.565 unit dengan cakupan pelayanan 34 % dari jumlah penduduk

167.574 jiwa. Jumlah Sabungan Langsung 9.565 unit tersebar dari Ibu Kota Sendawar dan Ibu Kota

Kecamatan di lingkungan Kabupaten Kutai Barat.

2.5.4 Penyehatan Lingkungan Permukiman.

Bidang Persampahan memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi

masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah

permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastetare) yang terdiri dari limbah domestic (rumah tangga) yang berasal dari sisa mandi, cuci dapur, dan tinja manusia dari

lingkungan permukiman serta air limbah dari industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan

Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perludi kelola agar tidak menimbulkan dampak

seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit

seperti diare, thypus, kolera dan lain- lain.

Belum tersedianya jaringan utama air limbah dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di wilayah

Kabupaten Kutai Barat sampai dengan saat ini bisa menjadi program buat pemerintah untuk membangun

jaringan air limbah dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Untuk kebutuhan sanitasi kurang-lebih 50%

dari masyarakat telah memiliki fasilitas sanitasi setempat. Sisanya menggunakan MCK atau langsung

dibuang ke sungai. Pelayanan pengurasan tanki septik atau cubluk tidak pernah dilakukan baik oleh swasta

maupun oleh Dinas PU dengan truk tinja. Biasanya lumpur dari tangki septik/cubluk rumah tangga (RT)

Baru disedot kalau fasilitasnya sudah buntu. Kesadaran dan kesediaan masyarakat untuk terhadap

(21)

Tabel 2.32

Kapasitas Pelayanan Air Limbah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2016

No Prasarana/Sarana Jumlah Kapasitas (m3)

Sistem

Pengelolaan

Pengelola

1 Truk Tinja 2 IPLT*

3 IPAL (komunal)*

Pada tahun 2016 Kabupaten Kutai Barat mendapat bantuan dari Provinsi Kalimantan Timur berupa

Feasibility Study Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Feasibility Study Instalasi Pengolahan Air

Limbah (IPAL). Pada tahun 2017 tim dari Provinsi Kalimantan Timur telah meninjau lokasi akan dibangunnya

IPLT di Dusun Belaw Kampung Gesaliq Kecamatan Barong Tongkok. Diharapkan IPLT dapat dibangun pada

tahun 2018. Sedangkan IPAL rencananya akan dibangun di Rumah Sakit Harapan Insan Sendawar.

Gambar 2 . 7

P e n i n j a u a n L o k a s i A k a n D i b a n g u n n y a I P L T

2.5.5 Urusan Lingkungan Hidup.

Aktivitas pembangunan dan perilaku dunia usaha disegala sektor akan menimbulkan dampak bagi

lingkungan hidup baik positif maupun negatif. Pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan

memaksimalkan dampak positif dan meng-eliminir dampak negatif.

Berdasarkan karakteristik dan aktivitas manusia dan kegiatan usahanya diperkirakan akan

mempengaruhi perubahan -perubahan sebagai berikut:

a. Perubahan pada air permukaan;

b. Perubahan pada kualitas udara;

c. Perubahan pada Rona Awal Lingkungan Hidup;

Permasalahan lingkungan hidup timbul seiring dengan kemajuan segala bidang, termasuk kemajuan

dunia usaha baik usaha rumah tangga, industri, pertambangan, pertanian dan perumahan sehingga mutlak

(22)

masyarakat dan dunia usaha dalam implementasi pembangunan berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan. Selain masih terbatasnya data dan informasi lingkungan hidup. Pelaksanaan program strategis

pada bidang Lingkungan hidup antara lain : Adipura, Menuju Indonesia Hijau dan PROPER.

Tujuan yang ingin dicapai melalui urusan Lingkungan Hidup adalah:

1. Sumberdaya alam Kutai Barat dikelola secara terarah, terencana dan berkelanjutan.

2. Keseimbangan Lingkungan hidup terpelihara.

3. Pengelolaan sumberdaya alam dan Lingkungan hidup yang handal akan terbentuk, untuk

peningkatan mutu Lingkungan hidup dalam mendukung pembangunan.

4. Sistem pengolahan Lingkungan hidup kondusif serta terbentuk kemitraan dengan berbagai

pihak dalam pelestarian Lingkungan hidup.

5. Tata ruang wilayah yang sesuai dengan kebutuhan akan terbentuk.

Usaha yang dilakukan untuk pencapaian tujuan yang diinginkan Badan Lingkungan Hidup Kutai Barat,

dilakukan dengan mengembangkan berbagai kebijakan kemudian dilaksanakan secara operasional melalui

program-program dan kegiatan. Program dan kegiatan tersebut dapat berhubungan langsung dengan

kebijakan, tetapi ada yang merupakan program inti Badan Lingkungan Hidup yang mendukung seluruh

tujuan dan Visi dan Misi. Kebijakan penghijauan areal tambang misalnya, sangat penting untuk dilakukan

guna menjaga keseimbangan alam.

Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan AMDAL tahun 2014 mencapai 35%, dan tahun 2015

meningkat menjadi 38% berdasarkan rasio perusahaan wajib AMDAL yang telah diawasi terhadap seluruh

perusahaan wajib AMDAL. Apabila jumlah perusahaan yang diawasi pada tahun 2013 dibandingkan dengan

tahun 2014 terjadi peningkatan 9 perusahaan atau 9,7% dari jumlah perusahaan wajib AMDAL (93

Perusahaan).

Untuk meningkatkan pengawasan terhadap seluruh perusahaan tersebut diatas, dibutuhkan

penambahan tenaga pengawas yang memiliki kompetensi dan bersertifikat, dan efektifitas pengawasan

pelaksanaan AMDAL sehingga upaya mempertahankan kelestarian dan kualitas lingkungan hidup dapat

berjalan dengan optimal. Selain itu, diperlukan pemahaman dan kesadaran semua stakeholder bahwa

pengawasaan pelaksanaan AMDAL merupakan tanggung jawab semua pihak sesuai dengan fungsi dan

kewenangan masing-masing. AMDAL harus dilakukan secara sinergis dan terintegrasi terhadap ijin usaha

dan kegiatan. Oleh kerena itu Pemerintah Kabupaten Kutai Barat akan melakukan bimbingan teknis

terhadap aparatur dan sosialisasi pelaksanaan AMDAL kepada 93 perusahaan tersebut.

Semua perusahaan yang bergerak dalam eksploitasi sumber daya alam diklasifikan sebagai

perusahaan yang berpotensi mengganggu lingkungan hidup baik itu perusahaan tambang, kayu dan

(23)

kehutanan dan perkebunan yang wajib AMDAL sebanyak 127 perusahaan yang terdiri dari : 75 perusahaan

tambang, 25 perusahaan perkayuan dan 31 perusahaan perkebunan.

Dari semua perusahaan yang berpotensi mengganggu lingkungan baru 93 perusahaan yang sebagian

besar perusahaan tambang yang memiliki AMDAL, sedangkan pada tahun 2014 yang memiliki AMDAL 92

perusahaan atau meningkat sebesar 1,17%. Peningkatan yang relatif kecil tersebut perlu pengawasan lebih

ketat terutama perusahaan yang berpotensi merusak lingkungan, antara lain dengan pemberian sanksi

penundaan perpanjangan izin operasi atau pencabutan izin operasi bisa menjadi langkah kebijakan tetap

yang harus ditempuh.

2.5.6 Kondisi Umum Hasil Pembangunan Berdasarkan Indikator Agregat.

Tabel 2.32

Kinerja Agregat Pembangunan Kutai Barat

Indikator Kinerja Satuan 2013 2014 2015

Angka Melek Huruf % 97,05 97,22 97,62

Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI % 113,36 109,75 115,28

Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs % 100,06 100,22 103,9

Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA

% 87,66 87,70 97,03

Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI % 97,02 94,45 94,70

Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs % 83,00 70,96 72,64

(24)

Persentase bangunan SMA/MA dalam

Guru yang telah bersertifikasi Orang 821 943 31,46

Usia Harapan Hidup tahun 70,78 70,80 72,08

Angka kematian bayi (AKB) Per 1.000 kel. hidup

5,87 2,47 4,78

Angka Kematian balita (AKABA) Per 1.000 kel hidup

2,45 2,47 5,15

Angka Kematian Ibu (AKI) Per 100.000 kel hidup

Cakupan Balita Gizi Buruk yg mendapat perawatan pelayanan kesehatan (PKM, Pustu, PKM K, Poskesdes)

% 95,83 75,82 86,60

Rasio dokter Per 100.000

penduduk

42,47 32,74 40,45

Rasio dokter spesialis Per 100.000 penduduk

4,77 4,77 5,5

(25)

penduduk

Kunjungan Rawat Jalan orang 25.801 22.567 24.073

Kunjungan Rawat Inap orang 10.775 12.312 14.147

BOR (Bed Occupancy Rate/Angka

Persentase jembatan dalam kondisi baik % 97,47 98,36 98,93

Panjang Jalan yang terbangun Km 231,01 3 342,61

Rasio Ruang Terbuka Hijau Per Satuan Luas Wilayah Ber HPL/HGB

% 10,04 10,04 10,04

Rasio Bangunan Ber- IMB Per Satuan Bangunan (%)

% 1,56 1,75 1,86

Rasio Jumlah luas wilayah kebanjiran % 10 6,66 18

Jumlah Arus Penumpang Angkutan Umum:

Laut/Sungai (Orang) Org 179.605 130.507 94.976

(26)

Udara (Orang) Org 22.222 41.579 32.956

Persentase bayi berakte kelahiran % 50,58 52,50 54,18

Rasio Pasangan Berakte Nikah % 9,83 12,75 20,10

Penerapan KTP Nasional Berbasis NIK Sudah/Belum Sudah Sudah Sudah

Ketersediaan database kependudukan

Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan % 65,38 77,85 62,59

Angka melek huruf perempuan usia 15 tahun ke atas

% 96,01 98,10 96,80

Jumlah fakir miskin yang ditangani KK 44 50 119

Jumlah anak terlantar yang ditangani orang 65 67 60

Jumlah korban bencana yang ditangani orang 1.114 544 2.404

(27)

Jumlah penyandang cacat yang dibina orang 1 2 7

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % 73,46 73,75 72,31

Rasio penduduk yang bekerja 1 : 0,91 1 : 0,71 1 : 0,81

Persentase pekerja yang ditempatkan % 14,59 12,50 24,52

Angka pengangguran % 8,70 12 7,11

(28)

lndeks Persepsi Korupsi skor - - 5,70

Persentase SKPD yang menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

% 62,49 76,79 96,08

Persentase LAKIP SKPD yang dievaluasi % 22,22 30,7 47,09

Persentase Pengaduan Masyarakat yang

Luas lahan produktif Ha 143.639 143.639 145.039

(29)

Sumber : RPJMD Kabupaten Kutai Barat 2016 - 2021

e. Ubi Jalar 91,37 92,66 92,74

Produktivitas tanaman perkebunan

1. Karet Ton/ha 2,7 48,39 1,39

2. Kelapa Sawit 80,5 20,45 1,52

3. Kakao 20,19 19,90 0,02944

produksi daging ternak

1. sapi Kg 120 110.577 55.33

2. kerbau 3.7 3.801 2.39

3. babi 187.34 149.767 75.46

4. ayam pedaging 323 312.306 157.04

5. ayam buras 84.82 72.723 36.97

6. itik 4.028 4.045 2260

Jumlah Penduduk yg bekerja sebagai Nelayan (jiwa)

Org

a. Budidaya Jiwa 3 4.611 4.266

b. Tangkap Jiwa 24.474 15.332 15.354

Jumlah Produksi Ikan Budidaya : (kg)

a. Tangkap Kg 1.171 1.144,50 1.177,50

b. Keramba 464 606,70 606,7

c. Kolam 111 119,80 105,07

Jumlah Produksi Kayu Bulat M3 420723 420.722.88 156.157,47

Jumlah Ijin HPH Yang Dikendalikan % 95 98 43,33

Jumlah DBH SDA Kehutanan Rp 52.094.840.579 61.650.000.000 53,39

Luas Lahan Yang Direhabilitasi Ha 1.925 1.925 1.14

Jumlah Ijin Tambang Yang Melaksanakan Reklamasi

Ijin 10 12 5

Persentase lahan eks pertambangan yang telah direklamasi

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2 Penduduk Kutai Barat Berdasarkan Komposisi
Tabel 2.4
Tabel 2.6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini juga mencari bagaimana pengaruh konflik sosial yang terjadi terhadap perubahan sosial masyarakat pasca konflik pada masyarakat desa Kusumadadi dengan desa

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana struktur novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Darmono.. Tujuan penelitian ini adalah Mendeskripsikan

Sedangkan besarnya pengaruh model kepemimpinan terhadap produktivitas kerja karyawan dalam perspektif ekonomi islam di BPRS Bandar Lampung sebesar 77.3 persen.Hal

yang dapat dirumuskan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah pemberian pelet dengan campuran ekstrak tepung wortel ( Daucus carota L) dan ekstrak

Ketika penulis bertanya tentang penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehrai-hari (religiusitas) anggota Satlantas menjalankan ibadah dengan tepat waktu, mengikuti

Saya selaku mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, memohon kesediaan Anda untuk mengisi skala yang tersedia.. Skala ini dibuat dalam

Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa dengan penerapan strategi pembelajaran information search pada mata pelajaran PAI di SMK Manba’ul Falah Dawe Kudus pada

Kawat penghantar merupakan bahan yang digunakan untuk menghantarkan tenaga listrik pada sistem saluran udara dari Pusat Pembangkit ke Pusat-Pusat Beban (load center),baik