• Tidak ada hasil yang ditemukan

Policy development of sustainable management of upper Ciliwung Watershed, District Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Policy development of sustainable management of upper Ciliwung Watershed, District Bogor"

Copied!
335
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

PENGELOLAAN BERKELANJUTAN

DAS CILIWUNG HULU KABUPATEN BOGOR

JOKO SUWARNO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi

yang berjudul PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN

BERKELANJUTAN DAS CILIWUNG HULU KABUPATEN BOGOR

adalah hasil karya penelitian disertasi saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam rangka memperoleh gelar atau untuk maksud apapun kepada perguruan tinggi di manapun. Sumber data yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, November 2011

(3)

Ciliwung Watershed, District Bogor. Under supervision of HARIADI KARTODIHARDJO as a chairman, BAMBANG PRAMUDYA N. and SAEFUL RACHMAN each as members.

It is estimated that 13% or 62 than 470 watersheds in Indonesia are in critical condition. Ciliwung is one of the critical watershed. The research was conducted in the upper Ciliwung watershed, Bogor Regency. The purpose of this research were (1) to determine the sustainability index of upper Ciliwung watershed management, (2) to analyze local arena actions, and (3) to formulate policies development for upper Ciliwung sustainable watershed management. Analysis used to determine sustainability index of watershed management was multidimensional scaling analysis (MDS). To analyze action arena was used content analysis, interpretative structural modeling and exploratory descriptive analysis. To formulate development of sustainable management policy was used prospective analyze and morphology analyze. The results showed that sustainability index of upper Ciliwung was 47,23 or less sustainable status. Partially analysis showed that two dimensions were quite sustainable (economic dimension, accessibility and conservation technology dimension) and three others were less sustainable (ecological, social, and institutional dimensions). Local institutions in upper Ciliwung watershed were ineffective. Government policy did not touch the main issue in the watershed upper Ciliwung ie. there is no clear arrangement of property rights of land. The arrangements regulate rights and duties of individuals, groups, and state owners over commons property. It was

necessary conditions in the sustainable management of upper Ciliwung watershed. Strategy intervention scenarios most likely to be implemented was moderate scenario and it was sufficient conditions. The scenario could improve the sustainability index of 47.23 (less sustainable) to 51,84 (quite sustainable

Keywords : Policy, institution, management, sustainable, watershed, upper Ciliwung

(4)

JOKO SUWARNO. Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HARIADI KARTODIHARDJO sebagai ketua, BAMBANG PRAMUDYA N. dan SAEFUL RACHMAN masing-masing sebagai anggota.

Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu dari 470 DAS di Indonesia yang berada dalam kondisi kritis. DAS Ciliwung merupakan DAS nasional yang melintasi wilayah Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Dalam pengelolaannya DAS Ciliwung terbagi ke dalam tiga wilayah pengelolaan yaitu Ciliwung Hilir, Ciliwung Tengah dan Ciliwung Hulu. DAS Ciliwung Hulu berada di dalam Kabupaten Bogor. Permasalahan teknis utama di DAS Hulu adalah fungsi DAS sebagai daerah tangkapan air (DTA) sudah tidak efektif lagi sebagai wilayah hulu yang diharapkan fungsinya untuk mencegah banjir pada musim hujan dan kekurangan suplai air bersih pada musim kemarau. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi ekologi DAS Ciliwung Hulu yang diakibatkan oleh tidak terkendalinya alih fungsi lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun, tersebarnya lahan gontai yang kurang mendukung berfungsi konservasi untuk sumberdaya air, dan pengelolaan lahan garapan tidak konservatif. Dengan tidak terkendalinya perubahan penutupan lahan dan alih kepemilikan lahan menjadi lahan permukiman maka sejak tahun 1960-an dan terakhir tahun 2008, pemerintah melalui Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, telah memprioritaskan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. Wilayah ini diharapkan berfungsi sebagai wilayah penyangga ibukota DKI Jakarta sehingga tata ruangnya perlu dikelola lebih intensif. DAS Ciliwung Hulu diharapkan berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan berfungsi lindung bagi wilayah di hilirnya.

(5)

pengelolaan DAS Ciliwung Hulu, (2) analisis arena aksi lokal DAS Ciliwung Hulu menggunakan analisis interpretative structural modeling (ISM), analisis isi (content analysis) dan analisis deskriptif kualitatif eksploratif, dan (3) analisis prospektif digunakan untuk menentukan faktor kunci dalam pengelolaan berkelanjutan, serta analisis morfologis untuk menentukan skenario pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu.

Berdasarkan hasil analisis tingkat keberlanjutan terhadap kondisi yang ada pada saat penelitian dilaksanakan (existing) dan melalui pembobotan per-dimensi dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan DAS Ciliwung Hulu sebesar 47,23 berarti kurang berkelanjutan. Analisis secara parsial menunjukkan bahwa dua dimensi yang cukup berkelanjutan diperoleh dari dimensi ekonomi dan dimensi aksesibilitas dan teknologi konservasi masing-masing mencapai 60,53 dan 55,64. Tiga dimensi lainnya kurang berkelanjutan yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial, dan dimensi kelembagaan masing-masing sebesar 44,74; 47,76 dan 28,77.

(6)

5/1960). Sebagian besar lahan 70-80% dimiliki oleh masyarakat luar DAS Ciliwung Hulu maka pengaturan hak kepemilikan lahan menjadi syarat keperluan (necessary conditions) bagi pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu. Kebijakan sektoral cenderung memaksimalkan kepentingan sektoral masing-masing tanpa memperhatikan sinergi antar sektor untuk memperoleh hasil yang lebih besar. Kedua kondisi ini, penguasaan lahan oleh masyarakat luar dan kebijakan yang cenderung sektoral, mengakibatkan kebijakan yang ada tidak mampu mewujudkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar sektor, antar pelaku, antar wilayah, maupun antar level pemerintahan. Integrasi program antar sektor dapat diwujudkan jika mampu diarahkan dalam wadah one watershed one plan one management system didasarkan pada karakteristik ekosistem DAS yaitu wadah Rencana Pengelolaan DAS Ciliwung Terpadu.

Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh bahwa dalam pengelolaan

berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu diperoleh lima faktor kunci yaitu (n) pendapatan petani dari kegiatan non-pertanian, (w) pemanfaatan jasa wisata

untuk pengembangan ekonomi wilayah, (v) perubahan penutupan lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun, (s) kegiatan penyuluhan pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan, dan (k) kapasitas koordinasi organisasi pemerintah. Model pengembangan kebijakan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu merupakan upaya intervensi untuk meningkatkan kinerja dari kelima faktor kunci tersebut atau mempertahankan kinerja faktor yang baik. Fungsi model kualitatif pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu tersebut dapat digambarkan dalam hubungan fungsi P = f (n, w, v, s, k). Pengembangan kebijakan melalui intervensi kelima faktor tersebut menjadi syarat kecukupan (sufficient conditions) dalam pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu.

Skenario pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu mencakup skenario pesimis, skenario moderat, dan skenario optimis. Skenario Moderat merupakan skenario yang paling memungkinkan dapat diterapkan. Skenario ini dapat meningkatkan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu dari 47,23 (kurang berkelanjutan) menjadi 51,84 (cukup berkelanjutan).

(7)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

(8)

Nama : Joko Suwarno

NIM : P062080171

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S.

Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng.

Anggota Anggota

Dr. Ir. Saeful Rachman, M.Sc.

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.

Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, M.S.

(10)

Alhamdulllaahi robbil ’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS sebagai ketua komisi pembimbing, dan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., MEng dan Dr. Ir. Saeful Rachman, MSc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu, berkenan membimbing, memberikan saran masukan dan dorongan mulai dari penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan disertasi ini.

2. Kepala Pusdiklat Pegawai Kementerian Kehutanan dan jajarannya yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan dana dalam mengikuti pendidikan S3 di Program Studi PSL-IPB.

3. Bapak Prof. Dr. Cecep Kusmana, MS (Ketua Program Studi PSL IPB), Prof.

Dr. Ir. Soerjono Hadi Sutjahjo, MS., Dr. Ir. Arif Amin dan Dr. Ir. Widiatmaka, DEA atas dukungan semangat dan pemberian dorongan

motivasi.

4. Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Dr Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup dan memberikan saran masukan untuk perbaikan disertasi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc. dan Dr. Ir. Harry Santoso yang telah berkenan menjadi penguji luar pada ujian terbuka dan memberikan saran masukan untuk penyempurnaan disertasi ini.

6. Jajaran Pemerintah Kabupaten Bogor diantaranya Dinas Kesatuan Bangsa, Bapeda, Dinas Tata Ruang dan Pertanahan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, BLHD, BP4K dan BP3K Wilayah Ciawi, Perum Perhutani KPH Bogor, Camat Cisarua, Megamendung dan Ciawi, Bapak Sarjoko (perkebunan teh PT Ciliwung / PT SSBP).

7. Bapak Basir, Khusaeri dan anggota poktan Cijulang Asri, Khoerudin Gapoktan Paseban Asri, seluruh poktan di Kecamatan Cisarua, Megamendung dan Ciawi yang telah membantu dalam pengumpulan data di lapangan.

8. Segenap dosen dan staf adminsitrasi PSL-IPB yang telah melayani proses belajar mengajar dengan penuh keramahan, teman-teman ”ECOLOGICA” dan Forum Mahasiswa Pascasarjana Kementerian Kehutanan di IPB.

(11)

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna, sehingga untuk penyempurnaan disertasi ini masih diharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Semoga disertasi ini bermanfaat. Amin.

(12)

Penulis dilahirkan di Sragen Jawa Tengah pada tanggal 23 Januari 1963 sebagai anak keenam dari pasangan Bapak Kromo Taruno (Alm) dan Ibu Suparmi (Alm). Menikah dengan Memi Kushandayani, dikaruniai dua orang putera yaitu Imam Ali Suwarno dan Ihsan Ali Suwarno. Penulis mengikuti pendidikan di SMA Negeri 4 Surakarta (1983), menempuh pendidikan S1 di Fakultas Kehutanan IPB Jurusan Manajemen Hutan (1987), dan kemudian melanjutkan pendidikan S2 di Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan PWD-IPB beasiswa OTO-BAPPENAS (2004). Pada tahun 2008, penulis menempuh S3 di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan PSL-IPB dengan beasiswa dari Kementerian Kehutanan.

Riwayat penugasan, penulis pernah bertugas sebagai staf pada Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara (1992-1994), Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Irian Jaya (1994-2000), Badan Planologi Kehutanan (2000-2004), dan Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional II Kementerian Kehutanan (2004-sekarang).

Karya ilmiah yang dipublikasikan adalah berjudul “Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor” dimuat dalam Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Perubahan Iklim, Badan Litbang Kehutanan, Volume 8 No. 2 Tahun 2011.

Bogor, November 2011

(13)

Kalau mahasiswa dan semua orang mau maka akan kuberikan semua ilmu

yang kupunya. Dengan memberikan ilmu kepada orang lain maka tidak

akan mengurangi sedikitpun kekayaan ilmu yang ada padaku tetapi dia

akan semakin tumbuh dan berkembang

(Hariadi Kartodihardjo 2010).

Kelembagaan

adalah aturan main, norma, kontrak, komitmen, dan bentuk

ikatan lainnya yang mengatur pilihan dan strategi setiap individu

manusia dalam berinteraksi dengan masyarakat, alam, maupun dengan

Tuhannya untuk meraih tujuan hidupnya.

Barang siapa yang sudah bersyahadat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya

maka dia sudah mengikat komitmen dengan Alah SWT. Jika dia tidak

mengikuti aturan main dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits maka dia

termasuk orang yang mengingkari komitmen dengan Allah SWT

dan akan merugi selama-lamanya

(Joko Suwarno 2011).

Walaupun kamu dibesarkan oleh pemimpin yang korup, pemimpin tidak

adil, pemimpin yang buruk perilakunya dan tidak kamu sukai tetapi

janganlah kamu menjadi seperti pemimpinmu itu. Semua pengalaman

itu harus menjadi pupuk bagi dirimu sendiri. Jadilah kamu menjadi

dirimu sendiri yang mampu membuat perubahan ke depan untuk

kesejahteraan bangsa dan negaramu

(Helmy Basalamah 2011).

Ilmuwan atau orang berilmu itu memiliki sifat cenderung kepada

kebenaran, beretika moral, dan bersikap arif(wisdom)

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Kerangka Pemikiran ... 14

1.4 Tujuan Penelitian ... 18

1.5 Manfaat Penelitian ... 18

1.6 Kebaruan (novelty) ... 18

II TINJAUAN PUSTAKA ... 23

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 23

2.2 DAS Dalam Kajian Institusi ... 25

2.3 DAS Bagian Hulu ... 27

2.4 Pengelolaan DAS Terpadu ... 32

2.5 Tujuan Pengelolaan DAS ... 36

2.6 Kinerja Pengelolaan DAS ... 39

2.7 Insentif Pengelolaan DAS ... 44

2.8 Institusi (Kelembagaan) ... 48

2.9 Koordinasi Lintas Sektoral ... 55

2.10 Dampak Perubahan Penutupan Lahan terhadap Perubahan Iklim ... 59

2.11 Kebijakan ... 61

2.12 Pembangunan Berkelanjutan ... 64

2.13 Pengalaman Pengelolaan DAS Luar Negeri, DAS Rhine.. 67

2.14 Sistem, Pendekatan Sistem dan Model ... 71

III METODA PENELITIAN ... 77

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 77

3.2 Rancangan Penelitian ... 77 3.2.1 Menganalisi Status Keberlanjutan Pengelolaan

DAS Ciliwung Hulu ... 3.2.2 Menganalisis Arena Aksi Lokal DAS Ciliwung

Hulu ...

78

88

(15)

3.2.3 Memformulasikan Skenario Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 4.2.8 Produksi Budidaya Pertanian dan Perkebunan .... 4.2.9 Pemanfaatan Jasa Wisata ... 4.2.10 Tata Air Sungai Ciliwung Hulu ... 4.2.11 Kualitas Air Sungai Ciliwung Hulu ... 4.2.12 Kualitas Sumberdaya Lahan ...

99

V STATUS KEBERLANJUTAN DAS CILIWUNG HULU ... 131

5.1 Pendahuluan ... 131 5.2 Hasil dan Pembahasan ...

5.2.1 Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi ... 5.2.2 Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi ... 5.2.3 Status Keberlanjutan Dimensi Sosial ... 5.2.4 Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan ... 5.2.5 Status Keberlanjutan Dimensi Aksesibilitas dan

(16)

VI ARENA AKSI LOKAL DAS CILIWUNG HULU ... 159

6.1 Pendahuluan ... 159

6.2 Faktor Eksogen ... 161

6.2.1 Kondisi Biofisik ... 161

6.2.2 Atribut Komunitas Lokal DAS Ciliwung Hulu ... 164

6.2.3 Aturan yang digunakan (rule-in-use) ... 174

a. Kebijakan Politik (constitutional level) …… 176

b. Kebijakan Organisasional (collective choice level) ……….. 189

c. Kebijakan Operasional (operational level) … 197 6.3 Arena Aksi Lokal ………. 207

6.3.1 Alih Fungsi Lahan ………. 207

6.3.2 Alih Kepemilikan Lahan ……….. 209

6.3.3 Kepatuhan Masyarakat terhadap Aturan Pemerintah ... 210

6.3.4 Aktor Dominan di DAS Ciliwung Hulu ... 214

6.3.5 Aksi Bersama (collective action) ... 220

6.4 Kinerja Institusi ( Outcome ) ... 224

6.5 Simpulan ... 227

VII PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN BERKELANJUTAN DAS CILIWUNG HULU ... 229

7.1 Pendahuluan ... 7.2 Pengembangan Kebijakan Pengelolaan DAS Ciliwung Hulu ... 229 230 7.2.1 Identifikasi Faktor Dominan ... 7.2.2 Keadaan yang Mungkin Terjadi pada Faktor Dominan ... 230 237 7.3 Skenario Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 240

7.4 Alternatif Skenario Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 243 8.2.1 Kondisi Pengelolaan DAS Ciliwung Hulu ...

8.2.2 Kerangka Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 8.2.3 Pengembangan Kebijakan Pengelolaan

Berkelanjutan DAS Wilayah Perkotaan ...

256

263

272

(17)

IX SIMPULAN DAN SARAN ... 277

9.1 Simpulan ... 277

9.2 Saran ... 278

DAFTAR PUSTAKA ... 279

LAMPIRAN ... 291

GLOSSARY ... 305

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka perumusan permasalahan penelitian pengembangan

kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu … 13 2 Kerangka pemikiran penelitian pengembangan kebijakan

pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 17

3 Hubungan biofisik antara wilayah hulu dan hilir DAS ... 29

4 Fungsi ekosistem DAS ... 30

5 Proses pembuatan kebijakan ... 63

6 Segitiga pembangunan berkelanjutan ... 66

7 Denah lokasi DAS Rhine di daratan Eropa ... 68

8 Lokasi penelitian DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor ... 78

9 Tahapan penelitian pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ………. 79

10 Tahapan analisis RapDAS-Ciliwung Hulu ... 86

11 Posisi titik keberlanjutan ... 87

12 Diagram layang-layang indeks keberlanjutan multidimensi ... 88

13 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam skenario pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 97 14 Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi DAS Ciliwung Hulu ... 105

15 Debit maksimum dan koefisien regime sungai (KRS) Ciliwung Hulu Tahun 1989-2009 ... 117 16 Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi DAS Ciliwung Hulu ... 134 17 Hasil analisis leverage pada dimensi ekologi ... 135

18 Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi DAS Ciliwung Hulu ... 138

19 Hasil analisis leverage pada dimensi ekologi ... 139

20 Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial DAS Ciliwung Hulu 141 21 Hasil analisis leverage dimensi sosial DAS Ciliwung Hulu .... 142

22 Nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan DAS Ciliwung Hulu ... 144

23 Hasil analisis leverage atribut pada dimensi kelembagaan DAS Ciliwung Hulu ... 145

(19)

24 Nilai indeks keberlanjutan dimensi aksesibilitas dan teknologi

DAS Ciliwung Hulu ….………. 149

25 Hasil analisis leverage terhadap atribut pada dimensi

aksesibilitas dan teknologi konservasi ... 150

26 Layang-layang indeks keberlanjutan multi-dimensi DAS

Ciliwung Hulu ... 152 27 Indeks keberlanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 154 28 Tingkat pengaruh dan ketergantungan aktor dalam pengelolaan

DAS Ciliwung Hulu ………. 216

29 Struktur hirarki elemen aktor yang berpengaruh dalam

pengelolaan DAS Ciliwung Hulu ……… 219

30 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh dalam

sistem pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 232 31 Diagram layang-layang peningkatan indeks per-dimensi

keberlanjutan hasil skenario pengembangan kebijakan DAS

Ciliwung Hulu ... 242 32 Rangkuman hasil analisis pengelolaan DAS Ciliwung Hulu … 254 33 Perilaku pelaku kebijakan sektoral dalam pengelolaan DAS... 259 34 Perilaku pelaku kebijakan dalam satu sistem pengelolaan

berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ………. 261

35 Kerangka isi rencana pengelolaan DAS Terpadu ... 263

36 Hubungan antara faktor kunci dan aktor kunci dalam

pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 264 37 Kerangka pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan

DAS Ciliwung Hulu ………. 270

(20)

25

214 26

215 27

219 28

220 29

222

30 224

31

232 32

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Topik penelitian, metoda dan hasil penelitian terkait novelty ... 19 2 Peubah penentu dalam penetapan kinerja pengelolaan DAS ... 43 3 Tingkatan norma berdasarkan sanksi atas pelanggarnya ... 51 4 Kategori penilaian status keberlanjutan ... 87

5 Pengaruh langsung antar faktor dalam pengelolaan

berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ... 96

6 Variabel-variabel kunci dan beberapa keadaan yang mungkin

terjadi di masa yang akan datang ... 98 7 Jenis data, sumber, cara pengumpulan data, metoda analisis

dan output ... 99 8 Sebaran kelerengan DAS Ciliwung Hulu ... 103 9 Data iklim Stasiun Citeko Tahun 2001-2009 ... 104 10 Distribusi curah hujan di beberapa wilayah DAS Ciliwung

Hulu (1995-2009) ... 106 11 Penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1992-2009 ... 110 12 Pemanfaatan Kawasan DAS Ciliwung Hulu ... 112 13 Rata-rata produktivitas tanaman sayur-sayuran di kab. bogor

tahun 2008 (dalam ton/ha/musim) ... 113 14 Kunjungan wisatawan di DAS Ciliwung Hulu ... 115

15 Debit air Sungai Ciliwung tahun 1989 -2009 ………... 116

16 Kualitas air di DAS Ciliwung Hulu tahun 2002, 2009 dan 2010 119 17 Lahan kritis di DAS Ciliwung Hulu tahun 2005-2009 …... 121 18 Pertumbuhan penduduk DAS Ciliwung Hulu tahun 1997 s/d

2008 ... 122 19 Mata pencaharian penduduk di DAS Ciliwung Hulu tahun

2000 dan 2006 ... 123 20 Tingkat pendidikan penduduk Ciliwung Hulu tahun 2000 dan

2006 ... 124 21 Organisasi pemerintah yang berperan besar dalam pengelolaan

DAS Ciliwung Hulu ... 125 22 Pusat pelatihan pertanian swadaya di DAS Ciliwung Hulu ... 126

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta administrasi pemerintahan di DAS Ciliwung Hulu ... 291 2 Peta subDAS pada DAS Ciliwung Hulu …... 292 3 Peta jenis tanah di DAS Ciliwung Hulu ... 293 4 Peta Penutupan lahan tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009 ... 294 5 Peta pemanfaatan kawasan DAS Ciliwung Hulu ... 295 6 Hasil penilaian terhadap atribut pada masing-masing

dimensi pengelolaan DAS Ciliwung Hulu ... 296 7 Kebutuhan aktor terhadap Sistem Pengelolaan DAS Ciliwung

Hulu ...

303

(23)

1.1 Latar Belakang

Kegiatan pembangunan nasional dalam dekade terakhir ini telah menghasilkan manfaat pada pertumbuhan ekonomi nasional, namun di sisi lain juga memberikan dampak yang sangat besar baik pada aspek sosial, ekologi, teknologi maupun kelembagaan. Peningkatan kemajuan dalam kehidupan telah memberikan perubahan besar, tidak saja pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat akan tetapi juga pada pola penggunaan lahan. Perubahan pola penggunaan lahan ini telah memberi dampak sangat nyata terhadap fungsi-fungsi daerah aliran sungai (DAS) dan hidrologi DAS. Sejumlah kasus perubahan penggunaan lahan di beberapa DAS di Indonesia disajikan pada hubungan sebab-akibat melalui aspek hidrologi DAS, khususnya menyangkut daya dukung DAS dan frekuensi banjir. Karakteristik hidrologi dan aliran permukaan sejumlah sungai utama di Indonesia (Jawa) disajikan dengan menunjukkan tingkat perkembangan penggunaan lahannya. Disimpulkan bahwa perubahan penggunaan lahan telah terjadi dalam skala luas, khususnya di pulau Jawa, dan telah memberi dampak nyata terhadap hasil air DAS dengan semakin meningkatnya frekuensi kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan. Dalam kurun waktu setengah abad terakhir telah terjadi penurunan jumlah curah hujan secara luas di Jawa dan beberapa wilayah lain di Indonesia dibandingkan dengan waktu setengah abad sebelumnya yang kelihatannya berhubungan dengan penurunan luas hutan (Pawitan 2004).

(24)

Indonesia dalam kondisi kritis, meskipun kegiatan konservasi tanah dan air dalam pengelolaan DAS sudah sejak lama diberlakukan.

Salah satu DAS yang telah mengalami degradasi akibat perubahan penggunaan lahan adalah DAS Ciliwung (Pawitan 2004) dan termasuk salah satu dari 13 DAS dalam kondisi sangat kritis (Sobirin 2004). Perubahan penggunaan lahan pada DAS ini dapat diindikasikan sebagai sinyal adanya perubahan perilaku Sungai Ciliwung. Sungai Ciliwung yang merupakan salah satu sungai utama yang wilayah hilirnya memasuki dan bermuara di wilayah DKI Jakarta dengan total luas DAS 347 km2 atau 34.700 ha dan panjang sungai utama 117 km. Estimasi debit banjir 2-tahunan (Nedeco-PBJR 1973 dalam Pawitan 2004) adalah 100 m3/s dan debit banjir 25-tahunan sebesar 200 m3/s, dan nampaknya nilai estimasi ini telah berubah sejalan dengan perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Debit banjir 100 tahunan diperkirakan telah meningkat dari 370 m3/s (1973) menjadi 570 m3

(25)

menimbulkan tingginya perubahan penutupan lahan dari lahan berpenutupan vegetasi yang baik telah berubah menjadi semak, tegalan terbuka, maupun permukiman (lahan terbangun). Laju perubahan penutupan lahan yang tinggi telah mengakibatkan semakin buruknya kondisi DAS bagian hulu sebagai daerah resapan air (water recharge) dan sebagai pengendali aliran permukaan (run-off).

Perubahan penggunaan lahan dengan penutupan vegetasi yang baik maupun lahan berdaya simpan air yang baik menjadi kawasan terbangun telah mengalami penurunan secara tajam pada tahun 1981 s/d 1999. Dalam kurun waktu tersebut, Irianto (2000), dari luas DAS Ciliwung Hulu 14.860 ha telah terjadi alih guna lahan berupa pengurangan hutan 2 ha (-2%), kebun campuran 35 ha (-1,07%), sawah teknis 43 ha (-1,89%), sawah tadah hujan 18 ha (-6,23%), dan tegalan 152 ha (-4,35%) semuanya berubah menjadi kawasan permukiman seluas 250 ha (+ 97,66%). Kecenderungan ke depan, dengan iklim sejuk dan pemandangan alam dengan latar belakang Gunung Gede-Pangrango maka berpeluang akan menjadi daya tarik adanya perubahan penggunaan menjadi kawasan pemukiman untuk tujuan wisata alam dengan pembangunan penginapan, hotel, serta vila. Hal ini juga didukung adanya daya dorong berupa pertumbuhan penduduk lokal yang memerlukan lahan untuk permukimannya. Hasil penelitian Janudianto (2004) menunjukkan bahwa selama 1994 s/d 2001 di DAS Ciliwung Hulu telah terjadi pengurangan lahan kebun teh, sawah, dan hutan semak/belukar masing-masing -664,39 ha, 1.126,52 ha dan 233,37 ha sedangkan proporsi penambahan terbesar adalah tegalan / ladang 1.272,04 ha dan permukiman + 938,87 ha.

(26)

DAS Ciliwung Hulu berfungsi sangat penting sebagai penyangga fungsi ekologi untuk mengatur hidro-orologi lingkungan bagi wilayah hilir termasuk Ibukota Negara DKI Jakarta maka telah diupayakan penanganan tata ruangnya secara intensif. Kawasan Bogor Puncak-Cianjur termasuk DAS Ciliwung Hulu telah diatur penyempurnaan ruangnya melalui Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999. Keppres tersebut belum dapat diimplementasikan secara baik. Memperhatikan kondisi DAS Ciliwung Hulu yang semakin buruk, maka dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 untuk diupayakan kembali Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Upaya tersebut memasukkan kawasan DAS Ciliwung Hulu sebagai kawasan strategis nasional. Upaya ini nampaknya belum memberikan hasil yang signifikan dalam pengelolaan kawasan hulu terutama dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang. Kawasan Jabodetabekpunjur mempunyai peran menyeimbangkan alokasi ruang sebagai pusat pengembangan kegiatan eknomi wilayah dan nasional sekaligus sebagai kawasan konservasi air dan tanah, keanekaragaman hayati dalam sistem DAS Ciliwung serta dapat menjamin tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan kontribusinya terhadap pengembangan ekonomi wilayah dan nasional (Djakapermana 2009).

Kondisi DAS Ciliwung Hulu yang semakin buruk juga didorong oleh kegagalan upaya konservasi tanah dan air melalui rehabilitasi hutan dan lahan (penghijauan) terutama yang dilaksanakan oleh pemerintah. Upaya rehabilitasi lahan DAS Ciliwung Hulu dari tahun ke tahun melalui penanaman pohon berkayu dan buah-buahan maupun pembuatan sumur resapan belum memberikan hasil yang positif. Kegagalan upaya rehabilitasi DAS Ciliwung Hulu ini menghadapi beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi adalah permasalahan institusi maupun pada tingkat masyarakat, antara lain (BPDAS Citarum-Ciliwung 2003) :

1. Kelembagaan pengelolaan DAS Ciliwung lemah.

2. Fungsi kontrol tidak berjalan dan penegakan hukum yang lemah dan tidak konsisten.

(27)

4. Kurangnya sosialisasi program kepada masyarakat. 5. Peranserta masyarakat relatif masih rendah.

6. Budaya masyarakat yang tidak kondusif dengan konservasi.

7. Kerusakan lingkungan akibat penggalian pasir, pencemaran, sampah, dll. 8. Tumpang tindih pemanfaatan kawasan.

9. Pemukiman di kawasan sempadan sungai maupun di daerah resapan air.

10. Masalah kecemburuan sosial akibat pembangunan permukiman oleh pengembang.

11. Kurang / tidak adanya dana / anggaran untuk kegiatan-kegiatan pengelolaan. Berdasarkan hasil penelitian Karyana (2007), kegagalan tersebut juga diakibatkan rendahnya kinerja kelembagaan pemerintah dalam mengelola DAS Ciliwung. Beberapa faktor yang mengakibatkan permasalahan tersebut adalah : 1. Keberadaan lembaga-lembaga pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan

DAS Ciliwung hanya mengandalkan tugas dan fungsi yang diembannya tanpa mengetahui posisi dan peran masing-masing dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan DAS untuk mengatasi masalah di DAS Ciliwung.

2. Rendahnya kapasitas lembaga pemerintah dalam pengelolaan DAS Ciliwung. 3. Lemahnya koordinasi dalam pelaksanaan berbagai program dan kegiatan

pengelolaan DAS.

4. Belum terbangunnya kelembagaan DAS Ciliwung yang mampu mengelola DAS Ciliwung secara terpadu.

(28)

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui program penanaman pohon dan konservasi lahan selama ini dinilai gagal oleh masyarakat. Program penanaman yang dilakukan oleh pihak pemerintah tidak mendapatkan dukungan atau bahkan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, diantaranya masyarakat mencabuti kembali bibit yang ditanam dan dibuang, atau bibit dicabut dan dijual kembali kepada pihak pengusaha pembibitan pohon. Di beberapa tempat pada lahan-lahan yang telah ditanami pohon juga telah diubah menjadi bangunan fisik baik berupa vila atau rumah peristirahatan lainnya.

Berdasarkan pengamatan, trianguasi lapangan dan pendalaman berdasarkan persepsi masyarakat, kegagalan rehabilitasi vegetatif dan konservasi sipil teknis selama ini diantaranya diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya : 1. Kegiatan penanaman kurang memberdayakan potensi dan kebutuhan lokal; 2. Kegiatan penanaman tidak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat,

tetapi malahan memberikan beban untuk pemeliharaannya sehingga masyarakat kurang puas terhadap program tersebut.

3. Kegiatan penanaman dilakukan pada lahan berstatus garapan. Lahan eks-perkebunan atau di atas lahan negara lainnya yang secara de facto seperti lahan tidak bertuan dijadikan lokasi penanaman pohon. Hal ini tidak mendapatkan dukungan dari pemilik garapan lokal maupun pemilik lahan yang berada di luar lokasi tersebut. Hasil kegiatan penanaman bibit pohon kemudian dicabuti dan dibuang untuk dibersihkan kembali.

4. Kegiatan penanaman bibit pohon dalam perkembangannya memberikan naungan terhadap tanaman pangan tahunan maupun musiman sehingga setiap ada upaya penanaman kemudian diikuti dengan pencabutan dan diganti dengan jenis lainnya yang lebih memberikan manfaat lebih ekonomis dan jangka pendek bagi masyarakat lokal.

(29)

tersebut. Lahan dengan status kepemilikan yang dikuasai oeh masyarakat luar lokasi sangat luas dan tersebar di DAS Ciliwung Hulu.

Beberapa kelompok masyarakat yang tergabung dalam wadah kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan) peduli lingkungan telah lama melakukan aksi penanaman bibit pohon berkayu maupun bibit buah-buahan di dalam wilayah DAS Ciliwung Hulu. Beberapa kegiatan penanaman pohon telah dilakukan baik oleh kelompok tani lokal (desa) maupun oleh lintas desa (gapoktan) dan telah membentuk jaringan koordinasi antar wilayah terutama di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Cisarua yang berada di dalam DAS Ciliwung Hulu. Poktan ini telah melakukan upaya rehabilitasi di beberapa tempat pada ruang terbuka hijau yang berada di sepanjang kiri-kanan jalan utama Cigadog – Cisarua, maupun secara bertahap melakukan penanaman di dalam lahan garapan yang dimiliki oleh masyarakat di luar wilayah Ciliwung Hulu (terutama warga Jakarta). Beberapa inisiasi masyarakat lokal dalam kegiatan penanaman telah mengalami peningkatan keberhasilannya walaupun sebagian lainnya masih menemui banyak hambatan dan kegagalan.

Upaya konservasi tanah dan air yang telah dilakukan masih terbatas pada upaya penyuluhan, penanaman dan inisiasi pembuatan sumur resapan di beberapa tempat. Kegiatan yang dilakukan poktan dan penyuluh swadaya masyarakat kepada masyarakat lokal maupun pemilik vila adalah melakukan penyuluhan dan membantu beberapa pihak membuat sumur resapan serta secara aktif melakukan penanaman pada lahan kosong dan lahan tidur di beberapa lokasi DAS Ciliwung Hulu.

(30)

memperoleh benih, persiapan persemaian, pengangkutan bibit, maupun pemberian penyuluhan dan pelatihan teknis budidaya pertanian dan kehutanan.

Kelompok tani juga telah memiliki sarana prasarana pelatihan bagi masyarakat lokal maupun masyarakat luar maupun bagi aparat pemerintah. Pendidikan dan pelatihan pembuatan bibit, pembuatan pupuk kompos, pelatihan anak-anak sekolah mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), SD, sampai dengan perguruan tinggi termasuk pegawai pemerintah telah mengikuti pelatihan di kelompok masyarakat ini.

Kelompok tani peduli lingkungan tersebut terus berusaha untuk merehabilitasi lahan secara mandiri maupun bermitra dengan pemerintah membantu pelaksanaan reboisasi hutan. Upaya rehabilitasi vegetatif akan terus dilakukan meskipun kurang atau tidak mendapatkan dukungan dari pihak pemerintah. Hal ini terlihat dari jejak upaya yang ada di lokasi berupa pembangunan persemaian, penyediaan tempat pelatihan lingkungan bagi masyarakat lokal maupun masyarakat umum, serta masih eksisnya organisasi poktan maupun gapoktan peduli lingkungan di tiap-tiap dusun, desa dan tingkat kecamatan.

(31)

masyarakat dari luar DAS Ciliwung Hulu. Pemerintah memberikan pengakuan hak kepemilikan tetapi tidak mengatur kewajiban pemegang hak atas lahan berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya bersama (common property right). Pemegang hak privat atas lahan berkewajiban untuk menghindarkan penggunaan lahannya yang tidak bisa diterima secara sosial (Hanna et al. 1995). Hal ini menunjukkan tidak adanya kejelasan kewajiban pemilik hak privat atas lahan di DAS Cliwung Hulu dalam pengelolaan sumberdaya DAS secara bersama.

Fungsi DAS Ciliwung Hulu untuk menyediakan jasa lingkungan sebagai pengendali hidrologi maka perlu ditingkatkan kualitas DAS-nya. Memperhatikan akar permasalahan dan potensi di DAS Ciliwung Hulu berupa ketidakjelasan pengaturan kepemilikan lahan (property right of land) dan tingginya potensi wilayah dan tingginya peran masyarakat lokal dalam pengelolaan DAS maka perlu dilakukan penelitian Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu.

1.2 Perumusan Masalah

Kegagalan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu telah memberikan dampak negatif terhadap wilayah setempat maupun wilayah tengah dan hilir DAS. Kegagalan ini diakibatkan oleh berbagai permasalahan kompleks dan saling terkait yang diakibatkan oleh interaksi faktor ekologi, ekonomi maupun faktor sosial. Namun demikian dengan memperhatikan situasi masalah yang ada di wilayah DAS Ciliwung Hulu maka faktor dominan yang mampu menimbulkan permasalahan adalah faktor sosial. Faktor sosial memiliki mobilitas yang lebih tinggi, memiliki kemauan yang tidak tak terbatas dan kurang memperdulikan keterbatasan sumberdaya yang tersedia.

(32)

diindikasikan oleh semakin tingginya tingkat erosi pada wilayah hulu, sedimentasi pada badan sungai, pencemaran lahan dan air akibat dari aktivitas permukiman, perkebunan, pembukaan lahan, maupun wisata.

Wilayah Bogor - Puncak – Cianjur disamping lokasinya berdekatan dengan wilayah ibukota DKI Jakarta dan kota-kota sekitarnya, wilayah ini juga sudah berkembang sebagai kawasan wisata dan wilayah potensial untuk pengembangan produk pertanian lahan kering. Wilayah ini telah tumbuh dan berkembang secara meluas untuk pengembangan ekonomi pertanian berupa budidaya tanaman pangan, buah-buahan, sayuran maupun tanaman hias. Aktivitas-aktivitas ini menimbulkan permintaan lahan dan input produksi yang sangat tinggi dengan mempertimbangkan kesuburan tanah, kesesuaian iklim, intensitas pengolahan tanah, maupun pemilihan komoditas yang disesuaikan dengan permintaan pasar lokal maupun regional terutama dari Jakarta.

Pengembangan perkebunan teh di wilayah Puncak Bogor telah mengkonversikan lahan hutan dengan kriteria hutan lindung menjadi lahan perkebunan di masa lampau. Lahan berhutan dengan tingkat kelerengan rata-rata di atas 40% telah diubah menjadi lahan perkebunan. Lahan perkebunan teh ini merupakan catchment yang merupakan wilayah hulu bagi Sungai Ciliwung. Debit air sungai Ciliwung Hulu sangat dipengaruhi oleh aktivitas perkebunan ini. Perubahan lahan hutan alam menjadi lahan perkebunan dan kualitas tegakan kebun telah mendorong terjadinya variasi debit air yang tinggi antara musim hujan dengan musim kemarau.

(33)

Gunung Mas. Permintaan jasa lingkungan ini telah menuntut adanya penyediaan lahan baik untuk pemandangan yang indah, lahan untuk permukiman dan prasarana jasa wisata misalnya hotel, vila, homestay ataupun jenis-jenis penginapan lainnya. Kondisi ini telah memicu adanya permintaan lahan yang sangat tinggi dan mendorong terjadinya perpindahan kepemilikan lahan dari pemilik masyarakat lokal kepada masyarakat luar wilayah tersebut. Penguasaan lahan milik dan lahan garapan oleh masyarakat luar DAS telah mencapai 70-80%. Kondisi ini telah mendorong tingginya perubahan penggunaan lahan bervegetasi dengan penutupan tajuk yang baik berubah menjadi lahan terbangun permukiman / vila, prasaran jalan dan meluasnya lahan gontai (lahan tidur) di wilayah DAS Ciliwung Hulu ataupun menjadi lahan tidur (lahan gontai).

Fakta lama yang masih belum teratasi sampai saat ini adalah belum adanya kepastian pengelolaan atas penggarapan lahan illegal HGU maupun eks-HGU perkebunan oleh masyarakat. Penggarapan illegal lahan HGU dan eks-lahan HGU perkebunan secara defacto dalam penguasaan masyarakat lokal dan bahkan telah berpindah-pindah kepemilikan penggarapannya kepada masyarakat luar DAS. Lahan dengan status lahan garapan tersebut sampai saat ini memiliki tingkat alih penguasaan yang sangat tinggi. Dengan status lahan garapan tersebut, pihak pemilik lahan garapan telah mendirikan bangunan-bangunan semi permanen s/d permanen berupa vila, homestay maupun pembiaran lahan menjadi lahan tidur (lahan gontai).

(34)

Beberapa permasalahan tersebut telah mengurangi fungsi wilayah DAS Ciliwung Hulu sebagai pengatur hidrologi secara signifikan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya debit air pada musim hujan, dan sangat kecilnya debit air Sungai Ciliwung pada musim kemarau. Wilayah-wilayah resapan air telah berubah menjadi permukiman dan aktivitas yang dapat mengurangi fungsi peresapan air hujan. Beberapa kondisi tersebut telah diperparah dengan gagalnya upaya pengelolaan DAS oleh berbagai institusi pemerintah melalui upaya pengendalian pemanfaatan ruang. Aktivitas-aktivitas institusi pemerintah tersebut belum mampu mengendalikan perubahan penggunaan lahan. Wilayah Ciliwung Hulu yang sebagian besar dialokasikan sebagai kawasan lindung, kini telah banyak mengalami perubahan menjadi kawasan budidaya dan cenderung tidak terkendali perubahannya.

Beberapa fenomena tersebut diduga terjadi akibat dari lemahnya kelembagaan dalam pengelola DAS Ciliwung Hulu. Kelembagaan DAS ini menyangkut kelembagaan pemerintah, kelembagaan lokal, rendahnya kapasitas organisasi pemerintah, dan lemahnya kapasitas koordinasi organisasi pemerintah. Koordinasi antar organisasi pemerintah belum berjalan secara baik yang diakibatkan oleh perilaku egosektoral, egowilayah maupun perilaku dari masyarakat. Hubungan antar wilayah administratif pemerintahan juga belum optimal akibat adanya ego-wilayah otonom. Masing-masing pihak masih terkonsentrasi pada beban pengurusan otonomi daerah dengan menggali pemanfaatan sumberdaya alam di wilayahnya masing-masing secara maksimal kurang memperhatikan dampak negatif terhadap keberadaan dan kualitas sumberdaya alam dan bentang alam yang dieksploitasinya. Kelemahan kelembagan tersebut mengakibatkan lemahnya pengaturan terhadap kepemilikan lahan tidak jelas. Pengaturan kepemilikan lahan di DAS Ciliwung Hulu tidak jelas pengaturannya (arrangement of property right of land).

Beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana status keberlanjutan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu? 2. Bagaimana arena aksi lokal DAS Ciliwung Hulu saat ini?

3. Bagaimana menyusun desain pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu?

(35)

Gambar 1 Kerangka perumusan permasalahan penelitian pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu

Pengaturan property right of land tidak jelas

Pengelolaan DAS Ciliwung Hulu tidak berkelanjutan Kinerja DAS Ciliwung Hulu buruk :

- lahan kritis s/d sangat kritis semakin menyebar - karakteristik hidrologi buruk

- erosi dan sedimentasi tinggi - kualitas air semakin menurun

- banjir di wilayah tengah dan hilir pada musim hujan.

- kekurangan pasokan air pada musim kemarau. - kondisi ekonomi masyarakat petani miskin

Program Pemerintah Kurang Berhasil :

- Program RHL kurang berhasil - Kebijakan Penataan Ruang

tidak optimal

(implementasinya lemah) - Praktek Pengelolaan SD Air

kurang berkeadilan

DAS Ciliwung Hulu

Potensi DAS Ciliwung Hulu : - Penyedia kebutuhan hidup

masyarakat (bahan pangan, sandang, papan, air bersih, dll.)

- Penyedia Jasa Lingkungan (wisata-view alam pegunungan, suhu dingin, hidrologi, pengatur iklim, pengendali banjir, dll.)

Kerusakan DAS Ciliwung Hulu air, jasa wisata, dll)

(36)

1.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini mempelajari karakteristik sumberdaya alam dan lingkungan dan sumberdaya lokal dalam rangka pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu. Pembangunan di DAS Ciliwung Hulu diarahkan untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga fungsi utama wilayah hulu DAS sebagai kawasan penyangga ekosistem bagi wilayah tengah maupun wilayah hilir DAS. Kinerja pengelolaan berkelanjutan DAS hulu sangat menentukan dukungan dan keberhasilan pembangunan di wilayah tengah maupun wilayah hilir DAS.

Kinerja pengelolaan DAS Ciliwung Hulu ditunjukkan oleh pencapaian kinerja DAS dalam aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Kinerja pada aspek ekonomi ditunjukkan oleh tingkat perkembangan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat DAS Ciliwung Hulu. Pada aspek ekonomi, hubungan ekonomi dapat melampaui wilayah ekologi DAS, sehingga perkembangan pencapaian ekonomi DAS memiliki pengaruh maupun ketergantungan yang besar terhadap perkembangan ekonomi di luar wilayah DAS. Pencapaian kinerja sosial dapat dilihat dari tinggi atau rendahnya tingkat kemiskinan masyarakat, tingkat penggangguran maupun perpindahan matapencaharian masyarakat maupun tinggi rendahnya konflik atas sumberdaya di dalam DAS. Pencapaian aspek ekologi dapat dilihat dari tinggi rendahnya daya dukung biofisik wilayah terhadap perkembangan pada aspek sosial dan ekonomi maupun terjaganya kualitas maupun kuantitas bentang alam DAS.

(37)

maupun sistem bentang alam DAS sebagai sumberdaya stock. Sumberdaya ini sangat menentukan terhadap besar kecilnya produk yang dihasilkan dari dalam DAS untuk mendukung sistem pembangunan sehingga diperlukan analisis status keberlanjutan pengelolaan di dalam DAS. Hal ini ditujukan untuk melihat status pengelolaan DAS tersebut sudah mengarah atau belum kepada sistem pengelolaan berkelanjutan.

Kinerja rehabilitasi hutan dan lahan, kinerja penutupan dan penggunaan lahan serta kinerja ekonomi dan sosial di dalam DAS Ciliwung Hulu sangat ditentukan oleh kapasitas kelembagaan di wilayah tersebut. Kinerja ekonomi semakin tumbuh dan berkembang dengan berbasis pada kegiatan pertanian, rekreasi dan wisata alam, dan kegiatan jasa lainnya. Kinerja ekonomi berbasis jasa alam ini semakin membutuhkan ketersediaan lahan yang tinggi untuk penyediaan sarana prasarana penunjang, dan pada akhirnya dapat mengurangi kinerja ekologi DAS.

(38)

lokal telah menjalankan programnya sendiri dalam melakukan rehabilitasi hutan dan lahan secara terus menerus. Kapasitas poktan yang rendah dan dukungan dana yang terbatas mengakibatkan kinerja yang dimiliki kurang maksimal untuk mengatasi penurunan kualitas sumberdaya lahan dan lingkungan DAS Ciliwung Hulu. Kelembagaan pasar yang mampu menampung hasil-hasil budidaya pertanian diduga dapat mendorong masyarakat berperilaku lebih eksploitatif terhadap lahan. Kelembagaan pasar ini memberikan harapan kepada masyarakat dalam menampung output yang dihasilkan dari kegiatan budidaya pertanian maupun kegiatan penanaman pohon.

Keberhasilan upaya rehabilitasi hutan dan lahan serta semakin terkendalinya perubahan penggunaan lahan dari lahan terbuka (tanpa vegetasi) menjadi lahan bervegetasi diharapkan mampu meningkatkan kinerja ekologi DAS. Kondisi demikian semakin mendorong motivasi masyarakat lokal untuk mengatasi semakin menurunnya kualitas lingkungan di DAS Ciliwung Hulu. Organisasi poktan telah mampu mengubah sebagian perilaku masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam pengelolaan DAS. Perubahan perilaku masyarakat ini mampu melakukan rehabilitasi vegetatif dan konservasi sipil teknis tanpa tergantung pada program pemerintah maupun program dari luar kelompok masyarakat tersebut.

(39)

Kinerja Pengelolaan DAS Ciliwung Hulu

Manfaat Ekonomi Manfaat Sosial Manfaat Ekologi

Sistem Pengelolaan DAS Berkelanjutan

Kinerja RHL Kinerja ekonomi dan sosial

DAS Ciliwung Hulu Perubahan

Penggunaan Lahan

Aspek Kelembagaan

Institusi Pemerintah

Institusi lokal Institusi pasar, dll.

Perilaku dan pilihan strategi masyarakat DAS Ciliwung Hulu

feedback

Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu

Status Keberlanjutan

(40)

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melakukan analisis institusi lokal dan menyusun skenario pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis status keberlanjutan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. 2. Menganalisis arena aksi lokal DAS Ciliwung Hulu.

3. Memformulasikan pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu berkelanjutan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik terhadap pengembangan teori institusi maupun manfaat praktis dalam pengelolaan DAS.

Manfaat teoritis adalah :

a. Memperoleh status keberlanjutan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu.

b. Memberikan bentuk dan tingkat efektivitas institusi dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu.

c. Menemukan permasalahan kebijakan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. d. Menemukan faktor-faktor kunci dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. e. Mengembangkan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu.

Manfaat praktis pengelolaan DAS adalah menghasilkan kerangka skenario pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu.

1.6 Kebaruan (Novelty) Penelitian

(41)

penelitian-penelitian berkaitan dengan topik atau lokus penelitian pada DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Topik penelitian, metoda dan hasil penelitian terkait novelty No. Peneliti / Topik/

Organisasi

Metoda Hasil Penelitian

1 Hariyadi R. 1985. Studi Kualitas Air Ditinjau dari Pencemaran Bahan dan Anorganik pada DAS Ciliwung Bagian Hulu di atas Depok.

Analisis Kimia Kualitas Air Sungai Ciliwung

1. Kandungan BOD5 dipengaruhi oleh lahan pemukiman, kepadatan penduduk, dan sawah.

2. Kadar muatan padatan tersuspensi (MPT) dipengaruhi oleh lahan pemukiman, kepadatan penduduk, sawah, tegalan, dan lahan perkebunan. 3. Sungai Ciliwung Hulu belum tercemar

oleh bahan organik dan anorganik.

2 Janudianto. 2004

Analisis Perubahan Penutupan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum-Minimum Air di Sub DAS Ciliwung Hulu. Skripsi S1 IPB.

Analisis

Spasial dan Deskriptif.

Telah terjadi perubahan penggunaan / penutupan lahan pada DAS Ciliwung Hulu sehingga berpengaruh terhadap debit maksimum-minimum air sungai.

3 Karyana A. 2007.

1. Lembaga yang memiliki posisi

menentukan kurang mempertimbangkan peran lembaga

lain dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan terkait pengelolaan DAS.

2. Kebijakan pemerintah terkait pengelolaan DAS Ciliwung kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pengelolaan DAS.

3. Posisi lembaga (pemerintah) yang memiliki pengaruh besar dalam pengelolaan DAS Ciliwung tidak sesuai dengan perannya dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan pengelolaan DAS.

4. Koordinasi antar lembaga

(42)

No. Peneliti / Topik/ Organisasi

Metoda Hasil Penelitian

4 Marsusanti E. 2007

Telah terjadi perubahan penggunaan lahan pada semua tipe penggunaan lahan pada lokasi peneltian.

Surat pelepasan hak (SPH) yang dilakukan oleh pihak PT Perkebunan kepada masyarakat untuk digarap dapat melemahkan property right atas lahan.

5 Barnas H. 1988.

1. Peranserta masyarakat dipengaruhi oleh motivasi masyarakat, birokrasi penghijauan, dan lingkungan hidup. 2. Motivasi masyarakat berperanserta

dalam penghijauan ditentukan oleh tujuan ekonomi.

3. Pemahaman petani dapat mendorong motivasi.

4. Hambatan petani untuk swadaya penghjauan adalah keterbatasan modal untuk mengolah lahan kering dengan teknis RLKT, pengadaan bibit tanaman.

5. Pemimpin informal sangat berperan dalam penyebarluasan penghijauan (Studi Kasus di DAS Ciliwung Hulu Kab. Bogor), Disertasi IPB.

Analisis Spasial Kuantitatif.

1. Tingkat penddidikan petani di kawasan agroforestry DAS masih rendah karena tingkat pendapatan petani masih rendah.

2. Agroforestry akan sulit berkembang jika lahan yang diusahakan tidak didukung oleh status kepemilikan yang kuat bagi pengelola lahan. 3. Kurangnya sarana prasarana pasar

mengakibatkan belum memberikan keuntungan bersih yang lebih besar kepada petani.

4. Kebijakan dan kelembagaan pengelolaan agroforestry belum dirumuskan secara terkoordinasi, mencakup pemanfaatan lahan, konservasi, pengembanga kelompok tani, pengembangan institusi lokal, pemasaran, penelitian dan

pengembangan introduksi teknologi

(43)

No. Peneliti / Topik/ Organisasi

Metoda Hasil Penelitian

7 Rachman S. 1992.

Infiltration Under Different Land Use Types at the Upper Ciliwung Watershed of

Tipe penggunaan lahan berpengaruh nyata terhadap variabilitas tanah dan kondisi tanah. Variabilitas tanah mencakup porositas tanah sangat menentukan tingkat penyerapan dan konduktivitas hidrolika tanah. Tingginya persentasi penutupan lahan dan rendahnya aktivitas manusia dalam pengelolaan lahan hutan dapat meningkatkan serasah dan humus dan meningkatkan porositas tanah.

Penyebaran lokasi kawasan permukiman eksisting tidak terkendali. Hal ini memperlihatkan penyimpangan antara lokasi permukiman eksisting dengan permukiman berdasarkan RTRW dan kesesuaian lahan untuk permukiman. Indeks keberlanjutan permukiman DAS Ciliwung Hulu 41,16% atau kurang berkelanjutan. Indeks kurang keberlanjutan diperoleh dari dimensi ekologi (25,98%), kelembagaan (30,66%), dan sosial (38,15%), sedangkan dimensi teknologi dan dimensi ekonomi cukup berkelanjutan masing-masing 57,11% dan 62,50%.

9 Pramono AA. dan

Faktor yang berpengaruh nyata terhadap keberadaan hutan rakyat yaitu (1) pekerjaan utama non-tani, dan (2) kemiringan lahan. Pekerjaan utama non-tani akan cenderung membiarkan lahannya menjadi lahan kebun campuran (agroforestry), sedang lahan miring di lereng bukit atau tepi sungai karena kurang potensial untuk budidaya tanaman pertanian semusim sehingga dipertahankan sebagai hutan atau kebun campuran.

10 Pramono AA. Analisis Perubahan Nilai Ekonomi Lahan pada Konversi Hutan Rakyat di DAS Ciliwung Hulu.

Analisis Nilai

(44)

Novelty yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah :

1. Metoda analisis yang digunakan adalah analisis komprehensif multidimensi untuk membangun skenario pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu meliput i analisis deskriptif kualitatif, kuantitatif dan analisis sistem.

(45)

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topogafi berupa punggung bukit atau gunung, yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya ke danau atau laut secara alami (Anonim 2004b, Manan 1985). Sinukaban (2007), DAS adalah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan larut lainnya kedalam sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut. Pengertian ini memperhatikan fungsi DAS sebagai produsen air beserta sediman dan bahan terlarut lainnya sebagai indikasi kesehatan DAS. Pengertian lainnya, DAS suatu wilayah daratan tertentu yang merupakan satu kesatuan dengan sungai & anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Anonim 2004a, Anonim 2008c, Anonim 2009, Seyhan 1977). DAS memiliki keterkaitan hidrologi dimulai dari wilayah hulu hingga sampai ke wilayah pesisir laut yang masih terpengaruh oleh aktivitas hidrologi daratan. Dalam bahasa Inggris pengertian DAS sering diidentikkan dengan watershed, catchment area, atau river basin.

(46)

derajat interaksi antara jumlah dan jenis komponen penyusunannya. Sebagai ekosistem, DAS tersusun atas komponen utama biofisik spesifik meliputi jenis tanah, tataguna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Karakteristik biofisik tersebut mampu merespon curah hujan yang jatuh di wilayah DAS berupa pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran sungai (Asdak 2007). Manusia merupakan salah satu komponen yang paling penting dan komponen yang dinamis karena dalam menjalankan aktivitasnya seringkali mengakibatkan dampak terhadap satu maupun beberapa komponen lingkungan lainnya, sehingga mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan. Selama hubungan timbal-balik antar komponen ekosistem dalam keadaan seimbang, selama itu pula ekosistem berada dalam kondisi stabil dan selalu dalam kondisi keseimbangan yang dinamis. Sebaliknya, bila hubungan timbal balik antar komponen lingkungan mengalami gangguan, maka terjadilah gangguan ekologis sehingga mempengaruhi kestabilan ekosistem. Gangguan ini pada dasarnya adalah gangguan pada arus materi, energi, dan informasi antar komponen ekosistem yang tidak seimbang (Odum 1992). Dengan demikian maka ekosistem harus dilihat secara holistik, yaitu dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen kunci penyusun ekosistem, perilaku unsur pembentuk untuk menelaah interaksi antar komponen, serta produktivitas yang dihasilkan dari interaksi tersebut.

DAS merupakan sistem alami yang menjadi wadah berlangsungnya proses-proses fisik hidrologis maupun kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang kompleks. Salah satu elemen yang memiliki mobilitas yang tinggi dan mampu mempengaruhi eleman lainnya adalah unsur manusia. Manusia merupakan satu unsur yang dapat mengakibatkan perubahan kondisi hidrologis DAS yang mengarah kepada peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, percepatan degradasi lahan, maupun peran manusia sebagai pelaku perbaikan terhadap memburuknya kondisi fisik maupun fungsi dari ekosistem DAS (Ditjen RLPS 2009b).

(47)

atas wilayah sistem sederhana (dikotomis) dan sistem kompleks (non-dikotomis). Sistem sederhana adalah sistem yang bertumpu atas konsep ketergantungan atau keterkaitan antara dua bagian atau komponen wilayah. DAS termasuk kedalam ekosistem yang kompleks. DAS terdiri dari subsistem-subsistem yang saling berinteraksi. Tidak ada subsistem yang berdiri sendiri, pasti ada interaksi, keterkaitan dan ketergantungan antar susbsistem. DAS sebagai sistem kompleks memiliki jumlah / kelompok unsur penyusun serta struktur yang lebih rumit. Konsep wilayah sebagai sistem kompleks dapat dibagi atas wilayah sebagai (1) sistem ekologi, (2) sistem sosial, (3) sistem ekonomi atau gabungan atas dua atau lebih sistem. Secara geografis permukaan bumi termasuk DAS di dalamnya merupakan sistem ekologi yang terbagi atas beberapa bentuk ekosistem seperti ekosistem hutan, ekosistem lahan, ekosistem padang rumput, ekosistem laut dan sebagainya (Rustiadi et al. 2009).

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam Kajian Institusi

Ekosistem dalam bentuk fisik merupakan kesatuan bentang alam yang menyediakan produk dan jasa bagi manusia. Ekosistem menyediakan produk seperti makanan dan air serta jasa seperti pengaturan atau pengendalian banjir, kekeringan, dan penyakit, jasa pendukung seperti pembentukan tanah dan siklus hara, jasa kebudayaan seperti rekreasi, spiritual, keagamaan dan manfaat non-material lainnya (Bappenas dalam Kartodihardjo dan Jhamtani 2006).

(48)

berbagai bahan beracun, maupun kekayaan alam sebagai sumber pengetahuan serta hubungan sosial-budaya masyarakat dan lain-lain. SDA dalam bentuk stock mempunyai fungsi-fungsi yang berguna bagi publik dan fungsi-fungsi tersebut tidak dapat dibagi-bagikan kepada perseorangan dan tidak pula dapat dimiliki oleh perseorangan. Antar komponen di dalam DAS tersebut saling berinteraksi dan memiliki ketergantungan, mulai dari wilayah hulu sampai ke hilir, mulai dari puncak gunung hingga ke laut ( Kartodihardjo et al. 2004).

Memperhatikan karakteristik SDA tersebut, maka Kartodihardjo et al. (2004) dalam kajian institusi ini memberikan batasan pengertian bahwa DAS adalah sumberdaya alam stock dengan ragam kepemilikan (private, common, state property), berfungsi sebagai penghasil barang dan jasa, baik bagi individu dan atau kelompok masyarakat maupun bagi publik secara luas serta menyebabkan interdependensi antar pihak, individu dan / atau kelompok masyarakat. Definisi tersebut memberikan tiga pengertian sebagai berikut :

1. DAS sebagai suatu bentang alam, maka ia merupakan stock. Sebagai sumberdaya stock, juga dapat menghasilkan komoditas. Namun demikian bagi pihak pengelola, DAS tidak hanya tertuju kepada komoditas, tetapi justru kepada sumberdaya stock yang menghasilkan jasa.

2. Di dalam bentang alam DAS terdapat berbagai bentuk (ragam) kepemilikan yaitu hak individu, hak komunitas, hak negara serta berbagai turunannya seperti hak sewa, hak guna usaha dll. Perhatian pengelola DAS semestinya ditujukan terhadap jasa yang dihasilkan oleh DAS, dan sifat-sifat jasa tidak melekat pada sumber produksinya, maka sifat kepemilikannya tidak pernah cukup apabila hanya diklaim sebagai kepemilikan individu (ownership right). 3. Berkaitan dengan sifat kepemilikan tersebut (ownership right), adanya sifat

(49)

Setiap jenis komoditi yang diambil dari sumberdaya berupa stock akan mempengaruhi produktivitas jenis komoditi lain serta fungsi-fungsi sumberdaya alam secara keseluruhan. Bentang alam tidak dapat dibatasi oleh wilayah-wilayah administratif karena merupakan suatu wilayah dimana hubungan antara barang dan jasa dari sumberdaya alam memiliki keterkaitan yang sangat erat. Dalam kenyataannya suatu ekosistem dipecah-pecah ke dalam beberapa wilayah secara administratif, wilayah suku atau lembaga sosial dan budaya lokal, atau berdasarkan kepentingan politik tertentu. Ekosistem juga dibagi-bagi kedalam wilayah eksploitasi dibawah pengusahaan perusahaan swasta (Kartodihardjo dan Jhamtani 2006).

Pembangunan DAS merupakan satu komponen yang penting dalam pembangunan perdesaan dan strategi pengelolaan sumberdaya alam di beberapa negara. DAS merupakan satu jenis yang khusus dari common pool resource yang merupakan suatu areal yang ditentukan oleh keterkaitan hubungan hidrologi dimana pengelolaan yang optimal memerlukan koordinasi dalam penggunaan sumberdaya oleh semua pengguna. DAS merupakan suatu wilayah yang mengalirkan air menuju ke suatu titik umum, dan pembangunan watershed berupaya untuk mengelola hubungan hidrologi untuk mengoptimalkan kegunaan sumberdaya alam untuk konservasi, produktivitas, dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai hal ini diperlukan pengelolaan yang terkoordinasi dari berbagai sumberdaya mencakup watershed termasuk hutan, peternakan, lahan pertanian, air permukaan dan air bawah tanah, semuanya berkaitan melalui proses hidrologi (Kerr 2007).

Dalam kajian ini DAS adalah sumberdaya alam berupa stock dengan ragam kepemilikan (private, common, state property) yang memiliki sumber interdependensi antar komponen dan antar pelaku di atasnya berupa proses hidrologi dan dapat menghasilkan produk barang dan jasa bagi kesejahteraan manusia.

2.3 Daerah Aliran Sungai (DAS) Bagian Hulu

(50)

mengalir melalui satu outlet (satu aliran). Berdasarkan alur-alur/cabang sungai, DAS dibedakan menjadi (a) Sub DAS, yaitu cabang aliran sungai yang membentuk bagian wilayah DAS, dan (b) Sub-sub DAS, yaitu ranting sungai yang membentuk bagian dari sub-DAS. Berdasarkan wilayah pengelolaannya (WP), DAS dapat dibedakan menjadi tiga wilayah yaitu WPDAS Bagian Hulu, WPDAS Bagian Tengah, dan WP DAS Bagian Hilir. Semua aliran air dari hulu, tengah dan hilir, secara keseluruhan keluar melalui satu outlet dan bermuara di perairan laut (Waryono 2005).

Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS termasuk DAS bagian tengah maupun wilayah hilir, diantaranya perlindungan terhadap fungsi tata air yaitu memiliki keterkaitan biofisik berupa daur hidrologi. Kawasan hulu DAS berperan dalam penyimpanan air cadangan dalam tanah (water storage). Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di daerah hulu dapat menimbulkan dampak pada DAS bagian tengah dalam bentuk penurunan kapasitas simpanan air. Mempertimbangkan adanya keterkaitan ini maka bentuk satu sistem perencanaan dan evaluasi yang logis terhadap pelaksanaan program-program pengelolaan DAS. Pendekatan ekosistem dalam pengelolaan DAS merupakan alternatif dalam memahami dan mengusahakan terwujudnya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam yang berkelanjutan (Asdak 2007). Hubungan kondisi biofisik hulu dan hilir DAS disajikan pada Gambar 3.

(51)

Gambar 3 Hubungan biofisik antara wilayah hulu dan hilir DAS (Asdak 2007) Aktivitas perubahan tataguna lahan, dan pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air dan transpor sedimen serta material terlarut lainnya atau non-point pollution. Dengan keterkaitan hulu-hilir tersebut maka DAS dapat digunakan sebagai suatu unit perencanaan (Djakapermana 2009).

Proses hidrologi yang berlangsung di dalam ekosistem DAS merupakan dasar pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya air pada skala DAS. DAS sebagai ekosistem merupakan perwujudan interaksi antar unsur pembentuknya yang meliputi tanah, vegetasi, sungai, curah hujan, dan manusia yang dilengkapi dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam sistem hidrologi ini, peranan vegetasi sangat besar dalam pengendalian proses yang berlangsung di dalam DAS. Vegetasi berperanan penting sebagai peluang intervensi / campur tangan manusia terhadap fungsi DAS sebagai pengatur hidrologi. Vegetasi berperanan besar dalam pengendalian aliran air permukaan. DAS merupakan

Irigasi (-) Reboisasi

(hasil air +) (kualitas air +)

Cara bercocok tanam buruk Perumputan lebih

(produktivitas -) (erosi +) Deforestasi

Penebangan untuk kayu bakar (hasil air +)

Kapasitas simpan waduk (-) Listrik tenaga air (?)

(52)

suatu ekosistem, sehingga keluaran dari ekosistem DAS tersebut akan terlihat perubahannya bilamana input ke dalam proses yang ada pada ekosistem tersebut. Vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan laju penyimpanan air, yang berpengaruh terhadap permeabilitas permukaan dan porositas tanah. Fungsi ekosistem DAS yang dihasilkan dari interaksi antar komponen DAS disajikan pada Gambar 4.

Output = Debit, Muatan Sedimen Input : Curah Hujan

Vegetasi Tanah Sungai Manusia IPTEK

Pemahaman rejim property right yang mengatur pengelolaan sumberdaya di wilayah hulu adalah kunci untuk mengembangkan kebijakan lingkungan yang dapat mendukung kelestarian kehidupan dan matapencaharian masyarakat perdesaan dan mendorong layanan jasa lingkungan yang penting dalam menghadapi perubahan. Kasus di Inggeris, wilayah hulu merupakan wilayah penting untuk penyediaan jasa ekosistem berupa keanekaragaman hayati, rekreasi, dan penyimpanan karbon, penyediaan makanan, serat dan air sebagaimana pentingnya dengan perlindungan / pencegahan banjir. Lingkungan hulu adalah bagian utama bagi sistem kompleks dari property right regime. Wilayah hulu juga merupakan sumber utama layanan jasa ekosistem. Lebih dari 70% suplai air untuk aktivitas ekonomi dan sosial di wilayah hilir perdesaan dan perkotaan berasal dari wilayah hulu. Wilayah hulu juga memainkan peranan penting untuk

(53)

penyimpanan air guna mencegah banjir di wilayah hilirnya. Tanah gambut di wilayah hulu di Inggeris banyak menyimpan karbon 20 kali lebih banyak daripada seluruh hutan di Inggeris. Diperkirakan terdapat 400.000 ton karbon setiap tahunnya dapat disimpan pada tanah gambut dengan pengelolaan yang baik. Wilayah hulu merupakan faktor penting dalam kegiatan rekreasi dan industri pariwisata yang tidak dapat diabaikan perannya (Quinn et al. 2008).

Studi kasus dalam pengelolaan wilayah hulu berdasarkan property right di Inggeris tersebut, Quinn et al. (2008) menjelaskan bahwa terdapat 2 (dua) sumber potensial yang dapat mengakibatkan konflik sumberdaya di wilayah hulu yaitu : 1. Pertama, adanya perbedaan pemahaman tentang kepemilikan (property), yaitu

penguasa yang eksklusif (exclusive dominion) dan kepemilikan (property) sebagai satu berkas hak kepemilikan (bundle of right) sehingga dapat mengakibatkan konflik. Adanya legitimasi yang dinikmati oleh pemegang hak secara khusus yang memiliki hak dan menjalankan haknya. Beberapa pemilik lahan dan petani penyewa yang memiliki keterikatan sejarah di wilayah hulu merasa bahwa haknya telah berpindah atau berkurang secara tidak wajar akibat perubahan kebijakan pemerintah. (Hurley dalam Quinn et al. 2008). 2. Kedua, fakta menunjukkan bahwa perbedaan pemegang property right

Gambar

Gambar 1  Kerangka  perumusan permasalahan penelitian pengembangan kebijakan
Gambar 2     Kerangka   pemikiran   penelitian   pengembangan kebijakan
Tabel 1  Topik penelitian, metoda dan hasil penelitian terkait novelty
Gambar 3  Hubungan biofisik antara wilayah hulu dan hilir DAS (Asdak  2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari analisis di atas adalah tipe Difusi Penampungan (Relocation diffusion), yang merupakan proses yang sama dengan persebaran keruangan dimana informasi

Dengan pengembangan perangkat bertujuan dapat membantu pendidik untuk menjelaskan bahan ajar pada pelajaran pemrograman dasar, sehingga dapat menciptakan

DAFTAR NAMA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KABUPATEN SAROLANGUN DI LINGKUNGAN KANWIL KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAMBI.. SEMESTER

Berdasarkan Tabel 10, usaha perikanan mini purse seine, pancing tonda dan pancing ulur layak dilanjutkan di perairan Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara

Handadhari (2004) menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan akselerasi upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), maka mulai tahun 2003 Pemerintah mencanangkan

Sekalipun demikian hasil pengamatan Pusat Kebijakan Kehutanan (2011) mengindikasikan bahwa keuntungan terbesar pada usaha hutan rakyat berada pada para pemilik

Sekalipun demikian pada tahun 2007 Kementerian Kehutanan kembali mengungkapkan bahwa luas lahan kritis di Indonesia telah meningkat menjadi 77,8 juta ha diantaranya 51 juta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan jenis reaktan asam dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh dalam pemurnian eugenol dari minyak daun