INDUKSI TUNAS PISANG BARANGAN (
Musa acuminata
L.)
DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP BERDASARKAN
SUMBER EKSPLAN
TESIS
Oleh
HARDI YUDHA 127030024/BIO
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
INDUKSI TUNAS PISANG BARANGAN (
Musa acuminata
L.)
DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP BERDASARKAN
SUMBER EKSPLAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Biologi pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh
HARDI YUDHA 127030024/BIO
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGESAHAN
Judul Tesis : INDUKSI TUNAS PISANG BARANGAN (Musa acuminata L.) DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP BERDASARKAN SUMBER EKSPLAN.
Nama Mahasiswa : HARDI YUDHA Nomor Induk Mahasiswa : 127030024 Program Studi : Magister Biologi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Menyetujui Komisi Pembimbing
PERNYATAAN ORISINALITAS
INDUKSI TUNAS PISANG BARANGAN (
Musa acuminata
L.)
DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP BERDASARKAN
SUMBER EKSPLAN
TESIS
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah di jelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 29 Januari 2015
Telah diuji pada
Tanggal 29 Januari 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Suci Rahayu, M.Si Anggota : 1. Dr. Saleha Hannum, M.Si
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Hardi Yudha, S.Pd
Tempat dan Tanggal Lahir : Binjai, 28 September 1990
Alamat : Jl. Gaharu No. 153 Jati Makmur Binjai Utara-20746
Telepon/Hp : 081375436809
e-mail : yudha.hardi28@yahoo.co.id
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 020272 Tamat : 2002
SMP : SMP Negeri 1 Binjai Tamat : 2005
SMA : SMA Negeri 5 Binjai Tamat : 2008
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan ridho-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga hasil penelitian ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Penelitian ini berjudul “Induksi Tunas Pisang Barangan (Musa
acuminata L.) Dengan Pemberian NAA dan BAP Berdasarkan Sumber Eksplan”.
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Megister Sains Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Penulis berterima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&G, M.Sc (CTM), Sp, A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi
mahasiswa program magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi Pascasarjana Biologi Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed, beserta seluruh staf pengajar pada program studi Magister Biologi Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Suci Rahayu, M.Si selaku pembimbing utama dan Sekretaris Program Studi Pascasarjana Biologi yang dengan penuh perhatian telah memberikan motivasi dan bimbingan serta Ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si selaku komisi dosen pembimbing II yang telah banyak membantu, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini, sehingga hasil penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada komisi penguji Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc, dan Ibu Dra. Elimasni, M.Si yang telah banyak memberikan saran dan arahan dalam penulisan sehingga dapat menyempurnakan tesis ini.
melakukan penelitian dilaboratorium kultur jaringan. Kepada teman seperjuangan Destarius Zebua yang sama-sama melakukan penelitian di laboratorium kultur jaringan dan kepada teman-teman Lidya, Tyas, Tiwi, Nurul, Rosmidah yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
Kepada ayahanda B. Suhartoto, S.Pd dan Ibunda Sumarti, S.Pd (Almh) tercinta terima kasih karena telah memberikan motivasi penuh dan pengorbanan yang besar dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah Pascasarjana Magister Biologi. Terima kasih kepada abangda Hardimansyah
Putra, SP dan adinda Rizki Agustanto dan Julham Ramadhana.
Hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan walaupun penulis telah berusaha penuh dalam melakukan penyelesaian penelitian ini dengan baik, maka dari itu dimohonkan kritik dan saran dari para pembaca sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini menjadi lebih baik.
Penulis,
iii
INDUKSI TUNAS PISANG BARANGAN (
Musa acuminata
L.)
DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP BERDASARKAN
SUMBER EKSPLAN
ABSTRAK
Penelitian induksi tunas pisang barangan (Musa acuminata L.) dengan pemberian NAA dan BAP berdasarkan pada sumber eksplan yang telah dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber eksplan yang membentuk tunas dengan pemberian NAA dan BAP dan jumlah tunas yang terbentuk dengan pemberian NAA dan BAP berdasarkan sumber eksplan pisang barangan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktorial, yaitu faktor konsentrasi NAA (0 mg/l, 1.5 mg/l, 2.0 mg/l, 2.5 mg/l, 3.0 mg/l) dan faktor konsentrasi BAP (0 mg/l, 4 mg/l, 5 mg/l, 6 mg/l dan 7 mg/l) dengan sumber eksplan bagian apikal dan basal. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh, proliferasi kalus primer dari eksplan apikal 11 perlakuan yang terbentuk dengan waktu tercepat hari ke-25 dan dari eksplan basal 15 perlakuan yang terbentuk dengan waktu tercepat hari ke-20. Posisi eksplan terbaik yang membentukan tunas terdapat pada eksplan bagian basal dengan jumlah tunas yang terbentuk adalah 83. Pada perlakuan 1,5 mg/l NAA dan 5 mg/l BAP rata-rata jumlah tunas terbanyak 3,75, tinggi tunas 2,30 cm, dan waktu terbentuknya tunas pada hari ke-80. Pemberian NAA dan BAP pada eksplan basal memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan tunas.
BARANGAN BANANA (
Musa acuminata
L.) SHOOTS
INDUCTION BY APPLICATION OF NAA AND BAP BASED
ON THE SOURCES OF EXPLANTS
ABSTRACT
The study or barangan banana (Musa acuminata L.) shoot induction by application of NAA and BAP based on the source of explans that had been carried out in the system Culture Laboratory of the University of North Sumatra. This study aims to discover the source of explants forming shoots by application of NAA and BAP and the number of shoots formed by the application of NAA and BAP based sources of banana explants. The study uses a completely randomized design with two factorial, i.e. the concentration factor NAA (0 mg/l, 1.5 mg/l, 2.0 mg/l, 2.5 mg/l, and 3.0 mg/l) and concentration factor BAP (0 mg/l, 4 mg/l, 5 mg/l, 6 mg/l, and 7 mg/l) with the source explants apical and basal parts. Based on the results obtained, the primary callus proliferation of apical explants formed 11 treatments with the fastest time of the 25th day and 15 treatment of basal explants are formed with the fastest time of the 20th day. The best position that created the shoots explants contained in explant basal part by the number of shoot formed is 83. In the treatment of 1.5 mg/l NAA and 5 mg/l BAP average number of shoots most 3,75 and 2,30 cm tall shoots, the formation of the shoots is in the 80th day. The application of NAA and BAP on basal explants have a significant influence on the formation of the shoots.
v
2.2. Morfologi Pisang Barangan 6
2.3. Kultur Jaringan Pisang Barangan 6
2.4. Eksplan 7
3.4.1 Sterilisasi Alat dan Bahan 12
3.4.2 Pembuatan Media 13
3.4.3 Sterilisasi Eksplan 13
3.5. Parameter Pengamatan 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Proliferasi Kalus Primer Eksplan Bagian Apikal dan Basal 14 4.2. Waktu Terbentuknya Tunas pada Eksplan Basal 16 4.3. Jumlah Tunas yang terbentuk pada Eksplan Basal 18 4.4. Tinggi Tunas yang Terbentuk pada Eksplan Basal 20
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 23
5.1. Kesimpulan 23
5.2. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Halaman
4.1.1
4.3.1
Kalus Primer yang terbentuk dengan pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan BAP (A) Kalus Bagian Apikal, (B) Kalus Bagian Basal, (C) Eksplan yang tidak Membentuk Kalus
Organ Tunas yang Terbentuk Melalui Inisiasi Kalus. (A) Usia 12 Minggu; (B) Usia 13 Minggu; (C) Usia 14 Minggu; (D) Usia 15 Minggu
14
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel Judul Halaman
2.1.1
4.1.1
4.2.1
4.3.1
4.4.1
Kandungan Gizi Buah Pisang, Per 100 gram Bahan
Waktu Pembentukan Kalus Primer Eksplan Bagian Apikal dan Basal
Rata-Rata Waktu Terbentuknya Tunas pada Sumber Eksplan Bagian Basal
Rata –Rata Jumlah Tunas pada Sumber Eksplan Basal
Rata-Rata Tinggi Tunas pada Sumber Eksplan Bagian Basal
5
15
17
19
ix
Komposisi Media MS (Murashige & Skoog)
Data pengamatan saat terbentuknya organ pada bagian basal
Data Persentase Perlakuan ZPT NAA dan BAP terhadap jumlah tunas yang terbentuk.
Data pengaruh ZPT NAA dan BAP terhadap jumlah tunas yang terbentuk pada bagian basal
Data pengaruh ZPT NAA dan BAP terhadap tinggi tunas yang terbentuk (cm)
Data output SPSS waktu pembentukan tunas
Data output SPSS jumlah tunas yang terbentuk
Data Output SPSS tinggi tunas yang terbentuk
INDUKSI TUNAS PISANG BARANGAN (
Musa acuminata
L.)
DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP BERDASARKAN
SUMBER EKSPLAN
ABSTRAK
Penelitian induksi tunas pisang barangan (Musa acuminata L.) dengan pemberian NAA dan BAP berdasarkan pada sumber eksplan yang telah dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber eksplan yang membentuk tunas dengan pemberian NAA dan BAP dan jumlah tunas yang terbentuk dengan pemberian NAA dan BAP berdasarkan sumber eksplan pisang barangan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktorial, yaitu faktor konsentrasi NAA (0 mg/l, 1.5 mg/l, 2.0 mg/l, 2.5 mg/l, 3.0 mg/l) dan faktor konsentrasi BAP (0 mg/l, 4 mg/l, 5 mg/l, 6 mg/l dan 7 mg/l) dengan sumber eksplan bagian apikal dan basal. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh, proliferasi kalus primer dari eksplan apikal 11 perlakuan yang terbentuk dengan waktu tercepat hari ke-25 dan dari eksplan basal 15 perlakuan yang terbentuk dengan waktu tercepat hari ke-20. Posisi eksplan terbaik yang membentukan tunas terdapat pada eksplan bagian basal dengan jumlah tunas yang terbentuk adalah 83. Pada perlakuan 1,5 mg/l NAA dan 5 mg/l BAP rata-rata jumlah tunas terbanyak 3,75, tinggi tunas 2,30 cm, dan waktu terbentuknya tunas pada hari ke-80. Pemberian NAA dan BAP pada eksplan basal memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan tunas.
iv
BARANGAN BANANA (
Musa acuminata
L.) SHOOTS
INDUCTION BY APPLICATION OF NAA AND BAP BASED
ON THE SOURCES OF EXPLANTS
ABSTRACT
The study or barangan banana (Musa acuminata L.) shoot induction by application of NAA and BAP based on the source of explans that had been carried out in the system Culture Laboratory of the University of North Sumatra. This study aims to discover the source of explants forming shoots by application of NAA and BAP and the number of shoots formed by the application of NAA and BAP based sources of banana explants. The study uses a completely randomized design with two factorial, i.e. the concentration factor NAA (0 mg/l, 1.5 mg/l, 2.0 mg/l, 2.5 mg/l, and 3.0 mg/l) and concentration factor BAP (0 mg/l, 4 mg/l, 5 mg/l, 6 mg/l, and 7 mg/l) with the source explants apical and basal parts. Based on the results obtained, the primary callus proliferation of apical explants formed 11 treatments with the fastest time of the 25th day and 15 treatment of basal explants are formed with the fastest time of the 20th day. The best position that created the shoots explants contained in explant basal part by the number of shoot formed is 83. In the treatment of 1.5 mg/l NAA and 5 mg/l BAP average number of shoots most 3,75 and 2,30 cm tall shoots, the formation of the shoots is in the 80th day. The application of NAA and BAP on basal explants have a significant influence on the formation of the shoots.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pisang (Musa spp) termasuk kedalam famili Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara, penyebarannya telah menyeluruh di dunia. Manfaat pisang antara lain: buahnya dapat dikonsumsi, bonggolnya dapat diolah menjadi makanan, daunnya digunakan sebagai pembungkus dan pelepahnya sebagai bahan serat (Sitohang, 2005). Dari sekian banyak varietas pisang, pisang barangan (Musa
acuminata L.) termasuk yang sangat digemari oleh masyarakat karena memiliki
rasa yang manis, dan memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pisang lainnya (Sari, 2011). Oleh karena itu pisang barangan menjadi sangat komersial dikalangan masyarakat terutama masyarakat Sumatera Utara karena
kualitas pisang yang baik dan bermutu tinggi.
Permintaan bibit pisang barangan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar (Mohamed, 2007). Namun secara alami tanaman pisang hanya dapat menghasilkan 1-5 anakan selama satu tahun, sehingga untuk mendapatkan bibit dalam jumlah banyak diperlukan waktu yang lama (Nisa dan Rodinah, 2005). Selain itu, apabila digunakan anakan dari kebun sebagai bibit, maka ukuran anakan tidak seragam, sehingga tingkat kemasakan juga tidak bersamaan (Chavan et al., 2010).
Belakangan ini, teknologi kultur jaringan telah mendapatkan perhatian yang besar dan menjadi bidang ilmu yang sangat penting. Karena dengan teknik kultur jaringan dapat menghasilkan produk tanaman unggul yang seragam, bibit yang dihasilkan mempunyai ukuran yang sama, dan produksi buah yang dihasilkan bermutu tinggi (Beshir et al., 2012).
Teknik kultur jaringan dapat memproduksi bibit tanaman pisang barangan
(Musa acuminata L.) dalam jumlah banyak dan memiliki kualitas unggul yang
2
and Skoog (MS) merupakan media dasar yang telah banyak digunakan dalam
kultur jaringan pisang barangan dengan bahan berupa eksplan bonggol dan jantung pisang (Jafari et al., 2011).
Penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam media kultur jaringan, merupakan komponen penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tanaman (Rahayu et al., 2002). Dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin seperti Benzyl Aminopurine (BAP) umumnya dikenal untuk mengurangi dominansi meristem apikal dan menginduksi
pembentukan tunas adventif dari eksplan meristematik pisang (Bhosale et al., 2011). Auksin seperti Naphthalene Acetic Acid (NAA) berpengaruh terhadap perkembangan sel dan menginduksi pembentukan akar aksilar.
Menurut Sihotang (2005), jika dosis auksin lebih tinggi dari sitokinin akan terbentuk akar, sebaliknya jika dosis sitokinin lebih tinggi dari auksin maka akan terbentuk tunas. Muhammad et al., (2004) melaporkan bahwa subkultur ujung tunas pisang cavendish pada medium MS dengan konsentrasi BAP 5,0 mg/l menghasilkan tunas yang baik dengan rata-rata 124 tanaman dari setiap pucuk. Bhosale et al., (2011) melaporkan bahwa pemberian BAP 7 mg/l pada media MS dalam membentuk tunas pisang varietas Ardhapuri, Basrai dan Shirimanti rata-rata tunas yang terbentuk 4. Rahman (2004) melaporkan bahwa multiplikasi tunas dan akar pisang (Musa sapientum) pada medium MS dengan BAP 5,0 mg/l dan NAA 1,5 mg/l persentase hidup mencapai 91,67%. Nisa dan Rodinah (2005) melaporkan bahwa interaksi campuran NAA 0,4 mg/l + Kinetin 6 mg/l terhadap pertumbuhan pisang kepok, mauli dan raja pada medium MS dengan persentase hidup 87,5% dan persentase kontaminasi < 5%. Sihotang (2005) melaporkan bahwa kombinasi zat pengatur tumbuh (ZPT) NAA, IBA, BAP dan kinetin terhadap pertumbuhan tunas dan akar pisang barangan pada medium MS pada
konsentrasi IBA + NAA 1 mg/l dan BAP + kinetin 0,5 mg/l persentase pertumbuhan tunas dan akar 80% hidup.
3
seperti NAA dan BAP pada kultur jaringan. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian induksi tunas pisang barangan (Musa acuminata L.) dengan pemberian NAA dan BAP pada media MS (Murashige and Skoog) berdasarkan sumber eksplan.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah yang timbul dari pemaparan diatas bahwa permintaan akan bibit pisang barangan meningkat seiring dengan banyaknya petani-petani yang mulai
kesulitan dalam memproduksi bibit pisang barangan yang unggul dan berkualitas. Dikarenakan para petani masih menggunakan cara tradisional dalam memproduksi bibit, sehingga bibit yang dihasilkan lebih rentan dan hasil yang diperoleh tidak maksimal. Maka dari itu perlu dilakukan perbanyakan secara In
vitro dengan menggunakan teknik kultur jaringan sehingga memperoleh varietas
unggul yang seragam dan dapat diproduksi secara besar-besaran, sehingga dapat memenuhi kebutuhan para petani akan bibit pisang barangan.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk:
1. Mengetahui sumber eksplan pisang barangan yang membentuk tunas dengan pemberian NAA dan BAP.
2. Mengetahui jumlah tunas yang terbentuk dengan pemberian NAA dan BAP berdasarkan sumber eksplan pisang barangan.
3. Mengetahui pengaruh interaksi NAA dan BAP terhadap pembentukan tunas.
1.4. Hipotesis Penelitian
1. Sumber eksplan pisang barangan yang membentuk tunas dengan pemberian
NAA dan BAP terbentuk pada eksplan bagian basal.
2. Jumlah tunas terbanyak yang terbentuk melalui kultur pisang barangan dengan pemberian NAA dan BAP pada sumber eksplan basal.
4
1.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang induksi tunas kultur pisang barangan dengan pemberian NAA dan BAP berdasarkan sumber eksplan.
2. Memberikan informasi tentang sumber eksplan bonggol pisang barangan sebagai eksplan dalam regenerasi tunas tanaman pisang barangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pisang Barangan (Musa acuminata L.)
Pisang barangan merupakan salah satu tanaman buah yang mempunyai prospek yang cukup cerah, dimana setiap orang gemar mengkonsumsi buah
pisang barangan. Tanaman pisang barangan dapat hidup dengan baik di daerah yang mempunyai iklim tropis sampai ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut dan pada keadaan kering pun masih bisa hidup, ini hubungannya dengan batangnya yang mengandung air (Suhartanto et al., 2000).
Data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2012) menunjukkan produksi pisang barangan mengalami peningkatan mencapai angka 15.793 ton dengan luas areal 13.787 ha, atau produksinya/ha 11.46 kw/ha. Jika dibandingkan dengan produksi tahun 2010 yang hanya mencapai 7.043 ton dengan luas areal 6.311 ha, atau produksinya/ha 11.66 kw/ha.
Kandungan gizi buah pisang mengandung energi, protein, lemak, berbagai vitamin dan mineral, adapun komposisi zat gizi pisang per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2.1.1.
Tabel 2.1.1. Kandungan gizi buah pisang, per 100 gram bahan.
6
2.2. Morfologi Pisang Barangan
Batang pisang barangan berakar rimpang dan tidak mempunyai akar tunggang. Akar ini berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada dibagian bawah sampai kedalaman 75-150 cm. Sedangkan akar yang berada dibagian samping umbi batang tumbuh kesamping dan mendatar, panjangnya dapat mencapai 4-5 meter. Ada dua macam perakaran yaitu perakaran primer yaitu akar batang yang menempel pada bonggol batang, sedangkan perakaran sekunder yaitu akar tumbuh dari perakaran utama sepanjang 5 cm dari pangkal akar (Soesanto
dan Rahayuniati, 2009).
Bunga pisang berupa tongkol yang sering disebut jantung. Bunga ini muncul dari primodia yang terbentuk pada bonggolnya. Perkembangan primodia bunga memanjang keatas hingga menembus inti batang semu dan keluar inti batang semu. Bunga jantan dan bunga betina terjalin dalam satu rangkaian yang terdiri dari 5-20 bunga (Rahman et al., 2004). Rangkaian bunga ini nantinya membentuk buah, yang disebut satu sisir. Satu bunga jantung dapat pula terdiri dari 1-2 rangkaian bunga sehingga deretan sisirnya sangat panjang, misalnya pisang seribu (Gabeyehu, 2012).
Kulit buah pisang barangan kuning kemerahan dengan bintik- bintik coklat. Daging buah agak orange. Satu tandan terdiri dari 8-12 sisir. Dalam setiap sisir terdiri dari 12-20 buah (Ko et al., 2009). Bentuk, warna dan rasa buah digunakan untuk menentukan klon / jenis tanaman pisang. Adapun pembentukan buah pisang sesudah keluar, maka akan terbentuk sisir pertama, kemudian memanjang lagi dan terbentuk sisir kedua dan ketiga lalu seterusnya. Jantungnya perlu dipotong sebab sudah tidak bisa menghasilkan sisir lagi (Nisa dan Rodinah, 2005).
2.3. Kultur Jaringan Pisang Barangan
7
teknik kultur jaringan tanaman adalah kalus, sel, dan protoplas, sedangkan organ tanaman meliputi pucuk, bunga dan akar (Zulkarnain, 2009).
Sejauh ini penelitian tentang pisang sudah sampai tahap molekulernya menganalisis DNA planlet pisang. Berarti telah banyak peneliti-peneliti sebelumnya meneliti tentang pisang, terlebih lagi menggunakan teknik kultur jaringan untuk memperbanyak bibit dalam memenuhi kebutuhan sumber daya alam akan pisang (Mohammed, 2007).
Penelitian kultur pisang barangan sendiri masih belum sampai tahap
molekulernya, hanya sebatas organogenesis dan menghasilkan planlet yang dapat di aklimatisasikan sebagai bibit yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan petani akan bibit pisang barangan. Perbanyakan pisang barangan dengan kultur jaringan sendiri biasanya eksplan diambil dari jantung pisang dan bonggol pisang. Potensi kedepan untuk meneliti lebih jauh pisang barangan sangat baik dikarenakan sejauh ini yang meneliti tentang pisang barangan masih sedikit dan tingkatannya belum sampai pada molekulernya dalam menganalisis DNA planlet pisang barangan (Gobbok et al., 2004).
Teknik kultur jaringan sangat efektif dalam mengantisipasi berbaikan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai perubahan dalam metode konvensional. Perbanyakan tanaman pisang barangan secara konvensional sangat kurang efektif karena proses yang lama dan mendapat banyak kendala. Maka dari itu penggunaan teknik kultur jaringan sangat berpengaruh besar dalam produksi dan kualitas dari pisang barangan, sehingga teknik ini memungkinkan produksi yang cepat menghasilkan kultivar yang unggul bebas dari hama penyakit dan mempunyai potensi genetik yang baik (Marlin et al., 2012).
2.4. Eksplan
8
tersusun atas sel-sel yang selalu membelah. Maka, diharapkan dapat menghasilkan eksplan tanaman yang berkualitas (Perera et al., 2007).
Ukuran eksplan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan. Eksplan yang terlalu besar juga biasanya lebih rentan terhadap kontaminan. Sedangkan dengan ukuran yang terlalu kecil juga kurang efektif, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya menjadi lambat. Diperkirakan ukuran eksplan yang baik untuk varietas pisang barangan yakni 1-2 cm secara umum yang telah diteliti (Rianawati et al., 2009).
2.5. Media Kultur
Media kultur adalah salah satu faktor penentu dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro (Yusnita, 2003). Bahkan berbagai komposisi media kultur sudah dimodifikasi sesuai dengan nutrisi dan unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman baik itu unsur makro, unsur mikro, zat organik, dan substansi organik untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam masa penanaman (Harahap, 2011).
Medium untuk kultur jaringan tanaman dapat berbentuk medium padat dan medium cair. Medium padat digunakan dalam memproduksi kalus yang selanjutnya diinduksi membentuk tanaman yang utuh. Sedangkan medium cair biasanya digunakan dalam kultur sel. Medium yang digunakan mengandung lima komponen utama yaitu senyawa organik berupa karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh, dan suplemen organik (Yuwono, 2008).
Sebelum membuat media, maka terlebih dahulu ditentukan medium apa yang akan kita buat dan gunakan, kemudian jenis medium dengan komposisi unsur-unsur kimia yang digunakan dalam media tumbuh kultur jaringan. Biasanya media yang secara umum digunakan yakni medium MS, terdapat banyak lagi
9
2.6. Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, dan mempengaruhi pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh ada yang berasal dari tumbuhan itu sendiri (zat pengatur tumbuh endogen) yang bersifat alami dan ada juga yang berasal dari luar tumbuhan tersebut yang disebut sintetis (Harahap, 2011).
Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi
pertumbuhan dan diferensiasi sel. Tanpa zat pengatur tumbuh, pertumbuhan eksplan akan terhambat, bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali. Terdapat kisaran interaksi yang luas antara kelompok auksin dengan senyawa-senyawa kimia lainnya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu. Pada kondisi tertentu, auksin dapat bereaksi menyerupai sitokinin atau sebaliknya. Meskipun demikian, baik auksin maupun sitokinin, keduanya seringkali diberikan secara bersamaan pada medium kultur untuk menginduksi perakaran maupun pucuk tidak selalu sama. Terdapat keragaman yang tinggi antargenus, antarspesies, bahkan antar kultivar dalam hal jenis serta takaran auksin dan sitokinin yang dibutuhkan untuk menginduksi terjadinya morfogenesis (Zulkarnain, 2009).
2.6.1. NAA (Naphthalene acetic acid)
Zat pengatur tumbuh sangat penting dalam menginduksi akar aksila yakni NAA (Naphthalene acetic acid) merupakan zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan sintesa protein terhadap kenaikaan sintesa protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Nisa dan rodinah,
2005).
10
terhadap pertumbuhan akar pisang (Musa sapientum), persentase pertumbuhannya pada perlakuan NAA 1,5 mg/l berkisar 91,67%. Berarti efektivitas pertumbuhannya sangat meningkat. Gabeyehu (2012) melaporkan hasil penelitiannya bahwa dengan kombinasi BAP dan NAA pada tahap multiplikasi tunas pisang cv. Matoke dengan konsentrasi 5 mg/l BAP + 1.0 mg/l NAA poliferasi pembentukan tunas (1, 1,67, 1,75, dan 3,08) pada 10, 20, 30, dan 60 hari setelah masa induksi.
2.6.2. BAP (Benzyl Aminopurine)
Karakteristik yang berkaitan dengan sitokinin adalah perangsangan terhadap pembelahan sel pada kultur jaringan tanaman. Satu dari reaksi yang benar-benar dramatis terhadap sitokinin adalah pembentukan organ-organ yang terjadi di bawah kondisi yang tepat dalam berbagai kultur jaringan. Sitokinin berperan penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis (Harahap, 2011).
Benzyl Aminopurine (BAP) tergolong zat pengatur tumbuh dalam
kelompok sitokinin. BAP merupakan kelompok sitokinin yang mempunyai fungsi untuk pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap deferensiasi jaringan (Nisa dan Rodinah, 2005).
Penelitian Jafari et al., (2011) melaporkan bahwa efek BAP terhadap pertumbuhan tunas pisang dengan konsentrasi BAP 33 mg/l menghasilkan pertumbuhan yang abnormal dengan persentase pertumbuhan tunas mencapai 90%. Bhosale et al., (2011) melaporkan bahwa dengan multiplikasi tunas pisang varietas ardhapuri, basrai dan shirimanti pada medium MS dengan konsentrasi BAP yang berbeda-beda yaitu 3 mg/l, 5 mg/l, 7 mg/l, dan 9 mg/l, berpengaruh
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian dari bulan Mei sampai Oktober 2014.
3.2. Bahan dan Alat
Eksplan yang digunakan diambil dari bagian bonggol tanaman pisang barangan (Musa acuminata L.) yang berumur 3 bulan di perkebunan milik masyarakat di Binjai. Bahan kimia yang digunakan dalam komponen penyusun media MS (Murashige and Skoog) yakni zat pengatur tumbuh NAA (Naphthalene
acetic acid), BAP (Benzyl aminopurine), Agar, larutan HCL 0,1 N dan NaOH 0,1
N untuk memperoleh pH 5,8.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, laminar air flow (LAF), timbangan analitik, dan peralatan gelas termasuk botol kultur.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktorial, yakni:
A.Faktor konsentrasi pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) NAA N0 = 0 mg/l NAA
12
B.Faktor konsentrasi pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) BAP M0 = 0 mg/l BAP
M1 = 4 mg/l BAP M2 = 5 mg/l BAP M3 = 6 mg/l BAP M4 = 7 mg/l BAP
Jumlah perlakuan 50 kombinasi dengan sumber eksplan sebagai berikut:
Sumber
Jumlah seluruh unit perlakuan: 50 x 4 = 200 unit
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Sterilisasi Alat dan Bahan
13
3.4.2. Pembuatan Media
Media yang digunakan adalah Media MS (Murashige and Skoog) (lampiran 1) dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dalam konsentrasi yang sesuai perlakuan. Semua zat kimia pada media MS seperti hara makro, mikro, dan vitamin dilarutkan dengan komposisi yang sesuai dengan medium MS lalu ditambahkan zat pengatur tumbuh sesuai dengan yang diinginkan, kemudian diukur keasaman media pada pH 5,8. Lalu di simpan dalam ruang isolasi selama 2-3 hari sebelum digunakan.
3.4.3. Sterilisasi Eksplan
Eksplan dengan irisan berkisar 1-2 cm dibagi menjadi dua zona, kemudian dicuci dengan detergen lalu disiram dengan air bersih dan direndam selama 5 menit. Kemudian disterilisasi dengan alkohol 70% selama 5 menit dan clorox 2% selama 5 menit sambil dikocok. Lalu dibilas dengan aquades di Laminar air Flow (LAF) (Sihotang, 2005).
3.5. Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Proliferasi kalus primer eksplan apikal dan basal
Jumlah tunas yang terbentuk pada eksplan basal Waktu terbentuknya tunas pada eksplan basal Tinggi tunas yang terbentuk pada eksplan basal
3.6. Analisis Data
Data penelitian menggunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap)
dan dianalisis dengan software SPSS 17,0 program Analysis of Variance, sedangkan untuk menguji beda antar perlakuan dan apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka dilakukan dengan uji Duncan atau disebut dengan
14 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Proliferasi Kalus Primer Eksplan Bagian Apikal dan Basal
Kalus mulai terbentuk rata-rata pada hari ke-25 setelah penanaman, kalus
yang pertumbuhannya baik akan terus berkembang sampai membentuk organ. Terdapat sebagian yang pertumbuhan kalusnya sangat lambat dan ada eksplan yang sama sekali tidak membentuk kalus. Hal ini ditandai dengan adanya pencoklatan (browning) dan juga terjadi kontaminasi (Gambar 4.1.1).
A B C
Gambar 4.1.1. Kalus primer yang terbentuk dengan pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan BAP (A) Kalus Bagian Apikal, (B) Kalus Bagian Basal, (C) Eksplan yang Tidak Membentuk Kalus.
Eksplan yang berasal dari apikal membentuk kalus tercepat pada hari ke-25 dengan pemberian 1,5 mg/l NAA dan 4 mg/l BAP (N1M1), sedangkan yang
paling lambat membentuk kalus pada hari ke-31 dengan pemberian 3 mg/l dan 7
mg/l (N4M4). Eksplan yang berasal dari basal membentuk kalus tercepat pada hari
ke-20 dengan perlakuan 1,5 mg/l dan 5 mg/l (N1M2), sedangkan yang paling
lambat membentuk kalus pada hari ke-28 dengan pemberian 3 mg/l dan 6 mg/l (N4M3) setelah penanaman. Pembentukan kalus yang lebih cepat pada eksplan
15
memiliki sel-sel yang meristematik dibandingkan pada bagian apikal. Hal ini juga dapat terlihat pada persentase terbentuknya kalus pada eksplan yang berasal dari apikal (Tabel 4.1.1).
Tabel 4.1.1. Waktu pembentukan kalus primer eksplan bagian apikal dan basal
Sumber
Dari data diatas, kondisi kontrol pada perlakuan N0M0 pada bagian apikal
maupun basal sama sekali tidak membentuk kalus hanya pembesaran eksplan yang terjadi, hal ini disebabkan karena tidak adanya pemberian zat pengatur tumbuh sehingga hormon endogen pada tanaman tidak mampu merangsang pembentukan kalus (Fatmawati, 2008). Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan embriogenesis. Sumber eksplan bagian apikal yang membentuk kalus primer 11 perlakuan yakni (N4M0, N0M1, N1M1,
N2M1, N4M1, N0M2, N1M3, N2M3, N1M4, N2M4, N4M4) yang tidak membentuk 14
perlakuan. Sedangkan pada bagian basal terdapat 15 perlakuan yang terbentuk
yakni (N0M1, N1M1, N2M1, N3M1, N4M1, N1M2, N2M2, N3M2, N4M2, N1M3,
N3M3, N4M3, N0M4, N1M4, N4M4) yang tidak membentuk 10 perlakuan (Tabel
16
membentuk kalus primer dari pada bagian basal, hal ini dikarenakan bagian apikal meristematisnya lebih sedikit dibandingkan bagian basal.
Dari sumber eksplan bagian apikal dan bagian basal yang lebih berpotensi membentuk kalus embriogenesis dan selanjutnya membentuk tunas adalah pada sumber eksplan bagian basal saja dan bagian apikal tidak membentuk tunas sama sekali. Hal ini sejalan dengan penelitian Panggabean (2014) posisi eksplan terbaik untuk induksi kalus primer dari eksplan bunga betina kelapa sawit terdapat pada daerah basal dengan pemberian 66 mg/l 2,4 D.
4.2. Waktu Terbentuknya Tunas Pada Eksplan Basal
Dari data pengamatan waktu terbentuknya tunas, pada kondisi kontrol N0M0 konsentrasi 0 mg/l NAA dan 0 mg/l BAP tidak menunjukkan sama sekali
adanya pembentukan tunas. Hal ini terjadi karena hormon endogen yang terdapat pada tanaman tidak menginduksi dalam pembentukan tunas. Hal ini sama terlihat pada perlakuan N0 diinteraksikan dengan perlakuan M1, M2, M3, dan M4 tidak
menunjukkan tanda-tanda terbentuknya tunas. Sedangkan perlakuan N0
dikombinasikan dengan perlakuan M1 dan M4 menunjukkan pertumbuhan pada
hari ke-85 dan hari ke-100 setelah penanaman, hal ini terjadi karena zat pengatur tumbuh BAP berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas (Tabel 4.2.1). Inisiasi tunas asal eksplan bonggol pisang barangan pada eksplan basal dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh yang diberikan, pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan BAP memperlihatkan pertumbuhan yang baik dari berbagai konsentrasi kombinasi yang diberikan (Rainiyati et al., 2007). Pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro diatur oleh interaksi dan keseimbangan zat pengatur tumbuh pada media dan hormon endogen yang terdapat dalam eksplan. Gunawan (2000) mengungkapkan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) eksogen akan
17
Tabel 4.2.1.Rata-rata waktu terbentuknya tunas pada sumber eksplan bagian basal.
Konsentrasi
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p<0,05). * p<0,05; ts: tidak signifikan.
Waktu tercepat pembentukan tunas pada segmen basal dengan media MS
(Murashige and Skoog) dengan pemberian NAA dan BAP terjadi pada perlakuan
N1M2 (1,5 mg/l dan 5 mg/l) pada hari ke-80, sedangkan pada perlakuan N4M2
menunjukkan pertumbuhan tunas hari ke-84, perlakuan N1M1 menunjukkan
pertumbuhan tunas pada hari ke-85, perlakuan N4M4 menunjukkan pertumbuhan
tunas pada hari ke-86 (Tabel 4.2.1 dan Lampiran B).
Rata-rata waktu terbentuknya tunas dari sumber eksplan bagian basal dengan perlakuan N1 dengan kombinasi perlakuan M1, M2, M3, dan M4
menunjukkan waktu tercepat dalam pembentukan tunas dengan rata-rata 90,25 hari sedangkan pada perlakuan M2 dengan kombinasi N1, N2, N3, dan N4
18
4.3. Jumlah Tunas yang Terbentuk Pada Eksplan Basal
Kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP sangat mempengaruhi pembentukan tunas pada posisi segmen basal dengan 25 perlakuan 4 pengulangan diperoleh jumlah tunas yang terbentuk dari setiap eksplan yakni 83 tunas dari 100 eksplan yang ditanam, rata-rata terbentuk pada minggu ke-15 setelah inokulasi. Masing-masing tiap eksplan membentuk lebih dari satu tunas yakni 1 sampai 6 tunas tiap eksplan yang diinokulasi (Lampiran D). Dari seluruh eksplan yang ditanam tidak semua membentuk tunas, sebagaian hanya
membentuk kalus primer yang tidak dapat terdiferensiasi membentuk kalus embiogenik dan ada juga yang mati akibat kontaminasi (Gambar 4.3.1).
A B
C D
Gambar 4.3.1. Organ Tunas yang terbentuk melalui inisiasi kalus. (A) Usia 10 minggu; (B) usia 12 minggu; (C) usia 14 minggu (D) usia 15 minggu
Perlakuan M0 pada konsentrasi 0 mg/l tidak menunjukkan adanya
tanda-tanda terbentuknya tunas walaupun di kombinasikan dengan perlakuan N1, N2, N3,
dan N4, sama halnya pada perlakuan kontrol N0M0, ini dikarenakan pada keadaan
19
malah menghambat pembentukan tunas sehingga perlu perlakuan yang tepat agar pertumbuhan tunas tumbuh dengan baik. Perlakuan N0M1 rata-rata jumlah tunas
terbentuk 0,75 dan perlakuan N0M4 rata-rata jumlah tunas terbentuk 0,50 (Tabel
4.3.1).
Tabel 4.3.1. Rata-rata jumlah tunas pada sumber eksplan bagian basal.
Konsentrasi
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p < 0,05). * p < 0,05; ts: tidak signifikan. Notasi abc: interaksi konsentrasi NAA terhadap BAP; notasi xyz: interaksi konsentrasi BAP terhadap NAA.
Sejalan dengan waktu terbentuknya tunas, jumlah tunas terbanyak pada perlakuan N1M2 dengan konsentrasi 1,5 mg/l dan 5 mg/l dengan jumlah tunas
rata-rata 3,75. Sedangkan pada sumber eksplan bagian apikal tidak dilakukan pengambilan data dikarenakan tidak menunjukkan pembentukan tunas sama sekali. Berdasarkan hasil uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) perlakuan N2
memberikan pengaruh yang sama dengan perlakuan N1, N3, dan N4. Perlakuan N1
memberikan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan N0 dan N2, pada perlakuan
N0 menunjukkan pangaruh yang rendah dalam menginduksi pembentukan tunas,
sedangkan pada perlakuan N1 konsentrasi 1,5 mg/l memberikan pengaruh yang
paling baik terhadap pembentukan tunas (Lampiran G).
Perlakuan M1 memberikan pengaruh yang sama dengan perlakuan M2, M3,
dan M4. Pada perlakuan M2 memberikan pengaruh yang berbeda dengan
20
rendah dalam menginduksi pembentukan tunas, sedangkan pada perlakuan M2
konsentrasi 5 mg/l memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan tunas (Lampiran G). sejalan dengan penelitian Muhammad et al., (2007) pemberian ZPT BAP dengan konsentrasi 4.0 mg/l dengan IAA konsentrasi 1.0 mg/l memberikan pengaruh yang signifikan pada medium padat terhadap pembentukan organ tunas dan akar pisang varietas Basrai. Rainiyati et al., (2007) dengan pemberian IAA 0,1 mg/l dan BAP 4 mg/l membentuk tunas dan akar. Avivi dan Ikrarwati, (2004) dengan pemberian BAP 5 ppm menunjukkan
pertumbuhan tunas terbanyak.
4.4. Tinggi Tunas yang Terbentuk Pada Eksplan Basal
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh tinggi tunas yang terbentuk bervariasi, mulai dari yang terkecil 1 cm, 1,5 cm selanjutnya 2 cm dan yang paling tinggi 3 cm (Lampiran E). Adanya interaksi antara zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dengan beberapa konsentrasi tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas yang terbentuk. Ukuran tunas sangat bervariasi sehingga tidak seragam dalam pertumbuhannya, ini terjadi karena adanya pemberian tanpa zat pengatur tumbuh, lalu dengan satu zat pengatur tumbuh kemudian dengan kombinasi zat pengatur tumbuh. Kombinasi zat pengatur tumbuh yang sesuai dapat memacu kecepatan pertumbuhan tunas.
Perlakuan M0 dengan kombinasi perlakuan N0, N1, N2, N3, dan N4 tidak
tampak adanya tanda-tanda pembentukan tunas, ini disebabkan karena hormon eksogen auksin yang diberikan masih taraf konsentrasi rendah sehingga hormon tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk merangsang pembentukan tunas dan hormon endogen yang terdapat didalam tanaman tidak memacu dalam membentuk tunas (Tabel 4.4.1). Perlakuan N0 dengan kombinasi perlakuan M1 dan M4
memberikan pengaruh terhadap pembentukan tunas dengan tinggi rata-rata 0,50 dan 0,25. Sedangkan perlakuan N2 dengan perlakuan M3 dan M4 tidak
21
dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis dan aktivitas utama sitokinin adalah mendorong pembelahan sel dan menginduksi pembentukan tunas dan dalam konsentrasi tinggi akan menghambat inisiasi akar.
Tabel 4.4.1. Rata-rata tinggi tunas pada sumber eksplan bagian basal.
Konsentrasi
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p < 0,05). * p < 0,05; ts: tidak signifikan. Notasi abc: interaksi konsentrasi NAA terhadap BAP; notasi xyz: interaksi konsentrasi BAP terhadap NAA.
Sejalan dengan hasil penelitian waktu pembentukan tunas dan jumlah tunas, tinggi tunas terbaik terlihat pada perlakuan N1M2 dengan taraf konsentrasi
1,5 mg/l dan 5 mg/l dengan rata-rata tinggi unas 2,30 cm. Pada perlakuan M2
dikombinasikan dengan perlakuan N0, N1, N2, N3, dan N4 menunjukkan rata-rata
tinggi tunas 0,96 (Tabel 4.4.1 dan Lampiran E). Pada perlakuan N1
dikombinasikan dengan perlakuan M1, M2, M3, dan M4 menunjukkan rata-rata
tunas tertinggi 0,90. Berdasarkan hasil uji Duncan Multiple Range Test perlakuan N3 memberikan pengaruh yang sama dengan perlakuan N1, N2, dan N4 (Lampiran
H dan Tabel 4.4.1). Perlakuan N1 memberikan pengaruh yang berbeda dengan
perlakuan N0, pada perlakuan N0 0 mg/l menunjukkan pangaruh yang rendah
dalam menginduksi tinggi tunas, sedangkan pada perlakuan N1 1,5 mg/l
memberikan pengaruh yang paling baik terhadap tinggi tunas yang terbentuk. Perlakuan M1 memberikan pengaruh yang sama dengan perlakuan M2, M3,
22
perlakuan M0 dan M3, pada perlakuan M0 0 mg/l menunjukkan pengaruh yang
rendah dalam menginduksi tinggi tunas, sedangkan pada perlakuan M2 5 mg/l
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Sumber eksplan terbaik yang membentuk tunas terdapat pada eksplan basal. 2. Jumlah tunas terbentuk pada eksplan basal adalah 83 dengan rata-rata jumlah
tunas terbanyak 3,75 dan tinggi tunas terbaik rata-rata 2,30 cm dengan waktu tercepat pembentukan tunas pada hari ke-80 taraf konsentrasi 1,5 mg/l NAA dan 5 mg/l BAP (N1M2).
3. Zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh signifikan terhadap pembentukan tunas pisang barangan pada eksplan bagian basal.
5.2. Saran
Dalam hal ini dikemukakan saran untuk penelitian selanjutnya yakni: 1. Mencari konsentrasi ZPT BAP dan NAA yang tepat untuk melihat
pertumbuhan tunas maupun akar pada eksplan bagian apikal.
2. Melakukan perhitungan berat basa dan berat kering terhadap tunas pisang barangan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Avivi, S dan Ikrarwati. 2004. Mikropropagasi Pisang Abaca (Musa textillis Nee) Melalui Teknik Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian. Vol. 11(2): 27-34.
Bhosale, U.P., Dubhashi, S.V., Mali, N.S., Rathod, H.P. 2011. In vitro Shoot Multiplication in Different Species of Banana. Asian Journal of Plant Science and Research. 1 (3): 23-27.
Beshir, I., Sharbasy, S., Safwat, G., Diab, A. 2012. The Effect of Some Natural Materials in the Development of Shoot and Root of Banan (Musa spp.) Using Tissue Culture Technology.New York Science Journal. 5 (1).
Badan Pusat Tatistik Sumatera Utara. 2012. Pisang Barangan Sumatera Utara. BPS.sumutprov.go.id. Tanggal Akses: 20 Januari 2014.
Chavan, V.B., Arekar, C.D., Gaikwad, D.K. 2010. Field Performance of In vitro Propagated Banan Plants From 8 and 15 Subculture.Journal of Advanced Biotechnology and Research. Vol 1(2): 96-103.
Fatmawati, A. 2008. Kajian konsentrasi BAP dan 2,4-D Terhadap Induksi Kalus Tanaman Artemisia annua L. Secara in vitro. Thesis Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Gebeyehu, A. 2012. Effect of Different Combinations of 6-Benzyl Aminopurine and Naphthalene Acetic Acid On Multiple Shoot Proliferation Of Plantain
(Musa spp.) cv. Matoke from Meristem Derived Explants. African Journal
of Biotechnology. Vol 12 (7): 709-719.
Gunawan, L.W. 2000. Teknik Kultur Jaringan.Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor Indonesia.
Gobbok, H., and Pekmezci, M. 2004. In vitro Propagation of Some New Banana Types (Musa spp). Turk J Agric. 28: 355-361.
25
Jafari, N., Othman, R.Y., Khalid, N. 2011. Effect of Benzylaminopurine (BAP) Pulsing on In vitro Shoot Multiplication of Musa acuminata (Banana) cv. Berangan. African Journal of Biotechnology. Vol. 10 (13): 2446-2450.
Ko, W.H., Su, C.C., Chen, C.L., Chao, C.P. 2009. Control of Lethal Browning of Tissue Culture Plantlets of Cavendish Banan cv. Formosana With Ascorbic Acid. Plant Cell Tissue Culture. 96: 137-141.
Muhammad, A., Hussain, I., Naqvi, S., Rashid, H. 2004. Banana Plantlet Production Through Tissue Culture. Pak J. Bot. 36 (3): 617-620.
Mohamed, A.E. 2007. Morphological and Molecular Characterization of Some Banana Micro-propagated Variants. Journal of Agriculture and Biology. 09 (5): 707-714.
Muhammad, A., Rashid, H and Hussain, I. 2007. Proliferation-rate Effects of BAP and Kinetin on Banana (Musa spp. AAA Group) „Basrai‟. Hort Science. 42(5): 1253-1255.
Marlin., Yulian., Hermansyah. 2012. Inisiasi Kalus Embriogenik Pada kultur Jantung Pisang ”Curup” Dengan Pemberian Sukrosa, BAP dan 2,4 D. J. Agrivigor. 11 (2): 275-283.
Mulyanti, L. 2005. Pengembangan dan Budidaya Pisang. Gramedia pratama. Bandung Indonesia.
Nisa, C dan Rodinah. 2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang
(Musa paradisiaca L.) dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin.
Bioscientiae. Vol. 2 No. 2: 23-36.
Panggabean, N.H. 2014. Embriogenesis Somatik dari Bunga Betina Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.). Tesis. FMIPA. USU. Medan
Perera, P.P., Hocher, P., Verdeil, J.L., Doulbeau, S., Yakandawala, D.M.D., Weerakoom, L.K. 2007. Unfertilized ovary: a novel explant for coconut (Cocos nucifera L.) somatic embryogenesis. Plant cell Rep. 26: 21-28.
Rahman, M.Z., Nasiruddin, K.M., Amin, M.A., Islam, M.N. 2004. In vitro Response and Shoot Multiplication of Banana with BAP and NAA. Asian
26
Rianawati, S., Parwito, A., Marwoto, B., Kurniati, R., dan Suryanah. 2009. Embriogenesis Somatik dari Eksplan Daun Anggrek Phalaenopsis sp L. J. Agron. Indonesia. 37 (3): 240-248.
Rahayu, B., Solichatun, Anggarwulan, E. 2002. Pengaruh Asam 2,4 Diklorofenoksiasetat (2,4-D) Terhadap Pembentukan dan Pertumbuhan Kalus Serta Kandungan Flavonoid Kultur Kalus Acalypha indica L. FMIPA. UNS. Surakarta. Indonesia
Rainiyati., Martino, D., Gusniwati dan Jusminarni. 2007 Perkembangan Pisang Raja Nangka (Musa Sp.) Secara Kultur Jaringan dan Eksplan Anakan dan Meristem Bunga. Jurnal Agronomi. Vol 11(1): 35-40.
Sihotang, N. 2005. “Kultur Meristem” Pisang Barangan (Musa paradisiaca L.) Pada Media MS dengan Beberapa Komposisi Zat Pengatur Tumbuh NAA, IBA, BAP dan Kinetin. Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 3 No. 2: 19-25.
Suhartanto, M. R., Harti, H dan Haryadi, S. S. 2000. Program Pengembangan Pisang. Peningkatan Daya Saing Buah Nasional Melalui Riset Nasional.
Soesanto, L dan Rahayuniati, R.F. 2009. Pengimbasan Ketahanan Bibit Pisang Ambon Kuning Terhadap Penyakit Layu Fusarium Dengan Beberapa Jamur Antagonis. J. HPT Tropika. Vol. 9 No. 2: 130-140.
Sari, N.K. 2011. Pembentukan Tunas Adventif Pisang Barangan (Musa
acuminata L.) dengan Konsentrasi BAP dan Posisi Bonggol Eksplan
yang Berbeda Secara In Vitro. Skripsi Fakultas Pertanian. Medan USU.
Utami, E.S.W., Issirep, S., Taryono., Endang, S. 2007. Pengaruh α-Naphtalene acetic acid (NAA) Terhadap Embriogenesis Somatik Anggrek Bulan Phalaenopsis amabilis (L). BI. Biodiversitas. 8(4): 295-299.
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka: Jakarta.
Yuwono, T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Lampiran F. Data Output SPSS Waktu Terbentuknya Tunas Analisis Sidik Corrected Model 88568.040a 24 3690.335 2.840 .000
Intercept 90661.210 1 90661.210 69.770 .000
Corrected Total 186025.790 99
a. R Squared = 0,476 (Adjusted R Squared = 0,308)
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
Pengaruh ZPT NAA dengan Waktu Terbentuknya Tunas
Waktu Terbentuknya Tunas
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1299,437. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20,000. b. Alpha = 0,05.
Pengaruh ZPT BAP dengan Waktu Terbentuknya Tunas Waktu Terbentuknya Tunas
Benzyl
Aminopurine N
Subset
1 2 3
Duncana,,b 0 mg/l 20 .00
6 mg/l 20 23.90
7 mg/l 20 32.30 32.30
4 mg/l 20 42.20 42.20
5 mg/l 20 52.15
Sig. 1.000 .134 .104
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
Lampiran G. Data Output SPSS Jumlah Tunas yang Terbentuk Analisis Sidik Ragam Jumlah Tunas yang Terbentuk
Dependent Variable: Jumlah Tunas
Corrected Total 206.110 99
a. R Squared = 0,514 (Adjusted R Squared = 0,358)
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) Pengaruh ZPT NAA dengan Jumlah Tunas
Jumlah Tunas
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1,337. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20,000. b. Alpha = 0,05.
Pengaruh ZPT BAP dengan jumlah Tunas Jumlah Tunas
Benzyl
Aminopurine N
Subset
1 2 3
Duncana,,b 0 mg/l 20 .00
6 mg/l 20 .50 .50
7 mg/l 20 1.00 1.00
4 mg/l 20 1.15 1.15
5 mg/l 20 1.50
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
Lampiran H. Data Output SPSS Tinggi Tunas yang Terbentuk Analisis Sidik
Corrected Total 72.840 99
a. R Squared = 0,492 (Adjusted R Squared = 0,329)
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) Pengaruh ZPT NAA dengan Tinggi Tunas
Panjang Organ
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 0,493. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20,000. b. Alpha = 0,05.
Pengaruh ZPT BAP dengan Tinggi Tunas Panjang Organ
Benzyl
Aminopurine N
Subset
1 2 3
Duncana,,b 0 mg/l 20 .00
6 mg/l 20 .45
7 mg/l 20 .55 .55
4 mg/l 20 .75 .75
5 mg/l 20 .95
Sig. 1.000 .208 .092
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.