• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan biofilter untuk penghilangan NH3 dan H2S dengan menggunakan bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp di pabrik latek pekat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan biofilter untuk penghilangan NH3 dan H2S dengan menggunakan bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp di pabrik latek pekat"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN BIOFILTER UNTUK PENGHILANGAN

NH

3

DAN H

2

S DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI

Nitrosomonas sp DAN Thiobacillus sp

DI PABRIK LATEKS PEKAT

Oleh :

HAIMAN SAPUTRA F34102124

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Haiman Saputra (F34102124). Penerapan Biofilter Untuk Penghilangan NH3 dan

H2S Dengan Menggunakan Bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp di Pabrik

Lateks Pekat. Di bawah bimbingan Mohamad Yani.

RINGKASAN

Karet merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang sangat besar. Jumlah produksi karet Indonesia pada tahun 2004 mencapai 1.851 juta ton yang terdiri dari perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Karena jumlah produksi karet yang sangat besar, maka industri karet di Indonesia mengalami perkembangan seperti industri RSS (Ribbed smoked sheet), karet remah dan lateks pekat. Berkembangnya industri ini menghasilkan masalah baru yaitu pencemaran lingkungan. Salah satunya adalah pencemaran udara yang dihasilkan dari parik lateks pekat dimana lateks pekat ini membutuhkan amoniak yang cukup banyak dalam proses produksinya dan menghasilkan gas H2S dari limbah cair dan lump.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan teknik biofilter dalam mengatasi permasalahan emisi gas yang dikeluarkan dari pabrik lateks pekat. Tujuan khususnya adalah menentukan kapasitas penyerapan emisi gas pada masing-masing biofilter dan menentukan campuran bahan pengisi tambahan terhadap kinerja biofilter berdasarkan kemampuan menghilangkan emisi gas amoniak dan hidrogen sulfida.

Penelitian dilakukan pada biofilter skala pilot dengan bahan pengisinya campuran dari kompos, tanah dan bahan pengisi tambahan (4:2:1) yang terdiri dari sekam, potongan daun karet dan potongan kulit kayu karet, serta penambahan sludge yang merupakan variable perlakuan dalam penelitian ini. Perlakuan sebagai berikut : biofilter satu, ditambah sekam dan sludge; biofilter dua ditambah sekam; biofilter tiga ditambah serasah daun karet dan sludge; biofilter empat ditambah serasah daun karet; biofilter lima ditambah kulit kayu karet dan sludge; dan biofilter enam ditambah kulit kayu karet. Parameter yang diukur adalah inlet dan outlet gas amoniak (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) pada biofilter, setiap hari selama 30 hari. Kondisi

media yang diukur setiap minggu adalah pH, kadar air, total N, S, C, ion nitrat, ion amonium dan populasi bakteri.

Karakteristik bahan pengisi awal memiliki kadar air yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yaitu berkisar antara 47 - 62%. Nilai pH sangat baik yaitu berkisar 7 untuk semua biofilter. Sedangkan jumlah karbon dan nitrogen juga sangat cukup bagi mikroorganisme. Jumlah karbon dari berkisar antara 21 - 32%. Jumlah nitrogen berkisar antara 0.43 - 0.57%. Porositas pada masing-masing biofilter sangat baik yaitu diatas 80%.

(3)

2, 3, 4, 5 dan 6 berturut-turut berkisar nilai logaritma antara 4 – 9.85; 0 – 9.68; 5 – 9.68; 5 – 7.7; 5.3 – 8.15 dan 5 – 10.08 sel/g-contoh. Populasi bakteri Nitrosomonas sp dan heterotrof relatif baik karena selalu ada di setiap biofilter, sedangkan bakteri Thiobacillus sp kurang baik karena setiap biofilter pernah tidak terdeteksi pertumbuhannya.

Kinerja efisiensi penghilangan gas NH3 semua biofilter sangat baik yaitu diatas

98%. Efisiensi penghilangan H2S yang lebih baik yaitu pada biofilter 3 dan 6 yaitu

rata-rata diatas 97%. Emisi pabrik lateks pekat untuk amoniak dan hidrogen sulfida adalah berkisar antara 1 – 600 ppm dan 0.3 - 80 ppm. Kapasitas penghilangan gas amoniak berkisar antara 57.99 – 68.53 g-N/kg bahan/hari, kemudian kapasitas penghilangan hidrogen sulfida berkisar antara 19.86 – 21.82 g-S/kg bahan/hari. Campuran bahan pengisi dari setiap biofilter baik untuk penghilangan amoniak, sedangkan campuran bahan pengisi untuk penghilangan hirogen sulfida yang terbaik adalah kompos, tanah, sludge dan serasah daun karet.

(4)

PENERAPAN BIOFILTER UNTUK PENGHILANGAN

NH

3

DAN H

2

S DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI

Nitrosomonas sp DAN Thiobacillus sp

DI PABRIK LATEKS PEKAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HAIMAN SAPUTRA F34102124

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENERAPAN BIOFILTER UNTUK PENGHILANGAN

NH

3

DAN H

2

S DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI

Nitrosomonas sp DAN Thiobacillus sp

DI PABRIK LATEKS PEKAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HAIMAN SAPUTRA F341021324

Dilahirkan pada tanggal 22 November 1983

di Jakarta

Tanggal lulus : 12 Juni 2006

Menyetujui,

Bogor, 13 Juni 2006

(6)

BIODATA PENULIS

Haiman Saputra dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 November 1983

dari bapak Muhamad Hairullah dan ibu Mursida Dahlan. Putra kedua dari tiga

bersaudara ini menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Pagi

Bintaro tahun 1989-1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP 19 Jakarta

tahun 1995-1998 dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 6 Jakarta tahun

1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Teknologi

Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Pada bulan Juni 2006,

penulis dinyatakan lulus dari perguruan tinggi tersebut setelah menyelesaikan

tugas akhir yang berjudul “Penerapan Biofilter Untuk Penghilangan NH3 dan H2S

Dengan Menggunakan Bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp di Pabrik

Lateks Pekat”.

Selama kuliah, penulis mengikuti organisasi yang terdapat pada

Fakultas Teknologi Pertanian yaitu Forum Bina Islami Fateta (FBI-F). Penulis

diberikan kesempatan untuk melakukan praktikum lapang di PTP Nusantara VIII

Wangunreja, Subang tahun 2005.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur selalu terpanjat kepada Allah SWT yang telah

memberikan berbagai nikmatnya sehingga saya dapat menulis Skripsi ini. Skripsi

yang berjudul “Penerapan Biofilter Untuk Penghilangan NH3 dan H2S Dengan

Menggunakan Bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp di Pabrik Lateks

Pekat” dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan di PTPN VIII Wangunreja

Subang dan di Laboratorium Bioindustri, Departemen Teknologi Industri

Pertanian, Fateta, IPB.

Melalui skripsi ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng, sebagai dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan selama ini.

2. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, Msi dan Dr. Ono Suparno, STP. MT,

selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan dan kritik kepada

penulis.

3. Papa, ibu, abang Yaya serta adikku Nia yang selalu memberikan motivasi

dan doa.

4. Seluruh staf dan karyawan Departemen Teknologi Industri Pertanian atas

semua bantuannya selama ini.

5. Puji Rahmawati N yang telah memberikan bantuan dan dorongannya

selama penelitian.

6. Rekan-rekan TIN ’39 dan Gibol yang telah memberikan semangat serta

bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang seluasnya di

kemudian hari dan mendapatkan ridho Allah SWT.

Bogor, Juni 2006

(8)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I.PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan... 2

II.TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Lateks pekat... 3

B. Biofilter... 4

C. Bahan Pengisi... 6

D. Amoniak(NH3)... 8

E. Bakteri Pengoksidasi Amoniak (NH3)... 10

F. Hidrogen Sulfida(H2S)... 11

G. Bakteri Pengoksidasi Hidrogen Sulfida (H2S)... 13

H. Bakteri Heterotrof... 14

III.METODE PENELITIAN... 16

A. Bahan dan Alat... 16

B. Reaktor Biofilter... 16

C. Bahan Pengisi... 17

D. Penelitian Utama... 18

E. Analisa Data... 19

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN... 20

A. Gas Pencemar dan Karakteristik Bahan Pengisi... 20

B. Bioflter 1... 22

(9)

D. Bioflter 3... 36

E. Bioflter 4... 41

F. Bioflter 5... 47

G. Bioflter 6... 52

H. Kapasitas Penghilangan N dan S oleh Biofilter... 58

I. Total Penghilangan N dan S oleh Biofilter... 62

V.KESIMPULAN DAN SARAN... 65

A. Kesimpulan... 65

B. Saran... 65

DAFTAR PUSTAKA... 67

(10)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses pengolahan lateks pekat... . 4

Gambar 2. Transformasi nitrogen yang terjadi dalam biofilter... 9

Gambar 3. Nitrosomonas sp... 11

Gambar 4. Siklus sulfur secara biologi... 12

Gambar 5. Penyebaran bakteri nitrifikan pada biofilm... 15

Gambar 6. Model kolom biofilter... 17

Gambar 7. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter satu... 23

Gambar 8. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter satu... 26

Gambar 9. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter satu... 27

Gambar 10. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter dua... 30

Gambar 11. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter dua... 33

Gambar 12. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter dua... 35

Gambar 13. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter tiga... 37

Gambar 14. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter satu tiga... 39

Gambar 15. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter tiga... 41

Gambar 16. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter empat... 43

Gambar 17. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter empat... 44

Gambar 18. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter empat... 45

Gambar 19. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter lima... 48

Gambar 20. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter lima... 50

Gambar 21. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter lima... 51

Gambar 22. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter enam... 54

Gambar 23. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter enam... 55

Gambar 24 Kandungan beberapa unsur dalam biofilter enam... 57

Gambar 25. Kapasitas penghilangan N terhadap beban yangmasuk ke dalam ke enam biofilter... 59

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai ekspor karet Indonesia... 3

Tabel 2. Karakteristik bahan pengisi biofilter... 6

Tabel 3. Dampak amoniak... 8

Tabel 4. Bakteri-bakteri pengoksidasi amoniak dan nitrit... 10

Tabel 5. Dampak menghirup H2S... 14

Tabel 6. Bakteri pengoksidasi senyawa sulfur... 15

Tabel 7. Emisi yang terdapat pada pabrik karet... 20

Tabel 8. Karakteristik bahan yang digunakan... 21

Tabel 9. Total penghilangan H2S dan NH3... 62

Tabel 10. Kapasitas penyerapan beberapa polutan gas pada beberapa jenis bahan pengisi biofilter... 63

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1a. Kurva Standar NH3... 71

Lampiran 1b. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 1... 72

Lampiran 1c. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 2... 74

Lampiran 1d. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 3... 76

Lampiran 1e. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 4... 78

Lampiran 1f. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 5... 80

Lampiran 1g. Hasil pengamatan NH3 inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 6... 82

Lampiran 2a. Kurva standar H2S... 84

Lampiran 2b. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 1... 85

Lampiran 2c. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 2... 87

Lampiran 2d. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 3... 89

Lampiran 2e. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 4... 91

Lampiran 2f. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 5... 93

Lampiran 2g. Hasil pengamatan H2S inlet, outlet, beban dan

efisiensi pada biofilter 6... 95

Lampiran 3. Metode analisa penelitian... 97

(13)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tanaman karet masuk ke Indonesia pada abad ke-20 melalui Sumatra

dari Malaysia, kemudian ke Pulau Jawa dan Kalimantan. Tanaman karet

diusahakan baik oleh rakyat maupun oleh pihak perkebunan seperti PT

Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Wangunreja (Sadjad,1983). Meskipun

Indonesia memiliki wilayah cukup luas untuk tanaman karet, tetapi

produktivitasnya masih berada di bawah Thailand. Luas areal perkebunan

karet di Indonesia mencapai sekitar 3.3 juta hektar, 2.6 juta hektar di

antaranya lahan milik petani (80%) (SWO, 2005). Dengan luas lahan seperti

di atas, Indonesia memiliki nilai ekspor karet sebesar 1.369 juta ton (946 juta

dolar AS) untuk ekspor lateks segar dan 117.713 ton (250.446 juta dolar AS)

ton untuk ekspor lateks olahan. Meskipun Indonesia mampu mengekspor

karet, Indonesia juga mengimpor karet dalam jumlah kecil yaitu 330 ton (522

ribu dolar AS) untuk impor lateks segar dan 176 ton (607 ribu dolar AS) untuk

impor lateks olahan (Data dan Statistik Agribisnis, 2005).

Nilai ekspor Indonesia yang cukup besar menunjukkan bahwa industri

karet telah berkembang termasuk industri lateks pekat. Seiring kemajuan

industri karet mentah dan lateks pekat ini timbul permasalahan limbah dan

emisi gas yang dihasilkan dari pabrik. Dalam industri beberapa macam

pencemaran diantaranya limbah cair, padat, dan emisi gas berbau. Emisi Gas

pencemar (polutan) udara antara lain yaitu CO, CO2, SO2, N2O, NOx, H2S,

Hidrokarbon, dan lainnya (Manik, 2003). Emisi gas dihasilkan dari industri

lateks yang paling dominan adalah hidrogen sulfida dan amoniak.

Sumber emisi gas dari industri karet ini dapat dihasilkan dari berbagai

sumber dan kegiatan antara lain penyimpanan lump (gumpalan lateks yang

sudah membeku), proses oksidasi anaerob limbah cair, pemberian amoniak

cair dan gas pada pembuatan lateks pekat. Penyimpanan lump selama

berhari-hari akan menimbulkan bau yang tidak enak. Bau dari lump ini tercium

sepanjang hari pada pabrik karet. Sedangkan bau amoniak tercium pada saat

(14)

2 pelepasan atau kebocoran pada tabung gas amoniak atau pada tangki

penyimpanan lateks pekat. Penghilangan emisi dengan biofilter pada gudang

lump telah dilakukan melalui oleh Indriasari (2005), sedangkan penghilangan

emisi di pabrik lateks pekat akan dilakukan dalam penelitian ini. Pada kedua

tempat ini memiliki emisi yang masih dibahwah baku mutu.

Berbagai cara telah diusahakan untuk mengurangi emisi pada pabrik

diantaranya dengan menyemprotkan cairan penghilang bau pada tumpukan

lump. Sedangkan pada lateks pekat untuk mengurangi emisi digunakan blower

(Saputra, 2005). Pengendalian pencemaran udara (bau) dapat menggunakan

proses biologi yaitu biofilter yang memiliki biaya relatif lebih murah

(Raghuvanshi dan Babu, 2004). Biofilter telah banyak digunakan (populer) di

negara-negara maju (Belanda, Jerman, Amerika, dan Jepang) karena efektif

untuk mengolah gas-gas buangan industri dengan volume yang besar namun

konsentrasi polutan yang rendah. Selain itu, dibandingkan dengan metode

fisik-kimia, biaya investasi dan operasionalnya rendah, stabil pada

penggunaan dalam waktu yang relatif lama dan memiliki daya penguraian

atau pengolahan yang tinggi (Andrew and Noah, 1995).

B. TUJUAN

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan

teknik biofilter dalam mengatasi permasalahan emisi gas yang di keluarkan

dari pabrik lateks pekat

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan kapasitas penyerapan emisi gas pada masing-masing biofilter

pada pabrik lateks pekat

2. Menentukan campuran bahan pengisi tambahan terhadap kinerja biofilter

berdasarkan kemampuan menghilangkan emisi gas dari pabrik lateks

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. LATEKS PEKAT

Karet merupakan salah satu hasil perkebunan yang cukup besar di

Indonesia. Pada tahun 2003 produksi karet alam Indonesia mencapai 1.6 juta

ton, dan merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah

Thailand yang produksi karet alamnya mencapai 2.3 juta ton (Pusat Peneliti

Karet, 2003), sedangkan jumlah produksi lateks cukup besar seperti pada

PTPN II sebesar 2 224 ton/hari. Jumlah produksi karet Indonesia tahun

2000–2004 dari perkebunan besar dan perkebunan rakyat diperlihatkan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah produksi karet Indonesia

Penghasil Jumlah produksi (1000 ton)

2000 2001 2002 2003 2004

Perkebunan Besar 375.7 397.7 403.4 405.4 409.5

Perkebunan Rakyat 1125.2 1723.3 1226.6 1386.6 1441.5 Sumber : BPS (2005)

Salah satu komoditas karet adalah lateks pekat yang biasa

digunakan untuk pembuatan produk karet busa, sarung tangan, kondom dan

lainnya. Untuk menghasilkan lateks pekat yang bermutu tinggi maka

diperlukan lateks segar yang baik. Lateks segar perlu diawetkan dengan cara

penambahan bahan pengawet (anti koagulan). Bahan pengawet yang sering

digunakan adalah amoniak (Goutara et al., 1985). Menurut Saputra (2005),

apabila kadar amoniak dari setiap tangki penerima lebih rendah dari yang

ditetapkan, penambahan amoniak perlu dilakukan secepatnya sampai kadar

yang dikehendaki 70%. Proses pengolahan lateks pekat diperlihatkan pada

(16)

4

Tidak harus dilakukan

Bagian proses produksi

Gambar 1. Proses pengolahan lateks pekat (Suwardin, 1989).

B. BIOFILTER

Penghilangan gas secara fisik-kimia memiliki keterbatasan bila bahan

penyerap gas (adsorban) jenuh maka harus diganti. Zat penyerap yang telah

jenuh sering kali sulit untuk diregenerasikan, sehingga tidak dapat digunakan

lagi. Kelemahan ini dapat diatasi dengan aktivitas mikroba. Menurut

Ottenggraf (1986), metode biologi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu

bioscrubber, biotrickling filter, dan biofilter. Tempat pengumpulan hasil

Tangki penerima

Mesin pemusing Amoniak atau

pengawet sekunder

Pengolahan lateks skim

Tangki penyimpan Tangki pencampur

Pengolahan karet skim Lateks kebun

Amoniak

Lateks pekat Karet skim

Skim

(17)

Biofilter adalah teknologi yang relatif baru digunakan dalam

menangani gas terkontaminasi dengan degradasi senyawa secara biologi

(Hodge, 1993). Teknologi biofilter memanfaatkan mikroorganisme untuk

mendegradasi secara biologi senyawa organik yang mudah menguap (VOC)

dan gas pencemar (Raghuvanshi dan Babu, 2004). Desain biofilter didasarkan

pada tingkat aliran volume, spesifikasi zat pencemar dan konsentrasi,

karakteristik media, ukuran biofilter, pengendalian kelembaban, perawatan,

dan biaya (Schmidt et al., 2004)

Menurut Devinny et al. (1999), terdapat keuntungan dan kerugian dari

penggunaan biofilter ini. Keuntungan biofilter :

™ Biaya operasional dan modal yang sedikit. ™ Penghilangan efektif untuk senyawa. ™ Pressure drop rendah.

™ Tidak ada produk limbah lebih lanjut.

Kerugian biofilter :

™ Keadaan medium yang mungkin memburuk. ™ Kurang cocok untuk konsentrasi tinggi. ™ pH dan kelembaban sulit untuk di kontrol. ™ Partikel mungkin bisa menyumbat medium.

Elemen kunci dalam penghilangan kontaminan gas adalah biofilm

(Devinny et al., 1999). Mekanisme pembentukan biofilm menurut Schmidt et

al. (2004), yaitu udara berbau disedot oleh kipas dari bangunan dan

didistribusikan secara menyeluruh ke media biofilter. Mikroorganisme

melekat pada media organik membentuk biofilm. Di dalam biofilm,

mikroorganisme mengoksidasi gas yang dapat dibiodegradasi menjadi CO2,

H2O, garam mineral, dan biomassa.

Secara umum biofilter konvensional menangani kontaminan pada

konsentrasi antara 10-3 sampai 10 g per m3. Pada kisaran konsentrasi ini memungkinkan biofilm mendegradasi secara efisien (Devinny et al., 1999).

Sedangkan menurut Vanotti (1999), dibutuhkan penyesuaian selama enam

minggu untuk mengembangkan fungsi biofilm nitrifikasi di permukaan media

(18)

6

C. BAHAN PENGISI

Dalam memilih media biofilter ada beberapa kriteria yang harus

dipenuhi diantaranya kandungan nutrien anorganik, kandungan organik, kimia

dan aditif, kadar air, pH, porositas, karakteristik penyerapan, tambahan

bakteri, peralatan mekanik, bau dari bahan pengepak, biaya pengepakan dan

umur hidup, pembuangan pengepak (Devinny et al., 1999). Sedangkan

menurut Hirai et al. (2001), syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam

pemilihan bahan pengisi untuk biofilter antara lain mempunyai kapasitas

penyangga air yang tinggi, mempunyai tingkat porositas yang tinggi,

mempunyai daya memadat yang rendah, tidak mengalami penurunan kinerja

walaupun kadar air menurun, tidak berubah dalam jangka panjang, ringan,

murah, mampu menyerap gas penyebab bau, dan mempunyai kapasitas

penyangga tinggi terhadap produk akhir yang bersifat asam.

Berbagai material digunakan sebagai bahan pengisi biofilter dengan

berbagai tingkatan efektifitas, antara lain kompos, potongan kayu, kulit kayu,

gambut, tanah dan campuran pasir, carbon aktif, batu lahar, dan organik

sintetik (Boswell, 2004). Menurut Schmidt et al. (2004) untuk

mengoperasikan biofilter yang efektif, lingkungan media harus baik untuk

pertumbuhan mikroba dan menjaga agar porositas tetap tinggi untuk

memudahkan penyediaan aliran udara.

Tabel 2. Karakteristik bahan pengisi Biofilter

Sumber : (Schmidt et al., 2004) Material Porositas Kapasitas

kelembaban

kompos Rata-rata baik baik baik

Kepingan kayu

Baik Rata-rata Rata-rata Rata-rata Penambahan

(19)

a. Kompos

Ketika kompos sebagai fasilitas biofilter didisain dan dioperasikan

secara tepat, kompos dapat menghilangkan lebih dari 90% senyawa berbau

(Spencer, 2003). Hal ini dikarenakan kompos memiliki karakter seperti pH

netral, kandungan organik yang baik, dan menyimpan air dengan baik

(Devinny, 1999).

Biofilter menggunakan beberapa tipe biomasa organik atau kompos

sebagai substrat dan media atau ”bed” untuk mendukung dan pertumbuhan

biofilm mikroba yang akhirnya dapat menyelesaikan degradasi senyawa

yang ditargetkan (Boswell, 2004).

b. Tanah

Tanah dapat digunakan sebagai bahan pengisi pada biofilter

sebab sangat murah, sangat mudah didapat, tersedia dalam jumlah yang

melimpah, serta mengandung populasi mikroba yang tinggi (Devinny et

al., 1999). Selain itu, tanah juga memiliki bahan organik yang

merupakan sumber tenaga yang utama untuk mikroorganisme dalam

tanah. Tidak adanya bahan organik akan membuat aktivitas biokimia

terhenti (Buckman dan Brady, 1982).

Kadar dan komposisi udara dalam tanah sebagian besar

ditentukan oleh hubungan tanah dan air. Udara tanah yang terdiri dari

campuran gas bergerak menuju ke pori-pori yang belum diduduki air.

Jika diberi air, yang mula-mula diisi air adalah pori besar lalu

pori-pori sedang (Buckman dan Brady, 1982). Tanah secara alamiah bersifat

hidrofilik dan tidak sulit untuk merehidrasi dibandingkan kompos atau

gambut dalam rangka pengeringan yang kurang hati-hati (Devinny et al,

1999).

c. Bahan Pengisi Tambahan

Bahan pengisi tambahan yang ditambahkan dalam media biofilter

berfungsi untuk meningkatkan porositas campuran kompos dan tanah

(20)

8 kulit kayu karet, dan serasah daun karet dipilih dengan alasan

kemudahannya dalam memperoleh bahan tersebut. Selain itu, menurut

Buckman dan Brady (1982), bahwa bahan tambahan ini bisa menjadi

sumber bahan organik bagi mikroorganisme karena jaringan asli seperti

sisa akar, bagian atas dari tumbuhan seperti daun dan kulit batang

menjadi sasaran penyerangan hebat oleh organisme tanah. Hasil

penguraian ini lebih kokoh dan seperti agar-agar yang dibentuk oleh

mikroorganisme dan dirubah dari jaringan tumbuhan asli menjadi

humus.

D. AMONIAK (NH3)

Amoniak adalah senyawa dari nitrogen dan hidrogen dengan formula

NH3. Pada suhu dan tekanan standar amoniak berbentuk gas. Amoniak bersifat

toksik, dan korosif untuk beberapa bahan, dan memiliki bau tajam. Amoniak

adalah gas tidak berwarna dengan karakteristik bau menyengat. Amoniak

mudah dicairkan, menjadi uap cair pada suhu -33,7oC dan menjadi solid pada suhu-75oC berupa masa kristal putih (Wikipedia, 2002).

Tabel 3. Dampak amoniak

Konsentrasi dari berat molaritas klasifikasi

5-10% 2,87 - 5,62 mol/L Iritasi

10-25% 5,62 - 13,29 mol/L Korosif

>25% >13,29 mol/L Berbahaya bagi

lingkungan

Sumber : Wikipedia (2002).

Menurut Solichin (1988), dalam industri lateks pekat amoniak

digunakan sebagai bahan anti pembeku yaitu bahan yang digunakan untuk

mencegah terjadinya prakoagulasi lateks di kebun dan selama perjalanan ke

tempat pengolahan. Amoniak digunakan oleh industri karet dengan

(21)

™ Mudah didapat di toko-toko bahan kimia, obat dan alat pertanian.

™ Harganya cukup murah dibandingkan dengan bahan anti pembeku

lainnya.

™ Tidak menimbulkan pengaruh sampingan terhadap mutu produk akhir

karena mudah dihilangkan dari lateks.

™ Bisa digunakan hampir semua jenis produk karet, kecuali jenis crepe

saja.

™ Untuk pengawetan jangka panjang bisa dicampurkan dengan bahan

pengawet sekunder.

(22)

10

E. BAKTERI PENGOKSIDASI AMONIAK (NH3)

Peningkatan konsentrasi amoniak di atmosfer berasal dari aktivitas

mikroba, industri amoniak, pengelolaan limbah, dan pengelolaan batubara

(Manik, 2003). Keadaan lingkungan yang aerobik akan menyebabkan

terjadinya proses oksidasi amoniak menjadi nitrit (NO2 -) dan selanjutnya

dioksidasi menjadi nitrat (NO3-). Organisme yang melaksanakan nitrifikasi

diantaranya Nitrosomonas sp yang mengubah amoniak menjadi nitrit.

Organisme yang mengubah nitrit menjadi nitrat adalah Nitrobacter

(Wikipedia, 2005). Menurut Schlegel dan Schmidt (1994) Nitrifikan

(penitrifikasi) adalah bakteri gram-negatif yang disatukan dalam keluarga

Nitrobacteraceae. Bakteri Nitrosomonas sp merupakan bakteri

kemolitrotropik yang menggunakan CO2 sebagai sumber karbon di dalam

sintesa biomassanya.

Tabel 4. Bakteri-bakteri pengoksidasi amoniak dan nitrit

Pengoksidasi amoniak Pengoksidasi nitrit

Nitrosomonas europaea Nitrobacter winogradsky

Nitrosococcus oceanus Nitrobacter agilis

Nitrosapira briensis Nitrospina gracilis

Nitrosolobus multiformis Nitrococcus mobilis

Sumber : Schlegel dan Schmidt (1994).

Menurut Buckman dan Brady (1982) perubahan enzimatik pada

proses nitrifikasi disajikan sebagai berikut:

2NH4+ + 3O2 2NO2- + 2H2O + 4H + energi

2NO2- + O2 2NO3- + energi

Menurut Broadbent dan Tyler (1957) di dalam Buckman dan Brady

(23)

nitrifikasi pada kecepatan yang sangat cepat. Kecepatan harian terdapat dari 6

sampai 22 pon nitrogen per 2 juta pon tanah, kalau 100 pon nitrogen dalam

bentuk amonium ditambahkan, kecepatan jauh lebih tinggi.

Nitrosomonas sp merupakan bakteri kemolitrotrof berbentuk batang

dengan metabolisme aerobik. Walaupun mereka tidak tumbuh dengan

fotosintesis, mereka biasa melakukan metabolisme dengan mengurai amoniak.

Membran dalam sel bakteri menggunakan elektron dari atom nitrogen

amoniak untuk menghasilkan energi. Oleh karena itu, untuk melengkapi divisi

sel, Nitrosomonas sp. harus mengkonsumsi amoniak dalam jumlah banyak

(Wikipedia, 2005).

Gambar 3. Nitrosomonas sp

F. HIDROGEN SULFIDA

Hidrogen sulfida adalah gas tidak berwarna, toksik, mudah

terbakar dan menyebabkan bau busuk seperti bau telor busuk. Sering

dihasilkan ketika bakteri menguraikan bahan organik jika tidak ada

oksigen, seperti rawa dan saluran air (selokan). Hidrogen sulfida juga bisa

terjadi dalam gas vulkanik, gas alam dan beberapa mata air (Wikipedia,

2006)

Hidrogen sulfida adalah polutan udara yang korosif dan beracun,

dikarakteristikan dalam bau yang tidak sedap (Martin et al., 2004). Sulfur

tereduksi dalam bentuk H2S juga terjadi di biosfer sebagai hasil aktivitas

(24)

12 kondisi anaerobik, tapi akan teroksidasi secara spontan dan cepat dengan

adanya oksigen. H2S merupakan polutan yang tidak menyebar luas seperti

SO2. Umumnya berasosiasi dengan sumber spesifik seperti bahan organik

terdekomposisi, lumpur dan limbah industri. Hidrogen sulfida (H2S)

mempunyai bau seperti telur busuk dan kadang lebih toksik daripada

karbon monoksida (Turk et al.,1972).

Penghilangan H2S diperlukan dengan alasan kesehatan, keamanan,

dan korosi. Selama penyebaran dan pendistribusian juga untuk mencegah

polusi oleh sulfur dioksida karena pembakaran gas (Jensen dan Webb,

1995).

(25)

G. BAKTERI PENGOKSIDASI HIDROGEN SULFIDA (H2S)

Menurut Saeni (1989), bakteri belerang hijau dan bakteri belerang

purpel mendapatkan energi untuk proses metabolismenya melalui oksidasi

H2S. Bakteri-bakteri ini menggunakan CO2 sebagai sumber karbon.

Bakteri-bakteri ini sangat anaerobik. Sedangkan bakteri belerang tidak

berwarna aerobik dapat menggunakan oksigen molekuler untuk

mengoksidasi H2S, yaitu :

H2S + O2 2S + 2H2O

2S + 2H2O + 3O2 4H+ + 2SO4

2-S2O32- + H2O + CO2 2H+ + 2SO42-

H2S di atmosfer secara cepat dirubah menjadi SO2 melalui reaksi :

H2S + 3/2 O2 SO2 + H2O

Beberapa bakteri yang dapat mengoksidasi senyawa sulfur adalah

Thiobacillus thioxidans dan Thiobacillus feroxidans. Kedua

mikroorganisme ini mengoksidasi H2S dan membentuk sulfur elemen yang

disimpan dalam selnya. Keduanya mengoksidasi bahan anorganik seperti

hidrogen sulfida, sulfur elemen dan besi mengubahnya menjadi asam

sulfat. Mereka dapat hidup pada keadaan yang sangat asam dengan nilai

pH 2 (Edmons, 1978). Sedangkan menurut Peck (1959) bahwa Hidrogen

sulfida dioksidasi menjadi sulfur elemen dengan ekstrak T.thioxidans dan

T. thioparus dan oleh Peck (1960) bahwa Ekstrak dari T. thioparus telah

menunjukkan adanya beberapa aktivitas enzimatik yang mungkin terkait

dengan oksidasi penguraian senyawa sulfur.

Menurut Schlegel dan Schmidt (1994), hidrogen sulfida oleh

beberapa bakteri lembayung bebas dan oleh bakteri hijau dioksidasi

menjadi sulfat. Pada proses ini belerang intermediasi oleh sebagian bakteri

lembayung belerang ditimbun sementara waktu dalam sel.

Thiobacillus sp adalah sekelompok kecil organisme yang

metabolisme energinya diubah untuk menghasilkan seluruh energi untuk

pertumbuhan. Energi berasal dari oksidasi senyawa sulfur anorganik

(26)

14 untuk sintesis material sel. Sebagian besar Thiobacilli (T. thioxidans, T.

thioparus, T. denitrificans) bersifat khemolitroototrof dan memerlukan

fiksasi CO2 (Schlegel dan Schmidt, 1994).

Tabel 5. Dampak menghirup H2S

Konsentrasi Efek Bagi Manusia

0.03 ppm Bisa dicium. Aman dihirup dalam 8 jam.

4 ppm Bisa menyebabkan iritasi mata. Harus menggunakan

masker karena bisa merusak metabolisme.

10 ppm Maksimum terhirup selama 10 menit. Bau membunuh

dalam 3 samapi 15 menit. Menyebabkan gas mata dan luka pada tenggorokan. Bereaksi secara keras dengan campuran isi raksa gigi.

20 ppm Terhirup lebih dari satu menit menyebabkan beberapa kerusakan urat saraf mata.

30 ppm Hilang penciuman, kerusakan sampai darah ke otak diteruskan dengan kerusakan organ penciuman.

100 ppm Kelumpuhan pernafasan dalam 30 sampai 45 menit. Pingsan dalam waktu singkat (maksimal 15 menit). 200 ppm Kerusakan mata serius dan kerusakan mata sampai pada

saraf. Melukai mata dan tenggorokan.

300 ppm Kehilangan keseimbangan dan fikiran. Kelumpuhan pernafasan dalam 30 sampai 45 menit.

500 ppm Menimbulkan kelumpuhan dalam 3 sampai 5 menit.

Dibutuhkan segera penyadaran buatan.

700 ppm Akan menimbulkan terhentinya nafas dan kematian jika tidak segera ditolong. Kerusakan otak secara permanen jika tidak ada pertolongan cepat.

Sumber : AlkenMurray.com

H. BAKTERI HETEROTROF

Menurut Fromageot dan Senez (1960), banyak organisme

heterotrof berkemampuan untuk mengoksidasi senyawa sulfur. Dalam

kultur campuran organisme ini bisa mengubah senyawa sulfur menjadi

senyawa sulfat. Hal ini juga dibenarkan oleh Peck (1962) bahwa banyak

organisme heterotrof yang berkemampuan mengoksidasi untuk

(27)

Beberapa bakteri heterotrof yang mempunyai kemampuan untuk

melakukan fiksasi nitrogen adalah Azotobacter, Beijerinchia, Clostridium,

Azotoccus dan sebagainya. Sedangkan bakteri heterotrof yang mempunyai

kemampuan memfiksasi sulfur antara lain adalah Atrhrobacter, Bacillus,

Mikrococcus, Mycobacterium dan Pseudomonas (Wild, 1995).

Tabel 6. Bakteri pengoksidasi senyawa sulfur

Organisme Energi Sumber Karbon

pH

Pertumbuhan Referensi

Clorobiaceae fototropik autotropik

Brune, 1989

ß-Proteobakteria kemolitotrof autotropik

Thiobacillus

thioparus kemolitotrof autotropik 6 sampai 8

Schlegel, 1995 Thiobacillus

denitrificans kemolitotrof autotropik 6 sampai 8

Schlegel, 1995

Thiobacillus sp. W5 kemolitotrof autotropik 7 sampai 9

Visser et al, 1997 Xantomonas kemolitotrof heterotrof 7

Sumber : Kleinjan (2005)

Gambar 5. Penyebaran bakteri nitrifikan pada biofilm. Bakteri heterotrof hidup di permukaan dengan tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bakteri nitrifikasi yang melekat dalam biofilm (Golz et al., 1996).

Bakteri Heterotrof

amoniak

Bakteri nitrifikasi Karbon organik

oksigen

(28)

16

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan untuk persiapan biofilter ini adalah:

Na2S.9H2O, NH4Cl. xH2O. bahan untuk analisa proksimat, media sulfat bagi

pertumbuhan bakteri yang terdiri atas: CaCl2, KH2PO4, MgSO4.7H2O.

(NH4)2SO4, FeCl2, Fe-Sitrat, Fenol Red, larutan Penyerap Zn Acetat, Asam

Borat, NaCl, larutan Diamin (N,N-Dimethyl-1,4-Phenylen Diamonium

Diklorida), larutan FeCl3, larutan Natrium Thiosulfat 0.1 N, larutan Iodin 0.1

N, larutan Indikator Amilum dan larutan HCl.

Alat yang digunakan dalam persiapan biofilter ini adalah pipa paralon

PVC ukuran 8 inci, tutup paralon, blower, plastik, kawat, rubber stop, kran

udara, lem aquaproff, dan lain-lain.

Alat yang digunakan untuk analisa : erlenmeyer, cawan petri, tabung

ulir, pipet mekanik, tabung sentrifusi, spektrometer, clean bench, autoclave,

pH meter, inkubator, dan lain-lain.

B. REAKTOR BIOFILTER

Biofilter yang digunakan merupakan biofilter yang didesain oleh

Indriasari (2005). Biofilter ini sebelumnya telah digunakan oleh Indriasari

(2005) di gudang lump selama 33 hari, kemudian setelah beroperasi selama 33

hari biofilter ini sempat tidak beroperasi sekitar dua minggu. Selama tidak

beroperasi biofilter hanya dijaga kadar airnya saja agar bakteri tetap hidup.

Perancangan kolom biofilter ini adalah dengan menyiapkan pipa paralon PVC

dengan diameter 8 inci dan panjang 70 cm sebanyak 6 buah (Gambar 6). Pipa

paralon diberi lubang yang berfungsi untuk mengambil sampel tanah untuk

mengukur parameter fisik kimia dan mikroba. Lubang inlet berada pada

(29)

Gambar 6. Model kolom biofilter

C. BAHAN PENGISI

Pada biofilter ini digunakan bahan pengisi kompos, tanah, bahan

tambahan (berupa sekam, serasah daun karet, kulit kayu karet) dan sludge.

Perbandingan yang digunakan dalam bahan pengisi untuk kompos, tanah,

bahan tambahan dan sludge adalah 4 : 2 : 1 : 1 (Devinny et al., 1999). Tinggi

bahan pengisi ini adalah 40 cm. Komposisi bahan pengisi :

™ Biofilter 1 berisi kompos, tanah, sekam dan sludge. ™ Biofilter 2 berisi kompos, tanah dan sekam.

™ Biofilter 3 berisi kompos, tanah, serasah daun karet dan sludge. ™ Biofilter 4 berisi kompos, tanah dan serasah daun karet.

™ Biofilter 5 berisi kompos, tanah, kulit kayu karet dan sludge. ™ Biofilter 6 berisi kompos, tanah dan kulit kayu karet.

Kompos yang digunakan sebagai bahan pengisi biofilter diperoleh dari

pedagang tanaman komersial. Jenis kompos yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kompos dengan merk dagang Kompos Penyubur Tanaman Super

yang diproduksi oleh Enka Saritani Jakarta.

Tanah yang digunakan sebagai bahan pengisi berasal dari tanah yang

ada di sekitar gudang lump, PTPN VIII kebun Cimulang, Bogor. Hal ini Lubang outlet

Lubang 1 Lubang 2 Lubang 3

(30)

18 bertujuan untuk memperoleh mikroba alami yang tumbuh di sekitar tempat

tersebut.

Sludge berasal dari endapan lumpur yang diperoleh dari sekitar

pembuangan limbah PTPN VIII kebun Cimulang, Bogor. Sludge yang dipilih

adalah sludge yang telah tua, bukan berasal air limbah segar. Penambahan

sludge ke dalam bahan pengisi bertujuan untuk meningkatkan kelimpahan

serta keragaman populasi mikroba di dalam biofilter. Dengan penambahan

sludge ini diharapkan jumlah dan berbagai jenis mikroba dapat meningkatkan

kinerja biofilter ini.

D. PENELITIAN UTAMA

Perlakukan dalam penelitian ini adalah perbedaan bahan pengisi

tambahan yaitu sekam, serasah daun karet dan kulit kayu. Fokus penelitian ini

adalah mengamati efisiensi biofilter, kapasitas penyerapan serta daya tahan

masing-masing bahan pengisi dalam kolom biofilter. Aliran gas inlet yang

ditetapkan dalam penelitian ini adalah 7 liter per menit.

Untuk mendapatkan hasil tersebut maka parameter-parameter utama

yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut

a. Senyawa N dalam bentuk amoniak (NH3). Pengamatan dilakukan 30 hari

dengan pengambilan sampel pada inlet dan outlet setiap hari yaitu pagi

dan sore. Waktu sampling inlet dan outlet adalah 5 menit. Metode yang

digunakan dalam pengukuran amoniak adalah Metode Nessler, prosedur

pengukuran dapat dilihat pada lampiran.

b. Senyawa sulfida (total reduce sulfur, TRS) diukur sebagai hidrogen sulfida

(H2S). Pengamatan dilakukan 30 hari dengan pengambilan sampel pada

inlet dan outlet setiap hari yaitu pagi dan sore. Waktu sampling inlet dan

outlet adalah 5 menit. Metode yang digunakan dalam pengukuran hidrogen

sulfida adalah metode metilen blue, prosedur pengukuran dapat dilihat

(31)

c. Kadar air dan pH diukur satu minggu sekali untuk memastikan kondisi

media biofilter agar mikroba dapat hidup secara baik. Parameter suhu

diukur setiap hari. Prosedur pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3.

d. Pengukuran parameter total C, total S, total N, NO3-, NH4+ dan sulfat

dilakukan seminggu sekali untuk mengetahui perubahan unsur-unsur

dalam media biofilter. Prosedur pengukuran dapat dilihat pada Lampiran

3.

e. Penghitungan jumlah mikroorganisme pada bahan pengisi dilakukan setiap

seminggu sekali selama dua bulan untuk Nitrosomonas sp dan

Thiobacillus sp, sedangkan penghitungan bakteri heterotrof dan fungi

dilakukan pada setiap minggu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui

perubahan serta perkembangan mikroba yang ada pada media biofilter.

Nitrosomonas sp dihitung menggunakan metode MPN, sedangkan

Thiobacillus sp, fungi dan bakteri heterotrof dihitung dengan

menggunakan metode TPC. Prosedur pengukuran dapat dilihat pada

Lampiran 4.

E. ANALISA DATA

Data yang diperoleh akan disajikan dengan menggunakan

Metode Deskriptif dengan grafik yang akan menggambarkan kondisi

seluruh parameter selama penelitian dilaksanakan (Walpole, 1995).

Kinerja biofilter akan diukur berdasarkan efisiensi, kapasitas penghilangan

(32)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. GAS PENCEMAR DAN KARAKTERISTIK BAHAN PENGISI

a. Gas Pencemar

Hampir semua kegiatan manusia memasukkan pencemar ke dalam

atmosfer. Menurut Neiburger et al. (1995), pencemaran udara dapat

didefinisikan sebagai terdapatnya zat dalam atmosfer yang bersifat racun,

mengganggu, berbahaya bagi manusia atau bersifat merusak terhadap

nabatah (nabati), hewan dan tanah. Oleh karena kegiatan manusia

menghasilkan gas pencemar maka dibutuhkan pembatasan agar tidak

terlalu menggangu kesehatan manusia, hewan maupun lingkungan sekitar.

Berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 13 tahun

1995 ada beberapa baku mutu emisi yang harus dipenuhi oleh beberapa

akitvitas manusia termasuk dalam pengolahan pabrik lateks pekat yang

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Emisi yang terdapat pada pabrik karet

Gas Satuan

Nilai batas emisi

(Kep-b. Karakteristik Bahan Pengisi

Bahan pengisi merupakan bahan utama dalam biofilter, karena

(33)

mendukung hidup mikroorganisme dan memberikan akses untuk

kontaminan dalam aliran udara (Devinny et al., 1999). Berikut merupakan

kondisi bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 8. Karakteristik bahan pengisi yang digunakan

Biofilter

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa berat

basah pada masing-masing kolom berkisar antara 8998-10652 gram,

sedangkan kadar air pada masing-masing biofilter berkisar antara 47-62%.

Kadar air seperti ini cukup baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Secara

umum diperlukan sekali media yang memiliki kapasitas air tinggi dan sifat

media organik yang mungkin memiliki kandungan air 40% sampai 60% ketika

jenuh (Devinny et al., 1999). Prosentase kadar air setiap biofilter memiliki

kadar air di atas 40%. Kondisi ini sangat baik untuk pertumbuhan

mikroorganisme.

Nilai pH dari hasil pengukuran masing-masing bahan pengisi untuk

biofilter berkisar antara 7.22-7.59. Nilai pH untuk masing masing biofilter

hampir mendekati netral. Kondisi ini sangat baik untuk pertumbuhan

mikroorganisme. Mikroorganisme hidup dengan baik pada kondisi pH antara

6 sampai 8 (Kleinjan, 2005).

Berdasarkan pengukuran, kandungan nitrogen total dalam bahan

pengisi biofilter berkisar antara 0.43-0.57%. Nilai dari karbon total berkisar

antara 21-32%. Menurut Degorce-Dumas et al. (1997), kompos memiliki nilai

C total sebesar 37-50%, kemudian nilai sulfur total yang berada dalam media

biofilter berkisar antara 3000-3900 ppm. Ketiga unsur ini dibutuhkan oleh

(34)

22 energi. Nitrogen untuk bakteri Nitrosomonas sp, sulfur untuk bakteri

Thiobacillus sp dan karbon organik untuk bakteri heterotrof.

B. BIOFILTER 1 (kompos, tanah, sekam dan sludge)

1. Kinerja Penghilangan Amoniak

Kinerja penghilangan amoniak pada biofilter 1 selama

pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 7. Bahan pengisi yang

digunakan dalam kolom biofilter 1 ini merupakan campuran dari kompos,

tanah, sekam dan sludge. Pada biofilter 1 ini terjadi ketidakstabilan kinerja

proses filtrasi. Hal ini terbukti dengan efisiensi yang sangat fluktuatif.

Efisiensi biofilter ini berselang antara 71% sampai 100%.

Konsentrasi gas inlet dan outlet dapat dilihat pada Gambar 7 (a),

sedangkan efisiensi penghilangan amoniak dapat dilihat pada gambar 7

(b). Berdasarkan data, terjadi ketidakstabilan efisiensi mulai dari hari

pertama sampai hari ke-30. Hal ini dikarenakan pada tiga hari pertama

konsentrasi inlet sangat tinggi mencapai 604 ppm yang mengakibatkan

efisiensi pada hari ke-6 turun menjadi 88% dan pada hari ke-9 turun

menjadi 77%. Setelah hari ke-9 sampai hari ke-18 efisiensi kembali naik

diatas 95%, kemudian pada hari ke-11 sampai hari ke-16 konsentrasi

kembali tinggi mencapai 471 ppm sehingga terjadi penurunan efisiensi

kembali pada hari ke-20 menjadi 71%. Selanjutnya efisiensi sampai hari

ke-30 turun naik antara 75% sampai 100%. Konsentrasi yang tinggi ini

terjadi pada saat proses pengolahan lateks pekat yang menggunakan

amoniak sebagai pengawet dan juga karena kebocoran pada tangki

(35)

Gambar 7. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter satu (a) inlet-outlet, (b)

efisiensi dan kadar air, (c) pH, (d) jumlah bakteri. 0

lubang 1:pH dan kadar air

lubang 2:pH dan kadar air

lubang 3:pH dan kadar air

(36)

24 Efisiensi yang tidak stabil ini juga dikarenakan pada biofilter 1

belum terbentuk banyak biofilm. Amoniak yang tersebar berupa fase gas

sampai pada biofilm akan dihentikan oleh mikroorganisme dan amoniak

dioksidasi sampai menjadi produk yang tidak berbahaya yaitu NO2- dan

NO3- (Shahmansouri, 2005). Rata-rata efisiensi pada biofilter 1 ini adalah

98%. Secara umum biofilter 1 ini mampu menghilangkan amoniak dengan

baik, namun pada konsentrasi diatas 470 ppm efisiensi mengalami

penurunan.

Populasi bakteri Nitrosomonas sp, Thiobacillus sp dan heterotrof

dapat dilihat pada Gambar 7 (d). Populasi bakteri Nitrosomonas sp terus

mengalami kenaikan setiap harinya, namun pada hari ke-9 dan ke-16

mengalami penurunan. Penurunan yang paling tajam terjadi pada hari

ke-16 karena konsentrasi inlet pada minggu pertama sangat tinggi sehingga

membuat beberapa bakteri Nitrosmonas sp menjadi mati. Pada hari ke-0

populasi bakteri Nitrosomonas sp berjumlah 6.15 sel/g-contoh. Pada

minggu pertama kadar air cenderung stabil di masing-masing lubang

sehingga populasi bakteri cenderung stabil. Pada hari ke-16 populasi

bakteri menurun menjadi 3.3 sel/g-contoh karena selain konsentrasi inlet

yang tinggi, kadar air pada lubang ke-3 mengalami penurunan menjadi

40.73%. Hari berikutnya populasi bakteri terus meningkat sampai hari

ke-30. Populasi bakteri pada hari ke-30 adalah 5.3 sel/g-contoh. Secara

keseluruhan terjadi peningkatan jumlah bakteri Nitrosomonas sp walaupun

terjadi penurunan pada hari ke-16.

Populasi bakteri (log cfu) Thiobacillus sp cenderung tidak stabil

karena mengalami penurunan dan kenaikan yang signifikan. Populasi

bakteri pada hari ke-0 terdapat hanya pada lubang satu dan tiga

masing-masing 9.48 cfu/g-contoh dan 4.48 cfu/g-contoh, kemudian pada hari

ke-16 bakteri Thiobacillus sp tidak ada yang hidup. Hal ini merupakan

dampak dari tingginya kosentrasi inlet H2S dan NH3 pada minggu

pertama, kemudian pada minggu berikutnya bakteri Thiobacillus sp ada

yang hidup tapi tidak pada masing-masing lubang karena kadar air yang

(37)

hanya 10%. Pada hari ke-54 bakteri Thiobacillus sp yang hidup hanya

terdapat pada lubang ke-1 (3.3 cfu/g-contoh) dan ke-2 (3.15 cfu/g-contoh).

Meskipun kadar air pada lubang pertama terbilang stabil yaitu 57%,

populasi bakteri Thiobacillus sp pada lubang satu mengalami penuruna

pada hari ke-30 karena banyak berisi bakteri Nitrosomonas spdan bakteri

heterotrof sehingga bakteri Thiobacillus sp tidak mendapatkan nutrien

yang cukup.

Bakteri heterotrof tumbuh cukup stabil pada biofilter satu ini.

populasi bakteri (log cfu) hari ke-0 adalah 9.26 cfu/g-contoh pada lubang

ke-1; 7 cfu/g-contoh pada lubang ke-2 dan 9.85 cfu/g-contoh pada lubang

ke-3. Bakteri heterotrof mengalami penurunan pada lubang ke-3 sampai di

hari ke-23 (5.04 cfu/g-contoh) dan ke-30 (6 cfu/g-contoh) karena kadar air

menurun di hari ke-23 (16%) dan hari ke-30 (13.8%). Perubahan kadar

air dapat dilihat pada Gambar 7 (b).

Populasi bakteri heterotrof cenderung stabil. Pada lubang

pertama berkisar antara 9.26 cfu/g-contoh - 6.7 cfu/g-contoh. Populasi

bakteri yang stabil ini dikarenakan kadar air pada lubang ke-1 diatas 49%.

Kadar air (kelembaban) optimal untuk pertumbuhan bakteri pada biofilter

antara 20% sampai 60% (Williams, 1992). Kadar air yang rendah pada

biofilter lubang ke-3 dikarenakan sekam kurang baik dalam menyerap air

sehingga air yang disiram dari atas langsung turun.

2. Kinerja Penghilangan Hidrogen Sulfida (H2S)

Kinerja penghilangan hidrogen sulfida pada biofilter 1 selama

pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 8. Pada biofilter 1, penghilangan

hidrogen sulfida berlangsung kurang baik karena efisiensi penghilangan

ini sebagian besar dibawah 90%. Efisiensi hari pertama biofilter ini adalah

91%. Hal ini dikarenakan tingginya konsentrasi amoniak di awal sebesar

140 ppm dan hidrogen sulfida 80 ppm. Dengan tingginya konsentrasi ini

tidak memberikan kesempatan pada bakteri untuk beradaptasi lebih baik

(38)

26 Konsentrasi hidrogen sulfida ini masih tinggi sampai hari ke-2.

Setelah itu turun dibawah 25 ppm. Turunnya konsentrasi tidak diikuti

dengan meningkatnya efisiensi. Efisiensi mengalami fluktuatif yang sangat

signifikan sejak hari ke-8 sampai hari ke-30. Nilai efisiensi berkisar antara

42% sampai 100%. Rata-rata penghilangan hidrogen sulfida selama

pengoperasian adalah 78%. Pada biofilter 1 ini dengan konsentrasi 20 ppm

dapat menurunkan efisiensi penghilangan.

Konsentrasi hidrogen sulfida pada pabrik karet ini berasal dari

pembusukan lump dan konversi bahan hasil hidrolisis (organik) menjadi

molekul sederhana (asam lemak, alkohol, CO2, NH3 dan H2S) (Suwardin,

1989). Lump yang ditumpuk semakin banyak akan menimbulkan bau

busuk yang semakin menyengat. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi

H2S tinggi.

(39)

3. Kandungan Nitrogen, Sulfur dan Karbon dalam Media Biofilter

Perubahan kandungan nitrogen, sulfur dan karbon dalam biofilter

1 dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.

Konsentrasi nitrat yang terbentuk pada biofilter ini cenderung

mengalami peningkatan walaupun pada hari ke-16 terjadi penurunan. Pada

hari ke-9 konsentrasi nitrat sebesar 1553.6 ppm, kemudian turun pada hari Gambar 9. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter satu (a) Nitrogen, (b)

(40)

28 ke-16 menjadi 914.9 ppm. Konsentrasi naik kembali pada hari ke-23,

kemudian turun pada hari ke-30 menjadi 2353.58 ppm. Penurunan nitrat

pada media ini dapat disebabkan oleh kelebihan air dari penyiraman yang

menyebabkan kadar air merembas keluar dari media. Air ini disebut

leachet, bisa mengandung konsentrasi nitrat yang tinggi (Schmidt, 2004).

Peningkatan konsentrasi nitrat juga diikuti oleh konsentasi

nitrogen total dalam media. Nirogen yang biasanya terdapat dalam media

biofilter berupa nitrat, nitrit, ion amonium dan nitrogen organik.

Konsentrasi nitrogen total dalam media pada hari ke-0 adalah 4800 ppm,

kemudian meningkat sampai pada hari ke-30 dengan konsentrasi 8400

ppm.

Ion amonium yang terdapat dalam media relatif kecil berkisar

antara 96-290 ppm. Amoniak sangat mudah larut dalam air membentuk

ion amonium. Ion amonium terbentuk karena pada larutan asam atau

netral atom nitrogen bisa mengikat ion hidronium dan melepaskan air

sehingga membentuk ion amonium.

Konsentrasi sulfat yang terbentuk pada biofilter ini cenderung

meningkat walaupun terjadi penurunan di hari ke-9, ke-16 dan ke-30. Pada

awalnya konsentrasi sulfat yang terbentuk sebesar 57 ppm, kemudian pada

hari ke-30 sulfat yang terbentuk sebesar 111 ppm. Peningkatan sulfat juga

diikuti oleh penurunan pH. Sulfat dan nitrat merupakan kedua senyawa

yang menyebabkan pH media menjadi turun.

Konsentrasi sulfur total dalam media mengalami penurunan

sampai hari ke-16, kemudian naik kembali sampai hari ke-30. Pada hari

ke-0 konsentrasi sulfur total bernilai 3885 ppm, kemudian pada hari ke-16

bernilai 2646 ppm. Sedangkan pada hari ke-30 konsentrasi bernilai 2984

ppm. Terjadinya penurunan S total dikarenakan terjadinya perubahan

senyawa sulfat menjadi hidrogen sulfida kembali. Pembentukan ini

dikarenakan adanya bakteri anaerob yang terdapat dalam biofilm. Bakteri

yang merubah sulfat menjadi hidrogen sulfida disebut Sulfate Reduction

(41)

Kandungan karbon dalam media berhubungan dengan bakteri

heterotrof. Bakteri heterotrof menggunakan karbon organik sebagai

sumber energinya. Kandungan karbon pada biofilter 1 mengalami

kenaikan. Hal ini dikarenakan jumlah karbon yang dikonsumsi oleh

bakteri heterotrof lebih sedikit dibandingkan karbon yang dihasilkan dari

hasil dekomposisi bahan tambahan dalam biofilter (sekam). Penurunan

karbon dikarenakan pengkonsumsian oleh bakteri heterotrof. Penurunan

kandungan karbon hanya sampai hari ke-9 yaitu dari 25% menjadi 23%,

kemudian setelah hari ke-9 karbon naik sampai pada hari ke-30 menjadi

28%.

Nilai pH mengalami penurunan, namun masih dalam batas

dimana bakteri Thiobacillus sp dan Nitrosomonsas sp masih bisa hidup.

Penurunan pH ini dapat dilihat pada Gambar 7 (c). Nilai pH pada biofilter

1 ini berselang antara 5.76 sampai 7.25. Bakteri Thiobacillus sp hidup

antara pada pH 6 sampai 8. Peningkatan nitrat dan sulfat ini juga ditandai

dengan turunnya pH pada media. Nilai pH di awal untuk masing-masing

adalah 7.23 pada lubang ke-1; 7.27 pada lubang ke-2 dan 7.25 pada lubang

ke-3. Pada minggu terakhir pH turun menjadi 6.83 pada lubang ke-1; 6.59

pada lubang ke-2 dan 7.2 pada lubang ke-3.

C. BIOFILTER 2 (kompos, tanah dan sekam)

1. Kinerja penghilangan Amoniak (NH3)

Kinerja penghilangan amoniak pada biofilter 2 selama

pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 10. Biofilter 2 ini menggunakan

bahan pengisi kompos, tanah dan sekam. Konsentrasi inlet dan outlet pada

biofilter dua dapat dilihat pada Gambar 10 (a), sedangkan efisiensi dapat

dilihat pada Gambar 10 (b). Biofilter 2 yang berisi kompos, tanah dan

sekam ini memiliki kinerja yang tidak jauh berbeda dengan biofilter 1. Hal

ini dapat dilihat dari efisiensi yang tidak stabil selama beberapa hari. Pada

(42)

30 pada sore harinya menjadi 90% dan turun lagi pada hari ke-9 dengan

efisiensi 67%.

Gambar 10. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter dua (a) inlet-outlet, (b)

efisiensi dan kadar air, (c) pH, (d) jumlah bakteri. 0

lubang 1:pH dan kadar air

lubang 2:pH dan kadar air

lubang 3:pH dan kadar air

(43)

Efisiensi hari ke-9 merupakan efisiensi terendah dari proses

selama 30 hari. Efisiensi yang tidak stabil dari hari ke-6 sampai hari ke-9

dikarenakan inlet NH3 yang sangat tinggi di awal, hari ke-0 sampai hari

ke-3. Selanjutnya hari ke-10 sampai hari ke-19 efisiensi relatif stabil

berselang antara 94% sampai 100%.

Hari ke-20 terjadi penurunan efisiensi kembali menjadi 72%

dikarenakan konsentrasi inlet kembali tinggi di hari ke-14 sebesar 471

ppm dan hari ke-16 sebesar 439.5 ppm. Selanjutnya efisiensi stabil sampai

hari ke-30 walaupun beberapa kali mengalami penurunan kemudian dapat

naik kembali. Efisiensi rata-rata untuk biofilter dua adalah 97%. Efisiensi

rata-rata biofilter dua lebih kecil dibanding biofilter pertama.

Populasi jumlah bakteri Nitrosomonas sp, Thiobacillus sp dan

heterotrof dapat dilihat pada Gambar 10 (d). Populasi bakteri

Nitrosomonas sp mengalami beberapa penurunan. Seperti pada minggu

hari ke-9 populasi bakteri turun dari 6.85 sel/g-contoh pada hari ke-0

menjadi 3.18 sel/g-contoh. Hal ini dikarenakan pada tiga hari pertama

konsentrasi inlet amoniak sangat tinggi yang menyebabkan bakteri

amoniak tidak bisa beradaptasi dengan baik. Tidak ditambahkannya sludge

juga menjadi faktor yang menyebabkan populasi bakteri sedikit. Menurut

Hirai et al. (2001), keuntungan dari campuran sludge dengan kompos

adalah meningkatkan populasi bakteri nitrifikasi untuk menurunkan waktu

aklimasi dan untuk mencoba mengurangi kepadatan pada media biofilter.

Populasi bakteri Nitrosomonas sp mengalami penambahan dari

hari ke-9 sampai hari ke-30. Pada hari ke-9 jumlah bakteri Nitrosomonas

sp sebanyak 3.18 sel/g-contoh, kemudian pada hari ke-30 jumlah bakteri

sebanyak 6.3 sel /g-contoh.

Populasi bakteri (log cfu) Thiobacillus sp pada hari ke-0 adalah

5.3 cfu/g-contoh pada lubang pertama, 5.48 cfu/g-contoh ada lubang ke-2

dan tidak ada pada lubang ke-3, kemudian pada hari ke-9 bakteri

Thiobacillus sp tidak ada yang tumbuh karena tingginya konsentasi inlet

amoniak dan hidrogen sulfida dalam tiga hari pertama. Menurut Chung et

(44)

32 CH11 mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfat dengan beban inlet

yang tendah.

Pada hari ke-16 sampai hari ke-30 populasi bakteri Thiobacillus

sp relatif stabil meskipun dalam jumlah yang sedikit. Populasi bakteri

populasi bakteri dari hari ke-16 sampai ke-30 berkisar antara 2

cfu/g-contoh sampai 3.7 cfu/g-cfu/g-contoh.

Populasi bakteri heterotrof selalu ada pada setiap biofilter

meskipun pada hari ke-16 di lubang ke-3 tidak ada bakteri yang tumbuh.

Hal ini dikarenakan pada lubang ke-3, hari ke-16 kadar air hanya 22.5 %.

Selain itu, pada hari ke-16, lubang ke-3 bakteri Thiobacillus sp

mengalami peningkatan yang menyebabkan nutrien yang berada pada

media digunakan oleh bakteri Thiobacillus sp.

Populasi jumlah bakteri (log cfu) heterotrof pada lubang ke-1 dan

ke-2 relatif lebih stabil. Nilai logaritma bakteri pada lubang satu berkisar

antara 5.48 cfu/g-contoh sampai 8 cfu/g-contoh. Populasi bakteri pada

lubang dua berkisar antara 5 cfu/g-contoh sampai 9.68 cfu/g-contoh.

Stabilnya populasi bakteri pada lubang satu dan dua dikarenakan kadar air

pada lubang satu dan dua sesuai dengan pertumbuhan bakteri. Pada lubang

satu kadar air berkisar antara 47% sampai 62%. Kadar air pada lubang dua

berkisar antara 32% sampai 57%. Perubahan kadar air ini dapat dilihat

pada Gambar 10 (b)

2. Kinerja Penghilangan Hidrogen Sulfida (H2S)

Kinerja penghilangan hidrogen sulfida pada biofilter dua selama

pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 11. Kinerja penghilangan

hidrogen sulfida tidak jauh berbeda dengan kinerja penghilangan pada

biofilter 1. Namun, lebih baik sedikit. Hal ini dapat dilihat dari efisiensi

yang rendah sejak hari ke-11 yaitu 59%. Efisiensi yang berada dibawah

(45)

Hari ke-13 sampai hari ke-20 efisiensi berada pada selang 51%

sampai 89%, kemudian pada hari selanjutnya efisiensi terus mengalami

penurunan dan kenaikan secara signifikan. Seperti pada hari ke-29 dengan

efisiensinya 100% turun menjadi 61% pada hari ke-30. Rata-rata

penghilangan hidrogen sulfida pada biofilter 2 ini adalah 82%. Efisiensi

yang tidak stabil ini dikarenakan bakteri Thiobacillus sp yang jumlahnya

tidak stabil (Gambar 10 (d)) dan lebih tingginya konsentrasi inlet. Selain

itu, Pada konsentrasi NH3 rendah, efisiensi penghilangan H2S tinggi yaitu

99% pada waktu pengoperasian (Lee et al., 2002).

Berdasarkan grafik pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa

akumulasi inlet pada awal pengoperasian yang cukup tinggi

mengakibatkan kemampuan biofilter yang kurang baik sejak awal

pengoperasian. Biofilter 2 ini membutuhkan adaptasi pada konsentrasi

yang lebih rendah dari pada konsentrasi inlet untuk pertumbuhan bakteri. Gambar 11. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter dua (a) inlet-outlet, (b) efisiensi.

(46)

34

3. Kandungan Nitrogen, Sulfur dan Karbon dalam Media Biofilter

Perubahan kandungan nitrogen, sulfur dan karbon biofilter 2

selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 12. Efisiensi penghilangan

amoniak yang sebagian besar diatas 96% ini juga berdampak pada

konsentrasi nitrat dalam media yang juga meningkat. Pada hari pertama

konsentrasi nitrat adalah 1286.9 ppm, kemudian meningkat sampai pada

hari terakhir menjadi 3638.8 ppm. Konsentrasi nitrat pada hari ke-16 ini

lebih kecil dibandingkan hari ke-9 dikarenakan nitrat terbawa air yang

setiap hari disiramkan untuk menjaga kadar air media (leachet) atau nitrat

telah berubah menjadi nitrogen organik.

Konsentrasi nitrat yang meningkat juga dibuktikan dengan

konsentrasi nitrogen total dalam media. Konsentrasi nitrogen total dalam

media pada hari ke-0 adalah 4300 ppm, kemudian meningkat sampai pada

hari ke-30 menjadi 8100 ppm. Selain itu, terjadi peningkatan ion amonium

dari 86 ppm pada hari ke-0 menjadi 178 ppm pada hari ke-30.

Konsentrasi nitrat yang terus meningkat juga diikuti kenaikan

konsentrasi sulfat dalam media. Pada hari ke-0 konsentarsi sulfat 69,7

ppm, kemudian terus meningkat sampai pada hari ke-30 menjadi 84 ppm.

Konsentrasi sulfur total pada media mengalami penurunan dari hari ke-0

(3153 ppm) sampai hari ke-16 (2533 ppm), kemudian naik kembali sampai

hari ke-30 (22759 ppm).

Kenaikan konsentrasi nitrat dan sulfat mengakibatkan pH media

menjadi turun. Hari ke-0 pH biofilter masih diatas tujuh yaitu 7.3 pada

lubang ke-1; 7.37 pada lubang ke-2 dan 7.3 pada lubang ke-3 sedangkan

pada hari terakhir pH turun menjadi 6.51 pada lubang ke-1; 6.41 pada

lubang ke-2 dan 6.95 pada lubang ke-3. Adapun terjadi peningkatan pH

selama proses filtrasi seperti di lubang dua dari hari 16 sampai hari

ke-30 hal ini disebabkan karena adanya akumulasi ion amonium di akibat

kelebihan gas amoniak (Yani et al., 1998). Menurut Cho et al. (2000),

bahwa polutan gas yaitu amoniak dan hidrogen sulfida yang masuk ke

(47)

asam kuat yaitu nitrat dan sulfat yang selanjutnya akan terkumpul dalam

media sehingga menyebabkan pH di dalam biofilter menjadi turun.

Kandungan karbon dalam media mengalami peningkatan yaitu

dari 28% pada hari ke-0 menjadi 28.4% pada hari ke-30. Peningkatan

karbon dikarenakan bakteri autotrof yang mengkonsumsi CO2 sebagai

sumber energinya.

Gambar 12. Kandungan beberapa unsur dalam biofilter dua (a) Nitrogen, (b) Sulfur, (c) Karbon.

(48)

36

D. BIOFILTER 3 (kompos, tanah, serasah daun karet dan sludge)

1. Kinerja penghilangan Amoniak (NH3)

Kinerja penghilangan amoniak pada biofilter 2 selama

pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini. Biofilter tiga

memiliki media dengan bahan pengisi kompos, tanah, serasah daun karet

dan sludge. Perubahan outlet-inlet serta efisiensi dapat dilihat pada

Gambar 13 (a) dan (b). Kinerja penghilangan amoniak biofilter tiga sangat

baik karena efisiensi biofilter sampai hari ke-30 masih bertahan 100 %.

Efisiensi mampu bertahan 100% meskipun beberapa hari di awal dan di

pertengahan pengoperasian konsentrasi inlet sangat tinggi.

Baiknya efisiensi ini disebabkan biofilm pada biofilter 3 ini

sudah terbentuk. Penelitian sebelumnya yang menggunakan biofilter yang

sama telah membantu proses terbentuknya biofilm. Menurut Vanotti et al.

(1999), dibutuhkan waktu penyesuaian enam minggu untuk

mengembangkan fungsi dari biofilm nitrifikasi di atas permukaan media,

yang ditandai dengan stabilnya aktifitas nitrifikasi. Biofilm terbentuk pada

partikel padat media biofilter yang memiliki kadar air yang cukup untuk

pertumbuhan bakteri. Bakteri akan hidup pada permukaan media padat,

kemudian akan berkembang biak sehingga membentuk biofilm (seperti

selaput). Semakin tinggi porositas partikel, semakin banyak biofilm yang

terbentuk.

Perubahan populasi bakteri selama pengoperasian dapat dilihat

pada Gambar 13 (d). Populasi bakteri Nitrosomonas sp pada hari ke nol

adalah 1.88 sel/g-contoh, kemudian meningkat pada hari ke-9 menjadi

4.85 contoh. Hari ke-16 populasi bakteri turun menjadi 2.6

sel/g-contoh. Selanjutnya populasi bakteri kembali naik pada hari ke-23 menjadi

(49)

Gambar 13. Kondisi dan kinerja penghilangan NH3 biofilter tiga (a) inlet-outlet, (b)

efisiensi dan kadar air, (c) pH, (d) jumlah bakteri. 0

lubang 1:pH dan kadar air

lubang 2:pH dan kadar air

lubang 3:pH dan kadar air

(50)

38 Populasi bakteri mengalami penurunan kembali pada hari ke-30

sebanyak 5.30 sel/g-contoh. Bakteri Nitrosomonas sp banyak tumbuh pada

lubang satu dan dua karena memiliki kadar air yang baik yaitu 49%-57%

pada lubang satu dan 30% - 56% pada lubang dua. Perubahan kadar air ini

dapat dilihat pada Gambar 13 (b).

Populasi bakteri (log cfu) Thiobacillus sp pada hari ke-0 ada di

lubang ke-2 dengan populasi 4.48 cfu/g-contoh, sedangkan hari ke-9

populasi bakteri tidak ada yang tumbuh. Bakteri kemungkinan dalam

keadaan dorman atau mati dimana akibat tingginya konsentrasi inlet

amoniak dan hidrogen sulfida di awal pengoperasian biofilter sehingga

bakteri belum melakukan adaptasi dengan baik. Hari ke-16 bakteri sudah

mulai tumbuh yaitu 3.95 contoh pada lubang pertama; 3.3

cfu/g-contoh pada lubang 2 dan 3.9 cfu/g-cfu/g-contoh pada lubang 3. Hari

ke-23 sampai hari ke-30 bakteri hidup pada setiap lubangnya walaupun

mengalami penurunan dan kenaikan jumlah. Jumlah bakteri dari hari ke-23

sampai hari ke-30 berkisar antara 2.18 - 6.78 cfu/g-contoh.

Populasi jumlah (log cfu) bakteri heterotrof pada lubang satu

cenderung stabil berkisar antara 5.78 - 6.48 cfu/g-contoh, sedangkan

lubang dua dan tiga mengalami beberapa penurunan yang signifikan. Pada

lubang dua populasi bakteri mengalami penurunan dari 9.68 cfu/g-contoh

pada hari ke-0, kemudian turun pada hari ke-16 menjadi 6 cfu/g-contoh.

Setelah hari ke-9 populasi bakteri di lubang dua relatif stabil berkisar

antara 5.7 cfu/g-contoh – 6.48 cfu/g-contoh. Pada lubang ke-3 penurunan

terjadi dari 8.3 cfu/g-contoh pada hari ke-9 menjadi 5 cfu/g-contoh pada

hari ke-16, selanjutnya bakteri stabil berkisar 5 contoh - 6

cfu/g-contoh.

Stabilnya jumlah bakteri heterotrof pada lubang satu juga di

dukung dengan kadar air yang stabil pada lubang satu. Kadar air pada

lubang satu berkisar antara 49.2% – 57.7%, sedangkan pada lubang tiga

kadar air sangat rendah sejak hari ke-16 sampai hari ke-54. Kadar air pada

lubang tiga hari ke-16 sampai hari ke-54 berkisar antara 7.2% - 12.7%.

(51)

sehingga jumlah bakteri mengalami penurunan antara hari ke-9 dampai

hari ke-16.

2. Kinerja Penghilangan Hidrogen Sulfida (H2S)

Kinerja penghilangan hidrogen sulfida pada biofilter tiga selama

pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 14. Kinerja penghilangan

hidrogen sulfida pada biofilter 3 yang berisi kompos, tanah, serasah daun

karet dan sludge ini lebih baik dibandingkan biofilter satu dan dua. Hal ini

terbukti dengan efisiensi yang stabil sampai pada hari ke-16. Efisiensi

sampai pada hari ke-16 selalu diatas 95%. Pada hari ke-17 sore hari

efisiensi menurun sampai 77%, kemudian naik beberapa saat dan turun

lagi pada hari ke-19 sore menjadi 79%.

Penurunan ini bisa dikarenakan akumulasi dari konsentrasi inlet

amoniak pada hari ke-0, ke-2, ke-14 dan ke-16 yang sangat tinggi Gambar 14. Kinerja penghilangan H2Sbiofilter tiga (a) inlet-outlet, (b) efisiensi.

Gambar

Gambar 1. Proses pengolahan lateks pekat (Suwardin, 1989).
Gambar 2. Transformasi nitrogen yang terjadi dalam biofilter (Brady, 1990).
Gambar 3. Nitrosomonas sp
Gambar 4. Siklus sulfur secara biologi. SOB : sulfur compound oxidizing; SRB : sulfate reducing bacteria (Kleinjan, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aspek penilaian ada pada angka/skala sumbu mendatar dan tegak serta letak titik. Nilai 10 untuk gambar garis regresi yang

Kegiatan : Konsultan Supervisi Peningkatan Jalan Margonda Raya (Ramanda-Kartini) Lokasi Kegiatan : Kota Depok.. HPS

The first time, Elizabeth thought, her mother had bothered to actually look at her since she’d come into the bedroom.. I heard everything you said,

Indikator Kinerja Kegiatan 001 Jumlah Penyelesaian Administrasi Perkara (yang Sederhana, dan Tepat Waktu) Ditingkat Pertama dan Banding di Lingkungan Peradilan Agama (termasuk

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sec- tional bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi dan supervisi kepala ruangan

Selanjutnya adalah melakukan analisis probabilitas terhadap masing- masing sumber risiko produksi tersebut untuk mengetahui seberapa besar probabilitas atau kemungkinan

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang yang senantiasa telah menganugerahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis dalam rangka menyelesaikan

Jika anda di correct directory D:\Program\ILWIS\Chapter01, anda akan melihat disisi kanan Main window , di mana peta, tabel dan objek ILWIS lainnya di direktori