SINTESIS ESTER GLUKOSA OLEAT DARI GLUKOSA
PENTAASETAT DAN METIL OLEAT
AGUNG NUGRAHA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
AGUNG NUGRAHA. Sintesis Ester Glukosa Oleat dari Glukosa Pentaasetat dan Metil Oleat. Dibimbing oleh TUN TEDJA IRAWADI dan HENNY PURWANINGSIH.
ABSTRACT
AGUNG NUGRAHA. Synthesis of
Glucose Oleate Ester from Glucose Pentaacetate and Methyl Oleate. Supervised by TUN TEDJA IRAWADI and HENNY PURWA-NINGSIH.SINTESIS ESTER GLUKOSA OLEAT ANTARA GLUKOSA
PENTAASETAT DAN METIL OLEAT
AGUNG NUGRAHA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Sintesis Ester Glukosa Oleat dari Glukosa Pentaasetat dan Metil Oleat Nama : Agung Nugraha
NIM : G44201076
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S. Henny Purwaningsih, M.Si.
NIP 130536664 NIP 132311914
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131473999
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Juli 2005 sampai Januari 2006 di Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Terpadu, Bogor dengan judul: Sintesis Ester Glukosa Oleat dari Glukosa Pentaasetat dan Metil Oleat. Skripsi ini ditulis berdasar pada data yang diperoleh selama penelitian baik melalui pengujian di laboratorium, wawancara, maupun studi pustaka.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS dan ibu Henny Purwaningsih, M.Si selaku pembimbing atas segala arahan dan perhatian selama penulisan karya ilmiah ini, Hibah Penelitian A2 atas bantuan dana yang diberikan, Drs. Komar Sutriah, MS; Drs. Muhammad Farid; Muhammad Khotib, S.Si ; Budi Arifin, S.Si. atas diskusi-diskusi berharga yang berkaitan dengan penelitian ini. Terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta, kakak, dan adik, untuk kebersamaan dan kasih sayangnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk Woro Dina Rachmanti yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan doa. Ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk sahabat satu tim (Rini, Sekar, Ika, Megasari, Indra Bayu) atas semua dukungan, bantuan, dan kesabarannya, serta semua rekan Kimia angkatan 38 atas kebersamaan, dukungan, dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, April 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 November 1982 dari ayah Ir. Machmud Natasaputra dan ibu Yetti Supiyati. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA Glukosa... 1
Asam Oleat ... 2
Surfaktan... 2
Ester Asam Lemak-Karbohidrat ... 2
Zeolit... 3
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 4
Metode ... 4
Sintesis Metil Oleat (FAME) (AOAC 1999)... 4
Sintesis Glukosa Pentaasetat (GPA) (Furniss et al. 1978)... 4
Sintesis Ester Glukosa Oleat (Kuang et al. 2000) ... 4
Pemisahan Ester Glukosa Oleat (Obaje 2005)... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Metil Oleat ... 5
Sintesis GPA... 7
Sintesis dan Pemisahan Ester Glukosa Oleat... 8
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 10
Saran ... 10
DAFTAR PUSTAKA ... 10
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur α-D-glukosa ... 1
2 Reaksi sintesis FAME dari asam lemak dan metanol...2
3 Reaksi esterifikasi asam lemak-glukosa ... 3
4 Sisi aktif zeolit ... 4
5 Mekanisme reaksi esterifikasi asam oleat dengan katalis BF3... 5
6 Metil oleat hasil sintesis... 6
7 Spektrum FTIR asam oleat (a) dan metil oleat (b) ... 7
8 GPA hasil sintesis ... 7
9 Spektrum FTIR glukosa (a) dan GPA (b) ... 8
10 Reaksi interesterifikasi sintesis ester glukosa oleat ... 8
11 Ester glukosa oleat hasil sintesis ... 9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ... 13
2 Diagram alir sintesis metil oleat (AOAC 1999) ... 14
3 Diagram alir sintesis GPA (Furniss et al.1978) ... 15
4 Diagram alir pembuatan ester glukosa oleat (modifikasi Kuang et al. 2000)... 16
5 Perhitungan persentase hasil metil oleat ... 17
6 Perhitungan densitas metil oleat ... 18
7 Penetapan persentase asam lemak bebas (SNI 01-3555-1994)... 19
8 Perhitungan persentase hasil dan titik leleh GPA ... 20
9 Penetapan kadar air dan kadar asetil GPA ... 21
10 Persentase hasil glukosa oleat... 23
11 Spektrum FTIR asam oleat ... 24
12 Spektrum FTIR metil oleat ... 24
13 Spektrum FTIR glukosa... 25
14 Spektrum FTIR GPA ... 25
15 Spektrum FTIR ester glukosa oleat (1:1)... 26
16 Spektrum FTIR ester glukosa oleat (1:2)... 26
PENDAHULUAN
Dewasa ini, perkembangan industri farma- si, kosmetik, detergen, cat, plastik, dan bahan makanan semakin meningkat pesat. Mening- katnya kebutuhan produk-produk itu meng- akibatkan kebutuhan bahan aditif seperti surfaktan semakin meningkat pula. Permin-taan surfaktan di dunia internasional cukup besar. Pada tahun 2004, permintaan surfaktan sebesar 11,82 juta ton per tahun dan pertum-buhan permintaan surfaktan rerata 3% per tahun (Widodo HS 2005).
Umumnya surfaktan disintesis dari senya- wa turunan minyak bumi seperti alkil benzena sulfonat dan alkohol sulfat. Persediaan mi- nyak bumi yang terbatas dan sifat surfaktan yang dihasilkan sukar terurai secara biologi menjadi alasan dikembangkannya penelitian untuk mencari bahan baku pengganti. Selain minyak bumi, sumberdaya alam lain yang da-pat digunakan sebagai bahan baku surfaktan adalah minyak nabati. Keunggulan yang dimi-liki oleh minyak nabati dibandingkan minyak bumi adalah surfaktan yang dihasilkan umum-nya mudah terurai secara biologi, sehingga cenderung tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Selain itu, minyak nabati meru-pakan sumber daya alam yang dapat diper-baharui (renewable), sehingga tidak perlu dikhawatirkan kesinambungan pengadaannya. Indonesia merupakan negara terbesar kedua sebagai penghasil minyak sawit setelah Malaysia. Minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya mempunyai sifat tahan lebih lama terhadap tekanan dan suhu relatif tinggi (oksidasi) serta tidak mudah tengik (Lubis 1992). Minyak sawit mempunyai potensi sebagai bahan baku surfaktan yang sama baiknya dengan minyak biji kedelai karena minyak sawit mengandung asam palmitat (C16:0) sekitar 42% dan asam oleat (C18:1) sekitar 38%. Komposisi asam lemak ini hampir sama dengan lemak sapi yang mengandung asam palmitat sekitar 37% dan asam oleat sekitar 50%. Kedua jenis asam lemak tersebut merupakan asam lemak yang biasa digunakan sebagai bahan baku sur-faktan.
Ester asam lemak-karbohidrat merupakan surfaktan nonionik berbasis minyak nabati dan karbohidrat. Surfaktan jenis ini memperlihat- kan karakteristik yang baik, yaitu mudah ter- degradasi, tidak menimbulkan iritasi, dapat melarutkan protein membran, dan digunakan sebagai formula dalam industri detergen, farmasi, makanan, dan kosmetik (Obaje 2005). Pemanfaatan surfaktan jenis ini
memi-liki keunggulan yang mampu bersaing dengan surfaktan jenis lain seperti: LAS (Linear Alkil Sulfonat) dan ABS (Alkil Benzena Sulfonat) yang berbasis minyak bumi.
Pada umumnya, pembuatan ester asam lemak-karbohidrat menggunakan pelarut bera- cun dan dilakukan pada suhu yang tinggi, se- hingga tidak ekonomis. Pada penelitian ini, di- sintesis ester glukosa oleat dengan metode interesterikasi pada suhu rendah tanpa peng- gunaan pelarut beracun. Glukosa dan asam oleat merupakan senyawa alami yang dapat diperbaharui dan melimpah di alam, sehingga lebih mudah diperoleh dan lebih ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis dan memisahkan ester glukosa oleat dengan metode interesterifikasi pada suhu rendah yang dapat bersifat sebagai surfaktan non- ionik.
TINJAUAN PUSTAKA
Glukosa
Glukosa merupakan monosakarida yang mengandung gugus aldehida dan terdiri dari enam karbon. Glukosa sering disebut gula darah karena dijumpai dalam darah. Glukosa mempunyai suatu gugus aldehida pada karbon ke-1 dan gugus hidroksil pada karbon ke-4 dan 5. Suatu reaksi umum antara alkohol dan aldehida adalah pembentukan hemiasetal.
H O OH H OH H OH CH2OH H OH H CHO OH H H HO OH H OH H
CH2OH
O H HO H HO H OH OH H H CH2OH
Gambar 1 Struktur α-D-glukosa (Ophardt 2003).
2
kursi siklik atau struktur cincin hemiasetal (Ophardt 2003).
Asam Oleat
Asam oleat (C18H34O2) atau asam cis-9 oktadekanoat merupakan asam lemak tidak jenuh yang ditemukan pada tumbuhan dan hewan. Asam lemak ini mempunyai satu ikatan rangkap di antara karbon, yaitu pada C9-C10. Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh terbanyak yang terkandung dalam kelapa sawit. Asam oleat mempunyai sifat fisik cairan berminyak, berbau lemak, tidak larut dalam air, serta mempunyai titik leleh pada suhu 13 oC dan titik didih 360 oC. Ester metil asam lemak atau fatty acid methyl esters (FAME) merupakan salah satu bahan oleokimia dasar yang merupakan turunan dari minyak dan lemak. Senyawa ini digunakan secara luas dalam produk makanan, farmasi, kosmetik, dan industri. FAME disin- tesis dengan cara mereaksikan turunan asam karboksilat dari lemak dan minyak alami dengan metanol. Ester asam lemak dengan alkohol rantai lurus merupakan penyusun senyawa lilin alami, sedangkan garam logam alkali dari asam lemak biasanya digunakan sebagai sabun (APAG 2005).
FAME komersial disintesis melalui reaksi esterifikasi trigliserida murni, lemak atau minyak alami dengan metanol menggunakan katalis basa. Dalam industri, senyawa ini digunakan sebagai senyawa antara untuk pem- buatan detergen, zat pengemulsi, zat pem- basah, zat penstabil, bahan tekstil, lilin, dan zat tambahan pada makanan termasuk penge- ringan anggur dan bahan penambah rasa sinte- tik (APAG 2005). Reaksi pembuatan ester metil asam lemak dari asam lemak dapat dilihat pada Gambar 2.
R OH O MeOH H+ R OMe O
H2O
+ FAME metanol asa + m lemak
Gambar 2 Reaksi sintesis FAME dari asam lemak dan metanol.
Penggunaan FAME mempunyai beberapa keuntungan, antara lain produk akhir dengan tingkat kemurnian tinggi, pengaturan kondisi yang lebih mudah selama sintesis, bahan-bahan yang digunakan murah untuk pembu- atannya, lebih mudah didestilasi fraksinasi,
mudah dalam penanganan transportasi, serta mudah didegradasi (Hui 1996).
Surfaktan
Surfaktan atau surface active agent adalah senyawa aktif yang dapat menurunkan tegang- an permukaan dan tegangan antarmuka antara dua zat cair (Hadyana & Taqdir 1999). Menu- rut Swern (1982), surfaktan merupakan mole- kul amfifilik yang mengandung gugus hidro- filik (polar) dan gugus lipofilik (nonpolar) dalam satu molekul yang sama. Gugus polar dapat bermuatan negatif, positif, zwitterionik, atau tidak bermuatan (nonionik), dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap pelarut polar. Gugus nonpolarnya dapat terdiri atas rantai hidrokarbon lurus atau bercabang, yang ber- asal dari petroleum atau oleokimia dan umum- nya mengandung lebih dari delapan atom karbon serta memiliki afinitas yang rendah terhadap pelarut polar (Gervasio 1996).
Secara umum kegunaan surfaktan adalah untuk menurunkan tegangan antarmuka, me-ningkatkan kestabilan partikel yang terdis-persi dan mengontrol jenis formasi emulsi, misalnya minyak dalam air atau air dalam minyak. Selain itu, surfaktan dapat terjerap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat terjadinya penggabungan (coalescence) dari partikel yang terdispersi (Rieger 1985).
Ester Asam Lemak–Karbohidrat
Ester asam lemak-karbohidrat merupakan surfaktan nonionik yang memiliki kemam- puan yang baik dalam mengaktifkan permu- kaan dan memiliki sifat yang mudah dideg- radasi. Jenis surfaktan ini dapat digunakan sebagai zat tambahan untuk produk makanan, kosmetik, farmasi, bahan pembersih, dan bahan makanan ternak (Kasori et al. 1999). Ester asam lemak-karbohidrat telah menjadi subyek penelitian intensif pada beberapa dekade terakhir, sejak ester tersebut dapat disintesis dari senyawa alami yang dapat di-perbaharui dan tidak habis terpakai, seperti gula dan asam lemak. Senyawa tersebut digu-nakan sebagai bahan tambahan dalam kos-metik, farmasi, bahan makanan, dan agro-kimia, contohnya menjaga kesegaran buah (Desai et al. 1999).
3
melalui reaksi interesterifikasi, tetapi sering- kali dibutuhkan suhu yang tinggi dan pelarut yang beracun seperti dimetilasetamida, dime-tilformamida, dan dimetilsulfoksida, sehingga ester yang terbentuk memiliki keterbatasan sebagai zat aditif pada makanan (Mattson et al. 1971). Menurut Rizzi dan Taylor (1978), penggunaan pelarut beracun tersebut diguna-kan untuk membentuk larutan yang homogen agar menghasilkan produk dengan rendemen tinggi.
Rizzi dan Taylor (1978) menggambarkan rangkaian reaksi dua langkah bebas pelarut untuk sintesis ester asam lemak-sukrosa tanpa penggunaan pelarut beracun. Pada langkah pertama, asam lemak direaksikan dengan suk-rosa dengan nisbah mol 3:1 meng-gunakan katalis sabun natrium untuk membentuk larutan homogen selama 2 hingga 3.5 jam dan menghasilkan ester dengan derajat substitusi yang rendah, yaitu satu hingga tiga. Langkah kedua yaitu FAME dan NaH berlebih ditambahkan dan direaksikan selama enam jam pada suhu 130-150 °C untuk membentuk ester asam lemak-sukrosa dengan rendemen di atas 90%. Metode sintesis ini mempunyai kelemahan, yaitu lamanya waktu reaksi (8-9 jam) dan nisbah mol antara FAME:sukrosa, yaitu 16:1 yang tidak ekonomis.
Akoh dan Swanson (1990) melaporkan op- timalisasi sintesis ester karbohidrat-asam le-mak yang memberikan rendemen produk 99.6 hingga 99.8% melalui proses satu langkah reaksi bebas pelarut dengan cara mereaksikan metil ester asam lemak, sukrosa oktaasetat, dan 1-2% katalis logam Na pada suhu 105 °C selama 2 jam dalam kondisi bebas udara pada tekanan 0-5 mmHg. Keuntungan dari metode tersebut dilaporkan oleh Mieth et al. (1983) yang diacu dalam Akoh dan Swanson (1990), yaitu gugus asetat pada sukrosa oktaasetat adalah gugus pergi yang baik dan sekaligus merupakan gugus proteksi untuk menghindari proses degradasi dan karamelisasi dari sukrosa selama sintesis, sehingga produk hasil reaksi meningkat, serta isolasi dan perolehan kem- bali ester asam lemak-karbohidrat dapat dila-kukan dengan mudah.
Kuang et al. (2000) memodifikasi metode sintesis yang dilakukan oleh Akoh dan Swanson (1990) melalui reaksi interesteri- fikasi antara GPA dengan FAME, mengguna-kan katalis logam Na pada suhu 80-100 °C selama 4-6 jam dan menghasilkan ester asam lemak- mono- dan di- glukosa masing-masing sebesar 60.5 dan 20.2% (Gambar 3).
C O OH R BF3 O CH3 C O R NaOH dalam
CH3OH
Asam Lemak FAME
OCH3
C O H3C
n OAc O OAc OAc OAc AcO Na OAc OAc
O C R O OAc AcO O O OAc OAc OAc O C R O C O O + GPA
Monoester glukosa asam-lemak
Diester glukosa asam-lemak R
FAME
Gambar 3 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak Glukosa (Kuang et.al. 2000).
Obaje (2005) mensintesis ester asam lemak-karbohidrat menggunakan beberapa ka-talis asam seperti asam sulfat, asam tosilat, dan asam alkil sulfonat. Asam lemak dan glukosa pentaasetat direaksikan dengan nisbah antara asam lemak dan glukosa pentaasetat sebesar 3:1 kemudian dipanaskan pada suhu 80-100°C hingga larutan menjadi homogen. Setelah itu ditambahkan 0.1% b/b asam sulfat (atau 0.01% b/b asam tosilat atau asam alkil sulfonat) kemudian divakum pada tekanan 5-10 torr selama 3-6 jam.
Menurut Obaje (2005), reaksi pemben- tukan ester asam lemak-karbohidrat dapat menghasilkan FAME dan GPA yang tidak bereaksi sehingga perlu pemisahan dan pe-murnian produk sintesis. Pepe-murnian dapat dilakukan dengan metode ekstraksi dan pendi-nginan produk. Metode ekstraksi dapat memi-sahkan asam lemak yang tidak bereaksi dan pendinginan dapat memisahkan karbohidrat yang tidak bereaksi sehingga diperoleh produk sintesis dengan kemurnian yang cukup tinggi.
Zeolit
Zeolit adalah kristalin dari aluminosilikat alkali dan atau alkali tanah seperti logam K, Na, Ca, dan Ba terhidrasi yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbuka yang dibangun oleh tetrahedral-tetrahedral SiO4 4-dan AlO43- dengan atom oksigen sebagai penghubung antara atom Si dan atom Al membentuk rongga-rongga intrakristalin dan saluran-saluran yang teratur (Barrer 1982, Dixon & Weed 1989).
4
vulkanik oleh air, dan yang kedua adalah zeolit sintetik (Tsitsishvili et al. 1992). Menurut Setyawan (2002), kemampuan zeolit untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia terutama berhubungan dengan sifatnya sebagai padatan asam karena adanya sisi asam, baik sisi asam Brønsted maupun Lewis.
O Si
O Al O O O O
O Si H
O
O O
Gambar 4 Sisi aktif zeolit.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah asam oleat p.a., α-D-glukosa p.a., heksana teknis, etanol, metanol, anhidrida asam asetat, asam sulfat 98%, NaOH, BF3 16% dalam metanol, NaCl jenuh, ZnCl2 anhidrat, NaHCO3, Na2SO4 anhidrat, zeolit sintetik , Na2CO3, asam oksa-lat, kertas saring, dan pH universal.
Alat-alat yang digunakan adalah labu bulat, kondensor, penangas, erlenmeyer, termometer, oven, pelat pemanas, pengaduk magnet, batu didih, pompa vakum, neraca analitik, gelas piala, gelas ukur, corong, pipet volumetrik, dan spektrofotometer FTIR Bru-ker jenis Tentor 37.
Metode
Penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan:
(1) Sintesis FAME melalui reaksi esterifikasi antara asam oleat dengan NaOH dalam metanol menggunakan katalis BF3. (2) Sintesis GPA melalui reaksi esterifikasi
antara glukosa dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis ZnCl2.
(3) Sintesis ester glukosa oleat melalui reaksi esterifikasi antara GPA dan FAME dengan nisbah mol 1:1; 1:2; dan 1:3 menggunakan katalis zeolit 10% dari bobot total reaktan.
(4) Pemisahan ester glukosa oleat.
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.
Sintesis Metil Oleat (FAME) (AOAC 1999) Metil oleat disintesis melalui reaksi esterifikasi antara 10 g asam oleat dan 35.4 ml larutan NaOH dalam metanol 1 N selama 20
menit di dalam penangas air. Larutan BF3 16% ditambahkan sebanyak 2 kali volume NaOH dalam metanol dan dipanaskan kembali selama 20 menit. Pemisahan campuran reaksi dilakukan dengan penambahan larutan NaCl jenuh dan heksana. Lapisan heksana dipisah-kan dari campuran dan ditambahdipisah-kan Na2SO4 anhidrat, disaring, lalu diuapkan. Dari hasil sintesis ditentukan persentase hasil, densitas, persentase asam lemak bebas, dan pencirian dengan spektrum FTIR-nya (Lampiran 2).
Sintesis Glukosa Pentaasetat (GPA) (Fur-niss et al. 1978)
Sebanyak 8 g ZnCl2 anhidrat dan 200 ml anhidrida asam asetat dimasukkan ke dalam labu bulat, kemudian direfluks dalam pe-nangas air pada suhu 80-100°C selama 5-10 menit sambil diaduk. Larutan tersebut ditam-bahkan 40 g glukosa secara perlahan–lahan, diaduk secara kuat selama penambahan gluko-sa kemudian dipanaskan selama 1 jam dalam penangas air mendidih. Setelah itu, larutan dipindahkan ke dalam air es sambil diaduk, lalu didiamkan hingga terbentuk endapan putih yang tidak larut. Campuran disaring dan dicuci dengan air es hingga netral, lalu di-rekristalisasi dengan metanol (Lampiran 3).
Sintesis Ester Glukosa Oleat (Kuang et al.
2000)
FAME, GPA dan zeolit dimasukkan ke dalam labu bulat berleher dua yang dilengkapi dengan termometer, pendingin, dan pengaduk magnet, kemudian dipanaskan pada suhu 80-100°C dalam penangas air mendidih selama 6 jam.
Pemisahan Ester Glukosa oleat (Obaje 2005)
5
(Lampiran 4). Selanjutnya produk ditentukan persen hasil, titik leleh, dan pencirian spek-trum FTIR.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Metil Oleat
Sintesis metil oleat merupakan rangkaian reaksi esterifikasi antara asam karboksilat dengan alkohol. Esterifikasi suatu asam kar-boksilat berlangsung melalui serangkaian tahap protonasi dan deprotonasi. Reaksi terse-but berlangsung dalam dua tahap. Tahap per-tama, yaitu reaksi NaOH dengan metanol, menghasilkan ion metoksida. Kemudian, gu-gus karbonil asam oleat bereaksi dengan ion metoksida yang bersifat nukleofilik, yang mengakibatkan ikatan C-O pada asam lemak terputus dan menghasilkan metil oleat.
Tahap yang kedua, yaitu asam oleat yang belum bereaksi pada tahap pertama direak- sikan dengan larutan katalis BF3 16% dalam metanol. Langkah ini dilakukan untuk men-dapatkan produk metil oleat dengan rendemen yang tinggi. Atom boron pada BF3 berikatan dengan satu pasang elektron bebas pada oksigen yang berikatan tunggal (−O−H), se-hingga atom oksigen terprotonasi.
Sepasang elektron pada gugus karbonil yang berikatan ganda mengalami delokalisasi, dan ikatan antara C−O terputus, sehingga karbon pada gugus karbonil lebih tuna elektron. Hal tersebut mengakibatkan reaksi antara gugus nukleofil terhadap atom karbon gugus karbonil semakin mudah terjadi. Kar-bon yang bermuatan positif bereaksi dengan salah satu elektron bebas oksigen dari meta-nol. Langkah terakhir adalah hilangnya proton (ion hidrogen), sehingga terbentuk suatu pro-duk utama metil oleat.
Campuran reaksi kemudian ditambahkan NaCl jenuh untuk menghindari terbentuknya emulsi, dan dilarutkan dengan heksana. Metil oleat mempunyai gugus hidrokarbon yang panjang, sehingga sifat hidrofob dari senyawa tersebut lebih dominan dibandingkan sifat hidrofil gugus metoksi. Hal tersebut berakibat pada larutnya metil oleat dengan heksana yang bersifat hidrofob. Heksana ditambahkan pada campuran untuk memisahkan metil oleat dengan air yang terbentuk sebagai produk samping reaksi esterifikasi. Hal ini sangat penting dilakukan, yaitu untuk menggeser kesetimbangan reaksi esterifikasi ke arah produk, sehingga perolehan hasil metil oleat dapat meningkat.
Gambar 5 Mekanisme reaksi esterifikasi asam oleat dengan katalis BF3.
O R BF3 O R OH O R O H CH3 O R O R O BF3 H HO CH3 O R
O CH3
BF3
O
R
OH
BF3 OH
LANGKAH 1
LANGKAH 2
+ +
LANGKAH 3
+ +
6
Heksana yang ditambahkan menyebabkan adanya dua lapisan di dalam larutan, dengan lapisan heksana berada di atas air, karena bobot jenisnya lebih ringan dibandingkan air. Lapisan heksana dipisahkan dari larutan, kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat un-tuk mengikat air yang mungkin terambil pada saat pemisahan, kemudian disaring dan heksana diuapkan, sehingga dihasilkan produk metil oleat yang murni (Gambar 6). Rende-men rerata metil oleat yang dihasilkan yaitu sebesar 88.36% (Lampiran 5) dengan densitas 0.8965 g/cm-3 (Lampiran 6).
Gambar 6 Metil oleat hasil sintesis.
Reaksi esterifikasi bersifat reversibel. Untuk memperoleh rendemen metil ester yang tinggi, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan salah satu zat pereaksi secara berlebih. Pada sintesis metil oleat, pereaksi yang ditambahkan secara berlebih yaitu metanol karena senyawa tersebut mudah disintesis dan lebih ekonomis dibandingkan asam oleat.
Laju esterifikasi asam oleat bergantung terutama pada halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Metanol merupakan alkohol paling reaktif dibandingkan dengan alkohol rantai lurus lainnya. Hal ini dise-babkan oleh halangan sterik pada metanol yang kecil. Asam oleat merupakan asam karboksilat yang mempunyai gugus alkil tak bercabang yang kurang reaktif dibandingkan dengan gugus alkil bercabang. Namun, terda-pat satu buah ikatan ganda pada posisi karbon ke-9 dengan posisi cis, sehingga bentuk molekulnya menjadi tekuk dan gaya antar-molekulnya kurang kuat dibandingkan dengan asam lemak yang jenuh. Hal tersebut meng-akibatkan asam oleat lebih reaktif dibanding-kan asam lemak jenuh dan reaksi esterifikasi lebih mudah terjadi.
Asam lemak bebas dalam metil oleat ditentukan untuk mengetahui derajat asam le-mak yang tidak mengalami esterifikasi dengan metanol. Kadar asam lemak bebas yang diper-oleh, yaitu sebesar 2.38% (Lampiran 7). Nilai tersebut menandakan bahwa asam oleat seba-gian besar telah teresterkan, dan asam oleat yang tidak bereaksi sangat sedikit.
Berdasarkan pencirian spektrum FTIR, asam karboksilat mempunyai tiga puncak yang khas, yaitu pada bilangan gelombang 1730-1700 cm-1 untuk ulur C=O, bilangan gelombang 3400-2400 cm-1 untuk ulur O-H, serta 1320-1210 cm-1 untuk ulur C-O(Pavia et al. 1996). Berdasarkan analisis FTIR (Gambar 7), pada spektrum asam oleat terlihat adanya serapan gugus C=O ulur yang ditunjukkan pada bilangan gelombang 1712 cm-1.
b
Gambar 7 Spektrum FTIR asam oleat (a) dan metil oleat(b).
a
%T
Bilangan gelombang (cm-1)
O-H ulur
C=O ulur C-H alifatik
ulur
7
Selain itu, terdapat serapan ulur O-H yang lebar pada bilangan gelombang 3400-2400 cm-1. Pada bilangan gelombang 1289 cm-1, terdapat puncak spektrum yang tajam yang menandakan adanya serapan ulur C-O dalam senyawa itu. Ester suatu senyawa dicirikan dengan adanya pita C=O yang khas pada bilangan gelombang 1750-1735 cm-1, serta pita C-O pada bilangan gelombang 1300-1000 cm-1 (Pavia et al. 1996). Metil ester asam lemak rantai panjang memiliki spektrum yang khas pada bilangan gelombang 1250 cm-1, 1205 cm-1, dan serapan paling kuat pada 1175 cm-1 (Silverstein et al. 1981). Spektrum FTIR metil oleat dicirikan dengan adanya gugus C=O dari ester alifatik yang dijumpai pada bilangan gelombang 1744,11 cm-1, serta gugus C-O pada bilangan gelombang 1245 cm-1.
Perbedaan yang terlihat di antara asam oleat dan metil oleat yaitu adanya puncak pita serapan metil oleat akibat uluran C-O yang kuat pada bilangan gelombang 1245 cm-1, serta hilangnya pita serapan yang sangat lebar pada bilangan gelombang 2500-3500 cm-1 yang disebabkan vibrasi ulur O-H yang berikatan hidrogen pada spektrum asam oleat. Selain itu terdapat tiga serapan khas metil ester pada bilangan gelombang 1173 cm-1, 1245 cm-1, dan 1200 cm-1, dengan serapan paling kuat pada bilangan gelombang 1173 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi esterifikasi telah berlangsung dengan baik.
Sintesis GPA
Langkah pertama dalam sintesis GPA yaitu anhidrida asam asetat dan ZnCl2 dipa-naskan pada suhu 80-100 °C selama 10 menit, kemudian ditambahkan glukosa. Selama pro-ses pemanasan, larutan mengalami karameli-sasi yang menyebabkan warna larutan menjadi coklat. Anhidrida asam asetat digunakan seba-gai pereaksi dalam sintesis ini, karena lebih reaktif dibandingkan asam karboksilat lain, sehingga esterifikasi dapat lebih mudah ter-jadi. Penggunaan ZnCl2 pada sintesis GPA berfungsi sebagai katalis yang dapat mem-percepat laju reaksi.
Reaksi asetalisasi glukosa menjadi GPA merupakan reaksi eksoterm, sehingga kondisi suhu dijaga tetap rendah. Sintesis GPA dalam percobaan dilakukan pada suhu 60-70 °C. Serbuk yang dihasilkan berwarna putih (Gam-bar 8), dengan persentase hasil rerata sebesar 48.11% dan kisaran titik leleh 108-112oC (Lampiran 8).
Gambar 8 GPA hasil sintesis.
Titik leleh α-D-glukosa (146 OC) berbeda nyata dengan GPA hasil sintesis. Hal tersebut disebabkan oleh tergantikannya gugus hidrok-sil pada glukosa dengan suatu gugus asetil, sehingga pada GPA tidak terjadi ikatan hid-rogen antarmolekulnya, yang mengakibatkan titik leleh GPA lebih rendah bila dibanding-kan dengan glukosa. Kisaran titik leleh GPA yang lebar disebabkan oleh adanya pengotor berupa asam asetat bebas yang belum terpisah dari produk, akibat pencucian yang tidak sem-purna.
Kadar air GPA hasil sintesis menunjukkan persentase hasil sebesar 9.45% (Lampiran 9). Nilai ini menunjukkan bahwa kandungan air pada GPA yang terbentuk relatif sedikit. Kadar air yang tinggi dapat mempengaruhi reaksi esterifikasi dengan metil oleat. Hal ini disebabkan reaksi esterifikasi seharusnya dilakukan dalam kondisi bebas air. Kadar asetil GPA yang diperoleh sebesar 94.42% (Lampiran 9), sementara kadar asetil maksi-mal untuk GPA adalah sebesar 55.14%. Nilai kadar asetil yang tinggi ini disebabkan oleh masih adanya asam asetat bebas yang belum ikut terpisah dan masih terikat dengan GPA pada saat pencucian dengan akuades dingin.
8
but tidak tampak pada glukosa. Perbedaan kedua spektrum tersebut menandakan bahwa glukosa telah mengalami reaksi asetilasi pada kelima gugus hidroksilnya.
Sintesis dan Pemisahan Ester Glukosa Oleat
Sintesis ester glukosa oleat dilakukan melalui reaksi interesterifikasi antara GPA dengan metil oleat. Lima gugus asetil pada GPA dapat disubstitusi dengan gugus asam oleat. Pada sintesis ini, tiga gugus asetil pri-mer GPA dapat disubstitusi untuk meng-hasilkan ester glukosa mono-, di-, dan tri- oleat.
Reaksi yang terjadi pada sintesis ester glukosa oleat adalah sebagai berikut:
O
OAc OAc OAc CH2OAc
OAc R O OR OR OR CH2OR
OR O
+ 5 CH3C-O-CH3
metil oleat glukosa pentaasetat ester glukosa oleat metil asetat O
5 C17H31-C-O-CH3 +
Gambar 10 Reaksi interesterifikasi sintesis ester glukosa oleat.
Mekanisme reaksi interesterifikasi antara GPA dan metil oleat, yaitu terjadi pertukaran gugus asetil pada molekul GPA dengan gugus asil dari metil oleat. Reaksi ini melibatkan langkah adisi-eliminasi dalam substitusi asil nukleofilik. Atom karbon pada gugus karbonil GPA yang telah diprotonasi oleh katalis bere-
%T
b
a
C=O O-H
ulur C-O
ulur
ulur
aksi dengan gugus nukleofilik (atom oksigen gugus karbonil dari gugus metil oleat), kemu-dian melepas metil asetat sebagai gugus pergi yang baik dan membentuk ester glukosa oleat sebagai produk utama.
Gambar 9 Spektrum FTIR glukosa ( GPA(b).
Pemisahan ester dilakukan berdasarkan perbedaan sifat kelarutan antara produk dan hasil samping reaksi esterifikasi, yaitu dengan ekstraksi menggunakan pelarut etanol dan heksana. Metil oleat dilarutkan dalam hek- sana, sedangkan GPA yang tidak bereaksi dilarutkan dalam etanol hangat, kemudian di-dinginkan, sehingga GPA yang tidak bereaksi terbentuk menjadi endapan dan produk tetap larut dalam etanol (Lampiran 4).
Sintesis ester glukosa oleat tidak meng-gunakan pelarut, disebabkan oleh beberapa kerugian yang ditimbulkan apabila digunakan pelarut. Ester gula asam lemak dapat disintesis dengan bantuan pelarut dimetilformamida (DMF) atau dimetilsulfoksida (DMSO) yang bersifat racun, sedangkan pelarut yang dipilih adalah pelarut polar aprotik, yang dapat mela-rutkan glukosa dan asam lemak yang tak dapat bercampur dikarenakan perbedaan kepolaran. Namun, penggunaan pelarut tersebut berdam-pak pada sulitnya produk ester tersebut untuk terpisah dengan pelarut, sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam ma-kanan.
Katalis yang digunakan dalam sintesis adalah zeolit dengan bobot 10% dari total pereaksi. Parker et al. (1976) menyatakan bahwa penambahan konsentrasi katalis yang berlebihan tidak akan menguntungkan, dan konsentrasi katalis diatas 20% tidak
9
kenankan untuk digunakan. Zeolit tidak hanya berperan sebagai katalis yang dapat mem-percepat reaksi, tetapi dapat pula meratakan panas, sehingga pereaksi dapat menjadi homo-gen. Katalis berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi pada suatu reaksi kimia. Energi aktivasi yang semakin menurun dapat mening-katkan tumbukan-tumbukan antarpereaksi se-hingga dapat mempercepat reaksi tersebut. Proses katalitik zeolit terjadi di ruang kosong dalam kristalnya, sehingga molekul-molekul reaktan dapat berdifusi secara intrakristalin di antara celah dari sistem saluran dalam zeolit.
Gambar 11 Ester glukosa oleat hasil sintesis.
Pada penelitian ini, dilakukan sintesis ester dengan tiga nisbah mol FAME:GPA yang ber-beda (Gambar 11). Pada Tabel 1, terlihat bahwa rendemen tertinggi diperoleh oleh ester dengan nisbah mol 3:1, yaitu sebesar 70.64%. Hal ini memperkuat beberapa penelitian sebe-lumnya, yang menunjukkan bahwa semakin bertambahnya rasio mol FAME:GPA dapat meningkatkan perolehan produk mono- dan diester glukosa (Akoh & Swanson 1990; Mattson et al. 1971). Hal tersebut terjadi dise-
babkan oleh meningkatnya peluang substitusi gugus-gugus asetil primer GPA. Selain itu, struktur rantai asam oleat yang tekuk karena adanya ikatan ganda pada karbon ke-9 mengakibatkan gugus metil oleat lebih reaktif dalam reaksi esterifikasi.
Tabel 1. Persentase hasil dan kisaran titik leleh ester glukosa oleat
Mol
GPA Metil
oleat
Persentase hasil (%)*
Kisaran Titik Leleh
1 1 65.55 98-110
1 2 57.77 110-112
1 3 70.64 84-98
Keterangan: *rerata dari dua ulangan
1:1 2:1 3:1
Berdasarkan Spektrum FTIR ester glukosa oleat (Gambar 12), terdapat perbedaan antara ester glukosa oleat dengan metil oleat dan GPA. Pada spektrum ester glukosa oleat, terdapat puncak serapan yang kuat pada bilangan gelombang 2800-2900 cm-1, sedang- kan pada spektrum GPA, tidak terlihat adanya puncak serapan yang kuat pada bilangan gelombang tersebut. Hal ini menandakan bah- wa gugus alkil panjang dari metil oleat telah tersubstitusi dengan gugus asetat pada GPA. Pada bilangan gelombang 1173 dan 1245 cm-1, pada spektrum FTIR ester glukosa oleat tidak terdapat puncak serapan khas yang dimiliki metil oleat. Selain itu terdapat pita serapan C=O ulur yang kuat pada bilangan gelombang 1744 cm-1 dan munculnya pita yang kuat pada bilangan gelombang 1110-1300 cm-1 yang disebabkan oleh serapan uluran C-O khas ester dalam daerah sidik jari.
10
Prihanjani (2006) telah melakukan sintesis ester glukosa miristat dengan katalis zeolit dan menghasilkan produk dengan per-sentase hasil terbanyak pada nisbah mol GPA dan metil miristat 1:1 sebesar 87.27% dengan kisaran titik leleh 115-122 oC. Selain itu, ester glukosa stearat telah disintesis oleh Sari (2006), dan menghasilkan persentase hasil terbanyak pada produk dengan nisbah mol 1:1 sebesar 63.32% dengan kisaran titik leleh 96-112 oC. Perbedaan antara kedua jenis produk tersebut dengan ester glukosa oleat adalah pada gugus alkil yang berikatan dengan GPA. Asam miristat dan stearat merupakan asam lemak jenuh yang mempunyai rantai karbon lurus, sehingga terjadi gaya antarmolekul yang kuat, dan mengakibatkan adanya kompe-tisi di antara asam lemak tersebut untuk bere-aksi dengan GPA. Oleh sebab itu, peningkatan jumlah mol FAME terhadap GPA tidak diikuti dengan meningkatnya persentase hasil.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ester glukosa oleat dapat disintesis melalui reaksi interesterifikasi antara metil oleat dan glukosa pentaasetat dengan metode bebas pelarut pada suhu 80-100 oC. Rendemen rerata metil oleat yang dihasilkan yaitu 88.36%, dan rendemen rerata GPA sebesar 48.11% dengan kisaran titik leleh 108-112 oC. Persentase hasil ester glukosa oleat yang didapatkan, yaitu pada nisbah mol GPA : metil oleat 1:1; 1:2; dan 1:3 masing-masing sebesar 65.55%; 57.77%, dan 70.64% dengan kisaran titik leleh 98-110; 110-112; dan 84-98 OC. Berdasarkan hasil analisis spektrum FTIR ester glukosa oleat, terdapat puncak serapan ulur C-H gugus alkil rantai panjang yang kuat pada bilangan gelombang 2800-2900 cm-1, yang tidak dimiliki oleh GPA. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi interesterifikasi antara metil oleat dan GPA menghasilkan ester glukosa oleat.
Saran
Metode sintesis bebas pelarut yang lebih baik perlu dilakukan, seperti pengaturan suhu dan tekanan yang rendah untuk menghasilkan produk dengan rendemen tinggi. Selain itu, perlu dilakukan karakterisasi ester glukosa oleat, sehingga dapat diketahui sifat produk hasil sintesis sebagai surfaktan.
DAFTAR PUSTAKA
Akoh CC, Swanson BG. 1990. Carbohydrate Fatty Acid Esters. New York: Marcell Dekker.
Barrer RM. 1982. Hydrothermal Chemistry of Zeolites. New York: Academic Press.
Cunnif P, editor. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed ke–5. Volume ke–2. Maryland: AOAC Inter-national.
Dixon JB, Weed SB, editor. 1989. Minerals in Soil Environments. Ed ke–2. Madison: Soil Science Soc. of America.
Gervasio GC. 1996. Detergency. Di dalam:
Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. New York: J Wiley.
Hadyana A, Taqdir M. 1999. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hui YH. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol. 2, Edisi ke-5. New York: J Wiley.
Kasori Y, Kashiwa K, penemu; Mitsubishi Chemical Coorporation. 1 Jun 1999. Method for producing a sucrose fatty acid ester. US patent 5 908 922.
Kuang D, Obaje OJ, Ali AM. 2000. Synthesis and characterization of acetylated glucose fatty esters from palm and palm kernel oil fatty methyl esters. J Oil Palm Res 12(2): 14–19.
Mattson FH, Healthy M, Volpenhein RA. 1971. Low calorie fat containing food composition. US patent 3 600 186.
Obaje OJ, penemu; URAH Resources Ltd. 25 Jan 2005. Trans–acidolysis process for the preparation of carbohydrate fatty-acid esters. US patent 6 846 916.
Ophardt CE. 2003. Virtual chembook. [terhubung berkala]. http://www.elmhurst . edu [24 Mar 2005].
11
Paquot C, Hautfenne A. 1988. Standard Methods for the Analysis of Oils, Fats and Derivatives. London: Blackwell Scientific.
Pavia LD, Lampman GM, Kriz GS. 1996.
Introduction to Spectroscopy. Edisi ke-2. Washington: WB Saunders.
Prihanjani M. 2006. Sintesis Ester Glukosa Miristat melalui Interesterifikasi antara Metil Miristat dan Glukosa Pentaasetat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Rieger MM. 1985. Surfactants in Cosmetics. Di dalam: Surfactant Science Series. New York: Marcel Dekker.
Rizzi GP, Taylor HM. 1987. A solvent–free synthesis of sucrose polyesters. Am J Oil Chem Soc. 55:398.
Sari I. 2006. Sintesis Ester Glukosa Stearat melalui Reaksi Interesterifikasi dengan Metode Bebas Pelarut [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengeta-huan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Setyawan D. 2002. Pengaruh perlakuan asam, hidrotermal dan impregnasi logam krom-ium pada zeolit alam dalam preparasi katalis. Jurnal Ilmu Dasar 3(2):15–23.
Schuchardt U, Sercheli R, Vargas GM. 1997. Transesterification of vegetable oils: a review. J Braz Chem Soc 9(1):199–210.
Swern D. 1982. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Ed ke–4. New York: J Wiley.
Swern D. 1997. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Ed ke–4. New York: J Wiley.
Tsitsishvili GV, Andronikashvili TG, Kirov GN, Filizova LD. 1992. Natural Zeolites. Potashnikov IB, penerjemah; Williams PA, editor. New York: Ellis Horwood.
13
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Zeolit
Sintesis FAME
• Kadar air
• Kadar asetil
• Analisis FTIR
• Densitas
• Persen asam lemak bebas
• Analisis FTIR
Sintesis GPA
(1:1 ; 2:1 ; 3:1)
Sintesis ester glukosa oleat
Pemisahan produk
14
Lampiran 2 Diagram alir sintesis metil oleat (AOAC 1999)
+ 35 ml NaOH dalam metanol
+ 70 ml BF3
+ NaCl jenuh + Heksana
Dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit
Dipanaskan kembali dalam penangas air selama 20 menit
Didinginkan
Dikocok
Diuapkan
Lapisan heksana dipisahkan
Metil oleat 10 g asam oleat
15
Lampiran 3 Diagram alir sintesis GPA (Furniss et al. 1978)
+ 40 g glukosa secara perlahan–lahan sambil
Dimasukkan dalam labu bulat
Disaring
Pindahkan isi ke air es sambil diaduk lalu didinginkan
Dipanaskan 1 jam Direfluks 10 menit Dipanaskan dalam penangas air
8 g ZnCl2 anhidrat
200 ml asam asetat anhidrida
Cuci kembali endapan dengan air es hingga bau dari asam asetat hilang
Keringkan dan rekristalisasi dengan metanol
16
Lampiran 4 Diagram alir pembuatan ester glukosa oleat (modifikasi Kuang et al. 2000)
Metil oleat
+ etanol hangat + GPA + Zeolit
Dipanaskan dalam penangas air selama 6 jam Dimasukkan ke dalam labu bulat
Campuran reaksi
pH larutan diperiksa, jika asam dinetralkan dengan NaHCO3 1 M
Saring hangat
+ Etanol
Saring
Saring
Diuapkan + Etanol hangat
Diuapkan
Diuapkan Diekstraksi dengan heksana
Lapisan heksana Endapan Endapan
Filtrat
Endapan
Didinginkan T = –4–0°C
Ester glukosa oleat Endapan
(GPA tidak bereaksi) Metil oleat
yang tidak bereaksi
Diuapkan
Diekstraksi dengan heksana
Lapisan heksana
Endapan
Endapan (zeolit) Metil oleat
yang tidak bereaksi
Diuapkan
Didinginkan T = –4–0°C
Filtrat
Filtrat
17
Lampiran 5 Perhitungan persentase hasil metil oleat
Data rendemen metil oleat
Bobot (g) Persentase hasil (%)
Asam Oleat
Metil Oleat Metil Oleat Rerata
10.0177 8.3976 79.7841 10.0146 9.8135 93.2364
10.0158 9.6892 92.0554
88.36
Contoh perhitungan persentase hasil metil oleat (ulangan 1): Mol asam oleat = 10.0177 g / 282.2864 g mol-1 = 0.0355 mol Densitas metanol = 0.79 g ml-1
BM metanol = 32.0317 g mol-1
Mol metanol =
1
--1
mol
g
32.0317
ml
g
0.79
x
ml)
70.8
x
(84%
ml
(35.42
+
= 2.5725 mol
Asam oleat + metanol → metil oleat + H2O
Mol asam oleat Mol metanol Mol metil oleat Mula-mula 0.0355 2.5725
bereaksi 0.0355 0.0355 0.0355
sisa 2.537 0.0355
Bobot teoritis metil oleat: mol x BM
= 0.0355 mol x 296.49 g mol-1 = 10.5254 g Bobot percobaan metil oleat: 8.3976
Persentase hasil =
ritis
produk teo
bobot
percobaan
produk
bobot
x 100%
=
100%
g
10.5254
g
8.3976
18
Lampiran 6 Perhitungan densitas metil oleat
Densitas metil oleat (270C)
Bobot piknometer kosong = 14.1220 g Bobot piknometer + air = a) 19.5135 g
b) 19.5130 g c) 19.5138 g
Data volume air = volume piknometer
No. Bobot piknometer kosong (g) Bobot piknometer + air (g) Volume air (cm3)
1 19.5135 5.4011
2 19.5130 5.4006
3
14.1220
19.5138 5.4014
rerata 5.4010 Contoh perhitungan:
Ulangan 1 : v air =
d
m
=
3
g/cm
99823
.
0
g
)
1220
.
14
5135
.
19
(
−
= 5.4011 cm3
Data densitas FAME (27oC) No. Bobot piknometer kosong
(g)
Bobot piknometer + FAME (g)
Densitas FAME (g/cm3)
1 18.9637 0.8965
2 18.9636 0.8965
3
14.1218
18.9635 0.8964
rerata 0.8965
Ulangan 1 : D FAME = 3
cm
5.4011
g
)
1218
.
14
9637
.
18
(
−
=
v
m
19
Lampiran 7 Penetapan persentase asam lemak bebas (SNI 01-3555-1994)
Sebanyak 2.5 gram metil oleat dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan 25 ml alkohol netral 95% dan beberapa tetes indikator fenolftalein. Larutan dititrasi dengan NaOH 0.1N sampai titik akhir tercapai yang ditandai dengan timbulnya warna merah jambu tetap (selama 15 detik).
100% (mg) contoh bobot oleat asam B N A bebas lemak asam bilangan
Persen = × × M ×
dengan pengertian
A = volume (ml) NaOH 0.1N untuk contoh N = normalitas NaOH 0.1N.
Data Persentase asam lemak bebas metil oleat hasil sintesis
Larutan asam oksalat 0.1 N
Bobot asam oksalat : 0.6352 g Volume larutan : 100 mL
Normalitas asam oksalat percobaan :
V
g/BE
=L
1
.
0
g/ekiv
0350
.
63
g
6352
.
0
×
= 0.1008 NStandardisasi larutan NaOH 0.1 N oleh asam oksalat 0.1008 N
No. Volume awal (ml)
Volume akhir (ml)
Volume yang terpakai (ml)
Normalitas NaOH (N)
1 0.00 9.75 9.75 0.1034
2 9.75 19.55 9.80 0.1029
3 19.55 29.30 9.75 0.1034
rerata 0.1032
Contoh perhitungan:
Normalitas NaOH =
NaOH
V
oksalat
asam
(VN)
=ml
9.75
N
0.1008
ml
10
×
= 0.1034 N
Titrasi FAME oleh NaOH 0.1032 N
FAME
No. Volume
awal (ml)
Volume akhir (ml)
Volume terpakai
(ml) g ml
Persentase FFA (%)
1 35.00 37.00 2.00 2.3905 2.8 2.44
2 37.00 38.90 1.90 2.3887 2.8 2.32
Rerata 2.38
Contoh perhitungan :
Persentase asam lemak bebas =
mg
2390.5
g/mol
282.2864
x
N
0.1032
x
ml
2
20
Lampiran 8 Perhitungan persentase hasil dan titik leleh GPA
Contoh perhitungan persentase hasil GPA : Bobot glukosa 20.0012 g
Bobot GPA 20.8736 g
Mol glukosa: g/BM =
1
0954 . 180
0012 . 20
−
gmol
g = 0.1111 mol
Mol anhidrida asam asetat :
1 -1
0249
.
102
ml
g
1.082
x
100ml
−
gmol
= 1.0605 molglukosa + 5 anhidrida asam asetat → GPA + 5 asam asetat Mol glukosa Mol anhidrida
asam asetat
Mol GPA Mol asam asetat
Mula-mula 0.1111 1.0605 - -
bereaksi 0.1111 0.5555 0.1111 0.5555
sisa 0.505 0.1111 0.5555
Bobot teoritis = mol GPA (mol) x bobot molekul GPA (g/mol)
= 0.1111 mol x 390.3393 g/mol
= 43.3667 g
100% itis
bobot teor contoh bobot hasil
% =
⎟
×⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
48.13% 100%
hasil %
43.3667g
8736
.
20
= ×
=
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
g
Data persentase hasil dan titik leleh GPA Bobot (g) Persentase hasil
(%)
Titik leleh GPA
Glukosa GPA GPA rerata
20.0012 20.8736 48.1328 108-112
20.0008 20.8581 48.0970 48.11
21
Lampiran 9 Penetapan kadar air dan kadar asetil GPA
Labu Erlenmayer 250 ml kosong dikeringkan selama 1 jam pada suhu 60oC dalam oven bersirkulasi udara, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W1). Sebanyak
0.01-1 g GPA ditimbang teliti (W2) ke dalam labu itu, kemudian (contoh+labu)
dikeringkan kembali selama 24 jam pada suhu yang sama, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang teliti (W3). Kadar air GPA dihitung dengan persamaan berikut.
% 100 ) 1 ( (%) air kadar 2 1 3 x W W W − − =
Penetapan kadar asetil dilakukan dengan modifikasi prosedur ASTM (1991), dan karena GPA tidak higrokopis, dimungkinkan ada penundaan waktu antara penetapan kadar air dan kadar asetil. Adapun volume larutan-larutan yang dituliskan disini ialah ± 1 gram GPA, jika digunakan kurang dari 0.5 g GPA, digunakan volume sebanyak yang untuk 0.5 gram.
Ke dalam labu ditambahkan 40 ml etanol 75% (v/v) dengan pipet, lalu labu dipanaskan di penangas air bersuhu (55±3)oC selama 30 menit. Labu dikeluarkan dari penangas, kemudian dimasukkan 40 ml NaOH 0.5 N ke dalamnya dengan buret. Labu dipanaskan kembali selama 15 menit pada suhu yang sama. Selanjutnya labu di tutup rapat dengan lembaran aluminium, dan dibiarkan selama 72 jam pada suhu ruang.
Setelah itu, sisa NaOH dititrasi dengan HCl 0.5 N standar menggunakan indikator fenolftalein (pp) sampai lenyapnya warna merah muda. Sebanyak 1 ml titran dilebihkan dari titik akhir, lalu labu ditutup rapat kembali, dan dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar untuk menarik NaOH yang berdifusi kedalam glukosa teregenerasi. Kemudian sisa HCl dititrasi dengan NaOH 0.5 N standar sampai muncul warna merah muda permanen pertama kali. Titrasi dilakukan dengan hati-hati karena titrat tidak berwarna, tetapi berwarna kuning muda sampai coklat, bergantung dari warna GPA setelah penetapan kadar air. Blangko, yaitu perlakuan serupa dengan penetapan kadar asetil contoh tetapi tanpa menggunakan contoh, dibuat bersamaan dengan contoh. Kadar asetil GPA dapat dihitung dengan persamaan berikut.
W
M
N
B
A
N
C
D
)
1
(
)
_
(
)
[
305
.
4
(%)
asetil
kadar
a b−
+
−
=
dengan: A = ml NaOH untuk titrasi contoh, B = ml NaOH untuk titrasi blangko, Nb =
normalitas NaOH; C = ml HCl untuk titrasi contoh, D = ml HCl untuk titrasi blangko, Na
= normalitas HCl; dan M = kadar air GPA (%), W = g contoh GPA.
Standardisasi NaOH 0.5 N. Sebanyak 3.1518 g asam oksalat dehidrat [(COOH)2.2H2O] bobot molekul 126.07 gmol-1) dilarutkan dalam 100 ml akuades.
Larutan dimasukan ke labu takar 100 ml yang bersih dan kering, lalu ditambahkan akuades sampai tanda tera. Sebanyak 10 ml larutan [(COOH)2.2H2O] 0.5000 N tersebut
dimasukan dengan buret ke dalam labu Erlenmayer 100 ml. Setelah itu, dilakukan titrasi dengan NaOH 0.5 N yang akan distandardisasi, menggunakan indikator pp sampai terbentuk warna merah muda permanen pertama kali. Normalitas NaOH 5/(VNaOH), dan
diambil rerata dari minimal 2 ulangan.
Standardisasi HCl 0.5 N. Sebanyak 2.6498 g asam natrium karbonat (Na2CO3) bobot
molekul 105.99 gmol-1) dilarutkan dalam 100 ml akuades. Larutan dimasukan ke labu takar 100 ml yang bersih dan kering, lalu ditambahkan akuades sampai tanda tera. Sebanyak 10 ml larutan Na2CO3 0.5000 N tersebut dimasukan dengan buret ke dalam
labu Erlenmayer 100 ml. Setelah itu, dilakukan titrasi dengan HCl 0.5 N yang akan distandardisasi, menggunakan indikator jingga metil sampai warna tepat berubah dari jingga menjadi merah permanen. Normalitas NaOH 5/(VNaOH), dan diambil rerata dari
22
(a) Data kadar air GPA
Ulangan W1a (g) W2a (g) W3a (g) Kadar Air (%) Rerata (%)
1 112.9787 0.5003 113.4435 7.10
2 116.6828 0.5003 117.1320 10.30
3 115.3799 0.5017 115.8266 10.96
9.45
Ket: W1 : bobot cawan (g)
W2 : bobot contoh (g)
W3 : bobot cawan + contoh (g)
(b) Data kadar asetil GPA
Ulangan W
a (g) Ma (%) Ca (ml)
Naa (N)
Aa (ml)
Nba (N)
Kadar asetil (%)
Rerata (%) 1 0.5003 7.10 22.90 0.5617 0.70 0.4879 94.14 2 0.5003 10.30 23.65 0.5617 0.65 0.4879 93.69 3 0.5017 10.96 23.45 0.5617 0.60 0.4879 95.44
94.42
dengan: A = ml NaOH untuk titrasi contoh, B = ml NaOH untuk titrasi blangko, Nb =
normalitas NaOH; C = ml HCl untuk titrasi contoh, D = ml HCl untuk titrasi blangko, Na = normalitas HCl; dan M = kadar air GPA (%), W = g contoh GPA.
Keterangan: ml HCl untuk titrasi blangko: 40.30 ml dan ml NaOH untuk titrasi blangko: 1.50 ml.
Contoh Perhitungan, untuk GPA ulangan 1:
7.10% 100% 0.5003 112.9787 113.4435 1 air
Kadar = − −
⎟
× =⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
9.45% 3 10.96% 10.30% 7.10% air kadarRerata = + + =
(
)
(
)
[
]
(
)
94.14%0.5003 0.071 1 0.4879 0.70 1.50 0.5617 22.90 40.3 4.305 (%) asetil
Kadar =
− − + − = 94.42% 3 95.44% 93.69% 94.14% asetil kadar
Rerata = + + =
23
Lampiran 10 Persentase hasil glukosa oleat
Mol
Bobot (g)
GPA FAME Ulangan GPA FAME GPA tidak bereaksi FAME tidak bereaksi Produk A Produk B Produk Total Titik Leleh (oC)
Persentase hasil rerata
ester glukosa
oleat 1 3.2135 2.3721 1.8011 2.2772 1.5359 0.021 1.5569 98-110
1 1 2 3.1305 2.3635 1.7899 2.1621 1.5466 0.0459 1.5925 98-110 65.55 1 3.1222 4.7299 0.1449 3.1395 2.4609 0.3094 2.7703 110-112
1 2 2 3.1232 4.7291 0.1062 3.1965 2.7811 0 2.7811 110-112 57.77
1 3.1283 7.0172 0.3093 6.1823 4.9741 0.0257 4.9998 84-98
1 3 2 3.1236 7.0802 0.3162 6.1595 4.9708 0 4.9708 84-98 70.64
Perhitungan bobot teoritis ester glukosa oleat: Keterangan: BM GPA = 390.1804 g/mol
BM metil oleat = 296.4879 g/mol
BM ester glukosa oleat = 1501.4718 g/mol
a) contoh perhitungan:
Metil oleat : GPA (0.008:0.008)mol, ulangan 1
5 Metil oleat + GPA → ester glukosa oleat
Mol Metil oleat Mol GPA Mol ester glukosa oleat Mula-mula 0.008 0.0082
bereaksi 0.008 0.0016 0.0016
sisa 0.0066 0.0016
Mol metil oleat : 1
4879
.
296
3721
.
2
−gmol
g
= 0.008 mol
Mol GPA 1
-mol
g
390.1804
g
3.2135
= 0.0082 mol
Bobot teoritis ulangan 1 = mol ester glukosa oleat (mol) x BM ester glukosa oleat (g/mol)
= 0.0016 mol x 1501.4718 g/mol = 2.4023 g
24
Lampiran 11 Spektrum FTIR asam oleat
Bilangan gelombang (cm-1)
Lampiran 12 Spektrum FTIR metil oleat
25
Lampiran 13 Spektrum FTIR glukosa
26
Lampiran 15 Spektrum FTIR ester glukosa oleat (1:1)
Lampiran 16 Spektrum FTIR ester glukosa oleat (1:2)