• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Kepulauan Selayar, yang secara geografis terletak pada 5°42' -7°35' Lintang Selatan dan 120°15' - 122°30' Bujur Timur, merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, dan satu-satunya kabupaten yang terpisah dari Pulau Sulawesi. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar adalah sebagai berikut:

− sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba − sebelah timur berbatasan dengan Laut Flores

− sebelah selatan berbatasan dengan ProvinsiNusa Tenggara Timur − sebelah barat berbatasan dengan Laut Flores dan Selat Makassar

Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki wilayah seluas 10.503,69 km2, yang terdiri dari wilayah darat seluas 1357,03 km2 (12,92%) dan wilayah laut 9.146,66 km2

Pulau Pasi merupakan salah satu pulau yang secara geografis dekat dengan mainland (Pulau Selayar) yang secara administratif masuk ke dalam Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar. Pulau ini terdiri atas tiga pemerintahan desa, yaitu Desa Bonto Borusu, Desa Bonto Lebang, dan Desa Kahu-Kahu. Posisi geografis 6° 5’ – 6° 13’ LS dan 120° 23’ – 120° 27’ BT.

(87,08%). Di Kabupaten Kepulauan Selayar terdapat 130 pulau besar dan kecil yang membentuk garis pantai sepanjang 6.440,89 km. Dari gugusan pulau-pulau yang ada, telah diketahui 34 pulau berpenghuni dan sisanya tidak berpenghuni.

Pulau Pasi memiliki luas 2.355 ha (BPS 2009), dengan garis pantai sepanjang 29.545,66 meter, luas mangrove 66,62 ha, terumbu karang 408,36 ha, terumbu karang bercampur dengan pasir 603,61 ha, padang lamun bercampur pasir 799,53 ha, hamparan pasir tergenang air laut 171,32 ha, hamparan pasir putih di pantai 58,95 ha, pemukiman 25,99 ha, kebun/kelapa 845,42 ha, dan tegalan/ladang 1391,40 ha (PPTK, 2007).

Pulau Pasi berjarak sekitar 1 km dari Pulau Selayar / Kota Benteng, yang dicapai melalui perjalanan laut selama 10-15 menit dengan perahu bermesin tempel. Sisi selatan dan barat pulau memiliki pesona alam dengan pantai berpasir putih yang indah pada pantai Dongkalan, Jeneiya, dan pantai

(2)

4.1.1 Kondisi Kependudukan

Jumlah penduduk Pulau Pasi sebanyak 4.058 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.037. Penduduk terbanyak berada di Desa Kahu-Kahu sebanyak 1.854 jiwa, kemudian Desa Bontoborusu sebanyak 1.428 jiwa dan yang paling sedikit adalah Desa Bontolebang sebanyak 776 jiwa (Tabel 11)

Tabel 11 Luas desa dan kondisi penduduk Pulau Pasi

Desa Luas Desa (Km2) Jumlah Rumah Tangga Penduduk Jumlah Kepadatan Penduduk Per Km2

Bontoborusu 10,00 463 1 639 164

Bontolebang 3,31 250 897 271

Kahu-kahu 10,04 482 1918 191

Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Selayar (2010)

Pada umumnya, masyarakat Pulau Pasi berprofesi sebagai nelayan dan selebihnya bekerja di sektor formal seperti pegawai pemerintahan dan guru. 4.1.2 Aksesibilitas

Untuk mencapai Pulau Pasi dari Pulau Selayar (mainland) secara reguler, dapat ditempuh dengan dua 2 cara yaitu menyeberang melalui dermaga depan pasar lama Benteng menuju Desa Bontolebang atau dari dermaga Desa Bontosunggu (Kampung Padang) menuju desa Bontoborusu atau Kahu-Kahu. Transportasi regular antara pulau Pasi dengan maninland berupa kapal taradisional katinting dan jarangka (semacam perahu kecil dengan mesin tempel untuk katinting dan mesin dalam untuk jarangka serta keduanya menggunakan cadik) yang melayani penyebrangan secara regular. Jarak tempuh dari mainland ke Pulau Pasi berkisar antara 10 – 15 menit waktu tempuh.

Desa Bontoborusu merupakan desa pemekaran dari Desa Kahu-Kahu dan jarak antara kedua desa sangat dekat. Kedua desa tersebut dihubungkan dengan jalan setapak yang terbuat dari paving block untuk memudahkan masyarakat kedua desa berinteraksi. Desa Bontolebang merupakan desa yang terletak di sisi utara pulau dan dipisahkan jaraj yang cukup jauh dari kedua desa yang lain. Untuk menuju Desa Bontolebang dari Kahu-Kahu sebagai desa yang berbatasan, sebaiknya menggunakan transportasi laut karena selain jarak yang cukup jauh ditempuh dengan jalan kaki, juga belum terdapat jalan umum yang menghubungkan kedua desa.

(3)

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Pulau Pasi memiliki masyarakat yang cukup modern karena kedekatan dengan ibu kota kabupaten dan aksesibilitas yang mudah untuk melakukan perjalanan ke kota. Namun demikian, karasteristik sebagai sebuah pulau tetap terasa, seperti jalan yang menghubungkan desa dan kampung adalah jalan setapak yang terbuat dari paving block, sumber air bersih yang tidak mudah ditemukan, keterbatasan penerangan pada jam-jam tertentu karena menggunakan listrik non-PLN serta terbatasnya sarana pendidikan, pasar dan kesehatan seperti yang terlihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sarana yang dimiliki masing-masing desa di Pulau Pasi No Sarana Desa Bontolebang Desa Bontoborusu Desa Kahu-Kahu

1 Mesjid 3 4 4 2 Sarana Pendidikan - TK 2 3 2 - SD 1 2 1 - SMP 1 1 - - SMU - - - 3 Sarana Kesehatan 1 1 1 4 Pasar Tradisonal - - - 5 Lembaga Keuangan 1 2 2 6 Dermaga 2 1 1

7 Jalan Paping Block Paping Block Paping Block

8 Penerangan Listrik Non PLN Listrik Non PLN Listrik Non PLN 9 Komunikasi Seluler, TV, Radio Seluler, TV, Radio Seluler, TV, Radio 10 Sanitasi

- Air Bersih Sumur Sumur Sumur

- WC Umum Ada Ada Ada

- Tempat Sampah Ada/Pantai Ada/Pantai Ada/Pantai

4.1.4 Sumber Air Bersih

Sumber air bersih merupakan salah satu kendala yang lazim ditemukan di kawasan pulau-pulau kecil. Masyarakat Pulau Pasi memanfaatkan sumber air bersih dari sumur-sumur umum yang terdapat pada masing-masing desa meskipun memiliki kadar garam yang agak tinggi atau payau. Selain mengandalkan air bersih dari sumur, masyarakat juga menadah air hujan ketika sedang musim hujan dan jika musim kemarau tiba, banyak yang mengambil air tawar dari mainland.

4.1.5 Kelistrikan

Pada umumnya masyarakat Pulau Pasi di tiga desa sudah dapat menikmati penerangan listrik. Sumber energi listrik berasal dari mesin-mesin

(4)

pembangkit tenaga diesel yang dikelola dan dimiliki swasta atau oleh kelompok. Aliran listrik tersedia mulai pukul 18.00 – 23.00 setiap hari.

4.2 Analisis Kesesuaian

4.2.1 Kondisi Fisik Perairan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 10 stasiun penelitian yang terdapat di sisi utara, barat dan selatan Pulau Pasi, tidak ditemukan perbedaan yang mencolok pada kondisi lingkungan perairan seperti terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Kondisi lingkungan perairan Pulau Pasi pada 10 stasiun pengamatan

Stasiun Lokasi Suhu Kedalaman Kecerahan Salinitas Kec. Arus Parameter Lingkungan Perairan (°c) (m) (%) o/oo (cm/detik) 1 Selatan P. Pasi 31,16 10 90 32 20,83 2 Selatan P. Pasi 31,17 4 100 32 20,83 3 Selatan P. Pasi 30,48 10 90 31 0,55 4 Barat P. Pasi 30,57 9 100 32 3,82 5 Barat P. Pasi 30,56 10 80 32 3,72 6 Barat P. Pasi 31,16 5 100 32 7,72 7 Barat P. Pasi 31,37 10 95 32 0,59 8 Barat P. Pasi 31,17 5 100 32 3,62 9 Utara P. Pasi 30,57 5 100 33 3,82 10 Utara P. Pasi 30,56 9 100 28 3,79 4.2.1.1 Kecepatan Arus

Hasil pengukuran dan pengamatan kecepatan arus memperlihatkan bahwa pada sisi barat dan utara memiliki kecepatan arus yang rendah yakni berkisar antara 0,55 cm/detik – 7,72 cm/detik. Sisi selatan pulau memiliki kecepatan arus yang lebih kuat yakni 20,83 cm/detik pada stasiun 1 dan 2 (Tabel 22). Hal ini disebabkan oleh selat sempit yang terdapat di ujung selatan Pulau Pasi sehingga massa air mengalir lebih kencang pada sisi selatan Pulau Pasi.

PPTK (2007) menjelaskan bahwa kondisi arus permukaan Laut Flores di sekitar perairan Kabupaten Selayar, termasuk kawasan pulau-pulaunya pada bulan Nopember - Maret (musim barat) mengalir ke arah timur dengan kecepatan 33-50 cm/dtk, pada awal musim timur (bulan April), arus menuju ke barat dengan kecepatan lemah yakni 12-38 cm/dtk, pada musim timur arus permukaan semakin meningkat dan kecepatan maksimum terjadi pada bulan Juni mengalir ke arah timur sekitar 75 cm/dtk. Akhir musim timur (bulan Oktober) kecepatan arus mulai menurun yang mengalir ke barat dengan kecepatan 25-38 cm/dtk.

(5)

4.2.1.2 Kedalaman dan Kecerahan

Kedalaman perairan yang digunakan untuk kegiatan wisata bahari berkisar antara 3 - 10 meter. Kecerahan perairan pada stasiun pengamatan berkisar antara 80 – 100 %. Pada saat pengamatan, secchidisk maksimum terlihat pada kedalaman 9 meter sehingga pada 4 stasiun penyelaman yang memiliki kedalama 10 meter, kondisi terumbu yang ada di dalam perairan tidak terlihat dengan jelas dari atas perairan (perahu). Hal ini berbeda dengan 7 stasiun pengamatan yang lain dimana kisaran kedalaman 4 meter hingga 9 meter, secchidisk dapat terlihat sehingga kecerahan perairan pada keenam stasiun tersebut 100%.

Kecerahan dan kedalaman sangat berpengaruh terhadap kondisi terumbu karang karena kemampuan penetrasi cahaya kedalam perairan akan mempengaruhi proses fotosintesa zooxantellae yang berasosiasi dengan hewan karang. Hal ini banyak dikemukan oleh para ahli terumbu karang, salah satunya adalah Supriharyono (2007) yang mengatakan bahwa hewan karang (hermatypic

reef building corals) hidupnya bersimbiosis dengan ganggang (Zooxanthellae)

yang melakukan proses fotosintesa sehingga pengaruh cahaya (illumination) adalah sangat penting. Terkait dengan pengaruh cahaya tersebut, maka kedalaman juga membatasi kehidupan hewan karang.

4.2.1.3 Suhu dan Salinitas

Kisaran suhu pada suatu tempat sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan, salinitas air laut dan arus-arus global. Suhu yang teramati pada lokasi penelitian cenderung stabil diseluruh stasiun penelitian dengan kisaran antara 30,48°C–31,37°C. Kisaran suhu yang teramati merupakan kisaran normal untuk perairan tropis dan memungkinkan terumbu karang dapat berkembang dengan baik sesuai pernyataan Nybakken (1992) bahwa terumbu karang dapat tumbuh secara optimal pada suhu 23°C–25°C dan dapat mentolerir suhu kira-kira 36°C – 40°C namun tidak dapat bertahan pada suhu minimum tahunan dibawah 18°C. Supriharyono (2007) menyatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25°C – 29°C, batas minimum 16°C – 17°C dan batas maksimum sekitar 36°C.

Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air yang dinyatakan dengan satuan ppt (gram per liter). Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air,

(6)

50 100 150 200 250 10. 00 13. 00 16. 00 19. 00 22. 00 01. 00 04. 00 07. 00 10. 00 13. 00 16. 00 19. 00 22. 00 01. 00 04. 00 07. 00 10. 00 Ti ng gi P as ang S ur ut (cm )

Waktu Pengamatan (jam)

penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1993). Pengukuran salinitas pada lokasi penelitian berada pada kisaran normal untuk pertumbuhan terumbu karang yaitu 28 – 32 ppt. Salinitas yang rendah terdapat di stasiun 10 (sisi utara bagian timur pulau) dengan 28 ppt yang kemungkinan disebabkan oleh dekatnya muara sungai yang terdapat di mainland.

4.2.1.4 Pasang Surut

Pasang surut merupakan gejala naik dan turunnya muka air laut secara periodik akibat pengaruh gravitasi bulan dan matahari. Kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi mengakibatkan pengangkatan badan air pada satu bagian bumi yang berada pada sumbu bumi-bulan dan penurunan badan air pada bagian bumi yang berada tegak lurus terhadap sumbu bumi-bulan. Pasang dan surut pada suatu pantai umumnya dapat terjadi masing-masing sekali dalam sehari (diurnal tide) atau 2 kali sehari (semi-diurnal tide). Pada lokasi pantai tertentu dapat pula terjadi bahwa sifat pasut terletak di antara keduanya, yang disebut sebagai pasut campuran (mixed tide). Hasil pengamatan pasang surut selama 48 jam yang dilakukan di dermaga Bontolebang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pasang surut yang teramati di Pulau Pasi dalam 48 jam pengamatan.

Berdasarkan pengamatan, tipe pasang surut Pulau Pasi merupakan pasang surut bertipe campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing

semidiurnal). Pasang surut dengan tipe seperti ini, dalam satu hari terjadi dua

(7)

4.2.2 Kondisi Ekologis

Kondisi ekologis sumberdaya perairan Pulau Pasi berdasarkan pengamatan pada 10 stasiun penelitian adalah sebagai berikut :

4.2.2.1 Terumbu Karang

Hasil pengamatan dengan menggunakan Line Intercept Trancsect (LIT), pada 10 stasiun penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam beberapa penelitian, tutupan karang hidup hanya dilihat dari karang keras sebagai indikator utama kesehatan karang. Namun dalam pengembangan ekowisata bahari, sumberdaya karang tidak hanya dinilai dari karang keras tapi juga penutupan karang lunak. Hal ini disebabkan oleh tujuan pengunjung yang ingin melihat dan menikmati keindahan secara utuh sehingga informasi tentang karang tidak hanya terbatas pada karang keras saja. Karang lunak, Meliopora dan Heliopora dapat meningkatkan nilai estetika suatu kawasan dalam konteks pengembangan ekowisata bahari. Keseluruhan karang hidup dikelompokkan dalam penutupan komunitas karang hidup yang persentase penutupannya pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Persentase tutupan karang dan jumlah lifeform Stasiun Lokasi Coral Community Cover (%) Hard Coral

Cover (%) Jumlah Lifeform 1 Selatan P. Pasi 62,67 59,60 11 2 Selatan P. Pasi 50,23 43,73 12 3 Selatan P. Pasi 60,50 46,00 8 4 Barat P. Pasi 74,83 60,33 11 5 Barat P. Pasi 56,00 51,00 9 6 Barat P. Pasi 46,67 46,67 11 7 Barat P. Pasi 69,67 69,67 14 8 Barat P. Pasi 60,67 58,33 12 9 Utara P. Pasi 72,83 62,67 11 10 Utara P. Pasi 69,33 64,00 14

Penutupan komunitas karang hidup tertinggi pada stasiun 4 di sisi barat Pulau Pasi dengan persentase penutupan sebesar 74,83%. Penutupan komunitas karang hidup di stasiun 4 susun oleh karang keras dari bentuk penutupan acropora dan non-acropora sebesar 60,33%, karang lunak 13,33% dan sponges 1,17%. Penutupan komunitas karang hidup terendah berada di stasiun 6 pada sisi barat pulau dimana pada stasiun ini hanya ditemukan penutupan karang keras sebesar 46,67%.

(8)

59, 60 43, 73 46, 00 60, 33 51, 00 46, 66 69, 67 58, 33 62,67 64, 00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8 St. 9 St. 10 Pe rs en ta se P en ut up an (% ) Stasiun Pengamatan

Kisaran persentase penutupan karang keras yang hidup berkisar antara 43,73% - 69,67%, berasal dari bentuk pertumbuhan acropora dan non-acropora. Berdasarkan kategori Gomes dan Yap (1984) tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang, maka 7 stasiun pengamatan dalam kategori baik dengan kisaran 50% – 74,9% dan 3 stasiun yang berada pada kategori sedang dengan kisaran 25% - 49,9% tutupan karang hidup. Stasiun dengan kategori baik yaitu stasiun 1 di sisi utara pulau, stasiun 4, 5, 7 dan 8 di sisi barat pulau dan stasiun 9 dan 10 di sisi utara pulau. Stasiun dengan kategori sedang yaitu stasiun 2 dan 3 pada sisi selatan pulau dan stasiun 6 pada sisi barat pulau (Gambar 4).

Jumlah lifeform yang teramati berkisar antara 8 – 14 jenis. Jumlah jenis

lifeform yang terbanyak berada pada stasiun 7 di sisi barat pulau dan stasiun 10

di sisi utara pulau, sedang lifeform yang paling sedikit terdapat di stasiun 3 di sisi selatan pulau.

Gambar 4 Persentase penutupan hard coral hidup per stasiun pengamatan.

Penutupan karang keras yang hidup (hard coral cover) dibagi dalam 2 kelompok menurut English et al (1997) yaitu acropora dan non-acropora.

Acropora merupakan hewan karang dari spesies acropora dengan bentuk

pertumbuhan bercabang dan non-acropora merupakan hewan karang lainnya yang memiliki berbagai bentuk pertumbuhan. Dead coral merupakan koloni hewan karang yang baru mati dan masih memiliki bentuk yang belum berubah dari bentuk pertumbuhannya meski terkadang ditumbuhi algae. Sponge dan karang lunak masuk dalam kategori others sedangkan pasir dan pecahan karang masuk dalam kategori abiotik.

(9)

0 15 30 45 60 St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8 St. 9 St. 10 Pr es en ta se (% ) Stasiun Penelitian

Acropora Non Acropora Dead Coral Other Abiotic

Hasil pengamatan yang dilakukan pada 10 stasiun penelitian menunjukkan rerata penutupan karang didominasi oleh non-acropora yaitu sebesar 36,96%, menyusul dead coral sebesar 27,16% lalu acropora sebesar 19,24% kemudian abiotic dan others masing-masing 10,18% dan 6,46%.

Penutupan bentik per stasiun dibagi kedalam acropora, non-acropora,

dead coral, others dan abiotic. Pada Gambar 5 dapat dilihat kisaran persentase

penutupan acropora pada 10 stasiun pengamatan yaitu 3,34% - 36,00%. Penutupan terendah sebesar 3,34% di stasiun 9 (sisi utara pulau), sedangkan penutupan tertinggi sebesar 36,00% yang berada di stasiun 3 (sisi selatan pulau). Dari 36% penutupan acropora di stasiun 3, sebanyak 29,60% merupakan ACB dan selebihnya merupakan ACS, ACE dan ACT. Selain stasiun 3, juga terdapat stasiun 1 (sisi selatan pulau) yang didominasi oleh acropora dengan persentase penutupan sebesar 34,03%. Jenis lifeform acropora di stasiun 1 adalah ACB sebesar 31,87% dan ACT sebesar 2,17%.

Gambar 5 Persentase penutupan bentik per stasiun.

Penutupan non-acropora pada 10 stasiun penelitian merupakan yang terbanyak dari seluruh kategori benthic lifeform yaitu 36,96%. Non-acropora adalah seluruh jenis karang keras selain acropora dengan bentuk pertumbuhan branching, encrusting, foliose, massive, submassive, mushroom, heliopora dan

milleopora non-acropora mayoritas ditemukan dalam jumlah yang besar pada

setiap stasiun. Persentase terendah ditemukan pada stasiun 2 dan 3 yang masing-masing 10% dan stasiun 1 sebesar 25,57%. Persentase penutupan tertinggi ditemukan di stasiun 9 pada sisi utara pulau sebanyak 59,33% dan

(10)

stasiun 8 pada sisi barat pulau sebanyak 53,50%. Pada stasiun 9, kategori

non-acropora dihuni oleh coral massive sebesar 30,33% dan coral encrusting sebesar

20,83%, coral melliopora sebesar 3,5%, coral branching 3% dan coral

submassive sebesar 1,67%. Pada stasiun 8, kategori non-acropora didominasi

oleh penutupan coral branching sebanyak 31% dan selebihnya dihuni oleh coral

massive sebanyak 10,83%, coral encrusting 7%, coral feliosa 4,17% dan coral submassive sebesar 0,5%. Beberapa lifeform yang teramati dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6 Beberapa jenis pertumbuhan karang yang terdapat di Pulau Pasi. a) coral massive, b) acropora tabulate, c) coral branching dan d) coral

encrusting (Photo by Irwan).

Perbedaan persentase penutupan acropora dan non-acropora pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada letak stasiun pengamatan. Penutupan

lifeform acropora lebih mendominasi pada sisi selatan pulau (stasiun 1 sebanyak

34,03%, stasiun 2 sebanyak 33,50% dan stasiun 3 sebanyak 36%) sedangkan

non-acropora lebih mendominasi pada sisi barat dan utara pulau (kisaran

penutupan non-acropora dari stasiun 4 – 10 berkisar antara 36,63 – 59,33%). Hal ini terjadi karena pengaruh faktor arus yang lebih kuat pada sisi selatan pulau. Kecepatan arus pada saat pengamatan di stasiun 1 dan 2 (sisi selatan pulau) adalah 20,83 cm/detik dan merupakan arus yang tercepat dari seluruh stasiun pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriharyono (2007) bahwa bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kekuatan arus dan hempasan gelombang.

(11)

Pada 10 stasiun penelitian, kemunculan dan persentase dead coral cukup besar yang berkisar antara 14,67% - 41,27%. Persentase terbesar berada pada stasiun 2 di sisi selatan dan stasiun 6 di sisi barat pulau dengan penutupan masing-masing 41,27% dan 40%. Penutupan dead coral terendah berada pada stasiun 3 di sisi selatan pulau dengan jumlah 14,67% tutupan. Dominansi lifeform

dead coral yang teramati adalah dead coral with algae (DCA) sebanyak 91,32%

sedangkan dead coral hanya sebanyak 8,68%.

Selain lifeform karang keras, juga terdapat bentik lain berupa sponge dan

soft coral yang masuk dalam kategori others. Dari 10 stasiun pengamatan,

tutupan kategori others berkisar antara 0,33% - 15,17%. Persentase tutupan terendah (0,33%) berada di stasiun 7 pada sisi barat pulau sedangkan persentase tinggi berada pada stasiun 3 di sisi selatan pulau sebesar 15,17% dan stasiun 4 di sisi barat pulau sebesar 14,50%. Pada kedua stasiun tersebut, kategori others di dominasi oleh soft coral sebanyak 14,50% pada stasiun 3 dan 13,33% pada stasiun 4.

Tutupan pasir dan rubble atau kategori abiotic terendah diperoleh di stasiun 4 pada sisi barat pulau sebanyak 1% sedangkan tertinggi diperoleh di stasiun 3 pada sisi selatan pulau sebanyak 24,16%. Pada stasiun 3, penutupan pasir diperoleh 17,17% dan penutupan rubble sebesar 7%.

4.2.2.2 Ikan Karang

Pengamatan pada 10 stasiun penelitian, ditemukan 171 jenis ikan karang dari 33 famili. Jumlah individu dalam 250m2

Jumlah spesies yang teramati pada masing-masing stasiun beragam. Jumlah spesies terbanyak ditemukan di stasiun 4 yaitu sebanyak 107 spesies dari 28 jumlah famili. Sedangkan jumlah yang terendah diperoleh di stasiun 3 pada sisi selatan pulau yaitu sebanyak 47 spesies dari 11 jumlah famili. Pada stasiun 3, meskipun jumlah spesies dan jumlah famili kurang namun memiliki jumlah individu yang tinggi dalam satu transek yaitu sebanyak 1.273 spesies. Hal ini terjadi karena melimpahnya salah satu jenis ikan mayor pada stasiun tersebut.

terbanyak ditemukan di stasiun 4 pada sisi barat pulau sebanyak 1.578 ekor dan terendah ditemukan di stasiun 10 pada sisi utara pulau yaitu sebanyak 975 ekor (Tabel 15 dan Lampiran 2).

(12)

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ke lim pa ha n Stasiun lain-lain Scaridae Plotosidae Lethrinidae Lutjanidae Nemipteridae Chaetodontidae Serranidae Acanthuridae Caesionidae Labridae Pomacentridae Tabel 15 Jumlah individu, spesies, famili dan kelimpahan iIndividu per meter

pada 10 stasiun pengamatan

Stasiun Lokasi Jumlah Individu (250 m2) Spesies Jumlah Jumlah Famili Kelimpahan Individu / meter2

1 Selatan P. Pasi 1432 90 24 5,73 2 Selatan P. Pasi 1578 91 23 6,31 3 Selatan P. Pasi 1273 47 12 5,09 4 Barat P. Pasi 1184 107 28 4,74 5 Barat P. Pasi 1290 100 24 5,16 6 Barat P. Pasi 1202 93 22 4,81 7 Barat P. Pasi 1260 99 23 5,04 8 Barat P. Pasi 977 72 20 3,91 9 Utara P. Pasi 1406 83 24 5,62 10 Utara P. Pasi 1238 95 24 4,95

Kepadatan rata-rata pada 10 stasiun penelitian adalah 5,14 ekor/m2 dimana stasiun 8 di sisi barat pulau memiliki kepadatan terendah yaitu sebesar 3,91 ekor/m2 sedangkan kepadatan tertinggi berada pada stasiun 2 di sisi selatan pulau dengan 6,31 ekor/m2

Jumlah famili yang teramati pada 10 stasiun penelitian sebanyak 30 famili. Famili yang teramati adalah Pomacentridae, Labridae, Caesionidae, Acanthuridae, Serranidae, Chaetodontidae, Nemipteridae, Lutjanidae, Lethrinidae, Plotosidae, Sacridae, Muraenidae, Holocentridae, Haemulidae, Apogonidae, Pseudochromidae, Siganidae, Mullidae, Balistidae, Pomachantidae, Ephippidae, Gobiidae, Tetraodontidae, Aulostomidae, Zanclidae, Bleniidae, Fistulariidae, Syngnathidae, Ostrachiidae dan Dasytidae. Persentase kelimpahan 11 famili terbanyak per stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

.

(13)

Pada Gambar 7, hanya 11 famili yang memiliki persentase di atas 1 % yang ditampilkan dalam grafik dan famili lainnya digabung dalam kelompok lain-lain. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa famili Pomacentridae mendominasi masing-masing stasiun penelitian. Kelimpahan Pomacentridae pada seluruh stasiun penelitian sebesar 50,11%, Labridae 13,24%, Caesionidae 11,82% dan famili-famili lainnya berkisar antara 3,90% - 0,02%. Kelimpahan tertinggi famili Pomacentridae terdapat di stasiun 7 sebanyak 820 individu atau 65,08%, dan stasiun 1 sebanyak 915 individu atau 63,85%. Kelimpahan yang terendah berada di stasiun 3 dengan jumlah individu yang teramati sebanyak 512 atau 40,22%. Kelimpahan famili tertinggi kedua adalah Labridae yang terdapat pada seluruh stasiun pengamatan. Kelimpahan tertinggi Labridae berada di stasiun 3 dengan jumlah individu yang teramati sebanyak 555 atau 43,60% dan kelimpahan terendah berada di stasiun 9 dengan jumlah individu yang teramati sebanyak 43 individu atau 3,06%. Famili Caesionidae merupakan famili dengan kelimpahan tertinggi ketiga. Famili Caesionidae terbanyak ditemukan di stasiun 2 sebanyak 650 individu atau 41,19%, kemudian pada stasiun 9 ditemukan sebanyak 250 individu atau 17,78% dan stasiun 1 ditemukan sebanyak 200 individu atau 13,96%. Beberapa jenis dan famili ikan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Beberapa jenis ikan yang teramati berdasarkan famili a) Amphiprion

ocellaris dari famili Pomacentridae, b) Caesio cuning dari famili

Caesionidae, c) Chlorurus sp dari famili Scaridae dan Zanclus

canescens dari famili Zanclidae dan d) Platax teira dari famili

(14)

60 48 39 82 95 88 66 65 55 51 1095 804 1060 905 987 891 997 794 1001 1055 277 726 174 177 208 223 197 118 350 132 0 200 400 600 800 1000 1200 St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8 St. 9 St. 10 Ju ml ah (e ko r) Stasiun Pengamatan Indikator Mayor Target

Terumbu karang memberikan kapasitas daya dukung yang besar untuk kehidupan makhluk lain di dalamnya, terutama ikan karang. Konsep relung ekologi (ecology niche) dan jaring makanan telah memberikan pemahaman yang baik bahwa bagaimana ekosistem terumbu karang menciptakan keanekaragaman jenis biota ikan dan non ikan yang tinggi (Lieske & Myers, 1994; Nybakken, 1992). Ketika komponen atau fungsi relung ekologi terganggu, maka ikan meninggalkan tempat tersebut untuk mencari tempat lain yang lebih sesuai dengan kebutuhannya.

Komposisi ikan karang yang ditemukan pada 10 stasiun pengamatan dibagi ke dalam kelompok ikan indikator, ikan mayor dan ikan target seperti yang terlihat pada Gambar 9. Kelompok ikan indikator merupakan ikan yang berasal dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Scarridae, Pomacantihidae, Zanclidae dan Labridae yang kehadirannya dalam suatu area terumbu karang dapat dijadikan indikator status kesehatan karang. Rerata kehadiran ikan indikator dalam 10 stasiun pengamatan adalah 64,9. kemunculan terbanyak ikan indikator di stasiun 5 dengan jumlah 95 ekor. Spesies terbanyak yang ditemukan dari famili Chaetodontidae berupa Chaetodon kleinii sebanyak 17 ekor dan

Chaetodon baronessa sebanyak 13 ekor, dari famili Pomacentridae berupa amblyglyphidodon sp. sebanyak 10 ekor, dari famili Zanclidae berupa Zanclus canescens sebanyak 10 ekor. Stasiun 3 merupakan stasiun yang paling sedikit

memiliki ikan dari indikator. Jumlah ikan yang teramati adalah 39 ekor dan ikan

Amblyglyphidodon sp dari famili Pomacentridae sebanyak 25 ekor.

(15)

Kelompok ikan mayor paling banyak dijumpai di stasiun 1 pada sisi selatan pulau sebanyak 1095 individu / 250m2. Ikan yang umum dijumpai berasal dari famili Pomacentridae sebanyak 910 individu. Spesies terbanyak dari famili Pomacentridae adalah spesies Acanthochromis polyacanthus sebanyak 400 individu. Kelompok ikan mayor yang paling sedikit dijumpai berada di stasiun 8 pada sisi barat pulau sebanyak 794 individu/250m2

Kelompok ikan target paling banyak ditemukan di stasiun 2 pada sisi selatan pulau sebanyak 726 individu/250 m

.

2. Kepadatan ikan target pada stasiun ini karena ditemukan gerombolan ikan Caesio cuning dan Caesio teres dari famili Caesionidae sebanyak 650 individu/250 m2. Stasiun 8 di sisi barat pulau merupakan lokasi pengamatan yang paling sedikit ditemukan ikan target. Jumlah ikan yang teramati adalah 116 individu/m2

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh CRITC-LIPI (2007) di perairan selayar yang menemukan 273 jenis ikan dari 33 famili dan penelitian CRITC-LIPI (2009) yang menemukan 226 jenis ikan dari 31 famili, maka jumlah jenis dan famili yang teramati di Pulau Pasi masih lebih sedikit jumlahnya yang hanya 171 jenis dengan jumlah famili 30.

.

4.2.2.3 Interaksi Biofisik

Pengembangan ekowisata bahari kategori selam dan snorkeling sangat membutuhakn dukungan biofisik dan lingkungan yang baik. Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat penutupan karang hidup dan kelimpahan ikan sangat baik untuk keperluan ekowisata selam dan snorkeling.

Selain menjadikan keanekaragaman ikan dan karang sebagai daya tarik wisatawan, interaksi keduanya juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengelolaan kawasan yang lebih bijaksana. Pada sisi selatan pulau, bentuk pertumbuhan karang lebih didominasi oleh karang acropora dan ikan lebih banyak dari famili Pomacentridae, Labridae dan Caesionidae. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui jika pada sisi selatan pulau telah mengalami tekanan ekologis yang kuat dibanding sisi pulau yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keseragaman biota yang cenderung lebih tinggi hingga terdapat salah satu spesies yang lebih dominan dibanding spesies yang lain.

Hal ini dapat disebabkan oleh faktor alam karena letak sisi selatan yang

merupakan daerah pergerakan massa air dari kota Benteng menuju laut lepas sehingga arus cenderung kuat dan banyak partikel yang dapat terbawa. Dapat

(16)

pula merupakan pengaruh manusia yang sering melakukan penangkapan ikan di daerah tersebut karena sisi selatan pulau merupakan daerah penangkapan ikan tradisional oleh masyarakat dua desa di Pulau Pasi yaitu desa Kahu-Kahu dan desa Bontoborusu serta nelayan-nelayan dari Pulau Selayar yang dekat dengan lokasi tersebut.

Pada sisi utara dan barat pulau yang memiliki pantai berpasir, penyelam seringkali menemukan penyu yang berenang di sekitar terumbu sehingga kemungkinan daerah tersebut merupakan salah satu tempat untuk hidup atau jalur migrasi penyu atau bahkan dapat saja merupakan tempat bertelurnya penyu namun hal ini masih perlu penelitian yang lebih dalam. Pada sisi utara pulau, penyelam juga menemukan ikan hiu yang merupakan salah satu daya tarik bagi penyelam untuk melihat ikan yang dianggap ganas tersebut.

4.2.3 Analisis Kesesuaian Kawasan untuk Pengembangan Ekowisata Bahari

Keseuaian kawasan wisata bahari yang ditinjau dari aspek ekologis berupa kondisi ekosistem terumbu karang dan lingkungannya. Analisis kesesuaian ekologis berikut ini :

4.2.3.1 Kesesuaian Kawasan untuk Wisata Snorkeling

Analisis kesesuaian kawasan untuk wisata snorkeling dilakukan di stasiun yang memiliki kedalaman 3 - 6 meter. Hasil analisis disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Hasil analisis kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling di Pulau Pasi

Stasiun Lokasi IKW (%) Kategori Keterangan

2 sisi selatan pulau Pasi 75,44 S2 Sesuai

6 sisi barat pulau Pasi 77,19 S2 Sesuai

8 sisi barat pulau Pasi 85,96 S1 Sangat Sesuai

9 sisi utara pulau Pasi 85,96 S1 Sangat Sesuai

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata

Hasil analisis pada Tabel 16 memperlihatkan bahwa terdapat 2 stasiun yang sangat sesuai (S1) yaitu stasiun 8 dan 9 di sisi barat dan utara pulau. Nilai IKW stasiun 8 dan 9 sama yaitu 85,96% sedangkan nilai pada stasiun 2 dan 6 masing-masing 75,44% dan 77,19%.

Kekuatan stasiun 8 dalam analisis snorkeling adalah kecerahan yang mencapai 100%, tutupan karang hidup sebanyak 58,33% yang terdiri dari

(17)

53,50% non-acropora dan 4,83% acropora, jumlah bentic lifeform 12 jenis, kecepatan arus 3,62 cm/detik, kedalaman terumbu karang 5 meter dan lebar hamparan datar terumbu di atas 500 meter. Sedangkan pada stasiun 9, kecerahan sebanyak 100%, tutupan karang hidup 62,67% yang terdiri dari 57,33% non-acropora dan 3,33% acropora, jumlah benthic lifeform sebanyak 11 jenis, kecepatan arus 3,82 cm/detik, kedalaman terumbu karang 5 meter dan lebar hamparan terumbu di atas 500 meter.

Pada stasiun 2 dan stasiun 6, berdasarkan perhitungan kesesuaian kawasan hanya mencapai kategori sesuai (S2). Untuk peruntukan kawasan wisata bahari kategori snorkeling, stasiun ini masih dapat dikembangkan namun kondisi yang tidak optimal disebabkan beberapa kelemahan. Adapun kelemahan yang dimiliki stasiun 2 adalah tutupan karang hidup yang hanya sebesar 43,73% yang terdiri dari acropra 33,50% dan non acropora 10,23%, kecepatan arus yang kuat yaitu sebesar 20,83 cm/detik dan jumlah lifeform sebanyak 11 jenis. Kelemahan stasiun 6 adalah tutupan karang hidup yang hanya 46.67% yang terdiri dari acropora 4,33% dan non acropora 42,33%, dan jumlah lifeform hanya 11 jenis. Nilai tambah yang dimiliki stasiun 2 adalah tingginya persentase tutupan karang acropora yaitu sebanyak 33,50% berupa karang jenis lifeform acropora

tabulate 17,67%, acropora branching 9,83% dan acropora submassive 6%. Peta

kesesuaian wisata snorkeling dapat dilihat pada Gambar 10.

Berdasarkan perhitungan kesesuaian wisata snorkeling pada 10 stasiun penelitian, masih terdapat satu stasiun yang sangat cocok (S1) yaitu stasiun 10 dengan IKW 87,72% (Lampiran 3), namun karena wisata snorkeling hanya diperuntukkan bagi kawasan terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 6 meter, maka stasiun 10 tidak memenuhi syarat tersebut karena memiliki kedalaman 9 meter.

(18)

P. Pasi P. Selayar Tg. Gosong Kahu-Kahu Dongkalang Benteng 6 °1 3' 3 0 " 6°1 3 '3 0 " 6 °1 2' 0 0 " 6°1 2 '0 0 " 6 °1 0' 3 0 " 6°1 0 '3 0 " 6 °9 '0 0 " 6°9 '0 0 " 6 °7 '3 0 " 6°7 '3 0 " 6 °6 '0 0 " 6°6 '0 0 " 6 °4 '3 0 " 6°4 '3 0 " 120°22'30" 120°22'30" 120°24'00" 120°24'00" 120°25'30" 120°25'30" 120°27'00" 120°27'00" 120°28'30" 120°28'30" N E W S 1 0 2 Km Sekala 1:120.000

Peta Kesesuaian

Wisata Snorkeling

Sesuai Sangat Sesuai Daratan Sungai Garis Pantai

Keterangan: Penutupan Lahan/Tipe Substrat: Karang Campur Pasir Kebun

Lamun Campur Pasir Mangrove Pasir Pemukiman Tegal/Ladang Terumbu Karang Kedalaman (m): 5 - 10 0 - 5 10 - 20 20 - 30 30 - 50 50 - 100 > 100 6 °2 0 ' 2 0 ' 6 °0 0 ' 6°0 0 ' 120°20' 120°20' 120°40' 120°40'

(19)

4.2.3.2 Kesesuaian Kawasan untuk Wisata Selam

Analisis kesesuaian kawasan untuk wisata selam dilakukan pada stasiun yang memiliki kedalaman lebih dari 6 meter. Hasil analisis disajikan dalam Tabel 17. Berdasarkan perhitungan kesesuaian wisata selam pada 6 stasiun yang terpilih, diperoleh gambaran bahwa secara umum seluruh stasiun dapat dikembangkan wisata bahari kategori wisata selam. Terdapat 4 stasiun pengamatan yang memiliki nilai sangat sesuai (S1) yaitu stasiun 1 dengan IKW 83,33%, stasiun 4 dengan IKW 85,19%, stasiun 7 dengan IKW 90,74% dan stasiun 10 dengan IKW 90,74%. Stasiun dengan kategori sesuai adalah stasiun 3 dengan IKW 70,37% dan stasiun 5 dengan IKW 75,93%.

Tabel 17 Hasil analisis kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam di Pulau Pasi

Stasiun Lokasi IKW (%) Kategori Keterangan 1 sisi selatan pulau Pasi 83,33 S1 Sangat Sesuai

3 sisi selatan pulau Pasi 70,37 S2 Sesuai

4 sisi barat pulau Pasi 85,19 S1 Sangat Sesuai

5 sisi barat pulau Pasi 75,93 S2 Sesuai

7 sisi barat pulau Pasi 90,74 S1 Sangat Sesuai 10 sisi utara pulau Pasi 90,74 S1 Sangat Sesuai IKW = Indeks Kesesuaian Wisata

Nilai IKW tertinggi berada di stasiun 7 dan 10 dengan masing-masing nilai IKW 90,74%. Keunggulan stasiun 7 dan stasiun 10 adalah persentase karang hidup dan jumlah lifeform yang didapatkan. Dari 10 stasiun penelitian, stasiun 7 merupakan stasiun yang memiliki tutupan karang hidup tertinggi yaitu 69,67% dan diikuti oleh stasiun 10 sebanyak 64,00%. Jenis lifeform yang ditemukan di stasiun 10 dan 7 sejumlah 14 jenis lifeform dan merupakan stasiun dengan jenis

lifeform terbanyak dari seluruh stasiun pengamatan. Peta kesesuaian wisata

selam dapat dilihat pada Gambar 11.

Pada stasiun 4, IKW 85,19% atau sangat sesuai untuk ekowisata selam. Namun berdasarkan zonasi peruntukan kawasan, stasiun 4 merupakan zona inti KKLD sehingga kawasan tersebut tidak direkomendasikan dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata bahari. Perhitungan kesesuaian wisata selam pada 10 stasiun penelitian dapat lilihat pada Lampiran 4.

(20)

P. Pasi P. Selayar Tg. Gosong Kahu-Kahu Dongkalang Benteng 6 °1 3' 3 0 " 6°1 3 '3 0 " 6 °1 2' 0 0 " 6°1 2 '0 0 " 6 °1 0' 3 0 " 6°1 0 '3 0 " 6 °9 '0 0 " 6°9 '0 0 " 6 °7 '3 0 " 6°7 '3 0 " 6 °6 '0 0 " 6°6 '0 0 " 6 °4 '3 0 " 6°4 '3 0 " 120°22'30" 120°22'30" 120°24'00" 120°24'00" 120°25'30" 120°25'30" 120°27'00" 120°27'00" 120°28'30" 120°28'30" N E W S 1 0 2 Km Sekala 1:120.000

Peta Kesesuaian

Wisata Selam

Sesuai Sangat Sesuai Daratan Sungai Garis Pantai

Keterangan: Penutupan Lahan/Tipe Substrat: Karang Campur Pasir Kebun

Lamun Campur Pasir Mangrove Pasir Pemukiman Tegal/Ladang Terumbu Karang Kedalaman (m): 5 - 10 0 - 5 10 - 20 20 - 30 30 - 50 50 - 100 > 100 6 °2 0 ' 2 0 ' 6 °0 0 ' 0 0 ' 120°20' 120°20' 120°40' 120°40'

(21)

12% 4% 3% 3% 3% 6% 3% 66%

Karasteristik Responden

Pemerintah Lokal Tokoh Agama Tokoh Pemuda Tokoh Masyarakat Motivator Desa Guru Tukang Perahu Nelayan 4.3 Kondisi Sosial

Jumlah responden sebanyak 87 orang yang berasal dari 3 desa. Adapun persentase jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 12. Besarnya persentase jumlah nelayan disebabkan nelayan adalah mata pencaharian utama di Pulau Pasi dan dianggap bahwa nelayan merupakan masyarakat utama pengguna kawasan konservasi dan yang dapat menerima dampak yang besar dalam pengembangan ekowisata bahari.

Gambar 12 Persentase responden pada 3 desa di Pulau Pasi berdasarkan jenis pekerjaan.

4.3.1 Persepsi Masyarakat Tentang Terumbu Karang dan KKLD

Pemanfaatan sumberdaya terumbu karang bagi masyarakat Pulau Pasi telah dimulai sejak mereka mendiami pulau tersebut mengingat bahwa hamparan terumbu karang di sekeliling pulau telah menyediakan sumberdaya ikan untuk konsumsi maupun untuk diperdagangkan. Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya masyarakat memiliki perhatian yang lebih terhadap kondisi terumbu karang seperti yang terlihat pada Gambar 13.

Pada Gambar 13, dapat diketahui bahwa 55,17% responden menyatakan bahwa kondisi terumbu karang masih dalam kondisi yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada 10 stasiun penelitian yang memiliki rata-rata penutupan karang hidup dalam kondisi ‘baik’. PPTK (2007) menyatakan bahwa kondisi terumbu karang di perairan sekitar Pulau Pasi dalam kondisi baik. Sebanyak 33,33% responden menyatakan kondisi terumbu karang dalam kondisi yang sudah mengalami penurunan kualitas. Menurut masyarakat, kondisi fisik terumbu karang semakin rusak di beberapa tempat dan menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh perilaku nelayan yang merusak terumbu karang dengan penggunaan bom dan bius di

(22)

10,34 4,60 8,05 11,49 8,05 35,63 21,84 33,33 81,61 59,77 70,11 55,17 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Penerimaan terhadap KKLD Pengetahuan terhadap KKLD Pengaruh Karang bagi

keseharian Kondisi kekinian terumbu karang

Presentase Jawaban (%)

Baik Buruk Tidak Tahu

masa lalu. 11,49% responden tidak memiliki jawaban yang pasti atau tidak tahu tentang kondisi terumbu karang di Pulau Pasi.

Gambar 13 Persepsi masyarakat Pulau Pasi terhadap terumbu karang dan KKLD.

Terumbu karang memiliki nilai yang penting bagi kehidupan keseharian masyarakat baik berpengaruh secara langsung maupun tidak. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 70,11% responden merasa memiliki hubungan dengan dengan keberadaan terumbu karang. Karena 66% responden adalah nelayan, maka hubungan langsung yang dapat diperoleh dengan keberadaan terumbu karang adalah tersedianya lokasi penangkapan ikan yang baik. 21,84% responden merasa tidak atau belum memiliki pengaruh langsung terumbu karang dengan kehidupan sosialnya dan sebanyak 8,05% responden tidak mengetahui dengan pasti keterkaitannya dengan terumbu karang.

Pengetahuan masyarakat terhadap KKLD belum menyeluruh. Yang mengetahui bahwa KKLD telah terbentuk adalah 59,77% dan yang tidak mengetahui sebanyak 35,63% sedangkan yang tidak memiliki jawaban pasti adalah 4,6%. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan pengelola. Berdasarkan informasi dari masyarakat, sejak dibentuk KKLD baru dua kali diadakan sosialisasi secara formal oleh pengelola. Davos et al. (2007) menyatakan bahwa konflik dapat terjadi dalam pengelolaan kawasan konservasi laut karena banyak stakeholder yang terlibat sehingga perlu persamaan persepsi dan kepetingan untuk mencegah terjadinya salah paham dan konflik. Untuk mengatasi hal tersebut, maka sosialisasi merupakan jalan yang harus ditempuh pengelola kawasan.

(23)

Modal utama dalam pengelolaan kawasan konservasi selain ekosistem atau biota yang ingin dilindungi adalah penerimaan masyarakat. Tingkat penerimaan masyarakat Pulau Pasi sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat pada persentase tingkat penerimaan jika Pulau Pasi akan dijadikan KKLD. 81,6% menyatakan setuju, 8,05% menyatakan tidak setuju dan 10,34% menyatakan tidak tahu. Tingkat penerimaan dapat meminimalisir konflik (Davos et al., 2007; Dredge, 2010) dan membuka ruang komunikasi antara pengelola, pemerintah dan masyarakat.

Perubahan tingkat kesadaran terhadap kelestarian sumberdaya alam terutama terumbu karang disebabkan intensnya kampaye panyadaran yang dilakukan oleh pemerintah baik melalui program Coral Reef Rehabilitation and

Management Pogram (COREMAP) yang menempatkan masing-masing dua

orang motivator di tiap desa dan satu orang fasilitator di Pulau Pasi maupun program-program penyadaran informal oleh tokoh-tokoh masyarakat. Kemauan yang kuat untuk belajar dan mengetahui lebih banyak tentang program rehabilitasi terumbu karang terlihat dari antusiasme masyarakat dalam mengikuti program-program yang berhubungan dengan pelestarian terumbu karang seperti pembentukan kelompok-kelompok masyarakat dan pengembangan mata pencaharian alternative.

Masyarakat berharap dengan keberadaan KKLD sebagai kawasan tabungan ikan dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik kepada mereka dan berharap pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan agar dapat meningkatkan dan mengembangkan skala usahanya. Menurut masyarakat, KKLD dapat bertahan dari gangguan nelayan apabila mereka mendapat manfaat dari keberadaan kawasan konservasi. Untuk hal tersebut, masyarakat mengharap peran pemerintah dan LSM agar pengetahuan dan pemahaman tentang eksosistem terumbu karang dapat ditingkatkan sehingga mereka dapat mengelola sendiri sumberdaya yang mereka miliki.

4.3.2 Persepsi Masyarakat tentang Pengembangan Ekowisata

Pulau Pasi merupakan salah satu tujuan wisata pantai skala lokal di Kabupaten Kepulauan Selayar. Jarak yang tidak jauh dari pulau utama serta panorama pasir putih yang halus merupakan daya tarik tersendiri. Kunjungan biasanya dilakukan oleh masyarakat dari kota Benteng untuk menikmati hamparan pasir putih yang halus serta keunikan pantai berbatu terjal.

(24)

Objek wisata yang sering dikunjungi di Pulau Pasi adalah Liang Kareta, dan Jenne’iyya. Keseluruhan nama tersebut adalah nama pantai yang berada di sisi barat pulau, namun memiliki keunikan dan daya tarik masing-masing. Liang

kareta berada di sisi selatan Pulau Pasi yang masuk dalam wilayah administrasi

Desa Bontoborusu dengan panjang pantai hanya sekitar 50 meter, namun berbentuk unik karena terdapat tebing setinggi 4 meter yang melengkung dan membuat teluk melindungi pasir putih halus. Masyarakat banyak yang memanfaatkan lokasi ini untuk berwisata bersama bersama keluarga di musim libur karena akses yang cukup mudah dari Benteng dan dapat pula menikmati terumbu karang hanya dengan melakukan snorkeling. Di pantai ini, wisatawan dapat pula menikmati sunset dikala senja. Jenneiyya adalah pantai pasir putih sepanjang 3 km yang membentang di sisi barat Pulau Pasi dan masuk dalam wilayah administrasi Desa Bontolebang. Pantai Jenneiyya dapat ditempuh dengan menggunakan perahu dari Benteng. Keunikan pantai ini adalah pasir putih halus dan perairan dangkal sehingga cocok untuk rekreasi keluarga. Di belakang pantai, terdapat rimbunan pohon kelapa milik penduduk sekitar sehingga dapat menjadi lokasi yang baik untuk sejenak beristirahat.

Seiring perkembangan waktu dan kemajuan sarana informasi, banyak masyarakat yang memanfaatkan pulau Pasi untuk berwisata bahari seperti

snorkeling, berenang dan menyelam meskipun masih terbatas pada komunitas

tertentu dan wisatawan yang datang dari luar kabupaten. Kedatangan wisatawan membuat interaksi baru antara pengunjung dengan masyarakat penghuni pulau. Salah satu faktor pendukung keberhasilan pengembangan ekowisata bahari adalah tingkat dukungan masyarakat. Masyarakat Pulau Pasi pada umumnya menyetujui jika dikembangkan ekowisata bahari di Pulau Pasi. 85,06% responden menyatakan setuju, 11,49% menyatakan tidak setuju dan 3,45% tidak mengetahui dengan pasti atau belum memiliki sikap yang jelas antara menyetujui atau menolak. Data persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi dapat dilihat pada Gambar 14.

Sebanyak 72,41% responden menyatakan bahwa Pulau Pasi memiliki prospek yang baik untuk pengembangan ekowisata bahari, 20,69% menyatakan tidak memiliki cukup sumberdaya untuk pengembangan ekowisata bahari seperti kesiapan masyarakat, keterbatasan fasilitas wisata jika dibanding dengan daerah lain. 6,90% responden memiliki sikap yang kurang jelas tentang prospek pengembangan wisata bahari. Keyakinan tentang prospek yang cerah terhadap

(25)

3,45 6,90 8,05 0,00 10,34 11,49 20,69 74,71 0,00 72,41 85,06 72,41 17,24 100,00 17,24 0 20 40 60 80 100 120

5. Presepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari 4. P. Pasi memiliki prospek pengembangan wisata 3. Penerimaan masyarakat tdp

wisatawan

2. Masyarakat dapat menjamin keamanan

1. Terdapat potensi konflik

persentase (%) Setuju Tidak /biasa untuk no. 3 Tidak Tahu

pengembangan wisata bahari disebabkan kondisi alam yang masih terjaga dengan baik serta kemauan pemerintah dan masyarakat untuk mendukung kegiatan kepariwisataan.

Gambar 14 Persepsi masyarakat Pulau Pasi terhadap pengembangan ekowisata bahari.

Penerimaan masyarakat adalah sikap masyarakat terhadap kehadiran orang asing atau wisatawan ke pulau mereka. Berdasarkan hasil pengamatan, 74,71% masyarakat tidak merasa terganggu dengan kedatangan wisatawan, 17,24% menyatakan akan menyambut dengan baik wisatawan dan bahkan jika diminta, mereka bersedia berbagi tempat tinggal dan fasilitas umum dengan wisatawan. Dukungan keamanan juga diberikan oleh masyarakat terhadap kegiatan wisata bahari. 100% responden menyatakan bahwa Pulau Pasi adalah daerah aman yang jauh dari konflik SARA, huru-hara dan arogansi masyarakat. Mereka menyatakan siap menjaga keamanan daerah dan wisatawan yang berkunjung. Larsen et al. (2009) melakukan penelitian di Norwegia tentang hal-hal yang menjadi kekhawatiran utama turis ketika berkunjung di suatu tempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keamanan seperti ancamana teror merupakan ancaman utama bagi wisatawan

Dalam pengembangan ekowisata bahari, potensi konflik merupakan hal yang perlu dikelola dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, 17,24% masyarakat menyatakan bahwa terdapat potensi konflik seperti konflik pemilikan

(26)

lahan, persaingan usaha, konflik antar pengguna lahan dll. 72,41% menyatakan bahwa potensi konflik tidak ada dan 10,34% menyatakan bahwa mereka tidak

tahu atau belum memiliki keputusan dalam memandang masalah. Dredge (2010) menyatakan bahwa pengembangan lahan untuk keperluan wisata

rentan terhadap konflik jika pengembangan tersebut mengurangi atau menghalangi kepentingan masyarakat terhadap lahan tersebut. Namun dalam hal ini, budaya pemerintahan harus mampu menetapkan nilai dan struktur yang dapat mengatur dan mengelola konflik di lapangan.

4.3.3 Dukungan Sosial

Pemanfaatan dan pengembangan kawasan wisata sangat dipengaruhi oleh tingkat penerimaan masyarakat lokal. Dalam menentukan tingkat dukungan sosial terhadap pengembangan wisata bahari, terdapat delapan atribut atau parameter yang digunakan yaitu: tingkat keamanan, penerimaan masyarakat lokal, dukungan pemerintah, dukungan swasta, aksesibilitas, peruntukan kawasan, kelembagaan masyarakat dan kerifan lokal. Setiap atribut yang ditetapkan, memiliki bobot dan skor sesuai dengan kepentingan suatu parameter dalam pengembangan wisata bahari. Bobot yang diberikan adalah 1, 3 dan 5, tergantung pada urgensi atribut tersebut. Skor berkisar antara 0 – 2 dengan mengacu pada indikator skoring yang terdapat pada Lampiran 5.

Berdasarkan observasi dan penelusuran pustaka, maka diperoleh nilai masing-masing atribut yang dirangkum dalam Tabel 18.

Tabel 18 Tingkat dukungan sosial pengembangan wisata bahari No Parameter/atribut Bobot Skor Nilai

1 Tingkat Keamanan 5 2 10

2 Penerimaan masyarakat Lokal 5 1 5

3 Dukungan Pemerintah 3 1 3 4 Dukungan swasta 3 1 3 5 Aksesibilitas 3 2 6 6 Peruntukan kawasan 1 1 1 7 Kelembagaan masyarakat 1 2 2 8 Kearifan lokal 1 0 0 Total Nilai 30

Tingkat dukungan sosial pengembangan wisata bahari di Pulau Pasi sangat tinggi dengan nilai total yang diperoleh dari hasil analisis sebesar 33

(27)

(Tabel 18) dengan kategori sangat mendukung. Berdasarkan hasil analisa, maka dapat dijelaskan masing-masing atribut sebagai berikut :

4.3.3.1 Tingkat Keamanan

Secara umum, Kabupaten Kepulauan Selayar adalah kabupaten yang aman dari konflik-konflik sosial, huru-hara dan kejahatan massive. Latar belakang kekeluargaan dan budaya menjadi modal utama dalam menciptakan kerukunan masyarakat. Selayar merupakan pulau tersendiri yang terpisah dari pulau Sulawesi dan memiliki luas daratan yang tergolong kecil sehingga interaksi dan hubungan kekerabatan masih terjaga dengan baik. Berdasarkan pengalaman penulis, meninggalkan kunci kendaraan bermotor di jalan raya dan tempat umum adalah hal yang mudah dijumpai di ibu kota kabupaten sekalipun.

Dalam pengembangan ekowisata bahari, tingkat keamanan tidak hanya terletak pada masyarakat itu sendiri, namun juga pada manajemen pengelolaan dan kondisi alam (Bentley et al., 2009) selanjutnya Johnson (2008) meyatakan bahwa keamanan dan kenyamanan pengunjung merupakan salah satu faktor penting keberhasilan pengelolaan ekowisata. Berdasarkan hasil survey, 100% responden masyarakat Pulau Pasi menyatakan tingkat kemanan yang tinggi di daerah mereka. Karena wisatawan dapat merasa aman dan nyaman dalam melakukan aktivitas wisata bahari, maka atribut tingkat keamanan diberikan skor penuh (2)

4.3.3.2 Penerimaan Masyarakat Lokal

Penerimaan masyarakat Pulau Pasi terhadap kedatangan wisatawan beragam, namun pada umumnya mereka siap menerima kedatangan wisatawan ke pulau mereka. Budaya masyarakat terbuka membuat mereka siap menerima kunjungan dari orang luar. Penerimaan masyarakat dibagi dalam tiga kategori, kategori pertama yaitu siap menerima kedatangan wisatawan, berbagi fasilitas, bersedia menjemput dan berbagi tempat tinggal. Kategori kedua, bersedia menerima mereka dan merasa tidak terganggu dengan kedatangan wisatawan. Kategori ketiga adalah menolak kedatangan wisatawan ke pulau mereka.

Hasil observasi menunjukkan 74,71% responden merasa tidak terganggu dengan kedatangan wisatawan. Perbedaan aktifitas antara bekerja (mencari nafkah) bagi responden dan kegiatan wisata bagi pengunjung merupakan penyebab utama masyarakat merasa tidak terganggu, karena masing-masing

(28)

memiliki kesibukan sendiri pada tempat yang berbeda. 17,24% responden bersedia menerima kedatangan wisatawan, berbagi fasilitas, menjemput dan berbagi tempat tinggal. Sedangkan 8,05% menolak kedatangan wisatawan ke lokasi mereka. Alasan utama menolak wisatawan adalah mengganggu daerah penangkapan ikan mereka dan menganggap dapat mengganggu program rehabilitsi terumbu karang. Berdasarkan persentase tingkat penerimaan masyarakat, maka parameter kedua memperoleh skor 1.

4.3.3.3 Dukungan Pemerintah

Dukungan pemerintah sangat baik dari segi perencanaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.37/UM.001/MKP/07 tanggal 2 Januari 2007 tentang Kriteria dan Penetapan Destinasi Pariwisata Unggulan, menetapkan Sulawesi Selatan sebagai salah satu dari lima propinsi sebagai destinasi pariwisata unggulan yang kemudian oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan membagi 4 klaster wisata dimana Kabupaten Kepulauan Selayar satu-satunya daerah dalam klaster 4 atau klaster pengembangan wisata bahari. Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah 2003 – 2003, menempatkan pulau Pasi sebagai salah satu daerah tujuan wisata bahari khusus untuk kategori wisata selam (Lampiran 6)

Pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata menetapkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) dengan membagi 4 Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP). Kecamatan Bontoharu (wilayah administrasi P. Pasi) masuk ke dalam KPP 1 yang berfokus pada wisata budaya dan alam. Sedangkan KPP 2 dalam dokumen tersebut juga memasukkan pulau-pulau kecil sebagai kawasan unggulan pengembangan wisata bahari.

Meskipun segi perencanaan sangat mendukung, namun pelaksanaan kegiatan, belum optimal. Hal ini terlihat dari infrastruktur pendukung wisata yang spesifik belum terlihat seperti penginapan, akses jalan menuju lokasi wisata dan dukungan kelistrikan yang masih dikelola oleh swasta. Promosi yang dilakukan oleh pemerintah cukup baik, namun lebih fokus ke wisata bahari di kawasan taman nasional laut Taka Bonerate. Peran pemerintah dalam mempromosikan potensi pariwisata sangat membantu peningkatan jumlah kunjungan seperti penelitian yang dilaksanakan oleh Horng dan Tsai (2010) terhadap objek wisata tertentu di enam Negara Asia Timur dan ternyata peran promosi pemerintah

(29)

melalui website sangat efektif untuk meningkatkan kunjungan wisata. Berdasarkan hal tersebut, maka skor yang diberikan pada atribut ini adalah 1.

4.3.3.4 Dukungan Swasta

Dalam pengembangan ekowisata bahari, tingkat dukungan sosial diperlukan untuk membantu meningkatkan nilai wisata dan daya jual kawasan. Dukungan pihak swasta seperti penyediaan villa, penyewaan alat wisata air,

money changer, tour travel dan penyewaan kendaraan tidak terdapat di Pulau

Pasi, namun berada di Pulau Selayar. Pulau Pasi hanya merupakan salah satu tujuan wisata selam dari beberapa pengusaha pariwisata. Berdasarkan hal tersebut, maka skor yang diberikan pada parameter ini adalah 1.

4.3.3.5 Aksesibilitas

Untuk menuju dan meningglakan pulau pasi dapat dilakukan dengan mudah. Waktu tempuh dengan menggunakan kapan angkutan reguler sekitar 15 menit dari kota Benteng atau sekitar 20 menit dari Bandara Aroeppala. Untuk menuju ke Pulau Pasi, terdapat 2 alternatif yaitu melalui dermaga Benteng dan dermaga Padang. Akses dari Benteng dan Padang ke Pulau Pasi tergolong lancar dengan transport reguler. Perahu dari Benteng melayani penumpang yang ingin ke Bontolebang sementara perahu dari Padang melayani penumpang yang ingin ke Bontoborusu dan Kahu-kahu. Dermaga Padang adalah dermaga yang dekat dengan bandara Aroeppala (dapat ditempuh hanya 5 menit menggunakan kendaraan bermotor). Aksesibilitas yang mudah dan ketersediaan sarana transportasi memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan sehingga memperoleh skor 2.

4.3.3.6 Peruntukan Kawasan

Pulau Pasi saat ini merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi pengembangan perikanan terpadu dan mendukung program wisata bahari berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2003 – 2013. Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP) II juga menetapkan P. Pasi sebagai KKLD berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 03. A Tahun 2009 Tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Kepulauan Selayar. Skor yang diberikan adalah 1.

(30)

4.3.3.7 Kelembagaan Masyarakat

Kelembagaan masyarakat yang berjalan dengan baik adalah lembaga binaan pemerintah maupun program - program pemberdayaan masyarakat. Terdapat Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) yang menjembatani kepentingan pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang. Lembaga ini sangat berperan dalam pembentukan dan pengelolaan kawasan konservasi laut daerah di Pulau Pasi. Terdapat juga kelompok kelompok masyarakat seperti kelompok masyarakat konservasi, LKMD, remaja mesjid, kelompok keswadayaan masyarakat, kelompok nelayan, kelompok perempuan dan kelompok pemuda. Kelembagaan non formal yang terdapat di pulau ini adalah ‘punggawa–sawi’ sebuah model kelembagaan antara juragan kapal dengan anak buah kapalnya. Kelembagaan masyarakat yang dapat menjaga nilai–niai sosial kemasyarakatan diharap mampu mendukung jika dikembangkan ekowisata bahari di P. Pasi. Karena terdapat lembaga-lembaga atau kelompok masyarakat yang berfungsi dengan baik, maka diberikan skor 2.

4.3.3.8 Kearifan Lokal

Kearifan lokal berhubungan dengan kepercayaan dan kegiatan yang dilakukan secara turun temurun dengan maksud tertentu. Kearifan lokal sebagai masyarakat nelayan adalah ketika hari pertama melabuhkan perahu baru, maka akan diadakan ritual khusus dan barzanji. Kearifan lokal yang berhubungan langsung dengan ekowisata bahari sudah tidak ditemukan lagi sehingga skor 0.

4.4 Perencanaan Pengelolaan Ekowisata Bahari

Perencanaan pengelolaan dilakukan berdasarkan kemampuan lingkungan menerima kedatangan dan aktivitas wisatawan tanpa mengganggu keaslian ekosistem. Perencanaan zonasi dilakukan untuk memberikan batasan ruang terhadap jenis wisata yang dapat dilakukan tanpa mengganggu kegiatan wisata lainnya dan melindungi kawasan dari aktivitas berlebihan oleh wisatawan yang dapat merusak keaslian ekosistem.

4.4.1 Rencana Strategis Pengelolaan Wisata Bahari di Pulau Pasi

Penentuan strategi prioritas dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi menggunakan pendekatan SWOT (strength, weakness, opportunity dan threat) berdasarkan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya.

(31)

Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat). Adapun faktor – faktor strategi eksternal dan internal dijelaskan sebagai berikut :

4.4.1.1 Identifikasi Faktor-Faktor Strategi Internal Kekuatan

1. Potensi sumberdaya terumbu karang yang masih bagus

Kekuatan utama yang dimiliki Pulau pasi adalah kondisi terumbu karang yang masih bagus. Berdasarkan hasil pengamatan pada 10 stasiun penelitian, sebanyak 7 stasiun yang kondisi karangnya dalam kategori baik atau tutupan karang hidup berada pada kisaran 50 – 74,9% dan 3 stasiun yang berada dalam kategori sedang (tutupan karang hidup berada pada kisaran 25 – 49,9%).

2. Merupakan Kawasan Konservasi Laut daerah (KKLD)

Kawasan Pulau Pasi merupakan kawasan konservasi laut daerah yang ditetapkan oleh Bupati melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 03. A Tahun 2009 Tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. Zona inti KKLD berada di sisi selatan pulau. Di Pulau Pasi juga terdapat Daerah Perlindungan Laut (DPL) di sisi utara pulau yang dikelola oleh masyarakat desa Bontolebang. Penetapan Pulau Pasi sebagai kawasan konservasi didukung oleh program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang (COREMAP) Kabupaten Selayar. Dalam KKLD, terdapat berbagai zona yang dapat dimanfaatkan diantaranya zona pengembangan ekowisata bahari.

3. Mendapat dukungan PEMDA dan masyarakat

Pengembangan wisata bahari di Pulau Pasi didukung oleh pemerintah daerah dengan menempatkan Pulau Pasi sebagai salah satu pengembangan wisata bahari yang tertuang dalam dokumen RTRW (dapat dilihat pada Lampiran 6). Dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2010, pengembangan wisata bahari masuk dalam salah satu program unggulan pemerintah daerah. Masyarakat Pulau Pasi juga mendukung pengembangan ekowisata bahari. Survey yang dilakukan pada 87 orang masyarakat Puau Pasi, 85,06% masyarakat menyatakan setuju jika di pulau mereka dilakukan pengembangan

(32)

ekowisata bahari, 11,49% menyatakan tidak setuju dan 3,45% menyatakan tidak tahu atau tidak memberikan tanggapan.

4. Persepsi masyarakat tentang ekowisata yang baik

Masyarakat Pulau Pasi mendukung jika kawasan perairan pulau mereka dijadikan kawasan ekowisata bahari. Hal ini merupakan salah satu kekuatan yang dapat menopang pengembangan ekowisata bahari, dimana 85,6% responden d Pulau pasi setuju jika pulau mereka dijadikan kawasan wisata bahari.

Kelemahan

1. Kualitas SDM aparatur dan masyarakat tentang pengelolaan wisata bahari yang masih terbatas

Kuantitas dan kualitas aparatur dalam merencanakan, mengelola dan mengembangkan wisata bahari masih terbatas. Hal ini dapat dilihat dari keseimbangan antara perencanaan pemerintah untuk memajukan wisata bahari dengan kenyataan bahwa wisata bahari di Pulau Pasi masih belum berkembang dengan baik. Masyarakat juga belum terlatih untuk menyediakan keperluan maupun penambah daya tarik wisatawan seperti cenderamata, atraksi kesenian dan budaya, homestay, guide dan lain-lain.

2. Kurangnya informasi dan promosi wisata

Untuk memperkenalkan potensi wisata di dunia luar, pengelola dan pemerintah harus banyak melakukan perkenalan, promosi maupun kegiatan yang dilakukan pada tempat tersebut. Informasi dan promosi wisata yang banyak ditempuh pada saat ini melalui website agar penerima informasi lebih luas dan lebih banyak. Promosi yang dilakukan pihak pemerintah maupun pihak swasta pada saat ini belum mampu menjangkau masyarakat seluruh Indonesia dan masyarakat internasional.

3. Infrastruktur ekowisata bahari yang terbatas

Pembangunan sarana khusus wisatawan di Pulau Pasi belum terlihat, seperti

villa, cottage, tempat ganti dan berbilas, jalanan yang menghubungkan antara

pemukiman dengan pantai objek wisata dan lain-lain. Infrastruktur yang dapat digunakan adalah fasilitas umum yang terdapat di Pulau Pasi seperti dermaga, tambatan perahu, jalan dan tempat ibadah.

4. Industri pendukung pariwisata belum berkembang

Keberhasilan program wisata yang dicanangkan oleh pemerintah akan berhasil jika mendapat dukungan dari industri pendukung wisata seperti hotel,

(33)

restoran, sentra kerajinan tangan, toko souvenir, biro perjalanan, money

changer dan lain-lain. Industri pendukung wisata tersebut belum dikelola

dengan baik di Kabupaten Kepulauan Selayar.

4.4.1.2 Identifikasi Faktor – Faktor Strategi Eksternal Peluang

1. Wisata bahari merupakan salah satu program prioritas dalam rencana pembangunan daerah 2010

Salah satu program prioritas pemerintah adalah pengembangan wisata bahari. Peluang pengembangan wisata bahari akan mendapat perhatian dari pemerintah sehingga dapat memudahkan investor dalam berinvestasi. Perencanaan program yang mendukung wisata bahari akan membuka kesempatan bagi pengusaha maupun wisatawan untuk datang ke Selayar. 2. Menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan masyarakat dan

PAD bagi pemerintah

Jika wisata bahari berkembang, maka akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Selayar dan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat pada umumnya. Aktivitas wisata juga akan memberikan dampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak.

3. Pengelolaan kawasan ekowisata bahari berbasis masyarakat

Pengembangan ekowisata bahari di kawasan konservasi merupakan program yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kualitas lingkungan. Agar kawasan konservasi tetap dapat berlangsung tanpa harus tergantung dari dana donor, maka pengelolaan kawasan harus melibatkan masyarakat. Pengelolaan yang berbasis masyarakat dapat meminimalkan biaya operasional dan meningkatkan pemasukan untuk biaya operasional kawasan konservasi. Dana yang diperoleh dari kegiatan ekowisata bahari dapat digunakan kembali oleh masyarakat untuk membiayai konservasi kawasan maupun usaha lain yang disetujui oleh masyarakat. 4. Membangun kerjasama antara stakeholder dalam pengembangan KKLD dan

berbagai kegiatan di dalam kawasan konservasi.

Dalam pengembangan kawasan konservasi, terdapat banyak pihak yang memiliki kepentingan terhadap kawasan tersebut. Manajemen pengelolaan kawasan diperlukan agar semua pihak dapat bekerjasama dalam berbagai kegiatan dalam kawasan konservasi. Kerjasama antar stakeholder dapat

(34)

terjalin anatar pihak pemerintah, swasta, perguruan tinggi, LSM dan masyarakat.

Tantangan

1. Konflik kepemilikan lahan, kepentingan bisnis dalam pengembangan ekowisata bahari.

Tantangan yang dapat ditemukan adalah potensi konflik antara sesama masyarakat maupun dengan pemerintah. Pengkaplingan wilayah laut atau penutupan akses terhadap sumberdaya oleh pihak swasta atau pemerintah tanpa mendapatkan persetujuan masyarakat dapat menimbulkan konflik. Persaingan usaha juga dapat menjadi salah satu ancaman jika pemerintah tidak cerdas dalam merencanakan program pengembangan wisata bahari dan tidak tegas dalam menerapkan aturan.

2. Degradasi ekosistem terumbu karang

Terumbu karang merupakan modal utama dalam pengembangan wisata bahari snorkeling dan selam. Kondisi sumberdaya terumbu karang dapat mengalami degradasi sehingga kualitas sumberdaya akan menurun dan akan mematikan prospek wisata bahari di Pulau Pasi. Pemerintah dan seluruh

stakeholders harus bekerja bersama untuk menjaga kondisi terumbu karang

dan lingkungan di sekitarnya senantiasa dalam kondisi yang baik. 3. Pencemaran lingkungan perairan

Peningkatan populasi penduduk, aktivitas industri dan perencanaan tata kota yang buruk dapat menjadi penyebab pencemaran lingkungan perairan. Pencemaran lingkungan dapat mengganggu ekosistem terumbu karang yang merupakan obyek utama dalam pengelolaan wisata bahari selam dan

snorkeling.

4. Eksistensi konsep wisata sejenis pada daerah yang tidak berjauhan.

Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan kekayaan alam yang indah termasuk alam bawah laut. Keindahan bawah laut tidak hanya dapat dinikmati di Pulau Pasi, namun pada banyak tempat di sekitarnya yang menawarkan konsep wisata sejenis. Pemerintah dan pengelola akan mendapatkan pesaing dalam mendatangkan wisatawan.

(35)

4.4.1.3 Penilaian Internal dan Eksternal Factor Evaluation (IFE dan EFE) Penentuan nilai IFE dan EFE berdasarkan perkalian bobot dengan skor. Bobot dan sokor merupakan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap faktor yang telah ditentukan. Bobot berkisar antara 1,00 (sangat penting) sampai 0,00 (tidak penting) berdasarkan pengaruhnya terhadap pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Skor untuk masing-masing faktor berkisar pada skala 4 (sangat baik) sampai 1 (buruk) berdasarkan pengaruhnya terhadap pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Adapun matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 19 dan 20.

Tabel 19 Matriks Internal Factors Evaluations (IFE) pengembangan kawasan wisata bahari di Pulau Pasi

No Faktor Strategis Internal Bobot Skor Nilai 1 Potensi sumberdaya terumbu karang yang masih bagus 0,16 4 0,64 2 Merupakan Kawasan Konservasi Laut daerah (KKLD) 0,13 3 0,39 3 Mendapat dukungan Pemerintah Daerah dan

masyarakat

0,14 3 0,42

4 Persepsi masyarakat tentang ekowisata yang baik 0,10 2 0,20 5 Kualitas SDM aparatur dan masyarakat tentang

pengelolaan wisata bahari yang masih terbatas

0,14 4 0,56

6 Kurangnya informasi dan promosi wisata 0,12 3 0,36

7 Infrastruktur ekowisata bahari yang terbatas 0,11 3 0,33 8 Industri pendukung pariwisata belum berkembang 0,10 2 0,20

TOTAL 1,00 3,10

Berdasarkan hasil analisis matriks IFE, diperoleh gambaran bahwa potensi sumberdaya teumbu karang yang masih bagus memiliki nilai tertinggi yaitu 0,64 dan merupakan kekuatan penting dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Skor terendah untuk kekuatan strategis adalah 0,20 bagi persepsi masyarakat. Skor yang rendah dipengaruhi oleh tingkat persepsi itu sendiri yang cukup baik di masyarakat namun dalam pengembangan ekowisata bahari, prsepsi masyarakat dapat terbentuk seiring dengan dampak yang diperoleh masyarat secara langsung maupun tidak langsung. Kelemahan yang utama dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi adalah kualitas SDM aparatur dan masyarakat tentang pengelolaan wisata bahari yang masih terbatas (0,56). Perencanaan yang baik dan pelaksanaan kegiatan yang terstruktur dapat meningkatkan pencapaian hasil kegiatan, namun hal ini belum dapat terlihat dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Demikian juga dengan masyarakat yang belum memiliki keahlian khusus untuk menerima dan memanfaatkan peluang kehadiran wisatawan ke daerah mereka.

Gambar

Tabel 11  Luas desa dan kondisi penduduk Pulau Pasi  Desa  Luas Desa
Tabel  12   Sarana yang dimiliki masing-masing desa di Pulau Pasi  No  Sarana  Desa Bontolebang  Desa Bontoborusu  Desa Kahu-Kahu
Tabel 13  Kondisi lingkungan perairan Pulau Pasi pada 10 stasiun pengamatan
Gambar 7  Kelimpahan 11 famili terbanyak per stasiun pengamatan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

İnsan yaratılmışların en güzeli, en iyisi, Allah'ın(CC) yarattığı bir şaheser, bir seçilmiş, üzerinde titrenen, her şey emrine verilen, bunların karşılığında

Oleh karena itu, cense wortel sebagai produk inovatif sebagai pemanfaatan sari wortel yang bermanfaat bagi kesehatan, diharapkan sebagai produk usaha yang bermanfaat

Australia, South Korea and Hong Kong: Manulife Asset Management (Hong Kong) Limited in Hong Kong and has not been reviewed by the HK Securities and Futures Commission

Dari tabel IV.C.26 dapat dilihat bahwa pola produksi yang paling baik digunakan oleh PT.Batik Danar Hadi Solo untuk batik tulis pada tahun 2006 adalah pola produksi bergelombang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penambahan ekstrak buah lerak sebagai ajuvan dapat menurunkan konsentrasi penggunaan asam asetat sebesar 50% pada gulma golongan rumput, 30%

Tabel 2, menunjukan bahwa pada saat populasi sel tumor jauh lebih kecil dari populasi sel kekebalan tu- buh maka dosis obat yang dibutuhkan dalam proses kemoterapi lebih

XYZ diawali dengan aktivitas penelitian dan pengembangan (R&D) yang dimulai dengan mengetahui dan perancangan desain furnitur yang diminati oleh konsumen, dikarenakan

Menurut peneliti saran yang sesuai untuk pegawai Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) adalah tingkatkan terus prestasi tentang upaya dalam pemenuhan kebutuhan pegawai