• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI..."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi ABSTRAK ... ix ABSTRACT ... x DAFTAR ISI ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 LatarBelakangMasalah ... 1 1.2 RumusanMasalah ... 7 1.3 RuangLingkupMasalah ... 7 1.4 OrisinalitasPenelitian ... 7 1.5 TujuanPenelitian ... 9 1.5.1 TujuanUmum ... 9 1.5.2 TujuanKhusus ... 9 1.6 ManfaatPenelitian ... 9 1.6.1 ManfaatTeoritis ... 9 1.6.2 ManfaatPraktis ... 9 1.7 LandasanTeoritis ... 10

(3)

1.8 MetodePenelitian... 20

1.8.1 JenisPenelitian ... 20

1.8.2 SifatPenelitian ... 20

1.8.3 JenisPendekatan ... 21

1.8.4 Data danSumber Data ... 21

1.8.5 TeknikPengumpulanData ... 23

1.8.6 TeknikPenentuanSampelPenelitian ... 23

1.8.5 TeknikAnalisisData ... 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI, WANPRESTASI, SERTA LEMBAGA PEMBIAYAAN ... 26

2.1 PerjanjianJualBeli ... 26 2.1.1 PengertianPerjanjianJualBeli ... 26 2.1.2 Unsur-UnsurPerjanjianjualBeli ... 28 2.1.3 KewajibanPenjual Dan PembelidalamPerjanjianJualBeli ... 29 2.1.4 SubjekdanObjekJualBeli ... 31 2.1.5 Syarat-syaratSahnyaPerjanjian ... 33 2.2 Wanprestasi ... 34 2.2.1 PengertianWanprestasi ... 34 2.3 LembagaPembiayaanKonsumenSecaraUmum ... 35 2.3.1 PengertianLembagaPembiayaan ... 35 2.3.2 Jenis-jenisLembagaPembiayaan ... 37

(4)

2.4 Jaminan ... 38

2.4.1 PengertianJaminan ... 38

2.4.2 Macam-macamJaminan ... 40

BAB III AKIBAT HUKUM DEBITUR WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR SECARA ANGSURAN TERHADAP BARANG JAMINAN ... 45

3.1 Faktor-faktor yang menimbulkanwanprestasi ... 45

3.2 AkibatHukumDebiturWanprestasiterhadapBarangJaminan .. 49

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR SECARA ANGSURAN ... 52

4.1 Tata Cara PembayaranAngsuran ... 52

4.2 BentukPenyelesaianSengketa ... 62

4.3 UpayaPenyelesaianWanprestasipada PT. Adira Finance Denpasar ... 67 BAB V PENUTUP ... 75 5.1 Kesimpulan ... 75 5.2 Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA ... 77 DATA INFORMAN LAMPIRAN-LAMPIRAN

(5)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul Pelaksanaan “Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor Secar Perusahaan Pembiayaan Konsumen Di PT. Adira Finance Denpasar”. Dimana dalam perjanjian Jual Beli di sebut melakukan Wanprestasi. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1) Bagaimana akibat hokum apabila pihak debitur melakukan wanprestas iterhadap barang jaminan dalam perjanjian jual beli sepeda motor secaraangsuran ? 2) Bagaimanakah penyelesaiannya apabil pihak debitur melakukan wanprestasi ?.

Dalampenulisanskripsiinimetode yang digunakan adalah metode penelitian hokum empiris yaitu dengan melakukan penelitian secara langsung kelapangan dengan mendatangi objek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara untuk memperoleh informasi terkait pelaksanaan perjanjian Jual Belise caraangsuran.

Hasil dari penelitian ini adalah Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran pada PT. Adira Finance adalah factor eksternal dan internal. Dimana yang menjadi factor eksternal adalah kondisi keuangan nasabah yang sedang sulit, kerugiaan yang dialami debitur dalam mengelola usahanya dan debitur tidak melakukan biaya angsuran sama sekali. Sedangkan faktor-faktor internal penyebab terjadinya wanprestasi belum pernah terjadi pada PT. Adira Finance karena sebelum dana pembiayaan dikeluarkan oleh pihak perusahaan terlebih dahulu dilakukan analisis kredit dengan sebaik-baiknya. Penyelesaian wanprestasi yang dialamioleh PT. Adira Finance yang dilakukan untuk menagihtung akan pembayarana dalah melalui upaya penyelesaian di luar pengadilan atau non litigasi, dimana dengan memberikan teguran-teguran dalam bentuk Surat Peringatan dan melakukan negosiasi dalam musyawarah atau pendekatan-pendekatan sesuai dengan perjanjian pembiayaan yang telah dibentu koleh PT. Adira Finance dan disepakati oleh debitur.

Kata Kunci : perjanjian jual beli, Sepeda Motor, Perusahaan Pembiayaan Konsumen.

(6)

ABSTRACT

The title of this thesis is the implementation of "Sale and Purchase Motorcycles at Consumer Finance Company in PT. Adira Finance Denpasar". In the Sale and Purchase Agreement ByAngsurn many creditors who do not fulfill the responsibilities in the agreement and called the conduct of Wanprestasi. Based on the description above problems can be formulated as follows: 1) How does the legal consequences if the debtor in wanprestasi against the collateral in the purchase agreement motorcycle in installments? 2) How does the settlement if the debtor doing wanprestasi?

The method was used in this study is the method of empirical legal research is to conduct research directly into the field by visiting the object of research. Data collection techniques used in this research is interview techniques to obtain information related to the implementation of the Sale and Purchase Agreement in installments.

The results of this study are the factors that lead to a default in the sale and purchase agreement in installments at PT. Adira Finance is the external and internal factors. Where external factors that are difficult, the financial condition of customers, experienced borrowers review their business losses and manage the debtor does not perform at all costs installments.While internal factors cause a Wanprestasihas never happened in PT. Adira Finance since before financing funds issued by the company have prior credit analysis as well as possible. Completion of Wanprestasi experienced by PT. Adira Finance conducted to collect arrears of payment is through the efforts of court settlement or non-litigation, which by giving warnings in the form of warning letters and negotiating in the deliberations or approaches in accordance with the financing agreement has been established by PT. Adira Finance and agreed upon by the debtor.

(7)
(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perekonomian Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangatpesat, meskipun saat ini dalam keadaan diterpa krisis ekonomi yang berkepanjangan.Dalam perkembangannya itu banyak mengalami perubahan, seperti halnya dalam bentuk tranksaksi misalnya jual beli angsuran sewa beli dan sewa guna usaha.Pesatnya perkembangan perekonomian juga membawa pengaruh terhadap pola pikir manusia yang awalnya sederhana dan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi sangat kompleks.

Lanjutnya pertumbuhan pembangunan di bidang ekonomi dan dan teknologi, membawa pengaruh besar terhadap pembangunan secara umum termasuk pembangunan dibidang hukum.Dinamisasi masyarakat tidak terlepas dari meningkatnya kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks khususnya terhadap barang-barang sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidupnya, dan tidak terlepas juga dari sifat masyarakat yang selalu mencari kepuasannya.1

Dalam setiap kebutuhan manusia akan sesuatu senantiasa akan dapat dipertukarkan dengan uang sebagai alat tukar. Sampai seberapa jauh suatu kebutuhan atau hal yang dapat di perukarkan tergantung pada sistem social budaya maupun hukum yang berkembang dan diakui dalam suatu wilayah kenegaraan.Pertukaran antara kebutuhan tersebut dinamakan jual beli.

1

A. Qirom Syamsudin Meliala, 1985, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta,h.89.

(9)

Jual beli adalah inti dari kegiatan perdagangan barang dan jasa, dari aktivitas tersebut menimbulkan perikatan antara para pihak (antara pembeli dan penjual).Dengan adanya kegiatan tersebut manusia dapat dapat memenuhi kebutuhannya.Namun adakalanya manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara keinginan untuk membeli secara tunai tidak dapat dilakasanakan karena ketidak tersedia uang yang memadai untuk memenuhi kebutuhan yang diharapkan.

Fenomena ini disadari oleh pengusaha atau pedagang akan keberadaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan seperti di atas, adapun solusi untuk menjaga produksinya dan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat akan keinginan memiliki suatu barang atau benda yang tidak dibarengi dengan kemampuan membelinya secara tunai. Terdapat jalan keluar dalam mengatasi fenomena tersebut,yang mana ditemukan oleh pengusaha atau pedagang antara lain yaitu menjual barang yang diproduksinya dengan sistem pembayaran tidak tunai (mencicil/angsuran).

Jual beli angsuran dimana konsumen yang membutuhkan suatu barang dan dapat diperolehnya dengan cara pembayaran tidaksecara tunai tetapi dengan sistem angsuran beberapa kali sesuai dengan perjanjian. Dalam jual beli, penjual menjual barangnya secara angsuran artinya setelah barang diserahkan oleh penjual kepada pembeli, harga barang atau benda baru dibayar secara angsuran tetapi selama angsuran terakhir belum dibayar lunas oleh pembeli maka status pembeli

(10)

hanya sebagai penyewa saja terhadap barang yang dikuasai akan menjadi pemilik bila telah dibayar lunas oleh pembeli.2

Dalam jual beli, barang yang dijual pada saat lahirnya perjanjian telah langsung dikuasai oleh pembeli. Pembeli dalam jual beli tidak menguasai barang secara mutlak sebelum angsuran terakhir dibayar lunas dan pembeli belum dapat memindahkan barang yang diperjanjikan tersebut, sementara pembeli hanya berwenang menguasai dalam arti mengambil manfaat dari barang yang diperjanjikan.

Munculnya perjanjian jual beli secara angsuran ini mula-mula ditimbulkan dalam praktek untuk menampung persoalan bagaimanakah caranya memberikan jalan keluar apabila pihak penjual menghadapi banyak permintaan untuk membeli barang tetapi calon pembeli membayar harga barang tidak secara tunai. Hal ini juga dipengaruhi dengan pesatnya perkembangan industri dan perdagangan yang berusaha melakukan penjualan barang, dan juga banyak jenis barang yang diproduksi secara besar-besaran sehingga para pengusaha menemui hambatan dalam memasarkan barangnya, apalagi dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masyarakat dan lemahnya daya beli masyarakat, semakin mengokohkan alternative dipilihnya sistem perjanjian jual beli secara angsuran sebagai jalan keluar.

Dengan adanya perjanjian hukum jual beli secara angsuran ini maka para pihak merasa sama-sama tertolong dimana pembeli dapat segera menikmati barang tersebut dan penjual dapat melancarkan usahanya dan juga bila dilihat dari

2

Qirom Syamsudin meliala A ,1985,Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Cetakan ke 1, Liberty, Yokyakarta,h.88.

(11)

aspek yuridisnya penjual dapat merasa diberi perlindungan dalam hubungan hukum, sebab hak milik atas benda atau barang itu masih ada di pihak penjual.

Umumnya pranata jual beli secara angsuran menggunakan bentuk perjanjian baku (standart from contract) yang mengikat antara penjual barang dan pembeli. Klaususul-klausul dan perjanjian tersebut telah dibuat sebelumnya oleh pihak penjual tanpa melibatkan pihak pembeli dan pembeli tinggal menandatangi saja.Pembeli yang membubuhkan tandatangan tersebut harus menerima dan memenuhi klausul yang telah dipersiapkan oleh penjual. Calon pembeli yang tidak menyetujui klausul-klausul dalam perjanjian tersebut akan menanggung resiko tidak memperoleh barang-barang yang diinginkan.

Perjanjian jual beli secara angsuran tidak tertutup kemungkinan bahwa pihak pembeli karena sesuatu hal tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar barang yang di beli sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati dengan penjual sehingga ia (pembeli) dapat dikategorikan telah melakukan ingkar janji atau wanprestasi.

Masalah-masalah yang muncul dalam perjanjian dalam jual beli adalah tentang klausul dapat dituntut dan harus dengan pembayaran sekaligus (vervroeg opeisbaarheids) yang merupakan persyaratan dari pihak penjual yang memberatkan pihak pembeli. Persyaratan ini berlaku jika pembeli melakukan wanprestasi, sehingga ia di tuntut untuk segera membayar seluruh sisa pembayaran sekaligus.

Agar suatu perjanjian sah menurut hukum diperlukan 4 (empat) persyaratan sebagai mana tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

(12)

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu pokok persoalan tertentu,

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Di kota Denpasar, sebagai pusat perekonomian terdapat lembaga keungan non bank antara lain perusahaan pembiayaan konsumen seperti PT. Adira Finance Denpasar. Dengan adanya perusahaan lembaga pembiayaan konsumen ini, dapat membantu jalannya proses pengkreditan dalam pembayaran jual beli sepeda motor ini tidak tertutup kemungkinan terjadinya faktor-faktor yang disebabkan oleh tidak terwujudnya atau tidak sesuai dengan isi perjanjian yang telah mereka spakati bersama, misalnya terjadi karena debitur atau nasabah mengingkari kewajibannya yaitu melakukan pembayaran secara angsuran tiap bulannya pada tanggal jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati dalam perjanjian yang menimbulkan kerugian bagi kreditur yang disebut dengan wanprestasi. Kerugian yang terjadi ini dapat dituntut karena apa yang telah disepakati kedua belah pihak mengikat sebagai Undang-undang.

Dalam hukum pembiayaan di Indonesia terdapat bermacam-macam bentuk lembaga pembiayaan, salah satunya adalah lembaga pembiayaan konsumen. Yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen, adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem angsuran atau kredit, yang bertujuan untuk membantu perorangan ataupun perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan dan permodalan mereka, khususnya untuk pembelian kendaraan bermotor. Salah satu bentuk alternatif baru untuk memenuhi

(13)

kekurangan modal yang dengan terbentuknya lembaga baru yaitu lembaga pembiayaan konsumen, yang menawarkan bentuk baru terhadap pemberian dana atau pembiayaan. Perusahaan pembiayaan menyediakan jasa kepada nasabah dalam bentuk pembayaran harga barang secara tunai kepada pemasok (supplier). Dalam transaksi pembiayaan konsumen ada tiga pihak yang terlibat, yaitu:

1. Pihak Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Pemberi dana Pembiayaan atau Kreditor)

2. Pihak Konsumen (Penerima dana pembiayaan atau Debitor) 3. Pihak Supplier (Penjual atau Penyedia Barang)3

Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.4 Menurut Wirjono Projodikoro, dalam wanprestasi terdapat tiga bentuk atau kriteria, yaitu “ pihak yang berwajib sama sekali tidak melaksanakan, pihak yang berwajib terlambat melaksanakan kewajibannya, serta melaksanakan kewajibannya tetapi tidak semestinya atau sebaik-baiknya.”5

Berpedoman pada hal tersebut diatas terkait dengan beberapa permsalahan hukum dari perjanjian jual beli secara angsuran, maka saya tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam penelitian ini dengan judul “Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor Secara Angsuran Pada Perusahaan Pembiayaan Di PT. Adira Finance Denpasar”.

3

Chidir Muhammad, 1993, Pengertian-pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, CV. Mandar Maju, Bandung, h.166

4

Yahya Harahap, M,. 1982, Segi-segi Hukum Perjanjian, PT. Alumni Bandung,h.60.

5

Wirjono Projodikoro, 1985, Asas-asas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, (selanjutnya disingkat Wirjono Projodikoro I).h.45.

(14)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain:

1. Bagaimana akibat hukum apabila pihak debitur melakukan wanprestasi terhadap barang jaminan dalam perjanjian jual beli sepeda motor secara angsuran ?

2. Bagaimanakah penyelesaiannya apabila pihak debitur melakukan wanprestasi pada Perusahaan Lembaga Pembiayaan Konsumen di PT. Adira Finance di Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar pembahas tidak jauh menyimpang dari pokok bahasan mengingat permasalahan hukum yang menyangkut jual beli ini demikian demikian luas maka pembahasannya dibatasi hanya menyangkut pembahasan aspek hukum tentang jual beli secara angsuran sesuai ruang lingkup permasalahannya tersebut diatas.

Adapun yang di bahas dalam usulan penelitian ini menyangkut akibat hukum apabila pihak debitur melakukan wanprestasi terhadap barang jaminan dalam perjanjian jual beli sepeda motor secara angsuran dan yang kedua penyelesaian apabila pihak debitur melakukan wanprestasi.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli secara angsuran pada Perusahaan Pembiayaan di PT.

(15)

Adira Finance Denpasaradalah sepenuhnya hasil pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 3 (tiga) skripsi sebagai referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

No NAMA & NIM JUDUL RUMUSAN MASALAH

1. Bayu Langgeng Amengku Bumi C100 040 198

Penyelesaian

Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor (Studi kasus di dealer asli motor Klaten)

1. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian Jual beli kendaraan bermotor?

2. Bagaimana pihak kreditur menyelesaikan wanprestasi dalam jual beli apabila terdapat unsure penggelapan didalamnya?

2 Singgih Budi Utomo

3450402527

Pelaksanaan

Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor di Dealer Panorama Motor di Kabupaten Sragen

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian jual beli di dealer panorama motor Kabupaten Sragen ?

2. Bagaimana penyelesaian apabila terjadi perselisihan antara pihak penjual (Dealer Panorama Motor) dengan pihak pembeli yang timbul karena adanya wanprestasi?

3 Nurul Winarsih Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor Second Hand dengan Sistem Sewa Beli. (Studi di PT. Malang Indah Motor).

1. Bagaimana pembeli dinyatakan wanprestasi dalam perjanjian Sewa Beli Sepeda Motor Second Hand oleh PT. Malang Indah Motor? 2. Bagaimana hambatan dan upaya

Penyelesaian yang dilakukan oleh PT. Malang Indah Motor Dalam Hal Wanprestasi oleh pembeli sewa?

(16)

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu hukum yang ada agar sejalan dengan paradigma science as a process (ilmu dalam proses). Melalui penulisan ini, turut diupayakan untuk melakukan pengembangan pada bidang hukum bisnis, khususnya dalam perjanjian jual beli secara angsuran.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Memahami dan mengetahui akibat hukum apabila pihak debitur melakukan wanprestasi terhadap barang jaminan dalam perjanjian jual beli sepeda motor secara angsuran.

2. Untuk mengetahui dan memahami penyelesaiannya apabila pihak debitur melakukan wanprestasi.

1.6 Manfaat Penulisan

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulisan usulan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum dimasa yang akan datang, khususnya dibidang hukum perjanjian jual beli secara angsuran, yang eksistensinya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

(17)

1.6.2 Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan melalui penulisan usulan penelitian ini dapat membawa manfaat yang positif bagi pemerintah, berupa masukan atau ikontribusi yang berguna dalam rangka penyempurnaan dan penyiapan perangkat hukum yang menyangkut perjanjian jual beli secara angsuran.

1.7 Landasan Teori

Untuk mengkaji permasalahan hukum secara mendetail diperlukan beberapa teori yang merupakan rangkaian asumsi, konsep, definisi, untuk mengembangkan, menekankan serta menerangkan suatu gejala sosial secara sistematis. Suatu teori adalah hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variable atau lebih yang telah diuji.6

Landasan teoritis ialah meliputi filosofi, teori hukum, asas-asas hukum, norma, konsep-konsep hukum, serta doktrin yang dipakai sebagai dasar untuk membahas suatu pemasalahan, dalam hal ini untuk membahas permasalahan pada rumusan masalah yang terdapat pada skripsi ini.7 Dalam penulisan ini, terdapat beberapa landasan teoritis yang dipergunakan sebagai acuan antara lain:

6

Soerjono Soekanto I, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto),h.30.

7

Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 79.

(18)

Dalam kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggungjawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.8

Teori tanggungjawab secara umum dapat dibedakan sebagai berikut: 1) tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault); 2) praduga selalu bertanggungjawab (presumption of liability);

3) praduga tidak selalu bertanggungjawab (presumption of non liability); 4) tanggungjawab mutlak (strict liability);

5) pembatasan tanggungjawab (limitation of liability).

Pada teori tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan dinyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Hal ini berkaitan dengan Pasal 1365 KUH Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum. Secara common sense, asas tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan dapat diterima dikarenakan tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain. Pada perkara dalam teori ini juga berlaku umum untuk teori-teori lainnya, yakni definisi tentang subjek pelaku kesalahan pada Pasal 1365 KUH Perdata. Dalam dokrin hukum dikenal asas vicarious liability dan corporate liability. Pada intinya prinsip ini, dilatarbelakangi oleh alasan konsumen hanya melihat semua dibalik dinding suatu koorporasi itu sebagai suatu

8

(19)

kesatuan yang tidak terpisahkan antara lembaga dengan pekerjanya (doktrin ini disebut ostensible agency).9

Teori tanggungjawab mutlak (strict liability) sering disamaartikan dengan teori tanggungjawab absolut (absolute liability), namun tidak sedikit pendapat yang beranggapan berbeda diantara keduanya. Perbedaan pendapat salah satunya, pada strict liability terdapat pengecualian-pengecualian yang terjadi seperti keadaan force majeur. Pada absolute liability tidak ada pengecualian dalam pertanggungjawaban kesalahan.

Teori tanggungjawab mutlak bertujuan untuk menjerat pelaku usaha terutama produsen barang yang setelah memasarkan produknya, dianggap telah merugikan konsumen (product liability). Menurut asas ini produsen wajib bertanggungjawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya.10 Gugatan product liability dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) hal:

1) melanggar jaminan (breach of warranty), misalnya khasiat yang timbul tidak sesuai dengan janji yang tertera dalam kemasan produk;

2) ada unsur kelalaian (negligence), yaitu produsen lalai memenuhi standar pembuatan obat yang baik;

3) menerapkan tanggungjawab mutlak (strict liability).11

Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

9

Kristiyanti, Celina, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, h. 94

10

Ibid, h. 97

11

(20)

hal. Perjanjian juga merupakan suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang member kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada pihak lain untuk menunaikan prestasi.12

Menurut J. Van Dunne perjanjian juga dapat ditafsirkan sebagai suatu hubungan hukum penawaran dari satu pihak dan perbuatan hukum penerima dari pihak lain.13

Ketentuan tentang perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih lainnya. Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untukmelaksanakan suatu hal.14sedangkan Abdulkadir Muhammad memberikan pengertian perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan kekayaan.15

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, menyatakan perjanjian sah bila memenuhi syarat:

a. Kesepakatan antara pihak yang mengadakan perjanjian. b. Kecakapan bertindak hukum atau membuat perjanjian. c. Ada suatu hal tertentu (obyek).

12

M. Yahya Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjiana, Alumni, Bandung,h.6. 13

Purhawid Patrik, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung,h.47.

14

R.Subekti I,1992, Aneka Perjanjian, Cetakan IX, Citra, Aditya Bakti, Bandung, h.58.

15

(21)

d. Ada suatu sebab yang halal (causa).

Keempat syarat tersebut harus dipenuhi agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah menurut hukum.Bila syarat subyektif yaitu kesepakatan antara pihak yang mengadakan perjanjian dan kecakapan bertindak dalam hukum atau membuat perjanjian tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat dimohonkan untuk dibatalkan melalui perantara hakim.Perjanjian tersebut tetap mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan yang berhak atas pembatalan itu. Sedangkan apabila syarat obyektif yaitu hal tertentu atau (obyeknya) dan sebab yang halal (causa) tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian itu dikatakan batal demi hukum, artinya dari semula tidakpernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Tujuan para pihak untuk melahirkan perikatan adalah gagal sehingga tidak dapat saling menutut didepan hakim.

Dalam hukum perjanjian dikenal adanya prinsip atau asas fundamental yang menjadi pedoman yang memberikan gambaran tetang latar belakang cara berfikir yang menjadi dasar dari perjanjian. Prinsip-prinsip itu antara lain:

a. Asas Konsensualisme. b. Asas Pelengkap.

c. Asas kebebasan Berkontrak (freedom of contract). d. Asas Obligatoir.16

Sebagaimana telah diketahui dalam KUH Perdata dikenal beberapa perjanjian, yaitu disebut perjanjian bernama (benoemd) dan perjanjian tidak

16

Abdulkadir Muhammad I,1993,Hukum Perdata Indonesia, Cetakan II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,h.225.

(22)

bernama (unbenoemd), perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah diatur dalam KUH Perdata sedangkan perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata namun terdapat dalam praktek kehidupan sehari-hari, sebagai contohnya jual beli dengan angsuran.

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dijelaskan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak ditentukan isinya oleh para pihak dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Penjelasan tersebut juga berlaku pada perjanjian yang dilakukan oleh seseorang yang ingin melakukan perjanjian dengan lembaga pembiayaan konsumen.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit, dan pembiayaan konsumen.

Pembiayaan konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 pasal 9 lembaga pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat baik dalam bentuk giro, deposito, maupun tabungan.

Pada setiap kegiatan usaha pembiayaan, termasuk juga Pembiayaan Konsumen, inisiatif mengadakan hubungan kontraktual berasal dari para pihak

(23)

terutama Konsumen. Dengan demikian, kehendak para pihak pula menjadi sumber hukumnya. Kehendak para pihak tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis berupa rumusan perjanjian yang menetapkan hak dan kewajiban para pihak dalam hubungan kontrak Pembiayaan Konsumen. Dalam perundang-undangan juga diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak dan hanya berlaku sepanjang para pihak tidak menentukan lain secara khusus dalam kontrak yang dibuat. Ada dua sumber Hukum Perdata yang mendasari Pembiayaan Konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan bidang hukum perdata.17

Ada dua sumber Hukum Perdata yang mendasari Pembiayaan Konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan hukum perjanjian dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis yaitu asas kebebasan berjanji dalam arti yang luas (lisan dan tulisan) dan asas kebebasan berkontrak dalam arti yang sempit (hanya secara tertulis). Dalam hubungan hukum Pembiayaan Konsumen, perjanjian selalu dibuat tertulis sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty). Perjanjian Pembiayaan Konsumen dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak, memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban Perusahaan Pembiayaan Konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund lender) dan Konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user).

2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

17

(24)

Perjanjian Pembiayaan Konsumen adalah salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUHPerdata diantaranyaPasal 1313, 1320, 1338 yang membahas mengenai perjanjian secara umum, pasal 1754 sampai 1773 mengenai perjanjian pinjam pakai habis, pasal 1765 mengenai perjanjian peminjaman dengan bunga, dan pasal 1457 sampai 1518 mengenai perjanjian jual beli bersyarat.

Menurut Khotibul Umam, Consumer Financing atau sering disebut dengan Pembiayaan Konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang atau jasa yang akan langsung dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi ataupun distribusi.

Pada pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan disebutkan bahwa kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kebutuhan konsumen antara lain meliputi:

a. Pembiayaan kendaraan bermotor; b. Pembiayaan alat-alat rumah tangga; c. Pembiayaan barang-barang elektronik; d. Pembiayaan perumahan.

Perjanjian pembiayaan dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan, tetapi ada kalanya perjanjian kredit tersebut

(25)

tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur.

Kata wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk.18 Seorang yang telah terikat dalam suatu perjanjian dapat dikatakan wanprestasi apabila tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan, atau apabila ingkar janji.

Menurut Munir Fuady, yang dimaksud wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak kepada pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.19 Wanprestasi yang dilakukan debitur dapat berupa empat macam:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.

2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.20 Adapun jalur penyelesaian wanprestasi dapat dilakukan melalui dua cara yakni, melalui jalur penyelesaian wanprestasi yang terjadi seminimal mungkin untuk tidak mengambil jalur peradilan umum atau jalur litigasi, karena dalam penyelesaian perkara akan menghabiskan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal, sehingga tidak dapat sesuai dengan prinsip bisnis

18

Subekti II, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Subekti III),h.45.

19

Munir Fuady, 2011, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,h.105.

20

(26)

yang mencari keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu jalur litigasi disarankan tidak efisien oleh perusahaan pembiayaan yang berkembang saat ini. Mereka berinisiatif untuk menyelesaikan suatu perkara melalui jalur non litigasi atau penyelesaian di luar pengadilan, mengkaji penyelesaian wanprestasi dengan Alternatif Dispute Resolution.21 Sedangkan dengan bahasa indonesia dapat diartikan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sesungguhnya Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan secara damai.

Menurut Takdir Rahmadi alternatif penyelesaian sengketa adalah sebuah konsep yang mencakup berbagai bentuk penyelesaian sengketa selain dari proses peradilan, melalui cara-cara yang sah menurut hakim, baik berdasarkan pendekatan konsensus maupun tidak berdasarkan konsensus.

Sedangkan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Dengan dalam perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah suatu pranata penyelesaian sengketa diluar pengadilan bersadarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan.

Alternatif penyelesaian sengketa merupakan implementasi dari nilai luhur masyarakat Indonesia yaitu musyawarah mufakat. Hal ini sesuai dengan

21

Sayud Margono, 2004, ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Bandung, h.13.

(27)

pendapat dari Daniel S. Lev, yang menyatakan bahwa budaya hukum Indonesia dalam penyelesaian sengketa mempunyai karakteristik tersendiri yang disebakan oleh nilai-nilai tertentu.22

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan masalah dalam usulan penelitian ini maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, yaitu dengan melihat permasalahan dari kenyataan yang ada dalam masyarakat dan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang objek kejadiannya meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implemntasi ketentuan hukum normative (kodifikasi Undang-Undang atau kontrak).Secara in acion/in abstrscto pada setiap peristiwa hukum yang telah terjadi dalam masyarakat (in concreto).23

1.8.2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif (penggambaran). Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini menggambarkan wanprestasi

22

Ade Maman Suherman, 2004, Perbandingan Sistem Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,h.16.

23

Abdulkadir Muhamad II, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

(28)

dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui lembaga pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance Denpasar.

1.8.3 Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach), fakta (the fact approach) dan pendekatan perundang-undangan (the statue approach). Pendekatan fakta (the fact approach) dilakukan dengan melihat keadaan nyata di wilayah penelitian.24 Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut sesuai hukum yang ditangani.25 Sedangkan dalam pendekatan kasus (case approach) kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum ditelaah dan dipelajari untuk memperoleh suatu gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan dalam eksplanasi hukum.26

1.8.4Data dan Sumber Data

Dalam penelitian okum ini data yang digunakan adalah data primer (lapangan) dan data sekunder (kepustakaan) yaitu sebagai berikut:

24

Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 60.

25

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum Edisi I, Cetakan V, Kencana, Jakarta, h. 93.

26

Johni Ibrahim, 2007, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan III, Bayumedia Publishing, Malang, h. 321

(29)

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat, yaitu :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukanwawancara dengan informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang memberikan iriformasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya, adalah seseorang atau individu yang mengetahui dan mengalami langsung suatu kejadian.27

Data Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan cara studi dokumen terhadap bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum sekunder, yang terdiri dari okumture-literatur, buku-buku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas yaitu tentang hukum perjanjian jual beli.

27

Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II), h. 174.

(30)

Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan ensiklopedia.28 Kamus yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu Kamus Besar Bahasa Indoensia dan Kamus Hukum.

1.8.5Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara dengan mewawancarai para Responden maupun informan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Jenis wawancara yang dipergunakan adalah wawancara terstruktur, yang telah disusun terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dan semua yang diwawancarai ditanyakan dengan pertanyaan yang sama. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara adalah pihak yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara adalah pihak yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.29

1.8.6Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Adapun lokasi penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada PT. Adira Finance di Denpasar. Terpilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan ditemukan kasus wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan pada perusahaan pembiayaan tersebut.

Dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah sampel secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana

28

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 119.

29

Lexy J. Moleong, 2013, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Cet. XXXI, Bandung, h. 186.

(31)

peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu PT. Adira Finance di Denpasar.

Penentuan responden atau informan dilakukan dengan menggunakan teknik Snowball Samplingyang dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari sampel sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh peneliti yaitu dengan mencari responden kunci maupun informan kunci, kemudian responden maupun informan berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung rekomendasi responden maupun informan kunci.

1.8.7 Teknik Analisis Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.30 Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling menunjang antara teori dan praktek. Dalam menganalisa data, setelah data terkumpul maka langkah penting selanjutnya adalah analisis data.31Analisis data yang dipergunakan dalam peneltian ini adalah Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach), fakta (the fact approach) dan pendekatan perundang-undangan (the statue approach). Pendekatan fakta (the fact

30

Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 72.

31

(32)

approach) dilakukan dengan melihat keadaan nyata di wilayah penelitian.32 Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut sesuai hukum yang ditangani.33 Sedangkan dalam pendekatan kasus (case approach) kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum ditelaah dan dipelajari untuk memperoleh suatu gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan dalam eksplanasi hukum.34 dan kepustakaan untuk memperolehkesimpulan yang tepat dan logis sesuai dengan permasalahan yang dikaji.35

32

Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 60.

33

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum Edisi I, Cetakan V, Kencana, Jakarta, h. 93.

34

Johni Ibrahim, 2007, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan III, Bayumedia Publishing, Malang, h. 321

35

(33)

Referensi

Dokumen terkait

Dan dari 23 pasien (100%) seluruhnya menyatakan citra pelayanan tidak baik dan tidak mempunyai minat dalam menggunakan jasa pelayanan. Citra pelayanan dipengaruhi

Kebijakan Penilaian Kinerja Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung pada Dinas Penataan Ruang Kota Bandung Tahun 2017”..

Abstrak.Air susu ibu adalah makanan terbaik bagi bayi baru lahir.Banyak penelitian yang membuktikan bahwa Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik dan utama bagi bayi karena di

Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah , menguraikan penjelasannya mengenai upah yakni “suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha

Lembar kerja hasil penyelesaian perhitungan tegangan normal dan tegangan geser Ketepatan hasil penyelesain masalah / tugas 15 1,2,3,4,5 9-11 Menerapkan perangkat lunak

Berdasarkan kandungan fosil Foraminifera planktonik yakni dengan hadirnya Globorotalia acostaensis untuk pertama kalinya pada sampel PS2, di bagian atas Formasi Ledok,

koperasi tersebut di atas di Persidangan Negeri Perak 2021 yang akan diadakan pada 17 Mac 2021 (Rabu). Bersama-sama ini disertakan pengesahan saya sebagai wakil

•  Kebenaran PDRM adalah diperlukan bagi pembeli/pemilik rumah sekiranya merentas daerah atau negeri ke syarikat pemaju/agen atau galeri jualan bagi maksud