BOBOT POTONG, EDIBLE DAN NON EDIBLE ITIK PEKING MOJOSARI PUTIH (PMp) PADA PEMBERIAN PAKAN SISA RUMAH MAKAN DAN
KOMERSIAL
SLAUGHTER WEIGHT, EDIBLE AND NON DIBLE WHITE MOJOSARI PEKING DUCK (PMp) ON UTILIZATION FEED FROM RESTAURANT
RESIDUAL FOOD AND COMMERCIAL FEED Sarito Simanullang*, Iwan Setiawan dan Nena Hilmia
Universitas Padjadjaran
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail :[email protected]
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui bobot potong, edible dan non edible itik Peking Mojosari putih (PMp) yang diberi pakan sisa rumah makan dan komersial, telah dilaksanakan di Kandang Percobaan Kebun Muncang, Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif terhadap 40 ekor itik Peking Mojosari putih umur 7-10 minggu yang diberi pakan sisa rumah makan dan komersial. Parameter yang diamati adalah bobot potong, bobot edible (karkas, giblet, leher) dan bobot non edible (jeroan tanpa giblet, kepala, kaki, bulu, lemak abdominal dan darah). Hasil penelitian menunjukkan bobot potong itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan adalah sebesar 1.649,5±123,61 gram, dan bobot potong itik PMp yang diberi pakan komersial yaitu sebesar 1.917,65±173,11 gram. Persentase karkas itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan dan komersial adalah 63,88 ± 2,43% dan 62,17±1,51%. Bagian edible dan non edible itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan adalah sebesar 76,8±4,01% dan 23,19±3,17%, sedangkan persentae edible dan non edible itik PMp yang diberi pakan komersial adalah sebesar 76,71±3,51% dan 23,29±4,04%.
Kata Kunci :Pakan Sisa Rumah Makan, Komersial, Edible, Non Edible, Itik Peking Mojosari Putih (PMp).
ABSTRACT
This research was conducted to find out Slaughter weight, Edible and Non Edible White Mojosari Peking Duck (PMp) fed Residual food from Restaurant and Commercial, was held at Kandang Percobaan Kebun Muncang, Universitas Padjadjaran, Sumedang, West Java. This research using analysis descriptive on 40 White Mojosari Peking Duck 7-10 week fed Restaurant Residual Food and Commercial. Parameter observed was slaughter weight, edible weight (carcass, giblet, neck) and non edible weight (gastrointestinal without giblet, head, feet, feather, abdominal fat and blood). The result of the research showed that PMp Duck Slaughter weight fed restaurant residual food was 1.649,5±123,61 gr and slaughter weight of PMp duck fed commercial feed was 1.917,65±173,11 gr. Carcass percentage of PMp duck fed restaurant residual food and commercial was 63,88±2,43 % and 62,17±1,51 %. Edible part and non edible percentage of PMp duck fed restaurant residual food was 76,8±4,01 % and 23,19±3,17 %, while Edible part and non edible percentage of PMp duck fed commercial feed was 76,71±3,51% and 23,29±4,04 %.
Keyword : Feed from restaurant residual food, Commercial Feed, Edible, Non Edible, White Mojosari Peking Duck (PMp).
Pendahuluan
Kontribusi itik dalam penyediaan daging nasional masih rendah, yakni sebesar 0,94 %. Produksi daging itik mengalami peningkatan setiap tahunnya, sehingga diharapkan kontribusi daging unggas ini terhadap penyediaan protein hewani semakin meningkat. (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dirjen Peternakan, 2013).
Produksi daging unggas lokal secara langsung dapat dilihat melalui bobot, persentase karkas dan banyaknya proporsi bagian karkas yang bernilai tinggi, (Damayanti, 2003). Menurut Srigandono (1997), kandungan gizi yang terdapat pada daging itik cukup tinggi, antara lain kandungan protein 21,4 %, lemak 8.2 %, abu 1.2 % dan nilai energi (per 100 gr kkal) 159 kkal/kg. Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh.
Faktor lingkungan dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu faktor fisiologis dan nutrisi. Lingkungan sekitar, pemeliharaan dan manajemen perkandangan dapat mempengaruhi persentase karkas (Scott dan Dean, 1991). Menurut Brake et al. (1993), persentase karkas berhubungan dengan jenis kelamin, umur dan bobot badan. Bobot karkas akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan meningkatnya bobot badan itik yang dipengaruhi asupan nutrisi selama pemeliharaan.Persentase karkas pada unggas merupakan bagian tubuh yang tersisa setelah dilakukan penyembelihan, pembuluan dan pembuangan jeroan, selanjutnya dilakukan pemotongan kaki, kepala, dan leher (Saifudin, 2000).
Terbukanya pasar itik menyebabkan pihak pemerintah maupun peternak sendiri mulai mengembangkan itik pedaging. Salah satu jenis yang
dikembangkan adalah itik Peking Mojosari Putih (PMp) yang merupakan persilangan peking jantan dan betina Mojosari putih. Itik PMp ini merupakan itik tipe pedaging baru yang dikembangkan oleh Balitnak, Ciawi-Bogor, untuk memenuhi permintaan itik pedaging yang semakin meningkat. Keunggulan itik PMp diantaranya, yaitu dapat mencapai berat badan 2-2,5 kg pada umur 10 miggu, merupakan itik dwiguna, umur pertama bertelur 5,5-6 bulan. (Balitbang Pertanian, 2013).Bila dibandingkan dengan unggas lainnya, itik cukup potensial untuk dikembangkan mengingat pemeliharaannya yang lebih mudah, lebih tahan terhadap penyakit,
serta kemampuannya dalam
memanfaatkan pakan yang kualitasnya rendah, (Dedi, 2007). Salah satu alternatif untuk mengurangi biaya pakan
adalah pemanfaatan limbah sisa dari rumah makan atau restoran.
Bahan dan Metode Penelitian Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan adalah Itik Peking Mojosari Putih (PMp) jantan, umur 7 minggu, diamati sampai umur 10 minggu kemudian dipotong, sebanyak 20 ekor yang terdiri atas 10 ekor diberi pakan sisa rumah makan dan 10 ekor diberi pakan komersial.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif terhadap bobot potong, edible dan non edible itik Peking Mojosari Putih (PMp). Pakan komersial yang digunakan adalah pakan hasil formulasisesuai dengan standar kebutuhan itik menggunakan bahan pakan konvensional. Kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan sebagai bahan penyusun pakan komersial, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Zat Nutrisi Bahan Pakan.
Keterangan : PK = Protein Kasar; LK = Lemak Kasar; SK = Serat Kasar; Ca = Calcium; P = Phosfor; Lys = Lysin; Met = Methionin; EM = Energi Metabolis.
Bahan Pakan Kandungan Nutrisi
PK (%) LK (%) SK (%) Ca (%) P (%) Lys (%) Met (%) EM (Kkal/K g) Tep. Jagung 9 3.9 2.05 0.22 0.17 0.26 0.18 3370 Bk. Kedelai 47 0.9 6 0.32 0.29 2.69 0.62 2400 Tep. Ikan 50 10 1 5.11 2.88 4.51 1.63 3080 Dedak 12 13 12 0.12 1.5 0 0 2200 Tep. Tulang 0 0 0 29 14 0 0 0 Premiks 0 0 0 0 0 0.3 0.3 0
Pakan komersial diberikan secara teratur dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.30 WIB dan sore hari pukul 16.30 WIB, sebanyak 200 gr/ekor/hari. Pakan sisa rumah makan adalah limbah dari Warung Nasi yang berada di sekitar daerah Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Pakan sisa rumah makan sebelum diberikan kepada itik dibilas dengan air mengalir untuk mengurangi minyak. Sebelum dijadikan
sebagai pakan utama, pakan sisa rumah makan terlebih dahulu diadaptasikan terhadap itik PMp selama satu minggu. Pakan sisa rumah makan tersebut selanjutnya diberikan secara adlibitum, sisa yang ada pada tempat pakan ditimbang, untuk mengetahui konsumsi itik PMp. Hasil analisis laboratorium kandungan nutrisi pakan sisa rumah makan dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Analisis Laboratorium Kandungan Nutrisi Pakan Sisa Rumah Makan.
Zat Nutrisi Kandungan
Air 80,54% Abu 4,12% Protein 20,78% SeratKasar 8,56% Lemak Kasar 10,88% BETN 55,66% TDN 90,84% EnergiBruto 4788 Kkal/kg Kalsium (Ca) 0,37% Phosfor (P) 0,11%
Sumber : Lab. Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015.
Parameter yang Diamati a. Bobot Potong
Bobot potong adalah berat hidup itik sebelum dipotong yang sebelumnya sudah dipuasakan selama 8-12 jam. b. Bagian Edible (Biyatmoko, 2001)
1. Bobot karkas yaitu tubuh tanpa darah, bulu, leher, kaki, kepala dan seluruh isi rongga perut kecuali giblet,
2. Berat giblet meliputi berat jantung, hati dan ampela
3. Berat leher
c. Bagian Non Edible (Biyatmoko,2001) 1. Berat jeroan tanpa giblet
2. Berat kepala 3. Berat kaki
4. Berat bulu yaitu setelah dipisahkan dari tubuh itik
5. Berat darah yaitu berat potong dikurangi berat badan
6. Berat lemak abdominal. Analisis Data
Data diperoleh dari masing-masing 10 ekor itik dari setiap kelompok
pemberian pakan sebagai sampel, sehingga jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 20 ekor. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif baik pada pemberian pakan komersial maupun pada pakan sisa restoran yang meliputi : a. Rata-rata. b. Standar Deviasi c. Koefisien Variasi Keterangan : x = Rata-rata i = Data ke-i ∑ = Jumlah n = Banyaknya Data S = Standar Deviasi KV = Koevisien Variasi HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Potong
Bobot potong merupakan hasil identifikasi terhadap produksi yang paling mudah atau sederhana untuk mengukur pertumbuhan yakni dengan cara menimbang itik secara individual. Hasil penelitian terhadap bobot potong itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan dan komersial disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Bobot Potong Itik PMp pada Pemberian Pakan Sisa Rumah Makan dan Komersial.
Komponen Pakan
Sisa Rumah Makan (n=10) Komersial (n=10)
(gr) SD KV (%) (gr) SD KV (%) Bobot Potong 1649,5 123,61 7,49 1917,65 173,11 9,03 Keterangan : x : Rata-rata SD : Standar Deviasi KV : Koevisien Variasi Bobot potong merupakan parameter ekonomis dalam budidaya ternak dan merupakan hasil akumulasi pertumbuhan selama pemeliharaan yang sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi. Bobot potong yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap itik PMp yang
dipelihara dengan menggunakan pakan sisa rumah makan adalah 1649,5±123,61 gr dengan koefisien variasi sebesar 7,49%. Sedangkan bobot potong yang dihasilkan itik PMp yang diberikan pakan komersial adalah 1917,65±173,11 gr dengan koevisien variasi 9,03%.
Berdasarkan nilai koefisien variasi diatas, data bobot potong dari kedua kelompok pemberian pakan menunjukkan keragaman data yang rendah, karena di bawah 15%. Bobot potong itik PMp umur 10 minggu yang diberipakan sisa rumah makan relatif lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Balitnak yang menunjukkan bobot potong itik PMp umur 10 minggu yang diberi pakan komersial yaitu sebesar 2-2,5 kg (Balitnak, 2013), sedangkan pada itik yang diberipakan komersial menghasilkan bobot potong yang mendekati hasil penelitian Balitnak. Pertumbuhan pada unggas diartikan sebagai pertambahan bobot badan karena meliputi seluruh bagian tubuhnya secara serentak dan merata (North, 1978). Pertumbuhan jaringan otot, tulang serta organ lain yang dicerminkan oleh pertambahan berat badan sebagai totalitas pertumbuhan dalam kurun waktu tertentu tidak sama, ada yang cepat dan ada yang lambat. Kecepatan pertumbuhan mempunyai variasi yang cukup besar, salah satunya bergantung kepada kualitas ransum yang digunakan. Bintang dkk. (1997) dalam penelitiannya melaporkan bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan gizi dalam ransum akan mengakibatkan tingginya bobot badan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena ransum yang mengandung kepadatan gizi tinggi umumnya lebih palatabel, selain mengandung serat kasar yang lebih rendah dan kadar energi metabolis yang
tinggi. Selanjutnya nutrisi yang lebih sedikit terserap mengakibatkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh itik ikut terhambat sehingga pertambahan bobot badan yang diperoleh menjadi tidak optimal. Perbedaan kandungan energi dan protein dalam ransum turut berpengaruh terhadap konversi ransum yang diperoleh. Iskandar dkk. (2001) melaporkan bahwa semakin tinggi tingkat energi dan protein ransum, konversi ransum yang diperoleh akan semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemakaian energi dan protein yang semakin tinggi akan memberikan nilai yang lebih ekonomis dari segi pemberian ransum, karena konsumsi ransum yang lebih rendah memberikan tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
Kandungan nutrisi pada pakan sisa rumah makan yang fluktuatif atau berubah-berubah setiap harinya, hal ini dapat diketahui dengan melihat langsung sisa-sisa makanan yang terdapat dalam pakan tersebut, diduga nutrisi yang terkandung di dalamnya tidak lengkap dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi itik tersebut sehingga menyebabkan kurang maksimalnya pertumbuhan itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan.
Bobot Edible
Rataan bobot bagian edible dari itik PMp yang diberikan pakan sisa rumah makan dan komersial dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Bobot Edible Itik PMp pada Pemberian Pakan Sisa Rumah Makan dan Komersial.
Komponen Pakan
Sisa Rumah Makan (n=10) Komersial (n=10)
(gr) SD KV (%) (gr) SD KV (%) Edible : Karkas 1053,55 86,52 8,21 1191,05 98,53 8,27 Giblet 106,50 12,50 11,74 121 13,89 11,48 Leher 106,45 16,21 15,23 158,50 30,29 19,11 Persentase Karkas 63,88% 2,43% 3,79 62,17% 1,51% 2,43 Persentase Edible 76,8% 4,01% 9,43 76,71% 3,51% 8,04 Keterangan : x : Rata-rata SD : Standar Deviasi KV : Koevisien Variasi. Bagian edible adalah merupakan hasil dari pemotongan ternak yang dapat dimakan atau bagian yang dapat dikonsumsi. Bagian tubuh itik yang termasuk dalam edible adalah karkas, giblet (gizzard, jantung dan hati) dan leher. Pada tabel 4 di atas dapat diketahui, bahwa bagian edible itik PMp yang diberipakan sisa rumah makan memiliki nilai persentasi sebesar 76,8±4,01%, sedangkan itik PMp yang diberi pakan komersial memiliki nilai persentase ediblenya sebesar 76,71±3,51%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi bagian edible tidak/sedikit dipengaruhi oleh bobot potong. Penelitian yang dilakukan oleh Sunari (2001), tentang persentase bagian edible itik Mandalung pada berbagai umur potong adalah berkisar antara 73,3% - 77,9%. Sama halnya dengan bobot potong, faktor nutrisi merupakan hal utama yang mempengaruhi komponen bagian edible, terutama bagian karkas itik PMp yang
dipergunakan sebagai objek penelitian ini, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soeparno (2005), bahwa nutrisi merupakan faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi komponen karkas.
Hasil karkas yang diperoleh dipengaruhi oleh salah satunya adalah besarnya komponen yang terbuang selama proses untuk mendapatkan karkas.Itik dan Entog mempunyai persentasi karkas yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam pedaging, kalkun dan angsa, tetapi lebih tinggi dari ayam petelur (Lukman, 1995).
Berat karkas itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan adalah 1053,55±86,52 gr dan koefisien variasi 8,21% dengan persentasi karkas sebesar 63,88±2,43%, sedangkan berat karkas itik PMp yang diberi pakan komersial adalah 1191,05±98,53 gr dengan koefisien variasi 8,27% dan persentasi karkas sebesar 62,17±1,51%.
Hasil penelitian yang diperoleh relative sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Matitaputty dkk.
(2011), terhadap persentase karkas itik Alabio, Cihateup dan silangannya adalah berkisar antara 61,36%-63,74%.
Giblet tergolong dalam kategori edible karena pada umumnya di Indonesia dikonsumsi oleh masyarakat. Rataan bobot giblet itik yang diberi pakan sisa rumah makan adalah 106,50±12,50 gr sedangkan pada itik PMp yang diberi pakan komersial adalah 121±13,89 gr.
Pertumbuhan giblet secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah asupan nutrisi yang tersedia di dalam pakan, serta seiring juga dengan pertumbuhan tubuh secara keseluruhan akan diimbangi oleh pertumbuhan bagian giblet ternak tersebut.
Rataan bobot leher pada itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan adalah 106,45±16,21 gr dengan koefisien variasi 15,23% dan pada itik PMp yang diberi pakan komersial adalah 158,50±30,29 gr dengan koefisien variasi 19,11%. Dari hasil diatas menunjukkan bahwa bobot leher yang didapatkan tidak seragam, baik pada itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan dan komersial, karena nilai koefisisen variasinya di atas 15%.
Bobot Non Edible
Hasil pengamatan terhadap bobot non edible itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan dan komersial dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Bobot Non Edible Itik PMp pada Pemberian Pakan Sisa Rumah Makan dan Komersial.
Komponen Pakan
Sisa Rumah Makan (n=10) Komersial (n=10)
(gr) SD KV (%) (gr) SD KV (%) Non Edible : Jeroan 90,95 11,88 13,06 99,25 16,67 16,80 Kepala 105,85 13,06 12,34 115,85 11,68 10,08 Kaki 41,25 3,02 7,34 49,20 6,54 13,31 Bulu 33,95 22,43 66,16 58,15 24,04 41,34 L. Abdominal 6,40 2,43 38,06 13,90 3,72 26,80 Darah 104,60 11,50 11,00 110,75 22,41 21,23 Persentase Non Edible 23,19% 3,17% 22,82 23,29% 4,04% 19,67
: Rata-rata SD : Standar Deviasi KV : Koevisien Variasi
Bagian non edible atau inedible adalah bagian dari tubuh ternak itik PMp yang tidak dikonsumsi atau dapat dikategorikan sebagai hasil sampingan atau hasil ikutan yang dapat dimanfaatkan. Bagian yang termasuk dalam non edible terdiri atas jeroan, kepala, kaki, bulu, lemak abdominal dan darah. Menurut Forest, et al., (1975), bahwa persentase bagian non karkas akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya bobot hidup.
Rataan bobot jeroan itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan dan komersial masing-masing adalah 90,95±11,88 gr dan 99,25±16,67 gr. Rataan bobot kepala itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan dan pakan komersial adalah 105,65±13,06 gr dan 115,85±11,68 gr. Rataan bobot kaki itik PMp dari tabel 10 dapat dilihat bahwa itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan adalah sebesar 41,25±3,02 gr dan pada itik PMp yang diberi pakan komersial adalah 49,20±6,54 gr.
Rataan bobot bulu itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan adalah sebesar 33,95±22,43 gr dan pada itik PMp yang diberi pakan komersial adalah 58,15±24,04 gr.
Hasil pengamatan terhadap lemak abdominal pada itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan dan pakan komersial adalah sebesar 4,60±2,43 gr dan 13,90±3,72 gr. Lemak abdominal merupakan hasil pembentukan asam lemak dan gliserol yang tidak larut dalam air,
Berdasarkan tabel 5 di atas, bagian non edible itik Peking Mojosari putih yang diberi pakan sisa rumah makan menunjukkan hasil yang seragam antara lain adalah bagian jeroan, kepala, kaki, dan darah. Sedangkan pada itik PMp yang diberi pakan komersial pada bagian kepala, dan kaki, karena memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15%. Bagian bulu dan lemak abdominal pada itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan serta bagian jeroan, bulu, lemak abdominal dan darah pada itik PMp yang diberi pakan komersial menunjukkan hasil yang tidak seragam, karena memiliki nilai koefisien variasi di atas 15%.
Hasil rataan bobot darah pada itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan adalah sebesar 104,60±11,50 gr dan pada itik PMp yang diberi pakan komersial adalah 110,75±22,41 gr. Rataan bobot darah yang dihasilkan pada itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan dinyatakan seragam, hal ini diketahui dengan melihat koefisien variasinya yang relative rendah, yaitu11%, sedangkan koefisien variasi pada itik PMp yang diberi pakan komersial tergolong tinggi, yaitu 21,23 % sehingga bobot darah yang dihasilkan tersebut dinyatakan tidak seragam.
Perhitungan selanjutnya adalah pada persentase bagian non edible atau bagian yang tidak dikonsumsi, pada itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan adalah sebesar 23,19±3,17%, sedangkan persentase bagian non edible itik PMp yang diberi pakan komersial yaitu 23,29±4,04%. Sebagaimana pada
oleh bobot potong. Sementaraitu, hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ika, dkk., (2013) yang menyatakan bahwa persentase non edible itik Peking pada umur 8 minggu adalah berkisar antara 22,20%-26,77%. Hal yang sama diungkapkan oleh Sunari (2001), bahwa persentase non edible pada itik mandalung umur 6-12 minggu adalah berkisar antara 20,4%-27,8%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
a. Itik Peking Mojosari putih (PMp) yang diberi pakan sisa rumah makan memiliki bobot potong 1.649,5±123,61 gram, sedangkan yang diberi pakan komersial 1.917,65±173,11 gram.
b. Itik Peking Mojosari putih (PMp) yang diberi pakan sisa rumah makan memiliki persentase karkas63,88 ± 2,43% sedangkan yang diberi pakan komersial memiliki persentase karkas 62,17±1,51%
c. Persentase bagian edible Itik PMp yang diberi pakan sisa rumah makan dan komersial relatif sama yaitu 76,8±4,01% dan 76,71±3,51%.
d. Itik Peking Mojosari putih (PMp) yang diberi pakan sisa rumah makan dan pakan komersial memiliki persentase bagian non edible yang relatif sama, yaitu 23,19±3,17%, dan 23,29±4,04%.
Saran
memanfaatkan sisa rumah makan secara keseluruhan menunjukkan hasil yang baik, sehingga sisa rumah makan tersebut dapat dijadikan pakan alternatif untuk budidaya itik. Selain itu, penggunaan pakan sisa rumah makan dapat mengurangi biaya produksi karena harganya yang lebih murah.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih kepada Dr. Ir. R. Triana Susanti, M.Si., (Balitnak Ciawi-Bogor) yang telah mengizinkan penggunaan Itik PMp sebagai materi dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2013. Itik PMp, Alternatif Penyedia Daging danTelurUnggas.Diunduh pada tanggal 14 September 2014, Pukul 19.25 WIB.
Bintang, I. A.K., M. Silalahi,T. Antawidjaja, danY.C. Raharjo. 1997. Pengaruh Berbagai Tingkat Kepadatan Gizi Ransum Terhadap Kinerja Pertumbuhan Itik Jantan Lokal dan Silangannya. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 2 No. 4 Thn. 1997.
Biyatmoko, D. 2001.
Pertumbumbuhan Alometri Irisan Karkas, Non Karkas dan Organ Vital Itik Tegal. Al Ulum Vol. 8 No. 2. Fakultas Pertanian. UniversitasIslam. Kalimantan. Brake, J. dan G. B. Havestein, S.E.
Scheideler, P.R. Ferket and D. V. Rives. 1993. Relationship of sex, age and body weight to bloiler
Damayanti, V. 2003. Studi Perbandingan Persentase Karkas, Bagian-Bagian Karkas Dan Non Karkas Pada Berbagai Unggas Lokal. Skripsi.Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Dedi R. 2007. Model Kurva Pertumbuhan Itik Tegal Jantan Sampai Umur Delapan Minggu (Growth Curve Model of Tegal Duck Until Eight Weeks Ages). Jurnal Ilmu Ternak, Juni 2007, Vol. 7. No.1, 12–15.
Dirjennak dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Diunduh pada tanggal 22 September 2014. Pukul 20.35 WIB.
Forest, J. C., Aberle, E. D., Hendrick, H. B., Judge, M. D. dan Merkel, R. A. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Co. San Fransisco.
Ika Rostika, Ismoyowati, dan Ibnu Hari Sulistyawan. 2013. Pengaruh Penggunaan Azolla microphylla Dengan Lemna polyrrhiza Dalam Pakan Itik Peking Pada Level Protein yang Berbeda Terhadap Bobot dan Persentase Bagian Non Karkas. Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 32-41. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Iskandar, S., V. S. Nugraha, D. M. Suci and A. R. Setioko. 2001. Biological Adaptation Local Young Males Ducks Against High Levels of Bran in Feed. In:
Waterfowl For New Business Opportunities. Doctoral Program of Bogor Agri. Inst. and Agri. Livestock Res. Center, 118-127. Jull, M. A. 1979. Poultry Nutrition
5th Edition. Tata McGraw-Publishing. Co. Inc, New Delhi. North, M. O. 1978. Water Intake:
Production and Elimination Poultry Digest.
P. R. Mutitaputty, R. R. Noor, P. S. Hardjosworo dan C. H. Wijaya. 2011. Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu. Jurnal Ilmu Ternak Veteriner. Vol. 16 No. 2 Th. 2011: 90-98. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Maluku, Ambon.
Soeparno.2005. Ilmu dan Teknologi Daging.Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Cetakan ke-3, revisi Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sunari, Rukmiasih dan Peni, S. Wardjosworo. 2001.Persentasi Bagian Pangan dan Nonpangan Itik Mandalung pada Berbagai Umur. Lokakarya Unggas Air. Balai Peternakan Ciawi, Bogor. Hal 19-20.