• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Wisata Pengertian Wisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Wisata Pengertian Wisata"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanskap

Menurut Simonds (2006), lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Lanskap terdiri dari lanskap alami dan lanskap buatan. Lanskap alami sangat rumit sehingga sangat penting bagi perancang dalam pemahaman yang lebih mendalam untuk menjaga elemen yang tidak boleh diganggu dan tetap dipertahankan pada lanskap. Lanskap alami terdiri dari bukit pasir, padang rumput, gunung, danau, laut, bukit, jurang, hutan, sungai, kolam, rawa, lembah, dan padang pasir. Lanskap buatan merupakan lanskap alami yang mengalami modifikasi yang dilakukan oleh manusia.

Major feature (fitur lanskap mayor) merupakan bentukan-bentukan

penampakan dan kekuatan lanskap alam yang dominan, sangat sedikit dapat diubah. Beberapa elemen lanskap alami yang tidak dapat diubah yaitu bentukan topografi seperti bentukan pegunungan, lembah, sungai, pantai, penampakan presipitasi, embun, kabut, dan sebagainya. Sedangkan minor feature (fitur lanskap minor) yaitu elemen lanskap yang dapat diubah yaitu bukit-bukit, semak belukar, parit dimana seorang perencana dapat memodifikasinya (Simonds, 2006).

2.2. Wisata

2.2.1. Pengertian Wisata

Nurisjah (2008) menyatakan bahwa wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap.

Gunn (1994) menjelaskan bahwa wisata adalah perpindahan orang untuk sementara dalam jangka waktu tertentu ke tujuan-tujuan di luar tempat tinggal

(2)

dimana mereka biasa tinggal dan bekerja, fasilitas dibuat untuk melayani kebutuhan mereka dalam beraktivitas selama tinggal di tempat tujuan tersebut.

2.2.2. Supply dan Demand Wisata

Gunn (1997) menyatakan bahwa wisata digerakkan oleh dua faktor kekuatan yaitu demand dan supply. Kedua faktor tersebut harus seimbang karena keduanya saling memberikan pengaruh satu sama lain terhadap pasar.

2.2.2.1. Supply Wisata

Supply adalah penawaran. Dalam wisata, sesuatu yang ditawarkan berupa

pengembangan fisik dan program wisata untuk wisatawan. Supply wisata tersusun dari lima komponen yang saling tergantung satu sama lain. Adapaun kelima komponen tersebut, yaitu:

1. Atraksi (attractions)

Atraksi merupakan komponen paling penting dari supply wisata. Atraksi diadakan untuk dua tujuan. Tujuan pertama yaitu untuk membujuk, memikat, atau merangsang wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata. Tujuan kedua, atraksi memberikan kepuasan pengunjung. Pengadaan atraksi tergantung pada keberadaan sumber daya alami dan kebudayaan yang dimiliki tapak. Oleh karena itu, distribusi dan kualitas dari kedua sumber daya tersebut merupakan faktor kuat dalam pengembangan wisata.

Gunn (1997) mengklasifikasikan atraksi wisata menjadi dua yaitu touring

circuit dan longer-stay. Touring circuit adalah atraksi yang dikunjungi dalam

sebuah perjalanan wisata yang waktunya terhitung pendek. Dalam klasifikasi ini, atraksi membutuhkan sumber daya, desain, dan program yang spesifik untuk wisatawan yang berturut-turut akan berkunjung tiap harinya. Sedangkan

longer-stay membutuhkan sumber daya, desain, dan program untuk wisatawan yang akan

(3)

2. Pelayanan (services)

Menurut Gunn (1994), pelayanan memiliki pengaruh yang kuat di bidang ekonomi. Pengaruh ekonomi terkuat berasal dari pelayanan yang diberikan oleh bisnis travel. Akomodasi, layanan makan dan minum, transportasi, agen perjalanan, dan bisnis travel lainnya membuat ketenagakerjaan, pendapatan, dan pajak meningkat. Selain itu, pelayanan merupakan fasilitator utama dalam wisata sehingga dalam merencanakan pelayanan berupa penginapan, penyediaan makanan, dan transportasi harus diintegrasikan dengan perencanaan atraksi wisata. Dengan begitu, atraksi yang direncanakan dapat didukung dengan baik oleh pelayanan yang menjadi fasilitatornya.

3. Transportasi (transportation)

Gunn (1994) menyatakan bahwa keberlangsungan semua komponen wisata tergantung terhadap transportasi. Bagian yang mendasari kesuksesan dari hotel, layanan makanan, hiburan, toko, dan atraksi adalah pemahaman terhadap perubahan tren dalam transportasi. Transportasi memberikan hubungan yang penting antara kota dan atraksi dalam area perkotaan dan atraksi tersebut membutuhkan pertimbangan perencanaan yang baik. Perencanaan transportasi untuk pengembangan wisata penting diadakan untuk semua jenis perjalanan untuk mengurangi konflik yang terjadi.

Lennard dan Lennard dalam Gunn (1994) menyatakan bahwa prinsip transportasi yang seimbang digunakan untuk semua komunitas, dengan mengikuti aturan sebagai berikut:

a. Mengakomodasikan kebutuhan orang

b. Menekankan pada akses yang baik untuk menghindari kemacetan c. Menyeimbangkan transportasi dengan penggunaan lahan

d. Menggunakan model matematika e. Memperioritaskan kebutuhan manusia f. Mempertimbangkan fungsi sosial g. Menggunakan batasan untuk parkiran h. Dirancang dalam skala manusia

(4)

i. Mengelola sumber daya manusia j. Meningkatkan nilai visual dan estetik

Cara seseorang untuk menemukan suatu jalan merupakan bagian dari transportasi yang tidak dapat diabaikan. Passini dalam Gunn (1997) mendeskripsikannya sebagai suatu kemampuan wisatawan dalam memetakan untuk memahami lingkungan. Sehingga sebuah penanda jalan perlu diperhatikan keberadaannya untuk membantu mengarahkan pengunjung dalam memahami lingkungannya. Tanda pengarah (tanda panah, penanda jarak) membantu wisatawan membuat pilihan. Terkadang tanda pengarah ambigu atau salah desain maupun penempatan sehingga pesan tidak tersampaikan. Penanda jalan harus dibuat informatif agar pesan yang terkandung di dalamnya diterima dengan baik oleh pengguna jalan. Desain lanskap dapat juga diberikan pada penanda jalan. Untuk pedestrian, material perkerasan dari warna dan teksturnya dapat efektif mengarahkan pengunjung.

4. Informasi (information)

Komponen penting wisata lainnya adalah informasi bagi wisatawan. Informasi sebelum melakukan perjalanan penting untuk rute dan informasi tapak. Beberapa agensi wisata masih menyalahartikan dengan promosi. Menurut Gunn (1994), promosi dibuat untuk menarik perhatian sedangkan informasi adalah deskripsi dari peta, buku panduan, video, majalah, artikel, narasi panduan wisata, brosur, dan anekdot wisatawan. Gunn (1997) menjelaskan bahwa pengunjung membutuhkan penanda jalan untuk mengarahkan jalan dan membutuhkan penjelasan mengenai lokasi pelayanan serta atraksi yang ditawarkan dalam suatu kawasan wisata, dan kesemuanya tersebut didapatkan dari komponen informasi.

5. Promosi (promotion)

Promosi merupakan komponen terakhir yang dibutuhkan setelah atraksi, pelayanan, transportasi, dan informasi telah dikembangkan. Promosi yang terlalu dibesar-besarkan seharusnya dihindari. Proses perencanaan wisata yang paling

(5)

penting adalah menjamin promosi akan berisi dengan benar pada waktu yang tepat dan untuk segmen perjalanan yang tepat. Komponen promosi meliputi semua ajakan dan bujukan yang biasa digunakan untuk mempengaruhi wisatawan mengikuti sebuah perjalanan. Ada empat bentuk promosi yaitu iklan berbayar, publisitas, hubungan masyarakat, dan insentif.

2.2.2.2. Demand Wisata

Demand adalah permintaan. Dalam wisata, permintaaan yang dimaksud

adalah orang-orang yang memiliki ketertarikan dan memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan wisata. Dengan kata lain, wisatawan merupakan komponen dari demand. Gunn (1997) menyatakan bahwan wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan wisata dengan berbagai motivasi dan tujuan.

Karakteristik paling penting dari wisatawan adalah aktivitas dan hal yang menarik mereka untuk melakukan sebuah perjalanan wisata. Lundberg dalam Gunn (1997) mengelompokkan wisatawan berdasarkan motivasi wisatawan dalam berwisata. Pengelompokkan tersebut antara lain motivasi pendidikan dan budaya, motivasi untuk bersantai dan bersenang-senang, serta motivasi kesukuan (etnik) dan motivasi lainnya seperti faktor cuaca, olahraga, ekonomi, petualangan.

2.2.3. Obyek dan Atraksi Wisata

Yoeti (1997) berpendapat bahwa atraksi wisata berbeda dengan obyek wisata, karena obyek wisata dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar sedangkan atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukkan (shows) yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan. Selain itu, dalam atraksi wisata untuk menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan oyek wisata dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu.

Menurut Wardiyanta (2006), obyek wisata adalah sesuatu yang menjadi pusat daya tarik wisatawan dan dapat memberikan kepuasan kepada wisatawan. Obyek wisata ini juga dapat berupa kegiatan, misalnya kegiatan keseharian masyarakat, tarian, karnaval, dan lain-lain.

(6)

Damanik (2006) menyatakan bahwa atraksi wisata diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi ini terbagi menjadi tiga yakni alam, budaya, dan buatan.

2.3. Perencanaan Lanskap

Nurisjah dan Pramukanto (2007) menyatakan bahwa merencanakan suatu lanskap adalah suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan, atau konsep ke arah bentuk lanskap atau bentang alam yang nyata. Nurisjah dan Pramukanto (2007) melanjutkan bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengembalian keputusan berjangka panjang, guna mendapat suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan.

Menurut Gunn (1994), perencaanaan kawasan wisata merupakan proses pengintegrasian komponen-komponen kawasan yang meliputi daya tarik, pelayanan, informasi, transportasi, dan promosi. Pada proses ini ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi pengunjung, meningkatkan aspek ekonomi, melindungi sumber daya alam, dan integrasi aspek sosial ekonomi dari komuniti dan kawasan. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi pada semua aspek pengembangan wisata.

Simonds (2006) menyatakan bahwa perencanaan yang baik harus dapat melindungi badan air, menjaga air tanah, mengkonservasi hutan dan sumber mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk rekreasi dan suaka margasatwa, serta melidungi tapak yang memiliki nilai keindahan dan ekologis. Penilaian yang baik mempertimbangkan aspek-aspek seperti: ekosistem alami, kualitas dan kuantitas air, kualitas udara, tingkat kebisingan, erosi, banjir, tapak bersejarah, bentukan lanskap, flora dan fauna, serta keterkaitan dengan ruang terbuka.

(7)

Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap merupakan penyesuaian program dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya. Proses tersebut terdiri atas enam tahap, yaitu: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Dalam perencanaan lanskap suatu daerah dimana di dalamnya terdapat aktivitas rekreasi, membutuhkan informasi yang mengintegrasikan manusia dengan waktu luang dimana pengalokasian sumber daya dilakukan untuk menghubungkan waktu luang dengan kebutuhan masyarkat dan areal perencanaan. Proses perencanaan lanskap tersebut dapat didekati melalui empat cara yaitu:

1. Pendekatan sumber daya, dimana dalam hal ini sumber daya fisik atau alami akan menentukan tipe dan jumlah aktivitas pada tapak. Pertimbangan terhadap lingkungan akan menentukan perolehan penyelamatan ruang dimana kebutuhan pemakai ataupun sumber dana tidak perlu dipertimbangkan.

2. Pendekatan aktivitas, dimana aktivitas yang ada pada masa lampau dan saat ini dijadikan dasar pertimbangan perencanaan sarana dan prasarana dalam tapak di masa akan datang. Perhatian difokuskan pada permintaan dimana faktor sosial lebih dipertimbangkan daripada faktor lainnya.

3. Pendekatan ekonomi, dimana tingkat ekonomi dan sumber finansial masyarakat digunakan untuk menentukan jumlah, tipe, dan lokasi yang potensial untuk dikembangkan. Dalam hal ini faktor ekonomi merupakan pertimbangan utama.

4. Pendekatan perilaku, dimana dalam hal ini yang menjadi pusat perhatian adalah rekreasi sebagai pengalaman, alasan berapresiasi, bentuk aktivitas yang diinginkan, dan dampak aktivitas tersebut terhadap seseorang.

Perencanaan kawasan wisata berdasarkan skala kawasannya terbagi atas tiga yaitu skala tapak, skala tujuan, dan skala regional (Gunn, 1994). Perencanaan kawasan wisata dalam skala tapak telah banyak dilakukan seperti pada resort, marina, hotel, taman, dan tapak wisata lainnya. Skala kedua adalah tujuan, dimana atraksi-atraksi wisata dikaitkan dengan keberadaan masyarakat sekitar,

(8)

pemerintah daerah, dan sektor swasta juga dilibatkan. Skala ketiga adalah wilayah, dimana pengembangan lebih terarah pada kebijakan tata guna lahan yang terkait dengan jaringan transportasi, sumber daya yang harus dilindungi dan dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial.

Menurut Laurie (1986), desain lanskap adalah pendalaman dari perencanaan lanskap yang berkaitan dengan seleksi komponen-komponen rancangan sebagai pemecahan masalah-masalah tertentu yang muncul pada rencana tapak. Pendalaman tersebut menyajikan rencana spesifik mengenai elemen-elemen lanskap yang terdapat pada suatu tapak.

Arahan desain merupakan proses perencanaan untuk desain. Proses ini merupakan proses pengembangan konsep perencanaan secara terperinci. Hasil dari proses desain adalah gambar kerja yang menjadi acuan bagi pelaksana (Heryani, 2008).

2.4. Anggrek

2.4.1. Penggolongan Anggrek

Anggrek dari famili Orchidaceae merupakan salah satu tumbuhan berbunga yang banyak tersebar dan beraneka ragam di dunia. Anggota dari famili ini dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali padang pasir yang kering dan daerah yang selalu tertutup salju. Dari 20.000 spesies anggrek yang tersebar di seluruh dunia, 6000 diantaranya berada di hutan Indonesia (Widiastoety et al, 1998 dalam Sabran et al, 2002).

Perkembangan industri anggrek di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 1997-1999 saat krisis ekonomi melanda. Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian sekitar tahun 2000-an, industri anggrek mulai menunjukkan peningkatan. Dewasa ini, jenis anggrek yang dominan menguasai pasar Indonesia adalah Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda, dan jenis lainnya (Widiastoety et al, 2010).

Pada dasarnya ada dua golongan besar anggrek yaitu anggrek spesies atau anggrek alam dan anggrek hybrid. Anggrek spesies adalah anggrek yang diperoleh langsung dari habitat aslinya di hutan. Pembiakannya dikawinkan dengan sesama

(9)

jenisnya atau pada bunga sendiri. Anggrek-anggrek spesies ini memegang peranan penting sebagai induk persilangan. Anggrek hybrid adalah anggrek yang dihasilkan dari persilangan dua jenis anggrek yang berlain namun masih mempunyai hubungan genetik yang dekat (Suryanto, 2010).

Ciri-ciri khusus tanaman anggrek dapat diketahui dengan melihat tipe pertumbuhan dan tempat tumbuhnya. Menurut Darmono (2004), berdasarkan tipe pertumbuhannya, anggrek dibagi menjadi dua kelompok yaitu tipe monopodial dan simpodial. Berdasarkan tempat tumbuhnya, anggrek terbagi menjadi:

a. Anggrek Terestrial

Anggrek terestrial adalah anggrek yang hidup dan tumbuh di permukaan tanah dengan membutuhkan cahaya matahari penuh atau langsung. Anggrek jenis ini dapat ditanam di dalam pot. Media tumbuh untuk anggrek jenis ini pada umumnya berupa serutan kayu dan potongan sabut kelapa. Di atas media tumbuh tersebut diberi pupuk kandang atau kompos yang telah disterilisasi.

b. Anggrek Epifit

Anggrek epifit adalah anggrek yang tumbuh dan hidup menumpang pada batang atau cabang pohon tetapi tidak merugikan tanaman yang ditumpanginya dan membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Anggrek ini dapat ditanam di pot, digantung, atau ditempel. Media tumbuh untuk anggrek epifit yang ditanam di pot pada umumnya berupa pakis, moss, arang, sabut kelapa. Untuk anggrek epifit yang ditempel pada umumnya diikatkan atau dilekatkan pada batang pohon, pakis lempeng, atau sejenisnya.

c. Anggrek Litofit

Anggrek litofit adalah anggrek yang tumbuh dan hidup pada batu-batuan di tepi pantai, tahan terhadap tiupan angin kencang dan matahari langsung.

d. Anggrek Saprofit

Anggrek saprofit adalah anggrek yang tumbuh dan hidup pada humus atau kompos dan membutuhkan sedikit cahaya matahari.

(10)

2.4.2. Syarat Tumbuh Anggrek

Menurut Anggara (2008), tanaman anggrek dapat tumbuh sehat dan berbunga secara teratur jika persyaratan dan kebutuhan hidupnya terpenuhi. Adapun persyaratan tumbuhnya tersebut meliputi ketinggian tempat, suhu, kelembaban udara, sirkulasi udara, kebutuhan cahaya, serta kebutuhan air.

a. Ketinggian Tempat, Suhu, dan Kelembaban

Berdasarkan ketinggian tempatnya, lokasi tumbuh anggrek dibedakan atas dataran rendah, dataran sedang, dan dataran tinggi. Anggrek biasanya akan tumbuh baik apabila ditanam di daerah dataran tinggi, namun tidak berarti anggrek tidak dapat tumbuh di daerah dataran rendah. Hanya saja harus memenuhi ketentuan suhu dan kelembaban yang tepat. Suhu yang baik untuk pertumbuhan anggrek berkisar 15-35ºC dengan suhu optimal 21ºC dan sirkulasi udara yang baik. Sementara kelembaban yang optimal berkisar antara 65-70%.

b. Kebutuhan Cahaya

Untuk kebutuhan berfotosintesis, tanaman anggrek membutuhkan cahaya. Kebutuhan cahaya ini akan berbeda-beda tergantung jenis anggreknya. Namun biasanya anggrek akan tumbuh dan berbunga dengan optimal bila ditanam di tempat yang berpenaung seperti pohon besar. Anggrek tidak menyukai cahaya yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Cahaya yang berlebihan bisa membuat daun menguning dan terlihat seperti terbakar. Begitu pula sebaliknya, cahaya yang terlalu rendah dapat membuat anggrek tumbuh kurus, berdaun sempit, dan berdaun panjang.

c. Kebutuhan Air

Kebutuhan tanaman anggrek akan air dapat terpenuhi dengan melakukan penyiraman secara teratur. Penyiraman sebaiknya menggunakan alat siram yang berlubang kecil seperti sprayer. Penyiraman idealnya dilakukan sehari sekali. Untuk anggrek yang lebih besar cukup dua hari sekali.

Referensi

Dokumen terkait

- Pemeriksaan kesehatan berkala terhadap seluruh petugas Rumah Potong Hewan terhadap beberapa penyakit zoonosis, khususnya leptopsirosis dengan serovar

Studi yang dilakukan oleh Gandini (2008) adalah studi meta analisis dengan menghimpun penelitian-penelitian dari wilayah Asia-Pasifik sehingga diperoleh nilai RR untuk beberapa

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : HK.03.05/I/823/11 tanggal 22 Maret 2011 Tentang Penetapan Laboratorium Klinik An Nur Cilacap Sebagai Sarana Kesehatan Untuk

Disarankan kepada para eksportir maupun pengusaha yang akan menjual produk udang ke Korea Selatan, diharapkan untuk focus terhadap satu item yaitu Udang, karena ini akan

Hal ini menunjukan adanya anomali yang terbaca dengan baik disekitar elektroda – elektroda tersebut, jika dibandingkan dengan beda tegangan yang lain akan sangat

Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk bagaimana meningkatkan posisi web rank secara signifikan untuk dapat mempopulerkan Website Exist-Club yang merupakan

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, inayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini

UU P3 juga mengamanatkan beberapa kebijakan dan/atau peraturan pelaksana yang perlu dibuat oleh Pemerintah, seperti: (1) peraturan mengenai kepastian usaha petani (Pasal