• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAR PENGESAHAN. : Penanganan pasca panen simplisia untuk menghasilkan bahan baku terstandar mendukung industri minuman fungsional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBAR PENGESAHAN. : Penanganan pasca panen simplisia untuk menghasilkan bahan baku terstandar mendukung industri minuman fungsional"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Penanganan pasca panen simplisia untuk menghasilkan bahan baku terstandar mendukung industri minuman fungsional

Bidang Fokus : Teknologi Kesehatan dan Obat

Kode Produk Target : 2.04. Obat Herbal dari tanaman temulawak, jahe, kencur, pegagan dan sambiloto untuk pengobatan sindrom, metabolit dan penyakit lainnya.

Kode Kegiatan : 2.04.08. Uji coba SOP pasca panen tanaman obat (temulawak, jahe, kencur, pegagan dan sambiloto) pada industri dan industri kecil obat tradisional

Lokasi Penelitian : Bogor, Jawa Barat dan Jawa Tengah Penelitian tahun ke : 1 (satu)

Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian

A. Lembaga Pelaksana Penelitian

Nama Peneliti Utama Ir. M. Januwati, MS.

Nama Lembaga

/Institusi

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Unit Organisasi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Alamat Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111

Telepon/HP/Faksimile/e-mail

0251 8321879/0251 8327010/

criec@indo.net.id

B. Lembaga lain yang terlibat - 1. Nama Koordinator Nama Lembaga Alamat Telepon/Faksimile/e-mail

Jangka Waktu Kegiatan : 3 (tiga) tahun Biaya Tahun – 1 : Rp. 250,000,000,- Biaya Tahun – 2 : Rp. 250,000,000,- Biaya Tahun – 3 : Rp. 250,000,000,- Total Biaya : Rp. 750,000,000,- Kegiatan (baru/lanjutan) : Baru

(2)

Rekapitulasi Biaya Tahun yang diusulkan

No. Uraian Jumlah (Rp)

1. Belanja Gaji dan Upah 75.000.000

2. Belanja Bahan 125.000.000

3. Belanja Perjalanan 40.000.000

4. Belanja Lain-lain 10.000.000

Jumlah biaya tahun yang diusulkan 250.000.000

Menyetujui

Kepala Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

Dr. Agus Wahyudi NIP. 19600121 198503 1 002 Koordinator/Peneliti Utama Ir. M. Januwati, MS NIP. 19480101 198406 2 001 Menyetujui/Mengetahui

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Dr. Ir. M. Syakir, MS

(3)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat-Nya, atas berakhirnya pelaksanaan penelitian Penanganan pasca panen simplisia untuk menghasilkan bahan baku terstandar mendukung industri minuman fungsional. Laporan akhir pelaksanaan penelitian tahun 2012 ini disusun sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan penelitian yang dibiayai dari Insentif PKPP TA 2012.

Penelitian ini terdiri dari Kegiatan lapang berupa pelaksanaan Demplot budidaya dan pasca panen, dan pelaksaan Pelatihan berupa Kegiatan penyampaian teori dan sosialisasi inovasi teknologi yang dilaksanakan dalam kelas.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dimulai dari identifikasi lokasi dan petani yang akan menjadi petani kooperator dalam pelaksanaan demplot dan penjelenggaraan pelatihan, merupakan kegiatan peningkatan ketrampilan penyuluh dan petani.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada penyediaan dana dan semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan ini.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, September 2012 Penanggung Jawab

(4)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan herbal Bahan Alam (OBA) di dunia medis telah meningkat di seluruh dunia. Kesadaran dalam menempuh upaya kesehatan preventif dan pencarian obat yang bersifat aman dan sedikit mungkin memberi efek samping, suatu efek-efek yang banyak dimiliki oleh kebanyakan obat-obat sintetik, mendorong untuk "kembali ke alam" sehingga dalam pengobatan orang semakin menginginkan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia pada tahun 2008 memiliki data menarik, bahwa persentase pertumbuhanan obat herbal dari tahun ke tahun meningkat terus dan berada di atas rata-rata pertumbuhan obat modern. Banyak alasan mengapa obat herbal cenderung tumbuh subur. Pertama, diyakini lebih aman. Tradisi minum jamu membuat konsumen lebih "cocok" dengan obat herbal ketimbang obat modern. Kedua, bahan baku obat herbal melimpah, sehingga makin banyak perusahaan farmasi terdorong ikut masuk pasar. Apalagi, dari sisi produk dan kompetensi tersedia cukup banyak. Dari sisi investasi juga tidak terlalu tinggi. Sehingga bagi perusahaan farmasi merupakan potensi pasar sangat menjanjikan, baik domestik maupun ekspor. Kemanjuran obat herbal setara obat biasa, dalam keamanan, obat herbal dipersepsikan lebih baik dari "obat biasa" dan ada peningkatan aktivitas produk yang dijual bebas over the counter/OTC (Marbun, 2008). Hasil survei Omnibus menunjukkan saat ini kata "herbal" ternyata sangat kuat. Daya tarik herbal cukup tinggi, persepsi masyarakat obat herba lebih aman bagi kesehatan dan lebih manjur dibanding jamu dan obat biasa.

Adanya krisis ekonomi 1997 telah membuat biaya produksi farmasi meningkat dan harga obat menjadi mahal, sehingga situasi ini mendorong masyarakat menggunakan bahan alami (Suryadi dan Mubarak, 2008). Budaya bangsa Indonesia telah mewariskan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta rehabilitasi kesehatan.

Guna meningkatkan pangsa pasar minuman fungsional dalam negeri Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 211.000.597 jiwa, dan adanya ancaman dari produk

(5)

impor mendorong keinginan di tingkat regional menuju harmonisasi di bidang standar dan mutu minuman fungsional, maka langkah untuk antisipasi standarisasi bahan baku harus diupayakan secara maksimal. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapat efek yang terulangkan (reproducible). Mutu sediaan minuman fungsional sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan, oleh karena itu sumber simplisia, cara pengolahan dan penyimpanan harus dilakukan dengan cara yang baik, berpedoman pada GAP (Good Agriculture Practices). Peranan SOP penanganan pasca panen untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih bermutu dari sumber bahan tanaman merupakan aspek penting, karena kualitas bahan baku tanaman obat dipengaruhi oleh faktor internal genetik dan eksternal meliputi lingkungan, budidaya, cara panen, proses pasca panen, pengakutan dan cara penyimpanan (WHO, 2003). Mutu tanaman obat sangat berkaitan erat dengan kompleksibilitas komposisi kandungan kimia didalamnya. Hal ini disebabkan oleh sifat alami konstituen dalam tanaman obat yang merupakan campuran berbagai metabolit sekunder yang secara kuantitatif dan kualitatif dapat berubah karena berbagai faktor baik genetik maupun lingkungan (Sinambela, 2003).

Standarisasi simplisia yang digunakan sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi dari pemerintah sebagai pembina dan pengawasan (Dyatmiko et al., 2000) dan mengikuti acuan sediaan herbal yang telah ada (BPOM, 2006), sehingga dapat memenuhi tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-Khasiat). Bahan baku yang sudah distandarisasi tersebut, mempunyai perbedaan zat aktif sangat kecil, demikian juga yang terdapat dalam setiap sediaan minuman fungsional (tablet, kapsul, sirup). Dengan standarisasi ini, diharapkan adanya korelasi kuat antara manfaat dan kandungan aktif dapat dicapai.

Sesuai dengan perkembangan pelaksanaan program Saintifikasi Jamu, untuk program jangka pendek, tahun 2011 telah ditetapkan 15 jenis tanaman obat yang sangat dibutuhkan, yakni temulawak, kunyit, pegagan, tempuyung, secang, kumis kucing, seledri, sembung, meniran, timi, adas, brotowali, sambiloto, jati belanda dan kepel. Dalam program jangka panjang, bahkan telah ditentukan ada 55 jenis tanaman obat yang akan dipergunakan dalam layanan kesehatan Saintifikasi Jamu. Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinis Kementerian Kesehatan telah

(6)

melakukan uji klinis formula jamu untuk obat hipertensi. Hasil sementara menunjukkan, terdapat dua komponen yang terkandung di dalam formula yang telah diuji yaitu terdiri dari bahan baku jamu dasar dan bahan baku jamu berkhasiat. Untuk jamu dasar, mengandung bahan meniran, temulawak, dan kunyit dengan fungsi sebagai penyegar. Sebagai bahan jamu berkhasiat kandungannya untuk formula antihipertensi (anti darah tinggi), campuran jamu terdiri dari daun seledri, kumis kucing, dan pegagan. Untuk hipertensi ramuan tersebut dapat menurunkan tekanan darah 20 persen, setelah menjalani terapi selama satu bulan. Selanjutnya akan dilakukan uji klinik formula ini supaya dapat digunakan sebagai resep dokter http://health.kompas. com/read/ 2011 /10/22/09214142/4. FormulaJamu.dalam.Tahap.Uji.Klinis

Dalam kebijakan nasional, telah ditetapkan unggulan Tanaman Obat, dan pegagan menjadi salah satu tanaman obat unggulan (Sampurna, 2003) Secara nasional standarisasi mutu pegagan dilakukan berdasar kadar asiatikosida (BPOM, 2003). Sejak dahulu pegagan telah banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dari bahan segar, kering maupun yang sudah dalam bentuk ramuan, sebagai olahan seperti halnya dalam bentuk jamu. Di Australia telah dibuat obat dengan nama “Gotu Kola” yang bermanfaat sebagai anti pikun dan juga sebagai anti stress. Dalam pengobatan di Indonesia telah banyak yang memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat yang cukup mujarab antara lain diketahui bahwa pegagan ini berpeluang untuk penyembuhan penyakit HIV terutama untuk mempertahankan ketahanan tubuh pasien. Selain itu pula dari hasil penelitian di Cina ternyata pegagan ini bermanfaat untuk memperlancar sirkulasi darah, bahkan lebih bermanfaat dibandingkan dengan ginko biloba atau ginseng yang berasal dari Korea. Di Indonesia diperoleh pegagan yang mengandung triterpen glikosida yaitu asiatikosida, madekakosida, asam asiatikat dan asam edekasat. Pada daun pegagan unsur K relatif banyak ditemukan dibanding unsur lainnya, dalam bentuk garam kalium. Adanya kandungan kalium yang relatif tinggi ini memberikan sifat yang khas dari daun pegagan yang mempunyai efek diuretik (Januwati dan Yusron, 2004). Salah satu pabrik jamu bahkan memerlukan paling tidak 100 ton pegagan setiap tahun untuk keperluan produknya. Dari sepuluh jenis jamu yang beredar di pasaran terdapat pegagan dalam ramuan produk tersebut, dengan kadar simplisia yang dicantumkan dalam kemasannya 15 - 25 %. Banyaknya manfaat dari tanaman ini nampaknya karena ditemukan berbagai komponen minyak atsiri seperti sitronelal, linalool, neral, menthol, dan

(7)

linalil asetat. Dengan adanya minyak atsiri pada pegagan maka sangat mungkin memiliki

potensi sebagai sumber bahan pengobatan terhadap anti penyakit yang disebabkan tujuh jenis bakteri Rhizobacter spharoides, Escherichia coli, Plasmodium vulgaris, Micrococcus

luteus, Baccillus subtilis, Entero aerogenes dan Staphyllococcus aureus. Walaupun pegagan

obat mujarab bagi berbagai penyakit dan memiliki kemampuan menyegarkan mental, tapi pegagan dapat bersifat narkotis sehingga dalam pemakaiannya harus sangat hati-hati. Dosis yang tinggi menyebabkan pasien menjadi pening. (Januwati dan Yusron, 2004).

Demikian juga kumis kucing (Orthosipon aristatus Miq.) menjadi tanaman utama pada program Saintifikasi Jamu, karena tanaman ini dimanfaatkan sebagai produk minuman fungsional bagi penderita penyakit degeneratif karena dapat membantu memperbaiki fungsi ginjal. Senyawa kimia yang terdapat dalam daun kumis kucing antara lain adalah garam kalium, senyawa saponin, alkaloid, minyak atsiri, glikosida orthosiponin dan tanin. Kandungan bahan aktif utama yang paling stabil dalam daun kumis kucing adalah komponen senyawa sinensetin yang bersifat anti bakteri dan sinensetin telah dijadikan zat identitas simplisia kumis kucing (Rosita dan Nurhayati, 2004)

Dari semua jenis tanaman obat tersebut, beberapa diantaranya telah diteliti dan dihasilkan teknologi budidaya sampai pasca panen secara lengkap, tetapi sebagian belum banyak dilakukan petani. Untuk itu sosialisasi dan pelatihan teknologi pasca panen yang telah dihasilkan Balitbang perlu dilakukan, guna memperoleh produksi dan mutu tanaman obat, sehingga sesuai dengan Vademikum Saintifikasi Jamu atau

Farmakope Herbal Indonesia. Sebagai indikator mutu adalah kandungan komponen

kimia utama atau kandungan bahan aktifnya (MMI, 1990).

SOP pasca panen untuk pegagan dan kumis kucing, diawali dengan pencucian daun dan ditiriskan, kemudian dikeringkan di bawah sinar mata hari dengan ditutup kain hitam dengan tujuan mencegah kerusakan fisik dan kandungan bahan aktif daun. Bila cuaca tidak memungkinkan proses pengeringan dapat menggunakan alat pengering (oven) dengan suhu berkisar 300 - 500C.

Peranan SOP pasca panen untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih bermutu dari sumber bahan tanaman merupakan aspek penting, karena kualitas bahan baku tanaman obat dipengaruhi oleh faktor cara panen, proses pasca panen dan lain-lain. Melalui GAP,

(8)

yang merupakan tahapan menuju bahan baku terstandar, varias mutu yang besar dalam tanaman dikurangi melalui modifikasi teknologi dan fitofarmasi sehingga mutu produk lebih stabil. Kandungan kimia yang merupakan metabolit sekunder, digunakan sebagai standar petanda (marker). Dengan demikian diharapkan dapat memenuhi tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-Khasiat). Bahan baku yang sudah ditangani sesuai SOP pasca panen akan memenuhi standarisasi, mempunyai perbedaan zat aktif sangat kecil, demikian juga yang terdapat dalam setiap sediaan minuman fungsional. Dengan standarisasi ini, diharapkan ada korelasi kuat antara dosis dan efek obat dapat dicapai. Oleh karena itu, penerapan SOP penanganan pasca panen dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan pengembangan usahatani tanaman obat ini, agar memberi manfaat sebesar-besarnya kepada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat khususnya di daerah sentra produksi (Januwati, 2004).

1.2. Pokok Permasalahan :

Bahan baku yang memenuhi standar lebih diminati. Saat ini petani belum menerapkan teknologi pasca panen yang terstandar sehingga mutu simplisia pegagan dan kumis kucing yang dihasilkan rendah baik fisik maupun mutunya.

Petani belum menerapkan teknologi pasca panen yang terstandar karena terbatasnya institusi yang melakukan sosialisasi kegiatan tersebut. Untuk menjembatani kesenjangan tersebut maka dilakukan sosialisa SOP budidaya dan pasca panen pegagan dan kumis kucing dengan melibatkan petani, dimaksudkan untuk mempercepat penyerapan teknologi pasca panen yang dihasilkan. Sehingga melalui aplikasi teknologi teknologi ini penyediaan bahan baku industri yang berkualitas standar secara kontinyu dapat dilakukan.

1.3. Maksud dan Tujuan : Menerapkan SOP pasca panen simplisia dari pegagan

dan kumis kucing melalui sosialisasi teknologi yang telah dihasilkan dalam bentuk pendampingan teknologi berupa demplot dan pelatihan dalam mendukung pelestarian pengadaan bahan. SOP pasca panen yang diterapkan akan memperbaiki mutu bahan baku, memudahkan melakukan standarisasi sehingga mutu produk akan meningkat juga.

(9)

1.4. Metododologi Pelaksanaan :

Penelitian penanganan pasca panen simplisia ini merupakan kegiatan lapang yaitu melakukan demplot penanaman sampai penanganan pasca panen dari pegagan dan kumis kucing, dan kegiatan pelatihan yaitu sosialisasi teknologi yang dilakukan dalam kelas.

1.4.1. Lokus Kegiatan : Kegiatan dilaksanakan di lokasi sentra produksi pada ekosistem Sukabumi. Lokasi ini diharapkan dapat mewakili kondisi sentra produksi pegagan dan kumis kucing.

1.4.2. Fokus Kegiatan : Metode Demplot digunakan pada kegiatan ini, merupakan pendampingan dalam melakukan SOP pasca panen di sentra produksi pegagan dan kumis kucing dan Pelatihan yang merupakan sosialisasi teknologi SOP budidaya dan pasca panen pegagan dan kumis kucing, yang dilakukan dalam kelas.

1.4.3. Bentuk Kegiatan : Kegiatan lapang melaksanakan Demplot yaitu merupakan pendampingan dalam melakukan SOP budidaya sampai pasca panen di sentra produksi pegagan dan kumis kucing. Dan melakukan Pelatihan yang merupakan sosialisasi SOP budidaya dan pasca panen pegagan dan kumis kucing. Pelaksanaan Demplot budidaya kumiskucing akan menerapkan beberapa polatanam untuk mendukung pengembangan, meliputi (1) Polatanam monokultur, (2) Polatanam Tumpangsari dengan Jagung, dan (3) Polatanam Tumpangsari dengan Ketela pohon. Selain itu akan dilakukan menerapan SOP Budidaya (SOP Pemupukan dengan “Dosis rekomendasi Balittro”) dan Dosis Pemupukan Petani. Pelaksanaan Demplot budidaya Pegagan akan menerapkan beberapa polatanam untuk pengembangan, meliputi (1) Polatanam monokultur, (2) Polatanam Tumpangsari dengan Jagung, dan (3) Polatanam Tumpangsari dengan Ketela pohon. Selain itu akan dilakukan menerapan SOP Budidaya (SOP Pemupukan Dosis “rekomendasi Balittro”) dan Dosis Pemupukan Petani.

(10)

II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN.

2.1.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Sosialisasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, dengan cara melakukan Demplot di sentra produksi, berupa pendampingan yang dimulai dari menerapkan SOP budidaya sampai SOP pasca panen.

Pelatihan teknologi pasca panen, dimaksudkan untuk lebih memantapkan dan meyakinkan inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, agar petani menjadi terampil dalam melakukan SOP budidaya dan pasca panen

2.1.2. Perkembangan Kegiatan :

2.1.2.1. Persiapan Proposal : Dilakukan Seminar Pembahasan dan Penajaman Proposal, yang dilakukan pada Intern Balittro

2.1.2.2. Persiapan Demplot : dilakukan sosialisasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, dengan cara melakukan Demoplot di sentra produksi. Koordinasi dengan kelompok tani di Desa Kelaparea- Kecamatan Nagrak dan Desa Nangerang-Cicurug Sukabumi tempat pelaksanaan Demplot. Demplot Budidaya Kumiskucing akan dilakukan di lokasi dengan ketinggian tempat sekitar 500-600 m dpl., pada jenis tanah Latosol. Demplot Budidaya Pegagan akan dilakukan di lokasi dengan ketinggian tempat sekitar 50 m dpl., pada jenis tanah Latosol.

2.1.2.3. Pelaksanaan demplot : pendampingan yang dimulai dari menerapkan SOP budidaya sampai SOP pasca panen.

2.1.2.4. Persiapan dan pelaksanaan Pelatihan Teknologi Budidaya dan Penanganan Pasca Panen, dilakukan dengan melibatkan Kelompok Tani setempat, yaitu meliputi Petani Kooperator dan beberapa Anggauta Kelompok Tani lain. Hal ini dilakukan untuk lebih memantapkan dan meyakinkan inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, agar petani menjadi terampil dalam melakukan SOP budidaya danpasca panen mendukung program Good Agriculture Practices (GAP) untuk Tanaman Pegagan dan Kumis kucing.

(11)

2.1.3. Kendala-Hambatan Pelaksanaan Kegiatan : Tidak ada kendala-hambatan dalam melaksanakan kegiatan.

2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial: 2.2.1. Perencanaan Anggaran :

Uraian Jumlah (Rp)

1. Belanja Gaji Upah 105.650.000

2. Belanja Bahan 85.560.000

3. Belanja Perjalanan 33.250.000

4. Belanja Barang Operasional lainnya 21.976.000

TOTAL BIAYA 250.000.000

2.2.2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran : Dilaksanakan sesuai panduan, tidak ada hambatan dalam penelolaan, pelaksanaan, sampai pencairan anggaran.

2.2.3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset : Tidak ada aset yang harus diserahkan.

2.2.4. Kendala – Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial : Tidak ada kendala.

(12)

III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA 3.1. Metode – Proses Pencapaian Target Kinerja.

Metode-Proses Rancangan Pencapaian Target Kinerja:

 Persiapan Proposal  Persiapan Demplot  Pelaksanaan demplot  Pelaksanaan Pelatihan

3.1.1. Kerangka Metode-Proses

a. Seminar Pembahasan dan Penajaman Proposal, yang dilakukan pada Intern Balittro

b. Koordinasi dengan kelompok tani di Desa Kelaparea- Kecamatan Nagrak dan Desa Nangerang-Cicurug Sukabumi tempat pelaksaaan Demplot

c. Persiapan dan pelaksanaan demplot SOP budidaya Kumis kucing di Desa Kalaparea- Kecamatan Nagrak dan demplot SOP budidaya Pegagan di Desa Nangerang – Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi.

d. Persiapan dan pelaksanaan Pelatihan dan menyiapkan materi pelatihan, dengan membuat Leaflet SOP Budidaya dan Pasca Panen dari pegagan dan kumis kucing.

3.1.2. Indikator Keberhasilan

Telah dilaksanakan kegiatan Demplot pegagan dan kumis kucing dan merupakan pendampingan dalam melakukan SOP budidaya dan pasca panen di sentra produksi pegagan dan kumis kucing. Dan Pelatihan yang telah dilakukan dengan melibatkan Kelompok Tani setempat, yaitu meliputi Petani Kooperator dan beberapa Anggauta Kelompok Tani lain, serta tenaga penyuluh setempat.

(13)

3.1.3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa

Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Demplot Kumis kucing

Demplot pegagan dan kumis kucing telah dilakukan, dan menghasilkan data teknis Kumis kucing (Tabel 1,2,3,4,5) dan kajian analisa usahatani dan respon petani (Tabel 6, 7, 8, 9) dan data teknis untuk pegagan (Tabel 11, 12, 13) dan kajian usahatani dan respon petani ( 14, 15, 16), maka perolehan ini dapat dijadikan indikator keberhasilan kegiatan ini.

Dari pengamatan produktivitas dan mutu (Tabel 1, 2, 3, 4 dan 5) menunjukkan bahwa teknologi budidaya mempengaruhi produkktivitas dan mutu simplisia kumis kucing. Penerapan SOP budidaya anjuran akan memberikan peningkatan produktivitas dan mutu simplisia kumis kucing. Polatanam monokultur memberikan hasil terbaik, sedang produktivitas polatanam tumpangsari dipengaruhi oleh jenis tanaman tumpangsarinya. Pada tingkat naungan yang lebih berat, akan menurunkan produktivitas dan mutu.

Tabel 1. Pengaruh Polatanam dan Budidaya Terhadap Produksi Segar Daun Kumis kucing Perlakuan Monokultur Kumis kucing (KK) Tumpangsari Ketela pohon + KK Tumpangsari Pepaya + KK Tumpangsari Jagung + KK Daun + batang Daun Daun + batang Daun Daun + batang Daun Daun + batang Daun ……….Ton/Ha……….

SOP-Petani 20,7 11,5a 9 6a 18 10,5a 6 3,6a

(14)

Tabel 2. Pengaruh Polatanam Terhadap Produktivitas Simplisia Daun Kumis kucing Perlakuan Monokultur Kumis kucing (KK) Tumpangsari Ketela pohon + KK Tumpangsari Pepaya + KK Tumpangsari Jagung + KK ……….Ton/Ha……….

Segar Kering Segar Kering Segar Kering Segar Kering

SOP-Petani 11,5 1,85 (16%) 6 1,55 (26%) 10,5 2,31 (22%) 3,6 1.34 (37%) SOP Balittro 13,5 2,08 (15%) 9 2,32 (26%) 12 2.6 (22%) 6,3 2.33 (37%) Keterangan : Persentase menunjukkan rendemen terhadap berat segar

Hasil pengeringan menggunakan sinar matahari ditutup kain hitam menghasilkan simplisia yang dilihat secara visual warna simplisia kumis kucing yang dijemur menggunakan kain hitam lebih hijau dibandingkan sinar matahari langsung (Tabel 4). Hal ini menurut Endrasari (1980), disebabkan sinar matahari dapat mempengaruhi warna simplisia karena sinar matahari yang terpolarisasi menyebabkan kerusakan pada simplisia. Mengacu pada Vademikum Herbal Indonesia (2011), bahwa simplisia kumis kucing berkualitas baik ditandai oleh warna daun hijau muda, aroma harum tidak bau apek, dan memiliki rasa agak pahit. Demikian juga dilihat dari kadar abu simplisia, menghasilkan bahwa dengan menggunakan SOP Balittro hasilnya lebih baik dimana kadar abu simplisia kumis kucing 10% sedangkan cara SOP petani besaran kadar abunya 11,25%.

Tabel 3. Pengaruh Tumpangsari Terhadap Mutu Simplisia Kumis kucing Perlakuan Kadar air Kadar abu Kadar sari air Kadar sari alcohol Kadar sinensetin .…………..………. % ……… Tumpangsari

Jagung + Kumis kucing

11,66 8.28 31.30 8,99 0,03 Tumpangsari

Ketela pohon + Kumis kucing

11,74 8,91 30,75 9,3 0.02

(15)

Tabel 4. Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Mutu Simplisia Kumis kucing. Perlakuan Kadar air Kadar abu Kadar sari air Kadar sari alcohol Kadar sinensetin …...…………..…… % ……… Dijemur Langsung Matahari

(Tanpa Ditutup Kain hitam)

11.33 9.11 0,11 8,84 0,03

Dijemur Ditutup Kain hitam 10.43 9.10 0.15 9.23 0.057

Kegiatan Kajian Usahatani kumis kucing di sentra produksi di Desa Kalaparea. Hasil kajian usahatani kumis kucing di sentra produksi di Desa Kalaparea Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi (Tabel 6), menunjukkan bahwa lahan yang digunakan utamanya adalah lahan kebun, menggunakan polatanam tumpangsari. Tanggap petani terhadap kegiatan demplot menunjukkan SOP budidaya yang introduksikan tidak sulit pelaksanaannya, tetapi tetap diperlukan pendampingan dalam pelaksanaan terutama teknik budidaya pengendalian penyakit layu. Bantuan instansi terkait dalam pengendalian harga sangat diperlukan, disertai dengan adanya insentif harga dan promosi pada produk kumis kucing yang mempunyai mutu yang tinggi (Tabel 7, 8, 9). Pada budidaya kumis kucing per 1000 m2 lahan (Tabel 10) dengan menerapkan SOP-Balittro diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 1,58 juta Monokultur) dan Rp. 1,78 (Tumpangsari dengan ketela pohon) dibandingkan dengan SOP-Petani Rp. 0,98 juta (Monokultur) dan Rp. 1.36 juta (Tumpangsari ketela pohon). Tabel 6. Karakteristik Usahatani Kumis kucing di Desa Kalaparea Kecamatan Nagrak,

Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat

No Karakteristik Persentase (%)

1. Lokasi penanaman - Sawah - Ladang - Kebun

- Sawah dan kebun

14,28 28,57 42,86 14,29 2. Pola tanam - Polikultur - Monokultur 85,71 14,29 3. Tanaman yang ditumpangsarikan

- Singkong - Jagung

14,29 28,57

(16)

- Singkong, jagung, kacang

- Lainnya (tanaman tahunan : kelapa, the, pisang, sengon)

14,29 42,86

Tabel 7. Permasalahan Usahatani Kumis kucing di Desa Kalaparea Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat

No Permasalahan Usahatani Kumis Kucing

Tanggap petani (%)

Ya Tidak Tidak

berpendapat

1. Kompetisi lahan dengan tanaman lain

42,86 0,00 57,14

2. Permodalan 85,71 14,29 0,00

3. Ketersediaan saprodi 85,71 14,29 0,00

4. Ketersediaan tenaga kerja 14,29 85,71 0,00

5. Serangan Hama dan Penyakit 57,14 42,86 0,00

6. Pemasaran 28,57 71,43 0,00

7. Harga jual yang berfluktuasi 42,86 0,00 57,14

Tabel 8. Tanggap Petani Terhadap Demplot SOP Budidaya Kumis kucing No. Pendapat petani terhadap SOP budidaya kumis kucing yang

diintroduksikan dibandingkan dengan budidaya petani setempat

(%) 1. Pelaksanaan di lapang a. Lebih sulit b. Sama saja c. Lebih mudah d. Tidak berkomentar 14,29 85,71 0,00 0,00 2. Biaya usahatani a. Lebih murah b. Sama saja c. Lebih mahal d. Tidak berpendapat 0,00 85,71 28,57 0,00 3. Mutu produksi a. Lebih baik b. Sama saja c. Lebih rendah d. Tidak berpendapat 14,29 71,43 0,00 16,67 4. Produksi terna a. Lebih tinggi b. Sama saja c. Lebih rendah d. Tidak berpendapat 28,57 71,43 0,00 0,00 5. Harga jual a. Lebih murah b. Sama saja 0,00 85,71

(17)

c. Lebih mahal d. Tidak berpendapat

0,00 14,29 6. Pengembangan secara luas

a. Lebih menguntungkan dari pada budidaya lokal b. Sama saja

c. Merugikan dari pada budidaya lokal d. Tidak berpendapat

100 0,00 0,00 0,00 7. Permasalahan yang akan dihadapi bila SOP anjuran diintroduksikan

a. Pengadaan saprodi b. Permodalan

c. Pelaksanaan di lapang

d. Keengganan petani menerima inovasi baru e. Pengadaan saprodi dan permodalan

0,00 57,14

0,00 0,00 42,86 8. Bantuan yang diperlukan untuk pengambangan SOP dalam skala luas

a. Bantuan teknis pelatihan teknik budidaya b. Penyediaan permodalan

c. Bantuan informasi pasar d. Bantuan promosi

e. Bantuan teknik budidaya dan permodalan f. Permodalan dan informasi pasar

0,00 57,14 0,00 0,00 14,29 28,57

Tabel 9. Tanggap Petani Terhadap Demplot SOP Pasca panen Kumis kucing No. Pendapat petani terhadap SOP pasca panen kumis kucing yang

diintroduksikan dibandingkan dengan cara pasca panen petani setempat

(%) 1. Pelaksanaan di lapang a. Lebih sulit b. Sama saja c. Lebih mudah d. Tidak berkomentar 28,57 0,00 71,43 0,00 2. Biaya pasca panen

a. Lebih murah b. Sama saja c. Lebih mahal d. Tidak berpendapat 0,00 71,43 28,57 0,00 3. Mutu produksi a. Lebih baik b. Sama saja c. Lebih rendah d. Tidak berpendapat 71,43 0,00 14,29 14,29 4. Produksi kering a. Lebih tinggi b. Sama saja c. Lebih rendah d. Tidak berpendapat 14,29 57,14 0,00 28,57 5. Harga jual a. Lebih murah b. Sama saja 42,86 42,86

(18)

c. Lebih mahal d. Tidak berpendapat

0,00 14,29 6. Pengembangan secara luas

a. Lebih menguntungkan dari pada pasca panen cara lokal b. Sama saja

c. Merugikan dari pada pasca panen cara lokal d. Tidak berpendapat

71,43 14,29 0,00 14,29 7. Permasalahan yang akan dihadapi bila SOP anjuran diintroduksikan

a. Pengadaan peralatan b. Permodalan

c. Pelaksanaan di lapang

d. Keengganan petani menerima inovasi baru e. Permodalan dan pelaksanaan di lapang

f. Permodalan dan keenggana petani menerima inovasi baru

0,00 14,29 0,00 0,00 42,86 42,86 8. Bantuan yang diperlukan untuk pengambangan SOP pasca panen dalam

skala luas

a. Pelatihan teknik SOP pasca panen b. Penyediaan permodalan

c. Bantuan informasi pasar d. Bantuan promosi

e. Pelatihan SOP pasca panen dan permodalan f. Permodalan dan bantuan promosi

0,00 0,00 0,00 0,00 14,29 85,71

(19)

Tabel 10. Biaya dan pendapatan usahatani kumis kucing budidaya petani setempat dan SOP anjuran Balittro per 1.000 m2 di Kalapa Rea- Nagrak, Sukabumi per tahun

Satuan Harga/satuan Volume jumlah Harga/satuan Volume jumlah Harga/satuan Volume jumlah Harga/satuan Volume jumlah Upah

Pengolahan lahan HOK 20,000 15 300,000 20,000 12 240,000 20,000 15 300,000 20,000 12 240,000

Pembuatan petak tanam HOK 20,000 10 200,000 20,000 10 200,000 20,000 10 200,000 20,000 10 200,000

Pemberian pupuk kandang HOK 20,000 4 80,000 20,000 4 80,000 20,000 4 80,000 20,000 4 80,000

Penanaman HOK 20,000 12 240,000 20,000 12 240,000 20,000 12 240,000 20,000 12 240,000

Penyiangan HOK 20,000 48 960,000 20,000 48 960,000 20,000 48 960,000 20,000 48 960,000

Pemberian pupuk buatan 9 x HOK 20,000 9 180,000 20,000 9 180,000 20,000 9 180,000 20,000 9 180,000

Pengendalian hama penyakit HOK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Panen HOK 20,000 72 1,440,000 20,000 50 1,000,000 20,000 72 1,440,000 20,000 50 1,000,000

Pasca panen

- Mipil kg 200 4,500 900,000 200 3,600 720,000 200 4,833 966,667 200 3,888 777,600

Jumlah Biaya Tenaga Kerja 4,300,000 3,620,000 4,366,667 3,677,600

Bahan 0 0

Benih lokal stek 8 70,400 563,200 8 70,400 563,200 8 70,400 563,200 8 70,400 563,200

Pupuk kandang (4 kali/tahun) Kg 250 6,000 1,500,000 250 10,000 2,500,000 250 6,000 1,500,000 250 10,000 2,500,000

Pupuk buatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

a. Urea (10 kali/tahun) Kg 2,000 200 400,000 2,000 300 600,000 2,000 200 400,000 2,000 290 580,000

c. KCl (10 kali/tahun) kg 3,000 250 750,000 0 0 0 3,000 245 735,000 3,000 20 60,000

d. TSP (10 kali/tahun) kg 3,000 150 450,000 0 0 0 3,000 155 465,000 3,000 20 60,000

Jumlah Biaya Bahan 3,663,200 3,663,200 3,663,200 3,763,200

Jumlah Biaya Usahatani 7,963,200 7,283,200 8,029,867 7,440,800

Biaya Penjemuran 20,000 3 60,000 20,000 3 60,000 20,000 3 60,000 20,000 3 60,000

Jumlah Biaya Usahatani + Penjemuran 8,023,200 7,343,200 8,089,867 7,500,800

HASIL

Terna basah (9 kali panen/tahun) Kg 4,500 2,000 9,000,000 3,600 2,000 7,200,000 4,833 2,000 9,666,667 3,888 2,000 7,776,000

Terna kering (9 kali panen/tahun) kg 675 14,500 9,787,500 540 14,500 7,830,000 725 14,500 10,512,500 583 14,500 8,456,400

Singkong a 2,000 750 1,500,000 2,000 750 1,500,000

Terna Basah

Pendapatan bersih 976,800 1,356,800 1,576,800 1,775,200

B/C rasio 1.13 1.19 1.20 1.25

Net Farm Income from Operation Ratio 11.52 16 16.9324138 20

Efisiensi alokatif (harga)/Operating Expense Ratio 88.48 83.71 83.07 80.22

Terna kering

Pendapatan bersih 1,764,300 1,986,800 2,422,633 2,455,600

B/C rasio 1.22 1.27 1.30 1.33

Net Farm Income from Operation Ratio 18.03 21.29 23.05 24.66

Efisiensi alokatif (harga)/Oparating Expense Ratio 81.36 78.06 76.38 74.73

Pola tanam petani dengan singkong Budidaya Petani Monokultur

(20)

Tanaman kumis kucing adalah herba tahunan, dalam satu siklus tumbuh dapat mencapai umur 3 tahun. Perhitungan usahatani dalam penelitian ini dilakukan selama satu tahun produksi yang terdiri dari 9 kali panen. Pada demplot berdasarkan SOP Balittro, data panen yang digunakan merupakan akumulasi dari data panen sebelum diberi perlakuan dan data hasil panen setelah diberikan pupuk bedasarkan SOP Balittro. Hasil analisis efisiensi ekonomi menunjukkan, usahatani kumis kucing dengan menggunakan SOP Balittro baik pada pola monokultur maupun tumpang sari dengan singkong secara ekonomi efisien dibandingkan usahatani kumis kucing petani setempat. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai pendapatan bersih, B/C rasio, Net Farm

Income from Operation Ratio (persentase sisa pendapatan setelah dikurangi dengan

biaya operasional) demplot usahatani menggunakan SOP Balittro yang lebih besarl dibandingkan dengan usahatani yang dilakukan oleh petani. (Tabel 10). Demikian juga efisiensi alokatif (harga) yang ditunjukkan oleh rasio antara biaya operasional dan pendapatan kotor.

Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Demplot Pegagan

Demplot pegagan telah dilakukan, dan menghasilkan data teknis (Tabel 11, 12) dan kajian respon petani (Tabel 13, 14) maka dapat dijadikan indikator keberhasilan kegiatan ini. Hasil pengamatan terhadap produktivitas dan mutu (Tabel 11 dan 11) menunjukkan jumlah produksi pegagan pada berbagai jenis pola tanam tidak berbeda. Rendemen simplisia tertinggi dari semua jenis pola tanam diperoleh dari pertanaman tumpangsari dengan ketela pohon yaitu sebesar 3,5%.

(21)

Tabel 11. Pengaruh Polatanam Terhadap Produktivitas Daun Pegagan Perlakuan

Produktivitas Daun (Ton/Ha) Berat segar Berat kering Rendemen (%) 1. Tumpangsari Jagung (1 m) + Pegagan 7,37 2,40 3,26 2. Tumpangsari Jagung (2 m) + Pegagan 13,82 4,50 3,26

3. Ketela pohon (1 m) + Pegagan 3,69 1,29 3,5

4. Monokultur Pegagan 7,15 2,17 3,04

Keterangan : *) … (1 m) = Jarak tanam antar baris jagung/ketela pohon .... (2 m) = Jarak tanam antar baris jagung

Dari Tabel 12, menunjukkan bahwa teknik budidaya akan mempengaruhi kadar asiaticosida, dan tertinggi diperoleh dari polatanam secara monokultur yaitu sebesar 3,58%. Hasil karakteristik mutu dihasilkan kadar sari air lebih besar dari pada kadar sari alkohol. Hal ini menunjukkan apabila simplisia pegagan diolah lebih lanjut menjadi ekstrak sebagi pelarutnya dapat menggunakan air ataupun campuran antara air dengan etanol.

Tabel 12. Pengaruh Polatanam Terhadap Mutu Simplisia Pegagan Perlakuan

Kadar air

Kadar abu Kadar abu tak larut asam

Kadar sari air Kadar sari alkohol Kadar asiaticosida Tumpangsari Jagung (1 m) + Pegagan 5,11 6,58 0,05 49,97 27,44 3,19 Tumpangsari Jagung (2 m) + Pegagan 5,16 7,23 0,06 47,72 28,30 2,99 Ketela pohon (1 m) + Pegagan 5,56 7,55 0,08 48,72 24,90 3,33 Monokultur Pegagan 4,20 7,13 0,06 47,97 27,01 3,58

Keterangan : *) … (1 m) = Jarak tanam antar baris jagung/ketela pohon .... (2 m) = Jarak tanam antar baris jagung

(22)

Tanggap petani terhadap demplot SOP budidaya pegagan

Tabel 13 . Tanggap petani terhadap demplot SOP budidaya pegagan No. Pendapat petani terhadap SOP budidaya pegagan yang

dintroduksikan dibandingkan dengan budidaya yang petani setempat pernah lakukan

(%)

1. Pelaksanaan di lapang a. Susah dilakukan b. Tidak ada masalah c. Mudah dilakukan d. Tidak berkomentar 0,00 60,00 40,00 0,00 2. Biaya usahatani a. Murah

b. Sebanding dengan hasil c. Mahal d. Tidak berpendapat 40,00 60,00 0,00 0,00 3. Mutu produksi a. Baik b. Sama saja c. Kurang baik d. Tidak berpendapat 80,00 20,00 0,00 0,00 4. Produksi terna a. Tinggi b. Sama saja c. Rendah d. Tidak berpendapat 0,00 60,00 40,00 0,00 5. Harga jual a. Murah b. Sama saja c. Mahal d. Tidak berpendapat 0,00 0,00 0.00 100,00 6. Pengembangan secara luas

a. Lebih menguntungkan dari pada budidaya tanaman lokal b. Sama saja

c. Lebih merugikan dari pada budidaya tanaman lokal d. Tidak berpendapat

0,00 100,00 0,00 0,00 7. Permasalahan yang akan dihadapi bila SOP anjuran diintroduksikan

a. Pengadaan saprodi b. Permodalan

c. Pelaksanaan di lapang

d. Keengganan petani menerima inovasi baru e. Pengadaan saprodi dan permodalan

0,00 0,00 20,00 0,00 80,00 8. Bantuan yang diperlukan untuk pengambangan SOP dalam skala luas

a. Pelatihan teknik budidaya b. Penyediaan permodalan c. Bantuan informasi pasar d. Bantuan promosi

e. Pelatihan teknik budidaya dan permodalan

f. Pelatihan teknik budidaya, permodalan dan informasi pasar

0,00 0,00 0,00 0,00 80,00 20,00

(23)

Tabel 14. Tanggap petani terhadap demplot SOP pasca panen pegagan No. Pendapat petani terhadap introduksi SOP pasca panen pegagang dibandingkan

dengan cara pasca panen yang petani setempat pernah lakukan

(%) 1. Pelaksanaan di lapang a. Sulit dilakukan b. Tidak masalah c. Mudah dilakukan d. Tidak berkomentar 20,00 20,00 60,00 0,00 2. Biaya pasca panen

a. Murah

b. Sebanding dengan hasil c. Mahal d. Tidak berpendapat 0,00 60,00 40,00 0,00 3. Mutu produksi a. Baik b. Sama saja c. Kurang baik d. Tidak berpendapat 40,00 60,00 0,00 0,00 4. Produksi kering e. Tinggi f. Sama saja g. Rendah h. Tidak berpendapat 0,00 80,00 20,00 0,00 5. Kadar berat kering

a. Tinggi b. Sama saja c. Rendah 0,00 0,00 100,00 5. Harga jual a. Murah b. Sama saja c. Mahal d. Tidak berpendapat 0,00 0,00 100,00 0,00 6. Pengembangan secara luas

a. Lebih menguntungkan b. Sama saja c. Lebih merugikan d. Tidak berpendapat 40,00 60,00 0,00 0,00 7. Permasalahan yang akan dihadapi bila SOP pasca penen diintroduksikan

a. Pengadaan peralatan b. Permodalan

c. Pelaksanaan di lapang

d. Keengganan petani menerima inovasi baru e. Pemasaran

f. Pengadaan saprodi dan permodalan

g. Pengadaan peralatan dan pelaksanaan di lapang h. Permodalan dan pelaksanaan di lapang

i. Permodalan dan pemasaran

0,00 0,00 0,00 0,00 20,00 20,00 20,00 40,00 8. Bantuan yang diperlukan untuk pengambangan SOP pasca panen dalam skala luas

a. Pelatihan teknik budidaya b. Penyediaan permodalan c. Bantuan informasi pasar d. Bantuan promosi

e. Pelatihan teknik pasca panen dan permodalan f. Pelatihan teknik pasca panen dan informasi pasar

g. Pelatihan teknik pasca panen, permodalan dan informasi pasar

0,00 0,00 0,00 40,00 20,00 40,00

(24)

Tanggap petani terhadap kegiatan demplot menunjukkan SOP budidaya dan pasca panen pegagan yang introduksikan tidak sulit pelaksanaannya, tetapi tetap diperlukan pendampingan dalam pelaksanaan. Bantuan instansi terkait dalam pengendalian harga sangat diperlukan, disertai dengan adanya insentif harga dan promosi pada produk pegagan yang mempunyai mutu yang tinggi.

3.1.2.2. Pelatihan teknologi pasca panen.

Pelatihan Teknologi Budidaya sampai Penanganan Pasca Panen, dilakukan dengan melibatkan Kelompok Tani setempat, yaitu meliputi Petani Kooperator dan beberapa Anggauta Kelompok Tani lain. Hal ini dilakukan untuk lebih memantapkan dan meyakinkan inovasi teknologi pasca panen, agar petani menjadi terampil dalam melakukan SOP Budidaya dan SOP Pasca panen mendukung program Good

Agriculture Practices (GAP) untuk Tanaman Obat, meliputi kegiatan:

a. SOP Budidaya untuk Pegagan dan Kumis kucing, dengan materi yang akan disampaikan meliputi : Pelaksanaan SOP Budidaya secara umum, Polatanam dan Pemupukan. Kegiatan Polatanam yang dilakukan : (1) Polatanam monokultur, (2) Polatanam Tumpangsari dengan Jagung, dan (3) Polatanam Tumpangsari dengan Ketela pohon. Dan SOP Pemupukan, yaitu SOP Pemupukan dengan “Dosis rekomendasi Balittro”.

b. SOP Penanganan Pasca Panen Simplisia (pegagan dan Kumis kucing).

Materi terdiri dari a) Cara pengeringan (Penggunakan Penutup Kain Hitam dan Tanpa Penutup Kain Hitam b) Cara Penyimpanan simplisia (Pegagan dan Kumis kucing) mulai seleksi bahan produksi, dan cara penyimpanan simplisia.

3.2. Potensi Pengembangan ke Depan

Penelitian dilakukan di lahan petani kooperator di sentra produksi. Potensi pengembangan ke depan, percepatan adopsi teknologi yang dihasilkan segera dapat dilakukan petani, sehingga dapat meningkatkan mutu produk dan memperluas peluang usaha baru "industri pembuatan produk berbasis pegagan dan kumis kucing".

(25)

3.2.1. Kerangka Pengembangan ke Depan.

Peningkatan SDM dengan melakukan Pelatihan kepada Penyuluh-penyuluh, Dinas Terkait yang akan melakukan pendampingan kelompok tani di sentra produksi dari daerah lain, dengan skala lebih luas.

Melakukan sosialisasi inovasi teknologi budidaya pasca panen, melalui menerbitkan sirkulair, dan buku panduan pelaksanaan SOP Budidaya dan Pasca panen.

3.2.2. Strategi Pengembangan Ke Depan.

Melakukan pelatihan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) dari Penyuluh, Kelompok tani, Pemuka agama dll., dalam bidang produksi dan manajemen.

 Pendampingan pembentukan kelembagaan, dengan demikian akan dapat melakukan koordinasi, mulai peningkatan produksi sampai pemasaran, dan penguatan modal.

 Penelitian penanganan pasca panen simplisia ini merupakan kegiatan lapang yang dilaksanakan di lokasi sentra produksi pada ekosistem Sukabumi. Lokasi ini diharapkan dapat mewakili kondisi sentra produksi pegagan dan kumis kucing.

 Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun. Pada tahun pertama (2012 di awal musim hujan), dilakukan penanaman pemberian perlakuan pemupukan pegagan dan kumis kucing, masing-masing menggunakan SOP budidaya dan pasca panen pegagan dan kumis kucing dari Balittro dan kemudian dibandingkan dengan SOP cara petani di sentra produksi (in situ). Pada tahun pertama akan dilakukan pengamatan terhadap peubah mutu berdasar marker asiatikosida dan sinesitin. Pada tahun kedua (2013) dilakukan penanaman kedua. Hal ini dilakukan untuk melihat stabilitas produksi dan mutu, serta tanggap petani terhadap teknologi yang diadopsikan. Perlakuan penanaman kedua dilakukan sama dengan pada tahun pertama. Pada tahun ketiga (2014) dilakukan pemanenan dan pengamatan terhadap peubah pertumbuhan, produksi dan mutu.

(26)

IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program. 4.1.1. Kerangka Sinergi Koordinasi

Koordinasi dengan Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Jawa Barat sebagai Instansi yang ditugaskan oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian untuk menggkoordinasikan pelaksanaan penelitian PKPP Wilayah Jawa Barat, dan selanjutnya melakukan sosialisasi invasi teknologi yang telah dicapai dengan cara melakukan demplot dan pelatihan di daerah sentra yang lain.

4.1.2. Indikator Keberhasilan Sinergi

Indikator Keberhasilan Sinergi dari kegiatan ini adalah adanya kerjasama BBP2TP dan Pemda dalam Pengembangan Potensi Unggulan Daerah, melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan terpadu, untuk

 Mendukung Industri Hulu

 Mendukung Proses Pasca Panen

 Mendukung Industri Hilir

4.1.3. Perkembangan Sinergi Koordinasi

Perkembangan sinergi koordinasi mendukung pengembangan Potensi Unggulan Daerah, yaitu bersama-sama Dinas Pemda Kabupaten Sukabumi dan BBP2TP bersepakat untuk melakukan pendampingan secara teknis dan kelembagaan.

4.2.1. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa

4.2.1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil.

Melakukan kerjasama dengan BBP2TP dan Pemda dalam pengembangan Potensi Unggulan Daerah, melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan terpadu untuk mendukung industri hulu sampai industri hilir.

(27)

4.2.2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan

Tolok ukur keberhasilan yang akan dicapai dalam pemanfaatan hasil litbangyasa yaitu terjadi peningkatan produktivitas dan mutu simplisia yang dihasilkan, serta memberikan peningkatan pendapat petani.

4.2.3. Perkembangan Pemanfaatan Hasil.

Perkembangan pemanfaatan hasil litbangyasa hingga saat ini belum dapat disampaikan, karena kegiatan ini baru selesai dilakukan.

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Adanya ancaman dari produk impor mendorong keinginan di tingkat regional menuju harmonisasi di bidang standar dan mutu minuman fungsional, maka standarisasi bahan baku harus diupayakan secara maksimal. Mutu sediaan minuman fungsional sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan, oleh karena itu sumber simplisia, cara pengolahan dan penyimpanan harus dilakukan dengan cara yang baik, berpedoman pada GAP. Peranan SOP penanganan pasca panen untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih bermutu dari sumber bahan tanaman merupakan aspek penting.

5.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran.

Tahapan pelaksanaan kegiatan yang merupakan sosialisasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, dengan cara melakukan Demplot di sentra produksi, berupa pendampingan yang dimulai dari menerapkan SOP budidaya sampai SOP pasca panen. Dan kegiatan pelatihan teknologi budiddaya dan pasca panen, dimaksudkan untuk lebih memantapkan dan meyakinkan inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, agar petani menjadi terampil dalam melakukan SOP budidaya dan pasca panen. Tahapan pelaksanaan dilakukan, meliputi Persiapan Proposal, Persiapan Demplot, Pelaksanaan demplot , Persiapan dan pelaksanaan Pelatihan

(28)

Teknologi Budidaya dan Penanganan Pasca Panen, dilakukan dengan melibatkan Kelompok Tani setempat, yaitu meliputi Petani Kooperator dan beberapa Anggauta Kelompok Tani lain.

Demplot pegagan dan kumis kucing telah dilakukan, dan menghasilkan data teknis Kumis kucing dan kajian analisa usahatani dan respon petani maka perolehan ini dapat dijadikan indikator keberhasilan kegiatan ini.

Teknologi budidaya mempengaruhi produkktivitas dan mutu simplisia kumis kucing dan pegagan. Penerapan SOP budidaya anjuran telah memberikan peningkatan produktivitas dan mutu simplisia kumis kucing. Polatanam monokultur memberikan hasil terbaik, sedang produktivitas polatanam tumpangsari dipengaruhi oleh jenis tanaman tumpangsarinya. Pada tingkat naungan yang lebih berat, akan menurunkan produktivitas dan mutu.

Hasil kajian usahatani kumis kucing dan tanggap petani kumis kucing dan pegagan yang diintroduksikan, menunjukkan bahwa usahatani dilakukan utamanya pada lahan kebun, dengan menggunakan polatanam tumpangsari. Tanggap petani terhadap kegiatan demplot menunjukkan SOP budidaya dan pasca panen yang introduksikan tidak sulit pelaksanaannya, tetapi tetap diperlukan pendampingan dalam pelaksanaan terutama teknik budidaya pengendalian penyakit layu pada tanaman kumis kucing. Bantuan instansi terkait dalam pengendalian harga sangat diperlukan, disertai dengan adanya insentif harga dan promosi pada produk kumis kucing dan pegagan yang mempunyai mutu yang tinggi

Anggaran yang diberikan kurang besar, sehingga kegiatan hanya dapat dilakukan pada daerah yang terbatas.

5.1.2. Metode Pencapaian Target Kinerja.

Metode pencapaian target kinerja dilakukan melalui seminar pembahasan dan penajaman proposal, yang dilakukan pada Intern Balittro, dilanjutkan dengan koordinasi dengan kelompok tani tempat pelaksaaan kegiatan Demplot, persiapan dan pelaksanaan demplot. Untuk kegiatan pelatihan, dilakukan tahapan persiapan dan pelaksanaan pelatihan, yaitu penyiapkan materi pelatihan, dengan membuat Leaflet SOP Budidaya dan Pasca Panen dari pegagan dan kumis kucing.

(29)

5.1.3. Potensi Pengembangan Ke Depan.

Potensi pengembangan ke depan, dengan percepatan adopsi teknologi yang dihasilkan segera dapat dilakukan petani, sehingga dapat meningkatkan mutu produk dan memperluas peluang usaha baru "industri pembuatan produk berbasis pegagan dan kumis kucing".

5.1.4. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program.

Sinergi koordinasi kelembagaan program dilakukan dengan koordinasi dengan BBP2TP Jawa Barat sebagai Instansi yang ditugaskan oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian untuk menggkoordinasikan pelaksanaan penelitian PKPP Wilayah Jawa Barat, demikian juga dengan Pemda setempat.

5.1.5. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa.

Melakukan kerjasama dengan BBP2TP dan Pemda dalam pengembangan Potensi Unggulan Daerah, melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan terpadu, untuk mendukung industri hulu sampai industri hilir dalam bentuk melaksanakan pelatihan guna peningkatan SDM, managemen bahan baku, penguatan kelembagaan, perluasan pemasaran bagi penyuluh dan kelompok tani.

5.2. Saran

5.2.1. Keberlanjutan Pemanfataatan Hasil Kegiatan.

Kegiatan ini dilanjutan sampai keberhasilan yang akan dicapai yaitu terjadi peningkatan produktivitas dan mutu simplisia yang dihasilkan, serta memberikan peningkatan pendapat petaninya.

5.2.2. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek.

Dukungan program ristek diperlukan untuk sosialisasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, agar pendampingan yang dimulai dari menerapkan SOP budidaya sampai SOP pasca panen diterapkan kelompok tani dan ada peningkatan pendapatan petani.

Gambar

Tabel 1.  Pengaruh Polatanam dan Budidaya Terhadap Produksi Segar Daun Kumis kucing   Perlakuan  Monokultur    Kumis kucing (KK)  Tumpangsari   Ketela pohon  + KK  Tumpangsari  Pepaya  + KK  Tumpangsari Jagung + KK  Daun +  batang  Daun  Daun + batang  Dau
Tabel 3.  Pengaruh Tumpangsari Terhadap  Mutu Simplisia Kumis kucing  Perlakuan  Kadar air  Kadar abu  Kadar  sari air  Kadar sari alcohol  Kadar  sinensetin  .…………..………
Tabel 6.   Karakteristik Usahatani Kumis kucing di Desa Kalaparea Kecamatan Nagrak,    Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat
Tabel 7.   Permasalahan Usahatani Kumis kucing di Desa Kalaparea Kecamatan  Nagrak, Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat
+6

Referensi

Dokumen terkait

Aparatur desa terdiri dari Kepala desa, Sekretaris desa, ketua LPD, LPM, kepala bidang dan staf desa (bidang penyelenggaraan pemerintah, bidang pelaksanaan

Pelaksanaan penjelasan tanda dan gejala penyakit di ruang rawat inap RS C, frekuensi tertinggi yaitu berkategori tidak dilakukan sebanyak 58 responden (90,6%) dan

Analisis dan desain sistem penentuan prospektif pada agroindustri kelapa memiliki empat sequence chart sesuai dengan case yang terdapat dalam use case yaitu perencanaan

Peneliti mengembangkan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) berbasis Inkuiri Terbimbing pada pokok bahasan hidrolisis garam menggunakan model pengembangan 4-D yang

Tradisi bakar lilin di makam adalah salah satu bentuk ritual yang dilakukan oleh masyarakat suku Atoni di Kefamenanu dalam rangka menjaga keseimbangan antara manusia

Salahsatu caranya yaitu melakukan kerjasama dengan negara pengekspor nenas yang bernilai ekspor tinggi dan berdaya saing kuat dalam pemasaran guna meningkatkan

Dari hasil penelitian dapat terlihat bahwa responden yang memiliki kelainan refraksi selalu lebih banyak pada pemakaian gadget di atas 2 jam, di atas 4 jam, dan di atas

Tujuan dan manfaat dari pengabdian kepada masyarakat ini telah tercapai sesuai dengan tujuan dan manfaat yang diharapkan yaitu bertujuan untuk memberikan pemahaman