• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KONSEP PERANCANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KONSEP PERANCANGAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KONSEP PERANCANGAN

Konsep perancangan dari kasus ini merupakan solusi dari permasalahan-permasalahan desain yang didapat dari rumusan latar belakang kasus, interpretasi kasus, analisis fungsi, analisis tapak, dan analisis lahan. Konsep utama dalam perancangan ini kemudian menjadi tema dari kasus, yaitu urban oase. Berikut skema mengenai runutan berpikir hingga terbentuk konsep tersebut tersebut :

Diagram 14 : skema konsep

V.1 Konsep Program Fasilitas dan Ruang

Penciptaan fasilitas dan ruang terutama didasarkan pada kebutuhan dari fungsi museum, kebutuhan kota, dan kebutuhan dari

(2)

konteks sekitarnya. Secara umum dari latar belakangnya, maka fasilitas dan ruang di dalam museum ini dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. fasilitas yang harus tersedia dalam sebuah museum, yaitu ruang-ruang pamer, kuratorial, dan kantor pengelola

2. fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan kota, dalam hal ini Bandung dan lebih luas lagi, Propinsi Jawa Barat, terutama dalam konteks tekstil. Kebutuhan-kebutuhan tersebut terangkum menjadi fasilitas-fasilitas yang dapat menyokong dan mendukung kegiatan-kegiatan yang mendukung promosi tekstil Jawa Barat. Fasilitas ini menjadi fasilitas yang sangat fleksibel yang dapat mengakomodasi kegiatan-kegiatan festif yang dapat berlangsung terus-menerus selama setahun. Fasilitas-fasilitas tersbut antara lain galeri komersil, ruang pelatihan, ruang serba guna, dan amphiteater.

3. fasilitas yang merupakan respon dari kondisi tapak dimana penciptaannya didasarkan pada asumsi bahwa, untuk dapat berbaur dan membaurkan berarti harus terdapat kesinambungan dan keberlanjutan aktifitas. Oleh karenanya, fasilitas ini merupakan fasilitas publik yang melepaskan diri dari konteks tekstil sebagai pemenuh kebutuhan dari lingkungan sekitar sekaligus sebagai fasilitas penarik publik. Fasilitas ini adalah piazza sebagai titik pertemuan dan pusat komunikasi dari keseluruhan area museum, kafe, kantin, retail media, pusat internet, dan perpustakaan.

Apabila disistematiskan ke dalam pengelompokan berdasarkan jenis kegiatan yang akan diwadahi, maka fasilitas dan ruang-ruang tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. fasilitas penerima a. piazza b. lobi

(3)

2. fasilitas pameran a. galeri komersil b. galeri temporer c. galeri permanen 3. fasilitas pendidikan a. perpustakaan b. pusat internet c. ruang pelatihan d. ruang serba guna e. amphiteater 4. fasilitas penunjang

a. kantin b. kafe

c. retail media

5. fasilitas kuratorial dan konservasi 6. fasilitas operasional (kantor pengelola)

Ruang-ruang tersebut merupakan ruang-ruang yang fleksibel yang permeabel secara visual maupun aktifitas sehingga memungkinkan penggabungan ruang pada penggunaannya nanti.

(4)

Gambar 51 : gambar skematik fleksibilitas ruang secara vertikal dan horizontal di piazza, roof garden, dan cafe

Gambar 52 : gambar skematik fleksibilitas ruang secara vertikal dan horizontal di ruang pamer dalam dan luar

Gambar 53 : gambar skematik fleksibilitas ruang secara vertikal dan horizontal di ruang serba guna, amphiteater, dan taman

(5)

V.2 Konsep Pemintakatan

Berdasarkan analisis fungsi dan analisis tapak yang dilakukan, pemintakatan yang dilakukan adalah menjadikan daerah dengan ketinggian 0.00 dari jalur utama (satu ketinggian dengan lingkungan sekitar) menjadi zona publik, dengan pergesaran ke atas dan ke bawah adalah fasilitas untuk kegiatan yang semakin spesifik penggunanya.

Gambar 54 : skema pergerakan kegiatan (menunjukkan keberlanjutan konteks)

Daerah pertemuan akses atau daerah dengan titik penetrasi adalah zona netral untuk publik. Oleh karena itu, berdasarkan pemintakatan fungsi yang dilakukan, daerah terebut merupakan zona publik-non koleksi.

(6)

Dari analisis kebutuhan dan kriteria ruang, museum ini mempunyai dua aktitas yang harus diakomodasi dengan ruang luar namum memiliki karakter yang berbeda, yaitu publik dan festif yang sekaligus diakomodasi dengan piazza, dan publik namun kontemplatif yang diakomodasi dengan taman tekstil. Hal ini menyebabkan pembagian zona secara horizontal, bagian utara sebagai zona non-koleksi, dan bagian selatan sebagai zona koleksi.

Gambar 56 : indikasi peletakan masa berdasarkan ruang luarnya

V.3 Konsep Sekuens dan Sistem Penyajian V.3.1 Sekuens

Keseluruhan area museum merupakan interpretasi filosofis dari perkembangan tekstil. Sekuens yang dibuat menggunakan pendekatan alur mundur (deduktif), bermula dari masa kini dan berakhir pada budaya tekstil yang pertama kali muncul di Jawa Barat. Pendekatan ini menyesuaikan dengan kecenderungan manusia yang akan lebih tertarik dengan apa yang berada dekat atau melekat dengannya. Oleh karena itu, area pertama yang merupakan area penerima adalah area yang diselaraskan dengan konteks sekitarnya. Area ini bersifat sangat publik dan tidak terikat konteks apapun. Area ini juga serta mengakomodasi aktifitas-aktifitas sehari-hari yang disesuaikan dengan aktifitas yang telah

(7)

ada di sekitarnya (penciptaan ruang di area ini mengacu pada tipologi fungsi eksisting) seperti makan, minum, membaca, bercengkrama, dan lain-lain. Diwujudkan dalam fungsi piazza, kafe, dan retail.

Beranjak dari area yang lepas ini, pengalaman ruang selanjutnya mulai mengajak pengunjung untuk memasuki dunia tekstil. Secara umum terdapat dua jenis galeri atau ruang pamer, yaitu :

1. Galeri Indoor

Galeri indoor dipersiapkan sebagai fungsi yang akan menampung semua koleksi tekstil kecuali bahan alami tekstil yang berupa tumbuhan dan hewan, terutama alat, bahan, dan produksi tekstil yang berupa benda padat. Karena kerentanan yang tinggi akan kelembaban dan cahaya, sementara kebutuhan atas penghematan energi juga harus dipenuhi, maka penggunaan penghawaan buatan diutamakan pada galeri yang menampung benda koleksi tua dan memiliki rentang waktu yang relatif panjang, yaitu pada galeri permanen.

Sedangkan untuk pencahayaan, digunakan pencahayaan buatan dengan spot light dengan fluoroscent untuk pencahayaan tiap-tiap koleksi, dan pencahayaan alami sebagai pencahayaan utama. Pencahayaan alami ini didapat dengan bukaan-bukaan kecil terutama pada galeri temporer dan permanen, dimana cahaya yang masuk direduksi dengan menggunakan sirip-sirip pada setiap bukaan tersebut. Berikut preseden yang digunakan untuk menciptakan ruang dengan pencahayaan alami :

Gambar 57 : bangunan karya Tadao Ando Gambar 58 : Museum Bronx

(8)

Sedangkan sekuens pada galeri indoor dibuat tetap dengan menggunakan pendekatan psikologis. Berdasarkan pendekatan ini, galeri indoor secara umum dibagi lagi menjadi tiga galeri utama, yaitu :

a. Galeri Komersil

Galeri ini memperlihatkan fenomena tekstil di Jawa Barat dan Bandung pada khususnya saat ini, dimana tekstil menjadi komoditas dan memiliki pasar-pasar tertentu pada setiap genre atau gayanya, serta akan terus berganti sesuai dengan zamannya.

Galeri komersil berupa koridor panjang dengan retail-retail tekstil di sepanjang koridornya dengan void pada bagian tengah hingga akhir (ujung) galeri untuk memberi keberlanjutan dan meningkatkan komunikasi dan keterkaitan visual dengan ruang di atasnya (galeri temporer). Hal ini dimaksudkan untuk menambah fleksibilitas maupun kemungkinan diadakannya kegiatan yang menerus atau menyatu selain mewadahi kemungkinan kebutuhan memamerkan koleksi dengan tinggi lebih dari 4 meter.

Galeri ini memindahkan suasana retail dengan pedestrian di ruang terbuka ke dalam ruang tertutup. Berikut preseden deretan retail :

Gambar 59 & 60 : preseden suasana retail

Pada galeri komersil, pengunjung akan mendapat vista berupa raam melingkar dengan panil yang berisi informasi mengenai bahan, alat, dan proses pembuatan tekstil yang berada di tengah raam tersebut. Informasi tersebut dapat dinikmati pengunjung ketika pengunjung sedang beralih dari lantai satu ke lantai selanjutnya untuk menikmati sekuens.

(9)

Vista ini diletakkan di ujung galeri komersil sebagai akhiran dari sekuens galeri komersil sekaligus awalan dari galeri temporer dan selanjutnya galeri permanen sebagai galeri-galeri yang semakin spesifik menampung informasi mengenai tekstil. Berikut sketsa suasana Galeri Komersil :

Gambar 61 : sketsa suasana Galeri Komersil

b. Galeri Temporer

Galeri ini memperlihatkan dunia tekstil dengan tingkat keunikan yang lebih spesifik namun akan menampung dan memberikan informasi yang lebih global karena dipersiapkan sebagai ruang yang akan mewadahi pameran tekstil dari berbagai daerah, baik dari dalam negeri (Indonesia), maupun luar negeri. Galeri ini berupa mezanin dengan layout fleksibel yang memiliki keterkaitan visual dengan galeri komersil sehingga memungkinkan untuk mengadakan perluasan hingga ke galeri komersil apabila dibutuhkan. Selain itu, void yang terbentuk difungsikan juga untuk mengakomodasi benda pamer dengan ketinggian lebih dari 4 meter. Berikut preseden yang digunakan :

(10)

Preseden hubungan ruang dengan keterkaitan visual : Gambar 62 (kiri) : Parliament Berlin, Jerman Gambar 63 (kanan) : Pompidou Center, Perancis, Richard Rogers & Renzo Piano.

Preseden bentukan void untuk benda pamer dengan ketinggian lebih dari 4 meter : Gambar 64 (kiri) : contoh penyajian karya skulptural

Gambar 65 (kanan) : Museum of National History, London

Berdasarkan preseden tersebut, bentuk keterkaitan galeri komersil dan galeri temporer yang akan dibentuk adalah sebagai berikut :

galeri temporer

galeri komersil

Gambar 66 : gambar skematik hubungan Galeri Komersil dan Galeri Temporer

(11)

c. Galeri Permanen

Galeri ini merupakan pengakhiran dari galeri indoor yang menampung dan menyampaikan informasi khusus mengenai tekstil Jawa Barat. Galeri permanen secara garis besar di bagi berdasarkan periodisasi pada tekstil Jawa Barat, yaitu tekstil Jawa Barat setelah tahun 1945 (setelah kemerdekaan) dan sebelum tahun 1945 (sebelum kemerdekaan). Namun demikian, pembagian ruang pada galeri ini dibuat mengalir dengan koridor sebagai sirkulasi utama sekaligus penghubung antar periode tersebut. Hal ini dimaksudkan seupaya pengunjung dapat menikmati dan mengapresiasi koleksi maupun substansi di dalamnya sebagai suatu kesatuan cerita mengenai tekstil Jawa Barat itu sendiri. Galeri ini dibagi menjadi galeri-galeri kecil sebagai berikut :

1) Galeri tentang tekstil Jawa Barat tahun 1945 – 1970

Galeri ini berisi informasi atau ulasan mengenai tekstil Jawa Barat pada masa itu. Ulasan tersebut ditampilkan melalui display teks berita, foto, manekin, dan dokumentasi audio-visual.

Masuk pertama kali pada galeri ini, pengunjung akan diteima dengan vista berupa dinding melengkung sebagai media pajang koleksi teks berita dan foto-foto. Berikut preseden yang digunakan :

Gambar 67 & 68 : preseden media pajang sebagai vista

(12)

Pada akhir dinding tersebut, pengunjung akan memasuki ruang selanjutnya yang menampilkan manekin, panil berisi foto, dan pertunjukan audio visual. Di sini pengunjung dapat juga beristirahat sejenak sambil menikmati pameran, sekaligus berapresiasi dan menyerap informasi pembuka mengenai tekstil Jawa Barat.

2) Galeri Produksi

Galeri ini berisi informasi mengenai alat-alat produksi tekstil, terutama alat produksi tekstil untuk industri kecil, yang lazim digunakan pada masa setelah kemerdekaan. Galeri ini mengakomodasi koleksi berupa alat produksi tekstil alat tenun bukan mesin (ATBM) berukuran 1,5 x 2,5 meter sejumlah 2 buah dan koleksi fotografi dengan dinding-dinding yang dapat dipasang panil. Berikut preseden yang digunakan :

Gambar 69 & 70 (atas) : preseden penyajian benda 3 dimensi dan teks di dinding sekelilingnya

Gambar 71 (kiri bawah) : preseden penyajian alat dan proses pembuatan tekstil

3) Galeri Tapak Serat

Galeri ini dibuat sebagai enfilade dengan vista berupa koleksi pada galeri muasal. Galeri ini merupakan koridor utama atau sirkulasi utama yang dibuat supaya pengunjung dapat merasakan perjalanan waktu. Perjalanan dan perpindahan waktu ini ditampilkan dengan artikulasi

(13)

dinding koridor dengan permainan material. Dinding pada koridor dilapis dengan serat dan benang dengan gradasi warna dan perubahan bahan serat. Hal ini didasarkan pada perkembangan bahan dasar tekstil yang dapat ditengarai dari perkembangan serat dan benangnya. Semakin modern, warna yang digunakan pada material tekstil semakin beragam, dan semakin lampau, warna yang digunakan semakin sedikit (hitam, putih, coklat, merah, biru) karena hanya dihasilkan dari bahan alami (tanaman). Begitu pula dengan serat tekstil. Berikut ruang yang akan dibentuk :

Gambar 72 : sketsa koridor Tapak Serat

4) Galeri Karya Baru

Galeri ini berisi tekstil-tekstil karya desainer tekstil karena setelah kemerdekaan desain-desain tekstil mulai diakui sebagai karya individu meskipun tetap diakui menampilkan ciri dari daerah tertentu. Terdiri dari 2 ruang untuk mengakomodasi pameran dari 2 desainer atau lebih dan dapat berganti dengan karya dari desainer lain sesuai dengan kurun waktu yang ditentukan pengelola.

5) Galeri Karya Lama

Galeri ini berisi tekstil-tekstil tradisional dari daerah-daerah penghasil tekstil di Jawa Barat. Terdiri dari 2 ruang untuk mengakomodasi pameran dari beberapa daerah yang berbeda dan bergantian dengan

(14)

daerah lainnya sesuai dengan kurun waktu yang ditentukan oleh pengelola.

6) Galeri Muasal

Galeri ini terutama mengakomodasi pameran dengan panil berisi peta kebudayaan yang menginformasikan pengaruh kebudayaan yang masuk ke Jawa Barat dan pada akhirnya tidak hanya mempengaruhi namun menjadi jati diri tekstil Jawa Barat.

7) Galeri Ninun Sunda

Galeri ini merupakan galeri terakhir dan sebagai klimaks dari cerita meupun sekuens yang dibuat. Galeri ini berisi kisah-kisah mengenai tekstil pada awal dimulainua peradaban di tanah Jawa Barat. Galeri ini mengakomodasi artefak yang utama adalah alat tenun berukuran kurang lebih 1,5 x 2 meter sebagai pencitraan dari budaya tekstil pertama ada dan berkembang di Jawa Barat. Artefak tersebut dilengkapi dengan informasi cara tenun yang diakomodasi untuk disajikan dengan gambar pada panil-panil pada dinding yang melingkupi galeri ini. Berikut preseden yang digunakan :

Gambar 73 : preseden penyajian dengan keterangan berupa gambar dan teks

Di sini pengunjung diajak untuk mengapresiasi budaya tekstil sunda pada awalnya dengan diberi kesempatan untuk menenun dengan dipandu dengan informasi dari gambar tadi. Oleh karena itu di bagian pojok barat ruangan membelakangi arah datang cahaya alami (akan semakin panjang garis cahaya yang datang bila hari semakin sore) lantai ruang dibuat sedikit naik sehingga membentuk skala terpisah sebagai ruang menenun untuk pengunjung. Peletakannya dibuat membelakangi

(15)

cahaya untuk mempermudah pengunjung membaca panduan menenun pada panil meskipun juga telah terdapat skylight yang dibuat untuk memasukkan cahaya menerangi panil dan alat tenun artefak didepannya. Berikut ruang yang akan dibentuk :

Gambar 74 : sketsa Galeri Ninun Sunda

Beranjak dari galeri ninun sunda, pengunjung diajak untuk turun menuju taman pandang dan relaksasi. Taman ini merupakan taman relaksasi sebagai anti klimakas dari keseluruhan sekuens. Dari taman ini pengunjung dapat melihat ke arah taman tekstil untuk mengajak pengunjung melihat kembali ke alam sebagai ibu yang membesarkan manusia dan merupakan asal dari perkembangan tekstil pada khususnya.

2. Galeri Outdoor

Galeri outdoor berupa taman tekstil yang secara umum dibagi menjadi dua berdasarkan jenis kegunaan tanaman yang merupakan koleksi didalamnya terhadap pengembangan tekstil, yaitu taman serat dan taman pewarna. Di sini pengunjung dapat memilih alurnya sendiri dengan dibantu dengan jalur perkerasan yang menunjukkan alur tersebut. Berikut skema pembagian taman berdasarkan macam kegunaan tanaman untuk pembuatan tekstil :

(16)

Gambar 75 : skema pemintakatan Taman Tekstil

Tanaman-tanaman tersebut kemudian dikelompokkan dalam 3 kelompok berdasarkan ketinggian yaitu, tanaman dengan ketinggian hingga 2 meter, tanaman dengan ketinggian 2 samapai dengan 5 meter, dan tanaman dengan ketinggian lebih dari 5 meter. Pengelompokan tersebut ditujukan untuk mengatur penanaman tanaman. Sehingga meskipun setiap petak taman ditanami beberapa lapis tanaman, pengunjung tetap dapat melihat setiap jenis tanaman. Tanaman dengan ketinggian hingga 2 meter akan ditanam di bagian paling depan atau terdekat dengan jalur pedestrian, tanaman dengan ketinggian 2 sampai dengan 5 meter akan ditanam di bagian tengah, dan tanaman dengan ketinggian lebih dari 5 meter akan ditanam di bagian paling belakang atau terjauh dengan jalur pedestrian. Tanaman-tanaman tersebut adalah : 1) Taman serat

a. Aramina ( Urena Lobata, 2 meter)

(17)

b. Rosella (Hibiscus Sabdarifa, 2.5 meter)

Gambar 77 : Hibiscus Sabdarifa c. Katun (Gossypium Arboreum, 3 meter)

Gambar 78 : Gossypium Arboreum d. Waru (Hibiscus Tilliaceus, 6 meter)

(18)

1) Taman pewarna

a. Putri malu ( Mimosa Pudica, 0.5 meter)

Gambar 80 : Mimosa Pudica b. Indigo ( Indigofera Tinctoria, 2 meter)

Gambar 81 : Indigofera Tinctoria c. Secang (Caesalpiniaceae Sappan L, 5 meter)

Gambar 82 : Caesalpiniaceae Sappan L d. Jambu mete (Anacardium Occidentale, 7 meter)

(19)

e. Mengkudu atau Noni ( Morinda Citrifolia, 9 meter)

Gambar 84 : Morinda Citrifolia f. Nangka (Antocarpus Integra, 15 meter)

Gambar 85 : Antocarpus Integra

Sementara itu, permukaan tanah taman dan jalur pedestrian dibuat miring untuk mengalirkan air. Permukaan tanah taman dan jalur pedestrian juga dibuat dengan perbedaan level untuk mencegah air menggenang. Aliran air tersebut ditampung terlebih dahulu di kolam resapan untuk selanjutnya dialirkan ke saluran kota.

Taman ini dibuat disamping ruang workshop untuk membantu menciptakan ruang yang kontemplatif dan membaur dengan alam bagi ruang workshop. Taman ini juga difungsikan sebagai area perluasan ruang workshop untuk mengakomodasi kegiatan workshop dengan skala besar. Selain itu, ia dapat menjadi latar belakang dari pertunjukan yang diadakan di amphiteater bila dinikmati dari dalam ruang serba guna, namun dapat juga membentuk suasana berbeda apabila pengunjung menikmati pertunjukan dari anak tangga amphiteater. Berikut ruang yang akan dibentuk :

(20)

Gambar 86 : gambar skematik hubungan Ruang Workshop dan Taman Tekstil

Gambar 87 : sketsa suasana hubungan Ruang Serba Guna, Amphiteater, dan Taman Tekstil

V.3.2 Sistem Penyajian (Display)

Pertimbangan utama dalam sistem penyajian adalah informasi yang ingin disampaikan dari benda pamer. Secara umum terdapat dua jenis informasi berdasarkan indra penerimanya, yaitu informasi yang diterima dengan indera penglihat dan informasi mengenai tekstur yang diterima dengan indera perasa.

Sedangkan bentuk penyajian informasi-informasi tersebut dapat menggunakan metode 2 dimensi maupun 3 dimensi sesuai dengan muatan informasi yang ingin disampaikan dan bentuk dari benda pamer itu sendiri. Untuk penyajian di museum ini, secara umum terdapat 3 sistem penyajian, yaitu :

(21)

1. Bentuk penyajian benda pamer 2 dimensi dengan muatan informasi yang dapat diterima dengan indra penglihat, seperti kain, teks, dan foto, adalah dengan menggunakan panel.

2. Bentuk penyajian benda pamer 2 dimensi dan 3 dimensi dengan muatan informasi yang dapat diterima dengan indra penglihat dan indra perasa, seperti busana, benang, dan serat, adalah dengan menggunakan peraga atau manekin dan skulptur.

3. Bentuk penyajian benda pamer 3 dimensi seperti alat tenun, alat batik, alat bordir, dan sebagainya, akan digunakan kotak vitrin pelindung.

Berikut preseden sistem penyajian benda-benda pamer dua dimensi :

Gambar 88 & 89 : preseden sistem penyajian teks dan foto

Gambar 90 : preseden sistem penyajian kain dengan panel dan vitrin, Museum Tekstil Jakarta

Sedangkan preseden penyajian benda tiga dimensi maupun campuran benda tiga dimensi dan dua dimensi adalah sebagai berikut :

(22)

Gambar 91 (kiri atas) : preseden penyajian dengan boneka lilin, Museum Tekstil Lancashire.

Gambar 92 (kanan atas) : preseden sistem penyajian dengan manekin Gambar 93 (kiri bawah) : preseden sistem penyajian dengan kotak vitrin

Gambar 94 & 95 : preseden sistem penyajian benda tiga dimensi dan dua dimensi

Berdasarkan preseden tersebut, acuan sistem penyajian dalam museum ini dapat dilihat dalam gambar skematik detail sistem penyajian sebagai berikut :

(23)

Gambar 96 : skematik detail sistem penyajian skulptural

(24)

Gambar 98 : skematik detail sistem penyajian dengan manekin

Gambar 99 : sketsa studi ruang pamer dengan sistem penyajian panel, skulptur, dan manekin

(25)

V.3 Ekspresi Bangunan

Secara umum pendekatan yang digunakan untuk ekspresi bangunan museum ini merupakan interpretasi filosofis dari tekstil. Tekstil diinterpretasikan sebagai benda yang selalu tampak sebagai pelindung atau prasyarat fungsional untuk keberlangsungan hidup manusia. Namun, sebagaimana benda yang dikenakan oleh makhluk yang mengenal konteks, maka penggunaan tekstil oleh manusia selanjutnya menjadi sebuah representasi dari keinginan untuk mengekspresikan sesuatu. Interpretasi ini diterapkan pada desain dengan :

1. Membuat peletakan massa yang merespon bentuk tapak. Preseden yang digunakan adalah sebagai berikut :

Gambar 100 : Valley Museum, Noriake Okabe Architecture Network, Japan

Peletakkan juga merupakan respon dari persyaratan dan kebutuhan fungsi-fungsi yang akan ditampung. Berdasarkan pendekatan responsif ini, massa utama dan massa sekunder diletakkan sebagai kulit yang melindungi zona taman tekstil sebagai zona yang membutuhkan suasana kontemplatif. Dengan mengacu pada interpretasi tekstil secara filosofis tersebut, bentuk massa utama dan massa sekunder sebagai kulit dibuat sebagai bentuk yang tegas dan berkesan kuat sebagaimana fungsi pelindung. Sementara zona Taman Tekstil merupakan perwujudan dari keinginan untuk berkspresi tadi. Perwujudan tersebut diperlihatkan dengan bentuk yang lebih organik, menghaluskan, dan sekaligus sebagai bagian paling ekspresif dari ekspresi tapak

(26)

museum ini. Berdasarkan preseden dan acuan interpretatif ini, maka gambar skematik ekspresi tapak Museum Tekstil Jawa Barat adalah sebagai berikut :

Gambar 101 : gambar skematik ekspresi tapak

2. Membuat kulit bangunan yang fungsional sebagai respon dari kondisi tapak dan program fungsi. Artikulasi tampak yang utama -pada museum ini adalah sirip untuk mengurangi cahaya alami yang masuk ke dalam ruang pamer. Artikulasi ini muncul sebagai solusi dari kebutuhan efisiensi energi yang mengharuskan pengurangan pencahayaan buatan, sekaligus adanya persyaratan ruang pamer yang mengharuskan meminimalkan pencahayaan alami untuk mengurangi kadar ultra violet yang mungkin diterima koleksi. Berikut gambar skematik detail sirip bukaan tersebut :

Gambar 102 : skematik detail sirip dan bukaan (denah)

(27)

Gambar 103 : detail skematik sirip dan bukaan (tampak)

Adapun bentuk tersebut dipilih karena memungkinkan mereduksi cahaya langsung yang masuk tanpa mengurangi luasan media pamer (panel yang dipasang di dinding).

3. Keseluruhan ekspresi bangunan yang ingin ditampilkan dikembalikan pada interpretasi museum sebagai ruang publik. Ekspresi yang ingin ditampilkan adalah ekspresi membaur, ‘diam’ sebagaimana layar atau latar dari setiap pergerakan masyarakat pendukung kebudayaan yang ditampungnya, namun dapat berkesan monumental sebagai media pelestari kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, dipilih lapisan warna dan material yang berkesan natural, seperti beton ekspos, batu tempel, pasir, kerikil, dan railing kabel baja. Sementara itu, terutama pada malam hari bangunan ini akan mengaktifkan sistem pencahayaan yang dapat berpendar keluar sehingga dapat menerangi jalan-jalan yang ada di sekitarnya. Berikut sketsa ekspresi bangunan ini :

(28)

Gambar

Diagram 14 : skema konsep
Gambar 51 : gambar skematik fleksibilitas ruang secara vertikal dan horizontal di piazza,  roof garden, dan cafe
Gambar 54 : skema pergerakan kegiatan (menunjukkan keberlanjutan konteks)
Gambar 56 : indikasi peletakan masa berdasarkan ruang luarnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

74  Gambar 4.39 Sequence Diagram : Pengelolaan Data Transaksi Pembelian - Delete data Transaksi Pembelian ... 74  Gambar 4.40 Sequence Diagram : Pengelolaan Data Transaksi

Dari sistem kendali suhu otomatis menggunakan metode logika fuzzy yang telah dibuat, dengan menggunakan 5 himpunan fuzzy pada variabel E (Error) yang berupa

Menggunakan Metode Model View Controller (MVC) Pada SMP Negeri 1 Rembang, maka dapat disimpulkan Sistem yang dibangun merupakan perpustakaan online yang dapat

Enam penelitian lain oleh Bornman, Delgado, Lombard, Roth, Soborg dan Wilkinson pada populasi tertentu menunjukkan tidak ada hubungan antara gen RVD dengan kerentanan terhadap

Duvet shop memiliki produk serta warna yang menjadi andalan dari setiap produknya, oleh sebab itu disini penulis hanya akan menerapkan unsur warna tersebut kedalam

Bahwa terkait dalil Pengadu tersebut di atas, Para Teradu dan/atau Bawaslu Kota Tangerang Selatan dalam penanganan laporan dugaan pelanggaran sebagaimana Formulir Model A.1

Nota: Kod-kod ini ditugaskan berdasarkan kegunaan yang paling biasa untuk bahan ini dan mungkin tidak menggambarkan bahan cemar yang disebabkan daripada penggunaan sebenar.

Selain itu perseroan juga berencana menambah gerai Alfamidi sebanyak 150 gerai sampai akhir tahun ini dan menargetkan pembukaan took mencapai 60% dari target penam- bahan gerai