• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Banyak pengertian mengenai definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) secara umum.Salah satunya menurut Handoko (2011), manajemen sumber daya manusia adalah semua hal yang mencakup penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Menurut Desseler (2015), manajemen sumber daya manusia adalah proses untuk memperoleh, melatih, menilai, dan mengompensasi karyawan dan untuk mengurus relasi tenaga kerja, kesehatan dan keselamatan, serta hal-hal yang berhubungan dengan keadilan.

Dijelaskan menurut Mondy (2008) bahwa Manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan sejumlah individu untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.Konsekuensinya, para manajer disetiap tingkat harus melibatkan diri mereka dengan manajemen sumber daya manusia.Pada dasarnya, semua manajer membuat segala sesuatunya terselesaikan melalui upaya-upaya lain, ini memerlukan sumber daya manusia yang efektif.

2.1.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Hasibuan (2016) menjelaskan bahwa fungsi manajemen sumber daya manusia di perusahaan meliputi fungsi manajerial dan fungsi operasional. Berikut penjelasan kedua fungsi tersebut yang terdapat dalam fungsi manajemen sumber daya manusia:

1. Fungsi Manajerial

a. Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efesien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya suatu tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepeegawaian.

(2)

7 b. Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart).

c. Pengarahan adalah kegiatan yang mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dengan efektif serta efesien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

d. Pengendalian yaitu kegiatan yang mengendalikan semua karyawan agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan yang telah direncanakan. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan maka diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan perencanaan.

2. Fungsi Operasional

a. Pengadaan yaitu segala proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya suatu tujuan.

b. Pengembangan adalah suatu proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.

c. Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung berupa uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan atau upah yang diberikan oleh suatu perusahaan.

d. Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.

e. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau bekerja sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagai besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan ekternal konsistensi. f. Kedisiplinan merupakan fungsi dari manajemen sumber daya manusia

yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa adanya kedisiplinan yang baik sulit untuk mewujudkan tujuan yang maksimal

(3)

8 g. Pemberhentian adalah putusnya suatu hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini biasanya disebabkan oleh keinginan keryawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja yang telah berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya.

2.1.1.3 Manajemen Sumber Daya Manusia di Perkebunan

Agusyantono (2010) menjelaskan bahwa lingkup manajemen sumber daya manusia dalam bidang perkebunan yaitu mengelola sumber daya manusia yang jumlahnya mencapai ratusan orang guna meningkatkan produktivitas, menciptakan kondisi yang serasi, menanamkan rasa memiliki dan mampu menggiring untuk bersama-sama mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pengelolaan sumber daya manusia tersebut mencakup aspek kepuasan dan kinerja karyawan. Diawali dengan pemberian dan peningkatan kepuasan kerja maka hal ini akan berdampak pada peningkatan kinerja karyawan secara keseluruhan.

Pada dasarnya kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing yang muaranya juga untuk tujuan perusahaan, yaitu memaksimalan keuntungan (profit) (Prawirosentono dalam Sialman, 2016). Prinsip inilah yang mendasari perlunya kegiatan manajemen sumber daya manusia (SDM) di perusahaan perkebunan khususnya pada aspek kinerja karyawan.

2.1.2 Kinerja Karyawan

2.1.2.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja Sumber Daya Manusia merupakan istilah yang berasal dari kata Job Peformance atau Actual Performance yaitu prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang, namun secara definisi kinerja karyawan dikemukakan oleh Bambang Kusriyanto (1991) yaitu perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya perjam).

Gomes (1995) mengemukakan bahwa kinerja karyawan adalah ungkapan seperti output, efisiensi serta efektifitas sering dihubungkan dengan produktifitas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai karyawan persatuan periode

(4)

9 waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.2.2 Tujuan Evaluasi Kinerja Karyawan

Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanankan pekerjaan dengan baik kedepannya (Mangkunegara, 2005).

Menurut Sunyoto (1999) secara lebih spesifik tujuan evaluasi kinerja adalah: a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja b. Mencatat dan mengakui hasil kinerja seorang karyawan, sehingga karyawan

yang lain termotivasi untuk berbuat yang lebih baik

c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasi dan meningkatkan kepedulian terhadap kariernya

d. Mendefinisikan kembali sasaran masa depan sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya

e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah

Adapun indikator dari kinerja karyawan menurut Dharma (2003) terbagi menjadi tiga, yaitu: kuantitas kerja, kualitas kerja, ketepatan waktu kerja. Sedangkan, Gomes (1999) dalam Putri (2015) mengemukakan bahwa standar kinerja karyawan berdasarkan atas: kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan kerja, kreativitas, kerja sama, keteguhan, inisiatif, dan kualitas diri. Tujuan adanya standar kinerja untuk pedoman karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan sehingga karyawan dapat bekerja dengan baik. Selain itu, standar kerja juga digunakan perusahaan sebagai pedoman untuk mengukur kinerja karyawan. 2.1.2.3 Kinerja Karyawan di Perusahaan Perkebunan

Menurut Yusri (2015) bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan.

(5)

10 Kemudian menurut Lubis (2008) yang perlu diketahui mengenai siapa yang menilai kinerja karyawan dalam organisasi dan dengan mempertibangkan berbagai hal, maka dalam penelitian ini,penilaian kinerja karyawan/pegawai dilakukan oleh atasan (supervisor appraisal). Selain itu beliau juga menambahkan bahwa dalam penelitiannya dimensi kinerja adalah kuantitas, kualitas kerja, kerja sama, pengalaman terhadap tugas, inisiatif, disiplin, tanggung jawab dan kehandalan.

2.1.3 Motivasi Kerja

2.1.3.1 Pengertian Motivasi Kerja

Menurut Mangkunegara (2005) motivasi terbentuk dari sikap (Attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation), atau bisa disebut juga motivasi adalah kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya karyawan dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).

Kemudian menurut Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa terdapat 2 (dua) teknik memotivasi kerja pegawai yaitu: (1) Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja. (2) Teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstra logis.

2.1.3.2 Tujuan Motivasi Kerja

Tujuan motivasi memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Dengan adanya motivasi kerja, di prediksi akan menambah energi pada sebuah pekerjaan. Menurut Hasibuan (2005), “Ada beberapa tujuan pemberian motivasi yaitu:

a. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan b. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan c. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

(6)

11 e. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan

f. Mengefektifkan pengadaan karyawan

g. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik h. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan i. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan j. Mempertinggi rasa tangung jawab karyawan

Variabel motivasi kerja ini secara operasional diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator, yaitu: kebutuhan berprestasi (need for achievement), kebutuhan fisik (psycological need), dan kebutuhan rasa aman (safety need) (Ndraha dalam Brahmasari dan Suprayetno, 2008).

2.1.3.3 Motivasi Kerja di Perusahaan Perkebunan

Menurut Lubis (2008) didalam penelitian beliau yang dilakukan di PTPN IV (Persero) Medan dapat dijelaskan bahwa motivasi kerja terbentuk dari adanya kebutuhan sikap yang mendorong karyawan agar lebih bersemangat dan bergairah dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan. Motivasi kerja sendiri menurut beliau merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan agar terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.

Untuk hasil hubungan antara motivasi dengan kinerja telah dijelaskan oleh Sialman (2016)bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan kinerja karyawan, dan tergolong tinggi dengan nilai rhitung sebesar 0,646. Hal ini disebabkan karena perusahaan memotivasi karyawan dengan memperhatikan faktor-fakor yang memang sangat dibutuhkan oleh karyawan di perusahaan perkebunan tersebut.

2.1.4 Budaya Organisasi

2.1.4.1 Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah tersebut (Schein dalam Tika, 2006).

(7)

12 Sementara itu variabel budaya organisasi ini secara operasional diukur dengan menggunakan 6 (enam) indikator yang diadopsi dari karakteristik budaya organisasi menurut Robbins (1990) dalam Brahmasari (2004), yaitu: (1) Nilai-nilai organisasi, (2) Dukungan manajemen, (3) Sistem imbalan, (4) Toleransi dalam berbagi kesalahan sebagai peluang untuk belajar, (5) Orientasi pada rincian (detil) pekerjaan, (6) Orientasi pada tim.

2.1.4.2 Budaya Organisasi di Perusahaan Perkebunan

Menurut Yusri (2015) dalam penelitian beliau yang dilakukan di Dinas Kehutanan dan Pekebunan Kabupaten Dhamasraya bahwa didalam budaya organisasi didalam perusahaan terdapat tiga bidang diantaranya: nilai-nilai organisasi, perilaku organisasi dan keyakinan bersama.

Untuk hasil penelitian mengenai variabel ini dapat dijelaskan oleh Putri (2015) dimana menurut penelitian beliau bahwa hasil perhitungan korelasi menggunakan product moment menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan adalah signifikan dengan ketentuan rhitung> rtabel dan taraf kepercayaan 99%.

2.1.5 Kepemimpinan

2.1.5.1 Pengertian Kepemimpinan

Definisi kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seseorang pemimpin baik yang tampak oleh bawahannya. Kepemimpinan menggambar- kan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Seseorang pemimpin memerlukan syarat-syarat sebagai berikut: Kelenturan budaya (cultural flexibility), keterampilan berkomunikasi (communication skills) dan keterampilan dalam manajemen sumber daya manusia (HRD skills)(Kartono2006).

Pendapat ahli lain yaitu Handoko (2004), mendefinisikan kepemimpinan sebagai bagian penting dari manajemen yang merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.

Oleh karena itulah dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan sangat penting bagi sebuah perusahaan hal ini dikarenakan keberhasilan sebuah organisasi antara lain ditentukan oleh pemimpin dan

(8)

13 kepemimpinannya. Pemimpinlah yang bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan.Keberhasilan atau kegagalan yang dialami sebagian besar organisasi ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki orang- orang yang diserahi tugas memimpin organisasi, (Siagian, 2000).

Variabel kepemimpinan ini secara operasional diukur dengan menggunakan 4 (empat) indikator yang diadopsi dari teori kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard dalam Robbins (1996) dan Wirjana dan Supardo (2005) yaitu sebagai berikut: (1) Telling (kemampuan untuk memberitahu anggota apa yang harus mereka kerjakan), (2) Selling (kemampuan menjual/memberikan ide-ide kepada anggota), (3) Participating (kemampuan berpartisipasi dengan anggota), dan (4) Delegating (kemampuan mendelegasikan kepada anggota).

2.1.5.2 Peranan Kepemimpinan

Sebelum masuk penjelasan peranan kepemimpinan dalam perusahaan, berikut definisi pemimpin menurut Thoha (1983) adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kclebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan

Anoraga (1995) dalam Tika (2006) mengemukakan bahwa ada sembilan peranan kepemimpinan seorang dalam organisasi yaitu pemimpin sebagai perencana, pemimpin sebagai pembuat kebijakan, pemimpin sebagai ahli, pemimpin sebagai pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin sebagai pemberi hadiah atau hukuman, pemimpin sebagai teladan dan lambang atau simbol, pemimpin sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan pemimpin sebagai pengganti peran anggota lain.

2.1.5.3 Kepemimpinan di perusahaan Perkebunan

Menurut Yusri (2015) dalam penelitian beliau yang dilakukan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Dharmasraya bahwa kepemimpinan adalah proses pengarahan dan mempengaruhi orang lain secara kolektif dengan menggerakkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien dalam proses manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.

Untuk hasil pengujian mengenai hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja karyawan telah dijelaskan oleh Pebriani, dkk (2016) dalam penelitian

(9)

14 beliau dijelaskan bahwa kepemimpinan tranformasional dengan kinerja karyawan sebesar 0,714 Hasil tersebut menunjukkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan tranformasional dengan kinerja karyawan pada pada PT. Perkebunan Nusantara V Pekanbaru, hal ini dikarenakan dalam perusahaan tersebut memang sudah memaksimalkan peran pimpinan bagi karyawan dan sistem kepemimpinan yang ada.

2.1.6 Lingkungan Kerja

2.1.6.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja pegawai dalam melaksanakan tugas adalah lingkungan kerja, definisi lingkungan kerja secara umum yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja, yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas (Nitisemito, 1996). Definisi yang lain menurut Mangkunegara (2006) menjelaskan bahwa lingkungan kerja perusahaan meliputi uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang dinamis, peluang karir, dan fasilitas kerja yang memadai.

Faktor lingkungan kerja bisa berupa kondisi fisik kantor yang meliputi penerangan, suhu udara, dll yang mampu meningkatkan suasana kondusif dan semangat kerja serta berpengaruh terhadap kinerja pegawai (Sedarmayanti, 2001). Secara fakta di lapangan dapat diketahui bahwa lingkungan kerja yang tidak memuaskan dapat menurunkan semangat kerja dan akhirnya menurunkan produktifitas kerja pegawai, begitu pula berlaku hal sebaliknya (Ahyari, 1986).

Untuk penggolongan lingkungan kerja perusahaan telah dijelaskan oleh Sedarmayanti (2001) yang menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu: lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non-fisik.

2.1.6.2 Lingkungan Kerja Non-Fisik

Dalam penelitian ini jenis lingkungan kerja yang digunakan hanya lingkungan kerja non-fisik.Secara umum lingkungan kerja non-fisik sering disebut lingkungan psikososial yang memiliki arti yaitu lingkungan yang mengacu pada interaksi antara lingkungan dan kondisi kerja, kondisi organisasi, fungsidan isi dari

(10)

15 pekerjaan, usaha, karakteristik individu pekerja serta orang-orang dari anggota keluarga mereka (Vischer, 2008).

Definisi lainnya mengenai lingkungan kerja non-fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan bawahan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Didalam lingkungan kerja non-fisik ada 5 aspek lingkungan kerja non fisik yang bisa mempengaruhi perilaku karyawan, yaitu:

1. Struktur kerja, yaitu sejauh mana bahwa pekerjaan yang diberikankepadanya memiliki struktur kerja dan organisasi yang baik.

2. Tanggung jawab kerja, yaitu sejauh mana pekerja merasakan bahwa pekerjaan mengerti tanggung jawab mereka serta bertanggung jawab atas tindakan mereka.

3. Perhatian dan dukungan pemimpin, yaitu sejauh mana karyawan merasakan bahwa pimpinan sering memberikan pengarahan, keyakinan, perhatian serta menghargai mereka.

4. Kerja sama antar kelompok, yaitu sejauh mana karyawan merasakan ada kerjasama yang baik diantara kelompok kerja yang ada.

5. Kelancaran komunikasi, yaitu sejauh mana karyawan merasakan adanya komunikasi yang baik, terbuka, dan lancar, baik antara teman sekerja ataupun dengan pimpinan.

2.1.6.3 Lingkungan Kerja di Perusahaan Perkebunan

Mennurut Gemma (2017) dalam penelitian beliau yang dilakukan di PTPN VII (Persero) Kantor Direksi Bandar Lampung bahwa ada beberapa hal yang dapat dijelaskan mengenai lingkungan kerja yaitu lingkungan kerja merupakan suatu hal yang penting dalam suatu organisasi. Lingkungan kerja yang baik tentunya merupakan harapan bagi setiap karyawan karena dengan lingkungan kerja yang baik tentunya para karyawan akan dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik pula. Dengan lingkungan kerja yang baik maka secara otomatis dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan.

Untuk pengujian variabel lingkungan kerja dapat dijelaskan oleh Murtafia dkk (2015) bahwa Setelah dilakukan analisis korelasi spearman diketahui bahwa lingkungan kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kepuasan

(11)

16 kerja karyawan PT. Surya Bratasena Plantation. Berdasarkan hasil dengan nilai r (koefisien korelasi) sebesar 0,705% artinya 70,5%. Ini berarti bahwa pihak perusahaan memang memprioritaskan kepuasan kerja karyawan dengan memperhatikan faktor-faktor kepuasan kerja secara umum salah satunya adalah lingkungan kerja.

Namun yang perlu digaris bawahi meskipun penelitian ini menggunakan variabel independen kepuasan kerja, setidaknya variabel ini berkaitan erat dengan kinerja. Dimana apabila kepuasan kerja karyawan tinggi maka akan diikuti pula oleh kinerja karyawan yang tinggi pula.

2.1.7 Pelatihan

2.1.7.1 Pengertian Pelatihan

Secara umum konsep dan definisi pelatihan bagi karyawan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampildan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Selain itu pelatihan juga merupakan proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampildan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. (Eko Supatmi, dkk.. 2009). Dalam pengertian lain dijelaskan juga definisi pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan posedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.

Dalam penjelasan lain menurut Mangkunegara (2009) bahwa definisi pelatihan yang diberikan kepada karyawan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan posedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.

Dalam hal ini berarti bahwa dapat diambil penjelasan bahwa pelatihan secara umum adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar yang berfungsi untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem. Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan.

(12)

17 Pelatihan terdiri atas serangkaian aktifitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang (Eko Supatmi, dkk.. 2009).

2.1.7.2 Tujuan Diadakaanya Pelatihan bagi Karyawan

Menurut Lubis (2008) dalam Tesis beliau dengan judul Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawa PTPN IV Medan bahwa pelaksanaan pelatihan dimaksudkan untuk mendapatkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan, keterampilan yang baik, kemampuan dan sikap untuk mengisi jabatan pekerjaan yang tersedia dengan produktivitas kerja yang tinggi, serta mampu menghasilkan hasil kerja yang baik. Kebutuhan untuk setiap pekerja sangat beragam, untuk itu pelatihan perlu dipersiapkan dan dilaksanakan sesuai dengan bidang pekerjaannya.

Moekijat (1991) mengatakan bahwa pelatihan diperlukan untuk membantu pegawai menambah kecakapan dan pengetahuan. Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut latihan, yaitu: (a) latihan harus membantu karyawan menambah kemampuannya, (b) latihan harus menimbulkan perubahan dalam kebiasaan dalam informasi dan pengetahuan yang ia terapkan dalam pekerjaan dan (c) latihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu yang sedang dilaksanakan atau pekerjaan yang akan ia berikan di masa mendatang.

2.1.7.3 Pelatihan di Perusahaan Perkebunan

Menurut Lubis (2008) dalam penelitian beliau yang dilakukan di perusahaan PTPN IV (Persero) Medan menyatakan bahwa pelatihan di bidang perkebunan merupakan kegiatan yang mampu untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi yang dapat membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kecakapan serta sikap seseorang yang diperlukan organisasi dalam mencapai tujuan yang juga harus disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan yang diemban oleh karyawan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini sebelumnya memperoleh referensi dari beberapa penelitian yang dijelaskan dalam tabel berikut:

(13)

18 Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Alat Analisis Hasil

1 Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Karyawan PTPN V Kebun Sei Rokan

Kecamatan Pagaran Tapah Darussalam Kabupaten Rokan Hulu

Artikel Ilmiah. Sialman, 2016.

Analisis Korelasi RankSpearman menggunakan aplikasi SPSS 13.0

Hubungan motivasi kerja dengan kinerja karyawan adalah positif. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian terhadap hasil uji dengan menggunakan korelasi Rank Spearman yang menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja karyawan.

2 Hubungan Kepemimpinan Transformasional Dan Motivasi Dengan Kinerja Karyawan Perkebunan (PT. Perkebunan Nusantara V Pekanbaru) Jurnal. Pebriani &Kasmiruddin, 2016 Korelasi tunggal dan ganda menggunakan aplikasi SPSS

Hasil uji korelasi tunggal menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan

tranformasional dan motivasi dengan kinerja karyawan pada pada PT. Perkebunan Nusantara V Pekanbaru, baik secara tunggal maupun ganda. 3 Hubungan Lingkungan

Kerja Dengan Kepuasan Kerja Karyawan (Kasus Bagian Pengolahan PT. Surya Bratasena Plantation Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan) Jurnal.IIn Murtafia & Suryalena, 2005

Analisis Korelasi Rank Spearman menggunakan aplikasi SPSS

Dari hasil analisis korelasi

spearman diketahui bahwa

lingkungan kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kepuasan kerja karyawan (kasus bagian pengolahan PT. Surya Bratasena Plantation

Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan).

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan masalah, tujuan penelitian dan beberapa tinjauan pustaka dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis bahwa kelima variabel Xn yang meliputi motivasi, budaya organisasi, kepemimpinan, lingkungan kerja dan pelatihan diduga memiliki hubungan terhadap variabel Y yaitu kinerja karyawan sadap karet di PTPN -IX Kebun Ngobo, Kabupaten Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengetahui bahwa persepsi siswa ter- hadap perilaku interpersonal guru memberikan perbedaan kepada tingkat student well-being, selanjutnya penulis ingin mengetahui perilaku

Ekstrak daun Kelor dengan menggunakan pelarut etanol menurut (Vinoth et al, 2012) dapat menarik sebagian besar senyawa aktif yang terdapat pada daun kelor, dan dari hasil

Setelah penulis menyelesaikan penulisan ilmiah tentang pembuatan Website Paket Wisata Kota Batu, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa website ini sudah selesai dibuat

Dalam penelitian Bayu Santosa, (2011: 32) dengan judul “Perbedaan pengaruh latihan dengan metode massed practice distributed practice terhadap kemampuan dribble bola basket siswa

Pola bakteri Gram positif (+) selanjutnya pada pasien infeksi tonsilofaringitis di poli THT-KL RSUD Arifin Achmad kota Pekanbaru adalah Staphylococcus albus sebesar 24,2%, bakteri

Mata pelajaran membuat pola busana materi membuat macam-macam pola gaun ini siswa dapat membuat pola gaun sesuai dengan model yang diinginkan, mengetahui alat

Klien memerlukan pengendalian internal atas kompilasi persediaan untuk memastikan bahwa perhitungan fisik telah diikhtisarkan dengan benar, diberi hargapada jumlah yang sama