• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Definisi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Latar Belakang PENDAHULUAN

­­­­­Gangguan  psikosomatis  adalah   faktor  psikologis   yang merugikan,   mempengaruhi kondisi medis pasien. Faktor psikologis tersebut dapat berupa gangguan mental, gejala psikologis, sifat kepribadian atau gaya mengatasi masalah, dan perilaku kesehatan yang maladaptif. ­­­­Kurang lebih 400 tahun SM ahli filsafat Hipocrates sudah mengutarakan pentingnya peran faktor psikis pada penyakit. Pada abad pertengahan Paracelcus seorang ahli kimia menyatakan bahwa kekuatan batin memiliki pengaruh terhadap kekuatan seseorang. ­­­­Menurut  The  National   Academy   Science  tahun   1978  definisi   psikosomatis  adalah bidang interdisiplin yang memperhatikan perkembangan dan integrasi ilmu pengetahuan prilaku,   biomedis   dan   teknik   yang   relevan   dengan   kesehatan   dan   penyakit   serta penerapan pengetahuan, dan teknik­teknik tersebut untuk mencegah, mendiagnosis dan rehabilitasi.

­­­­Kedokteran psikosomatis menyadari kesatuan dari pikiran dan tubuh serta interaksi diantara   keduanya,   dimana   faktor   psikologis   penting   dalam   perkembangan   semua penyakit, namun apakah peranannya dalam memulai, perkembangan, memperberat dan eksaserbasi   penyakit,   predisposisi   atau   reaksi   terhadap   suatu   penyakit   masih   dalam perdebatan.   Dengan   demikian   kedokteran   perilaku   adalah   istilah   yang   khusus   untuk kedokteran psikosomatis.

(2)

­­­ ­­­­

    TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

­­­­­Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang artinya tubuh. Dalam  Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders  edisi ke empat (DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.

­­­­Menurut   Wittkower   psikosomatis   secara   luas   didefinisikan   sebagai   usaha   untuk mempelajari interelasi aspek­aspek psikologis dan aspek­aspek fisis semua faal jasmani dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan interelasi dan interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam keadaan sehat maupun sakit.

Klasifikasi

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk faktor psikologis yang memengaruhi keadaan medis ditunjukkan di dalam Tabel 1. Yang tidak termasuk adalah: (1) gangguan jiwa klasik yang memiliki gejala fisik sebagai bagian dari gangguan (cth., gangguan konversi, yaitu gejala fisik ditimbulkan oleh konflik psikologis); (2) gangguan somatisasi, yaitu gejala fisik tidak didasari oleh patologi organik; (3) hipokondriasis, yaitu pasien memiliki kepedulian yang berlebihan dengan kesehatan mereka; (4) keluhan fisik yang sering dikaitkan dengan gangguan jiwa (cth., gangguan distimik yang biasanya memiliki penyerta somatik, seperti kelemahan otot, astenia, lelah, dan keletihan); serta (5) keluhan fisik yang dikaitkan dengan gangguan terkait-zat (cth., batuk dikaitkan dengan ketergantungan nikotin).

(3)

Tabel 1

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Faktor Psikologis yang Memengaruhi Keadaan Medis Umum

A. Terdapat keadaan medis umum (diberi kode pada Aksis III).

B. Faktor psikologis memengaruhi keadaan medis secara berlawanan dalam satu atau lebih cara

1. Faktor memengaruhi perjalanan keadaan medis umum, seperti yang ditunjukkan oleh hubungan waktu yang erat antara faktor psikologis dan timbulnya atau memburuknya, atau tertundanya pemulihan, keadaan medis umum.

2. Faktor mengganggu terapi keadaan medis umum.

3. Faktor merupakan risiko kesehatan tambahan untuk individu.

4. Respons fisiologis terkait-stres mencetuskan atau rnemperburuk gejala keadaan medis umum.

Pilih nama berdasarkan sifat faktor psikologis (jika ada lebih darI satu faktor, tunjukkan yang paling menonjol):

Gangguan mental yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth., gangguan Aksis I seperti gangguan depresif berat menunda pemulihan dari infark miokardium)

Gejala psikologis yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth.,gejala depresif rnenunda pemulihan setelah pembedahan; asma yang diperburuk ansietas)

Ciri kepribadian atau gaya koping yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth., penyangkalan patologis kebutuhan operasi pada pasien kanker; perilaku tertekan dan bermusuhan yang turut menyebabkan penyakit kardiovaskular)

Perilaku kesehatan maladaptif yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth.,makan berlebihan; tidak ada olah raga; seks yang tidak aman)

(4)

Respons fisiologis Terkait-Stres yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth., perburukan ulkus karena stres, hipertensi, aritmia, atautension headache)

Faktor psikologis lain atau tidak terinci yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth., faktor interpersonal, budaya, atau religius)

(Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000).

Etiologi

­­­­Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis : 1.Stress Umum ­­­­

Stress  ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu   tidak   dapat   berespon   secara   adekuat.   Menurut   Thomas   Holmes   dan Richard  Rahe,   didalam  skala   urutan  penyesuaian  sosial  (social  read  justment rating   scale)   menuliskan   43   peristiwa   kehidupan   yang   disertai   oleh   jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata­rata, sebagai contohnya kematian pasangan   100   unit   perubahan   kehidupan,   perceraian   73   unit,   perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. 

Skala dirancang setelah menanyakan  kepada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan   lingkungan   kehidupan.Penelitian   terakhir   telah   menemukan   bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis adalah orang   yang  cenderung   mengalami   gangguan   psikosomatis,   jika   mereka mengalaminya, mereka dengan mudah pulih dari gangguan.

2.Stress Spesifik dan Non Spesifik ­­­­

Stress psikis spesifik dan non spesifik dapat didefinisikan sebagai kepribadian spesifik   atau   konflik   bawah   sadar   yang   menyebabkan   ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam  perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian   tertentu   yang   pertama   kali   diidentifikasi   berhubungan   dengan kepribadian   koroner   (orang   yang   memiliki   kemauan   keras   dan   agresif   yang

(5)

cenderung mengalami oklusi miokardium). 3. Variabel Fisiologis

Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya adalah kerja monosit. Mediator antara stres yang didasari secara kognitif dan penyakit (mungkin disebabkan oleh hormonal) seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator tersebut mungkin dapat mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon tropik tersebut berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja dari monosit. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak (yang berperan sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak). Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood.

Patofisiologi – Teori Stres

Pada tahun 1920, Walter Cannon melakukan studi sistematik pertama mengenai hubungan stres dengan penyakit. Ia menunjukkan bahwa perangsangan sistem saraf otonom memudahkan organisme untuk respons ``fight or flight" yang ditandai dengan hipertensi, takikardia, dan meningkatnya curah jantung. Hal ini berguna pada hewan yang dapat melawan atau lari, tetapi pada orang yang tidak dapat melakukannya karena beradab, stres berikutnya menimbulkan penyakit (cth., hipertensi yang dihasilkan).2

Pada tahun 1950-an, Harold Wolff (1898-1962) mengamati bahwa fisiologi saluran gastrointestinal tampak berhubungan dengan keadaan emosional yang khusus. Hiperfungsi terkait dengan permusuhan, dan hipofungsi dengan kesedihan. Wolff menganggap reaksi tersebut tidak spesifik, mengingat bahwa reaksi pasien ditentukan oleh situasi kehidupan umum dan penilaian persepsi terhadap peristiwa yang menimbulkan stres. Lebih dini lagi, William Beaumont

(6)

(1785-1853), ahli bedah militer Amerika, memiliki pasien yang bernama Alexis St.Martin, yang menjadi terkenal karena luka akibat tembakan senjata yang menyebabkan fistula lambung yang permanen. Beaumont mencatat bahwa selama keadaan emosional yang sangat hebat, mukosa dapat menjadi hiperemik atau memucat, menunjukkan bahwa aliran darah ke lambung dipengaruhi oleh emosi.2

Hans Seyle (1907-1982) mengembangkan suatu model stres yang disebut sindrom adaptasi umum. Model ini terdiri atas tiga fase: (1) reaksi alarm; (2) tahap resistensi, idealnya adaptasi dicapai; dan (3) tahap kelelahan, adaptasi atau resistensi yang didapat bisa hilang. Ia menganggap stres sebagai respons tubuh yang tidak spesifik terhadap tuntutan apapun yang disebabkan baik oleh keadaan menyenangkan atau tidak menyenangkan. Seyle yakin bahwa stres, menurut definisi, tidak harus selalu tidak menyenangkan. Ia menyebut stres yang tidak menyenangkan sebagai "penderitaan". Untuk menerima kedua jenis stres— menyenangkan atau tidak menyenangkan—membutuhkan adaptasi.2

Respon Neurotransmiter terhadap Stres

Stresor mengaktifkan sistem noreadrenergik di otak (paling jelas di locus ceruleus) dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Stresor juga mengaktifkan sistem serotonergik di otak, seperti yang dibuktikan dengan meningkatnya pergantian serotonin. Bukti terkini mengesankan bahwa meskipun glukokortikoid cenderung meningkatkan fungsi serotonin secara keseluruhan, mungkin terdapat perbedaan pengaturan glukokortikoid dengan subtipe reseptor serotonin, yang dapat memiliki kaitan untuk fungsi serotonergik pada depresi dan penyakit-penyakit terkait. Contohnya, glukokortikoid dapat meningkatkan kerja serotonin yang diperantarai oleh 5-HT2, sehingga turut me-nyebabkan penguatan kerja tipe reseptor ini, yang telah dikaitkan di dalam patofisiologi gangguan depresif berat. Stres juga meningkatkan neurotransmisi dopaminergik pada jaras mesoprefrontal.

Neurotransmiter asam amino dan peptidergik juga terlibat di dalam respons stres. Sejumlah studi menunjukkan bahwa corticotropin-releasing factor (CRF) (sebagai neurotransmiter, bukan sebagai pengatur hormonal fungsi aksis

(7)

hipotalamus-hipofisis-adrenal), glutamat (melalui reseptor N metil-D-aspartat [NMDA]) dan y-aminobutiric acid (GABA) semuanya memainkan peranan penting di dalam menimbulkan respons stres atau mengatur sistem yang berespons terhadap stres lainnya seperti sirkuit otak dopaminergik dan noradrenergik.

Respon Endokrin Terhadap Stres

Sebagai respons terhadap stres, CRF disekresikan dari hipotalamus ke sistem hipofisial-hipofisis-portal. CRF bekerja di hipofisis anterior untuk memicu pelepasan hormon adrenokortikotropin (ACTH). Setelah dilepaskan, ACTH bekerja di korteks adrenal untuk merangsang sintesis dan pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid sendiri memiliki jutaan efek di dalam tubuh, tetapi kerjanya dapat dirangkum dalam istilah singkat sebagai meningkatkan penggunaan energi, meningkatkan aktivitas kardiovaskular dalam respons "fight or flight", dan menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas. Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal merupakan pelaku pengendali umpan balik negatif yang ketat melalui produk akhirnya sendiri (yaitu, ACTH dan kortisol) di berbagai tingkat, termasuk hipofisis anterior, hipotalamus, dan regio otak suprahipotalamik seperti hipokampus. Di samping CRF, berbagai secretagogue (yaitu zat yang merangsang pelepasan ACTH) dikeluarkan dan dapat memintas pelepasan CRF serta bekerja langsung untuk memutar kaskade glukokortikoid. Contoh secretagogue termasuk katekolamin, vasopresin, dan oksitosin. Yang menarik, stresor berbeda (cth., stres dingin lawan hipotensi) memicu pola pelepasan secretagogue yang berbeda, juga menunjukkan bahwa gagasan respons stres yang sama terhadap stresor umum adalah terlalu disederhanakan.

(8)

Bagian dari respons stres terdiri atas inhibisi fungsi imun oleh glukokortikoid. Inhibisi dapat mencerminkan kerja kompensasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal untuk mengurangi efek fisiologis stres lainnya. Sebaliknya, stres juga dapat menyebabkan aktivasi imun melalui berbagai jalur. CRF sendiri dapat merangsang pelepasan norepinefrin melalui reseptor CRF yang terletak di locus ceruleus, yang mengaktifkan sistem saraf simpatis, baik sentral maupun perifer, serta meningkatkan pelepasan epinefrin dari medula adrenal.

Di samping itu, terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang bersinaps pada set target imun. Dengan demikian, di dalam menghadapi stresor, juga terdapat aktivasi imun yang dalam termasuk pelepasan faktor imun humoral (sitokin) seperti interleukin-1 (IL-1) dan IL-6. Sitokin ini dapat menyebabkan pelepasan CRF lebih lanjut, yang di dalam teori berfungsi untuk meningkatkan efek glukokortikoid sehingga membatasi sendiri aktivasi imun.

2 a. Kriteria yang positif (yang biasanya jarang ada)

1.   Tidak   didapatkan   kelainan­kelainan   organik   pada   pemeriksaan   yang   teliti sekalipun, walaupun mempergunakan alat­alat canggih. Bila ada kelainan organik belum tentu bukan psikosomatik, sebab :

 Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menimbulkan kelainan­kelainan organik pada alat­alat yang dikeluhkan.  Secara   kebetulan   ada   kelainan   organik,   tapi   kelainan   ini   tidak   dapat

menerangkan   keluhan   yang   ada   pada   pasien   tersebut,   yang   dinamakan koinsidensi.

 Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh orang lain atau   kadang­kadang   oleh   dokter   yang   mengobatinya.   Hal   ini   membuatnya menjadi takut, khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.

2.  Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala­gejala psikotik yakni tidak ada disintegrasi kepribadian, tidak ada distorsi realitas.Masih mengakui bahwa dia

(9)

sakit, masih mau aktif berobat.

2b. Kriteria positif (yang biasanya ada)

1. Keluhan­keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu 

2. Keluhan­keluhan  tersebut berganti­ganti  dari satu sistem  ke sistem  lain,yang dinamakan shifting phenomen atau alternasi.  3. Adanya vegetatif imbalance (ketidakseimbangan susunan saraf otonom).  4. Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (stress full life situation) yang menjadi sebab konflik mentalnya.  5. Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhan­keluhannya.  6. Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhan­keluhannya. 7.Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat  pasien rentan terhadap faktor presipitasi itu.­Faktor predisposisi dapat berupa faktor fisik / somatik, biologi, stigmata neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosiokultural. Kriteria­kriteria ini tidak perlu semuanya ada tetapi bila ada satu atau lebih, presumtif, indikatif untuk penyakit psikosomatis.­­­­ Manifestasi klinis ­­­­ Beberapa manifestasi klinis dari gangguan psikosomatis antara lain: 1. Terdapat suatu kondisi medis umum 2. Faktor psikologis secara merugikan mempengaruhi kondisi medis umum dengan cara:  Faktor psikologis telah mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum seperti yang

ditunjukkan   oleh   hubungan   temporal   yang   erat   antara   faktor   psikologis   dan perkembangan   atau   eksaserbasi   dari   atau   keterlambatan   penyembuhan   dari kondisi medis umum.  Faktor psikologis mempengaruhi terapi kondisi medis umum   Faktor psikologis berperan dalam resiko kesehatan individu   Respon psikologis yang berhubungan dengan stres mencetuskan atau  Mengeksaserbasi gejala kondisi medis umum. Yang dimaksud dengan faktor psikologis tersebut adalah:­­

(10)

berat memperlambat penyembuhan infark miokard).

 Gangguan psikologis  mempengaruhi  kondisi medis (misalnya  gejala  depresi memperlambat   pemulihan   setelah   pembedahan,   kecemasan   mengeksaserbasi asma).

 Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis (misalnya   penyangkalan   patologis   terhadap   kebutuhan   pembedahan   pada seorang pasien dengan kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan berperan pada penyakit kardiovaskuler).

 Gangguan kesehatan maladaptif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak melakukan olahraga, seks yang tidak aman, makan yang berlebihan)

 Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis (misalnya   eksasebasi   ulkus,   hipertensi,   aritmia,   atau   nyeri   kepala   yang berhubungan dengan stres).

 Faktor   psikologi   lain   yang   tidak   ditentukan   mempengaruhi   kondisi   medis (misalnya faktor personal, kultural atau religius).

Gangguan Spesifik pada Psikosomatis

­­­­Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis:  1.Sistem Kardiovaskuler –

Mekanisme   yang   terjadi   pada   psikosomatis   dapat   melalui   rasa   takut   atau kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa jantung   dan   tekanan   darah,   menimbulkan   kelainan   pada   ritme   dan   EKG. Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa jantung dan tekanan darah.

­­­­ Gejala­gejala yang sering didapati antara lain: takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur. Gejala­   gejala   seperti   ini   sebagian   besar   merupakan   manifestasi   gangguan kecemasan.

(11)

Penyakit arteri koroner menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung yang ditandai oleh rasa tidak nyaman, tekanan pada dada dan jantung episodik.Keadaan ini biasanya ditimbulkan oleh penggunaan tenaga dan stres dan dihilangkan oleh istirahat   atau   nitrogliserin   sublingual.Flanders   Dunbar   menggambarkan   pasien dengan   penyakit   jantung   koroner   sebagai   kepribadian   agresif­kompulsif   dengan kecenderungan   bekerja   dengan   waktu   yang   panjang   dan   untuk   meningkatkan kekuasaan. Meyer Fiedman dan Ray Rosenman mendefinisikan kepribadian tipe A tipe B. Kepribadian tipe A adalah berhubungan erat dengan perkembangan penyakit jantung koroner. Mereka adalah orang yang berorientasi tindakan berjuang keras untuk   mencapai   tujuan   yang   kurang   jelas   dengan   cara   permusuhan   kompetitif. Mereka   sering   agresif,   tidak   sabar,   banyak   bergerak,  berjuang,  dan   marah   jika dihalangi.

Kepribadian tipe B adalah kebalikannya.  Mereka cenderung santai, kurang agresif,   kurang   aktif   berjuang   mencapai   tujuannya.  Untuk   menghilangkan ketegangan psikis yang berhubungan dengan penyakit, klinisi menggunakan obat psikotropika, contohnya diazepam.Terapi medis harus suportif dan menentramkan, dengan   suatu   penekanan   psikologis   untuk   menghilangkan   stres   psikis, kompulsivitas dan ketegangan.

b. Hipertensi esensial ­­­­

Orang   dengan   hipertensi   tampak   dari   luar   menyenangkan,   patuh   dan kompulsif   walaupun   kemarahan   mereka   tidak   di   ekspresikan   secara   terbuka, mereka memiliki kekerasan yang terhalangi, yang ditangani secara buruk. Mereka tampak memiliki presdiposisi untuk hipertensi, yaitu bila terjadi stress kronis pada kepribadian kompulsif yang terpresdiposisi secara genetik yang telah merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi hipertensi. Keadaan ini cenderung terjadi pada kepribadian tipe A. Psikoterapi suportif dan dan teknik perilaku ( biofeedback, meditasi, terapi relaksasi) telah dilaporkan berguna dalam pengobatan hipertensi.

(12)

c. Gagal jantung kongestif ­­­­ Faktor psikologis seperti stres, dan konflik emosional non spesifik, sering kali bermakna dalam memulai atau eksaserbasi gangguan. Intinya bahwa psikoterapi suportif adalah penting pada pengobatannya. d. Sinkop vasomotor (vasodepressor) ­­­ Sinkop vasomotor ditandai oleh kehilangan kesadaran secara tiba­tiba yang disebabkan oleh serangan vasovagal.  Rasa khawatir atau takut akut menghambat impuls untuk berkelahi atau melarikan diri, dengan demikian menampung darah di anggota gerak bawah, dari vasodilatasi pembuluh darah didalam tungkai.  Reaksi tersebut menyebabkan penurunan pasokan darah ke otak, sehingga terjadi hipoksia otak dan kehilangan kesadaran. e. Aritmia jantung  Aritmia yang potensial membahayakan hidup kadang­kadang terjadi dengan luapan emosional dan trauma emosional. f. Fenomena Raynaud ­­­­

Fenomena   Raynaud   seringkali   disebabkan   oleh   stress   eksternal. Fenomena Raynaud ditandai dengan penyempitan abnormal pembuluh darah lokal. Fenomena Raynaud sering juga dikaitkan dengan penyakit autoimun (reumatoid arthritis, sistemik lupus eritematosus dan skleroderma), perubahan hormonal (hipotiroid) dan trauma (frostbite).

g. Penyakit Jantung Psikogenik

Beberapa pasien adalah bebas dari penyakit jantung tetapi masih mengeluh gejala  yang mengarah ke jantung. Mereka seringkali menunjukkan keprihatinan morbid   tentang   jantung   mereka   dan   rasa   takut   akan   penyakit   jantung   yang meningkat.   Rasa   takut   mereka   dapat   terentang   dari   masalah   kecemasan   yang dimanifestasikan   oleh   fobia   atau   hipokondriasis   parah,   sampai   pada   keyakinan

(13)

waham   bahwa   mereka   menderita   penyakit   jantung.  Pengobatan   psikofarmaka ditujukan   pada   gejala   yang   menonjol.  Obat   antiansietas   dapat   digunakan   pada kecemasan yang berat.

2. Sistem pernafasan

a. Asma bronkialis ­­­­

Faktor   genetik,   alergik,   infeksi,   stres   akut   dan   kronis   semuanya   berperan dalam   menimbulkan   penyakit.  Stimuli   emosi   bersama   dengan   alergi   penderita menimbulkan konstriksi bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang. Walaupun pasien asma karateristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik yang telah diindentifikasi. Pasien asmatik harus diterapi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta mengatur kerja sistem saraf vegetatif dengan obat­ obatan. b. Hay fever ­­­­

Faktor   psikologis   yang   kuat   berkombinasi   dengan   elemen   energi   untuk menimbulkan  Hay   Fever.  Faktor   psikiatrik,   medis,   dan   alergik   harus dipertimbangkan sebagai terapi hay fever. c. Sindroma hiperventilasi ­­­­ Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nerveous (freud), pseudo asma, distonia pulmonal (hochrein). Gambaran klinis berupa:  Parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki.  Gejala­gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata kabur yang dikenal sebagai Blury eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing.  Keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering, sesak dan perasaan tidak dapat bernafas bebas.  Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina pektoris dan juga ditemukan pada kelainan fungsional jantungdan sirkulasi.  Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat menganggu,  Cepat lelah, lemas, mengantuk, dan sensitif terhadap cuaca.

(14)

d. Tuberkulosis

­­­ ­Onset  dan perburukan  tuberkulosis   sering  kali   berhubungan  dengan  stres akut dan kronis. Faktor psikologis mempengaruhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi daya tahan pasien terhadap penyakit.  Psikoterapi suportif adalah berguna karena peranan stres dan situasi psikososial yang rumit. 3. Sistem gastrointestinal a. Gastritis ­­­ Kriteria psikologis diperlukan karena diagnosis dengan penemuan negatif organis dan keluhan vegetatif tidak mencukupi. Dari evaluasi psikis ditemukan: 1. Gejala bersifat neurosis  2. Depresi dan anxietas  3. Berkeinginan untuk dirawat dan dimanja dan untuk memiliki objek yang diinginkan. b.Ulkus peptikum Sifat kepribadian ulkus menjadi faktor presdiposisi. Sifat kepribadian itu antara lain: 1.Tingkah laku ­­­­

Orang   tersebut   biasanya   tegang,   selalu   was­was,   sangat   aktif   dalam   berbagai bidang.Tidak mudah menerima kenyataan bila dia gagal.

2.Kepandaian ­­­­

Mempunyai kepandaian dalam berbagai bidang yang dikerjakan sekaligus pada waktu yang bersamaan 

3.Pertanggungjawaban ­­­­

Mempunyai   tanggung   jawab   yang   sangat   besar   bahkan   sampai   memikirkan pekerjaan orang lain.       4. Pengenalan terhadap penyakitnya ­­­ ­Tidak menghiraukan penyakitnya, sering terlambat makan, merasa sakit ulu hati tapi masih mau bekerja terus, sering datang terlambat ke dokter.      5. Umur ­­­­ Terbanyak pada usia 30­an, karena banyak faktor stres, kesulitan dalam bidang ekonomi dan keluarga.

(15)

6. Jenis kelamin/ bangsa ­­­­

Laki­laki lebih sering dibandingkan wanita.Kulit hitam lebih jarang dibandingkan kulit putih.

7. Faktor sosial ­­­­

Sering   ditemukan   dikota   besar   dan   daerah   industri.Stres   dan   kecemasan   yang disebabkan   oleh   berbagai   konflik   yang   tidak   spesifik   dapat   menyebabkan hiperasiditas   lambung   dan   hipersekresi   pepsin,   yang   menyebabkan   suatu ulkus.Psikoterapi   merupakan   terapi   yang   dapat   dipakai   untuk   konflik ketergantungan pasien.Biofeedback  dan terapi relaksasi mungkin berguna. Terapi medis lain yang digunakan adalah cimetidine, famotidine.

c. Kolitis ulserativa ­­­­

Tipe   kepribadian   dari   pasien   dengan   Kolitis   ulserativa   menunjukkan   sifat kompulsif yang menonjol.  Pasien cenderung  suka kebersihan, tertib,  rapi, tepat waktu, intelek, malu­malu, dan terinhibisi dalam mengungkapkan kemarahan. Stres non spesifik dapat memperberat penyakit ini.  Terapi yang dianjurkan pada kolitis ulserativa yang akut adalah psikoterapi yang non konfrontatif dan suportif dengan psikoterapi interpretatif selama periode tenang. Terapi medis terdiri dari tindakan medis nonspesifik, seperti antikolinergik dan anti diare. d. Penyakit Crohn

Penyakit Crohn adalah penyakit peradangan usus yang terutama mengenai usus halus dan kolon. Gejala yang lazim mencakup diare, nyeri abdomen, dan penurunan berat badan. Penyakit ini prevalensinya lebih kecil dibandingkan dengan kolitis ulseratif. Perjalanan penyakitnya bersifat kronis, sering dengan periode remisi yang diikuti periode gejala akut. Satu studi mengenai gejala psikiatrik pada penyakit Crohn sebelum onset gejala fisik menemukan angka yang lebih tinggi (23%) adanya gangguan panik sebelumnya daripada subjek kontrol dan subjek dengan kolitis ulseratif.

(16)

e. Obesitas ­­­­

Terdapat   presdiposisi   familial   genetika   pada   obesitas,   dan   faktor perkembangan  awal  ditemukan  pada  obesitas  masa  anak­anak.Faktor  psikologis adalah penting pada obesitas hipergrafik (makan berlebihan). Terapi yang dianjurkan adalah pembatasan diet dan penurunan asupan kalori. Dukungan emosional dan modifikasi perilaku adalah membantu untuk kecemasan dan depresi yang berhubungan dengan makan berlebihan dan diet. Teknik behaviour modification bertujuan untuk mengubah kebiasaan makan, salah satu programnya sebagai berikut: 1. Deskripsi tingkah laku untuk mengidentifikasi unsur mana dalam tingkah laku itu yang dapat diubah. 2. Pengendalian stimuli yang mendahului makan.  3. Memperlambat proses makan. 4. Menyediakan nilai untuk pengendalian yang berhasil. e. ­Anoreksia nervosa 

Ditandai  oleh  perilaku  yang  diarahkan   untuk  menghilangkan   berat  badan, pola aneh dalam menangani makanan, penurunan berat badan, rasa takut yang kuat terhadap kenaikan berat badan, dan gangguan mengenai citra tubuh. 4. Sistem muskuloskletal a. Artritis rematoid ­­­­ Stress  psikologis mungkin mempresdiposisikan pasien pada artritis rematoid dan penyakit autoimun melalui supresi kekebalan. Pasien artritis merasa terkekang, terikat dan   terbatas.  Karena   banyak  pasien  artritis  memiliki   riwayat   aktivitas   fisik  yang menjadi   terbatas.  Mereka   seringkali   memiliki   rasa   marah   yang   terepresi   tentang pembatasan   fungsi   otot­otot   mereka,   yang   memperberat   kekakuan   dan   imobilitas mereka. 

(17)

Kriteria diagnostik untuk rasa sakit psikosomatis adalah :  Saat rasa sakit bersamaan dengan krisis emosional   Kepribadian yang khusus   Perbedaan frekuensi pada pria dan wanita   Hubungan dengan gangguan psikosomatis yang lain   Riwayat keluarga  Hilang timbul  Hilang pada perubahan lingkungan, pergaulan, kebudayaan 

b. Nyeri punggung bawah

Nyeri punggung bawah mengenai hampir 15 juta orang Amerika dan merupakan salah satu alasan utama untuk tidak masuk bekerja dan untuk keluhan cacat yang dibayarkan pada pekerja oleh perusahaan asuransi. Tanda dan gejala bervariasi antarpasien, paling sering terdiri atas nyeri yang menyiksa, gerakan terbatas, parestesia, dan kelemahan atau baal, semuanya dapat disertai oleh ansietas, takut, atau bahkan panik.

Daerah yang paling sering terkena adalah regio lumbal bawah, lumbosakral, dan sakroilika. Gangguan ini sering disertai dengan sciatica, dengan nyeri yang menjalar ke bawah ke salah satu atau kedua bokong atau mengikuti distribusi nervus iskiadikus. Meskipun nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh ruptur diskus intervertebra, fraktur pada punggung, defek kongenital spinal bawah, atau ketegangan otot ligamentosa, banyak pula penyebab yang bersifat psikosomatik. Dokter yang memeriksa terutama harus mewaspadai pasien dengan riwayat trauma punggung minor disertai nyeri berat.

Pasien dengan nyeri punggung bawah sering melaporkan bahwa nyeri dimulai pada waktu trauma psikologis atau stres, tetapi yang lainnya (mungkin 50 persen) merasa nyeri secara bertahap dalam periode waktu berbulan-bulan. Reaksi pasien terhadap nyeri sangat emosional, dengan ansietas dan depresi berlebihan. Lebih lagi, distribusi nyeri jarang mengikuti distribusi neuroanatomis normal dan lokasi serta intensitasnya dapat bervariasi.

(18)

Menurut Sarno, patofisiologi yang terlibat adalah vasospasme pembuluh darah yang mendarahi otot, saraf, atau tendo yang terlibat. Vasospasme diperantarai oleh sistem saraf otonom, yang sangat sensitif terhadap perubahan emosi, stres emosional kronis, dan afek yang tidak disadari. Iskemia dan kurangnya oksigen menyebabkan nyeri di area yang terlibat. Sebuah analogi dapat diberikan pada vasospasme arteria koronaria yang menyebabkan angina.

Terapi mencakup pemberian edukasi kepada pasien mengenai komponen fisiologis (vasospasme) dan membantu mereka memahami cara kerja pikiran dan konflik yang timbul dari afek yang tidak disadari, khususnya kemarahan. Pasien mengerti bahwa pikiran menggantikan nyeri fisik untuk nyeri emosi sehingga pikiran yang disadari tidak harus menghadapi konflik. Aktivitas fisik harus dilanjutkan sesegera mungkin, dan terapi seperti manipulasi spinal dan sesi terapi fisik yang diperintahkan digunakan minimal.

5. Sistem endokrin a. Hipertiroidisme ­­­

Hipertiroidisme   (tirotoksikosis)   adalah   suatu   sindroma   yang   ditandai   oleh perubahan biokimiawi dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari kelebihan hormon tiroid   endogen   atau   eksogen   yang   kronis.­Gejala   medis   yang   sering   muncul   berupa intoleransi panas, keringat berlebihan, diare, penurunan berat badan, takikardi, palpitasi dan   muntah.   Gejala   dan   keluhan   psikiatrik   yang   muncul   antara   lain   ketegangan, eksitabilitas,   iritabilitas,   bicara   tertekan,   insomnia,   mengekspresikan   rasa   takut   yang berlebihan terhadap ancaman kematian. 

b. Diabetes melitus ­­­­

Diabetes melitus adalah suatau gangguan metabolisme dan sistem vaskuler yang dimanifestasikan   oleh   gangguan   penanganan   glukosa,   lemak,   dan   protein   tubuh. Gangguan ini terjadi akibat gangguan sekresi atau kerja insulin  Riwayat herediter dan keluarga   sangat   penting   dalam   onset   diabetes.  Onset   yang   mendadak   sering   kali berhubungan   dengan   stres   emosional   yang   mengganggu   keseimbangan   homeostatik pasien   yang   terpredisposisi.  Meninger   berpendapat   bahwa   ada   hubungan   antara

(19)

psikoneurotik dengan diabetes, dengan alasan:  Jelas adanya gangguan mental sebelum timbulnya penyakit diabetes   Gangguan mental yang lain dari gejala mental yang timbul pada penyakit     hati atau hipoglikemi  Penyembuhan gangguan mental pararel dengan keadaan kadar gula darah   Gangguan metabolisme karbohidrat dan glukosuria membaik dengan diet   Dengan sembuhnya gangguan mental, diabetes juga membaik. Menurut Meninger ada 3 gangguan mental yang dijumpai pada diabetes: a. Depresi b. Anxietas c. Fatigue (letih)

Faktor psikologis yang tampak signifikan adalah yang mencetuskan perasaan frustr asi, kesepian, dan kesedihan. Pasien dengan diabetes harus mempertahankan kendali diet dalam penyakit diabetesnya. Ketika depresi dan sedih, mereka sering makan dan minum berlebihan sehingga akan menyebabkan kadar glukosa di atas normal.

c. Gangguan endokrin wanita ­­­­

Premenstrual   syndrome  (PMS),   ditandai   oleh   perubahan   subjektif   mood,   rasa kesehatan   fisik,   dan   psikologis   umum   yang   berhubungan   dengan   siklus   menstruasi. Secara   khusus,   perubahan   kadar   estrogen,   progesteron,   dan   prolaktin   dihipotesiskan berperan penting sebagai penyebab.

Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi, meningkat secara bertahap, dan mencapai intensitas maksimum kira­kira lima hari sebelum periode menstruasi dimulai. Faktor psikososial, dan biologis telah terlibat didalam patogenesis gangguan.

­­­­Penderitaan   menopause   (menopause   distress),   adalah   suatu   keadaan   yang   terjadi setelah   tidak  adanya   periode  menstruasi  selama   satu  tahun  yang disebut  menopause. Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan menopause, termasuk kecemasan, kelelahan, ketegangan, labilitas emosional, mudah marah (iritabilitas), depresi, pening, dan   insomnia.Tanda   dan   gejala   fisik   adalah   keringat   malam,   muka   kemerahan,   dan terdapat   rasa  panas  pada   tubuh  (hot   flush).  Keadaan   ini   kemungkinan   berhubungan dengan sekresi luteinizing hormone (LH). Fungsi yang tergantung pada estrogen hilang

(20)

secara berurutan, dan wanita mungkin mengalami perubahan atrofik pada permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis.

Wanita   mungkin   juga   mengalami   perubahan   dalam   metabolisme   kalsium   dan lemak,   kemungkinan   sebagai   efek   sekunder   dari   penurunan   kadar   estrogen,   dan perubahan  tersebut mungkin disertai  oleh sejumlah masalah  medis yang terjadi  pada tahun­tahun pasca menopause, seperti osteoporosis dan aterosklerosis coroner. Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan pemutusan hormon, jumlah deplesi   hormon,   kemampuan   konstitusional   wanita   untuk   menahan   proses   ketuaan, kesehatan, dan tingkat aktivitas mereka, serta arti psikologis ketuaan bagi mereka.­­­­ Kesulitan psikiatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang selama siklus kehidupan fase involusional.Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan psikologis, seperti harga diri yang rendah dan kepuasan hidup yang rendah, kemungkinan rentan terhadap kesulitan selama menopause. 6. Gangguan kekebalan a.Penyakit infeksi ­­­­ Penelitian klinis menyatakan bahwa variabel psikologis mempengaruhi kecepatan pemulihan dari mononukleosis infeksius dan influensa.Stres dan keadaan psikologis yang buruk   menurunkan   daya   tahan   terhadap   tuberkulosis   dan   mempengaruhi   perjalanan penyakit.  Pada meningitis, dapat timbul keadaan konfusi akut, sakit kepala, gangguan memori dan demam dengan kaku kuduk. Pada ensefalitis, dapat timbul gejala halusinansi, psikosis dan perubahan kepribadian.  Dengan demikian perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis orang.

b.Gangguan alergi ­­­­

Bukti klinis menyatakan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan pencetus alergi.   Asma   bronkial   adalah   contoh   utama   proses   patologis   yang   melibatkan hipersensitifitas segera yang berhubungan dengan proses psikososial.

(21)

c.Transplantasi organ ­­­­

Pengaruh psikososial seperti kehidupan yang penuh dengan stres, kecemasan dan depresi   mempengaruhi   sistem  kekebalan  yang   berperan  dalam   mekanisme  penolakan transpalantasi organ.

7. Kanker

a.Masalah pasien ­­­­

Reaksi psikologis mereka adalah rasa takut akan kematian, cacat, ketidakmampuan, rasa   takut   diterlantarkan   dan   kehilangan   kemandirian,   rasa   takut   diputuskan   dari hubungan,   fungsi   peran   dan   finansial,   kecemasan,   kemarahan,   dan   rasa   bersalah. Setengah dari pasien kanker menderita gangguan mental berupa gangguan penyesuaian 68%, gangguan depresi berat 13% dan delirium 8%. Pada pasien kanker sering ditemukan pikiran dan keinginan bunuh diri.

b.Masalah yang berkaitan dengan pengobatan Terapi radiasi ­­­­

Efek   samping   terapi   radiasi   adalah   ensefalopati   yang   berhubungan   dengan peningkatan tekanan intrakranial. Kemoterapi ­­­­  Efek samping kemoterapi berupa mual dan muntah  Rasa sakit  Pasien kanker dengan rasa sakit memiliki insidensi depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding mereka yang tanpa rasa sakit. c.Masalah keluarga ­­­­

Kecemasan   dan   depresi   dalam   anggota   keluarga   memerlukan   intervensi   yang aktif.Keluarga harus memberikan pelayanan untuk pasien.

8. Gangguan kulit

(22)

Pruritus psikogenik menyeluruh  adalah  tidak  ada penyebab organik .kemarahan yang terekspresi dan kecemasan yang terekspresi merupakan penyebab paling sering, karena secara disadari atau tidak mereka menggaruk dirinya sendiri secara kasar. Selain pruritus menyeluruh, pruritus setempat juga dapat terjadi misalnya pruritus ani dan vulva.

b.Hiperhidrosis­­­­

Hiperhidrosis   dipandang   sebagai   fenomena   kecemasan   yang   diperantarai   oleh sistem   saraf   otonom.  Ketakutan,   kemarahan   dan   ketegangan   dapat   menyebabkan meningkatnya sekresi keringat, karena manusia memiliki 2 mekanisme berkeringat yaitu termal   dan   emosional.  Berkeringat   emosional   terutama   tampak   pada   telapak   tangan, telapak   kaki   dan   aksila.   Berkeringat   termal   paling   jelas   pada   dahi,   leher,   punggung tangan dan lengan bawah.

c. Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah gangguan kulit kronis yang ditandai dengan pruritus dan peradangan (eksema), yang sering dimulai sebagai erupsi eritematosa, gatal, dan berbentuk makulopapular. Pasien dermatitis atopik cenderung lebih cemas dan depresi daripada kelompok kontrol klinis dan bebas-penyakit. Ansietas atau depresi memperburuk dermatitis atopik dengan menimbulkan perilaku menggaruk, dan gejala depresif tampak memperkuat persepsi gatalnya.

Sejumlah studi pada anak dengan derrhatitis atopik menemukan bahwa mereka dengan masalah perilaku memiliki penyakit yang lebih berat. Di dalam keluarga yang mendorong kemandirian, anak-anak memiliki gejala yang lebih ringan, sedangkan sikap terlalu melindungi dari orang tua mendorong perilaku menggaruk.

d. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit kulit kronik dan kambuhan, dengan lesi yang ditandai oleh sisik berwarna keperakan dengan eritema homogen yang berkilatan di bawah sisik. Sulit untuk mengendalikan efek merugikan psoriasis pada kualitas hidup.

(23)

Hal ini dapat menimbulkan stres yang pada gilirannya akan memicu lebih banyak psoriasis.

Pasien sering menggambarkan stres oleh karena penyakit akibat kecacatan kosmetik dan stigma sosial pada psoriasis, bukannya peristiwa kehidupan utama yang menimbulkan stres. Stres karena psoriasis dapat lebih berhubungan dengan kesulitan psikososial yang ada di dalam hubungan interpersonal pasien dengan psoriasis daripada dengan keparahan atau kekronisan aktivitas psoriasis.

Studi terkontrol menemukan bahwa pasien psoriatis memiliki tingkat depresi dan ansietas yang tinggi dan serta komorbiditas yang signifikan dengan serangkaian gangguan kepribadian, termasuk skizoid, menghindar, pasif-agresif, dan gangguan kepri-badian obsesif-kompulsif.

9. Nyeri kepala a. Migrain ­­­­

Migrain adalah   ganguan  paroksismal  yang  ditandai   oleh sakit kepala unilateral berulang, dengan atau tanpa gangguan visual dan gastrointestinal (cth., mual, muntah, dan fotofobia) terkait. Sakit kepala ini mungkin disebabkan oleh gangguan fungsi sirkulasi kranial. Migrain dapat dicetuskan oleh estrogen, yang dapat menjadi penyebab prevalensi yang tinggi pada perempuan. Stres juga merupakan pencetus, dan banyak orang dengan migrain bersifat terlalu terkontrol, perfeksionis, dan tidak dapat mengekspresikan kemarahan. Cluster headache dikaitkan dengan migrain, gangguan ini unilateral, terjadi sampai delapan kali dalam sehari.

Mekanisme terjadinya migren psikosomatis berupa:  Vasospasme arteri serebri  Distensi arteri karotis eksterna  Edema dinding arteri ­­­­ Pada periode prodromal migren paling baik diobati dengan Ergotamine, Tartrate (Cafergot), dan analgetik. Psikoterapi bermanfaat untuk menghilangkan efek konflik dan stres. b. Tension Headache

(24)

Terjadi pada 80% populasi selama periode stress  emosional. Kepribadian tipe A yang tegang, berjuang keras dan kompetitif peka terhadap gangguan ini. Stress emosional sering kali disertai kontraksi otot kepala dan leher yang lama yang selama beberapa jam dapat menyempitkan pembuluh darah yang menyebabkan iskemia.

Gejala berupa nyeri tumpul, kadang-kadang merasa seperti ikatan yang mengencang, sering dimulai pada suboksipital dan dapat menyebar di seluruh kepala. Kulit kepala dapat nyeri bila disentuh, dan sebaliknya dengan migrain, sakit kepala ini biasanya bilateral dan tidak disertai dengan prodromata, mual, atau muntah. Tension headache dapat bersifat episodik atau kronis dan perlu dibedakan dengan sakit kepala migrain, terutama dengan atau tanpa aura.2

Tension headache sering dikaitkan dengan ansietas dan depresi dan dapat terjadi pada kira-kira 80 persen orang selama periode stres emosional. Kepribadian yang tegang, lekas gugup, dan kompetitif terutama rentan terhadap gangguan irii. Pada keadaan awal, orang tersebut dapat diterapi dengan agen antiansietas, relaksan otot, dan pijat atau pemberian panas di kepala dan leher; antidepresan dapat diresepkan jika ada depresi yang mendasari.

Psikoterapi merupakan terapi yang efektif bagi orang yang mengalami tension headache kronis. Belajar menghindari atau menghadapi tegangan dengan lebih baik adalah pendekatan pengelolaan jangka panjang yang paling efektif. Biofeedback dengan menggunakan feedback elektromiogram (EMG) dari otot frontal ke temporal dapat membantu beberapa pasien. Latihan relaksasi dan meditasi juga bermanfaat bagi beberapa pasien.

Pemeriksaan

­­­­Biasanya   penderita   datang   kepada   dokter   dengan   keluhan­keluhan,   tetapi   tidak didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik, Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering didapati yaitu; 89% terlalu memperhatikan gejala­gejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan. Oleh karena itu, pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:

(25)

1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburu­buru, kurang istirahat. 2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual, anak­anak yang nakal dan menyusahkan. 3. Faktor kesehatan, penyakit­penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat­obatan, tembakau. 4. Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul. Quirido membagi cara pemeriksaan dalam 3 lapangan:  a. Lapangan psikis  b. Lapangan sosial  c. Lapangan somatis

­­­­Yang   ditujukan   pada   lapangan   kejiwaan   dinamakan   psikoterapi   indentik.   Yang ditujukan pada lapangan sosial dan somatik disebut psikoterapi non identik, yang terdiri dari pemeriksaan fisik, mengobati kelainan fisik dengan obat, memperbaiki kondisi sosial ekonomi, lingkungan, kebiasaan hidup sehat.

­­­­ Diagnosis

­­­­Pada   umumnya   penderita   dengan   gangguan   psikosomatis   dapat   dibagi   menjadi   3 golongan, yaitu: 1.Terdapat keluhan tentang fisik, akan tetapi tidak terdapat penyakit fisik dan kelainan organik yang dapat menyebabkan keluhan tersebut. 2. Terdapat kelainan organik tetapi yang primer yang menyebabkannya adalah faktor psikologis. 3. Terdapat kelainan organik tetapi terdapat juga gejala lain yang timbul bukan sebab penyakit organik itu, akan tetapi karena faktor psikologis. Faktor psikologis ini mungkin timbul akibat penyakit organik seperti kecemasan. ­­­­

(26)

yaitu: 1. Gejala­gejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, manifestasi dan jalannya yang sangat mencurigakan akan adanya gangguan psikosomatik. 2. Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak didapatkan penyakit organik yang dapat menyebabkan gejala­gejala. 3. Adanya suatu stres atau konflik yang menyulitkan penderita.  4. Reaksi penderita terhadap stres ini banyak hubungannya dengan gejala­ gejala yang dikeluhkannya, yaitu bahwa gejala­gejala itu secara psikosomatik merupakan manifestasi fisik dari konflik atau penyelesaianmasalah yang tidak memuaskan.  5. Terjadinya stres harus memiliki korelasi antara waktu dan timbulnya keluhan, bertambah beratnya penyakit yang ada. ­­­­ Untuk diagnosis perlu dievaluasi faktor­faktor sebagai berikut:  Komponen organik versus komponen nonorganik.  Komponen fungsional nonpsikogenik versus psikogenik.  Dasar kestabilan emosi (kepribadian premorbid dan predisposisi).  Stres yang menimbulkan gejala­gejala.  Beratnya gangguan fisik atau psikologik Penatalaksanaan

Tujuan terapi adalah kesembuhan, maksudnya adalah resolusi gangguan, reorganisasi gangguan, rerganisasi kepribadian, adaptasi yang lebih matang, meningkatkan kapasitas fisik dan okupasi serta proses penyembuhan, perbaikan penyakit, mengurangi secondary gain terhadap kondisi medisnya, serta menjadi patuh dengan pengobatan.

Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi yaitu:

Fase 1  : ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter bersama­sama   berusaha   dan   saling   membantu   melalui   anamnesis   yang   baik, pemeriksaan   fisik   yang   teliti   dan   tes   laboratorium   bila   perlu.   Diusahakan membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan dijelaskan kepada penderita

(27)

tentang   mekanisme   fisiologik   serta   keterangan   tentang   gejala­gejala.Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.

Fase 2  : merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk memberi keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien, dapat dikatakan antara lain :

• Bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh dan menderita.

• Bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah kita obati.

• Bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain.

• Bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan gangguan emosional.

• Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu, tetapi akan hilang atau berkurang bila diobati dengan baik.

• Bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan kecemasan.

• Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh sehingga timbul gejala.

• Bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa. • Bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat. Sering gejala merupakan pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan.

• Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.

Fase 3: ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang lebih banyak bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh   kepercayaaan   dan   pengertian.Dokter   menjelaskan   saja   agar   pembicaraan berjalan dengan baik, tidak terlalu menyimpang dari pokok pembicaraan. 

Psikoterapi Kelompok dan Terapi Keluarga

Pendekatan kelompok memberikan kontak interpersonal dengan orang lain yang menderita penyakit yang sama dan memberikan dukungan untuk pasien yang takut akan ancaman isolasi dan pengabaian. Terapi keluarga memberikan harapan perubahan hubungan antaranggota keluarga yang sering mengalami stres dan bersikap bermusuhan pada anggota keluarga yang sakit.

(28)

Teknik Relaksasi

Edmund Jacobson pada tahun 1983 mengembangkan suatu metode yang dinamakan relaksasi otot progresif untuk mengajarkan relaksasi tanpa menggunakan instrumentasi seperti yang digunakan di dalam biofeedback. Pasien diajari untuk merelaksasikan kelompok otot seperti yang terlibat di dalam "tension headache". Ketika mereka menghadapi dan menyadari situasi yang menyebabkan tegangan pada otot mereka, pasien dilatih untuk relaksasi. Metode ini adalah suatu tipe desensitisasi sistematik—suatu tipe terapi perilaku.2

Hipnosis

Hipnosis efektif untuk menghentikan merokok dan menguatkan perubahan diet. Hipnosis digunakan dalam kombinasi dengan perumpamaan yang tidak disukai (cth., rokok terasa menjijikkan). Beberapa pasien menunjukkan angka relaps yang cukup tinggi dan dapat memerlukan pengulangan program terapi hipnotik (biasanya tiga hingga empat sesi).

Biofeedback

Neal Miller pada tahun 1969 mempublikasikan tulisan pelopornya "Learning of Visceral and Glandular Response", yang melaporkan bahwa pada hewan, berbagai respons viseral yang diatur oleh sistem saraf otonom involuntar dapat dimodifikasi dengan pencapaian pembelajaran melalui operant conditioning yang dilakukan di laboratorium. Hal ini membuat manusia mampu mempelajari cara mengendalikan respons fisiologis involuntar tertentu (disebut biofeedback),seperti vasokonstriksi pembuluh darah, irama jantung, dan denyut jantung.

Perubahan fisiologis ini tampak memainkan peranan yang bermakna di dalam per-kembangan dan terapi atau penyembuhan gangguan psikosomatik tertentu. Studi seperti itu, faktanya, mengonfirmasi bahwa pembelajaran yang disadari dapat mengendalikan denyut jantung dan tekanan sistolik pada manusia.Biofeedback dan teknik-teknik terkait telah berguna pada tension headache, sakit kepala migrain, dan penyakit Raynaud.

Terapi Spesifik

(29)

Pada penyakit arteri koroner, untuk menghilangkan ketegangan psikis yang berhubungan dengan penyakit, klinisi menggunakan obat psikotropika, contohnya diazepam. Terapi yang digunakan untuk membantu melindungi terhadap aritmia akibat emosi adalah psikotropika dan obat penghambat beta seperti propanolol. Pengobatan psikofarmaka ditujukan bila terdapat gejala yang menonjol pada penyakit jantung psikogenik. Obat antiansietas dapat digunakan bila kecemasan yang timbul berat. Derivat benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas, dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas.

Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau bila sangat diperlukan, suntikan dapat diulang 2-4 jam dengan dosis 25-100 mg sehari dalam 2 atau 4 pemberian. Dosis diazepam adalah 2-20 mg sehari; pemberian suntikan dapat diulang tiap 3-4 jam. Klorazepam diberikan secara oral 30 mg sehari dalam dosis terbagi. Klordiazepoksid tersedia sebagai tablet 5 dan 10 mg.Diazepam berbentuk tablet 2 dan 5 mg. Diazepam tersedia sebagai larutan untuk pemberian rektal pada anak dengan kejang demam.

Sistem Pernapasan

Pasien asma harus diterapi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta mengatur kerja sistem saraf vegetatif dengan obat-obatan. Pada penderita tuberkulosis, faktor psikologis mempengaruhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi daya tahan pasien terhadap penyakit. Psikoterapi suportif adalah berguna karena peranan stres dan situasi psikososial yang rumit.

Sistem gastrointestinal

Penggunaan obat psikotropika umum dalam pengobatan berbagai gangguan gastrointestinal (GI). Pengobatan pada pasien dengan penyakit GI dipersulit oleh gangguan motilitas lambung dan penyerapan,dan metabolisme berkaitan dengan gangguan GI yang mendasarinya. Efek GI pada obat psikotropika dapat digunakan untuk efek terapi dengan gangguan GI fungsional.Sebuah contoh dari efek samping menguntungkan dari penggunaan TCA untuk mengurangi motilitas lambung pada IBS dengan diare.

(30)

Sistem neurologis

Migrain dan cluster headache paling baik diterapi selama periode prodromal dengan ergotamine tartrate (Cafergot) dan analgesik. Pemberian propranolol atau verapamil (Isoptin) profilaktik berguna jika sakit kepala sering terjadi. Sumatriptan (Imitrex) diindikasikan untuk terapi jangka pendek migrain dan dapat menghentikan serangan. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) juga berguna untuk profilaksis. Psikoterapi untuk menghilangkan efek konflik dan stres serta teknik perilaku tertentu (cth., biofeedback) telah dilaporkan berguna.

Psikofarmaka

Terapi penyakit psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara. Komponen-komponen yang harus dibedakan, ialah:

1. Terapi somatik

Hanya bersifat somanya saja dan pengobatan ini bersifat simtomatik. 2. Psikoterapi dan sosioterapi

Pengobatan dengan memperhatikan faktor psikisnya atau kepribadian secara keseluruhan.

3. Psikofarmakoterapi

Pengobatan psikosomatik dengan menggunakan obat-obat psikotrop yang bekerja pada sistem saraf sentral. Tiga golongan senyawa psikofarmaka:

1. obat tidur (hipnotik) 2. obat penenang minor

3. obat penenang mayor (neuroleptik) 4. antidepresan.

(31)

a) Mudah terjadi ketergantungan psikologis dan fisis, mungkin terjadi ketergantungan obat.

b) Depresi atau kehilangan sifat menahan diri dapat terjadi, yang akhirnya dapat menimbulkan kekacauan pikir.

c) Semua depresan sistem saraf sentral merupakan kontraindikasi pada payah paru (asma, emfisema, dispnea oleh sebab-sebab lain).

d) Gangguan psikomotorik

e) Lekas marah, kegelisahan dan anksietas sering terjadi bila obat dihentikan.

Hipnotik sebaiknya diberikan dalam jangka waktu pendek, 2-4 minggu cukup, walaupun sering timbul insomnia pantulan (rebound), bila pengobatan dihentikan. Oleh karena itu obat diberikan hanya beberapa malam saja tiap minggu. Yang dianjurkan senyawa-senyawa benzodiazepin berkhasiat pendek, yaitu:

- Nitrozepam (Dumolid, Mogadon) - Flurazepam (Dalmadorm)

- Triazolam (Halcion)

Pada insomnia dengan kegelisahan (ansietas), digunakan senyawa-senyawa fenotiazin, yaitu:

- Tioridazin (Melleril) - Prometazin (Phenergan). Obat Penenang Minor

Diazepam (valium) digunakan untuk ansietas, agitasi, spasme otot, delirium tremens hingga pada epilepsy. Pengobatan dengan benzodiazepin hanya diberikan pada ansietas hebat, dan maksimal 2 bulan sebelum dicoba dihentikan. Karena berakumulasinya benzodiazepin berkhasiat panjang, hingga khasiat obat berkurang.11 Obat Penenang Mayor

(32)

Kegagalan fungsi otak menimbulkan gangguan-gangguan kelakuan berupa rasa takut, penderitaan batin, atau menimbulkan kegelisahan, keluyuran, kegaduhan, agresi hingga kekerasan karena halusinasi dan khayalan. Hal ini bisa diatasi dengan menggunakan sedatif walaupun pemberian sedatif tidak dianjurkan karena sering timbul imobilitas. Yang paling sering digunakan ialah senyawa fenotiazin dan butirofenon, antara lain Klorpromazin (Largactil), Tioridazin (Melleril), dan Haloperidol (Serenace, Haldol).

Gejala-gejala psikosomatik sering ditemukan pada depresi. Depresi sering merupakan komplikasi penyakit fisis. Yang dianjurkan ialah senyawa-senyawa trisiklik dan tetrasiklik, yaitu Amitriptilin (Laroxyl), Imipramin (Tofranil), Mianserin (Tolvon), dan Maprotilin (Ludiomil).

Golongan benzodiazepin umumnya bermanfaat pada gangguan ansietas, yaitu pada ansietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder - GAD) obat pilihannya ialah Buspiron. Pada ansietas panik, obat pilihannya ialah alprazolam namun ada beberapa penelitian anksietas panik dapat diobati dengan antidepresan golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor).

Obsessive Compulsive Disorder (OCD) ialah varian gangguan cemas namun obat yang efektif untuk gangguan ini adalah golongan antidepresan misalnya Klomipramin maupun golongan SSRI seperti Sertralin, Paroksetin, Fluoksetin, dan sebagainya.11

Fobia juga varian gangguan cemas dan berespons baik pada pengobatan antidepresan. Misalnya fobia sosial membaik dengan pemberian Moklobemid (golongan RIMA-Reversible Inhibitory Monoamine Oksidase type A). Gangguan campuran ansietas-depresi juga memberikan perbaikan dengan obat-obat antidepresan. Beberapa obat antidepresan yang baru seperti telah disebut di atas antara lain:

- Golongan SSRI : sertralin, paroksetin, fluoksetin, fluvoksamin - Golongan RIMA : moklobemid

- Tianeptine

Penggunaan psikofarmaka hendaknya bersama-sama dengan psikoterapi yang efektif sehingga hasilnya akan lebih baik.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock: buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.387-97.

Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.h.814-28.

Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;2004.h.339-71

Budihalim S, Sukatman D. Buku ajar ilmu penyakit dalam : Psikosomatis. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.591-2.

Arsyad Z, Syahbuddin S. Buju ajar ilmu penyakit dalam: Aspek psikosomatis obesitas. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.657-8.

(34)

kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2013.h.310-16

Chuang L. Mental disorders secondary to general medical conditions. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/294131-overview#aw2aab6b3

Htay TT. Premenstrual dysphoric disorder. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/293257-overview#a0101. 14 Maret 2012

Noorhana SW. Buku ajar psikiatri: Faktor psikologik yang mempengaruhi kondisi medis (d/h gangguan psikosomatik). Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.287-64.

Arozal W., Gan S. Psikotropik. Dalam: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.h. 169-71.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 200 3

Jika nilai kejelasan, Menjalankan Tugas Secara professional dan Tidak Berpihak, menghargai komunikasi, konsultasi dan kerjasama, mengutamakan pencapaian hasil, meningkatkan

 Bukti dokumen penyampaian informasi dan koordinasi pedoman kegiatan kepada lintas program,..  Bukti dokumen penyampaian informasi dan koordinasi pedoman kegiatan kepada

masyarakat dalam pendidikan, yang berarti juga bertentangan dengan konsep Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS).. Pada kasus best practice ini, kita akan

Menjelaskan ikatan-ikatan kimia yang terlibat pada interaksi obat reseptor (ikatan kovalen, hidrogen, ion, dipol, van der Waals, dan hidrofob) dan peran ikatan

Nilai aktivitas kitin deasetilase dalam menghasilkan glukosamin merupakan suatu fungsi dari reaksi substrat glikol kitin (yang berasal dari glikol kitosan) terhadap enzim

Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap Sebagai Substitusi Bungkil Kedelai dalam Ransum Terhadap Nilai Kecernaan Ayam Pedaging Broiler

Factors that influence students' perceptions about a motorcycle gang in junior secondary school (MTs) Al-Muttaqin the absence of information about the motorcycle