• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Generasi muda yang sehat berasal dari anak-anak yang sehat pula, baik itu dari segi fisik maupun mental. Anak-anak merupakan tunas dan generasi penerus perjuangan bangsa yang memiliki peran yang strategis serta ciri dan sifat yang nantinya akan menjamin kelangsungan suatu bangsa di masa yang akan datang.

Yang dikatagorikan sebagai anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di usia tersebut anak sangat rentan dengan kekerasan baik fisik maupun psikis. Oleh karena itu anak perlu mendapat perlindungan dari Negara, dan diberi tempat bagi terpenuhinya hak-hak yang melekat di diri anak.

Negara Indonesia berupaya keras dan menjamin bahwa anak akan menerima yang mereka butuhkan agar mereka dapat hidup, tumbuh kembang secara sehat baik fisik maupun psikis. Bentuk jaminannya adalah dengan melakukan perlindungan terhadap hak anak yang dituangkan dalam UU No. 23 Tahun 2002.

Perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Adanya perlindungan anak difungsikan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak, yaitu :

a. Hak hidup

b. Hak Tumbuh Kembang c. Hak Perlindungan d. Hak Partisipasi

Sedangkan tujuan dari Perlindungan anak sebagaimana pasal 3 UU No. 23 Tahun 2002 sebagaimana diperbaharui dengan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Walaupun negara sudah menjamin perlindungan hak anak melalui undang-undang, tetapi masih banyak anak yang menjadi korban pelecehan terhadap hak mereka dan korban

(2)

2 dari pengaruh negatif era globalisasi. Terutama untuk kota-kota besar yang memiliki masalah lebih kompleks di era globalisasi. Salah satunya adalah Kota Semarang.

Sebagai kota besar, Kota Semarang mengalami kemajuan pesat dalam perkembangan ekonomi, sosial dan budaya. Dampak yang ditimbulkan pun menjadi bervariasi baik dampak positif maupun dampak negatif. Dalam dunia anak, dampak positif terlihat dari makin kreatifnya anak di Kota Semarang dengan berbagai even seperti siswa SMP asal Semarang meraih prestasi dalam lomba sains di Korea, termasuk proses pendidikan dan pelatihan yang dimulai sejak dini menciptakan olahragawati sepeda dari Semarang mendapat mendali emas dalam ajang ASIA Games 2018.

Di sisi lain, terdapat permasalah dari dunia anak Kota Semarang, seperti di tahun 2016, tercatat 138 kasus kekerasan yang terjadi di 8 sekolah dan 5 kampung. Diperkirakan masih banyak kasus serupa yang belum tercatat atau dilaporkan kepada pihak terkait. (www.radarsemarang.com); kasus pembunuhan sopir taksi online dan kasus pembegalan di Jalan Arteri oleh pelajar SMK di Semarang yang notabene pelakunya adalah anak; pembunuhan pekerja seks komersial di lokalisasi Sunan Kuning yang pelakunya juga masih berusia anak, anak jalanan yang masih berkeliaran; kasus bullying di sekolah hingga memakan korban dan masih ada kasus lain yang melibatkan anak.

Kota Semarang selalu berupaya keras dalam melakukan perlindungan terhadap anak seperti : mengesahkan beberapa peraturan terkait dengan hak anak; mensosialisasikan program yang melindungi hak anak; melaksakan berbagai kegiatan terkait dengan hak anak dan melibatkan anak melalui Forum Anak Kota Semarang dalam memberikan pendapat untuk kebijakan di Kota Semarang.

Selain kegiatan diatas, agar perlindungan dan hak anak terpenuhi, maka diperlukan pemantauan dan pendataan secara teratur dan tercatat secara berkala untuk menciptakan program-program yang tepat bagi perlindungan hak anak. Salah satu program yang dilaksanakan adalah pembuatan Profil Anak Kota Semarang Tahun 2018 sebagai bentuk pemantauan berkala akan kondisi anak di Kota Semarang.

2. MAKSUD DAN TUJUAN

Tujuan dari penyusunan Profil Anak Kota Semarang tahun 2018 adalah memberikan informasi secara berkala mengenai kondisi anak di Kota Semarang di lingkungan keluarga, pendidikan anak, kesehatan anak, dan perlindungan anak terhadap masalah sosial, hukum dan kekerasan.

Sedangkan maksud diterbitkannya Profil Anak Semarang Tahun 2018 ini adalah agar Pemerintah Kota Semarang dan OPD memiliki alat kerja yang :

(3)

3 1. Dapat dipakai sebagai bahan penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan

daerah, penentuan target kinerja pembangunan, dan perencanaan tolok ukur kinerja pembangunan daerah yang memiliki keberpihakan pada anak melalui Rencana Aksi Daerah dan Rancangan Program Kota Layak Anak tahun 2018 - 2023.

2. Dapat dipakai sebagai salah satu referensi untuk mendapatkan rekomendasi dan solusi bagi program dalam rangka mendorong pembangunan yang berpihak pada anak.

3. RUANG LINGKUP

1. Pemilihan indikator yang akan diteliti adalah : a. Kelembagaan

1) Tersedia peraturan/kebijakan daerah tentang kota layak anak 2) Terlembaga Kota layak anak antara lain :

a. Ada gugus tugas KLA dan berfungsi

b. Ada Rencana Aksi Daerah KLA yang masih berlaku c. Ada Profil Anak yang ter-update setiap tahun

d. Prosentasi Kelurahan Layak Anak yang mengintegrasikan Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat.

3) Keterlibatan lembaga masyarakat, dunia usaha dan media dalam mewujudkan Kota layak anak.

a. Terbentuk asosiasi pengusaha peduli anak

b. Hak Sipil dan Kebebasan

1) Persentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan kutipan akte kelahiran a. 100% anak teregistrasi

b. Persentase anak yang mendapat kutipan akte kelahiran di atas angka nasional dan meningkat

2) Tersedia fasilitas informasi layak anak

a. Jumlah fasilitas informasi layak anak yang dapat diakses anak tanpa biaya

b. Ada pengawasan konten informasi yang tidak layak anak c. Mekanisme pengaduan/pelaporan kasus kekerasan pada anak 3) Terlembaga partisipasi anak

a. Ada forum anak tingkat kota, legal dan aktif

b. Persentase forum anak kecamatan, kelurahan yang sudah terbentuk c. Persentase forum anak sebagai pelopor dan pelapor

(4)

4 d. Persentase forum anak yang terlibat dalam proses perencanaan

pembangunan daerah.

c. Hak Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif 1) Persentase perkawinan usia anak

2) Tersedia lembaga konsultasi penyedia layanan pengasuhan anak bagi orang tua dan keluarga

3) Persentase lembaga pengasuhan alternative tersandarisasi 4) Persentase pengembangan anak usia dini holistic dan integratif

5) Tersedia infrastruktur (sarana dan prasarana ruang publik yang ramah anak)

a. Ada ruang bermain anak (RBRA) dimanfaatkan oleh semua anak tidak berbayar

b. Persentase RBRA sesuai standar

c. Ada rute aman dan selamat dari dan ke sekolah d. Angka kecelakaan lalu lintas pada anak menurun e. Aksesibilitas untuk penyandang disabilitas

d. Hak Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan 1) Persentase persalinan di fasilitas kesehatan 2) Prevalensi status gizi balita

3) Persentase cakupan pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) usia di bawah 2 tahun

4) Persentase fasilitas kesehatan dengan pelayanan ramah anak

5) Persentase rumah tangga dengan akses air minum dan sanitasi yang layak

e. Hak Pendidikan,Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Seni Budaya 1) Persentase wajib belajar 12 tahun

2) Persentase sekolah ramah anak dan tersedia fasilitas untuk kegiatan budaya, kreativitas dan rekreatif ramah anak

f. Hak Perlindungan Khusus

1) Anak korban kekerasan dan penelantaran terlayani; persentase anak yang dibebaskan dari pekerja anak dan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak 2) Anak korban pornografi, NAPZA dan terinfeksi HIV/AIDS terlayani

(5)

5 4) Kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) khusus pelaku yang

terselesaikan melalui pendekatan keadilan diversi dan restoratif; anak korban jaringan terorisme; anak korban stigmatisasi akibat dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.

2. Menyimpulkan dan merumuskan alternatif program yang dapat dipakai untuk merancang program 2018-2023 yang berpihak bagi kepentingan perlindungan hak anak.

4. KERANGKA PIKIR

1. Penyusunan Profil Anak Kota Semarang untuk mengetahui sejauh mana program yang dilakukan pemerintah Kota Semarang telah memenuhi hak anak

2. Untuk melihat dan memetakan masalah kondisi anak di Kota Semarang.

3. Memenuhi studi literatur berupa buku-buku, laporan, dokumen, hasil penelitian peneliti lain, serta sumber lain termasuk studi media yang mengangkat perlindungan anak di Kota Semarang.

4. Diharapkan Profil Anak dapat menjadi rujukan utama dalam pengambilan kebijakan pembangunan yang berspektif pada anak di Kota Semarang.

5. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara sistematis publikasi profil ini disajikan dalam lima (5) bab. Pemilihan bab dalam penyusunan Profil Anak disesuaikan dengan lima kluster hak anak pada Konvensi Hak Anak (KHA) yakni: hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya, dan perlindungan khusus. Pengelompokan tentang isi KHA ke dalam lima kluster oleh Komisi Hak Anak PBB dilakukan dengan pertimbangan mempermudah pemahaman publik. Dalam setiap kluster telah ditentukan indikator rinci, meskipun demikian karena keterbatasan data, tidak semua indikator tersebut disajikan dalam publikasi ini. Penulisan penyusunan Profil Anak Tahun 2018 terdiri dari :

1. Halaman Judul 2. Kata Pengantar 3. Daftar Isi

(6)

6 5. Bab 1 : berisi tentang Latar Belakang Pemikiran, Tujuan, Ruang Lingkup, Kerangka Alur

Pikir dan Sistematika Penulisan. 6. Bab 2 : berisi tentang

Landasan Teori Undang-Undang Internasional maupun Undang-Undang Nasional; Kerangka teori terkait dengan penjabaran profil anak.

7. Bab 3 : berisi tentang metode penyusunan Profil Anak Kota Semarang, baik pendekatannya maupun proses penyusunan analisa

8. Bab 4 : berisi tentang Gambaran Umum Kota Semarang, termasuk didalamnya berisi tentang sejarah, geografis dan kependudukan.

9. Bab 4 : berisi tentang pembahasan Profil Anak dengan mengacu pada indikator kelembagaan; hak sipil dan kebebasan; hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, hak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya; hak perlindungan khusus.

(7)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

1. UNDANG-UNDANG INTERNASIONAL a Konvensi PBB Hak Anak Tahun 1989

Konvensi PBB Hak Anak yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi No.44/25 tanggal 20 November 1989. Konvensi ini secara tegas menetapkan hal-hal penting tentang:

1) Hak-hak yang melekat pada diri anak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan diri mereka.

2) Hak-hak atas sebuah nama dan kewarganegaraan sejak lahir.

3) Hak-hak perlindungan dari penelantaran dan kekerasan fisik atau pun mental, termasuk siksaan dan eksploitasi.

4) Hak-hak atas pemeliharaan, pendidikan, dan perawatan khusus.

5) Hak-hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai dengan menitikberatkan pada upaya-upaya preventif, pendidikan kesehatan, dan penurunan angka kematian anak.

6) Hak-hak atas pendidikan dasar yang harus disediakan oleh Negara. Dengan penerapan disiplin dalam sekolah yang menghormati harkat dan martabat anak. 7) Hak-hak untuk beristirahat dan bermain, dan mempunyai kesempatan yang sama

atas kegiatan-kegiatan budaya dan seni.

8) Hak-hak memperoleh perlindungan dari eksploitasi ekonomi dan pekerjaan yang dapat merugikan pendidikan mereka, atau membahayakan kesehatan dan kesejahteraan mereka.

9) Hak-hak atas perlindungan dari penyalahgunaan obat-obat terlarang dan keterlibatan dalam produksi atau peredarannya.

10) Hak-hak memperoleh perlindungan dari upaya penculikan dan perdagangan anak. 11) Hak-hak memperoleh perawatan atau pelatihan khusus untuk penyembuhan dan

rehabilitasi bagi korban perlakuan buruk, penelantaran dan eksploitasi.

12) Hak-hak mendapat perlakuan manusiawi dalam proses hukum sehingga memajukan rasa harkat dan martabat anak-anak yang terlibat kasus hukum untuk kepentingan mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat.

(8)

8 Tabel 2.1

Pasal-pasal dalam Konvensi Hak Anak berdasarkan klaster

No Kelompok (Cluster) Pasal (KHA)

I Langkah-langkah Implementasi Umum Pasal 4; 42 dan 44 ayat 6

II Definisi Anak Pasal 1

III Prinsip-Prinsip Umum

1 Non diskriminasi Pasal 2

2 Yang terbaik bagi anak Pasal 3

3 Hak hidup dan kelangsungan hidup Pasal 6 4 Penghargaan terhadap pandangan anak Pasal 12 IV Hak Sipil dan Kemerdekaan

1 Pencatatan kelahiran Pasal 7

2 Hak untuk dilindungi identitas Pasal 8 3 Hak atas kebebasan berpendapat Pasal 13 4 Hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani

dan berkeyakinan

Pasal 14 5 Hak atas kebebasan berkumpul secara

damai

Pasal 15

6 Hak atas privasi Pasal 16

7 Hak atas informasi yang bermanfaat Pasal 17 8 Hak atas perlindungan dari kekerasan,

penyiksaan, perlakuan hukum tidak manusiawi

Pasal 37 (a)

V Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif

1 Hak atas bimbingan orangtua Pasal 5

2 Tangungjawab orangtua Pasal 18 ayat 1 dan 2

3 Hak untuk tidak dipisahkan dari orangtua Pasal 9 4 Penyatuan kembali dengan orangtua Pasal 10

5 Pemindahan ilegal Pasal 11

6 Perlindungan dari kekerasan fisik, mental, seksual, pencideraan dalam asuhan orangtua, wali atau orang lain yang memelihara anak

Pasal 19

7 Anak-anak yang terpisah dari lingkungan keluarga

Pasal 20

8 Adopsi Pasal 21

9 Peninjauan atas penempatan Pasal 25 10 Pemulihan tangungjawab orang tua Psal 27 ayat 4 11 Pemulihan fisik, psikologi dan reintegrasi

sosial bagi anak-anak korban kekerasan,

(9)

9 eksploitasi, penyiksaan, hukuman yang

kejam

VI Kesehatan dan kesejahteraan dasar

1 Hak hidup dan kelangsungan hidup Pasal 6 2 Hak atas pelayanan dan perawatan

kesejahteraan dasar

Pasal 18 ayat 3 3 Hak anak-anak difabel (anak-anak cacat) Pasal 23

4 Hak atas kesehatan Pasal 24

5 Hak atas jaminan sosial Pasal 26

6 Standart kesejahteraan Pasal 27 ayat 1-3 VII Pendidikan, waktu luang dan kegiatan

budaya

1 Hak atas pendidikan Pasal 28

2 Tujuan pendidikan Pasal 29

3 Hak atas waktu luang, rekreasi dan kegiatan budaya

Pasal 31 VIII Perlindungan khusus

a Anak – anak dalam sistem emergency

1 Pengungsian anak Pasal 22

2 Anak dalam konflik bersenjata Pasal 38

b Anak dalam situasi berkonflik dengan hukum Pasal 37; pasal 40 c Anak korban kekerasan dan eksploitasi

1 Anak-anak korban eksploitasi ekonomi Pasal 32

2 Anak-anak korban eksploitasi seksual Pasal 37 (b)-(d); pasal 34

3 Anak-anak korban penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang

Pasal 33 4 Anak-anak korban penculikan, penjualan dan

perdagangan anak

Pasal 35 5 Anak-anak dari suku minoritas, penduduk asli

dan terasing

Pasal 30 Sumber : www.satunama.org

2. UNDANG-UNDANG NASIONAL a. UUD Tahun 1945

Menurut Konvensi Hak-Hak anak menyatakan bahwa kegiatan penyelenggaraan perlindungan anak diantaranya meliputi prinsip berikut ini :

1. Non diskriminasi

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak

(10)

10 4. Penghargaan terhadap anak

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1974 tentang Kesejahteraan Anak

Undang-undang ini mengatur hak dan perlindungan anak, yang mencakup hak anak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang dalam keluarga untuk mencapai tumbuh kembang anak secara optimal; pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial; pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan sampai dilahirkan; perlindungan terhadap faktor-faktor yang membahayakan disekitar lingkungan hidup anak.

c. Dalam Bab III Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana diperbaharui dengan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Tentang Hak Dan Kewajiban Anak antara lain adalah :

1. Setiap anak memiliki hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, serta berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Selain itu, anak-anak juga berhak untuk mendapatkan perlindungan dari adanya tindak kekerasan maupun diskriminasi.

2. Setiap anak berhak untuk memiliki sebuah nama dan status kewarganegaraan sebagai identitas dirinya.

3. Setiap anak berhak untuk dapat melaksanakan kegiatan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Selain itu, ia juga berhak untuk berfikir serta berekspresi yang sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasannya. Tentu saja hal tersebut harus selalu dalam bimbingan orang tua dan tidak ada paksaan bagi mereka dalam melakukannya.

4. Setiap anak memiliki hak untuk mengetahui siapa orang tua kandungnya serta berhak untuk diasuh dan dibesarkan oleh mereka. Selain itu, seorang anak juga berhak untuk menjadi seorang anak angkat atau anak asuh apabila ternyata orang tua kandung tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak tersebut.

5. Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan serta jaminan sosial bagi fisik, mental, spriritual, maupun kehidupan sosialnya.

6. Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak untuk perkembangan pribadi dan tingkat kecerdasannya tanpa adanya unsur paksaan dan sesuai dengan minat, bakat, serta kemampuannya.

7. Anak juga berhak untuk dapat mengeluarkan serta didengarkan pendapatnya. Ia juga berhak mencari, menerima, serta menyampaikan informasi sesuai dengan

(11)

11 umur dan tingkat kemampuannya dengan tujuan untuk mengembangkan pribadinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

8. Setiap anak berhak untuk memanfaatkan waktu, seperti untuk beristirahat, bergaul dengan teman sebaya, bermain, serta berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan dirinya.

9. Setiap anak berhak untuk mendapatkan rehabilitasi, bantuan sosial, serta pemeliharaan tingkat kesejahteraan sosialnya terutama bagi mereka penyandang cacat.

10. Anak berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan ketidakadilan seperti diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekejaman, penganiayaan, maupun tindakan menyimpang lainnya. Selain itu, mereka juga berhak mendapatkan perlindungan dari kegiatan atau praktik-praktik yang dapat melibatkan mereka dalam kegiatan politik, persengketaan, kerusuhan, kekerasan, atau juga peperangan.

11. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari hukuman yang tidak manusiawi seperti penganiayaan dan penyiksaan. Dan mereka juga berhak atas kebebasan sesuai dengan hukum yang berlaku.

12. Setiap anak yang menjadi korban perampasan kebebasan, maka ia berhak atas perlindungan bantuan hukum, pembelaan diri, mendapatkan keadilan di depan pengadilan, serta perlakuan yang manusiawi. Dan bagi anak-anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak untuk dirahasiakan. Selain itu, mereka juga berhak untuk mendapatkan bantuan hukum atau bantuan lainnya.

3. TEORI INDIKATOR HAK ANAK

a.

Kelembagaan

Indikator Kelembagaan menjelaskan mengenai tersedianya peraturan/kebijakan daerah yang berfungsi untuk melindungi kepentingan anak. Peraturan/Kebijakan daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota). Peraturan Daerah terdiri atas: Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kota/Kota1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berisi tentang “Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur”. . Selanjutnya dalam pasal 1 angka 8 Undang-Undang

(12)

12 Nomor 12 Tahun 2011 berisi tentang “Peraturan Daerah Kota/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota”

Materi muatan peraturan daerah merupakan materi pengaturan yang terkandung dalam suatu peraturan daerah yang disusun sesuai dengan teknik legal drafting atau tehnik penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 14, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan disebutkan bahwa materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan atau penjabatan lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

b.

Hak Sipil dan Kebebasan

Hak Sipil adalah hak kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai hakikat dari keberadaan seorang manusia. Arti kata sipil adalah kelas yang melindungi hak-hak kebebasan individu dari pelanggaran yang tidak beralasan oleh pemerintah dan organisasi swasta, dan memastikan kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam kehidupan sipil dan politik negara tanpa diskriminasi atau penindasan.

Hak-hak sipil yang ada di setiap negara dijamin secara konstitusional. Hak-hak sipil bervariasi di setiap negara karena perbedaan dalam demokrasi, namun demikian beberapa hak sipil universal yang sudah dipahami oleh kebanyakan orang seperti kebebasan : berbicara, berpikir dan berekspresi, agama serta pengadilan yang adil dan tidak memihak.

Dalam materi muatan pada kluster hak sipil dan kebebasan dengan mengacu pada KHA terdapat beberapa uraian tentang :

1. Akta lahir

Akta kelahiran atau bisa disebut dengan akta lahir adalah tanda bukti berisi pernyataan yang teramat sangat penting dan diperlukan guna mengatur dan menyimpan bahan keterangan tentang kelahiran seorang bayi dalam bentuk selembar kertas yang sudah dicetak. Setiap kalinya, istilah seperti ini dapat mengacu kepada setiap catatan resmi berlandaskan undang-undang yang resmi menetapkan hal-hal mengenai kelahiran seorang anak dan juga berlaku pada salinan lembaran pencatatan akta lahir yang dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

2. Fasilitas informasi layak anak

a.

Fasilitas informasi layak anak berupa fasilitas informasi serta ruang publik yang memudahkan bagi anak untuk beraktivitas, tumbuh dan berkembang. Ruang publik

(13)

13 tersebut haruslah mudah diakses untuk anak serta disediakan gratis oleh pemerintah.

b.

Fasilitas publik tersebut seperti sekolah, perpustakaan, tempat bermain dan lain sebagainya. Ke semua fasilitas yang disyaratkan haruslah memenuhi keamanan dan kenyamanan seorang anak serta bebas dari unsur kekerasan, diskriminasi dan rasialisme, kevulgaran dan pencabulan serta ekspos berlebihan terhadap data diri anak. Contoh konkretnya, bebasnya jalanan dari pelbagai iklan rokok yang dapat menyesatkan persepsi anak.

3. Forum anak

Forum Anak adalah wadah partisipasi anak untuk menampung aspirasi suara anak, yang di kelola oleh anak-anak berusia belum 18 tahun, bekerjasama dengan pemerintah, dan berperan memberikan masukan dalam proses perencanaan, pemantauan serta evaluasi kebijakan program dan kegiatan pembangunan daerah. Forum anak merupakan wadah partisipasi anak yang terdiri dari kelompok-kelompok dan organisasi anak yang ada di suatu wilayah.

Forum Anak Nasional (FAN) adalah organisasi anak yang dibina oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, untuk menjembatani komunikasi dan interaksi antara pemerintah dengan anak-anak di seluruh Indonesia dalam rangka pemenuhan hak partisipasi anak. Forum anak dapat juga diartikan sebagai pertemuan anak-anak dari berbagai kelompok untuk membicarakan sesuatu hal. Forum ini dikembangkan pada setiap jenjang

administrasi pemerintahan seperti kelurahan, desa, kawasan,

kecamatan, Kota/kota, provinsi, hingga tingkat nasional.

Kegiatan Forum Anak Nasional tidak hanya merumuskan suatu deklarasi, melainkan fokus pada peningkatan kapasitas anak di bidang penanaman nilai-nilai luhur budaya bangsa, nasionalisme, patriotisme, serta pengembangan karakter bangsa (nation

character building) yang di sampaikan dalam suasana bermain, partisipatif dan rekreatif

berdasarkan tema-tema yang ditentukan. Forum Anak Nasional dapat dihadiri oleh seluruh anak Indonesia yang memiliki prestasi, menjadi pengurus provinsi, Kota/kota dan direkomendasikan oleh pemerintah setempat.

(14)

14

c.

Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif

1. Perkawinan anak

Diatur dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia menikah di Indonesia adalah 19 tahun untuk lelaki dan 16 tahun untuk perempuan.

Ada banyak faktor yang mendorong terjadinya perkawinan anak di lingkungan masyarakat. Di antaranya adalah kemiskinan, ketidaksetaraan gender, nilai budaya dan agama, perilaku berisiko, pendidikan seksual yang tidak memadai, serta kehamilan yang tidak diinginkan. Di Indonesia, perkawinan anak dengan dalih memutus rantai kemiskinan keluarga dan ketidaksetaraan gender kerap dijadikan alasan utama perkawinan anak.

Tapi sekarang, ada tren menikah muda, yang inisiatif (menikah muda) datang dari anak-anak itu sendiri termasuk ada gerakan menikah muda.

2. Lingkungan Keluarga; Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dan Panti Sosial AsuhanAnak (PSAA)

Keluarga sebagai lingkungan terdekat bagi anak sangat menentukan masa depan anak. Salah seorang psikolog Yulia D Gunarsa menyatakan bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam bagi anak. Dari anggota keluarganya (ayah, ibu dan saudara-saudaranya) anak memperoleh segala kemampuan dasar, baik intelektual maupun sosial2.

Pengasuhan terbaik untuk anak ada dalam keluarga. Ini juga melekat tanggung jawab anak pertama-tama ada pada keluarga. Konsep dasar pengasuhan anak dalam keluarga menitik beratkan pada kemampuan lingkungan untuk menjaga tumbuh kembang anak secara optimal melalui pendekatan asah, asih dan asuh. Anak membutuhkan stimulasi mental (asah) yang menjadi cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan), perkembangan psikososial, kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, moral, kepribadian dan produktivitas. Kebutuhan akan kasih sayang (asih) dari orang tua akan menciptakan ikatan yang erat (bounding) dan kepercayaan dasar (basic trust) antara anak dan orang tua. Kebutuhan fisik biomedis (asuh) meliputi pangan, gizi dan pemenuhan kebutuhan dasar anak.

Namun tidak semua anak dapat diasuh langsung oleh orang tua baik Ayah dan atau Ibu dalam keluarga. Anak yang belum berkesempatan mendapatkan haknya diasuh dalam keluarga maka harus tetap mendapatkan perlindungan melalui pengasuhan alternatif salah

2Yulia Singgih D Gunarsa, Dra., Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman, Penerbit PT BPK Gunung Mulia, 2009, hal. 5

(15)

15 satunya pengasuhan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) baik anak asuh di dalam maupun di luar Panti.

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) ialah lembaga sosial nirlaba yang menampung, mendidik dan memelihara anak-anak yatim, yatim piatu dan anak terlantar3. Sedangkan Menurut Depsos (2004 : 4), Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada anak telantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak telantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi pengembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan nasional.

3. Pengembangan anak usia dini holistik dan integratif

Anak usia dini adalah anak sejak janin dalam kandungan sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dikelompokkan atas janin dalam kandungan sampai lahir, lahir sampai dengan usia 28 hari, usia 1 sampai dengan 24 bulan, dan usia 2 sampai dengan 6 tahun.

Pengembangan anak usia dini holistik-integratif adalah upaya pengembangan anak usia dini yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling terkait secara simultan, sistematis, dan terintegrasi. Dan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. Kebijakan dalam peraturan tersebut menekankan bahwa setiap anak harus mendapatkan pelayanan kesehatan, gizi, perawatan, perlindungan, rangsangan pendidikan secara berkesinambungan sejak janin sampai usia 6 tahun dengan sistem pelayanan menyeluruh dan terintegrasi.

Pengintegrasian POSYANDU dengan BKB dan PAUD ini memiliki peran penting dan strategis dalam upaya mengatasi kesenjangan karena terlibat langsung dalam upaya meningkatkan kesejahteraan orangtua dan anak dalam berbagai aspek. Posyandu memantau kesehatan ibu dan anak, PAUD memfasilitasi balita bermain dan belajar bersama yang dibimbing oleh mentor/guru PAUD, sementara BKB memberikan ruang untuk orangtua menggali pengetahuan dan keterampilan mengenai pengasuhan anak yang baik. Hal ini

(16)

16 membawa harapan agar orangtua dan anak memiliki wadah untuk memantau dan menstimulasi tumbuh kembang anak secara optimal.

4. Ruang bermain anak yang ramah anak

Salah satu point yang diatur dalam Konvensi Hak Anak, bahwa anak (Save the Children, 1996:13-15) mempunyai hak untuk bermain, ini artinya tersedia areal hijau dan ruang terbuka untuk bermain. Lokasi tempat bermain dengan rumah khususnya untuk anak kecil dan anak dengan kecacatan. Ruang bermain ramah anak secara khusus difasilitasi pemerintah untuk memenuhi hak anak khususnya hak bermain.

Selain itu anak juga mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan transportasi umum – mengakses tranportasi umum yang baik untuk semua merupakan hal yang esensial. Untuk memenuhi hak anak, bagaimana pun transportasi yang aman adalah berjalan kaki, naik sepeda atau mengakses transportasi yang tidak menghasilkan polusi; dan ramah anak.

5. Rute aman dan selamat dari dan ke sekolah

Rute Aman Selamat Sekolah merupakan bagian dari kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas berupa penggunaan jaringan jalan, pengendalian lalu lintas dan penyediaan sarana angkutan umum dari lokasi pemukiman menuju sekolah. Bentuk rute aman ke sekolah antara lain : zona selamat sekolah (ZOSS0, zebra cross, pita pengejut, trotoar dan marka jalan untuk memberi akses anak dari dan ke sekolah secara aman.

6. Aksesibilitas untuk penyandang disabilitas

Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang termasuk penyandang disabilitas dan lansia guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Standar aksesibilitas bangunan gedung, fasilitas dan lingkungan termasuk detil ukuran dan penerapannya diatur melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 30 Tahun 2006.

Aksesibilitas penting untuk mewujudkan kesamaan, kesetaraan, kedudukan dan hak kewajiban serta peningkatan peran penyandang disabilitas dan lansia. Maka diperlukan sarana dan upaya yang memadai, terpadu/inklusif dan berkesinambungan yang pada akhirnya dapat mencapai kemandirian dan kesejahteraan penyandang disabilitas dan lansia

d.

Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan

Menurut WHO (World Health Organization) Kesehatan adalah suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan4.

(17)

17 Kesehatan dasar dan kesejahteraan menjadi salah satu tolak ukur untuk memajukan kesejahteraan bangsa, yang berarti : memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan ketenteraman hidup. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah dan swasta bersama-sama. Hal yang terkait dengan kesehatan dasar dan kesejahteraan seperti :

1. Gizi Kurang, Gizi Lebih, Pendek (stunting)

a.

Gizi Kurang

Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.Gizi buruk adalah kondisi gizi kurang hingga tingkat yang berat dan di sebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama, (Khaidirmuhaj, 2009).

b.

Gizi Lebih

Gizi lebih terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluargan energi. Asupan energi yang berlebihan secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan, berat badan lebih (overweight) dan obesitas. Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serta) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positif ini. Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energi yang postiif.

c.

Pendek (stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severel. Dengan kata lain stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya.

2. Layanan Kesehatan Ibu Hamil dan Persalinan

Pelayanan prenatal/antenatal merupakan pelayanan kesehatan yang didapatkan dari bidan maupun dokter saat seorang wanita menjalani masa kehamilan. Tujuan dari pelayanan

(18)

18 prenatal ini adalah untuk menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama masa kehamilan sehingga ibu hamil dan janin dan kandungannya tetap sehat. Seorang bayi yang ibunya tidak menjalani pelayanan prenatal memiliki kecenderungan sebanyak 3 kali lebih tinggi untuk mengalami berat bayi lahir rendah dan 5 kali lebih tinggi untuk meninggal. Ibu hamil yang menjalani pelayanan prenatal dapat mengetahui berbagai risiko dan komplikasi kehamilan secara dini sehingga dapat diarahkan untuk melakukan rujukan ke rumah sakit.

Kunjungan pelayanan prenatal dilakukan minimal 4 kali selama masa kehamilan. • Kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan;

• Kehamilan trimester kedua (14 – 28 minggu) satu kali kunjungan;

• Kehamilan trimester ketiga (28 – 36 minggu dan setelahnya) dua kali kunjungan.

3. ASI (Air Susu Ibu) Eksklusif

ASI eksklusif adalah intervensi yang paling efektif untuk mencegah kematian anak. Oleh sebab itu sebuah deklarasi yang disahkan oleh WHO/UNICEF dan ditandatangai seluruh negara-negara anggotanya pada tahun 1990 di Italia, memuat tentang hal ini. Pada versi pertama masih disebutkan tentang jangka waktu ASI eksklusif selama 4-6 bulan. Kemudian pada tahun 1999 deklarasi ini di perbarui dengan menetapkan bahwa jangka waktu minimal menjadi 6 bulan.Kini ASI Eklusif ditetapkan secara resmi menjadi 0-6 bulan wajib bagi bayi.

4. Layanan Kesehatan Ramah Anak

Keselamatan Ibu dan Anak adalah upaya pelayanan terpadu yang bertujuan melindungi ibu dan anak mulai dari masa kehamilan sampai usia remaja berdasarkan konsep pelayanan yang menyeluruh dan berkesinambungan, yang bukan hanya melakukan intervensi pada saat ibu sudah hamil dan bersalin, namun dimulai sejak usia bayi, anak, usia remaja, dan dewasa dalam siklus pelayanan berkesinambungan dan sedapat mungkin mengintegrasikan pelayanan dari hulu sampai hilir dari semua bentuk pelayanan atau program yang menempatkan ibu dan anak sebagai sasaran, baik lintas program maupun lintas sektor.

5. Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau memprosikan produk tembakau. Penetapan kawasan tanpa rokok adalah upaya perlindungan untuk masyarakat (termasuk anak-anak) terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penetapan kawasan tersebut perlu dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat bela jar, tempat

(19)

19 bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, kantor dan tempat lain yang ditetapkan untuk melindungi masyarakat.

6. Air Layak Minum

Air layak minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia. Menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air layak untuk diminum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung mikroorganisme yang berbahaya, dan tidak mengandung logam berat. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002). Maka dari itu, rumah tangga perlu memiliki fasilitas air yang layak dikonsumsi untuk keperluan hidup sehari-hari.

e.

Pendidikan dan Pemanfaatan Waktu Luang 1. Prosentase Wajib Belajar 12th

Wajib belajar merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).

Program ini mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Landasan pokok keberadaan sistem pendidikan nasional adalah UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) yang menyatakan bahwa : Tiap tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.

Selain itu diukur pula : Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah dan sebagai indikator dasar yang digunakan untuk melihat akses pada pendidikan khususnya bagi penduduk usia sekolah. Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan proporsi penduduk kelompok usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya terhadap jumlah penduduk pada kelompok usia sekolah tersebut.

Angka Partisipasi Kasar (APK) didefinisikan sebagai proporsi penduduk yang masih sekolah pada kelompok jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah keseluruhan penduduk pada kelompok umur jenjang pendidikan tersebut.

2. Sekolah Ramah Anak

Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah satuan pendidikan formal, nonformal dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi

(20)

20 dan perlakuan salah lainya serta mendukung partisipasi anak tertuma dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawaasan dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak di pendidikan5. Terdapat sejumlah indikator sekolah ramah anak yang dikembangkan baik oleh Kemendikbud, Kemenag, ChildFund maupun NGO internasional yang lain.

a. Konsep SRA

Sekolah ramah anak merupakan upaya mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak selama 8 jam anak berada di sekolah, melalui upaya sekolah untuk menjadikan sekolah : bersih; aman; ramah; indah; inklusif; sehat; asri; nyaman

b. Tujuan Dibentuknya SRA

1. Mencegah kekerasan terhadap anak dan warga sekolah lainnya

2. Mencegah anak mendapatkan kesakitan karena keracunan makanan dan lingkungan yang tidak sehat

3. Mencegah kecelakaan di sekolah yang disebabkan prasarana maupun bencana alam

4. Mencegah anak menjadi perokok dan pengguna napza

5. Menciptakan hubungan antar warga sekolah yang lebih baik, akrab dan berkualitas 6. Memudahkan pemantauan kondisi anak selama anak berada di sekolah

7. Memudahkan mencapai tujuan pendidikan 8. Menciptakan lingkungan yang hijau dan tertata 9. Ciri khusus anak menjadi lebih betah di sekolah

10. Anak terbiasa dengan pembiasaan- pembiasaan yang positif

3. Kebudayaan yang melibatkan anak kota

Menurut Prof. DR. Koentjoroningrat (doktor antropologi dari Universitas Indonesia) pengertian kebudayaan adalah "keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar"6.

5www.kla.id/sekolah-ramah-anak

(21)

21

Dalam pelaksanaan kota yang layak untuk anak, kegiatan kebudayaan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga melibatkan anak, agar kebudayaan daerah/nasional terus berkembang dan pada akhirnya pelaku yang melestarikan kebudayaan tersebut adalah anak-anak.

f.

Perlindungan Khusus

1. Anak korban kekerasan dan penelantaran Persoalan anak :

a. Anak korban kekerasan

Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi. Ada empat kategori utama tindak kekerasan terhadap anak: pengabaian, kekerasan fisik, pelecehan emosional/psikologis, dan pelecehan seksual anak.

b. Anak dalam lingkungan buruk

Pengertian lingkungan hidup yang lebih mendalam menurut No 23 tahun 2007 adalah kesatuan ruang dengan semua benda atau kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya ada manusia dan segala tingkah lakunya demi melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia maupun mahkluk hidup lainnya yang ada di sekitarnya.

Jadi lingkungan anak adalah lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak. Lingkungan buruk dapat menyebabkan perkembangan anak menjadi tidak baik. Anak akan sering mendapatkan masalah dan pertumbuhan anak untuk menjadi dewasa juga terhambat.

c. Anak berhadapan dengan hukum (ABH)

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum (children in conflict with the law), adalah sebagai berikut : “Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah Anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

d. Anak terlantar, jalanan dan anak yang dipekerjaan

Anak terlantar sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk kategori anak rawan atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus (childer in need of

(22)

22

special protectoin). karena suatu sebab mereka tidak dapat terpenuhi kebutuhan

dasarnya dengan wajar, baik secara rohani maupun secara jasmani.

Seorang anak dikatakan terlantar, bukan sekedar karena ia sudah tidak lagi memiliki salah satu atau kedua orang tua, tetapi terlantar disini juga dalam pengertian ketika hak-hak anak untuk tumbuh berkembang secara wajar , hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan hak untuk memperoleh

pelayanan kesehatan yang memadai tidak terpenuhi karena

kelalaian,ketidakmengertian orang tua ataupun karena kesenjangan.

2. Anak rentan : pornografi, NAPZA dan terinfeksi HIV/AIDS

Penyebab pertambahan jumlah remaja yang terkena HIV/AIDS adalah kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pengawasan dan pendampingan kepada para remaja. Teknologi sekarang yang lebih longgar, membuat para remaja kaget dengan hal tersebut. Mereka menemukan hal baru seperti hal yang berbau pornografi karena belum dibekali mengenai hal tersebut, mereka penasaran dan mencoba. Untuk mencegah semakin bertambahnya remaja yang terpapar HIV/AIDS, perlu ada pendidikan seks sejak dini. Anak-anak dan remaja perlu dibekali pendidikan primer dan sekunder mengenai organ reproduksi mereka. Pendidikan seks bukan hanya bagi mereka yang mau nikah, tetapi juga anak-anak dan remaja. Dengan begitu mereka mempunyai bekal dan diharapkan dapat mengurangi pertumbuhan penderita HIV/AIDS dikalangan remaja.7

(23)

23 BAB III

METODE PENYUSUNAN

1. TIPE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan analisa kualitatif sebagai unsur utama yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian ini mengambil data-data dari SKPD, badan, kantor yang ada di Kota Semarang untuk selanjutnya disajikan secara deskriptif dengan memotret keberaan anak di Kota Semarang. Yakni satu model penelitian yang dimaksud membuat analisis terhadap gambaran (deskritif) mengenai data-data informasi, kejadian-kejadian secara sistematis, faktual dan akurat.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan iinduktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif, akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berpikir formal dan argumentatif8.

2. SUMBER DATA

Mengacu pada Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. 9

Penelitian ini menggunakan sumber data :

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung oleh peneliti melalui wawancara dengan responden. Yakni sejumlah tokoh masyarakat, aktivis LSM, ormas, Pemerintah, para UPD dan sebagian anak-anak.

Sumber data diperoleh dari UPD terkait dalam unsur pokok Gugus Tugas pemenuhan hak anak di Kota Semarang.

a. Hak Sipil dan Kebebasan : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang; Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo); Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumen; DP3A.

b. Hak Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang; Kemenag; Pengadilan Negeri; Pengadilan Agama dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang.

8 Azwar, Saifudin ”Metode Penelitian”, tahun 1998

(24)

24 c. Hak Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan : Dinas Kesehatan; Dinas Pertanian,

Kehutanan dan Perkebunan; Dinas Peternakan; Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang.

d. Hak Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Seni Budaya : Dinas Pendidikan; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; BLH; Dishubkominfo; DKP; Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Semarang.

e. Hak Perlindungan Khusus : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Semarang (BPPKB); Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Semarang; Pengadilan Negeri; Kasubag Bantuan Hukum pada Bagian Hukum Setda Kota Semarang; PPA Polres Kota Semarang; Ketua Forum Anak Kota Semarang; LSM.

2. Data Sekunder, sumber data ini berasal dari literatur berupa buku-buku, laporan, dokumen, hasil penelitian peniliti lain, serta sumber lain termasuk studi media yang memiliki relenvansi dengan permasalahan penitian yang diangkat.

3. PENETAPAN INFORMAN

Dalam penelitian ini penetapan informan menggunakan teknik purposive sampling. Dimana peneliti menetapkan responden berdasarkan anggapan bahwa responden yang dipilih dapat memberikan informasi yang diinginkan peneliti yang relevan dengan permasalahan peniliti. Sampel yang diambil didasarkan pada pertimbangan tertentu dari peneliti atas alasan dan tujuan tertentu yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah 10. Informan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejumlah tokoh masyarakat, aktivis LSM, Pemerintah Kota Semarang SKPD dan sebagian anak-anak yang relevan dengan penelitian ini.

4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tehnik pengumpulan data berupa :

1. Wawancara Mendalam (indept interview)

Tehnik ini digunakan peneliti untuk dapat mendapatkan informasi, serta memahami makna yang lebih dalam dari hasil analisa observasi maupun data yang telah diperoleh melalui informan yang telah ditentukan. Melalui wawancara

(25)

25 mendalam tersebut akan dapat mengemukakan segala hal yang berhubungan dengan persoalan dalam penelitian ini.

Wawancara yang digunakan oleh peneliti menggunakan jenis pendekatan petunjuk umum wawancara seperti yang diungkapkan Patton. Dimana jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Demikian pula penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk wawancara dalam hal-hal tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup.11

Wawancara ini dapat berkembang di lapangan sesuai dengan kebutuhan peneliti untuk menggali informasi lebih dalam. Wawancara dilakukan kepada sejumlah tokoh masyarakat, aktivis LSM, Pemerintah Kota Semarang, Anggota DPRD Kota Semarang dan relawan.

2. Kuesioner

Kuesioner merupakan suatu bentuk instrument pengumpulan data yang sangat fleksibel dan relative mudah digunakan. Data yang diperoleh lewat penggunaan kuesioner adalah data yang kita kategorikan sebagai data faktual.12 Dalam penelitian ini, kuesioner digunakan untuk mengetahui data pilah gender mengenai indikator-indikator Kota Layak Anak yang disebarkan di 16 Kecamatan di Kota Semarang. Selain itu, Kuesioner ini juga digunakan untuk mengetaui pendapat masayarakat mengenai pemenuhan hak anak dan informasi Kota Layak Anak di Kota Semarang

3. Studi Kepustakaan

Salah satu tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan yaitu mengumpulkan data yang berasal dari buku-buku, jurnal, media cetak, serta tulisan dan referensi lain yang relevan dengan penelitian ini.

4. Dokumentasi

Yaitu berupa data yang diperoleh dari dokumen-dokumen aktual yang berkaitan dengan objek penelitian ini.

11 Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosdakarya, Bandung, 2002 12 Azwar, Saifudin ”Metode Penelitian”, tahun 1998

(26)

26 5. TEKNIK KEABSAHAN DATA

Tehnik yang digunakan untuk menetapkan keabsahan data. Melalui metode triangulasi yang merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Melalui tehnik ini pula peneliti membandingkan temuan dengan berbagai sumber maupun teori.

6. TEKNIK ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

a. Analisa Data

Analisa Data merupakan proses pengolahan data dengan mengorganisasikan dan mengurutkan dalam pola tertentu sehingga lebih mudah dimengerti dan dipahami. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis, yaitu informasi yang diperoleh baik secara lisan maupun tertulis di teliti dan dipelajari sebagai satu rangkaian utuh. Langkah-langkah yang diambil dalam melakukan analisa data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menelaah seluruh data yang terkumpul, diawali dengan telaah yang seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu hasil wawancara, dokumen berupa laporan, artikel, buku-buku, maupun dari sumber lainnya.

2. Reduksi data, sebagai proses pemusatan perhatian dengan melakukan pemilihan dan penyerderhanaan. Melakukan abstraksi dan transformasi data kasar yang telah terkumpul. Abstraksi sebagai usaha membuat rangkuman inti dari pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Dengan melakukan reduksi data, peneliti dapat menggolongkan, mengarahkan dan mengorganisasikan data sehingga dapat diambil kesimpulan.

b. Intepretasi Data

Langkah ini digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang muncul dari data yang terkumpul, berdasarkan kategori-kategori yang telah dilakukan. Interprestasi data dilakukan secara terpadu, beriringan dengan dilakukannya analisa data. Tujuan dari langkah ini adalah untuk melakukan deskriptif analisis.

(27)

27 BAB III

GAMBARAN UMUM

1. KOTA SEMARANG DAN SEJARAHNYA

Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, sekaligus kota metropolitan terbesar ke lima di Indonesia. Saat ini Kota Semarang dipimpin oleh wali kota Hendrar Prihadi, S.E, M.M dan wakil wali kota Ir. Hj. Hevearita Gunaryanti Rahayu.

Kota ini terletak sekitar 558 km sebelah timur Jakarta, atau 312 km sebelah barat Surabaya, atau 621 km sebalah barat daya Banjarmasin (via udara). Semarang berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kota Semarang di timur, Kota Semarang di selatan, dan Kota Kendal di barat.Luas Kota 373.67 km2.

Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-6 M, yaitu daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota Semarang bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1435 M. Di tempat pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan masjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu).

Pada akhir abad ke-15 M ada seseorang ditempatkan oleh Kerajaan Semarang, dikenal sebagai Pangeran Made Pandan (Sunan Pandanaran I), untuk menyebarkan agama Islam dari perbukitan Pragota. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu tumbuhlah pohon asam yang jarang (bahasa Jawa: asem arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu yang kemudian menjadi Semarang. Pohon asem inilah yang ditengarai menjadi awal sejarah nama Semarang yang kini kita kenal.

Sebagai pendiri desa, Pangeran Made Pandan kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pimpinan daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II (kelak disebut sebagai Sunan Bayat atau Sunan Pandanaran II atau Sunan Pandanaran Bayat atau Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Pandanaran saja). Di bawah pimpinan Pandan Arang II, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kota. Pada tanggal 2

(28)

28 Mei 1547 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun 954 H disahkan oleh Sultan Hadiwijaya setelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga. Tanggal 2 Mei kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Semarang. Seiring dengan jatuhnya Pajang ke tangan Kesultanan Mataram, wilayah Semarang masuk dalam wilayahnya.

2. GEOGRAFIS

Daerah dataran rendah di Kota Semarang sangat sempit, yakni sekitar 4 kilometer dari garis pantai. Dataran rendah ini dikenal dengan sebutan kota bawah. Kawasan kota bawah seringkali dilanda banjir, dan di sejumlah kawasan, banjir ini disebabkan luapan air laut (rob). Di sebelah selatan merupakan dataran tinggi, yang dikenal dengan sebutan kota atas, di antaranya meliputi Kecamatan Candi, Mijen, Gunungpati, Tembalang dan Banyumanik. Pusat pertumbuhan di Semarang sebagai pusat aktivitas dan aglomerasi penduduk muncul menjadi kota kecil baru, seperti di Semarang bagian atas tumbuhnya daerah Banyumanik sebagai pusat aktivitas dan aglomerasi penduduk Kota Semarang bagian atas menjadikan daerah ini cukup padat. Banyumanik menjadi pusat pertumbuhan baru di Semarang bagian atas, dikarenakan munculnya aglomerasi perumahan di daerah ini. Dahulunya Banyumanik hanya merupakan daerah sepi tempat tinggal penduduk Semarang yang bekerja di Semarang bawah (hanya sebagai dormitory town). Namun saat ini daerah ini menjadi pusat aktivitas dan pertumbuhan baru di Kota Semarang, dengan dukungan infrastruktur jalan dan aksessibilitas yang terjangkau. Fasilitas perdagangan dan perumahan baru banyak bermunculan di daerah ini, seperti Carefour, Mall Banyumanik, Ada Swalayan, Perumahan Banyumanik, Perumahan Pucang Gading, dan fasilitas pendidikan baik negeri maupun swasta, seperti Unnes, Undip, Polines, Unika, dll, dengan dukungan akses jalan tol dan terminal moda yang memperlancar transportasi. Cepatnya pertumbuhan di daerah ini dikarenakan kondisi lahan di Semarang bawah sering terkena bencana rob banjir.

Grafik. 1 Peta Kota Semarang

(29)

29 Sumber : id.images.search.yahoo.com

3. KEPENDUDUKAN DAN ANAK

Penduduk Semarang umumnya adalah suku Jawa dan menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Agama mayoritas yang dianut adalah Islam. Semarang memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Kawasan itu dikenal dengan kawasan Pecinan Semarang yang cukup terkenal. Seperti di daerah lainnya di Jawa, terutama di Jawa Tengah, mereka sudah berbaur erat dengan penduduk setempat dan menggunakan Bahasa Jawa dalam berkomunikasi sejak ratusan tahun silam.

Tabel 3.1

Jumlah penduduk di Kota Semarang

No Kecamatan Tahun 2017 Oktober 2018

L P Jumlah L P Jumlah 1 Semarang Tengah 29.518 31.840 61.358 32.908 35.158 68.066 2 Semarang Barat 79.275 81.208 160.483 87.217 88.908 176.125 3 Semarang Utara 61.625 63.508 125.133 70.431 72.009 142.440 4 Semarang Timur 35.952 38.041 73.993 39.157 40.895 80.052 5 Gayamsari 36.693 36.889 73.582 39.390 39.458 78.848 6 Gajah Mungkur 29.930 30.579 60.509 33.273 33.579 66.852 7 Genuk 55.089 54.489 109.578 60.003 59.272 119.275 8 Pedurungan 95.140 95.899 191.039 105.431 105.299 210.730 9 Candisari 40.053 41.184 81.237 44.614 45.175 89.789 10 Banyumanik 69.321 70.505 139.826 76.330 76.526 152.856 11 Gunungpati 45.863 45.416 91.279 49.956 49.295 99.251 12 Tembalang 87.882 87.963 175.845 95.141 94.965 190.106 13 Tugu 16.571 16.268 32.839 18.080 17.890 35.970 14 Ngaliyan 68.428 68.821 137.249 73.322 73.213 146.535 15 Mijen 35.264 35.149 70.413 39.332 39.137 78.469 16 Semarang Selatan 36.569 37.620 74.189 41.225 41.294 82.519

(30)

30 Total 823.173 835.379 1.658.552 905.810 912.073 1.817.883

Sumber : http://www.dispendukcapil.semarangkota.go.id Oktober 2018

Terjadi pertumbuhan penduduk dilihat dari jumlah keseluruhan penduduk tahun 2017 yaitu sebesar 1.658.552 orang menjadi 1.817.883 orang di bulan Oktober 2018. Jumlah penduduk terbanyak berada di wilayah Kecamatan Pedurungan yaitu sebanyak 210.730 orang, sedangkan kecamatan paling sedikit jumlahpenduduknya berada di wilayah Kecamatan Tugu dengan jumlah 35.970 orang.

Terkait dengan kondisi anak di Kota Semarang, maka kita dapat melihat juga jumlah penduduk usia 0-18 tahun seperti yang telihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Usia 0-18 Tahun di Kota Semarang

No Kecamatan Tahun 2017 Oktober 2018

L P Jml L P Jumlah 1 Semarang Tengah 8.066 7.655 15.721 7.975 7.573 15.548 2 Semarang Utara 19.073 18.084 37.157 18.939 17.890 36.829 3 Semarang Timur 10.421 9.811 20.232 10.246 9.693 19.939 4 Gayamsari 11.788 10.988 22.776 11.734 10.972 22.706 5 Genuk 19.023 17.988 37.011 19.392 18.353 37.745 6 Pedurungan 29.433 27.405 56.838 29.578 27.556 57.134 7 Semarang Selatan 10.336 9.660 19.996 10.174 9.450 19.624 8 Candisari 11.949 11.463 23.412 11.913 11.348 23.261 9 Gajah Mungkur 9.187 8.455 17.642 9.080 8.431 17.511 10 Tembalang 29.318 27.229 56.547 29.521 27.500 57.021 11 Banyumanik 21.590 19.944 41.534 21.667 20.077 41.744 12 Gunung Pati 14.402 13.609 28.011 14.602 13.755 28.357 13 Semarang Barat 24.250 23.088 47.338 24.001 22.903 46.904 14 Mijen 11.700 11.047 22.747 11.993 11.309 23.302 15 Ngaliyan 22.147 20.801 42.948 22.222 20.875 43.097 16 Tugu 5.244 4.872 10.116 5.287 4.940 10.227 TOTAL 257.927 242.099 500.026 258.324 242.625 500.949

Sumber : Dispendukcapil, Semarang, Oktober 2018

Jumlah anak di Kota Semarang pada Oktober 2018 sebanyak 500.949 anak. Kecamatan Pedurungan merupakan kecamatan terbanyak yang memiliki anak dengan jumlah 57.134

(31)

31 anak. Selanjutnya di Kecamatan Tembalang dengan jumlah 57.021 anak dan di Kecamatan Semarang Barat dengan jumlah 46.904 anak.

(32)

32

BAB IV

SITUASI ANAK KOTA SEMARANG

1. KELEMBAGAAN

Peraturan daerah (Perda) mempunyai kedudukan yang strategis, karena diberikan landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 6 Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan perda, perlu sebuah kajian dan evaluasi, pertimbangannya antara lain untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan materi peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan peraturan daerah lainnya. Kota Semarang juga sudah menyusun banyak produk hukum baik berupa Perda, Peraturan Walikota, Surat Keputusan, Surat Edaran untuk upaya pemenuhan hak anak.

Adapun data perda yang difungsikan untuk pemenuhan hak anak ada : Tabel 4.1

Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan Pemenuhan Hak Anak di Kota Semarang

Klaster 2014 2015 2016

Kelembagaan

Hak Sipil dan Kebebasan 19 2

Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif 1

Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan 1 2 2

Pendidikan Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya

1

Perlindungan Khusus 3 1

Sumber : Bagian Hukum Setda Kota Semarang. 2017

Detail peraturan termuat dalam lampiran.

Lembaga Masyarakat Yang Melakukan Pemenuhan Hak Anak

Dalam melakukan kegiatan pemenuhan hak anak, Pemerintah Kota Semarang tidak melakukan pekerjaan sendiri melainkan beberapa program dilakukan secara jejaring dengan lembaga sosial – kemasyarakatan dan dunia usaha yang memperhatikan dan terlibat dalam hak anak. Keterlibatan lembaga masyarakat sangat besar dalam upaya mewujudkan upaya perlindungan anak. Tabel 4.2 memperlihatkan lembaga masyarakat yang terlibat dalam upaya perlindungan anak.

(33)

33 Tabel 4.2

Lembaga Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan terkait dengan hak anak di Kota Semarang Tahun 2018

No Nama Lembaga Bentuk Kemitraan Lokasi Kegiatan 1 PKK Kegiatan Pola Asuh Remaja Semarang

2 GOW PAUD, Parenting, Bina

Keluarga dan Pengasuhan

Semarang 3 Fatayat NU PAUD, Parenting, Bina

Keluarga dan Pengasuhan

Semarang

4 Yayasan Setara KLA Semarang

5 YKKS KLA, perlindungan anak, forum anak, penanganan anak korban kekerasan

Semarang

6 LRC – KJHAM Perlindungan hukum anak korban kekerasan

Semarang 7 LBH – APIK Perlindungan hukum pada

perempuan dan anak korban kekerasan

Semarang

8 Komunitas Harapan Terlibat dalam pengisian acara Hari Anak Nasional 2017

TBRS 9 Rumpin Bangjo Pendampingan anak jalanan Semarang 10 Efata Terlibat dalam pengisian acara

Hari Anak Nasional 2017

TBRS 11 PKBI bekerjasama

dengan Pusat

Kesehatan Reproduksi FK UGM dan John Hopkins University

Proyek percontohan hasil pembelajaran siswa terkait dengan kesehatan reproduksi untuk pencegahan kekerasan seksual

SMP 28, SMP 22, SMP 29

12 Yayasan Anantaka Terlibat dalam pendampingan JPPA, Hari Anak Nasional 2018

JPPA, Kelurahan dan TBRS Sumber : Evaluasi KLA Kota Semarang, 2018

Dunia Usaha dalam Pemenuhan Hak Anak

Selain bermitra dengan lembaga sosial, pemerintah daerah juga melibatkan dunia usaha dalam kegiatan yang terkait dengan hak anak Kota Semarang.

Tabel 4.3

Dunia Usaha yang terlibat dalam kegiatan terkait dengan hak anak

No Dunia Usaha Bentuk Kemitraan Lokasi

1 PT Phapros • memberi CSR berupa bantuan Sarana Prasarana untuk layanan perlindungan anak

• memberikan bantuan alat kebersihan di 10 lokasi SD untuk program ' SI CENTIK '

10 SD di Kota Semarang

2 RS Panti Wilasa Citarum

memberikan bantuan alat kebersihan di 10 lokasi SD untuk program ' SI CENTIK '

10 SD di Kota Semarang 3 RS Tlogorejo memberikan bantuan alat kebersihan di

10 lokasi SD untuk program ' SI CENTIK '

10 SD di Kota Semarang 4 Hotel Star memberikan bantuan alat kebersihan di

10 lokasi SD untuk program ' SI CENTIK '

10 SD di Kota Semarang

(34)

34 5 ADA Swalayan memberikan bantuan alat kebersihan di

10 lokasi SD untuk program ' SI CENTIK '

10 SD di Kota Semarang Sumber : Evaluasi KLA Kota Semarang, 2018

Media Massa dalam Pemenuhan Hak Anak

Pemerintah Kota Semarang juga aktif dalam bekerjasama dengan beberapa media massa dan media sosial untuk membantu sosialisasi program-program perlindungan hak anak. Adapun kegiatan yang mendukung sosialisasi hak anak tersebut seperti :

Tabel 4.4

Peran Media Massa dalam Perlindungan Hak Anak

No Media Berita

1 Media Online Web RDRM dan Instagram RDRM

Publikasi di Web Geber Septi (Kegiatan Konselor teman sebaya) dan kampanye anti bullying di sekolah

2 Instagram dan Halaman Facebook Yayasan Setara

Mengunggah setiap kegiatan Yayasan Setara terkait dengan Informasi Perlindungan Hak Anak

3 Radio dan televisi daerah di Kota Semarang

Talkshow terkait pencegahan bullying (gratis/tidak dipungut biaya)

4 Suara Merdeka PKBI bekerjasama dengan Pusat Kesehatan Reproduksi FK UGM dan John Hopkins University mengadakan proyek percontohan hasil pembelajaran siswa terkait dengan kesehatan reproduksi untuk pencegahan kekerasan seksual 5 Metrosemarang.com Memposting Peringatan Hari Anak

Nasional (HAN) 2017 yang diadakan oleh Dinas Pemberdayaan Permepuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang, bertempat di TBRS

Gambar

Gambar  Angka Kematian Ibu
Tabel 4.28  APM SMP/MTs  No  Kecamatan  APM SMP / MTs  Termasuk Paket B  L  P  Rata-rata  1  Mijen  137,30  107,94  122,53  2  Gunungpati  84,81  83,88  84,34  3  Banyumanik  70,46  67,34  68,89  4  Gajah Mungkur  85,94  77,26  81,57  5  Semarang Selatan
Figo Juanda  Bendahara I

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, keabsahan akta notaris meliputi bentuk isi, kewenangan pejabat yang membuat, serta pembuatannya harus memenuhi

 Pada bulan Januari semua unit kerja substansi di lingkungan Mahkamah Agung RI, dalam hal ini adalah Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh, melakukan identifikasi,

Bahwa Majelis Hakim (Judex Factie) salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku dengan tidak menerapkan Pasal 103 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model discovery learning dapat meningkatkan keterampilan kolaborasi peserta didik dengan kriteria baik dan model

algoritma kompresi LZW akan membentuk dictionary selama proses kompresinya belangsung kemudian setelah selesai maka dictionary tersebut tidak ikut disimpan dalam file yang

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata