• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PENYEBAB LONGSOR DAN STABILITAS LERENG (STUDI KASUS DESA TUPA KECAMATAN BULANGO UTARA KABUPATEN BONE BOLANGO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI PENYEBAB LONGSOR DAN STABILITAS LERENG (STUDI KASUS DESA TUPA KECAMATAN BULANGO UTARA KABUPATEN BONE BOLANGO)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

2

IDENTIFIKASI PENYEBAB LONGSOR DAN STABILITAS LERENG

(STUDI KASUS DESA TUPA KECAMATAN BULANGO UTARA

KABUPATEN BONE BOLANGO)

Muhammad Budiyanto Djafar1), Fadly Achmad2), dan Marike Machmud3) 1

Fakultas Teknik, Universitas Negeri Gorontalo. Email: budiyanto.djafar@yahoo.com 2

Fakultas Teknik, Universitas Negeri Gorontalo. Email: fadly_achmad30@yahoo.com 3

Fakuktas Teknik, Universitas Negeri Gorontalo. Email: marikemahmud@yahoo.com

ABSTRAK

Tanah Longsor merupakan gerakan massa tanah pembentuk lereng. Penyebab dan sifat dari gerakan massa tanah atau longsor umumnya tidak bisa terlihat, karena penyebabnya tertutup oleh endapan geologi dan sistem air tanah. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor utama penyebab longsor dan mengetahui nilai faktor aman stabilitas lereng tanpa pengaruh muka air tanah dan dengan pengaruh muka air tanah di Desa Tupa Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango. Variabel yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan peta meliputi curah hujan, kemiringan lereng, geologi, jenis tanah dan penggunaan lahan. Penyelidikan tanah dilakukan dengan pengujian hand boring di lapangan dan uji karakteristik material di laboratorium. Analisis numeris stabilitas lereng dilakukan dengan menggunakan aplikasi Geo Slope/W pada lereng tanpa pengaruh muka air tanah dan dengan pengaruh muka air tanah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor curah hujan berada pada 1108,5-2855,5 mm/tahun. Faktor kemiringan lereng berada di kemiringan 0-15%. Faktor geologi berada di formasi (Tmb), yaitu jenis batuan diorit, diorit kuarsa, granodiorit, dan adamelit. Faktor jenis tanah berada pada jenis tanah brown forest soil, alluvial serta alluvial hidromorf. Faktor penggunaan lahan berupa lahan pertanian kering campur semak. Berdasarkan hasil analisis numeris, faktor keamanan tanpa pengaruh muka air pada lima lokasi pengujian yaitu FK = 1,012-1,869. Faktor keamanan dengan pengaruh muka air pada lima lokasi pengujian yaitu FK = 0,865-1,627

Kata kunci: Longsor, Faktor Keamanan, Geo Slope/W

ABSTRACT

Landslide is mass movement of land that forms slopes. Generally, the cause of mass movement or lanslide cannot be seen. Because it is covered by various geological sediment and groundwater system. The aim of this research is to identify the main cause of landslide and to find out value of safe factor of slope stability without the influence of groundwater with influence of groundwater in Tupa village, Bulango Utara subdistrict, Bone Bolango regency. The variabel that were used in this research based on the map include rainfall, slope, geology, type soil and the use of land. Soil investigation was conducted by hand boring test in the field and material characteristic test in laboratory. Numerical analysis of slope stability was conducted by using Geo Slope/W application at slope without the influence of groundwater with influence of groundwater. The result of this research showed that the factor of rainfall was about 1108,5-2855,5 mm/year. The

(3)

3

slope factor was in slope 0-15%. Geology factor was in the formation (Tmb), which is a type of rock diorite, quartz diorite, granodiorite, and adamelit. Factor of soil located on soil type brown forest soil, alluvial and alluvial hidromorf. Factor of the use of land is dry agricultural land mix with bush. Based on the results of numerical analysis, safety factor without influence the groundwater in five test locatoins which was FK = 1,012-1,869. Safety factor with the influence of groundwater in five test locations which was FK = 0,865-1,627.

Keywords: Landslide, Safety Factor, Geo Slope/W.

PENDAHULUAN

Daerah Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo khususnya Desa Tupa Kecamatan Bulango Utara merupakan contoh dari banyak daerah di Indonesia yang rawan terhadap proses longsor. Desakan akan kebutuhan lahan baik untuk penggunaan pertanian dan non pertanian telah memaksa penduduk yang tinggal di wilayah tersebut untuk memanfaatkan lahan perbukitan dan pegunungan yang rawan terhadap tanah longsor. Kurangnya pemahaman atas perilaku proses longsor telah mengakibatkan kegiatan konservasi yang dilakukan tidak sesuai dengan proses ataupun tingkat bahaya longsor yang terjadi. Maka untuk itulah diperlukan identifikasi penyebab longsor agar dapat diketahui penyebab utama longsor dan mengetahui berapa besar faktor keamanan pada lereng tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor penyebab utama kejadian longsor di Desa Tupa Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango dan mengetahui nilai faktor keamanan lereng tanpa pengaruh muka air dan dengan pengaruh muka air. Penelitian Terdahulu

Arifin, dkk (2006) telah melakukan implementasi penginderaan jauh dan SIG untuk inventarisasi daerah rawan bencana longsor (Provinsi Lampung). Tujuan penelitiannya untuk mengetahui sebaran daerah potensi longsor dengan metode SIG dengan pendekatan model indeks story. Variabel yang digunakan

berdasarkan curah hujan, kemiringan lereng, geologi, jenis tanah, dan penggunaan lahan untuk menghasilkan peta tingkat kerawanan longsor di Provinsi Lampung.

Firmansyah (2010) telah melakukan penelitian tentang perencanaan penanggulangan longsoran pada proyek jalan di lokasi Bayah Provinsi Banten pada STA 2 +920 s.d STA 3+920. Tujuan penelitian ini adalah analisis geoteknik pada perencanaan jalan, yaitu dengan mengetahui kontur lereng yang tepat sehingga kestabilan lereng tersebut memiliki safety factor yang aman dimana gaya pendorong lebih kecil daripada gaya penahan, mengetahui perbedaan metode analisis kestabilan lereng yaitu metode Fellinius dan Bishop. Mengetahui perbandingan analisis stabilitas lereng dengan program bantu aplikasi Slope/W dan mengetahui penanganan yang tepat dalam melakukan keruntuhan lereng yang bersifat pencegahan.

Penyebab Longsoran

Banyak faktor, seperti kondisi-kondisi geologi dan hidrologi, topografi, iklim, dan perubahan cuaca mempengaruhi stabilitas lereng yang mengakibatkan terjadinya longsoran. Sebab-sebab alami yang mengganggu kestabilan lereng, contohnya pelapukan, hujan lebat atau hujan tidak begitu lebat tapi berkepanjangan, adanya lapisan lunak dan lain-lain. Sebab-sebab yang terkait dengan aktifitas manusia, contohnya penggalian di kaki lereng, pembangunan di permukaan lereng dan lain-lain.

(4)

4

Kejadian longsor merupakan salah satu

fenomena alam untuk mencari keseimbangan. Fenomena ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik alam maupun kegiatan manusia. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya longsor, yaitu: 1. Iklim (Curah Hujan)

2. Topografi (Kemiringan Lereng) 3. Geologi (Batuan)

4. Penggunaan Lahan (Vegetasi) 5. Kondisi Tanah

Analisis Stabilitas Lereng

Menurut Hardiyatmo, (2006) dalam Patuti dan Desei, (2012) analisis stabilitas lereng umumnya didasarkan pada konsep keseimbangan batas (limit plastic equilibrium). Maksud dari analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam analisis stabilitas lereng, beberapa anggapan dibuat, yaitu:

1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor

tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.

2. Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda masif.

3. Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis.

4. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar 1. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi tiga kelompok rentang faktor keamanan (SF) ditinjau dari intensitas kelongsorannya (Bowles, 1989 dalam Suludani, 2011), seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor (Bowles, 1989 dalam Suludani, 2011).

Nilai Faktor Keamanan

Kejadian/Intensitas Longsor

F < 1,07

Longsor sering terjadi (lereng labil)

F = 1,07-1,25

Longsor pernah terjadi (lereng kritis)

F > 1,25

Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)

Slope/W

Slope/W merupakan produk software yang menggunakan batas keseimbangan untuk menghitung faktor keamanan tanah dan lereng. Menganalisa stabilitas lereng, menggunakan batas keseimbangan, serta mempunyai kemampuan untuk menganalisis contoh tanah yang berbeda jenis dan tipe, longsor dan kondisi tekanan air pori dalam tanah yang berubah menggunakan bagian besar contoh tanah.

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tupa Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dimana pengkajian yang dihasilkan berupa data deskriptif. Seperti pada penelitian identifikasi penyebab longsor, yaitu dengan mendeskripsikan faktor penyebab longsor berdasarkan

(5)

5

pengamatan dan peta-peta seperti peta

curah hujan, kemiringan lereng, geologi, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Dan pada penelitian stabilitas lereng digunakan juga jenis penelitian kuantitatif, yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang didapatkan dari hasil uji tanah di lapangan dan di laboratorium, serta menganalisis faktor keamanan lereng dengan menggunakan software Geo Slope/W.

Analisis Data

Analisis dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan peta, tabel dan literatur-literatur selanjutnya dikombinasikan dengan kondisi langsung di lapangan sehingga dapat diketahui penyebab kejadian longsor. Kriteria penyebab longsor antara lain: 1. Curah hujan (Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum

No.22/PRT/M/2007)

Tinggi: >2500 mm/tahun atau >70 mm/jam

Sedang: 1000-2500 mm/tahun atau 30-70 mm/jam

Rendah: <1000 mm/tahun atau <30 mm/jam.

2. Kemiringan lereng (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007)

Tinggi: >40% Sedang: 21-40% Rendah: 0-20%.

3. Jenis geologi (Lestari, 2008) Tinggi: bahan endapan sedimen Sedang: batuan vulkanik

Rendah: bahan aluvial. 4. Jenis tanah (Lestari, 2008)

Tinggi: regosol, litosol, renzina, andosol, laterik, grumosol, podsol, dan podsolik.

Sedang: latosol, brown forest soil, non calcik brown, mideteranian

Rendah: aluvial, glesiol, planosol, hidromorf kelabu.

5. Penggunaan lahan (Lestari, 2008) Tinggi: lahan kosong, kawasan

industri,

permukiman/perkampung an.

Sedang: kebun campuran/semak belukar, perkebunan dan persawahan.

Rendah: hutan/ vegetasi lebat dan memiliki badan-badan air. 6. Stabilitas lereng (Bowles, 1989

dalam Suludani, 2011)

FK<1,07 longsor sering terjadi (labil)

FK = 1,07-1,25 longsor pernah terjadi (lereng kritis) FK>1,25 longsor jarang terjadi

(lereng relatif stabil) Dengan menggunakan perangkat lunak Geo Slope/W.

PEMBAHASAN Curah Hujan

Data curah hujan bulanan pada daerah penelitian berdasarkan data pencatatan hujan pada Stasiun Bolango Longalo Tahun 2007-2013 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 1.

Tabel 2. Data Curah Hujan Bulanan di Stasiun Bolango Longalo (2007-2013) (Balai Wilayah Sungai Sulawesi II)

Bulan Curah Hujan (mm)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Januari 209,5 66 279,3 120,8 219,6 139,1 136,2

(6)

6

Maret 127 178 188,5 96,5 250,1 156,3 104 April 42 91 281,6 351,3 162,8 160,1 177,4 Mei 30 37 128,5 265,7 70,7 136,9 339,3 Juni 133 64 25,4 320,1 135,3 27,5 107,6 Juli 100 64 64,4 274,6 32,4 225,5 227,8 Agustus 59 90,1 5,3 304,8 15,1 57,8 212,8 September 46 83,2 50 315 46,8 7,5 74,7 Oktober 24 171,5 134,2 277 180,6 126,4 88,7 November 42 207 197,4 178,9 173,5 308,9 144,8 Desember 216 239 54,5 292,6 158,1 320 252,1 Jumlah 1108,5 1332,8 1482,4 2855,5 1769,7 1853 2053,2 Rata-rata 92,4 111,1 123,5 237,96 147,5 154,4 171,1

Gambar 1. Curah Hujan Tahun 2007 s/d Tahun 2013 Kemiringan Lereng/Kelas lereng

Berdasarkan hasil pengolahan peta kontur yang telah dilakukan terbagi peta kelas kemiringan lereng melalui analisis DEM (Digital Elevation Model), daerah penelitian diklasifikasikan menjadi empat kelas kemiringan lereng, yaitu kelas kemiringan lereng datar dengan sudut kemiringan lereng berkisar antara 0-2%, kelas kemiringan lereng landai 8%-15%, kelas kemiringan lereng curam

25%-40%, dan kelas kemiringan lereng sangat curam >40%. Titik pengujian hand bor I, II, dan V berada di daerah dengan kelas kemiringan landai yaitu 8-15% sedangkan titik pengujian hand bor III dan IV berada pada kelas kemiringan lereng datar berkisar 0-2%.

Adapun luas lokasi penelitian berdasarkan kelas kemiringan lereng seperti ditunjukkan pada Tabel 3. 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Curah H

u

jan

(m

m

)

Tahun

Jumlah Rata-rata

(7)

7

Tabel 3. Hasil Analisis Kemiringan Lereng Desa Tupa

No Kemiringan Lereng Luas (Ha) Persentase (%)

1 0-2% 65,601 43,01 2 8-15% 35,478 23,26 3 25-40% 9,152 6,00 4 >40% 42,279 27,72 Jumlah 152,511 100 Geologi

Berdasarkan peta geologi formasi geologi Desa Tupa dikelompokkan menjadi dua formasi yaitu: (Tmb) tersusun dari diorit, diorit kuarsa, granodiorit, dan adamelit serta (Qpl) tersusun dari batu lempung kelabu, batu pasir berbutir halus hingga kasar serta kerikil.

Pada daerah penelitian batuan jenis Tmb mendominasi daerah penelitian dengan luas 110,23 ha (72,28%) sedangkan batuan jenis Qpl hanya memiliki luas 42,28 ha (27,72%).

Jenis Tanah

Desa Tupa memiliki dua jenis tanah, dimana jenis tanah brown forest soil, aluvial, aluvial hidromorf mendominasi daerah penelitian dengan luas 131,796 ha (86,42%) sedangkan jenis tanah mediteran merah kuning, dan latosol memiliki luas 20,715 ha (13,58%). Penggunaan Lahan

Desa Tupa sebagian besar di dominasi oleh semak belukar dengan luas 69,81 ha (45,77%), pertanian lahan kering dengan luas 51,82 ha (33,98%), pertanian lahan kering campur semak dengan luas 23,55 ha (15,44%), dan pemukiman 7,33 ha (4,8%).

Pemetaan Tingkat Kerawanan Longsor

Pemetaan tingkat kerawanan longsor di Desa Tupa diperoleh melalui overlay dari beberapa peta yang digunakan sebagai parameter fisik faktor penyebab terjadinya longsor. Peta-peta yang digunakan dalam parameter tersebut meliputi peta curah hujan, peta kelas lereng, peta jenis tanah, peta geologi, dan peta penggunaan lahan. Penetapan tingkat kerawanan longsor dilakukan dengan cara memberikan bobot atau nilai pada setiap parameter penyebab terjadinya longsor.

Tingkat kerawanan longsor di Desa Tupa Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango seperti ditunjukkan pada Tabel 4 dan Gambar 2. Tabel 4 Hasil Analisis Sebaran Luas Tingkat Kerawanan Longsor

No Tingkat Kerawanan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Tidak Rawan 55,062 36,10

2 Rawan 50,051 32,82

3 Sangat Rawan 47,399 31,08

(8)

8

Gambar 2. Peta Rawan Longsor Desa Tupa

Analisis Stabilitas Lereng

Analisis stabilitas lereng dilakukan dengan simulasi numeris menggunakan perangkat lunak Geo Slope/W untuk mendapatkan nilai faktor aman. Adapun data input dan data properties material yang digunakan seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

Adapun hasil rekapitulasi dari bidang longsor dan faktor aman berdasarkan

simulasi numeris perangkat lunak Geo Slope/W tanpa pengaruh muka air tanah seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Adapun hasil rekapitulasi dari bidang longsor dan faktor aman berdasarkan simulasi numeris perangkat lunak Geo Slope/W dengan pengaruh muka air tanah seperti ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 5 Data Properties Material

No Parameter Sat No Bor/Kedalaman/Jenis Material BH 1 BH 2 BH 3 BH 4 BH 5 2,00-2,20 1,00-1,20 0,60-0,80 0,20-0,40 1,20-1,40 Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir 1 Berat Volume, γ kN/m3 10,2 10,3 10,4 10,5 9,81 2 Sudut Geser, φ ˚ 5,29 5,03 4,34 5,03 4,58 3 Kohesi, c kN/m2 18,15 19,48 21,66 20,06 20,82

(9)

9

Tabel 6 Nilai Faktor Keamanan Tanpa Pengaruh Muka Air Tanah

No Nama Lereng

Nilai Faktor Aman Program Geo Slope/W

Keterangan Ordinary/Fellinius Bishop Janbu Morgenstern

Price 1 Lereng 1 1,723 1,742 1,663 1,741 Stabil 2 Lereng 2 1,012 1,019 1,036 1,049 Labil 3 Lereng 3 1,830 1,870 1,764 1,869 Stabil 4 Lereng 4 1,299 1,314 1,280 1,313 Stabil 5 Lereng 5 1,147 1,149 1,155 1,154 Kritis

Tabel 7 Nilai Faktor Keamanan dengan Pengaruh Muka Air Tanah

No Nama Lereng

Nilai Faktor Aman Program Geo Slope/W

Keterangan Ordinary/Fellinius Bishop Janbu Morgenstern

Price 1 Lereng 1 1,560 1,580 1,510 1,579 Stabil 2 Lereng 2 0,865 0,871 0,903 0,923 Labil 3 Lereng 3 1,586 1,627 1,548 1,626 Stabil 4 Lereng 4 1,147 1,162 1,141 1,162 Kritis 5 Lereng 5 1,055 1,057 1,072 1,064 Labil

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor utama penyebab terjadinya longsor di Desa Tupa berdasarkan peta dan pengujian menggunakan hand bor:

a) Faktor curah hujan memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap longsor. Hal ini berdasarkan data curah hujan terendah 1108,5 mm/tahun dan yang tertinggi yaitu 2855,5 mm/tahun.

b) Faktor kemiringan lereng yang berada pada lokasi penelitian

terletak di kemiringan 0-15%, memiliki tingkat kerawanan rendah terhadap longsor.

c) Faktor geologi yang berada pada lokasi penelitian terletak di formasi (Tmb), yaitu jenis batuan diorit, diorit kuarsa, granodiorit, dan adamelit dimana jenis batuan ini merupakan bahan batuan endapan sedimen yang memiliki tingkat kerawanan terhadap longsor tinggi.

d) Faktor jenis tanah yang berada pada lokasi penelitian, berada pada jenis tanah brown forest soil, alluvial serta alluvial hidromorf, dimana jenis tanah ini memiliki tingkat kerawanan longsor rendah.

(10)

10

e) Faktor penggunaan lahan yang

berada pada lokasi penelitian, berada pada lahan pertanian kering campur semak, dimana pada penggunaan lahan tersebut memiliki tingkat kerawanan longsor yang sedang.

2. Hasil analisis faktor keamanan lereng tanpa pengaruh muka air berdasarkan program Geo Slope/W pada lereng 1 adalah FK = 1,663-1,742 faktor aman ini tergolong stabil karena FKijin > 1,25. Lereng 2 FK = 1,012-1,049 faktor aman ini tergolong labil karena FKijin < 1,07 pada lereng ini sering terjadi longsor. Lereng 3 FK = 1,764-1,870 faktor aman ini tergolong stabil karena FKijin > 1,25. Lereng 4 FK = 1,280-1,314 faktor aman ini tergolong stabil karena FKijin > 1,25. Lereng 5 FK = 1,147-1,155 faktor aman ini tergolong kritis karena FKijin antara 1,07-1,25 pada lereng ini pernah terjadi longsor.

3. Hasil analisis faktor keamanan lereng dengan pengaruh muka air berdasarkan program Geo Slope/W pada lereng 1 adalah FK = 1,510-1,580 faktor aman ini tergolong stabil karena FKijin > 1,25. Lereng 2 FK = 0,865-0,923 faktor aman ini tergolong labil karena FKijin < 1,07 pada lereng ini sering terjadi longsor. Lereng 3 FK = 1,548-1,627 faktor aman ini tergolong stabil karena FKijin > 1,25. Lereng 4 FK = 1,141-1,162 faktor aman ini tergolong kritis karena FKijin antara 1,07-1,25 pada lereng ini pernah terjadi longsor pada saat musim hujan. Lereng 5 FK = 1,055-1,072 faktor aman ini tergolong labil karena FKijin < 1,07 pada lereng ini longsor sering terjadi pada saat musim hujan.

Saran

Saran-saran dalam penelitian ini adalah: 1. Pemotongan lereng perlu

diperhatikan khususnya di wilayah pemukiman, perlu dibuat rekayasa

teknik untuk memperkuat lereng seperti dinding penahan tanah. 2. Perlu dibuat drainase pada lereng

yang berpotensi longsor khususnya drainase dibawah permukaan, mengingat di Desa Tupa belum terdapat sistem drainase lereng yang dibangun.

3. Menanami lereng dengan tanaman yang akarnya dapat menembus lapisan batuan dasar.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai panjang dan jangkauan longsor dari kaki lereng. 5. Kerjasama antara pemerintah dan

masyarakat setempat dalam upaya pencegahan longsor perlu terus dibina dan ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, S., Carolita, I., dan Winarso, C., 2006, Implementasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor (Provinsi Lampung), Jurnal Penginderaan Jauh Vol 3 Nb. 1, hal 77-86.

Departemen Pekerjaan Umum, 2007, Pedoman Penataan Ruang Kawasan Bencana Longsor, Jakarta.

Firmansyah, S., 2010, Perencanaan Penanggulangan Longsoran Pada Proyek Jalan di Lokasi Bayah, Provinsi Banten Pada STA 2+920 s.d STA 3+920, Universitas Gunadarma, Depok.

Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Satker Balai Wilayah Sungai Sulawesi II Kegiatan Perencanaan dan Program, Data Curah Hujan Tahun 2007-2013 Stasiun Bolango Longalo, Gorontalo.

(11)

11

Lestari, F.F., 2008, Penerapan Sistem

Informasi Geografis Dalam Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Bogor, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Patuti, I.M., dan Desei, F.L., 2012,

Analisis Stabilitas Lereng dan Pengaruhnya Terhadap Ruas Jalan Isimu-Kwandang, Laporan Penelitian Pengembangan Iptek Dana PNPB Tahun Anggaran 2012, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

Suludani, O., 2011, Analisis Kestabilan Lereng Akses Jalan Pelabuhan Feri Kota Gorontalo Dengan Menggunakan Metode Fellenius, Skripsi (tidak dipublikasikan), Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

Gambar

Gambar 1. Curah Hujan Tahun 2007 s/d Tahun 2013  Kemiringan Lereng/Kelas lereng
Tabel 5 Data Properties Material

Referensi

Dokumen terkait

Objek yang akan diteliti yaitu pelanggan kencur di Pasar Legi Surakarta dengan pembuatan skirpsi yang berjudul :“ANALISIS PENGARUH PERSEPSI HARGA DAN KUALITAS

Linearisasi digunakan untuk mendekati respon sistem non-linear dengan PD linear yang kemudian dapat dianalisa dengan TL. Pendekatan linear terhadap sistem non-linear dapat

Pemerintah daerah ataupun masyarakat dapat menyediakan anggaran untuk memanggil sumber daya manusia yang berasal dari lulusan perguruan tinggi nasional. Sementara itu,

Dilihat dari aspek ekonomis secara rata-rata selama tahun 2007 sampai 2011 pemerintah kabupaten Gresik berada pada kriteria yang tidak ekonomis karena hasil perhitungannya

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0617.1(32lMEMl2011 tentang Harga Batubara untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dalam rangka Pengoperasian

Jika higiene sudah baik karena kebiasaan mencuci tangan telah dilakukan, tetapi sanitasinya tidak mendukung disebabkan tidak tersedianya air bersih, maka proses

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima, yang berarti bahwa ada perbedaan signifikan metakognisi dalam matematika pada anak antara yang men- dapatkan

Beberapa manfaat yang dirasakan perusahaan dengan mengaplikasikan Six Sigma, antara lain: (a) Sebagai alat untuk mengukur jumlah ketidaksesuaian produk jadi,