• Tidak ada hasil yang ditemukan

KPU KABUPATEN TASIKMALAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KPU KABUPATEN TASIKMALAYA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Pemilu

Sejarah Pemilu

Legislatif

Legislatif

1955 - 2014

1955 - 2014

(2)

Pemilu 1955

Pemilu 1955

Pemilu 1955

Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif, beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

TAHAPAN

S e s u a i t u j u a n n y a , P e m i l u 1 9 5 5 i n i d i b a g i m e n j a d i d u a t a h a p , y a i t u : § Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada t a n g g a l 2 9 S e p t e m b e r 1 9 5 5 , d a n d i i k u t i o l e h 2 9 p a r t a i p o l i t i k d a n i n d i v i d u , § Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

HASIL

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen),Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (2,89 persen).

Partai-partai lainnya, mendapat kursi di bawah 10. Seperti PSII (8), Parkindo (8), Partai Katolik (6), Partai Sosialis Indonesia (5). Dua partai mendapat 4 kursi (IPKI dan Perti). Enam partai mendapat 2 kursi (PRN, Partai Buruh, GPPS, PRI, PPPRI, dan Murba). Sisanya, 12 partai, mendapat 1 k u r s i ( B a p e r k i , P I R Wo n g s o n e g o r o , P I R H a z a i r i n , G e r i n a , P e r m a i , P a r t a i P e r s a t u a n Dayak, PPTI, AKUI, PRD (bukan PRD modern), ACOMA dan R. Soedjono Prawirosoedarso.

(3)

No. Partai Jumlah

Suara Persentase

Jumlah Kursi 1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 8.434.653 22,32 57 2. Masyumi 7.903.886 20,92 57 3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45 4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 39 5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.091.160 2,89 8 6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1.003.326 2,66 8 7. Partai Katolik 770.740 2,04 6 8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 1,99 5 9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan

Indonesia (IPKI) 541.306 1,43 4 10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Per ) 483.014 1,28 4 11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2 12. Partai Buruh 224.167 0,59 2 13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 219.985 0,58 2 14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2 15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 200.419 0,53 2

16. Murba 199.588 0,53 2

17. Baperki 178.887 0,47 1

18. Persatuan Indonesia Raya (PIR)

Wongsonegoro 178.481 0,47 1

19. Grinda 154.792 0,41 1

20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia

(Permai) 149.287 0,40 1

21. Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1 22. PIR Hazairin 114.644 0,30 1 23. Partai Poli k Tarikat Islam (PPTI) 85.131 0,22 1

24. AKUI 81.454 0,21 1

25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919 0,21 1 26. Partai Republik Indonesis Merdeka

(PRIM) 72.523 0,19 1

27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) 64.514 0,17 1 28. R.Soedjono Prawirisoedarso 53.306 0,14 1 29. Lain-lain 1.022.433 2,71

-Anggota Pemilu DPR 1955

Anggota Pemilu DPR 1955

(4)

Anggota Konstituante 1955

Anggota Konstituante 1955

Anggota Konstituante 1955

No. Partai/Nama Da ar Jumlah

Suara Persentase

Jumlah Kursi 1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 9.070.218 23,97 119 2. Masyumi 7.789.619 20,59 112 3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.989.333 18,47 91 4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.232.512 16,47 80 5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.059.922 2,80 16 6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 988.810 2,61 16 7. Partai Katolik 748.591 1,99 10 8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 695.932 1,84 10 9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan

Indonesia (IPKI) 544.803 1,44 8 10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Per ) 465.359 1,23 7 11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 220.652 0,58 3 12. Partai Buruh 332.047 0,88 5 13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 152.892 0,40 2 14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 134.011 0,35 2 15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 179.346 0,47 3

16. Murba 248.633 0,66 4

17. Baperki 160.456 0,42 2

18. Persatuan Indonesia Raya (PIR)

Wongsonegoro 162.420 0,43 2

19. Grinda 157.976 0,42 2

20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia

(Permai) 164.386 0,43 2

21. Persatuan Daya (PD) 169.222 0,45 3 22. PIR Hazairin 101.509 0,27 2 23. Partai Poli k Tarikat Islam (PPTI) 74.913 0,20 1

24. AKUI 84.862 0,22 1

25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 39.278 0,10 1 26. Partai Republik Indonesis Merdeka

(PRIM) 143.907 0,38 2

27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) 55.844 0,15 1 28. R.Soedjono Prawirisoedarso 38.356 0,10 1 29. Gerakan Pilihan Sunda 35.035 0,09 1

(5)

etika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan

K

Soekarno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan

Pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971.

Sebagai pejabat presiden, Soeharto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Soekarno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama.

Pada prakteknya, Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun Soeharto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.

UU yang diadakan adalah UU tentang Pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.

Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.

Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.

Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemilihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient. Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.

Pemilu 1971

Pemilu 1971

Pemilu 1971

PESERTA PEMILU

PESERTA PEMILU

PESERTA PEMILU

(6)

suasana PEMILU 1971

suasana PEMILU 1971

suasana PEMILU 1971

raihan suara dan kursi

raihan suara dan kursi

raihan suara dan kursi

(7)

Pemilu 1977

Pemilu 1977

Pemilu 1977

S

etelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur

mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan.

Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau

Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.

Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.

Pemilu 1977

Pemilu 1977

Pemilu 1977

Pemilu 1982

Pemilu 1982

Pemilu 1982

(8)

A. Kedudukan Pancasila Masa Orde Baru

Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang telah hidup jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka. Dirumuskan oleh para pendiri bangsa dengan semangat mempersiapkan dasar dari sebuah negara merdeka, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, maka Pancasil dimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar secara resmi menjadi Dasar negara Republik Indonesia. Dengan Pancasila dijadikan Dasar Negara, maka mengandung konsekuensi logis bahwa Pancasila dengan sifat dan hakikat nilainya harus menjadi dasar dari tata penyelenggaraan Negara Indonesia.

Dari awal kemerdekaan, kedudukan Pancasila terus mengalami dinamika. Pada tahun 1949 dengan ditetapkanya UUD RIS, tahun 1950 dengan UUD Sementara, tahun 1959 dengan kembali pada UUD 1945 dengan konsepsi Demokrasi hingga padan tahun 1966 dengan semangat pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen oleh rezim yang menyebut dirinya “Orde Baru”. Dinamika dari awal kemerdekaan hingga pada tahun 1966an dianggap Pancasila tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen, terutama di tahun 1959 dengan Demokrasi Terpimpinnya. Terlebih pada periode 1959 – 1965 terdapat upaya menggabungkan Pancasila dengan Ideologi yang secara jelas berlawanan dengannya hingga berujung pada pembrontakan G30S/PKI.

Berpijak dari pandangan ketidakmurnian dan ketidakkonsekuenan pelaksanaan Pancasila sebelum tahun 1966, rezim Orde Baru pimpinan Jendral Soeharto yang menggantikan rezim Orde Lama pimpinan Ir. Soekarno berjalan dengan semangat pelaksanaan Pancasila yang murni dan konsekuen. Dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang banyak dikeluarkan oleh rezim Orde Baru berkaitan dengan pelaksanaan Pancasila.

Pancasila sebagai dasar negara, sebaga ideologi, sebagai pandangan hidup, sebagai pedoman di masyarakat benar-benar diupayakan sekuat tenaga oleh rezim Orde Baru. Ekaprasetia Panca Karsa (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4) dan Asas Tunggal Pancasila merupakan contoh dari kebijakan Orde Baru berkaitan dengan pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen. Kebijakan Ekaprasetia Panca Karsa terdapat dalam Tap MPR No.II/MPR/1978, dimana dijelaskan pada pasal satu “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ini tidak merupakan tafsir Pancasila sebagai Dasar Negara, dan juga tidak dimaksud menafsirkan Pancasila Dasar Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Batang Tubuh dan Penjelasannya”. Kemudian pada pasal dua “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ini merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh”. Hal ini menjelaskan bahwa rezim Orde Baru berusaha memberikan pedoman bagi masyarakat untuk melaksanakan Pancasila. Akan tetapi, perlu dicermati keadaanya berbeda pada selanjutnya.

Sebagai sebuah dasar negara dengan konsekuensi logisnya, rezim Orde Baru mempertegas kedudukan Pancasila, berkaitan dengan pertai politik dan organisasi masyarakat. Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 8/1985 dan Undang-Undang-Undang-Undang No 3/1985, dimana menyatakan bahwa Partai Politik dan Golongan Karya serta Organisasi Masyarakat harus berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Asas yang dimaksud disini adalah asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan kenyataan-kenyataan di atas membuktikan bahwa rezim Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai dasar, asas, dan ideologi yang wajib dilaksanakan secara murni dan konsekuen oleh bangsa Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi logis bangsa Indonesia setelah menetapkan Pancasila melalui penetapan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara.

Semangat pelakasanaan Pancasila secara murni dan konsekuen yang dikibarkan oleh rezim Orde Baru ternyata dalam perjalanannya memunculkan sebuah istilah “hegemoni”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hegemoni berarti pengaruh kepemimpinan, dominasi, atau kekuasaan dan sejenisnya. Kaitannya dengan Pancasila, dalam perjalanan rezim Orde Baru, pemimpin memberikan pengaruh atau dominasi dengan alat ideologi Pancasila guna mempertahankan kekuasaanya.

B. Asas Tunggal Pancasila dan “Hegemoni” Orde Baru

1. Latar Belakang

Tentunya munculnya istilah atau kebijakan Asas Tunggal Pancasila disebabkan situasi politik yang berkembang pada masa Orde Baru. Pada awal masa Orde Baru, yakni orde yang dipimpin oleh Soeharto, meyakinkan bahwa Orde Baru yang dipimpinnya adalah pewaris sah dan konstitusional dari presiden pertama. Dari khasanah ideologis Sukarno, pemerintah baru ini mengambil Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara dan karena itu merupakan resep yang paling tepat untuk melegitimasi kekuasaannya. Penamaan Orde Baru dimaklumkan sebagai keinginan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat

pemilu 1987 - 1997 masa asas tunggal

pemilu 1987 - 1997 masa asas tunggal

(9)

Kekuasaan awal Orde Baru sanggup memberikan doktrin baru kepada masyarakat bahwa setiap bentuk kudeta atas pemerintahan yang sah dengan mencoba mengganti ideologi Pancasila adalah salah dan harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Tampaknya 'propaganda' itu berhasil, sehingga tampak jelas ketika rentang Oktober 1965 sampai awal 1966, terjadi peristiwa kekerasan massal yang luar biasa dasyatnya, yaitu 'pembantaian' orang-orang yang dicurigai berafiliasi terhadap komunis.

Instabilitas nasional di bawah Demokrasi Terpimpin serta percobaan kudeta tersebut meyakinkan banyak pihak, bukan saja pihak militer, akan pentingnya men'depolitisasi' masyarakat. Koalisi Orde Baru, yang terdiri dari militer (sebagai kekuatan dominan), kelompok pemuda-pelajar, Muslim, intelektual, demokrat, dsb, berhasil memberi dukungan yang diperlukan untuk menggulingkan Sukarno dalam bulan Maret 1966. Mulai saat itulah, Orde Baru menancapkan pengaruhnya dengan menfokuskan pada Pancasila dan meletakkannya sebagai pilar ideologi rezim. Pancasila kemudian menjadi suatu pembenaran ideologis untuk kelompok yang berkuasa, tidak lagi hanya merupakan suatu platform bersama di mana semua ideologi bisa dipertemukan. Pancasila menjadi semakin diresmikan sebagai ideologi negara, di luar realitas Pancasila tidak sah digunakan sebagai ideologi negara. Tampaknya keinginan awal itu berhasil menguatkan kekuasaan Orde Baru dan memberikan jaminan stabilitas nasional yang mantap daripada Orde Lama.[1]

Bagi Orde Baru, berbagai bentuk perdebatan mengenai ideologi negara, utamanya antara kelompok Islam versus nasionalis, ternyata tidak semakin membuat stabilitas nasional berjalan dengan baik, tetapi justru struktur politik labil yang lebih mengedepan. Belajar dari tragedi sejarah Orde Lama yang 'agak' serba permisif dalam memberikan 'ruang' bagi tumbuhnya ideologi lain, justru berkakbat fatal bagi berlangsungnya stabilitas kekuasaan tersebut.

Itulah sebabnya, Suharto beserta tokoh penting Orde Baru seperti Adam Malik, menggambarkan betapa pentingnya Pancasila bagi Orde Baru. Pancasila kemudian menjadi kekuatan paling efektif untuk meminimalisasi kemungkinan munculnya kekuatan di luar negara. Tampaknya di awal kekuasaannya, Orde Baru berhasil menyelesaikan masalah legitimasi ideologisnya. Akhirnya tahun 1966 dan 1967, dasar-dasar negara suatu pemerintah yang dilegitimasi oleh ideologi Pancasila mulai diletakkan. Menjelang pertengahan 1966, MPRS telah berhasil membersihkan dirinya dari semua pendukung Sukarno. Sehingga, lembaga ini semakin memperoleh legalisasi untuk mengesahkan pengambilalihan kekuasaan oleh Letjend Soeharto, tanggal 5 Juli 1966 serta berhasil menjelaskan 'penyelewengan-penyelewengan' dalam pelaksanaan Pancasila dan Konstitusi yang telah terjadi selama Orde Lama di bawah Sukarno.

Ditetapkannya Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Orde Baru yang dipimpin oleh Letjen Soeharto didasarkan pada UUD dan Pancasila dan akan melaksanakan tujuan-tujuan Revolusi. Ketetapan ini dengan tegas mengakui keabsahan, legalitas,dan semangat revolusioner UUD dan Pancasila. Dan yang lebih penting lagi adalah MPRS mengatakan bahwa sumber tertinggi hukum nasional adalah 'semangat' Pancasila yang diakui MPRS merupakan cerminan dari karakter nasional serta Pembukaan UUD yang di dalamnya asas-asas Pancasila ditegaskan, itu lebih tinggi daripada Batang Tubuh UUD 1945.

Pada kekuasaan Orde Baru inilah Pancasila benar-benar menjadi kekuatan ideologis paling efektif dalam usahanya menancapkan 'kuku' kekuasaannya. Orde Baru menjadi kekuatan yang membela secara jelas Pancasila sebagai ideologi, sehingga setiap ancaman besar terhadap bangsa (kekuasaan), merupakan ancaman erhadap Pancasila, dan buktinya semua bentuk pemberontakan dapat dihancurkan. Adam Malik menunjuk pada Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 sebagai bukti bahwa Pancasila memang merupakan suatu sumber hukum legal dan 'moral', otoritas, dan legitimasi yang tertinggi di Indonesia. Pancasila dengan demikian tidak bisa dilaksanakan bila terdapat unsur-unsur dalam bangsa yang tidak sesuai dengan 'kepribadian nasional, misalnya 'ideologi asing' yang menganjurkan diadakannya partai-partai politik oposisi, seperti di Barat.

Realitas ini menjadi suatu bukti betapa dalam perkembangan politik nasional era Orde Baru sangat sulit diperoleh kekuatan di luar negara yang berani kritis atas negara. Disamping hanya akan diberangus sampai ke akar-akarnya, gerakan oposisi justru hanya akan menambah kekacauan dalam masyarakat. Dalam keadaan tertentu, realitas munculnya oposisi tidak sesuai dengan Pancasila. Itulah bukti betapa Orde Baru seolah tidak bisa dilepaskan dari Pancasila, karena bagaimanapun Pancasila adalah titik tolak dari rezim ini.

Demikianlah awal dimana kekuasaan Orde Baru telah berhasil meyakinkan masyarakat tentang konsistensinya dalam mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara. Bahkan sanggup pula menggunakan Pancasila sebagai alat untuk memberikan legitimasi atas kekuasaan, untuk semakin kokoh, tanpa terusik oleh kekuatan-kekuatan lain yang merongrongnya. Orde Baru menjadi identik dengan Pancasila, sehingga setiap usaha mengkritisinya 'dicurigai' sebagai usaha untuk mengubah ideologi negara, dan itu harus ditumpas habis, tidak saja oleh aparatur negara represif meminjam istilah

(10)

Penggabungan partai-partai yang 'dipaksakan' pada tahun 1973 merupakan contoh jelas dari ketergantungan pemerintah kepada ideologi nasional untuk menciptakan demokrasi Pancasila dan melegitimasi tindakan-tindakannya, tetapi baru pada tahun 1978 pemerintah Orde Baru melakukan ofensif ideologi yang dimaksudkan untuk menetapkan lebih lanjut parameter-parameter dan kendali-kendali atas wacana politik di Indonesia. Puncaknya pada tanggal 22 Maret 1978, MPR mengesahkan sebuah ketetapan tentang 'Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) yaitu TAP MPR No.II/MPR/1978. Ketetapan ini menjadi sangat penting karena dikaitkan dengan pedoman MPR untuk rencana pembangunan lima tahun. Dengan P4 ini dimulailah program indoktrinasi Pancasila secara nasional melalui program-program pendidikan ideologi yang dilaksanakan secara ketat.

Selama pembahasan-pembahasan di MPR tahun 1978 mengenai rancangan ketetatapan P4, farksi NU (Nahdatu Ulama) dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan) melakukan protes dengan walk out dari Majelis. Menurut Sidney Jones, pada saat itu NU adalah organisasi massa (Islam) terakhir di negara Indonesia yang masih memiliki aspirasi-aspirasi politik dan karena ini 'dicurigai' oleh rezim karena pada tahun 1971 menolak untuk mematuhi pedoman-pedoman Orde Baru tentang perilaku politik dan kemudian tahun 1981, NU menolak mendukung Soeharto untuk masa jabatan ketiga atau memberinya gelar 'Bapak Pembangunan' Dengan perkataan lain, NU masih bertindak seakan-akan sebuah partai yang independen. Perilaku seperti ini membuat NU menjadi sasaran tuduhan 'anti-Pancasila' oleh rezim, sebagaimana dalam sebuah pidato Presiden Soeharto tahun 1980 ketika dia menyerang walk out-nya NU dengan tuduhan seperti itu.

2. Pelaksanaan Asas Tunggal Pancasila

Situasi kondisi yang digambarkan di atas, menjadikan Presiden Orde Baru mulai secara tegas dan keras terhadap setiap 'kekuatan' yang tidak mau menerima Pancasila sebagai ideologi. Dan mencanangkan tentang asas tunggal Pancasila yang artinya tidak ada dasar lain selain Pancasila dalam parpol maupun organisasi masyarakat (orma). Hal ini tercantum pada UU No. 3 tahun 1985 tentang ditetapkannya Pancasila sebagai asas Partai Politik. Tidak lama setelah dikeluarkannya UU No. 3 tahun 1985, Orde Baru kembali mengeluarkan kebijakan mengenai Pancasila sebagai asas tunggal untuk organisasi-organisasi kemasyarakatan melalui UU No. 8 tahun 1985. Organisasi masyarakat diberi waktu dua tahun untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas.

Tanggal 27 Maret dan 16 April 1980, Presiden Suharto mengeluarkan peringatan tersebut melalui pidatonya pada Rapim ABRI di Pekanbaru. Dia mengatakan bahwa sebelum Orde Baru, Pancasila telah diancam oleh ideologi-ideologi lain, seperti Marxisme, Leninisme, komunisme, sosialisme, nasionalisme dan agama. Setiap organisasi di negara ini harus menerima Pancasila sebagai ideologi, sehingga merupakan keharusan bahwa angkatan bersenjata mendukung kelompok-kelompok yang membela dan mengikuti Pancasila. Soeharto, bahkan mengisyaratkan agar ABRI harus mendukung Golongan Karya (Golkar), sebagai konsekuensi dukungan atas pemerintahan yang membela Pancasila. ABRI dengan demikian harus berdiri di atas politik. Menurut David Jenkis, Soeharto dan kroninya di ABRI merasa bahwa jika militer 'netral' dalam pemilu, maka partai Islam (PPP) akan mengalahkan Golkar. Dari pidato-pidato Soeharto, Islam jelas digambarkan sebagai ancaman terhadap Pancasila, karena itu netralitas ABRI sama saja dengan membahayakan Pancasila.

Dalam pidato tahunannya di depan DPR, 16 Agustus 1982, Presiden Soeharto menegaskan lagi bahwa “seluruh kekuatan sosial dan politik harus menyatakan bahwa dasar ideologi mereka satu-satunya adalah Pancasila.” Pernyataan ini makin menegaskan adanya proses hegemoni ideologi, sesuatu yang belum pernah ada dalam sejarah Indonesia sebelumnya, dimana negara mampu menggunakan hegemoni ideologi seefektif yang dilakukan Orde Baru.

Dengan demikian, perjalanan panjang Orde Baru pada dasarnya didasarkan pada keinginan untuk 'menguatkan' dan 'menancapkan' ideologi Pancasila sebagai satu-satunya ideologi sah negara. Dengan 'berlindung' dibalik ideologi Pancasila, Orde Baru yang didukung kino-kinonya (ABRI, Golkar dan Birokrasi) menjadi kekuatan 'luar' biasa di negara Indonesia, tanpa dapat disentuh oleh kekuatan manapun. Sebab, setiap kekuatan di luar mainstream'negara' saat itu akan dianggap sebagai merongrong ideologi Pancasila. Setelah ideologi komunisme mampu ditumpas, maka Soeharto masih menganggap ada kekuatan lain yang 'berbahaya', yaitu yang datang dari kekuatan Islam.

Ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal pada perkembangan selanjutnya adalah semakin memperjelas arah kepentingan politik negara dengan menggunakan ideologi Pancasila. Semua organisasi, apapun bentuk dan jenisnya, harus mencantumkan Pancasila sebagai asas dalam anggaran dasarnya.

(11)

C. Situasi Politik Saat Berlakunya Asas Tunggal Pancasila

Dengan kebijakan pemerintah Orde Baru berupa Asas Tunggal Pancasila menuai berbagai reaksi yang mewanai situasi politik pada masa itu. Berbagai situasi politik pada masa itu dapat dilihat sebagai berikut. Pada 6 November 1982, lima organisasi yang mewakili lima agama (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha) mengeluarkan pernyataan bersama untuk tetap mempertahankan asas keagamaan masing-masing, dan tidak setuju terhadap rencana pemberlakukan asas tunggal. Namun demikian, mereka akan membuat umat menjadi orang yang beragama dan Pancasilais. Khusus umat Islam, reaksi yang terkadi sangat bervariasi dalam mensikapi gagasan asas tunggal ini. Tidak sedikit tokoh Islam yang menolak penunggalan asas tersebut.Reaksi paling keras datang dari Islam modernis radikal seperti Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII).

Kebijakan Orde Baru berupa asas tunggal ini akhirnya menciptakan ketegangan hubungan antara masyarakat dengan pemerintah, khususnya antara elemen umat Islam dengan pemerintah. Bahkan rezim Orba sengaja menempatkan Islam sebagai ancaman dengan dalih anti-Pancasila. Sebutan 'ekstrem kanan' digunakan untuk kalangan Islam yang menyuarakan kewajiban penerapan syariat Islam. Sejumlah operasi intelijen dan militer dilakukan untuk memberangus kalangan Islam yang bersuara kritis. Tragedi berdarah seperti peristiwa kerusuhan Lapangan Banteng di tahun 1982, Tanjung Priok 1984, Talangsari di Lampung 1989, Haur Koneng di Majalengka 1993 adalah harga pemaksaan Pancasila sebagai asas tunggal dengan umat Islam sebagai tumbalnya.

Sikap reaksioner kelompok Islam dalam merespon asas tunggal Pancasila paling menyolok tergambar dalam peristiwa Tanjung Priok. Peristiwa ini diawali dengan serangkaian pidato dan khutbah yang menyerang berbagai kebijakan-kebijakan diskriminatif rezim Orde Baru terutama tentang asas tunggal Pancasila. Sikap sebagian umat Islam tersebut ditanggapi dengan penindasan represif fisik oleh rezim Orde Baru. Dan peristiwa berdarahpun terjadi. Peristiwa ini dikenal dengan “Peristiwa Tanjung Priok”. Amir Biki tokoh penting kelompok ini, beserta kelompok aktivis lainya terbunuh ditangan pasukan Jenderal L.B. Moerdani dan Tri Soetrisno yang pada waktu dituding bertanggungjawab atas insiden itu. Kalangan Islam berpendapat bahwa jumlah korban yang mati terbunuh akan jauh berkurag jika ABRI tidak menggunakan cara-cara keras dalam menangani kasus tersebut. Barangkali inilah peristiwa yang paling berdarah yang terjadi selama umat Islam berada dibawah rezim Orde Baru, setelah peristiwa itu banyak para ulama dan pemimpin Islam yang ditangkap militer.

Dengan berlakunya asas tunggal Pancasila, maka PPP sebagai satu-satunya partai yang berasaskan Islam harus menghapus asas Islam dan menggantinya dengan asas Pancasila. Ini berarti bahwa perjuangan dan perjalanan Politik Islam Indonesia melalui jalur politik praktis mengalami kekalahan terbesar dalam lintasan sejarah politik Islam Indonesia. Ternyata berbagai kebijakan-kebijakan rezim Orde Baru terhadap politik Islam yang berakhir dengan pemberlakuan asas tunggal Pancasila tersebut memberikan implikasi yang sangat besar terhadap perjuangan politik Islam kedepan. Setelah tidak berhasil dengan strategi Islamisasi negara demi masyarakat, karena ditekan habis oleh rezim Orde Baru, pada kahir 1970-an muncul satu generasi Islam dengan mutu intelektualitas yang lebih baik, dengan pemikiran-pemikiran yang lebih modern. Mereka melontarkan gagasan-gagasan yang berbeda dengan pendahulu-pendahulu mereka.

Kondisi sosiologis pasca penetapan asas tunggal Pancasila, sudah tidak memungkinkan lagi untuk menerapkan strategi Islamisasi negara demi masyarakat dengan bertindak sebagai oposan bagi rezim Orde Baru. Oleh karena itu para pemikir dan aktivis muda Islam mulai berfikir mencari jalan terbaik supaya umat Islam dapat melepaskan citra buruk yang telah melekat dalam tubuh Islam.

Strategi politik Islam yang paling menonjol pasca penetapan asas tunggal Pancasila adalah para pemikir dan aktivis Islam mulai mencoba bersikap akomodatif terhadap rezim Orde Baru. Apalagi setelah tidak lagi organisasi politik maupun ormas Islam yang menggunakan Islam sebagai dasar ideologi. Sehingga rezim Orde Baru memandang bahwa dengan diterimanya asas tunggal Pancasila bagi organisasi politik maupun organisasi massa Islam, maka hilang sudah kekhawatiran “Islam Phobia”, karena selama ini yang dikhawatirkan oleh rezim Orde Baru adalah politik Islam bila dibiarkan akan tumbuh dan berkembang dan berusaha mendirikan negara Islam.

Agar politik Islam tetap eksis dalam sejarah perpolitikan di Indonesia, maka strategi yang dipilih adalah dengan mengembangkan politik Islam melalui jalur kultural (budaya) dan penekanan upaya membangun kapasitas politik masyarakat melalui strategi Islamisasi masyarakat dalam negara nasional.

Kemudian kecaman atau reaksi pun muncul dari Kelompok lima puluh yang terdiri dari para purnawirawan ABRI yang terkemuka, mantan para pemimpin partai dan akademisi (disebut 'Petisi 50'). Dimana 'Petisi 50' tersebut menyerang Soeharto dalam suatu pernyataan keprihatinan' terbuka yang dikirim ke DPR. Pernyataan itu menuduh bahwa Soeharto telah memakai 'alasan' ancaman terhadap Pancasila untuk tujuan-tujuan politiknya sendiri. Petisi 50 menganggap bahwa Pancasila tidak pernah dimaksudkan untuk dipakai sebagai ancaman politik terhadap mereka yang dianggap sebagai lawan-lawan politik.

(12)

Pernyataan ini mengecam Soeharto, karena mencoba mem-personifikasi-kan Pancasila sehingga tiap desas-desus tentang dia akan dianggap sebagai sikap anti-Pancasila. Reaksi tersebut berakibat pada di back-list-nya mereka oleh pemerintah, dan banyak dari mereka ditangkapi, dipecat dan dilarang ke luar negeri. Tapi, ikhtiar ini telah memicu bangkitnya perlawanan atas pemerintah Orde Baru, terutama farksi NU dari PPP.

Dikeluarkanya kebijakan Asas Tunggal Pancasila ini juga berdampak pada gerakan kaum muda Muslim terbesar dan paling berpengaruh, yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Keharusan HMI untuk merubah dan menerima Asas Pancasila berakibat fatal, karena menyebabkan HMI terpecah menjadi dua kubu, yaitu HMI DIPO (Diponegoro, inisial karena bersekretariat di jalan Diponegoro Jakarta dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Yang pada akhirnya, HMI DIPO menerima asas Pancasila – meski setelah reformasi asasnya kembali ke Islam, sedangkan HMI MPO tetap mempertahankan asas Islamnya. Awalnya hanya peristiwa politik yang menyebabkan perpecahan, tetapi kemudian berkembang menjadi perpecahan kelembagaan, yang kemudian masing-masing berjalan dengan sistem penjelas yang dirumuskan, agar tetap survive. HMI DIPO merumuskan dan melakukan penyesuan-penyesuan terhadap pola-pola yang dikembangkan oleh penguasa, sedangkan HMI MPO, harus mengeluarkan energi ekstra untuk merumuskan konsep-konsep, pola-pola dan sistem penjelas organisasi.

raihan suara dan kursi

raihan suara dan kursi

pemilu 1987 - 1997

pemilu 1987 - 1997

raihan suara dan kursi

pemilu 1987 - 1997

(13)

Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1999 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 7 Juni 1999 untuk memilih 462 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 1999-2004.

Pemilihan Umum ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan setelah runtuhnya Orde Baru dan juga yang terakhir kalinya diikuti oleh Provinsi Timor Timur. Pemilihan Umum itu diikuti oleh 48 partai politik dan dilakukan secara proporsional berdasarkan persentase suara nasional. Dari 462 kuri yang diperebutkan PDIP berhasil mmperoleh 153 kursi (33,12%), Golkar 120 kursi (5,97%), dan PPP mendapatkan 58 kursi (10,71%). Sebagai hasil pemilu 1999, Ketua DPR dijabat Akbar Tanjung dari Golkar dan Ketua MPR Amien Rais dari PAN.

Pemilihan Umum ini diikuti oleh 48 partai politik, yang mencakup hampir semua spektrum arah politik (kecuali komunisme yang dilarang di Indonesia). Penentuan kursi dilakukan secara proporsional berdasarkan persentase suara nasional.

Pemilihan Umum ini seharusnya diselenggarakan pada tahun 2002, namun atas desakan publik untuk mengadakan reformasi serta mengganti anggota-anggota parlemen yang berkaitan dengan Orde Baru, maka pemilihan umum dipercepat dari tahun 2002 ke tahun 1999 oleh pemerintah waktu itu.

Namun bagi dunia, pemilu 7 Juni 1999 rupanya dianggap sebagai peristiwa sejarah. Tanggal 7 Juni 2013 misalnya tepat 14 tahun pelaksanaan demokrasi di Indonesia, dan itu masuk dalam sejarah dunia menurut Associated Press sebagaimana dikutip harian "The Japan News" yang diterbitkan koran terbesar di Jepang dan di dunia "The Yomiuri Shimbun."

Lalu tertulis 7 Juni 1999 Indonesia melakukan pemilu demokratis yang pertama sejak tahun 1955. Lebih dari 96% yang ikut serta dalam pemilu yang di luar dugaan berlangsung damai. Walaupun hari ini masyarakat Indonesia tidak terlalu mengingat peristiwa pemilu 1999 itu, namun bagi dunia itu adalah peristiwa penting. Bahkan di luar perhitungan atau dugaan masyarakat dunia bahwa pemilu demokratis itu ternyata bisa berlangsung secara damai. Media Jepang itu menuliskan "di luar dugaan berlangsung secara damai." Saat itu memang ada yang mengatakan kalau pemilu dilakukan secara demokratis, maka akan "berdarah-darah."

Bahkan ada juga kabar angin (rumor) yang mengatakan kalau pemilu demokratis itu tetap dilakasanakan maka Indonesia akan pecah menjadi negara-negara kecil. Saat itu banyak selentingan seperti Bali ingin merdeka, Sulawesi ingin merdeka, Papua ingin merdeka, dll. Namun ternyata masyarakat kita mampu mengatasinya bahkan bukan saja pemilu presiden, tapi pemilu kepala daerah pun sudah dilakukan secara demokratis saat ini sesuai keinginan masyarakat (walaupun masih harus tetap diperbaiki). Tantangan ke depannya adalah agar pemilu demokratis itu dapat membuat pemilihnya (rakyat) menikmati hidup yang lebih sejahtera karena yang dipilih benar-benar menganggap pemilu merupakan peristiwa sakral di mana rakyat rela mendelegasikan kedaulatan (mahkota) nya kepada orang atau partai yang dipilihnya.

pemilu 1999

pemilu 1999

masa awal reformasi

masa awal reformasi

pemilu 1999

masa awal reformasi

partai peserta pemilu

partai peserta pemilu

(14)

raihan suara secara nasional

raihan suara secara nasional

raihan suara secara nasional

No. Partai Jumlah Suara Persenta se

Jumlah

Kursi Persentase

1 Partai Indonesia Baru 192.712 0,18% 0 0,00% 2 Partai Kristen Nasional Indonesia 369.719 0,35% 0 0,00% 3 Partai Nasional Indonesia 377.137 0,36% 0 0,00% 4 Partai Aliansi Demokrat Indonesia 85.838 0,08% 0 0,00% 5 Partai Kebangkitan Muslim Indonesia 289.489 0,27% 0 0,00% 6 Partai Ummat Islam 269.309 0,25% 0 0,00% 7 Partai Kebangkitan Ummat 300.064 0,28% 1 0,22% 8 Partai Masyumi Baru 152.589 0,14% 0 0,00% 9 Partai Persatuan Pembangunan 11.329.905 10,71% 58 12,55% 10 Partai Syarikat Islam Indonesia 375.920 0,36% 1 0,22% 11 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 35.689.073 33,74% 153 33,12% 12 Partai Abul Yatama 213.979 0,20% 0 0,00% 13 Partai Kebangsaan Merdeka 104.385 0,10% 0 0,00% 14 Partai Demokrasi Kasih Bangsa 550.846 0,52% 5 1,08% 15 Partai Amanat Nasional 7.528.956 7,12% 34 7,36% 16 Partai Rakyat Demokratik 78.730 0,07% 0 0,00% 17 Partai Syarikat Islam Indonesia 1905 152.820 0,14% 0 0,00% 18 Partai Katolik Demokrat 216.675 0,20% 0 0,00% 19 Partai Pilihan Rakyat 40.517 0,04% 0 0,00% 20 Partai Rakyat Indonesia 54.790 0,05% 0 0,00% 21 Partai Politik Islam Indonesia Masyumi 456.718 0,43% 1 0,22% 22 Partai Bulan Bintang 2.049.708 1,94% 13 2,81% 23 Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia 61.105 0,06% 0 0,00% 24 Partai Keadilan 1.436.565 1,36% 7 1,51% 25 Partai Nahdlatul Ummat 679.179 0,64% 5 1,08% 26 Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis 365.176 0,35% 1 0,22% 27 Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia 328.654 0,31% 1 0,22% 28 Partai Republik 328.564 0,31% 0 0,00% 29 Partai Islam Demokrat 62.901 0,06% 0 0,00% 30 Partai Nasional Indonesia - Massa Marhaen 345.629 0,33% 1 0,22% 31 Partai Musyawarah Rakyat Banyak 62.006 0,06% 0 0,00% 32 Partai Demokrasi Indonesia 345.720 0,33% 2 0,43% 33 Partai Golongan Karya 23.741.749 22,44% 120 25,97% 34 Partai Persatuan 655.052 0,62% 1 0,22% 35 Partai Kebangkitan Bangsa 13.336.982 12,61% 51 11,03% 36 Partai Uni Demokrasi Indonesia 140.980 0,13% 0 0,00% 37 Partai Buruh Nasional 140.980 0,13% 0 0,00% 38 Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong 204.204 0,19% 0 0,00% 39 Partai Daulat Rakyat 427.854 0,40% 2 0,43% 40 Partai Cinta Damai 168.087 0,16% 0 0,00% 41 Partai Keadilan dan Persatuan 1.065.686 1,01% 4 0,87% 42 Partai Solidaritas Pekerja 49.807 0,05% 0 0,00% 43 Partai Nasional Bangsa Indonesia 149.136 0,14% 0 0,00% 44 Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia 364.291 0,34% 1 0,22% 45 Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia 180.167 0,17% 0 0,00% 46 Partai Nasional Demokrat 96.984 0,09% 0 0,00% 47 Partai Ummat Muslimin Indonesia 49.839 0,05% 0 0,00% 48 Partai Pekerja Indonesia 63.934 0,06% 0 0,00%

(15)

pemilu 2004

pemilu 2004

pemilu 2004

PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF INDONESIA 2004

Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.

Hasil akhir pemilu menunjukan bahwa Golkar mendapat suara terbanyak. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai terbaru dalam pemilu ini, mendapat 7,45% dan 7,34% suara.

Pemilihan umum 2004 dinyatakan sebagai pemilu paling rumit dalam sejarah demokrasi.

LATAR BELAKANG

Dalam sidang umum tahun 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menambah 14 amendemen pada Undang-Undang Dasar 1945. Di antara amendemen tersebut, terdapat perubahan dalam badan legislatif. Dimulai dari tahun 2004, MPR akan terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Karena semua kursi di MPR akan dipilih secara langsung, militer diminta untuk dihilangkan dari dewan perwakilan.Perubahan dan pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden merupakan langkah besar bagi Indonesia untuk mencapai demokrasi.

Pada 13 Juli 2003, Presiden Megawati Sukarnoputri menandatangani undang-undang yang menguraikan isi dari MPR. DPD baru akan terdiri dari empat perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia. UU tersebut juga mengubah keanggotaan DPR menjadi 550 orang

KAMPANYE

Pada tahap awal pendaftaran, 150 partai mendaftar ke Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Jumlah ini lalu berkurang menjadi 50 dan akhirnya 24 setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).Pengurangan ini dilakukan berdasarkan undang-undang pemilu baru yang hanya memperbolehkan partai dengan 2 persen kursi DPR atau 3 persen kursi di DPRD untuk ikut dalam pemilu 2004. Hanya enam partai yang memenuhi kriteria ini dan partai-partai lainnya diwajibkan untuk melakukan merger atau reorganisasi menjadi partai baru.

Periode kampanye untuk partai dimulai pada 11 Maret dan berlanjut hingga 1 April. Kampanye ini terbagi menjadi dua fase karena dirayakannya Nyepi, hari raya umat Hindu. Partai-partai menyampaikan agenda nasional mereka antara 11 hingga 25 Maret. Namun, acara-cara tersebut tidak banyak dihadiri. Survey yang dilakukan oleh International Foundation for Electoral Systems menunjukan bahwa tidak semua pemilih tahu bagaimana memilih atau tidak mengetahui kandidat yang mereka pilih.Jadwal pemilu legislatif 200411 Maret–1 AprilKampanye calon legislatif2–4 AprilMasa tenang5 AprilHari pemilihan21–30 AprilPengumuman hasilTerdapat lebih dari 475.000 kandidat yang dinominasikan oleh partai politik dalam tingkat nasional, provinsial dan kabupaten, lebih dari 1.200 kandidat bersaing untuk 128 kursi DPD, serta 7.756 kandidat untuk 550 kursi DPR. Kandidat akan dipilih dalam sistem proporsional terbuka (open list).

HASIL

Hasil pemilu ini menentukan partai politik mana yang dapat menyalonkan kandidatnya untuk pemilu presiden 2004 pada 5 Juli. Hanya partai yang memperoleh lima persen popular vote atau tiga persen kursi di DPR yang dapat menyalonkan kandidatnya. Partai yang tidak memenuhi kriteria tersebut harus bergabung dengan partai lain untuk memenuhi salah satu kriteria.[8]

Hari pemilu

Pemilu 5 April dilaksanakan tanpa terjadinya insiden besar. Kekerasan kecil sempat terjadi dan dua pejabat pemilu dilaporkan tewas ketika mengantarkan peralatan pemilihan di provinsi Papua. Pemilu ini diamati oleh organisasi-organisasi seperti Australian Parliamentary Observer Delegation dan European Union Election Observer Mission.

Jumlah suara

Proses penghitungan suara berlangsung selama sebulan dan hasil akhir diumumkan pada 5 Mei. Dari 148.000.369 pemilih terdaftar, 124.420.339 menggunakan hak pilihnya (84,06%). Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah dan 10.957.925 tidak sah. Di DPR, Golkar mendapat kursi terbanyak. Namun, 14 dari 24 partai menolak hasil pemilu dengan tuduhan penghitungan suara yang tidak teratur.

(16)

Alokasi kursi

Untuk mencapai jumlah perwakilan yang sepadan, pembagian kursi dilakukan dengan menggunakan largest remainder method, sementara kuota Hare digunakan untuk menentukan kursi yang secara otomatis diduduki oleh partai perorangan. Kursi tersisa yang ditetapkan kepada daerah pemilihan dibagikan kepada partai politik tersisa berdasarkan urutan peringkat suara tersisa.

Terdapat 273 kasus yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi, dengan kasus terakhir diselesaikan pada tanggal 21 Juni. Di antara kasus-kasus tersebut, 38 keputusan memengaruhi alokasi kursi di DPR, DPD dan DPRD. Partai Demokrat kehilangan dua kursi, sementara Partai Amanat Nasional dan Partai Damai Sejahtera mendapat satu kursi. Partai Pelopor mendapatkan satu kursi dari Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan. Sementara itu, satu-satunya kursi yang didapat Partai Nasional Banteng Kemerdekaan diserahkan kepada Partai Bintang Reformasi oleh KPU .

Setelah penyelesaian semua sengketa, enam belas partai mendapat paling tidak satu kursi di DPR, sementara sisanya tidak mendapat sama sekali. Ketidaktetapan urutan partai muncul karena adanya aturan khusus yang semula dibuat untuk menghadapi masalah tidak meratanya pembagian penduduk antara pulau Jawa dengan pulau lainnya.Aturan ini menetapkan bahwa nilai kuota Hare untuk provinsi di Jawa lebih tinggi daripada pulau lain. Partai akan memerlukan lebih sedikit suara untuk mendapatkan kursi di luar Jawa. Contohnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendapat lebih banyak suara dari Partai Amanat Nasional, namun mendapat jumlah kursi yang sama dengan PAN.

AKIBAT

Pemilu legislatif 2004 merupakan pemilu paling rumit dalam sejarah Indonesia karena penduduk Indonesia harus memilih wakil rakyat di DPR, DPD dan DPRD. Faktor tersebut menjadikan sistem pemilihan Indonesia unik jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Pemilu ini juga dinyatakan sebagai pemilihan terpanjang dan paling rumit dalam sejarah demokrasi.Bahkan sistem alokasi kursi DPR juga dianggap sebagai "yang paling rumit di dunia" oleh media.

Tujuh partai politik memenuhi kriteria untuk menyalonkan kandidatnya dalam pemilu presiden 2004: Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat (PD), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). PKS tidak mencalonkan kandidatnya, tetapi mendukung capres dari PAN.

Anggota DPR dan DPD yang baru terpilih diambil sumpahnya dalam sesi yang berbeda pada tanggal 1 Oktober. Anggota dewan lalu berkumpul pada tanggal 2 Oktober dan diambil sumpahnya sebagai anggota MPR. Ginandjar Kartasasmita terpilih sebagai ketua DPD, Agung Laksono dari Golkar sebagai ketua DPR dan Hidayat Nur Wahid dari PKS sebagai ketua MPR.

Pada 5 Oktober, tiga kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan dimekarkan untuk membentuk provinsi Sulawesi Barat. Pemekaran ini dilakukan setelah pemilu sehingga Sulawesi Barat tidak memiliki perwakilan dalam DPR hingga pemilu legislatif 2009.

(17)

peta pemenang urutab terbanyak provinsi

peta pemenang urutab terbanyak provinsi

peta pemenang urutab terbanyak provinsi

perolehan suara partai pemilu 2004 terbesar

perolehan suara partai pemilu 2004 terbesar

perolehan suara partai pemilu 2004 terbesar

peserta pemilu 2004

peserta pemilu 2004

peserta pemilu 2004

(18)

Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan otomatisasi partai-partai yang tidak lolos electoral threshod (ET) tetapi mendapatkan kursi di DPR untuk menjadi peserta pemilu 2009. Terdapat sembilan partai yang masuk dalam katagori ini, yaitu PKPB, PKPI, PNI-Marhaenisme, PPDI, PPDK, PP, PS, PBR, dan PBB. Terhadap partai-partai tersebut, KPU seharusnya melakukan verifikasi keabsahan keikutsertaannya dalam pemilu

Kedua, adanya dulisme penetapan calon jadi, yaitu antara sistem nomor urut bersyarat vs sistem suara terbanyak. Dalam penetapan calon terpilih, Undang-undang pemilu memakai prinsip ini, sebuah partai yang mendapatkan kursi maka penetapan calon terpilih diberikan kepada mereka yang berda di nomor urut kecil atau atas dengan syarat mereka mendapatkan sura 30% BPP lebih banyak daripada perolehan kursi partai maka penetapan calon terpilih berdasarkan nomor urut. Pengecualian diberikan kepada mereka yang mendapatkan 100% dari BPP. Kepada yang mendapatkan 100% BPP maka secara otomatis ditetapkan sebagai calon terpilih meskipun berada di nomor urut besar.

Ditengah perjalanan ketika penominasian kandidat sedang dilakukan, beberapa partai politik menyatakan diri tidak akan memakai sistem seperti yang diatur dalam Undang-undang Pemilu. Bebnerapa partai seperti PAN, Golkar, PBR, dan PD berencana memakai sistem suara terbanyak dalam menetapkan calon jadi/terpilih. Sementara itu, partai-partai lain seperti seperti PDIP, PKS dan PPP tetap akan menggunakan sistem nomor urut bersyarat. Sistem suara terbanyak dipakai terutama untuk meminimalisasi konflik internal partai dalam penyusunan daftar calon legislatif dan untuk menggerakkan mesin partai mendapatkan suara pemilih sebanyak-banyaknya.

Keikutsertaan partai lokal dalam pemilu legislatif di tingkat lokal. Keikutsertaan partai lokal ini hanya terjadi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Terdapat 6 (enam) partai lokal yang ikut dalam pemilu, yaitu partai Aceh, Partai Aceh Aman Sejahtera, Partai Bersatu Aceh, Partai Daulat Aceh, Partai Rakyat Aceh, dan Partai Suara Independen Rakyat Aceh (Partai SIRA). Dalam daftar nomor urut partai di kertas suara, partai lokal tersebut masing-masing secara berurutan menempati nomor urut 35, 36, 37, 38, 39 dan 40.

Jumlah pemilih pada pemilu 2009 mencapai 170.022.239 orang, tersebar di 33 provinsi. Penentuan pemilih didasarkan pada verivikasi KPU terhadap data kependudukan yang disediakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Mereka yang berhak menjadi pemilih adalah (1) Warga Negara Indonesia, (2) Pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Untuk menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih. Sistem pendaftaran pemilih adalah campuran stelsel pasif dan aktif. Mereka didaftar oleh KPU berdasarkan prinsip de jure.

Pada pemilu ini peserta pemilu tergantung pada jenis pemilunya. Untuk Pemilu DPR/D pesertanya adalah parati politik sedangkan pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. Sementara itu pada pemilu presiden dan wakil presiden pesertanya adalah pasangan calon yang mendapatkan dukungan dalam jumlah tertentu dari partai politik.

PESERTA PEMILU DPR

Pada tingkat nasional, peserta pemilu 2009 berjumlah 38 partai politik. dari jumlah tersebut, secara katagoris dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, partai-partai yang lolos electoral threshold sebesar 2% kursi DPR dalam pemilu sebelumnya. Pada katagori ini, terdapat 7 partai yang lolos electoral threshold yaitu Golkar, PDIP, PPP, PKB, PAN, PD, dan PKS.

Kedua, partai-partai baru berdiri dan lolos berdasarkan syarat-syarat keikutsertaan dalam pemilu. Syarat keikutsertaan dalam pemilu itu meliputi: (a) memiliki kepengurusan di 2/3 jumlah provinsi, dan memiliki kepengurusan di 2/3(dua pertiga) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan, (b) memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik, (c) sebagai bagian dari affirmative action gerakan perempuan, partai politik juga harus menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat, (d) paratai harus mempunyai kantor tetap untuk setiap level kepengurusan serta mengajukan nama dan tanda gambar partai kepada KPU. Masuk dalam katagori ini terdapat 27 partai.

Kelompok partai yang pada pemilu 2004 mendapatkan kursi di DPR tetapi perolehan kursinya tidak mencapai electoral threshold 2%. Terdapat 10 partai yang masuk dalam katagori ini. Terakhir, kelompok partai dari peserta pemilu 2004 yang tidak lolos electoral threshold dan tidak mendapatkan kursi di DPR, terdapat 4 partai dalam katagori ini, yaitu Partai Merdeka, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, Partai Serikat Indonesia, dan Partai Buruh. Kelompok partai ini dapat menjadi peserta pemilu 2009 karena

(19)

peserta pemilu 2009

peserta pemilu 2009

(20)

DAERAH PEMILIHAN

Daerah pemilihan Pemilihan Umum Anggota DPR adalah provinsi atau gabungan kabupaten/kota dalam 1 provinsi, dengan total 77 daerah pemilihan. Jumlah kursi untuk setiap daerah pemilihan berkisar antara 3-10 kursi, yang ditentukan sesuai dengan jumlah penduduk

No. Provinsi Nama daerah pemilihan Jumlah kursi

1. Aceh

Aceh I

Aceh Tenggara, Aceh Barat, Aceh Besar, Pidie, Simeulue, Aceh Singkil, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Jaya, Nagan Raya, Pidie Jaya, Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Kota Subulussalam

7

Aceh II

Aceh Selatan, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Utara, Bireuen, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Kota Lhokseumawe, Kota Langsa

6

2. Sumatera Utara

Sumatera Utara I

Kab. Deli Serdang, Serdang Bedagai, Kota Medan, Kota Tebing Tinggi 10

Sumatera Utara II

Kab. Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Nias, Labuhan Batu, Toba Samosir, Mandailing Natal, Nias Selatan, Humbang Hasundutan, Samosir, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Kota Sibolga, Kota Padang Sidempuan

10

Sumatera Utara III

Kab. Langkat, Karo, Simalungun, Asahan, Dairi, Pakpak Bharat, Batubara, Kota Pematangsiantar, Kota Tanjungbalai, Kota Binjai

10

3. Sumatera Barat

Sumatera Barat I

Kab. Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Tanah Datar, Kepulauan

Mentawai, Dharmasraya, Solok Selatan, Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kota Padangpanjang

8

Sumatera Barat II

Kab. Padang Pariaman, Agam, Limapuluh Koto, Pasaman, Pasaman Barat, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, Kota Pariaman

6

4. Riau

Riau I

Kab. Bengkalis, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Kota Pekanbaru, Kota Dumai 6

Riau II

Kab. Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Kuantan Singingi 5

5. Kepulauan

(21)

6. Jambi Jambi 7 7. Sumatera

Selatan

Sumatera Selatan I

Kab. Musi Rawas, Musi Banyuasin, Banyuasin, Kota Palembang, Kota Lubuk Linggau 8

Sumatera Selatan II

Kab. Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Muaraenim, Lahat, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Ilir, Empat Lawang, Kota Pagar Alam,Kota Prabumulih

9 8. Bangka

Belitung Bangka Belitung 3 9. Bengkulu Bengkulu 4 10. Lampung

Lampung I

Kab. Lampung Selatan, Lampung Barat, Tanggamus, Pesawaran, Kota Bandar Lampung, Kota Metro (kabupaten baru masih digabung dengan induknya)

9 Lampung II

Kab. Lampung Tengah, Lampung Utara, Tulangbawang, Lampung Timur, Way Kanan (kabupaten baru masih digabung dengan induknya)

9 11. DKI Jakarta

DKI Jakarta I

Kota Jakarta Timur 6

DKI Jakarta II

Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Selatan, Luar Negeri 7

DKI Jakarta III

(22)
(23)
(24)

15. Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta 8

16. Jawa Timur

Jawa Timur I

Kab. Sidoarjo, Kota Surabaya 10

Jawa Timur II

Kabupaten dan Kota Probolinggo dan Pasuruan 7

Jawa Timur III

Kab. Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo 7

Jawa Timur IV

Kab. Lumajang, Jember 8

Jawa Timur V

Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu 8

Jawa Timur VI

Kab. Tulungagung; Kabupaten dan Kota Blitar dan Kediri 9

Jawa Timur VII

Kab. Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Ngawi 8

Jawa Timur VIII

Kab. Jombang, Nganjuk; Kab. dan Kota Mojokerto dan Madiun 10

Jawa Timur IX

Kab. Bojonegoro dan Tuban 6

Jawa Timur X

Kab. Lamongan dan Gresik 6

Jawa Timur XI

(25)
(26)

27. Sulawesi Selatan

Sulawesi Selatan I

Kab. Selayar, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, Kota Makassar 8

Sulawesi Selatan II

Kab. Bulukumba, Sinjai, Bone, Maros, Pangkajene dan Kepulauan, Barru, Soppeng, Wajo, Kota Parepare

9 Sulawesi Selatan III

Kab. Sidenreng Rappang, Pinrang, Enrekang, Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, Kota Palopo

7 28. Sulawesi

Tenggara Sulawesi Tenggara 5 29. Sulawesi Barat Sulawesi Barat 3 30. Maluku Maluku 4 31. Maluku Utara Maluku Utara 3 32. Papua Papua 10 33. Papua Barat Papua Barat 3

(27)

raihan suara dan kursi dpr pemilu 2009

raihan suara dan kursi dpr pemilu 2009

raihan suara dan kursi dpr pemilu 2009

No. Partai Jumlah suara Persentase suara Jumlah kursi Persentase kursi Status PT*

1 Partai Hati Nurani Rakyat 3.922.870 3,77% 18 3,21% Lolos 2 Partai Karya Peduli Bangsa 1.461.182 1,40% 0 0,00% Tidak lolos 3 Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia 745.625 0,72% 0 0,00% Tidak lolos 4 Partai Peduli Rakyat Nasional 1.260.794 1,21% 0 0,00% Tidak lolos 5 Partai Gerakan Indonesia Raya 4.646.406 4,46% 26 4,64% Lolos 6 Partai Barisan Nasional 761.086 0,73% 0 0,00% Tidak lolos 7 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 934.892 0,90% 0 0,00% Tidak lolos 8 Partai Keadilan Sejahtera 8.206.955 7,88% 57 10,18% Lolos 9 Partai Amanat Nasional 6.254.580 6,01% 43 7,68% Lolos 10 Partai Perjuangan Indonesia Baru 197.371 0,19% 0 0,00% Tidak lolos 11 Partai Kedaulatan 437.121 0,42% 0 0,00% Tidak lolos 12 Partai Persatuan Daerah 550.581 0,53% 0 0,00% Tidak lolos 13 Partai Kebangkitan Bangsa 5.146.122 4,94% 27 4.82% Lolos 14 Partai Pemuda Indonesia 414.043 0,40% 0 0,00% Tidak lolos 15 Partai Nasional Indonesia Marhaenisme 316.752 0,30% 0 0,00% Tidak lolos 16 Partai Demokrasi Pembaruan 896.660 0,86% 0 0,00% Tidak lolos 17 Partai Karya Perjuangan 351.440 0,34% 0 0,00% Tidak lolos 18 Partai Matahari Bangsa 414.750 0,40% 0 0,00% Tidak lolos 19 Partai Penegak Demokrasi Indonesia 137.727 0,13% 0 0,00% Tidak lolos 20 Partai Demokrasi Kebangsaan 671.244 0,64% 0 0,00% Tidak lolos 21 Partai Republika Nusantara 630.780 0,61% 0 0,00% Tidak lolos 22 Partai Pelopor 342.914 0,33% 0 0,00% Tidak lolos 23 Partai Golongan Karya 15.037.757 14,45% 107 19,11% Lolos 24 Partai Persatuan Pembangunan 5.533.214 5,32% 37 6,61% Lolos 25 Partai Damai Sejahtera 1.541.592 1,48% 0 0,00% Tidak lolos 26 Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia 468.696 0,45% 0 0,00% Tidak lolos 27 Partai Bulan Bintang 1.864.752 1,79% 0 0,00% Tidak lolos 28 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 14.600.091 14,03% 95 16,96% Lolos 29 Partai Bintang Reformasi 1.264.333 1,21% 0 0,00% Tidak lolos 30 Partai Patriot 547.351 0,53% 0 0,00% Tidak lolos 31 Partai Demokrat 21.703.137 20,85% 150 26,79% Lolos 32 Partai Kasih Demokrasi Indonesia 324.553 0,31% 0 0,00% Tidak lolos 33 Partai Indonesia Sejahtera 320.665 0,31% 0 0,00% Tidak lolos 34 Partai Kebangkitan Nasional Ulama 1.527.593 1,47% 0 0,00% Tidak lolos 41 Partai Merdeka 111.623 0,11% 0 0,00% Tidak lolos 42 Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia 146.779 0,14% 0 0,00% Tidak lolos 43 Partai Sarikat Indonesia 140.551 0,14% 0 0,00% Tidak lolos 44 Partai Buruh 265.203 0,25% 0 0,00% Tidak lolos

104.099.785 100,00% 560 100,00%

*) Karena adanya penerapan parliamentary threshold (PT), partai poli k yang memperoleh suara dengan persentase kurang dari 2,50% dak berhak memperoleh kursi di DPR.

(28)

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 (biasa disingkat Pemilu Legislatif 2014) diselenggarakan pada 9 April 2014 untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2014-2019.

Peserta

Pada tanggal 7 September 2012, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan daftar 46 partai politik yang telah mendaftarkan diri untuk mengikuti Pemilu 2014, di mana beberapa partai diantaranya merupakan partai politik yang baru pertama kali mengikuti pemilu ataupun baru mengganti namanya. 9 partai lainnya merupakan peserta Pemilu 2009 yang berhasil mendapatkan kursi di DPR periode 2009-2014.[2] Pada tanggal 10 September 2012, KPU meloloskan 34 partai yang memenuhi syarat pendaftaran minimal 17 buah dokumen.[3] Selanjutnya pada tanggal 28 Oktober 2012, KPU mengumumkan 16 partai yang lolos verifikasi administrasi dan akan menjalani verifikasi faktual.[4]Pada perkembangannya, sesuai dengan keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum, verifikasi faktual juga dilakukan terhadap 18 partai yang tidak lolos verifikasi administrasi. Hasil dari verifikasi faktual ini ditetapkan pada tanggal 8 Januari 2013, KPU mengumumkan 10 partai sebagai peserta Pemilu 2014.[2]Dalam perkembangan berikutnya, keputusan KPU tersebut digugat oleh beberapa partai politik yang tidak lolos verifikasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara, namun hanya ada dua partai yang dikabulkan gugatannya oleh PTUN yaitu Partai Bulan Bintang pada tanggal 18 Maret 2013 dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia pada tanggal 25 Maret 2013. KPU mengabulkan putusan PTUN tersebut dan menetapkan kedua partai tersebut menjadi peserta Pemilu Legislatif 2014.Berikut daftar 12 partai politik nasional peserta Pemilihan Umum Legislatif 2014 beserta nomor urutnya.

pemilu 2014

pemilu 2014

(29)

Sementara berikut ini adalah daftar partai yang mendaftar sebagai peserta namun gagal dalam verifikasi awal (*), verifikasi administrasi (**), dan verifikasi faktual (***):

· Partai Aksi Rakyat* · Partai Barisan Nasional* · Partai Bhinneka Indonesia**

· Partai Bulan Bintang*** (menjadi peserta setelah gugatannya dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara)

· Partai Buruh**

· Partai Damai Sejahtera**

· Partai Demokrasi Kebangsaan** · Partai Demokrasi Pembaruan*** · Partai Indonesia Sejahtera* · Partai Islam*

· Partai Pemuda Indonesia* · Partai Karya Peduli Bangsa** · Partai Karya Republik**

· Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia*** (menjadi peserta setelah gugatannya dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara)

· Partai Kebangkitan Nasional Ulama** · Partai Kedaulatan**

· Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru*** · Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia** · Partai Kongres**

· Partai Matahari Bangsa* · Partai Merdeka*

· Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia** · Partai Nasional Indonesia Marhaenisme**

· Partai Nasional Republik** · Partai Patriot*

· Partai Peduli Rakyat Nasional*** · Partai Pelopor*

· Partai Pemersatu Bangsa*

· Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia** · Partai Persatuan Nahdlatul Ummah* · Partai Persatuan Nasional***

· Partai Republik Indonesia* · Partai Republika Nusantara**

· Partai Penegak Demokrasi Indonesia** · Partai Republik**

· Partai Serikat Rakyat Independen**

Pada tanggal 10 Maret 2013, sepuluh partai politik yang gagal dalam verifikasi administrasi menyatakan bergabung dengan salah satu partai yang lolos menjadi peserta yaitu Partai Hati Nurani Rakyat:[7]

1. Partai Kedaulatan

2. Partai Republika Nusantara (RepublikaN) 3. Partai Nasional Republik (Nasrep)

4. Partai Indonesia Sejahtera (PIS) 5. Partai Pemuda Indonesia (PPI) 6. Partai Kongres

7. Partai Damai Sejahtera (PDS)

8. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) 9. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)

10. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)

RUMAH PINTAR PEMILU

RUMAH PINTAR PEMILU

(30)

Pemilihan umum anggota DPRD[sunting | sunting sumber] Perubahan peraturan[sunting | sunting sumber]

Dalam UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, pada awalnya ditetapkan bahwa ambang batas parlemen sebesar 3,5% juga berlaku untuk DPRD.[8] Akan tetapi, setelah digugat oleh 14 partai politik, Mahkamah Konstitusi kemudian menetapkan ambang batas 3,5% tersebut hanya berlaku untuk DPR dan ditiadakan untuk DPRD.[2][8]

Peserta[sunting | sunting sumber]

Peserta pemilihan umum anggota DPRD adalah partai politik yang sama dengan peserta pemilihan umum anggota DPR, kecuali khusus untuk Provinsi Aceh ditambah dengan partai politik lokal sesuai dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan Nota Kesepahaman Helsinki 2005. Berikut adalah daftar 3 partai politik lokal yang ditetapkan oleh Komite Independen Pemilihan Aceh sebagai peserta pemilihan umum anggota DPRD di Aceh beserta nomor urutnya.[9]

Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi[sunting | sunting sumber] Dewan Perwakilan Rakyat[sunting | sunting sumber]

Lihat pula: Daftar Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2014–2019

Daerah pemilihan Pemilihan Umum Anggota DPR adalah provinsi atau gabungan kabupaten/kota dalam 1 provinsi, dengan total 77 daerah pemilihan. Jumlah kursi untuk setiap daerah pemilihan berkisar antara 3-10 kursi. Penentuan besarnya daerah pemilihan disesuaikan dengan jumlah penduduk di daerah tersebut. Kabupaten baru yang tidak tertulis di bawah masih digabung dengan kabupaten induk sebelum pemekaran.

(31)

No. Provinsi Daerah Pemilihan

Keterang an

Aceh I

Aceh Tenggara, Aceh Barat, Aceh

Besar, Pidie, Simeulue, Aceh Singkil, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Jaya, Nagan Raya, Pidie Jaya, Kota Banda Aceh,Kota Sabang, Kota Subulussalam

Aceh II

Aceh Selatan, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Utara, Bireuen, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Kota Lhokseumawe, Kota Langsa

Sumatera Utara I

Kab. Deli Serdang, Serdang Bedagai, Kota Medan, Kota Tebing Tinggi

Sumatera Utara II

Kab. Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Nias, Labuhanbatu, Labuhanbatu

Selatan, Labuhanbatu Utara, Toba Samosir, Mandailing Natal, Nias Selatan, Humbang

Hasundutan, Samosir, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Kota Sibolga, Kota Padang Sidempuan

Sumatera Utara III

Kab. Langkat, Karo, Simalungun, Asahan, Dairi, Pakpak Bharat, Batubara, Kota Pematangsiantar, Kota Tanjungbalai, Kota Binjai

Sumatera Barat I

Kab. Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Tanah Datar, Kepulauan Mentawai, Dharmasraya, Solok Selatan, Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kota Padangpanjang

Sumatera Barat II

Kab. Padang Pariaman, Agam, Limapuluh

Koto, Pasaman, Pasaman Barat, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, Kota Pariaman

Riau I

Kab. Bengkalis, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Kota Pekanbaru, Kota Dumai

Riau II

Kab. Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Kuantan Singingi

05.00 Kepulauan Riau Kepulauan Riau 3 3

06.00 Jambi Jambi 7 7

Sumatera Selatan I

Kab. Musi Rawas, Musi Banyuasin, Banyuasin, Kota Palembang, Kota Lubuk Linggau

Sumatera Selatan II

Kab. Ogan Komering Ulu, Ogan Komering

Ilir, Muaraenim, Lahat, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Ilir, Empat Lawang, Kota Pagar Alam, Kota Prabumulih

08.00 Bangka Belitung Bangka Belitung 3 3

09.00 Bengkulu Bengkulu 4 4

Lampung I

Kab. Lampung Selatan, Lampung

Barat, Tanggamus, Pesawaran, Kota Bandar

Lampung, Kota Metro (kabupaten baru masih digabung dengan induknya)

Lampung II

Kab. Lampung Tengah, Lampung

Utara, Tulangbawang, Lampung Timur, Way

9 07.00 Sumatera Selatan 8 17 9 04.00 Riau 6 11 5 03.00 Sumatera Barat 8 14 6 02.00 Sumatera Utara 10 30 10 10 Jumlah Kursi 01.00 Aceh 7 13 6

(32)

DKI Jakarta I

Kota Jakarta Timur

DKI Jakarta II

Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Selatan, Luar Negeri

DKI Jakarta III

Kabupaten Kepulauan Seribu, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Utara

Jawa Barat I

Kota Bandung, Kota Cimahi

Jawa Barat II

Kab. Bandung, Bandung Barat

Jawa Barat III

Kab. Cianjur, Kota Bogor

Jawa Barat IV

Kab. Sukabumi, Kota Sukabumi

Jawa Barat V

Kabupaten Bogor

Jawa Barat VI

Kota Bekasi, Kota Depok

Jawa Barat VII

Kab. Purwakarta, Karawang, Bekasi

Jawa Barat VIII

Kab. Cirebon, Indramayu, Kota Cirebon

Jawa Barat IX

Kab. Majalengka, Sumedang, Subang

Jawa Barat X

Kab. Ciamis, Kuningan, Kota Banjar

Jawa Barat XI

Kab. Garut, Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya

Banten I

Kab. Pandeglang, Lebak

Banten II

Kab. Serang, Kota Cilegon, Kota Serang

Banten III

Kab. Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan

Jawa Tengah I

Kab. Semarang, Kendal, Kota Salatiga, Kota Semarang

Jawa Tengah II

Kab. Kudus, Jepara, Demak

Jawa Tengah III

Kab. Grobogan, Blora, Rembang, Pati

Jawa Tengah IV

Kab. Sragen, Karanganyar, Wonogiri

Jawa Tengah V

Kab. Klaten, Sukoharjo, Boyolali, Kota Surakarta

Jawa Tengah VI

Kab.

Purworejo, Wonosobo, Magelang, Temanggung, Kota Magelang

Jawa Tengah VII

Kab. Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen

Jawa Tengah VIII

Kab. Cilacap, Banyumas

Jawa Tengah IX 9 7 8 8 7 8 22 6 10 8 7 10 9 8 7 10 13.00 Banten 6 12.00 Jawa Barat 7 91 10 9 6 9 6 11.00 DKI Jakarta 6 21 7 8

(33)

15.00 Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta 8 8 Jawa Timur I

Kab.Sidoarjo, Kota Surabaya

Jawa Timur II

Kabupaten dan KotaProbolinggodanPasuruan

Jawa Timur III

Kab.Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo

Jawa Timur IV

Kab.Lumajang, Jember

Jawa Timur V

Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu

Jawa Timur VI

Kab.Tulungagung; Kabupaten dan KotaBlitardan Kabupaten dan KotaKediri

Jawa Timur VII

Kab.Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Ngawi

Jawa Timur VIII

Kab.Jombang, Nganjuk; Kab. dan KotaMojokertodanMadiun

Jawa Timur IX

Kab.BojonegorodanTuban

Jawa Timur X

Kab.LamongandanGresik

Jawa Timur XI

Kabupaten diPulau Madura

17.00 Bali Bali 9 9

18.00 Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat 10 10

Nusa Tenggara Timur I

Kabupaten-kabupaten diPulau Floresdan Kep.Alor

Nusa Tenggara Timur II

Kabupaten-kabupaten dan kota diPulau TimordanSumba

20.00 Kalimantan Barat Kalimantan Barat 10 10

21.00 Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah 6 6

Kalimantan Selatan I

Kab.Banjar, Barito Kuala, Tapin , Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah , Hulu Sungai Utara, Tabalong , Balangan

Kalimantan Selatan II

Kab.Tanah Laut , Kotabaru, Tanah Bumbu , Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru

23.00 Kalimantan Timur Kalimantan Timur 8 8

24.00.00 Sulawesi Utara Sulawesi Utara 6 6

25.00.00 Gorontalo Gorontalo 3 3

26.00.00 Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah 6 6

Sulawesi Selatan I

Kab.Selayar, Bantaeng, Jeneponto, Takalar , Gowa, Kot a Makassar

Sulawesi Selatan II

Kab.Bulukumba, Sinjai, Bone, Maros, Pangkajene dan Kepulauan, Barru, Soppeng, Wajo , Kota Parepare

Sulawesi Selatan III

Kab.Sidenreng

Rappang, Pinrang, Enrekang, Luwu, Tana Toraja , Luwu Utara, Luwu Timur, Kota Palopo

28.00.00 Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara 5 5

29.00.00 Sulawesi Barat Sulawesi Barat 3 3

30.00.00 Maluku Maluku 4 4

31.00.00 Maluku Utara Maluku Utara 3 3

32.00.00 Papua Papua 10 10

33.00.00 Papua Barat Papua Barat 3 3

27.00.00 Sulawesi Selatan 8 24 9 7 22.00 Kalimantan Selatan 6 11 5 19.00 Nusa Tenggara Timur 6 13 7 7 7 8 8 9 8 10 6 6 16.00 Jawa Timur 10 87 8

(34)

Peserta Pemilu

Peserta Pemilu

2014

2014

Peserta Pemilu

2014

Referensi

Dokumen terkait

BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), yang dikelola oleh PT Jamsostek (Persero), namun sesuai Undang-Undang Nomor 24

Sebelum Perlakuan Diberikan: Menyiapkan instrumen berupa skala kontrol diri dalam menggunakan internet , dan menyiapkan media yang diperlukan saat pemberian

Perusahaan pasangan usaha yang termasuk dalam kategori bermasalah atau wanprestasi, maka dilakukan tindakan penyehatan atau penyelamatan dan penyelesaian

terpenuhinya syarat-syarat untuk mengikuti ujian lisan atau ketidakhadiran dengan alasan yang tidak sah, maka mahasiswa yang bersangkutan dianggap gagal dalam. kepaniteraan dan

Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap

Rate per aktivitas primer setiap produk pelayanan yang dijumlahkan berdasarkan kategori unit activity digunakan sebagai biaya tidak langsung dalam perhitungan biaya

Penelitian dilakukan untuk menganalisa data mining dengan metode clustering k-Means yang kemudian diterjemahkan dalam sebuah perangkat lunak yang digunakan untuk

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua serta melimpahkan taufiq-Nya dalam bentuk kesehatan, kekuatan dan ketabahan, sehingga