• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Tahun 2016"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah

Tahun 2016

(2)
(3)

i Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2016 memiliki program utama yaitu Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian dengan sasaran strategis

adalah : mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan

keuangan; mewujudkan pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan; dan mewujudkan perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Untuk mengetahui capaian sasaran strategis tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja

Utama (IKU) sebagai berikut : presentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro

dan keuangan; presentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan; dan tercapainya target penyaluran kredit berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Untuk mendukung capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan

Keuangan telah dilakukan kegiatan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan,

pengendalian pelaksanaan kebijakan; dan pelaporan yang mencakup 5 (lima) unit kegiatan Eselon II, yaitu : Koordinasi Kebijakan Bidang Fiskal; Koordinasi Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran; Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil; Koordinasi Kebijakan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan Koordinasi Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Evaluasi dan analisis capaian kinerja 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro

dan Keuangan telah menunjukkan hasil yang signifikan antara capaian realisasi dan target

yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kerja pada awal tahun. Hal itu ditunjukkan dengan capaian indikator Sasaran Strategis 1 : Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan yang mencapai 125%; Sasaran Strategis 2 : Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan yang mencapai 125%; dan indikator Sasaran Strategis 3 : Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang mencapai 95% dari target yang ditetapkan sebesar 100 triliun. Berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, pencapaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2016 telah berhasil dengan baik dalam mendukung program “Nawa Cita” pemerintahan.

(4)

ii

Kata Pengantar ... i

Ringkasan Eksekutif ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi ... 2

C. Aspek Strategis ... 3

D. Isu Strategis ... 6

BAB II PERENCANAAN KINERJA ... 8

A. Rencana Strategis ... 8

B. Rencana Kerja 2015 ... 9

C. Perjanjian Kinerja ... 10

D. Pengukuran Kinerja ... 11

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ... 15

A. Capaian Kinerja Organisasi ... 15

B. Analisis Capaian Kinerja Organisasi ... 16

C. Analisis Capaian Kinerja dari Waktu ke Waktu ... 61

D. Realisasi Anggaran ... 65

BAB IV PENUTUP ... 68 LAMPIRAN :

Lampiran 1. Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan Lampiran 2. Quick Wins Deputi I Tahun 20 61

(5)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tahun 2016 masih ditandai dengan lesunya pertumbuhan ekonomi secara global, namun demikian perekonomian Indonesia mampu tumbuh mencapai 5,04% secara kumulatif sampai dengan Triwulan III Tahun 2016 yang diikuti dengan penurunan kemiskinan dan pengangguran. Pertumbuhan ekonomi yang sempat melambat pada Kuartal I Tahun 2016 sebesar 4,91% dan terus meningkat pada Kuartal II Tahun 2016 mencapai 5,19%, pertumbuhan ekonomi didorong kuat oleh konsumsi rumah tangga dan dan diikuti dengan kenaikan jumlah investasi yang mulai meningkat.

Selain pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, tingkat inflasi dapat terus terjaga pada level 3,02% (year on year) sepanjang Tahun 2016 dan hal ini masih dibawah asumsi makro APBNP 2016 sebesar 4,0%. Pengendalian inflasi tersebut didukung oleh penguatan koordinasi Pemerintah Pusat, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah. Pertumbuhan ini jauh lebih besar di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia dan negara-negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu pertumbuhan yang tertinggi di Asia.

Dalam hal arah kebijakan, sejalan dengan program nawacita yang diusung oleh pemerintahan yang baru, sedikitnya terdapat tiga hal strategis yang berkaitan dengan Unit Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, sebagaimana dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

Mengingat semakin pentingnya peran dan fungsi koordinasi dalam mengantisipasi berbagai tantangan, khususnya perlambataan ekonomi dan kebutuhan akan pertumbuhan yang tinggi serta peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah panjang, peran Kementerian Koordinator diperkuat dengan menambahkan fungsi pengendalian yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2015 Tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas Unit Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan mendapat peran dalam mengawal tercapainya

(6)

2

program pemerintah Tahun 2016 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, meningkatkan investasi, dan menjaga daya beli masyarakat baik melalaui serangkaian program yang telah ditatapkan maupun paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah melalui kegiatan-kegiatan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian.

Dalam upaya mengantisipasi tuntutan output yang direncanakan pada tahun 2016, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyusun dan menetapkan Rencana Kerja (Renja) 2016 dengan memperhatikan Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsi. Renja yang ditetapkan merupakan tolak ukur keberhasilan maupun kegagalan unit organisasi dan sekaligus menjadi dasar penilaian dalam evaluasi kinerja. Hasil evaluasi atas kinerja Deputi I tergambar pada Laporan Kinerja (LAKIP) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan. LAKIP menjadi potret implementasi Sasaran Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada Deputi I yang meliputi : perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengelolaan kinerja, serta pelaporan dan evaluasi.

B. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. Per-5/ M.EKON/05/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dicantumkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan unsur pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di bidang ekonomi makro dan keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan secara struktural membantu pekerjaan dan bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan tugas pokoknya adalah “Menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang ekonomi makro dan keuangan”. dan menjalankan fungsinya untuk :

1. Melakukan koordinasi, dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga di bidang ekonomi makro dan keuangan;

2. Melakukan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga di bidang ekonomi makro dan keuangan;

3. Melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang ekonomi makro dan keuangan; dan

(7)

3

4. Melaksanakan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan membawahi 5 (lima) lima unit Eselon II yang terdiri dari : 1. Asisten Deputi Fiskal;

2. Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran;

3. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil; 4. Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;

5. Asisten Deputi Badan Usaha Milik Negara; dan 6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagan 1

Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Dan Keuangan

C. ASPEK STRATEGIS

Dalam rangka mencapai target kinerja tahunan seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan mewujudkan manajemen pemerintahan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, serta berorientasi pada hasil, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan menuangkannya ke dalam Perjanjian Kinerja dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai bentuk tanggung jawab keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian target kinerja.

DEPUTI

BIDANG KOORDINASI EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN

Asisten Deputi Fiskal

Asisten Deputi Moneter dan Neraca

Pembayaran

Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi

Daerah dan Sektor Riil

Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

Asisten Deputi Badan Usaha Milik

Negara Bidang Penerimaan Negara Bidang Program dan Tata Kelola Bidang Pengeluaran Negara dan Pembiayaan Bidang Moneter Bidang Neraca Pembayaran dan Posisi Investasi Internasional Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah Bidang Sektor Riil Bidang Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan Bukan Bidang Perbankan Bidang BUMN Industri Bidang BUMN Usaha Jasa

Kelompok Jabatan Fungsional

(8)

4

Sasaran strategis yang ingin dicapai melalui perencanaan strategis di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan adalah :

1. Mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.

2. Mewujudkan pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.

3. Mewujudkan perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Indikator Kinerja Utama (IKU) Deputi Bidang Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan dalam mewujudkan sasaran stategis di atas dituangkan dalam :

1. Presentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.

2. Presentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.

3. Tercapainya target penyaluran kredit berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR). Adapun peran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dalam rangka ikut berkontribusi memenuhi harapan stakeholder antara lain :

1. Dalam Rangka Menjaga Stabilitas Ekonomi

Mengkoordinasikan dan mensinkronisasikan pelaksanaan program Pengedalian Inflasi baik tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendalian Inplasi (TPI) dan Tim Pengendallian Inflasi Daerah (TPID) melalui pengendalian harga-harga komoditas pangan, menjaga pasokan barang dan jasa, dan menjaga daya beli masyarakat. Kegiatan ini ditujukan agar pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan mayarakat tidak tergerus oleh kenaikan harga-harga komoditas, terutama kelompok komoditas pangan dan komoditas yang harganya diatur pemerintah. Melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama-sama Kementerian/Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian inflasi daerah agar tidak jauh dari angka yang ditetapkan secara nasional (4±1)%.

2. Dalam Rangka Menjaga Pertumbuhan Ekonomi

 Merekomendasikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tentang Penyusunan Pedoman Pelaksanaan KUR Sektoral kepada 11 Menteri dan 2 Kepala Badan (Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pariwisata,

(9)

5

Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Tenaga Kerja Indonesia, dan Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, serta Badan Ekonomi Kreatif).

 Selaku Sekretaris Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri PKLN, Deputi I mengkoordinasikan persetujuan PKLN kepada Ketua Tim Koordinasi Pengelolaan PKLN (Menko Perekonomian) terkait Proses pemberian persetujuan PKLN, ditujukan pada perusahaan-perusahaan yang menanamkan investasi pada produsen listrik. Pada tahun 2016 persetujuan PKLN sebesar USD 50 juta diberikan untuk mendanai proyek Tower Crossing 500 KV TL dari Watudodol-Segara Rupek, persetujuan ini diberikan untuk mendukung program pemerintah dalam menyediakan listrik 35.000 MW listrik melalui investor swasta, listrik yang dihasilkan selanjutnya dijual dan disalurkan kepada masyarakat melalui PLN dalam skema Independent Power Producer (IPP).

 Mengkoordinasikan Kementerian/Lembaga teknis terkait pelaksanaan evaluasi PP No. 18 Tahun 2015 stdtd PP No. 9 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance), dalam upaya memberikan kemudahan dan fasilitas bagi investor dalam memperluas pada cakupan komoditas dan jangkauan pengembangan wilayah, pemerataan pertumbuhan antara daerah jawa dan di luar jawa, serta penyerapan tenaga kerja. Evaluasi juga ditujukan untuk mengeluarkan atau membatalkan pemberian fasilitas pada komoditi yang tidak perlu lagi diproteksi.

 Koordinasi Tax Holiday merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi serta mengatasi permasalahan struktural perekonomian adalah dengan memberikan fasilitas Tax Holiday, yaitu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Pemberian Fasilitas ini diharapkan dapat mendorong penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan ekternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru dan memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Upaya ini sekaligus memperkuat komitmen Pemerintah untuk tetap berupaya menjaga iklim investasi dunia usaha ditengah langkah-langkah untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan.

(10)

6

D. ISU STRATEGIS

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, setidaknya terdapat isu strategis yang menjadi bagian dari koordinasi Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan.

Pertama, menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi sehingga dapat menciptakan tambahan lapangan pekerjaan yang cukup bagi angkatan kerja baru yang pada akhirnya akan mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan. Selain itu tugas yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga dan mengendalikan inflasi tetap rendah guna menjaga tingkat daya beli masyarakat.

Kedua, menjaga kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar optimal dalam memberikan daya dorong pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks ini, perlu dijaga agar penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan tetap tumbuh tinggi namun dengan tetap menjaga keberlangsungan sektor riil dan menjaga iklim investasi tetap kondusif.

Ketiga, mendorong peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam kontribusi pembangunan di Indonesia dengan melalui penguatan modal BUMN melalui program penyertaan modal negara dan memfasilitasi BUMN agar mendapatkan sumber dana yang murah dan jangka panjang sesuai dengan karakteristik pembiyaan infratruktur yang memang membutuhkan pembiyaan dalam jangka panjang

Keempat, koordinasi dalam meningkatkan arus investasi dengan jalan menjaga iklim investasi tetap kondusif dan memberikan relaksasi fiskal guna lebih meningkatkan daya saing investasi.

Kelima, mendorong tumbuhnya UMKM sebagai salah satu pilar utama pembangunan ekonomi Indonesia dengan jalan memberikan dukungan kemudahan akses pembiyaan UMKM dengan proses yang mudah, cepat dan tingkat suku bunga yang kompetitif.

Keenam, melakukan harmonisasi kebijakan di tingkat pusat dan daerah sehingga salah satu agenda pembangunan yang tercantum dalam nawacita yakni membangun dari pinggiran dapat terealisasi dengan baik.

(11)

Lapor an K iner ja De put i B idang K oor di nas i Ekonom i M akr o dan K euangan 2 01 6 7 Bagan 2. Pe ta Str ategi K iner ja D ep ut i B idan g K oor din a si Ekono mi Ma kr o dan K euanga n Tuju a n : TE R W U J U D N Y A K E B IJ A K A N D I B ID A N G E K ON OM I M A K R O D A N K E U A N G A N Y A N G I N K L U S IF D A N B E R K E L A N J U T A N M E L A L U I K OO R D IN A S I & SI N KR O N IS AS I KE BI J AK AN D I BI D AN G E KON O M I M AK R O & KE U AN G AN , PE N G EN D AL IAN PE L AK SA N A AN KE BI J AK AN D I BI D AN G E KON O M I M A K R O & K E U A N G A N , P E R L U A S A N A K S E S P E M B IA Y A A N B A GI U S A H A M IK R O K E C IL ( U M K ) Sta b ilita s d a n Pe rt u m b u h a n E k o n o m i S S 1 . Ter w u jud n y a K o o rd ina s i & S ink ro n is a s i K e b ija k a n d i B ida n g Ek o n o mi M a k ro & Keu a n g a n S S 3 . Ter w u jud n y a P e rlua s a n A k s e s P e mbiay a a n B a g i U s a h a M ik ro Ke c il (U M K) S S 2 . Ter w u jud n y a P e n g e n d a lia n K e b ija k a n d i B ida n g E k o n o mi M a k ro & Keu a n g a n MEMENUHI HARAPAN STAKEHOLDER,STRATEGIIC OUTCOME STRATEGIC DRIVERS:

Koordinasi, SInkronisasi dan Pengendalian Kebijakan DUKUNGAN DASAR P E L A K S A N A A N M ON ITOR IN G & E V A L U A S I P E R U M U S A N & P E N E TA P A N

Bidang Koordinasi Fiskal

Bidang Koordinasi Moneter & Neraca Pembayaran

Bidang Koordinasi Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil

Bidang Koordinasi Pasar Modal & Lembaga Keuangan

Bidang Koordinasi Badan Usaha Milik Negara M e n in g k a tn y a e fe k tiv it a s te la h a a n d a n k a ji a n u n tu k m e n d u k u n g p e ru m u s a n & P e n g e n d a li a n Ke b ij a k a n M e n in g k a tn y a e fe k tiv it a s k o o rd in a s i d a n s in k ro n is a s i p e ru m u s a n d a n p e n e ta p a n k e b ij a k a n M e n in g k a tn y a e fe k tiv it a s p e n g e n d a li a n p e la k s a n a a n k e b ij a k a n Ke m e n te ria n / L e m b a g a M e n in g k a tn y a e fe k tiv it a s m o n it o rin g d a n e v a lu a s i p e la k s a n a a n k e b ij a k a n Ter w u jud n y a d u k u n g a n a d m ini s tr a s i k e g iat a n d a n ta ta k e lola d i li n g k u n g a n K e d e p u tian E k o n o mi M a k ro d a n K e u a n g a n : 1. SD M b erb as is k om pe te ns i 2. Stru k tu r o rg a n is a s i e fe k tif d a n e fi s ie n 3. Si s te m in fo rm a s i y a n g te ri n te g ra s i d a n k e te rs e d ia a n d a ta / in fo rm a s i y a n g a k u ra t, k o m p re h e n s if, d a n te rk in i 4. Ak u n ta b ilita s k in e rja y a n g b a ik

(12)

8

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. RENCANA STRATEGIS

Sebagaimana telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan bagian integral dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beserta rencana strateginya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya unit organisaasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan menetapkan Rencana Kerja Tahunan yang berisi sasaran program/kegiatan, indikator kinerja, dan target yang harus dicapai. Pada pelaksanaan program/kegiatan Tahun 2016, target ini dituangkan dalam dokumen Rencana Kinerja (Renja) Tahun 2016 yang ditetapkan untuk setiap indikator kinerja.

Sasaran Strategis yang akan dicapai dalam perencanaan kinerja Tahun 2016 adalah:

1. Pertama, Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan;

2. Kedua, Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan; dan

3. Ketiga, Terwujudnya Perluasaan Akses Pembiayaan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK).

Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai pencerminan tingkat capaian Sasaran Strategis adalah :

1. Pertama, Persentase Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Target 80%; *

2. Kedua, Persentase Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Target 80%; * dan

3. Ketiga, Tercapainya Target Penyaluran Kredit Berpenjamin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp. 100 Triliun.

Catatan *:

Target IKU Tahun 2016 sebesar 80% ditetapkan dengan asumsi bahwa struktur organisasi (jabatan struktural) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan I belum sepenuhnya terisi Sumber Daya Manusia (SDM).

(13)

9

Rencana Kinerja merupakan penjabaran Rencana Strategis Unit Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2015- 2019 yang merupakan perencanaan jangka menengah organisasi yang berisi gambaran sasaran atau kondisi hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu lima tahun beserta strategi yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran sesuai dengan tugas, fungsi, dan peran yang diamanahkan. Penyusunan Renstra Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan tersebut mengacu pada Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.

B. RENCANA KERJA 2016

Dengan berpedoman pada Renstra dan memperhatikan rancangan awal Rencana Kerja (Renja), unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan telah menyusun Renja Tahun 2016 yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk mencapai sasaran hasil sesuai dengan program induk yang didukung. Renja dirinci menurut indikator keluaran, sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun berikutnya, pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta pelaksanaannya.

Pagu awal anggaran Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan adalah sebesar Rp.12.300.000.000,- namun kemudian terjadi pemotongan dan penghematan anggaran sehingga pagu anggaran 2016 menjadi hanya sebesar Rp.7.547.647.000,-. Namun jika memperhitungkan tambahan anggaran KEIN yang disahkan pada Bulan Agustus 2016 total pagu anggaran menjadi sebesar Rp.49.322.000.000,- setelah pemotongan dan penghematan anggaran menjadi sebesar Rp.39.422.000.000,-.

Untuk mencapai sasaran strategis dan sasaran pendukung lainnya yang berkaitan dengan isu strategis, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan melaksanakan beberapa kegiatan Tahun 2016, yaitu :

1. Kegiatan Kebijakan Bidang Fiskal.

2. Kegiatan Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran.

3. Kegiatan Kebijakan Bid. Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill.

4. Kegiatan Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan serta Program Kebijakan Perluasan Akses Pembiayaan Bagi UMK melalui Skema Penyaluran Kredit Berpenjaminan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

(14)

10

C. PERJANJIAN KINERJA

Dalam rangka mencapai strategi organisasi dan meningkatkan kinerja, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan telah melaksanakan penandatangan perjanjian kinerja dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Hal ini diikuti dengan Penandatanganan perjanjian kinerja antara Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan setiap unit eselon II yang dikoordinasikannya melalui kontrak kinerja.

Kontrak Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsung yang berisi pernyataan kesanggupan untuk mencapai Indikator Kinerja Utama dengan target yang telah ditetapkan. Penyusunan kontrak kinerja dimulai dari level pejabat tertinggi sampai ke pelaksana berdasarkan tugas dan fungsi serta IKU yang bersifat cascade dari atasan, indikator dalam kontrak kinerja individu tertuang dalam laporan kinerja bulanan pegawai.

Penetapan Perjanjian Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja adalah untuk :

1. Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur;

2. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dengan pemberi tugas;

3. Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi;

4. Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan 5. Sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi.

Dokumen perjanjian kinerja merupakan dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja.

Pencapaian sasaran strategis unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) dimana penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan. Oleh karena itu Indikator-indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam penetapan kinerja ini adalah indikator kinerja utama tingkat eselon I.

(15)

11

Rencana Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016 sebagaimana yang telah dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 dan Rencana Kerja Tahun 2016 adalah sebagai berikut :

Tabel 3

Perjanjian Kinerja Kedeputian I

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2016 Terwujudnya koordinasi dan

sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.

Persentase rekomendasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.

80%

Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.

Persentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan.

80%

Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK).

Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Rp. 100 Triliun

Untuk mendukung capaian kinerja tersebut, disusun rencana aksi kegiatan sebagaimana pada lampiran.

D. PENGUKURAN KINERJA

Pengukuran tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016 dengan realisasinya. Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui serangkaian penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akan diperoleh indeks capaian IKU. Formula penghitungan capaian IKU adalah sebagai berikut :

Capaian IKU

(kinerja) =

Realisasi

× 100% Target

(16)

12

Adapun status indeks capaian IKU adalah sebagai berikut : Tabel 4

Indeks Capaian IKU

Hijau Kuning Merah

100 ≤ X ≤ 120 (memenuhi ekspektasi) 80 ≤ X < 100 (belum memenuhi ekspektasi) X < 80% (tidak memenuhi ekspektasi)

Prinsip pengukuran tingkat capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan adalah sebagai berikut :

1. Unit Organisasi Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan bagian integral dari Organisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

2. Deputi menjabarkan Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam Sasaran Program yang menghasilkan rekomendasi yang diharapkan memiliki dampak luas (outcomes). Yang ditindaklanjuti oleh Asisten Deputi dengan menjabarkan Sasaran Program Deputi dalam Sasaran Kegiatan yang menghasilkan rekomendasi (output).

3. Dalam menjalankan Sasaran Kegiatan, Para Asisten Deputi didukung dengan anggaran sesuai dengan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK). Kegiatan yang dilaksanakan Para Asisten Deputi menghasilkan berbagai rekomendasi di tingkat eselon II yang disampaikan kepada Deputi.

4. Rekomendasi menjadi indikator kinerja Asisten Deputi bila : Deputi mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan kepada Menko Perekonomian, Deputi mendisposisikan agar rekomendasi dikoordinasikan dengan instansi terkait untuk ditindaklanjuti, dan hasil koordinasi Asisten Deputi ditindaklanjuti oleh pejabat setingkat di instansi terkait.

5. Rekomendasi menjadi indikator kinerja Deputi bila : Menko Perekonomian mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan kepada Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Kepala Lembaga terkait dan atau Sidang Kabinet; Menko Perekonomian mendisposisikan agar rekomendasi diteruskan menjadi produk Perundangan-undangan, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri; dan Hasil koordinasi Deputi ditindaklanjuti oleh pejabat setingkat diinstansi terkait.

(17)

13

Tabel 5

Perhitungan Manual IKU Kedeputian I Manual Perhitungan

IKU 1 Definisi

:

:

Peresentase Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan

Implementasi fungsi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan dengan Kementerian/Lembaga yang menghasilkan rekomendasi yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

Satuan : %

Teknik Menghitung : Implementasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan = realisasi dibandingkan target, rekomendasi yang dikoordinasi dan disinkronisasi oleh deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

Realisasi

X 100 % Target

Sifat Data IKU : Maksimisasi

Sumber Data : Keasdepan Fiskal, Keasdepan Moneter dan Neraca Pembayaran, Keasdepan Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil, Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Keasdepan Badan Usaha Milik Negara

Periode Data IKU : Semesteran

Manual Perhitungan IKU 2

Definisi

:

:

Persentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan

Implementasi fungsi pengendalian di bidang ekonomi makro dan keuangan oleh Kementerian/Lembaga yang menghasilkan rekomendasi dan berdampak pada pelaksanaan kebijakan

Satuan %

Teknik Menghitung : Implementasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan = realisasi dibandingkan target, rekomendasi dan berdampak pada pelaksanaan kebijakan Realisasi

X 100 % Target

Sifat Data IKU : Maksimisasi

Sumber Data : Keasdepan Fiskal, Keasdepan Moneter dan Neraca Pembayaran, Keasdepan Pengembangan Ekonomi Daerah & Sektor Riil, Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Keasdepan Badan Usaha Milik Negara

(18)

14 Manual Perhitungan IKU 3 Definisi : :

Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat/KUR

Implementasi Penyaluran Pagu Kredit Berpenjaminan KUR

Satuan : %

Teknik Menghitung : Realisasi Penyaluran dibagi Pagu Penyaluran X 100%

Pagu Sifat Data IKU : Maximisasi

Sumber Data : Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Periode Data IKU : Semesteran

Catatan :

1. Jumlah Rekomendasi yang ingin dicapai untuk Sasaran Strategis 1 dan Sasaran Strategis 2 pada tahun 2016 masing-masing adalah 10 (sepuluh) rekomendasi.

2. Target yang ditetapkan untuk Sasaran Strategis 1 dan Sasaran Strategis 2 pada tahun 2016 masing-masing 80%. Artinya, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merencanakan hanya 8 rekomendasi dapat dicapai untuk masing-masing Sasaran Strategis 1 dan 2. Telah disampaikan pada halaman 6 bahwa Target IKU Tahun 2016 sebesar 80% karena struktur organisasi (jabatan struktural) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan I belum sepenuhnya terisi Sumber Daya Manusia (SDM). 3. Namun demikian jika 8 (delapan) rekomendasi dapat dicapai dalam pelaksanaannya, maka

(19)

15

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI

Pengukuran tingkat capaian kinerja unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana) dengan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah tertuang dalam Penetapan Kinerja Kedeputian I Tahun 2016. Tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2016 berdasarkan hasil pengukurannya dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6

Capaian Kinerja Kedeputian I Sasaran Strategis 1

Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan

Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Persentase rekomendasi kebijakan di bidang

ekonomi makro dan keuangan (10 rekomendasi) 80% 100% 125% Sasaran Strategis 2

Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan

Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Persentase rekomendasi pelaksanaan kebijakan di

bidang ekonomi makro dan keuangan (10 rekomendasi)

80% 100% 125%

Sasaran Strategis 3

Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Tercapainya target penyaluran kredit

berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Rp. 100,-Triliyun

Rp.

95,-Triliun 95%

(20)

16

Presentase rekomendasi yang direncanakan untuk Sasaran Strategis 1 dan 2 masing-masing adalah 80% dengan jumlah rekomendasi masing-masing-masing-masing 8 rekomendasi. Adapun target yang ditetapkan untuk masing-masing untuk Sasaran Strategis 1 dan 2 adalah 80%. Capaian rata-rata atas indikator kinerja Tahun 2016 adalah sebesar 115% merupakan rata-rata penjumlahan dari masing-masing indikator kinerja dibagi tiga. Sehingga status kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan untuk sasaran strategis 1, 2 dan 3 berwarna hijau, sebagaimana telah dijabarkan pada tabel diatas.

B. ANALISIS CAPAIAN KINERJA ORGANISASI Sasaran Strategis 1 :

Terwujudnya Sinkronisasi dan Koordinasi Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan.

Sebagai salah satu unit kerja di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan dalam rangka terwujudnya efektifitas koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan kepada stakeholder. Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan yang berdampak luas meliputi rekomendasi kebijakan antara lain sebagai berikut :

1. Rekomendasi terhadap penyusunan revisi PP Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Tax Allowance) - (Paket Kebijakan VII : Mendorong Industri Padat Karya).

Sebagai upaya untuk meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan serta percepatan pembangunan bagi bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu. Pemerintah memberikan fasilitas Pajak Penghasilan berupa Tax Allowance. Adapun pemberian fasilitas Tax Allowance dimaksud mengacu pada ketentuan Pasal 31A Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008, yaitu meliputi :

1. Pengurangan PPh netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal dan dibebankan selama 6 tahun (5% per tahun).

(21)

17

3. Pengenaan PPh atas Deviden yang dibayarkan kepada Subyek Pajak Luar Negeri sebesar 10 % atau tarif tax treaty (tarif normal 20%).

4. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun dan tidak lebih dari 10 tahun dengan persyaratan tertentu.

Sebagai pelaksanaan amanat UU dimaksud telah diterbitkan peraturan pemerintah yang dalam perjalanannya telah beberapa kali mengalami perubahan. Adapun daftar PP dimaksud yaitu PP Nomor 1 Tahun 2007, PP Nomor 62 Tahun 2008, PP Nomor 52 Tahu 2011 dan PP Nomor 18 Tahu 2015. Beberapa dasar pertimbangan dilakukannya perubahan terhadap PP Tax Allowance antara lain dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan ketentuan tersebut di lapangan sepertinya minimnya pemanfaatan fasilitas Tax Allowance karena prosedur pemberian fasilitas yang kurang jelas, perkembangan dunia usaha, dan pertimbangan kondisi perekonomian global dan nasional.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa terhadap PP mengenai fasilitas Tax Allowance telah beberapa kali dilakukan perubahan. Revisi terakhir terhadap PP dimaksud dilakukan berkenaan dengan peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi.Bahwa berdasarkan Paket Kebijakan Ekonomi dimaksud dalam rangka mendorong industri padat karya perlu untuk memberikan kebijakan insentif perpajakan yang salah satunya melalui pemberian fasilitas Tax Allowance. Berkenaan dengan belum tercantumnya industri padat karya ke dalam daftar bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas, maka cakupan revisi PP Nomor 18 Tahun 2015 meliputi perubahan Lampiran dengan detail sebagai berikut :

1. Memindahkan bidang usaha pada Lampiran II PP Nomor 18 Tahun 2015, yang meliputi Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari, Industri Sepatu Olahraga, dan Industri Sepatu Teknik Lapangan/ Keperluan Industri menjadi bagian dari Lampiran I, dan

2. Menambah bidang usaha pada Lampiran I dengan tambahan Industri Pakaian Jadi dari Tekstil (Garmen) dan Industri Pakaian Jadi dari Kulit.

Perkembangan:

1. Telah diundangkan PP Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu Berkenaan pada tanggal 22 April 2016 dan mulai berlaku pada tanggal 7 April 2016.

(22)

18

2. Berdasarkan perubahan dimaksud, maka perubahan jumlah bidang usaha (KBLI) di dalam Lampiran PP sejak PP Nomor 52 Tahun 2011 hingga PP Nomor 9 Tahun 2016 adalah sebagai berikut :

Tabel 7

Perkembangan Jumlah KBLI dalam Lampiran PP Tax Allowance

Keterangan PP 52/2011 PP 18/2015 PP 9/2016

Lampiran I 52 66 71

Lampiran II 77 77 74

Total 129 143 145

Sumber: Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Tax Allowance, diolah.

2. Rekomendasi Terhadap Kebijakan Pengurangan PPh Pasal 21 Untuk Indutri Padat Karya

Seiring dengan tujuan Pemerintah untuk membantu industri padat karya khususnya dalam rangka meningkatkan daya saing industri pada sektor tertentu yang berorientasi ekspor serta untuk mendukung program penciptaan dan penyerapan lapangan kerja, selain memberikan fasilitas Tax Allowance dipandang perlu memberikan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang dibayarkan oleh pemberi kerja yang memenuhi kriteria tertentu, untuk periode waktu tertentu. Berkenaan dengan hal tersebut di dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VII, selain melakukan revisi terhadap PP Nomor 18 Tahun 2015 juga dilakukan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu dengan pokok-pokok pengaturan sebagai berikut:

1. Pegawai yang menerima penghasilan dari pemberi kerja dengan kriteria tertentu dengan jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam 1 tahun paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- dikenai pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif 2,5% dan bersifat final (tarif PPh yang berlaku umum untuk Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp.50 juta adalah 5%),

2. Pemberi kerja tertentu dimaksud harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: - Merupakan Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha pada bidang

industri alas kaki dan/atau tekstil dan produk tekstil; - Mempekerjakan pegawai langsung minimal 2.000 orang; - Menanggung PPh Pasal 21 pegawainya;

(23)

19

- Melakukan ekspor paling sedikit 50% dari total nilai penjualan tahunan pada tahun sebelumnya;

- Memiliki perjanjian kerja bersama;

- Mengikutsertakan pegawainya dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan;

- Tidak sedang mendapatkan atau memanfaatkan fasilitas Tax Allowance atau Tax Holiday.

3. Ketentuan mengenai tarif pemotongan PPh Pasal 21 tersebut berlaku sementara, yaitu untuk Masa Pajak Juli 2016 sampai dengan Masa Pajak Desember 2017. Adapun maksud pemberlakuan kebijakan ini untuk periode tertentu ini diharapkan fasilitas yang diberikan Pemerintah dapat membantu industri padat karya sehingga industri tersebut kembali mencapai kondisi yang stabil.

Perkembangan :

Saat ini terhadap kebijakan untuk mendorong indsutri padat karya dimaksud telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2016 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2016. Adapun peraturan menteri selaku peraturan pelaksanaan PP dimaksud saat ini sedang dalam tahap penyusunan.

3. Tersusunnya Basis Data Perekonomian (PANDURATA) yang Terbaharui secara Periodik

Basis data dan analisis untuk menghasilkan dukungan rekomendasi kebijakan dalam rangka pengambilan keputusan oleh pimpinan. Dengan terwujudnya koordinasi kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dan sinergi para pemangku kepentingan dalam mencapai target dan sasaran pembangunan. Selain itu, agar dapat dihasilkan basis data dan analisis yang berkualitas diperlukan dukungan aplikasi pengolah data, langganan basis data serta analis ekonomi untuk kebutuhan kegiatan pemantauan kondisi perekonomian terkini.

Basis data yang telah terbentuk dengan alamat domain : pandurata.ekon.go.id disusun sebagai sumber rujukan cepat dalam memantau perkembangan ekonomi makro. Dengan memanfaatkan aplikasi data Bloomberg, panel data ekonomi yang terbaharui setiap hari juga dibentuk untuk memantau kondisi ekonomi global dan

(24)

20

domestik serta dampaknya untuk mendukung kebijakan yang akan diambil di dalam negeri. Pada akhirnya dapat dilaksanakan koordinasi kebijakan moneter dan neraca pembayaran yang bersifat real-time sebagai basis penyusunan rekomendasi kebijakan bidang moneter dan neraca pembayaran serta pengendalian pelaksanaan yang terkait dengan bidang moneter dan neraca pembayaran.

Pandurata dapat diakses dengan mudah dari seluruh jaringan komputer Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, adapun data yang tersedia dan dapat diakses meliputi :

Tabel 8

Basis Data Perekonomian (Pandurata)

No Tahunan Kuartalan Bulanan

1 PDB dan Pertumbuhan Ekonomi

PDB dan Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi dan Harga 2 Inflasi dan IHK Moneter dan Perbankan Tenaga Kerja

3 Tenaga Kerja APBN Kemiskinan

4 Kemiskinan Investasi Moneter dan Perbankan

5 Moneter dan Perbankan Pasar Modal APBN

6 APBN Indikator Ekonomi

Negara Mitra Dagang

Pasar Modal

7 Investasi Neraca Pembayaran Indikator Ekonomi Negara Mitra Dagang

8 Pasar Modal Ekspor dan Impor (Neraca Perdagangan)

Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

9 Indikator Ekonomi Negara Mitra Dagang

Transaksi Berjalan : Ekspor Barang Menurut Komoditas 10 Neraca Pembayaran Transaksi Berjalan : Impor Barang

Menurut Kategori Ekonomi 11 Ekspor dan Impor

(Neraca Perdagangan)

Ekspor & Impor (Neraca Perdagangan)

4. Tersusunnya Model Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Leading Economic Indicator Salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Indikator ini tidak hanya mengukur pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode tertentu. Angka pertumbuhan ekonomi pada periode yang akan datang memegang peranan penting dalam kegiatan perencanaan pemerintah kedepan. Oleh karena itu perlu dibangun sebuah model proyeksi pertumbuhan ekonomi supaya angka proyeksi mendekati nilai aktualnya.

(25)

21

Model ekonomi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai simplifikasi atas berbagai permasalahan yang kompleks, sehingga dapat diketahui strukturnya secara lebih jelas, berbagai keterkaitan antar variabelnya dan dapat diukur perubahan-perubahan di dalamnya. Proses simplifikasi ini perlu dilakukan untuk memudahkan proses komunikasi bagi para stakeholder, terutama oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Penentuan asumsi, pemilihan variabel, penentuan garis hubungan dan sebagainya sangat mungkin terbuka ruang ketidaktepatan. Namun demikian, sebuah model tetaplah berguna sebagai alat bantu analisis. Dengan dilakukannya kajian khusus untuk membuat sebuah model proyeksi pertumbuhan ekonomi maka diharapkan dapat meminimumkan tingkat kesalahan proyeksi. Saat ini sudah terbentuk atau tersusun sebuah proyeksi ekonomi yang dapat digunakan sebagai bahan proyeksi untuk pertumbuhan ekonomi triwulanan dan inflasi setiap bulannya.

5. Koordinasi Pengembangan UMKM Melalui Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT).

Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil telah melakukan koordinasi penyusunan Rancangan Kesepakatan Bersama tentang Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK), Petani, Nelayan, dan Pembudi Daya Ikan melalui Sertipikasi Hak Atas Tanah (SHAT) pada tingkat teknis, dalam mendukung Inklusi Keuangan. Latar belakangnya adalah kebijakan reformasi agraria yang terkait dengan pemberdayaan UMK, petani, nelayan, dan pembudi daya ikan melalui SHAT. Langkah reformasi tersebut adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (land reform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan. Diharapkan hal tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan kesepakatan bersama dalam rangka koordinasi dan implementasi program kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui SHAT.

Kesepakatan bersama dilakukan antara Kementerian ATR/BPN dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagai landasan kerja sama bagi para pihak dalam pelaksanaan pemberdayaan usaha mikro dan kecil, petani, nelayan, dan pembudi daya ikan melalui kegiatan SHAT. Kesepakatan bersama juga mengatur fasilitasi bagi pemerintah daerah dan menciptakan jejaring kerja dan sinergi kegiatan pemberdayaan usaha sehingga kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui SHAT akan membawa dampak yang luas bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

(26)

22

Draft kesepakatan bersama telah disetujui oleh para Eselon I kementerian terkait, oleh sebab itu perlu diadakan rapat koordinasi untuk membahas kesepakatan bersama dimaksud.

6. Rekomendasi Kepada Menteri Dalam Negeri perihal Permohonan Penerbitan Surat Edaran kepada Pemda Kabupaten/Kota, sebagai dasar pengurangan BPHTB.

Sebagai tindak lanjut amanat Presiden terkait Paket Kebijakan Ekonomi XI tentang Penerbitan KIK (Kontrak Investasi Kolektif) DIRE (Dana Investasi Real Estate) dan Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang Pembangunan Perumahan Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), diperlukan dukungan penuh pemerintah daerah berupa fasilitas pengurangan pokok pajak BPHTB. Untuk itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian telah menyampaikan surat kepada Menteri Dalam Negeri, nomor S-319.1/M.EKON/10/2016 tanggal 31 Oktober 2016 tentang Permohonan Penerbitan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri terkait DIRE. Dalam surat tersebut disampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri diharapkan dapat menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, sebagai dasar pengurangan BPHTB dimaksud.

Menko Perekonomian menyampaikan himbauan tersebut dengan mempertimbangkan hasil rapat koordinasi yang diselenggarakan Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan pada tanggal 11 Oktober 2016, yang membahas pemberian insentif BPHTB. Dalam rapat tersebut, pemerintah daerah mengharapkan adanya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri sebagai dasar hukum penyusunan peraturan daerah yang memberikan insentif pengurangan BPHTB, sehingga bisa mendukung paket kebijakan ekonomi pemerintah yang terkait DIRE.

7. Peraturan Presiden No. 82 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Dokumen Strategi Nasional Keuangan Inklusif.

Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) merupakan strategi nasional yang dituangkan dalam dokumen yang memuat visi, misi, sasaran, dan kebijakan keuangan inklusif dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan antarindividu dan antardaerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Keuangan inklusif diwujudkan melalui akses masyarakat terhadap layanan keuangan sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi dan pada akhirnya membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan serta

(27)

23

mengurangi kesenjangan ekonomi. Berdasarkan data Global Findex tahun 2014, hanya 36 % penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki akses di lembaga keuangan formal. Strategi ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Kementerian/Lembaga dan instansi terkait lainnya dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan melalui kegiatan masing-masing secara bersama dan terpadu. Implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang terpadu diperlukan untuk mencapai target keuangan inklusif yaitu persentase jumlah penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga keuangan formal sebesar 75% pada akhir tahun 2019. Dalam rangka pelaksanaan SNKI dibentuk Dewan Nasional Keuangan Inklusif. Dewan Nasional diketuai oleh Presiden, Wakil Presiden sebagai wakil ketua, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Ketua Harian, serta Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas jasa Keuangan sebagai Wakil Ketua Harian. Dewan Nasional Keuangan Inklusif mempuyai tugas sebagai berikut :

a. melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan SNKI;

b. mengarahkan langkah-langkah dan kebijakan untuk penyelesaian permasalahan dan hambatan pelaksanaan SNKI; dan

c. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan SNKI.

Dewan Nasional Keuangan Inklusif dibantu oleh kelompok kerja dan sekretariat yang beranggotakan dari kementerian dan lembaga terkait. Sekretariat secara fungsional dilakukan oleh salah satu unit kerja di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tugas dan keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat ditetapkan dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Dewan Nasional.

8. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Menimbang pelaksanaan Program KUR tahun 2016 serta memperhatikan pencapaian target Tahun 2016 sebesar Rp. 100 triliun, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melaksanakan Rapat Koordinasi pada tanggal 16 September 2016. Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan KUR serta memperluas cakupan penyalurannya, rapat tersebut memutuskan beberapa perubahan Pedoman Pelaksanaan KUR. Sebagai tindak lanjut Rapat Koordinasi Komite Kebijakan tersebut,

(28)

24

telah ditetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR pada tanggal 7 November 2016. Beberapa perubahan dalam Pedoman Pelaksanaan KUR tersebut adalah :

a. Pengaturan KUR skema syariah. Dalam rangka menampung perluasan penyalur KUR dari lembaga keuangan syariah, disusun skema KUR syariah. Dalam skema KUR Syariah, perlu penambahan nomenklatur subsidi margin sebagai komplimenter dari subsidi bunga dan nomenklatur pembiayaan sebagai komplimenter dari kredit. Diperlukan pula pembahasan skema margin untuk akad murabahah yang digunakan pedoman bagi penyalur KUR syariah dalam menyalurkan pembiayaan KUR Syariah.

b. Mekanisme penetapan Perusahaan Penjaminan sebagai Penjamin KUR. Perubahan mekanisme penetapan Perusahaan Penjaminan sebagai Penjamin KUR merupakan salah satu langkah pencapaian good governance dalam pengelolaan KUR. Dalam rangka mencapai kesetaraan prosedur antara penetapan Penyalur dengan penetapan Penjamin, maka disusunlah pengaturan mekanisme penetapan penjaminan tersebut. Dalam mekanisme penetapan penjamin KUR, persyaratan yang harus dipenuhi adalah sehat dan berkinerja baik (dibuktikan dengan rekomendasi OJK), melakukan kerjasama penjaminan dengan lembaga keuangan dan/atau koperasi simpan pinjam atau koperasi simpan pinjam pembiayaan syariah (dibuktikan dengan PKS), dan memiliki online sistem dengan Sistem Informasi Kredit Program (dibuktikan dengan rekomendasi Kementerian Keuangan).

c. Penambahan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) sebagai Penyalur KUR. Menteri Koperasi dan UKM dengan Ketua Dewan Komisioner OJK telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama terkait dukungan koperasi dalam pembiayaan UMKM yang tercantum dalam Surat Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM No. S-93/Dep.2/VII/2016 tanggal 27 Juli 2016 perihal Nota Kesepahaman dengan OJK. Berdasarkan surat tersebut serta arahan Presiden dalam Rapat Kabinet Terbatas untuk mendorong koperasi sebagai penyalur KUR, maka Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM dalam Rapat Koordinasi tanggal 16 September 2016 telah memutuskan untuk menambahkan koperasi simpan pinjam (KSP) atau koperasi simpan pinjam pembiayaan syariah (KSPPS) sebagai calon penyalur KUR.

(29)

25

Adapun mekanisme penetapan koperasi yang disepakati dalam Rapat Koordinasi tersebut adalah :

 Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah harus sehat dan berkinerja baik. Persyaratan tersebut harus dibuktikan dengan surat rekomendasi tingkat kesehatan dan kinerja baik dari Kementerian Koperasi dan UKM yang telah berkoordinasi dengan OJK.

 Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah harus melakukan kerjasama penjaminan dengan Penjamin KUR. Persyaratan tersebut dibuktikan dengan Perjanjian Kerjasama (PKS).

 Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah harus membangun online sistem dengan Sistem Informasi Kredit Program. Persyaratan tersebut dibuktikan dengan surat rekomendasi online sistem dari Kementerian Keuangan.

 Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah yang telah memiliki 3 dokumen tersebut diatas, harus melakukan kerjasama pembiayaan dengan pemerintah yang diwakili oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) KUR. Setelah menandatangani PKP tersebut, maka koperasi resmi menjadi penyalur KUR.

Selain 3 poin perubahan tersebut, diatur pula persyaratan administrasi penerima KUR seperti kewajiban KTP elektronik bagi seluruh penerima KUR, serta kewajiban NPWP bagi penerima KUR Ritel (diatas Rp. 25 juta sampai dengan Rp. 500 juta). Pengaturan persyaratan tersebut sesuai dengan implementasi kewajiban KTP elektronik bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) serta NPWP bagi penerima kredit diatas Rp. 50 juta.

9. Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 melalui Keputusan Komite Privatisasi dalam rapat sirkuler Nomor: Rakor. 29.01.2016 tanggal 29 Januari 2016

Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 2014 sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2006 tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero). Komite Privatisasi diketuai oleh Menko Perekonomian, dengan anggota Menteri BUMN, Menteri Keuangan serta Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha.

(30)

26

Dalam pelaksanaan tugas, Komite Privatisasi dibantu oleh Tim Pelaksana yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko Perekonomian.

Dalam rangka pembahasan usulan PTP Tahun 2016 untuk 4 (empat) BUMN yakni PT. Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero), sebagaimana disampaikan Menteri BUMN melalui surat Nomor: S-992/MBU/12/2015 tanggal 23 Desember 2015 tentang Usulan Program Tahunan Privatisasi Tahun 2016, telah dilakukan beberapa kali rapat koordinasi yaitu :

a. Rapat Tim Pelaksana Komite Privatisasi pada tanggal 13 Januari 2016 membahas usulan PTP Tahun 2016 untuk privatisasi PT. Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero) melalui metode Strategic Partner dengan saham yang dilepas maksimal seluruh saham baru (100%) dan rencana penggunaan dana untuk restrukturisasi dan revitalisasi perusahaan.

b. Rapat Komite Privatisasi pada tanggal 29 Januari 2016 membahas usulan PTP Tahun 2016 untuk membahas privatisasi 4 (empat) BUMN yakni PT. Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero) yang dilanjutkan dengan persetujuan sirkuler Komite Privatisasi atas PTP Tahun 2016 melalui Keputusan Komite Privatisasi Nomor: Rakor.22.01.2016 tanggal 29 Januari 2016.

c. Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan atas PTP Tahun 2016 yang dituangkan dalam Keputusan Komite Privatisasi Nomor: Rakor.22.01.2016 tanggal 29 Januari 2016 yaitu:

 Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan secara prinsip setuju untuk memperivatisasi PT. Merpati Nusantara Airlines, (Persero), PT. Industri Gelas, (Persero), PT. Kertas Kraft Aceh, (Persero) dan PT. Kertas Leces, (Persero).

 Jangka waktu privatisasi diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dilaporkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara kepada Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero).

(31)

27

10. Tersusunnya Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) atas Privatisasi diluar PTP Tahun 2016 melalui surat Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor S-178/M.EKON/07/2016 tanggal 15 Juli 2016.

Dalam rangka pembahasan usulan privatisasi diluar PTP Tahun 2016 untuk 4 (empat) BUMN yakni PT. Wijaya Karya, (Persero), Tbk, PT. Jasa Marga, (Persero), Tbk, PT. Krakatau Steel, (Persero), Tbk dan PT. Pembangunan Perumahan, (Persero), Tbk sebagaimana disampaikan Menteri BUMN melalui Surat Nomor: S-352/MBU/06/2016 tanggal 13 Juni 2016 tentang Usulan Privatisasi Diluar Program Tahunan Privatisasi (PTP) Perusahaan Perseroan (Persero) Tahun 2016, telah dilakukan rapat koordinasi yaitu :

a. Rapat Tim Pelaksana Komite Privatisasi pada tanggal 30 Juni 2016 membahas usulan Privatisasi Diluar Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 untuk privatisasi PT. Wijaya Karya, (Persero), Tbk, PT. Jasa Marga, (Persero), Tbk, PT. Krakatau Steel, (Persero), Tbk dan PT. Pembangunan Perumahan, (Persero), Tbk, melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima untuk melakukan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atas efek baru (right issue) yang diterbitkan agar kepemilikan Pemerintah tetap, rentang jumlah dan harga saham, serta penggunaan dana yang diperoleh dari privatisasi dengan metode right issue..

b. Rapat Komite Privatisasi pada tanggal 12 Juli 2016, pada rapat tersebut membahas usulan Privatisasi Diluar Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tahun 2016 untuk serta dipaparkan rincian usulan privatisasi oleh masing-masing BUMN yang mencakup antara lain Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima untuk melakukan Hal Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atas efek baru (right issue) yang diterbit agar kepemilikan Pemerintah tetap, rentang jumlah dan harga saham, serta penggunaan dana yang diperoleh dari privatisasi dengan right issue tersebut.

c. Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Komite Privatisasi tersebut, telah ditetapkan Arahan Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan atas Privatisasi diluar PTP Tahun 2016 melalui surat Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor: S-178/M.EKON/07/2016 tanggal 15 Juli 2016 yaitu:

1) Komite Privatisasi menyetujui peningkatan kapasitas permodalan keempat BUMN dengan melakukan penerbitan saham baru/right issue dan Penyertaan

(32)

28

Modal Negara (PMN) untuk mempertahankan kepemilikan Pemerintah dengan perincian;

 PT.Wijaya Karya (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan kepemilikan saham Pemerintah sebesar 65,05%;

 PT.Jasa Marga (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan kepemilikan saham Pemerintah sebesar 70,00%;

 PT.Krakatau Steel (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan kepemilikan saham Pemerintah sebesar 80,00%;

 PT.Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk, disetujui dengan mempertahankan kepemilikan saham Pemerintah sebesar 51,00%;

2) Untuk mempertahankan kepemilikan saham pemerintah sesuai kepemilikan saat ini pada masing-masing BUMN maka penerbitan saham baru dilaksanakan dengan metode Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dengan menggunakan dana PMN;

3) Jadual right issue harus diatur dengan baik, dengan prioritas BUMN yang menyerap dana publik paling besar;

4) Penetapan harga termasuk pemberian discount agar diperhitungkan dengan cermat untuk mendapatkan nilai proceed yang optimal;

5) Penggunaan hasil penerbitan saham baru untuk pembangunan infrastruktur dan perluasan usaha harus dilakukan secara efektif, serta pelaksanaan privatisasi harus juga memperhatikan rekomendasi Menteri Keuangan;

Sasaran Strategis 2 :

Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan.

Analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut : 1. Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan fasilitas Tax Allowance.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 PP No.18 Tahun 2015 stdtd. PP No.9 Tahun 2016, pelaksanaan ketentuan dalam PP dievaluasi dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak PP diundangkan. Adapun evaluasi dimaksud dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Berkenaan dengan amanat di dalam pasal tersebut dan dengan mempertimbangkan hasil pelaksanaan atau implementasi regulasi di lapangan, Kedeputian Bidang

(33)

29

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berkoordinasi dengan kementerian/lembaga teknis terkait saat ini tengah mempersiapkan bahan-bahan dan langkah pelaksanaan evaluasi pemberian fasilitas Tax Allowance. Kementerian dan/atau lembaga dimaksud adalah Kementerian Keuangan yang terdiri dari Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Pajak, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan kementerian pembina sektor yang melakukan fungsi pembinaan terhadap bidang-bidang usaha sebagaimana tercakup di dalam lampiran PP No.18 Tahun 2015 stdtd. PP No.9 Tahun 2016, seperti Kementerian Perindustrian.

Persiapan evaluasi dilaksanakan melalui rapat pembahasan teknis dalam rangka inventarisasi awal permasalahan penerapan regulasi PP No.18 Tahun 2015 stdtd. PP No.9 Tahun 2016. Adapun inventarisasi awal permasalahan dalam implementasi PP dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Ketentuan Izin Prinsip yang Digunakan dalam Pengajuan Fasilitas Tax Allowance Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Kepala BKPM No. 14 Tahun 2015, Izin Prinsip terbagi menjadi Izin Prinsip Penanaman Modal, Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal, Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal, dan Izin Prinsip Penggabungan Penanaman Modal. Sementara itu, salah satu persyaratan dalam rangka pengajuan fasilitas Tax Allowance ditentukan berdasarkan Izin Prinsip Penanaman Modal dan Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal. Menjadi pokok evaluasi berkenaan dengan ketentuan Izin Prinsip adalah sebagai berikut :

- Adanya perbedaan pandangan di antara kementerian/lembaga yang tergabung di dalam Tim Trilateral dalam menentukan batasan/kriteria Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal.

- Dalam beberapa pembahasan pengajuan permohonan fasilitas terdapat benturan antara nilai strategis proyek atau bidang usaha Wajib Pajak terhadap perekonomian nasional dengan tahun penerbitan Izin Prinsip yang tidak memenuhi ketentuan dalam PP No. 18 Tahun 2015 jo. PP No. 9 Tahun 2016. b. KBLI termanfaatkan vs KBLI tidak termanfaatkan

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas pelaksanaan kebijakan fasilitas Tax Allowance adalah melalui jumlah Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan dan analisis sementara yang dilakukan bahwa sebagian besar pemanfaat fasilitas Tax Allowance berasal dari bidang usaha yang sama dari tahun ke tahun. Berdasarkan jumlah pemanfaat dimaksud, bidang usaha yang telah memanfaatkan

(34)

30

fasilitas Tax Allowance adalah seperti industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam dan batubara, industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, dan industri pembuatan logam dasar bukan besi, dan pembangkitan tenaga listrik.

Sehubungan dengan minimnya bidang usaha yang dimanfaatkan dibandingkan dengan bidang usaha yang tercantum di dalam Lampiran PP, salah satu substansi evaluasi dalam waktu mendatang akan mencakup usulan cakupan bidang usaha dari kementerian pembina sektor. Usulan dimaksud akan dibahas dengan mempertimbangkan arah kebijakan industri yang akan dikembangkan oleh kementerian pembina sektor, kekosongan pohon industri, dan pertimbangan lain yang dianggap strategis bagi peningkatan perekonomian nasional.

2. Evaluasi Fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Keuangan, dalam rentang waktu dari tahun 2010 hingga tahun 2013, rata-rata realisasi penyerapan BMDTP berkisar antara 30% hingga 45% di tiap tahunnya. Sehubungan dengan pertimbangan dimaksud dilakukan pembahasan dengan melibatkan kementerian dan/atau lembaga terkait dalam rangka evaluasi penyebab minimnya penyerapan anggaran BMDTP beserta implementasi proses pemanfaatan fasilitas tersebut.

Hasil evaluasi implementasi fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI)

- Produksi alat kesehatan terbesar di Indonesia adalah pada bidang hospital furniture, seperti tempat tidur rumah sakit.

- Dalam kaitannya dengan pemanfaatan fasilitas BMDTP, ASPAKI berpendapat bahwa siklus atau proses penerbitan regulasi pendukung pemanfaatan fasilitas seringkali tidak sesuai dengan jadwal/musim produksi sehingga menghambat proses produksi perusahaan. Hal ini dikarenakan proses bisnis industri di bidang alat kesehatan sebagian besar dilakukan dengan dasar pesanan (made by order).

- Terhadap pengusulan sektor bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas BMDTP di tahun 2017 mendatang, ASPAKI menyatakan bahwa sampai saat ini pihaknya belum diundang oleh kementerian pembina sektor.

Gambar

Tabel 4  Indeks Capaian IKU
Tabel 9 Pengukuran Capaian Kinerja
Tabel 11  Capaiam Indikator Kinerja Utama
Tabel 13 Realisasi Anggaran untuk Mencapai Sasaran ( cost per outcome )

Referensi

Dokumen terkait

Lebih tingginya proporsi belanja untuk kepentingan publik diband- ingkan untuk kepentingan aparatur seperti yang di- tunjukkan pada grafik tersebut, mengindikasikan

(2006) menjelaskan bahwa kegagalan ataupun keberhasilan yang dialami secara berulang dapat berdampak terhadap self efficacy. Dengan pemahaman bahwa keberhasilan dan kegagalan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh informasi bahwa pada perusahaan asuransi PruFuture Team dalam melakukan layanan nasabah dengan menggunakan

Pelanggan atas Imbalan Transaksi berulang untuk Jenis Layanan yang diberikan (dan untuk semua Imbalan Transaksi berulang dan Imbalan Berulang yang ditetapkan dalam pasal(-

Kakék juga berpesan, “Kalau Ujang dan Buyung ingin berburu, jangan suka pergi ke hutan yang luar dari hutan kita ini.. Sebab kalau meréka pergi ke hutan lain, nanti

Jika angka terkiri dari angka yang harus dihilangkan sama dengan 5 atau angka 5 diikuti oleh angka-angka nol semua maka angka terkanan dari angka yang mendahuluinya tetap jika

Hasil lainnya adalah pada kelompok dengan indeks syok &gt; 0.8 memiliki rerata denyut jantung yang lebih tinggi dan tekanan darah lebih rendah. Penelitian ini menyarankan

eran perawat kepala ruang (nurse unit manager! harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan&#34;  bertanggung jawab terhadap