Qs. Al-Dukhān Ayat 8-12)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Muhammad Isfan Rifqi
11140340000049
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
AL-DUKHĀN SEBAGAI TANDA HARI KIAMAT
(STUDI KOMPARATIF TAFSIR SYA’RĀWĪ DAN TAFSIR AL-MISBAH TERHADAP QS. AL-DUKHĀN AYAT 8-12)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Muhammad Isfan Rifqi
NIM. 11140340000049
Di bawah bimbingan
Muslih, M.Ag
NIP. 19721024 200312 1 002
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dc
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul AL-DUKHĀN SEBAGAI TANDA HARI KIAMAT (Studi Komparatif Tafsir al-Sya’rāwī dan Tafsir al-Misbah Terhadap QS. Al-Dukhān Ayat 8-12) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 16 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 31 Juli 2021 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Eva Nugraha, M.Ag Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH
NIP. 19710271 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Drs. Harun Rasyid, M.A. Maulana, M.A.
NIP. 19600902 198703 1 001 NIP. 19650207 199903 1 001
Pembimbing,
Muslih, M.Ag
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Isfan Rifqi
Nomor Induk Mahasiswa : 11140340000049
Program Studi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan / Prodi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Judul Skripsi : AL-DUKHAN SEBAGAI TANDA HARI
KIAMAT (Studi Komparatif Tafsir al-Sya’rāwī dan Tafsir al-Misbah Terhadap QS. al-Dukhān Ayat 8-12)
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini hasil karya saya sendiri, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Juli 2021
Muhammad Isfan Rifqi
i
(Studi Komparatif Tafsir al-Sya’rāwī dan Tafsir al-Misbah Terhadap QS. al-Dkhān Ayat 8-12).”
Al-Dukhān sebagai tanda terjadinya hari kiamat menjadi perdebatan di kalangan ulama. Beberapa riwayat yang menjelaskan tentang al-dukhān memang terlihat kontradiktif. Mengenai kapan terjadinya al-dukhān pun semenjak zaman sahabat terjadi perbedaan yang tajam. Interpretasi mufassir terkait al-dukhān di kalangan ulama juga terjadi perbedaan. Al-Sya’rāwī berpandangan bahwa al-dukhān merupakan gas yang saling memasuki dan memenuhi atmosfir atau udara seperti kabut yang terlihat di pagi hari. Tebalnya sampai menutup pengelihatan, yang menyebabkan terhalangnya pengelihatan, menyebabkan pernafasan menjadi sempit. Sedangkan Quraish Shihab berpendapat bahwa al-dukhān adalah asap atau kabut yang berterbangan dari tanah akibat kekeringan yang berkepanjangan. Dari penjelasan singkat tentang perbedaan pandangan penafsiran tentang al-dukhān inilah penulis menganggap penting mengkaji lebih jauh bagaimana cara pandang kedua mufassir di atas dalam menginterpretasikan surah al-Dukhān ayat 8-12.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Sedangkan jenis penelitiannya adalah penelitian kepustakaan (library research). Jenis penelitian ini menggali informasi dari buku-buku, jurnal, artike, dan dokumen-dokumen lain yang memiliki kaitan dengan judul penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis komparatif, yaitu membandingankan penafsiran al-Sya’rāwī dan Quraish Shihab terhadap surah al-Dukhān ayat 8-12.
Setelah melakukan penelitian mendalam, penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan dan persamaan penafsiran Mutawalli al-Sya’rāwī dan Quraish Shihab sebagai berikut: Perbedaan, penafsiran al-Sya’rāwī dan Quraish Shihab: al-Sya’rāwī memahami dukhān sebagai gas atau kabut yang mengganggu pengelihatan dan pernafasan yang menyebabkan kesengsaraan, Quraish Shihab memahami dukhān sebagai debu yang berterbangan dari tanah akibat kekeringan. Dukhān juga merupakan debu-debu yang berterbangan akibat banyaknya kuda yang berlari pada peperangan Badr. Al-Sya’rāwī tidak menegaskan kapan dukhān itu pernah terjadi, Quraish Shihab menegaskan bahwa dukhān terjadi pada masa Rasulullah. Persamaan, sama-sama mengutip hadis yang menjelaskan tentang Nabi Saw yang mendoakan orang-orang musyrik agar tertimpa kekeringan. Al-Sya’rāwī dan Quraish Shihab sama-sama berpendapat bahwa al-dukhān merupakan peristiwa yang sudah terjadi.
ii ِ ب ِ س ِ مِ ِ الل ِ ِ رلا ِ ح ِ م ِ ن ِ ِ رلا ِ ح ِ ي ِ م
Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufīq, pertolongan, dan hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan pemberi syafaat kepada umatnya. Semoga kita mendapatkan syafaatnya di hari kiamat nanti. Amin.
Alhamdulillah, dengan izin Allah tulisan penelitian ini bisa diselesaikan dengan judul “al-Dukhān Sebagai Tanda Hari Kiamat (Studi Komparatif Tafsir Sya’rāwī dan Tafsir Misbah Terhadap QS. al-Dkhān Ayat 8-12).” Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan S1 pada program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan bahkan jauh sampai pada sempurna. Untuk itu penulis sangat membuka dan menerima segala saran, kritikan dan masukan dari semua pihak agar bisa menjadi lebih baik lagi.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam membantu menyelesaikan tulisan ini, bagi secara langsung maupun secara tidak langsung, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis ucapkan ribuan ungkapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Amany Lubis, M.A., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusup Rahman, M.A., Dekan Fakultas Usuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
4. Muslih, M.Ag, pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen penasihat akademik, Dr. Eva Nugraha, M.A., yang banyak memberi bantuan dan masukan kepada penulis selama studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh dosen di Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang dengan ikhlas memberikan ilmunya sehingga membuat penulis mampu menyelesaikan menulis skripsi.
7. Para Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ushuluddin. Terima kasih atas referensi yang telah dipersembahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Segenap keluarga yang selalu mendukung yang selalu mendukung dan menghargai setiap langkah yang dipilih oleh peneliti, terutama tiga insan mulia yaitu Ayahanda Habibullah, H. Sarbani dan Ibunda Syarifah yang tak henti-hentinya mendoakan peneliti.
9. Istri penulis yang telah setia menemani, memberikan semangat, dukungan kepada penulis, yaitu Ninda Deviana
10. Sahabat-sahabat IAT 2014 dan Pondok Pesantren Daarul Muttaqien cadas sepatan Tangerang yang tidak bisa penulis sebut Namanya satu persatu yang telah banyak membantu dan mendukung tersusunnya skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini
Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan doa atas segala perhatian, dukungan, motivasi dan bantuan mereka. Mudah-mudahan Allah
iv
Amin.
Ciputat, 18 Mei 2021
v
Dalam skripsi, tesis, dan disertasi bidang keagamaan (baca: Islam), alih aksara atau transliterasi, adalah keniscayaan. Oleh karena itu, untuk menjaga konsistensi, aturan yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.
Pengetahuan tentang ketentuan ini harus diketahui dan dipahami, tidak saja oleh mahasiswa yang akan menulis tugas akhir, melainkan juga oleh dosen. Khususnya dosen pembimbing dan dosen penguji. Hal ini agar terjadi saling kontrol dalam penerapan dan konsistensinya.
Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara, antara lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi Paramadina.Umumnya.
Kecuali versi Paramadina, pedoman alih aksara tersebut meniscayakan digunakannya jenis huruf (font) tertentu, seperti font transliterasi, Times New Roman, atau Times New Arabic.
Untuk memudahkan penerapan alih aksara dalam penulisan tugas akhir, pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak mengikuti ketentuan salah satu versi di atas, melainkan dengan mengkombinasikan dan memodifikasi beberapa ciri hurufnya.
Kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini disusun dengan logika yang sama.
1. Padanan Aksara
Berikut daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
HURUF ARAB HURUF LATIN KETERANGAN
ا Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
vi
ث ṡ Es dengan titik di atas
ج J Je
ح ḥ h dengan titik di bawah
خ Kh ka dan ha
د D De
ذ Ż Zet dengan titik di atas
ر R Er
ز Z Zet
س S Es
ش Sy es dan ye
ص ṣ es dengan titik di bawah
ض ḍ De dengan titik di bawah
ط ṭ Te dengan titik di bawah
ظ ẓ Zet dengan titik di bawah
ع ‘ koma terbalik di atas hadap
kanan غ G Ge ف F Ef ق Q Ki ك K Ka ل L El م M Em ن N En
vii
ه H Ha
ء ' Apostrof
ي Y Ye
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ ـــ A Fatḥaḥ
ـِــ I Kasrah
_ُ_ U Ḍammah
Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
يَ_ _ Ai a dan i
َ
وَ_ _ Au a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal pajang (madd) yang dalam bahsa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
اي Ā a dengan garis di atas
viii
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-al-dīwān.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (ــّـ (dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (ةرورضلا) tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbūṭah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2).
Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
1 ةقيرط Ṭarīqah
2 ةيملاسلإاَةعماجلا al-jāmi’ah al-islāmiyyah
ix
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-Gazālī bukan Abū Hāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
x
ةَّي ِر ص علاَة ك رح لا al-ḥarakah al-‘aṣriyyah اللهََّلاِإَ ھلِإَ لاَ ن أَُد ھ شأ Asyhadu an lā ilāha illā Allāh حِلاَّصلاَكِل مَا ن لا و م Maulānā Malik al-Ṣāliḥ
َاللهَُمُك ُرِث ؤُي Yu’aṡṡirukum Allāh
ةَّيِل ق علاَرِھا ظملا al-maẓāhir al-‘aqliyyah
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nūr Khālis Majīd; MohamadRoem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmān.
xi ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii PEDOMAN TRANSLITERASI ... v DAFTAR ISI ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan dan Perumsan Masalah ... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
E. Metodologi Penelitian dan Penulisan ... 8
F. Kajian Pustaka ... 9
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II AL-DUKHĀN: PENGERTIAN, PANDANGAN MUFASSIR DAN ILMU PENGETAHUAN MODERN ... 15
A. Pengertian al-Dukhān ... 15
B. Hadis Dukhān dan Kontradiksi Antar Hadis ... 17
C. Pandangan Mufassir Tentang Dukhān ... 20
D. Dukhān Perspektif Ilmu Pengetahuan Modern ... 25
BAB III MUFASSIR: BOGRAFI, HASIL PEMIKIRAN, DAN PROFIL KITAB TAFSIR ... 27
A. Muḥammad Mutawalli al-Sya’rāwī ... 27
1. Profil Mutawalli al-Sya’rāwī ... 27
2. Hasil Pemikiran ... 29
B. Profil Kitab Tafsir al-Sya’rāwī dan Letak Pembahasan al-Dukhā ... 31
xii
1. Profil M. Quraish Shihab ... 35
2. Karier Akademik ... 37
3. Karier di Luar Akademik ... 37
4. Hasik Pemikiran ... 38
D. Profil Tafsir al-Misbah dan Letak Pembahasan al-Dukhān ... 42
BAB IV INTERPRETASI AL-SYA’RAWI DAN M. QURAISH SHIHAB TERHADAP SURAH AL-DUKHAN AYAT 8-12... 45
A. Teks dan Terjemah Surah al-Dukhān ayat 8-12 ... 45
B. Penafsiran Muḥammad Mutawalli al-Sya’rāwī ... 45
C. Penafsiran M. Quraish Shihab ... 52
D. Analisis Komparatif Penafsiran al-Sya’rāwī dan Quraish Shihab ... 55
BAB V PENUTUP ... 63
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran-Saran ... 64
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Dukhān adalah salah satu tanda kiamat yang digambarkan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an. Menurut Kamus Al-Munawwir, al-dukhān memiliki beberapa arti, yaitu asap, uap, kerusakan, hal jeleknya akhlak, dan dendam.1 Kamus Lisān al-‘Arab menjelaskan bahwa al-dukhān seperti
dalam sebuah riwayat mengatakan, Rasulullah Saw berkata kepada Ibn Ṣayyād, “Apa yang aku sembunyikan kepadamu?” Ibn Ṣayyād berkata, “Asap.” Seperti sebuah syair mengatakan, “Ketika serambi rumah tertutup asap.” Riwayat tersebut ditafsirkan bahwa yang dimaksud dengan al-dukhān adalah pada hari ketika langit membawa kabut asap yang nyata. Dikatakan juga, maksudnya adalah Isa ibn Maryam membunuh Dajjal di Gunung Dukhān.2
Al-Rāgib al-Aṣfahānī mengatakan bahwa kata al-dukhān sama artinya dengan al-‘uṡān: diliputi perasaan takut. Digambarkan warna al-dukhān, ada yang mengatakan seperti bulu domba, seperti suasana yang kehitam-hitaman, dan seperti malam yang berwarna kelam.3 Adapun lafaz al-dukhān dalam al-Qur’an disebutkan hanya dua kali, yaitu pada surah Fuṣṣilat ayat 11 dan surah al-Dukhān ayat 10.4
Keterangan terkait al-dukhān sebagai salah satu tanda kiamat telah banyak disebutkan oleh para ulama. Umar Sulaiman al-Asqar mengatakan
1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif,
1997), 393.
2 Jamāl al-Dīn Muḥammad ibn Mukram ibn Manẓūr al-Ifrīqī, Lisān al-‘Arab, Jilid
3 (Beirut: Dār Ṣādr, t.t.), 14.
3 Al-‘Allāmah al-Rāgib al-Aṣfahānī, Mufradāt al-Fāẓ al-Qur’ān (Damaskur: Dār
al-Qalam, 2009), 310.
4 Lihat Muḥammad Fu’ād Abd. al-Bāqi, Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Qur’ān
bahwa al-dukhān merupakan tanda-tanda besar yang terjadi sebelum kiamat tiba. Pendapat ini dikuatkan dengan kutipan hadis yang diriwayatkan dari
Huzaifah ibn Usaid
al-Gifari bahwa Rasulullah Saw menyebutkan sepuluh tanda besar yang akan terjadi sebelum kiamat datang: kabut, dajjal, binatang, terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa ibn Maryam, ya’juj dan ma’juj, terjadi longsor di timur, barat, dan Jazirah Arab, dan munculnya api dari Yaman yang menggiring manusia ke tempat dikumpulkannya mereka.5
Terkait dampak yang ditimbulkan al-dukhān bagi umat manusia terjadi dikotomi. Dampak al-dukhān bagi orang kafir akan membuatnya merasa tercekik. Asap tersebut mengisi ruang di dalam tubuhnya dan keluar dari setiap rongga tubuhnya.6 Kemudian berdampak pada infeksi pada mata, hidung, telinga, dan kulit.7 Adapun bagi orang-orang yang beriman, mereka hanya mengalami flu biasa. Jadi, al-dukhān ini diprediksikan sebagai siksaan bagi orang-orang kafir.8
Terdapat perdebatan di kalangan ulama terkait kapan kemunculan al-dukhān. Pendapat pertama mengatakan bahwa al-dukhān sudah terjadi ketika Nabi Saw masih hidup. Di mana ketika itu kaum Quraisy Mekkah tertimpa paceklik yang panjang. Mereka mengalami kelaparan sampai-sampai memakan bangkai dan tulang-tulang. Dalam kondisi seperti itu salah seorang laki-laki Quraisy melihat seperti al-dukhān di antara langit dan bumi. Pendapat ini melandaskan argumentasinya kepada hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud. Di antara ulama yang mendukung pendapat
5 Umar Sulaiman Abdullah al-Asyqar, Pengantar Studi Akidah Islam, penerj.
Muhammad Misbah (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2018), 270.
6 Manshur Abdul Hakim, Kiamat Tanda-tandanya Menurut Islam, Kristen, dan
Yahudi (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 161.
7 Wisnu Sasongko, Armagedon 2, Antara Petaka dan Rahmat (Jakarta: Gema
Insani Press, 2008), xi.
8 Manshur Abdul Hakim, Kiamat Tanda-tandanya Menurut Islam, Kristen, dan
ini adalah Mujāhid, Abū al-Āliyah, Ibrāhim al-Nakhā’i, al-Dahhāk, ‘Aṭiyyah al-‘Awfi, bahkan Ibn Jarīr al-Ṭabari.9
Pendapat kedua mengatakan bahwa al-dukhān belum pernah terjadi dan akan terjadi ketika menjelang hari kiamat. Pendapat ini diikuti oleh Ibn Kaṡīr dan menurut sebagian ulama pendapat inilah yang lebih kuat. Pendapat yang diikuti Ibn Kaṡīr ini dilandasi sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibn Sirḥah al-Hużaifah Ibn Asayd al-Gifārī yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda bahwa Hari Kiamat tidak akan datang sebelum melihat sepuluh tanda, salah satu yang disebutkan adalah al-dukhān.10
Dalam konteks tafsir modern, interpretasi terhadap kata al-dukhān pada surah al-Dukhān terjadi perbedaan. Al-Sya’rāwī, mufassir dari Mesir menafsirkan kata al-dukhān sebagai gas yang mengganggu dan memenuhi atmosfir atau udara seperti kabut yang dapat dilihat di pagi hari. Kepadatan kabut tersebut menyebabkan kaburnya pengelihatan karena masuknya partikel kecil yang memenuhi rongga di antaranya mata. Hal itu kemudian yang menjadi sebab udara menjadi buruk ketika bernafas. Jika dua hal itu terjadi – tidak bisa melihat dan sulit bernafas- maka akan didapatkan kesengsaraan yang luar biasa yang tidak dapat ditanggung manusia.11
Berbeda halnya dengan Quraish Shihab, mufassir asal Indonesia, walaupun lebih muda dari al-Sya’rāwī, tapi penafsirannya tentang dukhān tidak berbeda jauh dengan mufassir-mufassir klasik. Quraish Shihab berpendapat bahwa dukhān adalah asap atau kabut yang berterbangan dari
9 Abdul Muhsin al-Muthairi, Buku Pintar Hari Akhir, Penerj. Zaenal Arifin
(Jakarta: Penerbit Zaman, 2012), 148.
10 Abdul Muhsin al-Muthairi, Buku Pintar Hari Akhir, Penerj. Zaenal Arifin
(Jakarta: Penerbit Zaman, 2012), 148.
11 Muḥammad Mutawalli Sya’rāwī, Tafsīr Sya’rāwī (Kairo: Dār Akhbār
tanah akibat kekeringan yang berkepanjangan. Kabut atau asap tersebut menurut Quraish Shihab berkumpul di atas.12
Penjelasan al-Sya’rāwī ini terlihat lebih kontekstual dengan zaman. Bagaimana dukhān dapat membuat kesengsaraan dengan sempitnya udara yang menyebabkan pernafasan manusia menjadi terganggu. Sedangkan Quraish Shihab masih terpaku kepada riwayat yang menjelaskan tentang kekeringan yang pernah terjadi pada orang-orang Quraish.
Dua mufassir yang berbeda negara tapi satu almamater ini, yaitu alumni al-Azhar memiliki cara pandang tersendiri bagaimana mengungkap makna dukhān. Quraish Shihab mengutip tiga riwayat yang berkaitan tentang dukhān. Pertama, riwayat yang menggambarkan bagaimana kekeringan terjadi kepada orang-orang Quraisy karena doa Nabi Saw.
حنَع ٍمِلحسُم حنَع ِشَمحعَحلْا حنَع ُناَيحفُس اَنَ ثَّدَح ُّيِدحيَمُحلْا اَنَ ثَّدَح
ُرحسَم
َُّلَّا ََََِِ َِّلَّا ِدحَْع حنَع ٍٍوق
ا َلاَق ِم َلَحسِحلِْبِ َمَّلَسَوق ِهحيَلَع َُّلَّا ىَّلَص ِيِبَّنلا ىَلَع اوُئَطحبَأ اَّمَل اًشحيَرُ ق َّنَأ ُهحنَع
ٍعحَْسِب حمِهيِنِفحكا َّمُهَّلل
َح ٍءحََش َّلُك حتَّصَح ٌةَنَس حمُهح تَ باَصَأَف َفُسوُي ِعحَْسَك
َظِعحلا اوُلَكَأ َّتَّ
ُرُظحنَ ي ُلََُّرلا َلَعََ َّتََّح َما
َّسلا ِتِحَتَ َمحوَ ي حبِقَتحَاَف{ َُّلَّا َلاَق ِناَخُّدلا َلحثِم اَهَ نح يَ بَوق ُهَنح يَ ب ىََيََف ِءاَمَّسلا َلَِإ
ٍٍُِْم ٍناَخُدِب ُءاَم
َع حمُكَّنِإ ًلَيِلَق ِباَذَعحلا وُفِشاَك َّنَِّإ{ َُّلَّا َلاَق
حمُهح نَع ُفَشحكُيَ فَأ َنوقُدِئا
حدَقَوق ِةَماَيِقحلا َمحوَ ي ُباَذَعحلا
.ُةَشحطَْحلا حتَضَمَوق ُناَخُّدلا ىَضَم
“Telah menceritakan kepada kami al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari al-A’masy, dari Muslim, dari Masruq, dari ‘Abdullah ra. bahwa ketika orang-orang Quraisy menangguhkan untuk memeluk Islam, maka Nabi Saw mendo’akan kebinasaan bagi mereka, “Ya Allah, tolonglah kami dalam menghadapi mereka dengan mengirimkan tujuh tahun (kelaparan) sebagaimana yang telah menimpa Yusuf. Maka kemudian mereka tertimpa tahun paceklik yang menghabiskan segala sesuatu hingga di antara mereka memakan tulang. Dan seseorang dari mereka ketika melihat ke langit, ia melihat antara dia dan langit seakan-akan terhalangi oleh asap (karena rasa lapar). Allah berfirman, ‘Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang
12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
nyata.’ (Qs. Al-Dukhan: 10). Allah juga berfirman, ‘Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali ingkar,’ (Qs. Al-Dukhan: 15). Maka bagaimana adzab akan dihentikan pada hari kiamat, padahal telah berlalu bagi mereka kabut dan hantaman keras?” (HR. Bukhari)
Kedua, riwayat yang menjelaskan tentang konteks perang badar, dukhān/asap berterbangan akibat kuda-kuda yang berlari kencang.
َمحوَ ي{
ِل اَذَه ٌَوُصحنَم َلاَق ٌميِلَأ ٌباَذَع اَذَه َساَّنلا ىَشحغَ ي ٍٍُِْم ٍناَخُدِب ُءاَمَّسلا ِتِحَتَ
اَنَّ بََ{ ِهِلحوَق
َزِيللاَوق ُةَشحطَْحلا ىَضَم حدَق ِةَرِخ حلْا ُباَذَع ُفَشحكُي حلَهَ ف َنوُنِمحؤُم َّنَِّإ َباَذَعحلا اَّنَع حفِشحكا
ُما
َلاَق وق ُناَخُّدلاَوق
حوَ ي ِنِحعَ ي ُماَزِيللاَوق ىَسيِع وُبَأ َلاَق ُموقُّرلا ُرَخ حلْا َلاَقَوق ُرَمَقحلا حمُهُدَحَأ
ٍَحدَب َم
.
“Maka tunggulah hari ketika langit membawa asap (dukhan) yang nyata. Yang meliputi manusia, inilah azab yang pedih.” (Qs. al-Dukhan: 10-11) Manshur berkata, ‘Ini sesuai firman-Nya, “(Mereka berdoa), “Ya Rabb kami, lenyapkanlah dari kami azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman.” (Qs. al-Dukhan: 10-11) Apakah azab akhirat sudah dilenyapkan? Siksaan, Lizam (kebinasaan) dan asap telah berlalu. Salah seorang dari mereka berkata, ‘Terbelahnya Bulan’. Yang lain berkata, ‘Kekalahan Romawi’. Abu Isa berkata, ‘Lizam adalah korban perang Badar. (HR. Tirmidzi)
Ketiga, riwayat yang mengatakan bahwa dukhān itu berlum terjadi.
َةَمَثح يَخ وُبَأ اَنَ ثَّدَح
َمحلا َرَمُع ِبَِأ ُنحباَوق َميِهاَرح بِإ ُنحب ُقَححسِإَوق ٍبحرَح ُنحب ُحيََهُز
َلاَق ٍحيََهُزِل ُظحفَّللاَوق َُِّيك
ِبَِأ حنَع ِزاَّزَقحلا ٍتاَرُ ف حنَع َةَنح يَ يُع ُنحب ُناَيحفُس اَنَ ثَّدَح ِناَرَخ حلْا َلاَق وق َنَََّبَحخَأ ُقَححسِإ
حنَع ِلحيَفُّطلا
حب َةَفح يَذُح
َنح يَلَع َمَّلَسَوق ِهحيَلَع َُّلَّا ىَّلَص ُِّبَّنلا َعَلَّطا َلاَق ِييَِاَفِغحلا ٍديِسَأ ِن
اَم َلاَقَ ف ُرَكاَذَتَ ن ُنحَََوق ا
َذَف ٍتَيَآ َرحشَع اَهَلح َْ ق َنحوقَرَ ت َّتََّح َموُقَ ت حنَل اََّنَِّإ َلاَق َةَعاَّسلا ُرُكحذَن اوُلاَق َنوقُرَكاَذَت
َناَخُّدلا َرَك
َع َُّلَّا ىَّلَص ََيَحرَم ِنحبا ىَسيِع َلوقُزُ نَوق اَِبِِرحغَم حنِم ِسحمَّشلا َعوُلُطَوق َةَّباَّدلاَوق َلاَََّّدلاَوق
َمَّلَسَوق ِهحيَل
يِزَِبِ ٌفحسَخَوق ِبِرحغَمحلِبِ ٌفحسَخَوق ٍِِرحشَمحلِبِ ٌفحسَخ ٍفوُسُخ َةَث َلََثَوق َجوَُحأَمَوق َجوَََُيََوق
ِبَرَعحلا ِةَر
ِخآَوق
حمِهِرَشحَمَ َلَِإ َساَّنلا ُدُرحطَت ِنَمَيحلا حنِم ُجُرحَتَ ٌََنَّ َكِلَذ ُر
“Telah menceritakan kepada kami Abu Khaitsamah Zuhair ibn Harb, Ishaq ibn Ibrahim dan Ibn Abi Umar al-Makki, teks milik Zuhair, berkata Ishaq, ‘Telah mengkhabarkan kepada kami’, sedangkan yang lain
berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah, dari Furat al-Qazzaz, dari Abu al-Ṭufail, dari Huẓaifah ibn Asid al-Ghifari berkata, Rasulullah Saw menghampiri kami saat kami tengah membicarakan sesuatu, beliau bertanya, “Apa yang kalian bicarakan?” Kami menjawab, “Kami membicarakan kiamat”. Beliau bersabda, “Kiamat tidaklah terjadi hingga kalian melihat sepuluh tanda-tanda sebelumnya”. Beliau menyebut kabut, Dajjal, binatang, terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa bin Maryam, Ya'juj dan Ma'juj, tiga longsor; longsor di timur, longsor di barat dan longsor di Jazirah Arab dan yang terakhir adalah api muncul dari Yaman menggiring manusia menuju tempat perkumpulan mereka. (HR. Muslim)
Dari tiga riwayat ini, Quraish Shihab memilih riwayat pertama sebagai pendapat yang paling kuat.13
Dari sekelumit penjelasan al-Sya’rāwī dan Quraish Shihab tentang dukhān
di atas, penulis merasa penting mengkaji lebih jauh bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran antara dua mufassir modern ini. Karena itu, penulis mengkajinya dengan mengambil judul: AL-DUKHĀN SEBAGAI
TANDA HARI KIAMAT (Studi Komparatif Tafsir al-Sya’rāwī dan Tafsir al-Misbah Terhadap Qs. Al-Dukhān Ayat 8-12)
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis memberikan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Terjadi perdebatan tentang al-dukhān sebagai tanda datangnya hari kiamat oleh mufassir.
2. Penjelasan tentang al-dukhān yang disampaikan kepada masyarakat oleh pemuka agama tidak pernah konfrehensif.
13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
3. Adanya perbedaan interpretasi antara mufassir Asia Tenggara dengan mufassir Timur Tengah tentang al-dukhān.
4. Adanya perdebatan ulama terkait waktu munculnya al-dukhān.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka perlu adanya pembatasan masalah dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan agar penelitian yang dilakukan tidak melebar dan keluar dari tema pembahasan. Karena itu, penulis membatasi masalah dalam penelitian ini dengan mengkaji surah Dukhān ayat 8-12 dengan Tafsīr Sya’rāwī karya Muḥammad Mutawalli Sya’rāwī dan Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran al-Sya’rāwī dengan Quraish Shihab terhadap al-Qur’an surah al-Dukhān ayat 8-12?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penulis membahas judul “Al-Dukhān Sebagai Tanda Hari Kiamat (Studi Komparatif Tafsir al-Sya’rāwī dan Tafsir al-Misbah Terhadap Qs. Al-Dukhān Ayat 8-12) ini adalah untuk mengungkap persamaan dan perbedaan penafsiran dua mufassir tersebut terkait dukhān. Dari tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini setidaknya memiliki dua manfaat: teoritis dan praktis.
Manfaat teoritis penelitian ini adalah:
1. Menambah penelitian yang bertemakan Hari Akhir (eskatologi), khususnya tentang al-dukhān sebagi tanda kiamat.
2. Mengungkap perbedaan dan persamaan penafsiran al-Sya’rāwī dan M. Quraish Shihab tentang al-dukhān.
Adapun manfaat praktis penelitian ini adalah agar dapat digunakan sebagai referensi para da’i ketika membahas tentang al-dukhān sebagai tanda terjadinya hari kiamat.
E. Metodologi Penelitian dan Penulisan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif telaah pustaka (library research). Cara kerja metode ini adalah mencari informasi tentang tema yang dibahas melalui buku-buku, jurnal, artikel, dan dokumen-dokumen lain yang mendukung pembahasan.
Adapun data yang penulis gunakan terbagi dua: data primer dan sekunder. Data primer adalah sumber data utama sebagai rujukan dalam penelitian ini. Sedangkan data sekunder adalah data pendukung yang penulis gunakan untuk melengkapi penelitian dan analisis.
Data primer penelitian ini adalah Khawāṭir Sya’rāwī Haula Qur’ān Karīm atau yang lebih populer dengan sebutan Tafsīr al-Sya’rāwī karya Muḥammad Mutawallī al-al-Sya’rāwī dan Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab. Sedangkan data sekunder penelitian ini adalah kitab-kitab, buku-buku, jurnal, dan dokumen lain yang mendukung tema penelitian ini.
Untuk menganalisis data yang penulis kumpulkan, penulis menggunakan analisis deskriptif-komparatif. Aplikasi metode ini adalah mendeskripsikan penafsiran Muḥammad Mutawalli al-Sya’rāwī dan M. Quraish Shihab kemudian dikomparasikan.
Adapun tekhnik penulisan dalam penelitian ini mengikuti pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi karya Hamid Nasuhi.14
F. Kajian Pustaka
Kajian ayat-ayat tentang hari kiamat sudah sering dilakukan. Hal ini disebabkan banyaknya ayat-ayat yang menjelaskan tentang hari kiamat dari berbagai surat dan ayat dalam al-Qur’an. Di antara karya ilmiah yang penulis temukan tentang tema ini adalah:
Pertama, Skripsi Soleh Bin Che’ Had, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Darussalam Banda Aceh yang berjudul, “Penafsiran Ayat Tentang Hari Kiamat Menurut Umar Sulaiman ‘Abdullah Al-Asyqar.” Penelitian ini dilakukan pada tahun 2018. Penelitian yang dilakukan Soleh ini bertujuan mengungkap visualisasi hari kiamat menurut penafsiran Umar Sulaiman ‘Abdullah al-Asyqar. Karena itu, data primer yang digunakan adalah karya Umar Sulaiman sendiri, yaitu al-Ma‘ānī al-Ḥasān fī Tafsīr al-Qur‘ān dan ‘Aqīdah fi Ḍū’i Kitāb wa al-Sunnah: al-Qiyāmah al-Kubra yang sudah diterjemahankan dengan judul Ensiklopedia Kiamat: Dari SakratulMaut Hingga Surga Neraka. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis-deskriptif. Adapun hasil penelitian ini adalah kata tafjīr menurut Umar Sulaiman memiliki persamaan makna dengan kata tasjīr yang berarti ‘menyala’ (راجفنا) atau ‘medelak’ (راجسنا). Inilah kemudian yang membedakannya dengan penafsiran mufassir yang lain. Di mana kata tafjīr yang diartikan
14 Hamid Nasuhi, dkk., “Pedoman Penulisan (Skripsi, Tesis dan Disertasi)” dalam
Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-2012, (Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 379-436
‘bercampur-baur’ (طلاتخإ) dibedakan maknanya dengan kata tasjīr yang diartikan ‘menyala’ (مرطضت).15
Kedua, Skripsi Achmad Mustofa, mahasiswa Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga, Yogyakarta yang berjudul, “Hadis-hadis Prediktif Tentang Tanda-tanda Hari Kiamat (Studi Ma’ānī Hadits). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015. Penelitian ini berlandaskan pada ramalan yang dilakukan oleh Suku Maya pada tahun 2012. Bahwa setiap agama memiliki pandangan tersendiri tentang tanda-tanda hari kiamat. Karena itu, Achmad Mustofa mencoba menggali lebih dalam perspektif Islam tentang tanda-tanda hari kiamat yang dikaji berdasarkan hadis. Metode yang digunakan adalah mengkaji ma’āni hadits. Adapun hasil penelitian yang dilakukan Achmad Mustofa ini adalah bahwa hadis-hadis yang diteliti tidak ada yang langsung merujuk kepada kiamat besar. Tetapi lebih kepada kiamat kecil. Namun, bukan tidak mungkin kiamat kecil tersebut menjadi jembatan menuju kiamat besar.16
Ketiga, skripsi Muh. Taufik RJ, mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan judul “Tiga Golongan yang Diabaikan Oleh Allah Di Hari Kiamat (Suatu Kajian Tahlili).” Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016. Penelitian ini berangkat dari sebuah hadis yang menjelaskan tentang tiga golongan yang akan diabaikan oleh Allah pada Hari Kiamat. Penelitian ini kemudian berfokus pada tiga aspek: mengkaji kualitas hadis, kandungan hadis, dan signifikansi memahami hadis tentang tiga golongan yang akan diabaikan
15 Soleh Bin Che’ Had, “Penafsiran Ayat Tentang Hari Kiamat Menurut Umar
Sulaiman ‘Abdullah al-Asyqar”, Skripsi S1 (Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2018).
16 Achmad Mustofa, “Hadis-hadis Prediktif Tentang Tanda-tanda Hari Kiamat
(Studi Ma’āni al-Ḥadīs)”, Skripsi S1 (Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga, Yogyakarta, 2015).
oleh Allah pada Hari Kiamat tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan teologis-normatif, historis, dan sosial. Sumber data digali berdsarkan research library. Adapun temuan dalam penelitian ini adalah bahwa hadis tersebut memiliki kualitas shahih dan manfaat yang diperoleh setelah memahami hadis ini ada dua: dapat menjaga diri dari segala sesuatu yang dilarang Allah dan dapat menjaga nama baik diri dan keluarga.17
Selain skripsi, penulis juga menemukan laporan penelitian yang dilakukan oleh Yunita Dwi Septiana dengan judul “Risalah Kiamat (Kajian Filologis dan Semiotik Terhadap Naskah Syair Kiamat)”. Penelitian ini dibiayai sepenuhnya oleh DIPA IAIN Walisongo Semarang. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014. Penelitian ini dilakukan terhadap naskah Syair Kiamat yang tersimpan di Perpustakaan Fakultas Adab IAIN Raden Fatah Palembang yang belum dikodifikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat suntingan teks transliterasi agar mengetahui makna yang terkandung di dalam naskah tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotik. Adapun hasil penelitian ini adalah Syair Kiamat dalam naskah tersebut menggambarkan realitas kehidupan sosial masyarakat. Nilai religius yang disampaikan dalam naskah tersebut adalah tentang pertanggungjawaban seorang hamba terhadap perbuatannya di dunia.18
Melihat kajian-kajian terdahulu tentang kiamat, khusunya al-dukhān, maka belum ada penelitian tentang al-dukhān dalam perspektif mufassir Indonesia dan Timur Tengah, khususnya Mesir. Karena itu, penulis anggap
17 Muh. Taufik RJ, “Toga Golongan yang Diabaikan Oleh Allah Di Hari Kiamat
(Suatu Kajian Tahlili),” Skripsi S1 (Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik, Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, 2016).
18 Yunita Dwi Septiana, “Risalah Kiamat (Kajian Filologis dan Semiotik
Terhadap Naskah Syair Kiamat),” Laporan Penelitian Individu (IAIN Walisongo, Semarang, 2014).
penting menghadirkan pandangan mufassir Indonesia dan Timur Tengah tentang al-dukhān sebagai tanda kiamat.
G. Sistematika Penulisan
Agar memudahkan penulis dalam menyusun laporan kajian ini, maka perlu adanya sistematika penulisan. Hal ini diperlukan agar pembahasan bisa terarah sehingga maksud penulis dalam menghadirkan hasil kajian dapat tercapai. Karena itu, sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut.
Bab I, Pendahuluan. Pada bab ini penulis menguaikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan penulisan, kajian pustaka, dan sistematika penulisan.
Bab II, Dukhān: Pengertian Dan Pandangan Ilmu Pengetahuan Modern. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang pengertian al-dukhān, petunjuk Rasulullah Saw tentang al-dukhān, pandangan pengetahuan modern tentang al-dukhān, dan pandangan mufassir ilmi tentang al-dukhān.
Bab III, Biografi dan Ulasan Kitanb Tafsir. Di dalam bab ini penulis menguraikan profil Muḥammad Mutawalli al-Sya’rāwī dan profil kitab tafsir al-Sya’rāwī dan letak pembahasan al-dukhān, Begitu juga penulis menguraikan profil M. Quraish Shihab dan profil kitab tafsir al-Misbah dan letak pembahasan al-dukhān.
Bab IV, Interpretasi Al-Sya’rāwī Dan Quraish Shihab Tentang al-Dukhān. Pada bab ini penulis akan menguraikan teks dan terjemah ayat, penafsiran Muḥammad Mutawalli al-Sya’rāwī, penafsiran M. Quraish Shihab, dan analisis komparatif terhadap interpretasi al-Sya’rāwī dan Quraish Shihab tentang al-dukhān.
Bab V, Penutup. Bab ini berisi kesimpulan penelitian dan saran-saran yang bermanfaat untuk kajian berikutnya tentang tema kiamat.
15
ILMU PENGETAHUAN MODERN A. Pengertian al-Dukhan
Kata al-dukhān menurut Ibn Manẓūr dalam Lisān al-‘Arab bermakna al-‘uṡān: asap, yang paling umum diketahui adalah asap dari api. Adapun bentuk jama’-aya (plural) adalah adkhinah, dawākhin, dan dawākhīn. Begitu juga bentuk plural dari al-‘uṡān adalah ‘awāṡīn.1
Al-Rāgib Aṣfahānī juga mengutip pendapat Ibn Manẓūr bahwa kata al-dukhān berarti al-‘uṡān: asap, sesuatu yang dekat dengan ‘nyala api’. Gambaran al-dukhān adalah warnanya. Misalnya dalam suatu ungkapan syātun dakhnā’ (domba berbulu pekat).2 Sedangkan dalam Kamus
Al-Munawwir kata al-dukhān diartikan asap, uap, kerusakan, dendam, dan kejelekan akhlak.3
Menurut Imam Nawawi dalam Syarh Ṣaḥīḥ al-Muslim, seperti dikutip oleh S. Royani Marhan dalam bukunya Kiamat dan Akhirat, mengatakan bahwa al-dukhān merupakan sesuatu yang menyerang orang-orang kafir, sedangkan orang-orang-orang-orang mukmin ditimpakan seperti penyakit flu. Konteks seperti ini menurut Imam Nawawi tidak terjadi kecuali ketika menjelang kiamat.4 Adapun Syekh Muhammad al-Ghazali menyebutkan bahwa al-dukhān merupakan ‘mukjizat’ yang akan tersingkap suatu hari nanti. Bahkan, al-Ghazali menambahkan, persitiwa itu akan segera terjadi. Alasan ini dilandaskan pada kondisi alam semesta, di mana lapisan ozon
1 Jamāl al-Dīn Muḥammad ibn Mukrim ibn Manẓūr al-Ifrīqī, Lisān al-‘Arab, jilid
13 (Beirut: Dār al-ṣādr, t.t.), 149.
2 Al-Rāgib al-Aṣfahānī, Mufradāt al-Fāẓ al-Qur’ān (Damaskus: Dār al-Qalam,
2009), 310.
3 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), 394.
4 S. Royani Marhan, Kiamat dan Akhirat, Panduan Praktis Mengenal Kehidupan
sudah mengalami kebocoran. Hal ini terjadi karena umat manusia sudah melakukan pengingkaran dan kedurhakaan di muka bumi, sehingga akan ditimpakan musibah yang begitu dahsyat. Umat manusia juga sudah banyak yang melakukan intimidasi kepada Islam serta menyerang pribadi Rasulullah Saw.5
Al-dukhān ada yang mengaitkannya dengan peristiwa Armageddon6. Peristiwa Armageddon itulah yang akan memunculkan asap seperti yang pernah terjadi pada masa dinosaurus. Akan tetapi, efeknya berbeda dengan masa itu.7 Kepastian akan adanya al-dukhān ini dipertegas lagi oleh Ibn Kaṡīr bahwa zahir ayat al-Qur’an menyatakan bahwa akan turunya asap (al-dukhān) dari langit sehingga menyelimuti manusia. Ibn Kaṡīr menegaskan bahwa al-dukhān pada ayat tersebut harus ditafsirkan secara hakiki.8
Kemunculan al-dukhān beriringan setelah munculnya dabbah. Al-Dukhan keluar dari telinga dan dubur orang-orang kafir. Ketika itu, kondisi orang-orang kafir seperti orang mabuk. Sedangkan orang-orang mukmin hanya ditimpa penyakit influenza. Peristiwa ini diyakini berlangsung selama 40 hari dan akan hilang dengan sendirinya.9
Al-Dukhān dikategorikan sebagai tanda kiamat besar. Pendapat ini dilandaskan kepada hadis Nabi Saw yang mengatakan bahwa hari kiamat
5 Muhammad al-Ghazali, Menikmati Jamuan Allah, Inti Pesan Qur’an dari Tema
ke Tema, penerj. Ahmad Syaikho dan Ervan Nurtawab, cet. Ke-6 (Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta, 2003), 38.
6 Armegeddon merupakan istilah yang diambil dari bahasa Yunani: ‘Ar’ yang
berarti gunung, sedangkan ‘Mageddo’ adalah kota Mageddo yang terlatak di pegunungan Samaria. Peristiwa Armageddon ini diyakini sebagai peristiwa jatuhnya meteor sebesar gunung yang akan menimpa kota Magiddo di akhir zaman. Lihat Fachrudin Ashari, dkk.,
Jari Tangan yang Berbicara (Jakarta: Halaman Moeka Publishing, 2015), 71.
7 Fachrudin Ashari, dkk., Jari Tangan yang Berbicara, 71.
8 Ibnu Katsir, Huru-hara Hari Kiamat, penerj. H. Anshori Umar Sitanggal dan
Imron Hasan, cet. Ke-16 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015), 163.
9 Khalillurrahman El-Mahfani, Kemunculan Dajjal dan Imam Mahdi Semakin
tidak akan terjadi kecuali terlihat 10 tanda-tandanya: al-dukhān, dajjal, terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa al-Masih, kemunculan Ya’juj dan Ma’juj, terjadinya 3 kali gempa bumi, dan penghujungnya adalah munculnya api dari Yaman yang menggiring manusia menuju tempat berkumpul.10
B. Hadis Dukhān dan Kontradiski Antar Hadis
Selain diinformasikan dalam al-Qur’an, al-dukhān juga banyak dijelaskan dalam riwayat hadis Rasulullah Saw. Satu hadis menjelaskan tentang kondisi orang-orang kafir ketika terjadi dukhān.
ريِثَك حنْب حدَّمَحمُ اَنَ ثَّدَح
،
حناَيْفحس اَنَ ثَّدَح
،
حشَمْعَْلْاَو ٌروحصْنَم اَنَ ثَّدَح
،
ىَحُّضلا ِبَِأ ْنَع
،
ْنَع
َلاَق رقوحرْسَم
:
َيَ ف ِةَماَيِقْلا َمْوَ ي ٌناَخحد حءيَِيَ َلاَقَ ف َةَدْنِك ِفِ حثِ دَحيُ ٌلحجَر اَمَنْ يَ ب
ِعاَْسَِْبِ حذحخْأ
ردوحعْسَم َنْبا حتْيَ تَأَف اَنْعِزَفَ ف ِماَكُّزلا ِةَئْ يَهَك َنِمْؤحمْلا حذحخَْيَ ْمِهِراَصْبَأَو َينِقِفاَنحمْلا
َّتحم َناَكَو
َبِضَغَ ف اًئِك
َأ ِمْلِعْلا ْنِم َّنِإَف حمَلْعَأ حَّللَّا ْلحقَ يْلَ ف ْمَلْعَ ي َْلَ ْنَمَو ْلحقَ يْلَ ف َمِلَع ْنَم َلاَقَ ف َسَلَجَف
حمَلْعَ ي َلَ اَمِل َلوحقَ ي ْن
َمَّلَسَو ِهْيَلَع حَّللَّا ىَّلَص ِهِ يِبَنِل َلاَق ََّللَّا َّنِإَف حمَلْعَأ َلَ
(
َم ْلحق
َأْسَأ ا
ْنِم َنََأ اَمَو ررْجَأ ْنِم ِهْيَلَع ْمحكحل
َينِفِ لَكَتحمْلا
)
حَّللَّا ىَّلَص ُِّبَِّنلا ْمِهْيَلَع اَعَدَف ِم َلَْسِْلْا ْنَع اوحئَطْبَأ اًشْيَرح ق َّنِإَو
لاَقَ ف َمَّلَسَو ِهْيَلَع
َ:
ْمحْتَْذَخَأَف َفحسوحي ِعْبَسَك رعْبَسِب ْمِهْيَلَع ِ نِّعَأ َّمحهَّللا
َّتَّح ٌةَنَس
َماَمِعْلاَو َةَتْ يَمْلا اوحلَكَأَو اَهيِف اوحكَلَه
َحمُ َيَ َلاَقَ ف َناَيْفحس وحبَأ حهَءاَجَف ِناَخُّدلا ِةَئْ يَهَك ِضْرَْلْاَو ِءاَمَّسلا َْينَب اَم حلحجَّرلا ىَرَ يَو
َتْئ ِج حدَّم
وحكَلَه ْدَق َكَمْوَ ق َّنِإَو ِمِحَّرلا ِةَلِصِب َنَحرحمَْتَ
َأَرَقَ ف ََّللَّا حعْداَف ا
( َف
رناَخحدِب حءاَمَّسلا َِِْتَ َمْوَ ي ْبِقَتْرا
َنوحدِئاَع ِهِلْوَ ق َلَِإ رينِبحم
)
َلَِإ اوحداَع َّحثُ َءاَج اَذِإ ِةَرِخ ْلْا حباَذَع ْمحهْ نَع حفَشْكحيَ فَأ
َكِلَذَف ْمِهِرْفحك
َلَاَعَ ت حهحلْوَ ق
(
حكْلا َةَشْطَبْلا حشِطْبَ ن َمْوَ ي
ىَْبْ
)
َو ررْدَب َمْوَ ي
(
اًماَزِل
)
ررْدَب َمْوَ ي
(
َلَِإ حموُّرلا ْتَبِلحغ لَا
َنوحبِلْغَ يَس
)
ىَضَم ْدَق حموُّرلاَو
.
Telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibn Kaṡīr, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Manṣūr dan al-‘Amasy, dari Abu Ḍuḥā, dari Masrūq dia berkata, ketika ada seorang laki-laki berpidato di depan suku Kindah seraya berkata; Pada hari kiamat kabut akan menghalangi pendengaran dan pandangan
10 Abu Fatiah al-Adnani, “Masa Transisi Akhir Zaman, Dari Tanda-tanda Kecil
orang munafik, dan orang-orang mukmin akan diserang hawa dingin. Maka dengan marah Ibn Mas’ud yang tadinya sedang bersandar, merubah posisinya dan duduk lalu berkata; Orang yang mengetahui sesuatu hendaklah ia mengatakan apa yang diketahuinya. Tetapi jika tidak tahu hendaklah ia mengatakan; Allāhu a’lam. Karena termasuk dari ilmu adalah mengatakan Allāhu a’lam terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya. Sesungguhnya Allah berfirman kepada Nabi Saw, Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da’wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-ada.” (Qs. Ṣād: 86). Dan sesungguhnya orang-orang Quraisy tatkala enggan menerima Islam, Nabi Saw mendoakan bagi mereka, “Ya Allah, timpakan kepada mereka tujuh tahun kelaparan sebagaimana yang telah menimpa Yusuf.” Maka mereka pun ditimpa tahun kelaparan hingga mereka binasa karenanya, mereka makan bangkai, tulang, dan seseorang dari mereka melihat antara dirinya di bumi dan langit seperti ada kabut. Lalu Abu Sufyan datang seraya berkata, ‘Ya Muhammad, engkau datang memerintahkan kami untuk menyambung silaturrahmi, namun kaummu sekarang telah binasa, maka mintakanlah kepada Allah keselamatan. Maka Nabi Saw membaca, “Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. Mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, lenyapkanlah dari kami azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman.” Hingga ayat, “Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali ingkar. (Qs. Al-Dukhān: 10-15). Bagaimana siksa itu akan dilenyapkan dari mereka pada hari kiamat sedangkan mereka kembali kepada kekafiran. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah, Ingatlah) hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah Pemberi balasan. (Qs. al-Dukhān: 16). Yaitu pada perang Badar. Sedangkan lizāman (al-Furqan: 77), juga berarti perang Badar. Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. (Qs. al- Rūm: 1-3). Dan kemenangan Romawi telah berlalu. (HR. Bukhari).11
11 Redaksi hadis diambil dari Ṣaḥīḥ al-Bukhāri. Dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhāri hadis ini
terdapat pada kitāb tafsīr sūrah: 30 dan 44. Hadis serupa juga terdapat pada Ṣaḥīḥ Muslim pada kitāb munāfiqīn:40. Selain itu, hadis ini juga terapat di Musnad Aḥmād ibn Hambal pada kitāb 1: 381, 431, dan 441. Lihat Arent Jan Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ
Hadis yang diriwayatkan dari jalur Ibn Mas’ud di atas mengindikasikan bahwa dukhān merupakan peristiwa yang sudah terjadi. Ibn Mas’ud menolak perkataan seorang laki-laki yang berpidato di depan suku Kindah, yang mengatakan bahwa pada hari kiamat dukhān akan menghalangi pendengaran dan pengelihatan orang munafik, sedangkan orang mukmin hanya diserang hawa dingin. Ibn Mas’ud dalam hadis di atas menjelaskan bahwa konteks dukhān terjadi kepada kaum Quraisy yang menolak dakwah Islam. Nabi Saw berdoa agar Allah SWT menimpakan kekeringan seperti yang pernah terjadi pada masa Nabi Yusuf.
Hadis dari jalur Ibn Mas’ud di atas juga diperkuat dengan hadis lain yang sama-sama diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud. Adapun redaksi hadisnya sebagai berikut:
ْنَع ،ٌمِلْسحم اَنَ ثَّدَح ،حشَمْعَْلْا اَنَ ثَّدَح ، ِبَِأ اَنَ ثَّدَح ، رثاَيِغ ِنْب ِصْفَح حنْب حرَمحع اَنَ ثَّدَح
رقوحرْسَم
.حماَزِ للاَو حةَشْطَبْلاَو حموُّرلاَو حرَمَقْلاَو حناَخُّدلا :َْينَضَم ْدَق ٌسَْخَ :َِّللَّا حدْبَع َلاَق :َلاَق
Telah menceritakan kepada kami ‘Umar ibn Ḥafṣ ibn Giyāṡ, telah menceritakan kepada kami Bapakku, telah menceritakan kepada kami al-A’masy, telah menceritakan kepada kami Muslim, dari Masrūq dia berkata, ‘Abdullah berkata, “Lima (tanda-tanda) telah terjadi: kabut, terbelahnya bulan, (kemenangan) atas Romawi, hantaman keras, dan adzab. (HR. Bukhari).12
Dua hadis di atas menginsikasikan bahwa peristiwa dukhān sudah terjadi. Dua hadis yang sama-sama diriwayatkan melalui jalur Ibn Mas’ud. Namun, dua hadis di atas terlihat bertentangan dengan riwayat lain yang sama-sama memiliki kualitas ṣaḥīḥ. Hadis ini diriwayatkan dari jalur Abu Hurairah:
12 Hadis ini tedapat dalam Ṣaḥīḥ Bukhāri, kitāb tafsīr sūrah: 35 dan 44, dalam
Sunan al-Tirmīżī, kitāb tafsīr sūrah:44, dan dalam Musnad Aḥmad ibn Hambal, kitāb 5:
128. Lihat Arent Jan Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Hadīṡ al-Nabawī, jilid 2 (Leiden: Maktabah Baril, 1936 ), 116.
ررْجحح حنْباَو رديِعَس حنْب حةَبْ يَ تح قَو َبوُّيَأ حنْب َيََْيُ اَنَ ثَّدَح
،
اوحلاَق
:
ررَفْعَج َنْبا َنوحنْعَ ي حليِعَْسِْإ اَنَ ثَّدَح
،
ِء َلََعْلا ْنَع
،
ِهيِبَأ ْنَع
،
َسَو ِهْيَلَع حَّللَّا ىَّلَص َِّللَّا َلوحسَر َّنَأ َةَرْ يَرحه ِبَِأ ْنَع
َلاَق َمَّل
:
ْوحرِدَبَ
ِلاَمْعَْلِْبَ ا
اًّتِس
:
ْوَأ ْمحكِدَحَأ َةَّصاَخ ْوَأ َةَّباَّدلا ْوَأ َلاَّجَّدلا ْوَأ َناَخُّدلا ْوَأ اَِبِِرْغَم ْنِم ِسْمَّشلا َعوحلحط
َرْمَأ
.ِةَّماَعْلا
Telah menceritakan kepada kami Yaḥya ibn Ayyūb, Qutaibah ibn Sa’īd, dan Ibn Hujr mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Isma’il ibn Ja’far, dari al-Ala’, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda, “Segeralah beramal sebelum (munculnya) enam (hal): terbitnya matahari dari barat, kabut, Dajjal, binatang, kekhususan salah seorang dari kalian (kematian) atau urusan umum (kiamat).” (HR. Muslim)13
Enam hal yang disebutkan pada hadis di atas diindikasikan akan terjadi menjelang hari kiamat. Keikutsertaan dukhān dengan lima tanda hari kiamat lainnya memberikan sinyal bahwa memang dukhān belum terjadi. Atas dasar tiga hadis yang kontradiktif inilah yang menyebabkan para mufassir berbeda pendapat dalam menafsirkan dukhān. Adapun pembahasan terkait perbedaan para mufassir tersebut penulis sajikan pada sub bab selanjutnya.
C. Pandangan Mufassir Tentang Dukhan
1. Mufassir Klasik
Terkait dukhān para mufassir memberikan penjelasan dalam kitab tafsirnya. Ibn Jarīr Ṭabarī menjelaskan dalam kitab tafsirnya Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta’wīl ay al-Qur’ān, bahwa makna dukhān menurut para ulama berbeda-beda. Dukhān merupakan asap yang turun dari langit. Adapun kapan dan di mana terjadinya, para ulama juga berbeda pendapat. Satu
13 Hadis ini terdapat dalam ṣaḥīḥ Muslim, kitāb fitan: 39, 40, 128, dan 129, dalam
Sunan Abī Dawūd, kitāb malāhim: 12, Sunan Tirmīżī, kitāb fitan: 12, Sunan Ibn Mājh, kitāb fitan: 25 dan 28, dan dalam Musnad Aḥmad ibn Hambal, kitab 2: 324, 337, 372, 407,
446, 511, kitab 4: 6 dan 7. Lihat Arent Jan Wensinck, Mu’jam Mufahras li Alfāẓ
pendapat dikemukakan Ibn Jarīr tentang waktu terjadinya dukhān, yaitu ketika Rasulullah Saw mendoakan kaum kafir Quraisy agar ditimpa kekeringan seperti yang pernah terjadi pada masa Nabi Yusuf. Dukhān merupakan sesuatu yang menimpa pengelihatan mereka disebabkan karena kelaparan yang diderita, seakan-akan orang-orang Quraisy melihat asap turun dari langit.14 Ada juga yang berpendapat bahwa dukhān merupakan tanda kiamat dan akan datang sebelum kiamat tiba. Dukhān akan masuk ke dalam telinga orang kafir dan hanya akan menyebabkan influenza kepada orang-orang mukmin.15
Abū ‘Abdillāh Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abī Bakr al-Qurṭubī menjelaskan tiga persoalan terkait dukhān. Pertama, dukhān merupakan tanda-tanda kiamat. Memenuhi antara langit dan bumi selama 40 hari. Adapun orang-orang mukmin ketika itu ditimpakan penyakit seperti pilek. Adapun bagi orang kafir dan durhaka asap tersebut masuk melalui hidung kemudian menembus keluar melalui telinga mereka, nafas mereka sesak dan itu merupakan siksaan Jahannam pada hari kiamat. Sebagian berpendapat bahwa dukhan itu belum terjadi. Pendapat ini dikemukakan oleh Ali bin Abi Thalib, Ibn Abbas, Ibn ‘Umar, Abu Hurairah, Zaid ibn Ali, Hasan, Ibn Abi Muaikah, dll. Abu Said al-Khudri meriwayatkan secara marfu’ bahwa dukhan akan memenuhi rongga manusia pada hari kiamat. Dampak yang dirasakan kaum mukminin seperti sakit pilek, sedangkan bagi orang kafir ditimpakan kepada mereka hingga keluar dukhan tersebut dari telinga mereka. Kedua, dukhān adalah sesuatu yang ditimpakan kepada kaum Quraisy hingga kelaparan karena doa Nabi Saw. Hingga salah seorang dari mereka melihat di antara langit dan bumi ada asap. Ini pendapat
14 Abū Ja’far Muḥammad ibn Jarīr ibn Yazīd ibn Kaṡīr al-Ṭabarī, Jāmi’ al-Bayān
‘an Ta’wīl ay al-Qur’ān, juz 6 (Beirut: Muassisah al-Risālah, 1994), 544.
15 Abū Ja’far Muḥammad ibn Jarīr ibn Yazīd ibn Kaṡīr al-Ṭabarī, Jāmi’ al-Bayān
yang dikemukakan Ibn Mas’ud. Ketiga, dukhān merupakan hari di mana terjadi fath al-makkah (pembebasan kota Mekah). Hari di mana langit terselubung oleh demu. Pendapat ini dikemukakan oleh Abdrrahman al-A’raj.16
Abī Qāsim Jārullāh Maḥmūd ibn ‘Umar Zamakhsyarī al-Khawarizmī mengatakan bahwa terkait dukhan ada perbedaan pendapat. Di antaranya: Hadis riwayat Ali bin Abi Thalib yang diriwayatkan oleh Husein bahwa dukhan akan turun dari langit sebelum kiamat tiba. Dukhan tersebut masuk ke lubang telinga orang-orang kafir sehingga kepala mereka seakan-akan seperti terbakar. Sedangkan bagi kaum muslimin hanya ditimpa pilek saja. Hari itu bumi seakan-akan seperti rumah terbakar yang tidak punya celah untuk keluar. Hadis lain juga dikemukakan al-Zamakhsyarī: Dari Rasulullah Saw, awal tanda-tanda dukhan, turunnya Isa bin Maryam, keluarnya api dari bawah ‘Adn. Huzaifah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan dukhan? Rasulullah lalu membaca ayat ini (Qs. al-Dukhan: 10). Diriwayatkan juga: dukhan memenuhi antara masyrik dan Maghrib selama 40 hari 40 malam. Adapun orang-orang mukmin ketika itu keadaanya seperti orang yang terserang penyakit flu. Adapun orang-orang kafir seperti sekarat, keluar dukhan dari lubang hidung, telinga dan anusnya. Dari Ibnu Mas’ud r.a, lima hal telah berlalu; Kabut, kekalahan Ramawi, terbelah bulan, Hantaman keras dan kematian.” Diriwayatkan pula dari Ibnu Mas’ud, dikatakan kepadanya, seseorang bercerita di dekat pintu gerbang Kindah, ia mengira bahwa tanda-tanda (kebesaran berupa) kabut datang lalu merenggut nyawa semua orang. Ibnu Mas’ud berkata, “Barangsiapa di antara kalian yang mengetahui sesuatu, hendaklah mengatakan seperti yang ia ketahui dan barangsiapa di antara kalian tidak mengetahui, hendaklah
16 Abū ‘Abdullāh Muḥammad ibn Ahmad ibn Abī Bakr Qurṭubī, Jāmi’
mengucapkan: Allahu a'lam.” Ibnu Mas’ud kemudian berkata, “Bukan seperti itu. Aku akan menceritakan kepada kalian tentang orang-orang Quraisy yang menentang Rasulullah Saw, kemudian beliau mendoakan mereka, “Ya Allah, keraskan Mu kepada Mudhar dan jadikan siksa-Mu kepada mereka selama bertahun-tahun seperti beberapa tahun yang dialami Yusuf." Maka Allah menimpakan kepada mereka kekeringan hingga bangkai dan barang-barang busuk. Kemudian ada seorang dari mereka yang memandang ke langit melihat awan (dukhan) lantaran lapar. Lalu Abu Sufyan menemui beliau seraya berkata, "Ya Muhammad, kamu adalah orang yang memerintahkan untuk taat kepada Allah dan menyambung silaturrahim, kaummu telah binasa, maka mintalah kepada Allah untuk mereka." Allah lalu berfirman: '(Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata) hingga firman-Nya: '(Sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar).17
Adapun dari kalangan mufassir corak sufi seperti Abī al-Qāsim ‘Abd. al-Karīm ibn Hawāzin ibn ‘Abd. al-Malik al-Qusyairī al-Naisabūrī dalam tafsirnya Tafsīr al-Qusyairī al-Musammā Laṭā’if al-Isyārāt menjelaskan bahwa dukhān merupakan tanda hari kiamat. Dan kiamat menurut sufi datang secara cepat. (artinya hal ini terjadi di dunia ini). Hari ketika langit darang dengan asap yang nyata, adalah hari di mana orang yang dicintai tidak ada, pintu-pintu yang terbuka tertutup, pintu rahmat yang dicintai.18
17 Abī al-Qāsim Jārullāh Maḥmūd ibn ‘Umar al-Zamakhsyarī al-Khawarizmī,
Tafsīr al-Kasysyāf (Beirut: Dār al-Ma’rifah, 2009), 999-1000.
18 Abī Qāsim ‘Abd. Karīm ibn Hawāzin ibn ‘Abd. Malik Qusyairī
al-Naisabūrī, Tafsīr al-Qusyairī al-Musammā Laṭā’if al-Isyārāt, juz 3 (Beirut: Dār al-Kutb al-‘Ilmiyah, 2007), 185.
2. Mufassir Modern
Aḥmad Musṭafa al-Marāgī dalam tafsirnya Tafsīr al-Marāgī bahwa yang dimaksud dengan al-dukhān adalah sesuatu yang menimpa orang-orang kafir Quraisy berupa kelaparan yang sangat yang dan gelapnya pengelihatan mereka sehingga seakan-akan mereka melihat al-dukhān (asap). Manusia apabila ketakutan dan kelemahannya sudah tinggi maka pengelihatannya akan gelap sehingga memandang dunia seperti dipenuhi asap.19
Muḥammad ‘Alī al-Ṣābūnī ketika menjelaskan tentang al-dukhān mengemukakan dua riwayat yang kontradiktif. Riwayat yang pertama yang dikemukakan oleh Ibn Mas’ud bahwa al-dukhān merupakan peristiwa yang sudah terjadi, yaitu yang berkaitan dengan doa Nabi Saw ketika orang-orang Qurasiy menolak dakwahnya. Selain itu, riwayat lain yang masih bersumber dari Ibn Mas’ud tentang lima hal yang sudah terjadi dan salah satu yang disebutkan adalah al-dukhān. Namun, Alī al-ṣābūnī juga mengutip riwayat lain dari Ibn ‘Abbas yang mengatakan bahwa al-dukhān persitiwa yang belum terjadi dan akan datang sebagai tanda kiamat.20
Adapun Wahbah al-Zuhailī mengaitkan al-dukhān dengan dua konteks zaman, yaitu pertama, al-dukhān yang dikaitkan dengan masa lalu, yaitu peristiwa yang terjadi kepada orang-orang Quraisy ketika ditimpa kelaparan sehingga ketika mendongakkan wajahnya ke langit seakan-akan melihat asap. Keuda, al-dukhān yang dikaitkan dengan konteks masa depan, yaitu peristiwa yang akan terjadi berkaitan dengan kiamat.21
19 Aḥmad Mustafā al-Marāgī, Tafsīr al-Marāgī (Mesir: Musṭafā al-Bāb al-Ḥalabī,
1946), 121.
20 Muḥammad ‘Alī al-Ṣābūnī, Ṣafwah al-Tafāsīr (Beirut: Dār al-Qur’ān al-Karīm,
1981), 171-172
21 Wahbah al-Zuhailī, Tafsīr al-Munīr fi al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-Manhaj,
Sedangkan Ṭanṭāwī Jawharī memberikan penjelasan yang modern terkaiat al-dukhān. Ṭanṭāwī memaknai al-dukhān dengan empat perspektif, yaitu: 1) hari di penderitaan dan kelaparan, kekurangan intensitas hujan yang menyebabkan udara menjadi sesak dan banyaknya debu. 2) datangnya kekalahan telak yang diungkapkan oleh orang Arab dengan dukhān. 3) orang yang kelaparan yang menduga bahwa di antara dirinya dan langit terdapat asap dan orang Arab telah mengalapi pacekelik hingga mereka makan bangkai anjing dan tulangnya, dan 4) asap yang akan datang menjelang kiamat dan tidak pernah terjadi sebelumnya. Ṭanṭāwī Jawharī menambahkan bahwa pada peperangan besar yang dimulai pada tahun 1914 M bahwa dukhān (gas) merupakan alat perang yang paling canggih. Orang-orang Jerman menciptakannya dan menjadikannya alat peperangan.22
D. Dukhān Perspektif Ilmu Pengetahuan Modern
Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan bagaimana dukhān dimaknai oleh para mufassir klasik dan modern. Pada bab ini penulis mengemukakan bagaimana dukhān dimaknai dalam perspektif ilmu pengetahuan modern. Nadiah Thayyarah menguraikan apa yang dimaksud dengan dukhān dalam segi ilmiah. Menurut Nadiah, dukhān (asap) secara ilmiah didefinisikan sebagai suatu substansi yang berisi materi gas - ini yang paling dominan- dan partikel padat. Sebagaian berwarna gelap dan sebagian yang lain berupa panas.23
Nadiah mengemukakan pendapat para ahli astronomi bahwa yang mengatur alam semesta dengan gugusan planet-planetnya setelah ketetapan Tuhan adalah massa materi dan energi (mass of matter and mass of energy).
22 ṭanṭāwī Jauharī, al-Jawāhir fī Tafsīr al-Qur’ān al-Karīm, juz ke-2 (Mesir:
Musṭafa al-Bābī al-Halabī wa Awlād, 1351 H), 113
23 Nadiyah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an, Mengerti Mukjizat