HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Observasi Aktivitas Guru dalam Observasi pembelajaran mener
mengetahui sejauh mana keterlaksanaan aktivitas metode TAPPS yang telah direncanakan.
bantuan observer
aspek kegiatan yang diamati keterlaksanaannya (Lampiran F). pembelajaran disajikan
Gambar 4.1. Prosentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru dalam Pembelajaran
Bagan gambar 4.1 di atas
observasi aktivitas guru dalam mengimplementasikan metode TAPPS pelaksanaan penelitian. Hasil observasi pembelajaran
sesi kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, ke
87,50 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 P er se n ta se ( %) 59 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Guru dalam Pembelajaran
Observasi pembelajaran menerapkan metode TAPPS bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keterlaksanaan aktivitas guru dalam
metode TAPPS yang telah direncanakan. Observasi ini dilaksanakan dengan bantuan observer menggunakan lembar format observasi mencakup beberapa
kegiatan yang diamati keterlaksanaannya (Lampiran F). sajikan dalam gambar 4.1 dan tabel 4.1 berikut
Prosentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru dalam Pembelajaran
Bagan gambar 4.1 di atas ditunjukkan prosentase hasil pengukuran aktivitas guru dalam mengimplementasikan metode TAPPS
penelitian. Hasil observasi pembelajaran ini dibagi menjadi tiga , yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
87,50 89,29 87,50 89,29 87,50 89,29 62,50
75,00
68,75
Pertemuan 1 Pertemuan2 Keseluruhan
apkan metode TAPPS bertujuan untuk guru dalam pembelajaran dilaksanakan dengan format observasi mencakup beberapa kegiatan yang diamati keterlaksanaannya (Lampiran F). Hasil observasi
tabel 4.1 berikut.
Prosentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru dalam Pembelajaran
ase hasil pengukuran aktivitas guru dalam mengimplementasikan metode TAPPS pada dibagi menjadi tiga giatan inti, dan kegiatan penutup.
Pendahuluan Kegiatan Inti Penutup
60 Pada bagan ditunjukkan nilai pencapaian prosentase pada tiap pertemuan memiliki perberbedaan yang kecil. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan pembelajaran metode TAPPS yang diberikan pada tiap pertemuan tidak berbeda secara berarti. Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan yang diberikan pada sampel selama penelitian tidak berbeda.
Sebagaimana ditampilkan dalam bagan gambar 4.1, prosentase masing-masing sesi pada tiap pertemuan juga menunjukkan prosentase pencapaian yang relatif sama. Terkecuali dalam sesi penutup, terdapat peningkatan pencapaian prosentase keterlaksanaan dari pertemuan satu ke pertemuan dua. Dalam sesi penutup, persentase yang dicapai pada pertemuan pertama sebesar 62,50% sedangkan pada pertemuan berikutnya sebesar 75,00%, meningkat sebesar 12,5% dari hasil pertemuan sebelumnya.
Keterlaksanaan aktivitas pembelajaran pada sesi penutup mencapai prosentase dibawah pencapaian kegiatan lainnya disebabkan beberapa faktor diantaranya yaitu faktor lingkungan yang tidak kondusif. Pembelajaran pertama maupun kedua dilaksanakan pada hari sabtu di jam ke 7 dan 8 (jam terakhir). Pada waktu tersebut konsentrasi siswa telah menurun, kemudian ditambah dengan aktivitas diluar kelas yang ramai. Dalam upaya mengkondisikan perhatian siswa ke dalam pembelajaran membuat aktivitas yang telah direncanakan pada sesi penutup ini menjadi tidak terlaksana dengan baik.
Prosentase keterlaksanaan sesi penutup pada pertemuan kedua meningkat setelah dilakukan penanggulangan kondisi tersebut di atas dengan menutup
61 pintu dan sebagian jendela agar aktivitas siswa diluar kelas tidak terlihat. Akan tetapi usaha ini belum memberikan hasil yang maksimal dalam menanggulangi kendala tersebut.
Selain kondisi di atas, dalam pembelajaran metode TAPPS ditemukan barbagai tantangan yang menjadi hambatan bagi keterlaksanaannya, sehingga nilai prosentase yang dicapai tidak maksimal. Diantara hambatan yang ditemukan yaitu dalam melaksanakan pengawasan diskusi pasangan (pairs). Dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang, pasangan yang dibentuk sebanyak 14 pasang kemudian dikelompokkan ke dalam 7 kelompok. Dengan jumlah kelompok tersebut menuntut mobilitas yang tinggi dari guru dalam membimbing keterlaksanaan metode. Dengan keterbatasan guru memungkinkan tidak terbimbingnya seluruh kelompok selama proses pembelajaran dilaksanakan.
Selanjutnya, banyak ditemukan pasangan siswa dalam kelompok yang mengalami kesulitan dan kesalahan dalam langkah menyelesaikan tugas yang diberikan. Dengan mengelompokan pasangan PS dan L diharapkan pasangan yang mengadapi masalah dapat berdiskusi dengan pasangan lain pada kelompok yang sama. Akan tetapi pada kondisi tertentu pasangan sekelompok tersebut juga tidak dapat membantu sehingga kelancaran akivitas TAPPS menjadi terhambat.
Kendala lainnya yang ditemui yaitu pelaksanaan peran PS dan L oleh siswa. Banyak pasangan siswa yang kurang memahami bahwa diskusi TAPPS berbeda dengan diskusi kelompok biasa, sehingga pada pertemuan pertama
62 banyak siswa sampel yang belum melaksanakan perannya dalam pasangan dengan baik sesuai petunjuk yang diberikan di dalam lembar diskusi TAPPS.
Dari hasil observasi untuk tiap sesi pembelajaran dianalisis pula untuk melihat prosentase keterlaksanaan aktivitas guru dalam pembelajaran pada masing-masing pertemuan dan prosentase keterlaksanaan secara keseluruhan. Hasil analisis tersebut disajikan dalam tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1
Rekap Prosentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru Hasil Observasi Pertemuan 1 Pertemuan 2 Keseluruhan**
Skor* 44 45 85
Prosentase
pembelajaran 84,62% 86,54% 85,58%
Catatan: *Skor ideal = 52 poin, **Skor Ideal = 104 poin
Sebagaimana ditampilkan dalam tabel 4.1, perencanaan pembelajaran dengan menerapkan metode TAPPS yang dilakukan dengan mengantisipasi berbagai kendala yang mungkin muncul dalam pelaksanaan metode mampu memberikan pencapaian prosentase keterlaksanaan metode dari hasil observasi hingga 84,62% pada pertemuan pertama dan 86,54% pada pertemuan kedua. Secara keseluruhan prosentase pelaksanaan pembelajaran dengan metode TAPPS dalam dua pertemuan sebesar 85,58%. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa keterlaksanaan metode perlu ditingkatkan lagi agar dapat memberikan pengaruh atau hasil yang lebih baik.
B. Observasi aktivitas Diskusi Metode TAPPS Siswa
Pengamatan terhadap aktivitas diskusi kelompok bertujuan memberikan gambaran pelaksanaan metode TAPPS siswa selama perlakuan diberikan.
63 Observasi dilakukan dalam beberapa aktivitas yang dimunculkan melalui diskusi TAPPS untuk peran PS maupun L. Pengamatan aktivitas diskusi kelompok ini diambil berdasarkan hasil lembar observasi yang dilaporkan oleh observer. Satu orang observer mengamati dan mengukur perilaku siswa sebanyak empat (satu kelompok) sampai delapan orang (dua kelompok).
Hasil pengolahan skor pengamatan aktivitas siswa dalam melaksanakan diskusi pasangan mengikuti metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) disajikan pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2
Hasil Pengamatan Aktivitas Diskusi Kelompok TAPPS Aspek Pengamatan Persentase Pertemuan 1 Persentase Pertemuan 2 Rata-rata Aktivitas Thinking Aloud 1) Vebalisasi pengetahuan (PS) 71,40% (Baik) 75,00% (Baik) 73,20% (Baik) Interaksi verbalisasi pengetahuan: 74,10% (Baik) 2) Pemeriksaan Ketelitian (L) 73,20% (Baik) 76,80% (Baik) 75,00% (Baik) 3) Verbalisasi gagasan (PS) 53,50% (Cukup) 57,10% (Cukup) 55,40% (Cukup) Interaksi verbalisasi gagasan: 48,81% (Cukup) 4) Menuntut verbalisasi (L) 32,10% (Rendah) 39,30% (Rendah) 35,70% (Rendah) Aktivitas Diskusi TAPPS 59,50% (Baik) 63,70% (Baik) 61,60% (Baik)
Aspek pengamatan pada tabel 4.2 di atas menunjukkan aktivitas dalam diskusi TAPPS yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hasil yang disajikan dalam tabel 4.2 dijelaskan sebagai berikut:
64
o Keterlaksanaan peran Problem Solver (PS)
Dilihat dari skor untuk dua pertemuan yang dilaksanakan nilai prosentase keterlaksanaan tugas PS oleh siswa sebesar 61,31% pada kriteria baik. Tugas siswa PS yang diamati yaitu aktivitas verbalisasi pengetahuan dan verbalisasi gagasan selama siswa melaksanakan diskusi memecahkan masalah. Akivitas verbalisasi pengetahuan mencakup aspek memberikan penjelasan yang dicapai dengan prosentase 73,20% dengan kriteria baik. Kemudian aktivitas verbalisasi gagasan mencakup aspek mengungkapkan gagasan dan menjawab pertanyaan. Dari pengamatan aktivitas ini terlaksana dengan prosentase 55,30% dengan kriteria cukup.
o Keterlaksanaan peran Listener (L)
Tugas L yaitu memberikan monitoring bagi siswa PS selama melaksanakan diskusi pasangan. Prosentase keterlaksanaan tugas L oleh siswa hasil observasi sebesar 61,90% pada kriteria baik. Tugas siswa L ini terdiri dari dua aspek, yaitu pemeriksaan ketelitian yang merupakan monitoring bagi PS untuk memverbalkan pengetahuannya, dan menuntut verbalisasi yang merupakan monitoring bagi PS untuk memverbalkan gagasanya. Kedua aspek tersebut menunjukkan prosentase keterlaksanaannya berturut-turut yaitu 76,80% pada kriteria baik, dan 39,30% pada kriteria cukup.
Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa dengan pencapaian monitoring oleh siswa L pada kriteria baik membantu siswa PS dalam melaksanakan aktivitas verbalisasi pengetahuan hingga terlaksana dengan baik pula. Akan tetapi
65 untuk aktivitas verbalisasi gagasan siswa PS belum terlaksana hingga kriteria baik, salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu kurangnya monitoring siswa L dalam mendukung siswa PS untuk melaksanakannya.
Dengan berdasarkan hasil di atas, analisis faktor yang dipandang memberikan pengaruh pada temuan yang diperoleh diantaranya dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktor siswa
Tugas siswa dalam pasangan (pairs) yaitu menjalankan peran sebagai PS dan L. Tugas PS adalah melaksanakan thinking aloud yaitu verbalisasi pengetahuan dan verbalisasi gagasan, sedangkan tugas L adalah memberikan umpan balik dengan membantu PS memeriksa ketelitian dalam pemecahan masalah, dan menuntut verbalisasi. Aktivitas-aktivitas tersebut tidak mudah untuk dilaksanakan oleh siswa yang belum terbiasa. Siswa yang mampu melakukan thinking aloud ini ditandai dengan semakin lengkapnya penjelasan verbal yang dilakukan selama melaksanakan pemecahan masalah.
Sebagaimana dijelaskan Johnson dan Chung (1999) bahwa berpikir sambil menjelaskan kepada orang lain (thinking aloud) bukan hal yang mudah. Seseorang akan mengalami kesulitan memilih kata-kata ketika menjelaskan, terlebih bagi seseorang yang tidak terbiasa melakukannya. Selain itu menjadi seorang Listener (L) dengan tugas mengikuti Problem
Solver (PS) dalam memecahkan masalah sekaligus memonitor setiap
66 soal yang dihadapi juga bukan hal yang mudah. Kondisi inilah yang dipandang menjadi penyebab rendahnya pelaksanaan akivitas-aktivitas tersebut ketika perlakuan diberikan di dalam pembelajaran. Dengan kata lain siswa tidak menjalankan aktivitas-aktivitas dalam diskusi metode TAPPS tersebut dengan baik.
2. Faktor pengukuran
Metode observasi dengan bantuan observer memiliki kelemahan dalam mengumpulkan informasi yang diharapkan dari diskusi TAPPS. Diantara kelemahan tersebut yaitu terbatasnya jumlah observer yang dapat dilibatkan dalam penelitian. Jika observer yang dilibatkan dalam pengamatan aktivitas diskusi terlalu banyak maka aktivitas dan konsentrasi siswa dalam melaksanakan diskusi TAPPS akan tengganggu. Hal ini berpotensi mempengaruhi hasil penelitian sehingga observer menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hasil yang diperoleh.
Sebaliknya jika jumlah observer yang dilibatkan dalam penelitian sedikit maka tidak akan sebanding dengan jumlah kelompok yang harus diamati. Hal ini menyebabkan informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas diskusi TAPPS tidak lengkap dan akurat. Dengan kata lain penggunaan metode pengumpulan data aktivitas diskusi dalam metode TAPPS melalui observasi dengan bantuan observer kurang mampu memberikan informasi yang diharapkan secara lengkap. Dengan kelemahan ini analisis yang dilakukan untuk mendukung data hasil
67 penelitian melalui proses selama perlakuan diberikan memberikan hasil yang kurang teliti dan hanya dapat memberikan gambaran kasar.
Untuk itu sebaiknya dilakukan pemilihan metode pengumpulan data lain yang mampu mengamati aktivitas diskusi tanpa mempengaruhi hasil penelitian dalam melaksanakannya atau setidaknya pengaruh yang ditimbulkan dapat diminimalisir.
Dengan keterbatasan tersebut secara keseluruhan hasil observasi diskusi metode TAPPS dalam menyelesaikan masalah secara berpasangan menunjukkan pencapaian prosentase pelaksanaan sebesar 61,60%. Berdasarkan hasil ini diperoleh gambaran bahwa penerapan metode TAPPS dalam diskusi dilaksanakan dengan kriteria baik. Meskipun pelaksanaan metode berada pada kriteria baik, akan tetapi masih diperlukan adanya perbaikan dan penyempurnaan dalam menerapkan metode, khususnya dalam aktivitas interaksi verbalisasi PS dan L dalam penyelesaian masalah.
C. Pengaruh Penerapan Metode TAPPS Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Tes kemampuan pemecahan masalah dilaksanakan sebelum (pretest) dan setelah (posttest) perlakuan dengan metode TAPPS. Pengolahan dan interpretasi hasil pengukuran tes kemampuan pemecahan masalah dibahas dalam tiga komponen kemampuan pemecahan masalah yaitu pada kemampuan memahami masalah, kemampuan membuat rencana pemecahan masalah, dan kemampuan melaksanakan pemecahan masalah.
Hasil pengolahan skor tes kemampuan pemecahan masalah mencakup nilai rata-rata skor
ternormalisasi <g>, serta standar deviasi ( bagan gambar 4.2
Gambar 4.2 Diagram Rekapitulasi Skor Rata
Ternormalisasi <g> Hasil Pengukuran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah. Bagan gambar 4.2
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan kategori tinggi (g = 0,76; SD = 0,09). Peningkatan kemampuan pemecah
untuk tiap komponen kemampuan merujuk pada strategi pemecahan masalah Polya, yaitu:
1. Kemampuan memahami masalah
Kemampuan siswa dalam memahami masalah meningkat dengan kategori tinggi (g = 0,83;
menunjukkan indikator
dalam soal dan masalah yang ditanyakan. Kemudian siswa juga membuat gambar ilustrasi masalah yang mereka pahami. Akan tetapi dalam
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 Memahami masalah 1,75 7,86 S ko r R at a-ra ta
Hasil pengolahan skor tes kemampuan pemecahan masalah mencakup rata skor pretest, nilai rata-rata skor posttest, Gain (G
ternormalisasi <g>, serta standar deviasi (SD) disajikan dalam 2 berikut ini.
Diagram Rekapitulasi Skor Rata-Rata Pretest, Posttest
Ternormalisasi <g> Hasil Pengukuran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah. Bagan gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa metode TAPPS mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan kategori tinggi (g = = 0,09). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah diukur pula untuk tiap komponen kemampuan merujuk pada strategi pemecahan masalah
memahami masalah
Kemampuan siswa dalam memahami masalah meningkat dengan kategori tinggi (g = 0,83; SD = 0,08). Dalam memahami masalah siswa menunjukkan indikator mengidentifikasi variabel data yang diberikan dalam soal dan masalah yang ditanyakan. Kemudian siswa juga membuat gambar ilustrasi masalah yang mereka pahami. Akan tetapi dalam
Memahami masalah Membuat rencana Melaksanakan rencana Pemecahan masalah 0,23 0,11 2,09 7,86 5,43 7,79 21,07 0,83 0,59 0,86 0,76 0,08 0,11 0,14 68 Hasil pengolahan skor tes kemampuan pemecahan masalah mencakup , Gain (G), dan gain ) disajikan dalam diagram pada
Pretest, Posttest, dan Gain
Ternormalisasi <g> Hasil Pengukuran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah. di atas menunjukkan bahwa metode TAPPS mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan kategori tinggi (g = an masalah diukur pula untuk tiap komponen kemampuan merujuk pada strategi pemecahan masalah
Kemampuan siswa dalam memahami masalah meningkat dengan = 0,08). Dalam memahami masalah siswa mengidentifikasi variabel data yang diberikan dalam soal dan masalah yang ditanyakan. Kemudian siswa juga membuat gambar ilustrasi masalah yang mereka pahami. Akan tetapi dalam
Pemecahan 0,76 0,09 Pretest Posttest <g>
69 mengungkapkan kembali masalah berdasarkan pemahaman mereka pada soal belum ditunjukkan siswa dengan baik. Siswa hanya meringkas permasalahan yang mereka pahami dari soal. Untuk itu masih dibutuhkan perbaikan dalam aktivitas untuk melatih kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali masalah dalam kata-kata mereka sendiri sesuai pemahaman siswa terhadap masalah.
2. Kemampuan membuat rencana pemecahan masalah
Kemampuan siswa dalam membuat rencana pemecahan masalah meningkat dengan kategori sedang (g = 0,59; SD = 0,11). Dalam membuat rencana pemecahan masalah siswa baru menunjukkan kemampuan dalam menentukan persamaan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi. Siswa belum menunjukkan kemampuan dalam mengaitkan antara permasalahan dengan materi fisika yang sesuai. Dengan penunjukkan tersebut rencana pemecahan masalah belum memperlihatkan alur rencana pemecahan masalah secara lengkap dan sistematis.
3. Kemampuan melaksanakan pemecahan masalah
Kemampuan siswa dalam melaksanakan pemecahan masalah meningkat dengan kategori tinggi (g = 0,86; SD = 0,14). Kemampuan ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mensubstitusikan hasil identifikasi variabel ke dalam persamaan pada rencana pemecahan masalah. Siswa juga menunjukkan kemampuan dan ketelitian yang baik dalam melakukan perhitungan hingga diperoleh besaran yang ditanyakan. Kelemahan dalam
70 melaksanakan perhitungan ditunjukkan pada penyertaan satuan. Hal tersebut belum ditunjukkan oleh seluruh siswa sampel.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian dari data observasi diskusi TAPPS dan tes kemampuan pemecahan masalah disajikan pada gambar 4.2 berikut ini.
Tabel 4.3.
Hasil Observasi Diskusi TAPPS dan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Observasi Diskusi TAPPS Persentase Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Persentase
Interaksi Verbalisasi Pengetahuan 74.1% (Baik) Memahami masalah 83.3% (Tinggi) Melaksanakan rencana 86.1% (Tinggi) Interaksi Verbalisasi Gagasan 45.5%
(Cukup) Membuat rencana
58.6% (Sedang) Dalam gambar 4.2 di atas, hasil observasi diskusi dianalisis untuk dua aktivitas thinking aloud dalam diskusi TAPPS, yaitu interaksi verbalisasi pengetahuan dan interaksi verbalisasi gagasan. Verbalisasi pengetahuan adalah aktivitas siswa untuk memvokalkan identifikasi materi-materi fisika yang relevan dan perhitungan dalam proses pemecahan masalah. Sedangkan verbalisasi gagasan (ide-ide) merupakan aktivitas siswa untuk memvokalkan pemikirannya dalam menyusun suatu alur atau jalan dalam proses pemecahan masalah.
Verbalisasi pengetahuan ditunjukkan dengan aktivitas memberikan penjelasan terhadap masalah, dan menjelaskan informasi yang tercakup dalam
71 soal. Selain itu verbalisasi ini juga mencakup penjelasan dalam pelaksanaan perhitungan sesuai aturan dasar dalam matematika.
Selanjutnya hasil penelitian juga menunjukkan verbalisasi gagasan dalam diskusi terlaksana pada kriteria cukup. Verbalisasi gagasan mencakup mengungkapkan gagasan dalam penyelesaian masalah berdasarkan pemahaman siswa terhadap soal dan materi yang relevan.
Analisis terhadap proses pembelajaran selama perlakuan diberikan dan hail tes kemampuan pemecahan masalah menunjukkan temuan sebagai berikut:
1. Metode TAPPS mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami masalah melalui aktivitas interaksi verbalisasi pengetahuan. Dengan pencapaian aktivitas interaksi verbalisasi pada kriteria baik, peningkatan kemampuan pemahaman siswa terhadap maalah meningat dengan kategori tinggi.
2. Interaksi verbalisasi pengetahuan dalam metode TAPPS juga mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam melaksanakan pemecahan masalah yang juga meningkat dengan kategori tinggi. Kedua hasil ini sejalan dengan temuan MacGregor bahwa dialog pada TAPPS membantu membangun kerangka kerja kontekstual yang dibutuhkan untuk pemahaman (MacGregor, 1990). Selain itu Slavin juga menemukan bahwa
thinking aloud memungkinkan siswa untuk melatih konsep-konsep,
72 menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi (Slavin, 1995).
3. Metode TAPPS mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat rencana pemecahan masalah melalui aktivitas interaksi verbalisasi gagasan dalam diskusi pasangan. Data penelitian menunjukkan bahwa dengan keterlaksanaan interaksi verbalisasi pada kriteria sedang, hasil tes kemampuan membuat rencana pemecahan masalah siswa meningkat dengan kategori sedang. Hasil ini sejalan dengan temuan Stice bahwa aktivitas thinking aloud menuntut PS untuk berpikir sambil menjelaskan, sehigga dapat melatih pola berpikir mereka agar lebih terstruktur. Selain itu TAPPS juga dapat membantu siswa untuk menjadi pemikir yang lebih baik dan lebih mampu untuk menggunakan apa yang mereka ketahui (Stice, 1987).
Berdasarkan temuan-temuan tersebut di atas, kemampuan pemecahan masalah dapat ditingkatkan melalui metode TAPPS dalam aktivitas thinking
aloud pada interaksi verbalisasi pengetahuan dan verbalisasi gagasan.
Aktivitas thinking aloud ini dilaksanakan dalam diskusi pasangan (pairs). Jika aktivitas thinking aloud dalam diskusi pasangan (pairs) terlaksana dengan baik, maka kemampuan pemecahan masalah siswa dapat ditingkatkan secara signifikan.