• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEDALAMAN PEMAKANAN POTONG PADA TURNING PROCESS TERHADAP KEKERASAN DAN KEDALAMAN PENGERASAN BAJA AISI 4340

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEDALAMAN PEMAKANAN POTONG PADA TURNING PROCESS TERHADAP KEKERASAN DAN KEDALAMAN PENGERASAN BAJA AISI 4340"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi

iv

PENGARUH KEDALAMAN PEMAKANAN POTONG PADA TURNING PROCESS TERHADAP KEKERASAN DAN KEDALAMAN PENGERASAN BAJA AISI 4340

Arya Bagus Megananda (1), Muchtar Karokaro (1) ,Budi Agung Kurinawan (1) 1. Jurusan Teknik Material, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Abstrak

Proses surface Hardening pada proses pembuatan suatu komponen mesin banyak dilakukan, hal ini dikarenakan banyak komponen mesin yang dibutuhkan harus memiliki tingkat kekerasan yang tinggi di permukaan. Kekerasan permukaan dibutuhkan agar komponen ini tahan terhadap deformasi plastic maupun gesekan saat menjalankan fungsinya. proses surface hardening by machining, yaitu baja tanpa melalui proses annealing langsung di bubut dengan kondisi pemotongan tertentu agar menghasilkan kekerasan permukaan tertentu, dan proses selanjutnya dilakukan finishing.

Material yang digunakan pada penelitian ini adalah AISI 4340 merupakan baja paduan nikel-krom-molibden yang banyak digunakan untuk membuat komponen seperti poros dan connecting rods. Dengan memvariasikan Depth Of Cut pada proses pembubutan dan untuk menunjang penelitian ini dilakukau beberapa pengujian yang meliputi foto struktur makro, foto struktur mikro dengan microscope metallurgy, pengujian XRD, dan pengujian Microhardness.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap variasi terbentuk fasa bainit bawah, dimana pada setiap variasi terjadi perbedaan distribusi bainit bawah. Pada penelitian ini hanya terbentuk lapisan dark layer dan lapisan white layer yang terbentuk sangat tipis. Nilai kekerasan tertinggi pada Depth Of Cut 0.2 sebesar 46 HRC. Kedalaman pengerasan pada permukaan terjadi pada variasi Depth of Cut 0.2 mm sebesar 6000 µm.

Kata kunci : AISI 4340, depth of cut, surface hardening, white layer Abstract

There were so many surface Hardening process in making machine component process has been done, it’s because many machine component need to have a high rate hardening in the surface area. Surface hardening needed, so the component can resist the deformation or Shear while doing its function. Surface hardening process by machining, is steel without annealing process, suddenly turned inspecific cutting condition to produce specific Surface Hardening, and the next process will be done with finishing.

Material used in this research is AISI 4340, this is the alloying steel of nickel-crom-molibden which usually used for component such as shaft and connecting rods. By giving Depth Of Cut variation in turning process and to support this research has done some test which include macrostructure photograph, microstucture photography microscope metallurgy, XRD testing, and Microhardness test has been done.

The research result shows that in every variation lower bainit phase forms, where in every variation research Lower bainit distribution happened. In this research it only forms dark layer and white layer which are very thin. The highest hardness value in Depth Of Cut 0.2 about 46 HRC. Depth of Hardening surface occur in variation Depth of Cut 0.2 mm about 6000 µm.

(2)

iv 1. PENDAHULUAN

Salah satu proses perlakuan panas adalah proses perlakuan panas pada permukaan baja (Surface heat treatment) yang umumnya digunakan untuk menghasilkan benda yang memiliki tingkat kekerasan lebih tinggi pada bagian permukaan.

Pengerasan permukaan dengan proses thermo mechanical treatment pemesinan ini didasari oleh penelitian - penelitian sebelumnya yang menjelaskan adanya pengaruh panas akibat gesekan pahat bubut dengan benda kerja terhadap perubahan sifat-sifat beban termasuk kekerasan permukaan benda kerja.

Pada tingkat perkembangan saat ini, kemampuan prediksi teori pemotongan logam sepenuhnya tergantung pada ketelitian dalam mempertimbangkan sifat-sifat material benda kerja; sebagaimana desain, geometri dan sifat-sifat material alat potong yang juga harus dipahami dengan baik. Sejalan dengan hal tersebut kondisi pemotongan (cutting regime) juga dapat diatur menurut tingkatan yang diinginkan dan/atau yang divariasikan menurut urutan yang telah terdefinisikan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengerasan Permukaan Pada Baja Dengan Proses Pembubutan.

Modifikasi permukaan terjadi karena panas lokal dan kecepatan thermal pada pengerjaan panas yang dihasilkan dengan transformasi metalurgi dan mungkin interaksi kimia. Jenis permasalahan menarik upaya substansial yang disebut “surface integrity”. Istilah ini meliputi semua aspek pada permukaan seperti surface finishing, perubahan metalurgi dan tegangan sisa. Penyebutan white layer dikarenakan ketahanannya terhadap standard etsa dan tampak putih dibawah mikroskop optik.

Pada proses pembubutan yang terjadi, sebenarnya terjadi perubahan energi mekanik menjadi energi thermal/panas. Panas akan meningkat secara drastis pada permukaan benda kerja, jika panas yang ditimbulkan tersebut cukup tinggi hingga mencapai suhu transformasi fase austenit, kemudian disusul dengan pendinginan cepat, maka

2.2. Pengaruh Kedalaman Pemakanan potong (Depth of Cut) terhadap Pengerasan Permukaan

Pengerasan permukaan dipengaruhi oleh besarnya temperatur yang ada di permukaan benda kerja, pengaruh kedalaman pemakanan potong pada temperatur ditunjukkan oleh gambar 2.10.

Gambar 2.10 Pengaruh kedalaman pemakanan pada proses permesinan maksimum- temperatur permukaan (chou,

2005).

Kedalaman pemakanan potong (Depth of Cut) adalah rata – rata selisih dari diameter benda kerja sebelum dibubut dengan diameter benda kerja setelah di bubut. Kedalaman pemakanan dapat diartikan pula dengan dalamnya pahat menusuk benda kerja saat penyayatan atau tebalnya tatal bekas bubutan.

Pada kondisi pemotongan, respon temperatur sesaat yang menggambarkan siklus pemanasan-pendinginan untuk proses pengerasan baja secara themomekanik ditunjukkan pada gambar dibawah ini

Gambar 2.11 Transient suhu dan waktu pada baja AISI 4340 (Chou, 2002)

Interval waktu bagi material untuk berada diatas suhu austenit (774˚C,Ac3 Aisi 4340 steel) adalah 0.3 ms terkesan sangat pendek dibandingkan dengan Holding Time pada perlakuan panas konvensional.

(3)

v

Laporan Tugas Akhir

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 3. METODOLOGI

3.1. Diagram Alir penelitian

Gambar 3.1. Flow Cart Metodologi Penelitian

3.2. Pelaksanaan Penelitian

Berikut ini adalah deskripsi eksperimen permukaan baja AISI 4340 dengan proses turning menggunakan pahat insert karbida, yang dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Benda kerja baja AISI 4340 disiapkan dan dipotong dengan ukuran 19 mm x 200 mm. Masing-masing dengan ukuran 200 mm menggunakan mesin gergaji. 2. Benda kerja dibersihkan

sisi-sisinya dengan menggunakan kikir untuk mencegah bentuk tajam yang berbeda pada tiap spesimen. 3. Menggerinda pahat insert carbon

menggunakan machine works

Robert Habib (Genova) dengan

mata intan

pahat yang memiliki VB sesuai rancangan percobaan.

Gambar 3.3. ukuran mata pahat sebelum mengalami proses gerinda dan setelah

mengalami proses gerinda.

4. Membuat program dalam mesin bubut untuk membuat setting parameter pemotongan yang sesuai rancangan penelitian.

5. Setelah pahat insert karbida dipasang pada tempatnya posisi benda kerja di atur sedemikian rupa sehingga siap bubut. Benda kerja di pasang pada chuck dengan kedalaman 70 mm sehingga tersisa 80 mm di bagian luar.

6. Proses pembubutan di mulai

parameter pemotongan

divariasikan dengan mengubah kecepatan potong (cutting Speed) & kedalaman potong (dept of cut), sedangkan gerak makan (feed rate, F) diatur konstan.

a) Kecepatan potong (cutting Speed, V) diatur pada 2250 m/detik

b) Kedalaman potong (Dept of cut, d) diatur pada 0.1 mm, 0.2 mm, 0.3mm dan 0,4mm 7. Proses pendinginan dilakukakan

dengan menggunakan pendinginan udara.

8. Pengukuran kekerasan diukur menggunakan microhardness tester.

9. Benda kerja yang telah diukur kekerasannya dipotong ¼ bagian membentuk ¼ lingkaran selanjutnya diproses cetak plastik, digosok, dipoles serta di etsa menggunakan caitan etsa picral sehingga siap untuk dilihat di mikroskop optik.

10. Penginderaan tebal lapisan kekerasan dilakukan menggunakan microhardness tester & penginderaan struktur mikro dilakukan menggunakan mikroskop optik pada pembesaran 100x, 500x dan 1000x. star t Persiapan spesimen Pemotongan AISI 4340 D = 0.1 mm V = 2.250 m/detik Pengujian spesimen

Mikrohardness XRD Foto Makro Struktur Mikro D = 0.4 mm V = 2.250 m/detik D = 0.3 mm V = 2.250 m/detik D = 0.2 mm V = 2.250 m/detik Pengumpulan Data

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan

(4)

Laporan Tugas Akhir

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL

1. Pengujian Kekerasan

a) Angka Kekerasan Pada Raw material

Tabel 4.1 Kekerasan baja AISI 4340 sebelum proses pembubutan

Pengambil an nilai kekerasan Hardness (MHV) Titi k 1 Titi k 2 Titi k 3 Titi k 4 Titi k 5 Dari tepi ke tengah 408 411 392 402 396 Di tepi permukaa n 408 412 398 413 400

b) Angka kekerasan pada spesimen hasil pembubutan

Tabel 4.2. kekerasan Baja AISI 4340 dari titik tepi ke tengah

Hardness ( MHV ) Spesieme n Titi k 1 titi k 2 Titi k 3 Titi k 4 Titi k 5 0.1 432 41 9 405 390 378 0.2 457 42 3 387 372 371 0.3 453 41 3 398 380 349 0.4 412 36 4 360 352 347

Tabel 4.3. kekerasan Baja AISI 4340 di permukaan Hardness ( MHV ) Permukaan Spesieme n Titi k 1 titi k 2 Titi k 3 Titi k 4 Titi k 5 0.1 432 44 0 419 415 420 0.2 457 45 2 443 443 447 0.3 453 44 6 452 445 448 0.4 396 40 3 412 394 409

4.1.2. Distribusi Kekerasan dan Kedalaman Pengerasan

Pada penelitian ini didapatkan distribusi kekerasan dan kedalaman pengerasan pada setiap spesimen apabila dibandingkan dengan kekerasan yang

terjadi pada raw material dapat ditentukan terjadi pada kedalaman pengerasan sebagai berikut :

a) Analisa Distribusi Kekerasan dan Kedalaman Pengerasan pada d=0.1 mm

Gambar 4.4. Angka Kekerasan dari tepi ke tengah pada Baja AISI 4340 dengan Deprh

Of Cut 0.1 mm

b) Analisa Distribusi Kekerasan dan Kedalaman Pengerasan pada d=0.2 mm

Gambar 4.5. Angka Kekerasan dari tepi ke tengah pada Baja AISI 4340 dengan Deprh

Of Cut 0.2 mm

c) Analisa Distribusi Kekerasan dan Kedalaman Pengerasan pada d=0.3 mm

Gambar 4.6. Angka Kekerasan dari tepi ke tengah pada Baja AISI 4340 dengan Deprh

Of Cut 0.3 mm

(5)

vii

Laporan Tugas Akhir

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi d) Analisa Distribusi Kekerasan dan

Kedalaman Pengerasan pada d=0.4 mm

Gambar 4.7. Angka Kekerasan dari tepi ke tengah pada Baja AISI 4340 dengan Deprh

Of Cut 0.4 mm 4.1.3. Pengamatan Makro

Gambar 4.8. Foto makro material yang mengalami pembubutan dengan kecepatan

pemakanan 2250 mm/s (a) kedalaman pemakanan 0.1mm, (b) kedalaman pemakanan 0.2 mm, (c) kedalaman pemakanan 0.3 mm, (d) kedalaman pemakanan sebesar 0.4 mm. 4.1.4. Pengamatan Mikro a) Raw material

Gambar 4.9. Struktur mikro baja AISI 4340 sebelum mengalami proses thermo-mechanical (pembubutan) di posisi tengah

dengan (a) perbesaran 100x, (b) pembesaran 1000x. Cairan etsa picral

b) AISI 4340 Depth Of Cut 0.1 mm

Gambar 4.10. Struktur mikro baja AISI 4340 yang telah mengalami proses

thermo-mechanical (pembubutan) dengan Depth Of Cut 0.1 mm pada kecepatan 2250 mm/detik (a) tengah, dengan perbesaran

100x, (b) tengah, dengan pembesaran 1000x, (c) tepi, dengan pembesaran 100x

(d) tepi, pembesaran 1000x. Cairan etsa picral

c) AISI 4340 Depth Of Cut 0.2 mm

Gambar 4.11. Struktur mikro baja AISI 4340 yang telah mengalami proses

thermo-mechanical (pembubutan) dengan Depth Of Cut 0.2 mm pada kecepatan 2250 mm/detik (a) tengah, dengan perbesaran

100x, (b) tengah, dengan pembesaran 1000x, (c) tepi, dengan pembesaran 100x,

(d) tepi, pembesaran 1000x. Cairan etsa picral (b) (a) (d) (c) (a) (b) (a) (b) (c) (d) (a) (c) (b) (d) Bainit Atas Austenit sisa Austenit sisa Austenit sisa

Bainit Atas Austenit sisa

Bainit Atas Austenit sisa

Austenit sisa Bainit Bawah Austenit sisa

Bainit Atas

Bainit bawah

(6)

Laporan Tugas Akhir

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi d) AISI 4340 Depth Of Cut 0.3 mm

Gambar 4.12. Struktur mikro baja AISI 4340 yang telah mengalami proses

thermo-mechanical (pembubutan) dengan Depth Of Cut 0.3 mm pada kecepatan 2250 mm/detik (a) tengah, dengan perbesaran

100x, (b) tengah, dengan pembesaran 1000x, (c) tepi, dengan pembesaran 100x,

(d) tepi, pembesaran 1000x. Cairan etsa picral

e) AISI 4340 Depth Of Cut 0.4 mm

Gambar 4.13. Struktur mikro baja AISI 4340 yang telah mengalami proses

thermo-mechanical (pembubutan) dengan Depth Of Cut 0.4 mm pada kecepatan 2250 mm/detik (a) tengah, dengan perbesaran

100x, (b) tengah, dengan pembesaran 1000x, (c) tepi, dengan pembesaran 100x,

(d) tepi, pembesaran 1000x. Cairan etsa picral

4.1.5. Pengujian XRD

Gambar 4.14. Hasil Pengujian XRD Baja AISI 4340 (a) Depth Of Cut 0.1 mm (b) Depth Of Cut 0.2 mm (c) Depth Of Cut 0.3

mm (d) Depth Of Cut 0.4 mm Tabel 4.4 Ukuran kristal dari baja AISI 4340 setelah di treatment dengan berbagai variasi Depth Of Cut

Depth Of Cut (mm) λ(Ǻ) B(rad) Ө(o) Cos ө D 0.1 1.54056 0.00869 22.3077 0.9252 172.408 0.2 1.54056 0.01104 22.3051 0.9252 135.785 0.3 1.54056 0.01008 22.2697 0.9254 148.594 0.4 1.54056 0.01007 22.2949 0.9252 148.751 4.2. Pembahasan

4.2.1. Pembahasan Raw material Raw material dari penelitian ini adalah Baja AISI 4340 memiliki komposisi senyawa yakni kadar karbon 0.34 %, Silicon 0.30%, mangan 0.60&, Chromium 1.50%, molibdem 0.20% dan nickel 1.50%. Baja AISI 4340 ini telah mengalami prehardenening dan tempering sebelum mengalami perlakuan thermo-mechanical (turning proces) pada 4 spesimen menggunakan variasi Depth Of Cut pada spesimen kerja yaitu 0.1 mm, 0.2 mm, 0.3 mm, dan 0.4 mm. Dengan feed rate yang konstan yaitu 50 mm/ref, kecepatan putaran pada spindel yaitu 2.250 mm/detik. Dan proses pembubutan sepanjang 70 mm dari panjang total 200 mm dengan waktu proses bubut adalah 1 menit 32 detik. Dengan mata pahat yang telah ditumpulkan  2 mm menggunakan (a) (d) (b) (c) Austenit sisa Bainit Atas Austenit sisa

Austenit sisa Bainit Bawah

Austenit sisa (a) (d) (b) (c) Austenit sisa Bainit Atas Austenit sisa

(7)

ix

Laporan Tugas Akhir

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi machine works Robert Habib (Genova) dengan mata intan yang bertujuan untuk memberbesar luasan kontak pada benda kerja untuk memperbesar gesekan yang akan menimbulkan panas untuk meningkatkan temperatur pada spesimen uji. Setelah di uji kekerasan dengan microhardness test dari titik tepi ke tengah sebesar 40.98 HRC dan di titik tepi sebesar 41.43 HRC rata-rata dari perbandingan kedua titik sebesar 41.20 HRC.

4.2.2. Pembahasan Struktur Mikro dan Kekerasan

Perubahan struktur mikro dan angka kekerasan pada spesimen yang telah mengalami proses pembubutan dengan variabel kedalaman pemakanan potong 0.1 mm, 0.2 mm, 0.3 mm dan 0.4 mm di pengaruhi oleh perubahantemperatur, yakni laju pemanasan pada setiap spesimen, holding time yang terjadi pada spesimen, dan proses pendinginan pada setiap spesimen.

Laju pemanasan pada setiap spesimen hampir sama tetapi pada diameter 0.4 mm laju pendinginan berada di bawah A1 sehingga proses hardening

tidak terjadi, yang terjadi hanya proses tempering.

Holding time pada setiap spesimen terjadi pada saat mata pahat akan meninggalkan bagian yang dipanaskan, sehingga holding time pada proses ini sangat singkat. Pada temperatur tinggi hal ini juga memiliki pengaruh terhadap perubahan struktur mikro pada setiap spesimen.

Laju pendinginan pada setiap spesimen berbeda-beda. Spesimen d = 0.2 mm memiliki laju pendinginan yang paling cepat di antara spesimen lain, sehingga angka kekerasannya paling tinggi di antara spesimen lain. Sedangkan laju pendinginan terendah adalah pada spesimen 0.1 mm sehingga terbentuka angka kekerasan lebih rendah di banding spesimen 0.2 dan 0.3 mm.

Untuk spesimen 0.4 mm tidak terjadi pengerasan karena temperatur tidak sampai pada titik A1 sehingga proses yang

terjadi hanya proses tempering. Sehingga pengerasan lebih rendah daripada spesimen lain.

Gambar. 4.19 laju pendinginan pada spesimen yang mengalami proses

pembubutan.

Data dari hasil penelitian diketahui ada perbedaan struktur mikro Raw material dan spesimen yang telah mengalami proses pembubutan. Dimana proses pembubutan ini dilakukan dengan Depth Of Cut 0.1 mm, 0.2 mm, 0.3 mm dan 0.4 mm. Dari hasil pengujian Struktur mikro raw material menunjukkan struktur mikro terdiri dari Austenit sisa dan Bainit atas. Dimana struktur Austenit sisa memiliki sifat ulet dan bainit atas memiliki kekerasan yang tinggi. pada spesimen awal ini cenderung memliki kekerasan paling rendah dibanding struktur pada spesimen yang telah mengalami kekerasan permukaan dengan proses bubut.

Sedangkan kedalaman pada spesimen d = 0.1 mm dan 0.3 mm adalah sebesar 6000 µm. Pada spesimen d = 0.2 kedalaman pengerasannya adalah sebesar 4500 µm. Untuk spesimen d = 0.4 mm tidak terjadi pengerasan karena dalam proses pembubutan ini terjadi proses tempering.

4.2.3. Pembahasan Hasil XRD

Dari hasil pengujian XRD dan hasil analisa dengan menggunakan software MATCH dan PCPDFWIN kamungkinan fasa yang terbentuk adalah Fe-Ni. Hal ini dapat disimpulakn dari hasil puncak tertinggi pada Fe-Ni pada 2ө = 44,683o dengan orientasi (110), 2ө= 82,361o dengan orientasi (211 ), 2ө=65,038o dengan orientasi (200). Hal ini berdasarkan JCPDS card no 37-0474 dengan struktur kristalnya cubic.

Spesimen dengan d = 0.1 mm akan tampak bahwa kristal yang dibutuhkan untuk orientasi yang searah untuk membentuk ukuran butir kristal tidak terlalu banyak, hal ini dikarenakan

(8)

Laporan Tugas Akhir

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi diameter kristal berukuran besar. Sedangkan pada baja AISI 4340 dengan perlakuan pembubutan dengan d=0.2 mm dengan besar kristal yang kecil untuk arah kristal yang searah pada Depth Of Cut ini cukup banyak sehingga menghasilkan ukuran butir yang besar pada foto mikronya. Dan dapat disimpulkan pula semakin rendah ukuran kristal semakin mudah membentuk kristal yang searah sehingga menghasilkan bentuk martensit yang ukuran besar.

4.2.4. Pembahasan Temperatur Dari proses pembubutan terhadap empat spesimen dengan variasi Depth Of Cut yang berbeda-beda di ketahui pengaruh gesekan mata pahat dengan benda kerja sangat besar terhadap temperatur permukaan benda kerja, ini ditunjukkan dengan intensitas cahaya dari hasil gesekan antar pahat dan benda kerja. Pada proses ini intensitas cahaya yang dihasilkan pada setiap spesimen adalah berwarna kuning kemerah-merahan. intensitas cahaya yang dihasilkan oleh empat spesimen hampir sama, itu dikarenakan yang sangat berpengaruh terhadap temperatur adalah kecepatan potong. Kecepatan potong yang digunakan dalam benda kerja ini adalah 2250 mm/s. Dari intensitas cahaya yang dihasilkan perkiraan temperatur yang terjadi pada proses ini adalah sebesar 850-900˚C. Ditunjukkan dengan cahaya intensitas pada temperatur tersebut sebanding dengan cahaya intensitas pada temperatur colour chart. Menurut standard katalog baja AISI 4340 temperatur hardeningnya adalah 830-860˚C sehingga memungkinkan terjadi pengerasan pada permukaan.

4.2.5. Pembahasan Hasil Foto Makro

Dari hasil pengamatan makro pada spesimen hasil proses pembubutan dengan Depth Of Cut 0.1 mm, 0.2 mm, 0.3 mm, dan 0.4 mm tidak terlihat lapisan melingkar yang disebut white layer. Secara makro perubahan masih tidak terlalu terlihat drastis di antara ke empat spesimen yang ada, hal ini dikarenakan luasan perubahan sifat pada spesimen yang sangat empit. Untuk mengetahui perbedaan sifat dan hasil pengerjaan proses bubut di tentukan oleh struktur mikro yang terbentuk dan perubahan kekerasan pada

setiap spesimen hasil pembubutan dengan Depth Of Cut 0.1 mm, 0.2 mm, 0.3 mm, dan 0.4

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pengujian Microhardness didapatkan angka kekerasan tertinggi terlatak pada depth of cut 0.2 mm sebesar 457 HV (46 HRC). Sedangkan angka kekerasan terendah pada penelitian ini adalah pada depth of cut 0.4 mm sebesar 412 HV (42 HRC) karena pada proses ini terjadi proses tempering.

2. Kedalaman pengerasan yang terjadi pada setiap spesimen telah mengalami proses proses pembubutan adalah pada spesimen d = 0.1 mm dan 0.3 mm terjadi pengerasan sampai 6000 µm. Sedangkan pada spesimen d = 0.2 mm hanya terjadi pengersan sampai 4500 µm. Pada spesimen 0.4 tidak mengalami pengerasan karena pada spesimen ini hanya terjadi proses tempering.

3. Dengan variasi Depth Of Cut yang berbeda-beda yaitu 0.1 mm, 0.2 mm, dan 0.3 mm dihasilkan fasa bainit bawah dengan jumlah yang berbeda pula. Hal ini dikarenakan sifat keras yang dihasilkan oleh bainit bawah. Sehingga banyaknya jumlah bainit bawah sebanding dengan tingginya kekerasan yang akan dihasilkan. Untuk spesimen d = 0.4 mm tidak terjadi pengerasan karena temperatur pada permukaan spesimen tidak mencapai temperatur A1, yang terjadi

hanya proses Tempering..

4. Berdasarkan pada hasil pengujian XRD fasa yang terbentuk Fe-Ni dengan diameter kristal terbesar pada depth of cut 0.1 mm sebesar 172.048 Ǻ. Sedangkan diameter kristal terkecil pada depth of cut 0.2 mm sebesar 135.785 Ǻ. Dari hal ini tampak bahwa arah kristal yang searah pada depth of cut ini cukup banyak sehingga menghasilkan ukuran butir yang besar pada foto mikronya yaitu fasa bainit bawah. Dan dapat disimpulkan pula semakin rendah ukuran kristal semakin mudah

(9)

xi

Laporan Tugas Akhir

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi membentuk kristal yang searah sehingga menghasilkan bentuk bainit bawah yang ukuran besar.

5.2. Saran

1. Adanya Studi eksperimen dengan mengguankan media Quenching untuk mengetahui pengaruh Quenching terhadap kekerasan permukaan.

2. Analisa karakterisasi dan mikro struktur dengan menggunakan uji SEM untuk mengetahui pengaruh perlakuan Thermomekanik.

3. Adanya studi eksperimen pengerasan

permukaan baja secara

thermomekanik menggunakan temperatur benda kerja, temperatur pahat dan gaya potong pahat sebagai respon

4. Adanya studi eksperimen pengerasan baja secara thermomekanik dengan menggunakan baja jenis lain.

6. DAFTAR PUSTAKA

Chuo, K.Y.2002. “Surface hardening of AISI 4340 steel by machining a preliminery investigation”. Journal of Material Processing Technology. 124.pp.171-177.

Chuo,K.Y. and Hui,S.2005. “Thermal Modeling for white layer predictions in finish hard turning”. International Journal of Machine Tools & Manufacture. 45.pp.481-495.

Chuo,K.Y. and Evans, Chris J.1999. “White layers and thermal modeling of hard turned surfaces”. International Journal of Machine Tools & Manufacture. 39.pp.1863-1881.

Astakhof, Viktor P.1999. “Metal Cutting Mechanics. 1st Ed”. CRC Press. New York, pp.127-142.

Marsyahyo, Eko.2003.”Mesin Perkakas Pemotongan Logam”.Toga mas. Malang

Wahyudi, Bagus.2007.”Studi Eksperimen Pengerasan Permukaan baja AISI 4337 pada Proses Pembubutan Menggunakan Pahat Insert Karbida”. Program Magister ITS, Surabaya.

Suherman, Wahid.1998.” Ilmu Logam I”. Institut Teknologi Sepuluh nopember. Surabaya

Suherman, Wahid.1998.” Ilmu Logam II”. Institut Teknologi Sepuluh nopember. Surabaya

Suherman, Wahid.1998.”Perlakuan Panas”. Institut Teknologi Sepuluh nopember. Surabaya

Avner, Sidney H.1974.”Introduction to Physical Metallurgy 2nd Ed”. Exclusif Rights By Mc Graw-Hill Book Co, Singapore

Krauss, George.1980.”Principles of Heat Traetment of Steel”.American Society for Metals. United State of America.

...,ASM Metals Handbook Vol 09.

2004. ”Metallography and

Microstructures”.

...,ASTM E384-99ɛ1. 2000. ”Standard Test Method for Microindentation Hardness of Materials”. ASTM International. United States.

...,ASTM E3-01. 2001. ”Standard Guide of Metallographic Specimens”. ASTM International. United States.

...,ASTM E 140-02. 2001. ”Standard Hardness Conversion Tables for Metals Relationship Among Brinell Hardness, Vickers Hardness, Rockwell Hardness, Superficial Hardness, Knoop Hardness, and Scieroscope Hardness1”. ASTM International. United States.

Gambar

Gambar 2.10 Pengaruh kedalaman  pemakanan pada proses permesinan  maksimum- temperatur permukaan (chou,
Gambar 3.1. Flow Cart Metodologi  Penelitian
Tabel  4.1  Kekerasan  baja  AISI  4340  sebelum proses pembubutan
Gambar 4.7. Angka Kekerasan dari tepi ke  tengah pada Baja AISI 4340 dengan Deprh
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian kualitas merupakan aktifitas pengendalian proses yang dilakukan untuk mengukur ciri – ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau

Untuk tujuan tersebut, beberapa variabel yang diteliti adalah ekspor CPO, produksi CPO, luas areal kelapa sawit, harga ekspor CPO, harga CPO domestik, pendapatan nasional

Dari seluruh uraian tersebut di atas, menurut Pemerintah anggapan Para Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang

Simpulan kadar catalase serum maternal pada persalinan preterm lebih rendah dari pada kehamilan preterm... viii

Tujuan dari pengkajian ini adalah (1) mengetahui seberapa besar pendapatan petani dari usahatani tanaman tahunan yang diusahakan secara tumpangsari dan tradisional, (2)

Mengurangi tingkat kecelakaan kerja yang berdampak korban jiwa Pekerja harus menggunakan Safety Shoes, sarung tangan, helm dan Rompi Safety.. - Rambu

Setelah dihitung kandungan Chrom total dalam kerupuk kulit dengan metode adisi standar sebesar 0,036 mg/g baku mutu kandungan Chrom total menurut Dirjen POM tahun

Terdapat beberapa pakaian yang dikenakan Dewi Sandra yakni mengenakan celana hitam, busana muslim berwarna hijau kebiru-biruan, dan hijab senada pakaian yang