• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi

Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji secara serologi (DAS-ELISA) menggunakan antiserum Fabavirus. Dari tanaman nilam yang dikoleksi, dipilih dua sampel dari daerah Cicurug (isolat CG15 dan CG16) dan dua sampel dari Gunung Bunder (isolat GB27 dan GB29) yang terdeteksi terinfeksi Fabavirus dengan nilai absorbansi tertinggi (data tidak ditampilkan). Tanaman nilam yang ditemukan terinfeksi Fabavirus tersebut memperlihatkan gejala mosaik dengan beberapa variasi, seperti bintik-bintik kuning pada daun (Gambar 3 A), daun melekuk berwarna keunguan (Gambar 3 B), mosaik dengan malformasi (Gambar 3 C), dan mosaik tanpa malformasi (Gambar 3 D). Banyaknya variasi gejala yang ditemukan atau tidak adanya gejala khas pada tanaman nilam dari infeksi Fabavirus ini mempertegas pendapat banyak peneliti bahwa gejala penyakit tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya faktor penentu untuk mendeteksi/ mengindentifikasi suatu virus pada tanaman. Seperti yang diungkapkan Bock (1982

dalam Naidu & Hughes 2003) bahwa kenampakan gejala menjadi informasi

penting dalam kaitannya dengan infeksi penyakit, tapi perlu diingat bahwa beberapa virus dapat menginduksi inangnya tanpa menimbulkan gejala (laten). Demikian pula, virus yang berbeda dapat menghasilkan gejala yang sama atau virus yang sama namun berbeda strain dapat menyebabkan gejala yang sama pada inang yang sama. Untuk itu diperlukan pengalaman yang memadai di lapangan dalam mengidentifikasi berdasarkan gejala yang nampak. Umumnya diperlukan pemeriksaan silang dengan uji lain untuk memastikan keakuratan dari diagnosis akibat infeksi virus. Namun demikian, gejala-gejala semacam ini tetap dapat digunakan sebagai arahan dalam identifikasi.

(2)

Gambar 3 Variasi gejala yang berasosiasi dengan infeksi Fabavirus pada tanaman nilam dari daerah Cicurug (CG) dan Gunung Bunder (GB)

Deteksi Fabavirus Melalui RT-PCR

Sampel tanaman nilam yang positif terinfeksi Fabavirus (isolat CG15, CG16, GB27, dan GB29) selanjutnya diuji dengan RT-PCR menggunakan pasangan primer yang spesifik Fabavirus (Kondo et al. 2005). Seperti ditampilkan Gambar 2, pada keempat sampel tersebut terbentuk pita DNA yang berukuran sesuai dengan desain primer yaitu sekitar 322 bp. Hasil ini mempertegas hasil deteksi Fabavirus yang telah dilakukan melalui uji serologi. Adapun pita DNA yang terbentuk pada sampel CG15 dan GB27 sangat tipis, kemungkinan karena konsentrasi partikel virus sangat rendah pada jaringan tanaman. Hal ini tidaklah mengherankan karena pengujian dilakukan terhadap sampel yang langsung diambil dari lapangan, sehingga konsentrasi virus saat sampel tersebut diambil bergantung dari dinamika perkembangannya, meskipun demikian kemungkinan ini perlu dipastikan dengan menguji konsentrasi virus sampel tanaman yang didapat menggunakan spektrofotometer pada 206 nm atau menggunakan

(3)

18 mendeteksi keberadaan virus dalam konsentrasi rendah sekalipun. Selama ada cukup utas tunggal DNA atau RNA yang menjembatani 5‟ ends dari dua primer oligonukleotida, maka amplifikasi dapat menunjukkan hasil berupa pita DNA yang terbentuk setelah dilakukan prosedur elektroforesis. (Jackson et al. 1991)

Gambar 4 Hasil amplifikasi DNA sebagian genom virus (di daerah gen coat

protein) melalui RT-PCR menggunakan pasangan primer spesifik Fabavirus. Lajur M = marker 100 bp DNA ladder; Lajur K(-) =

Kontrol negatif dari tanaman nilam sehat; Lajur CG15 dan CG16 = isolat asal Cicurug no. 15 dan no. 16; Lajur GB27 dan GB29= isolat asal Gunung Bunder no. 27 dan no. 29

Identifikasi Spesies Fabavirus pada Tanaman Nilam Nilai Penjajaran Sikuen Nukleotida

Produk RT-PCR isolat Cicurug dan Gunung Bunder yang jumlahnya cukup memadai (Gambar 5) berhasil disikuen. Hasil sikuen nukleotida tersebut kemudian dianalisis menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) pada www.ncbi.nlm.nih.gov untuk melakukan pemetaan spesies-spesies

Fabavirus yang memiliki homologi dengan Fabavirus isolat nilam asal Cicurug

dan Gunung Bunder. Bila disejajarkan sikuen nukleotida padanannya diantara genus Fabavirus spesies BBWV-2 dari berbagai asal isolat: AF225954-Singapura, AB018698-Jepang1, JX183234-Korea1, HQ283390-China1, AB161177-Jepang2, GQ202215-China2, AB161179-Jepang3, AF104335-Korea2, AB013616-Jepang4, AB161178-Jepang5, dan CPMV-NC_003550 sebagai outgroup maka terlihat kesamaan yang cukup tinggi seperti pada Gambar 5 (dapat dilihat dari huruf dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, huruf dengan latar belakang abu-abu menunjukkan runutan yang berbeda antara sesama isolat yang dibandingkan). Keseluruhan isolat dari GeneBank dengan similaritas tinggi yang

(4)

dibandingkan berasal dari golongan Fabavirus dan digunakan satu spesies di luar genus Fabavirus yang masih berada dalam satu famili (Comoviridae) sebagai

outgroup, yakni CPMV (Cowpea mosaic virus) genus Comovirus. Genus Comovirus memiliki kisaran inang yang terbatas pada sedikit dari spesies famili

Leguminosae dengan gejala khas yang ditimbulkan berupa mosaik, belang dan secara umum tidak menimbulkan gejala bercak/ mosaik cincin. Penularannya di alam dilakukan oleh kumbang, khususnya famili Chrysomelidae (Wellink et. al 2000). CPMV memiliki bentuk partikel yang relatif sama dengan Fabavirus, yakni bentuk isometric yang terdiri dari dua molekul RNA, RNA1 dan RNA2 (Bertens 2000).

Gambar 5 Penjajaran sikuen nukleotida hasil ClustalW sebagian gen CP

Fabavirus-GB (isolat Gunung Bunder) dan Fabavirus-CG (isolat

Cicurug) terhadap ke-11 isolat pada basis data GeneBank menggunakan program GeneDoc v2.7

Analisis similaritas nilai penjajaran (alignment score) dilakukan menggunakan Sequence Identity Matrix dalam BioEdit v7.0.5 (Hall 1999) dirangkum dalam Tabel 3. Perbandingan nilai alignment score antara isolat asal

(5)

20 Cicurug dan Gunung Bunder hanya sebesar 65,2%, nilai ini cukup rendah dan diduga keduanya memiliki karakterisasi yang berbeda. Isolat CG16 memiliki similaritas tertinggi terhadap BBWV-2 asal Singapura (AF225954) dengan

alignment score 91,8% menunjukkan bahwa isolat asal Cicurug merupakan strain

yang sama dengan isolat asal Singapura. Sementara sikuen isolat GB29 mempunyai alignment score 77,8% terhadap BBWV-2 asal China2 (GQ202215) (Tabel 3). Clavarie & Notredame (2003 dalam Jamil 2005) menyatakan bahwa dua gen atau fragmen DNA dikatakan homolog jika 70% urutan nukleotidanya atau 25% urutan asam aminonya identik, dengan panjang urutan minimal 100. Tabel 3 Tingkat homologi isolat Cicurug dan Gunung Bunder dengan isolat

BBWV 2 dari beberapa negara berdasarkan sikuen nukleotida sebagian gen CP Fabavirus No Isolat Homologi (%)* 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 Faba-CG - 65,2 91,8 89,1 88,4 87,2 77,9 77,2 75,6 76 77,6 85,7 42,4 2 Faba-GB - 66,4 65,6 66 67,1 73,6 77,8 75,9 74,8 75,5 65,2 41 3 Singapura - 92,6 91,1 89,1 79,5 77,9 78,3 78,7 77,6 86,1 40,6 4 Jepang1 - 94,2 92,2 78,7 76,8 77,9 79,1 77,9 88,8 43,2 5 Korea1 - 93,8 79,9 77,9 78,3 79,5 81 90,3 41,3 6 China1 - 79,5 77,9 78,3 79,9 78,3 90,7 42,4 7 Jepang2 - 87,2 85,7 86,8 84,9 76,4 43,6 8 China2 - 88,4 87,6 87,2 76,4 42,8 9 Jepang3 - 94,2 81,4 75,6 42,8 10 Korea2 - 84,9 78,3 41,7 11 Jepang4 - 78,7 43,2 12 Jepang5 - 40,6 13 CPMV ˗

*Tingkat homologi nukleotida dihitung menggunakan program BioEdit v7.0.5 Angka dengan arsiran menunjukkan homologi tertinggi pada baris yang sama Angka dengan cetak tebal menunjukkan homologi terendah pada baris yang sama

Sehingga melalui tingkat homologi ini dapat dijelaskan identitas gen CP

Fabavirus isolat CG16 asal Cicurug dan GB29 asal Gunung Bunder berada dalam

karena masing-masing isolat memiliki homologi dengan isolat asal negara yang berbeda.

(6)

Perbandingan dengan Cowpea mosaic virus (CPMV) menunjukkan homologi nukleotida yang rendah berkisar dari 40,6% hingga 43,2% yang berarti bahwa BBWV-2 memiliki hubungan yang jauh dengan CPMV walaupun masih dalam genus yang sama.

Hubungan Kekerabatan antara Isolat. Pohon filogenetika dibangun

menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair-Group Method with.

Arithmetic) pada program MEGA v5.05 (Tamura et al. 2011) untuk menunjukkan

hubungan kekerabatan antara isolat yang dibandingkan seperti yang disajikan dalam bentuk kladogram disertai nilai penghitungan boostrap di setiap percabangannya (Gambar 6). Metode ini mengasumsikan nilai substitusi nukleotida atau asam amino adalah sama pada semua garis keturunan secara evolusi. Pohon filogeni yang terbentuk menghasilkan jumlah panjang cabang = 2,04051194 dan persentase replikasi yang berasosiasi dalam kelompok taksa sama dengan uji bootstrap (1000 replikasi) diperlihatkan di tiap cabang pada pohon dengan nilai cutoff 70%. Pohon digambarkan dalam skala dengan panjang cabang sama seperti pada jarak evolusinya untuk menduga hubungan kekerabatannya. Jarak evolusi dihitung menggunakan metode Maximum Composite Likelihood dan berada dalam unit substitusi basa yang sama di tiap bagiannya. Analisis data menyertakan 13 sikuen nukleotida dan pada semua posisi basa yang tidak terisi maupun data hilang (gaps and missing data), dihapus atau tidak dimasukkan saat mengolah data sikuen. Total akhir data didapatkan 234 posisi basa nukleotida.

Gambar 6 memperlihatkan filogenetika nukleotida gen CP Fabavirus isolat Cicurug & Gunung Bunder terhadap isolat-isolat negara lain dengan CPMV sebagai outgroup, terbagi menjadi tiga kelompok utama. Kedua isolat, Fabavirus-CG dan Fabavirus-GB terpisah ke dalam kelompok yang berbeda. Isolat

Fabavirus-CG mengelompok dengan isolat BBWV-2 asal AB018698-Jepang1,

JX183234-Korea1, HQ283390-China1, AB161177-Jepang2, AF225954-Singapura dan AB161178-Jepang5 dalam kelompok pertama.

(7)

22

Gambar 6 Kladogram sikuen nukleotida sebagian gen CP Fabavirus isolat Cicurug dan Gunung Bunder dibandingkan terhadap ke-11 isolat pada basis data GeneBank menggunakan metode UPGMA Tree pada MEGA v5.05

Sedangkan, BBWV-2 asal AB013616-Jepang4, GQ202215-China2, AB161179-Jepang3, AF104335-Korea2 dan AB161177-Jepang2 berada di kelompok kedua. Isolat asal Gunung Bunder (Fabavirus-GB) terpisah di luar dua kelompok tersebut dengan nilai bootstrap 81 terhadap kesebelas isolat BBWV-2 lainnya, yang masih mengindikasikan kesamaan spesies. Kedua isolat tidak berada dalam kelompok yang sama meskipun seluruh sampel tanaman berasal dari spesies Pogostemon

cablin Benth (nilam aceh) varietas Sidikalang, hal tersebut diduga

kemungkinannya disebabkan perbedaan asal nenek moyang tanaman nilam yang dikembangkan dari kedua daerah survei maupun kemungkinan adanya mutasi sehingga menyebabkan keragaman antar isolat Fabavirus, mengingat bahwa nilam bukanlah tanaman asli Indonesia. Demikian juga indikasi sumber penularan virus yang berasal dari tempat yang berbeda, karena nilam aceh umumnya diperbanyak dengan cara vegetatif (stek batang) akan memudahkan penyebaran virus dari dan ke negara lain. Selain itu, tidak hanya minyak nilam olahan, komposit daun & batang nilam juga menjadi komoditas ekspor, sehingga peredarannya dalam skala besar ke negara-negara terdekat menjadi kurang terawasi. Dapat dilihat dari hasil pemetaan spesies (Gambar 5; Tabel 3)

AB018698 JX183234 HQ283390 AB161178 Fabavirus-CG AF225954 AB013616 AB161177 GQ202215 AB161179 AF104335 Fabavirus-GB CPMV-NC_003550 75 99 72 100 99 81

(8)

menyertakan isolat asal negara Jepang, China, dan Singapura yang merupakan negara pengimpor minyak nilam dan juga menjadi negara yang mengembangkan teknik budidaya nilam.

Kladogram pada Gambar 6 juga menghasilkan kesimpulan yang selaras dengan hasil analisis homologi dan kesejajaran sikuen nukleotida yang telah dilakukan di atas memperlihatkan hubungan kekerabatan antara isolat sampel asal Cicurug dan Gunung Bunder dengan kelompok Broad bean wilt virus 2. Berdasarkan data pada NCBI (www.ncbi.nlm.nih.gov), BBWV-2 sebagai salah satu anggota Fabavirus ditemukan pertama kali menginfeksi secara alami kacang buncis broad bean (Vicia faba L.) di Victoria, Australia. Virus ini mengakibatkan kerusakan yang parah pada tanaman buncis dan saat ini memiliki kisaran inang yang cukup luas dan menyebabkan kerugian pada beberapa tanaman penting termasuk pada tanaman nilam dalam penelitian ini.

Gambar

Gambar 3  Variasi gejala yang berasosiasi dengan infeksi Fabavirus pada tanaman  nilam dari daerah Cicurug (CG) dan Gunung Bunder (GB)
Tabel  3    Tingkat  homologi  isolat  Cicurug  dan  Gunung  Bunder  dengan  isolat  BBWV 2 dari beberapa negara berdasarkan sikuen nukleotida sebagian  gen CP Fabavirus  No  Isolat  Homologi (%)*  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  13  1  Faba-CG  -

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini me- nandakan bahwa penerapan model koo- peratif tipe TGT dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas belajar sis- wa dan membuat pembelajaran IPS ma- teri

BANK PEMBERI KREDIT dan telah diverifikasi secara bank to bank melaui pejabat bank (bank officers) yang ditunjuk dan PIHAK KEDUA dan BANK PENERBIT tidak dapat melaksanakan

[r]

Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dalam meningkatkan minat dan hasil belajar siswa terhadap materi

Seorang guru memilki peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan siswa terutama dibidang matematika. Di dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan motivasi,

Hal lain yang menjadi penyebab minimnya pengetahuan masyarakat akan arti pentingnya bukti kepemilikan hak atas tanah, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kekuatan

Penggunaan solar pada umumnya adalah unutuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan putaran tinggi (diatas 1000 rpm), yang juga dapat digunakan sebagai

[r]