• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Profil Unit Usaha UBH-KPWN

Penelitian tersebut telah dilaksanakan dengan mengambil kasus pada kegiatan usaha bagi hasil penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN), yang dikelola oleh Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN) di wilayah Kabupaten Bogor. Usaha bagi hasil tersebut merupakan kegiatan pengelolaan usaha Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara, yang anggotanya terdiri atas pegawai dan pensiunan Departemen Kehutanan. Kegiatan usaha UBH-KPWN mencakup Jasa Investasi Pengelolaan Tanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) dan penjualan produk Kayu Jatinya.

Unit Usaha UBH-KPWN dibentuk berdasarkan Keputusan Pengurus Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) No.62/Kpts/KPWN/XII/2006 tanggal 21 De-sember 2006, dan telah diperbaharui melalui Keputusan Pengurus KPWN No.45/Kpts/-KPWN/2007 tanggal 10 Mei 2007. Hal tersebut telah didaftarkan secara legal sesuai Ak-ta NoAk-taris Sigitwanto No.12 Ak-tanggal 24 Mei 2007.

UBH-KPWN dikelola oleh para pengurus unit usaha yang berpengalaman dalam pengelolaan tanaman jati. Kegiatan usaha dipimpin oleh seorang Direktur Utama dan di-bantu tiga Direktur yaitu :

1) Direktur Umum dan Pemasaran

2) Direktur Keuangan merangkap Wakil Manajemen Sistem Mutu 3) Direktur Perencanaan dan Penanaman

Setiap Direktur membawahi dua sampai tiga Divisi, setiap divisi dipimpin seorang kepala divisi yang membawahi unit aktivitas dan administrasi divisinya. Secara lengkap struktur organisasi seperti pada Lampiran 5.

UBH-KPWN berkantor pusat di Gedung Manggala Wanabhakti, Blok IV Lantai 5 Jl. Gatot Subroto Jakarta. Kegiatan kantor pusat didukung tiga kantor perwakilan yaitu : 1) Kantor Perwakilan Pengelolaan Wilayah Madiun membawahi wilayah penanaman

Kabupaten Madiun, Magetan, Ngawi, dan Ponorogo.

(2)

Bogor dan Kabupaten Puwakarta.

3) Kantor Perwakilan Penggelolaan Jogjakarta membawahi wilayah penanaman Kabu-paten Kulonprogo dan Jogjakarta

Kepala Perwakilan membawahi beberapa Supervisor untuk melaksanakan kegiat-an operasional di lapkegiat-angkegiat-an. Setiap supervisor lapkegiat-angkegiat-an membawahi enam sampai delapkegiat-an tenaga pendamping. Setiap tenaga pendamping bertanggunjawab mengelola tanaman sampai 20.000 pohon JUN atau setara 200 Ha (UBH-KPWN, 2010.B)

Dalam menjalankan manajemen usaha, unit UBH-KPWN telah menerapkan sis-tem manajemen mutu sesuai standard ISO 9001:2008. Dalam penerapan sissis-tem mana-jemen mutu tersebut mengharuskan semua pengelola unit usaha (Direktur utama sampai ketingkat pekerja), mengacu kepada panduan prosedur kerja, Instruksi Kerja dan Format kerja yang telah ditetapkan manajemen usaha.

4.1.1 Pengembangan dan Pengelolaan JUN

Objek utama dalam penelitian tersebut adalah kegiatan pengelolaan tanaman JUN, khususnya untuk mengkaji prospek pertumbuhan tanaman, untuk mengetahui data dan informasi prospek nilai jual hasil panen tanaman dan perolehan bagi hasil dari masing-masing pihak.

Pengembangan dan pengelolaan tanaman JUN oleh pihak UBH-KPWN mencakup kegiatan menerima dana investasi dari investor dan mengelola dana tersebut untuk pem-biayaan kegiatan penanaman JUN. Kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman JUN selama masa lima tahun. Setelah tahun kelima tanaman tersebut akan dipanen, dan hasil-nya dibagikan kembali kepada para pihak yaitu ; (1) investor, (2) UBH-KPWN, (3) petani, (4) pemilik lahan, dan (5) pamong desa, sesuai proporsi bagi hasil yang telah ditetapkan.

Untuk mendapatkan dana investor pihak UBH-KPWN melakukan pemasaran jasa investasi tersebut dengan berbagai media dan kegiatan sebagai berikut :

1) Pemasaran dengan penjualan langsung, saat kegiatan pameran atau launching produk 2) Pemasaran melalui iklan di website, baliho dan brosur.

3) Pemasaran melalui surat penawaran dan presentasi ke pada calon atau prospek investor. Sesuai skema usaha yang disediakan, setiap investor dapat menginvestasikan

(3)

dananya mtersebutmal senilai 100 batang pembelian bibit JUN. Untuk harga investasi pembelian bibit JUN telah ditetapkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Penetapan Harga Investasi JUN Periode Tahunan ; No Waktu Investasi

Tahun/Periode

Harga investasi/100 batang

masa 5 tahun (Rp) Keterangan

1 2007 – 2008 6.000.000

2 2009 - 2010 6.500.000 Naik 8,34%

3 2011 - 2012 7.000.000 Naik 16,67%

4. 2012 - 2013 7.500.000 Naik 25%

Sumber : UBH-KPWN (2010.A)

Pihak investor atau yang telah menginvestasikan dananya untuk UBH-KPWN meliputi kelompok yaitu ; (1) Investor perorangan, (2) Investor group personal, (3) Inves-tor dari perusahaan atau group bisnis, (4) InvesInves-tor KIJ (Kredit Investasi Jati) khusus untuk pegawai dan pensiunan Departemen Kehutanan, serta (5) Kelompok pembeli tegakan jati (pedagang kayu atau industri kayu).

Kegiatan usaha bagi hasil penanaman jati unggul telah banyak dilaksanakan untuk komoditas produk kehutanan. Model pengelolaan jati unggul jenis jati emas telah ba-nyak dilaksanakan di daerah Jawa Barat dan di Jawa Timur. Model bagi hasil penanam-an jati dari hutpenanam-an rakyat, seperti dilakspenanam-anakpenanam-an Unit Koperasi masyarakat daerah Konawe Sulawesi Tenggara. Sistem pengelolaan dan skema bagi hasil tersebut berbeda dengan model bagi hasil yang dilaksanakan UBH-KPWN.

Model pengelolaan jati emas dilaksanakan dengan sistem budidaya intensif yang melibatkan dua pihak, antara pihak investor yang menginvestasikan dananya dengan pi-hak pengelola penanaman jati emas. Pipi-hak pengelola jati emas menyediakan lokasi la-han, menyediakan bibit dan melaksanakan pengelolaan tanaman. Pengelolaan jati emas umumnya menjanjikan masa panen antara 5 tahun sampai 15 tahun, dengan pola panen bertahap dari awal tahun ke 10 hingga panen terakhir tahun ke15 (Syahyuti, 2009).

Model usaha bagi hasil yang diterapkan pada pengelolaan komoditas perkebunan, seperti usaha penanaman karet unggul dan usaha penanaman kelapa sawit. Pola bagi hasil komoditas perkebunan dikenal pola plasma - inti. Pada kegiatan tersebut melibat-kan kemitraan antara usaha perkebunan besar disebut sebagai inti, dengan pihak petani penggarap tanaman disebut sebagai plasma. Pihak perusahaan inti menyediakan lahan

(4)

tanam dan bibit tanaman, sedangkan pihak petani plasma melaksanakan kegiatan pena-naman, pemeliharan hingga masa panen. Setelah masa panen pihak perusahaan inti ber-kewajiban membeli hasil panen tersebut sesuai harga yang telah disepakati (Jusmaliani, 2005).

Model usaha bagi hasil komoditas Jati Unggul Nusantara (JUN), merupakan ke-giatan pengelolaan tanaman JUN yang melibatkan lima pihak (Investor, Petani Peng-garap, Pemilik Lahan, Pengelola Usaha dan Pamong Desa). Bagi hasil diproleh dari penjualan hasil panen (tebangan) pohon jati, yang dibagikan kepada para pihak tersebut sesuai proporsi yang ditetapkan pengelola UBH-KPWN.

4.1.2 Bibit Jati Unggul Nusantara (JUN)

Hasil kajian referensi dan kunjungan kelokasi persemaian di Madiun, menun-jukkan benih asal Jati Unggul Nusantara (JUN) merupakan klon jati unggul yang berasal dari Jati Plus Perum Perhutani (JPP). Jati Plus Perhutani (JPP) merupakan hasil pene-litian dan pengembangan dari Puslitbang Perum Perhutani Cepu berkerjasama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. JPP mulai dikembangkan sejak tahun 1982, yang merupakan hasil seleksi benih/biji dari dari 600 pohon plus (pertumbuhan terbaik) yang berasal dari berbagai lokasi tanaman dan kebun benih Kesatuan Pe-mangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani (Iskak et al., 2005) yaitu :

1) RPH Klapa Nunggal wilayah KPH Pemalang - Jawa Tengah 2) RPH Pasar Sore dan RPH Cepu wilayah KPH Blora - Jawa Tengah 3) RPH Balapulang - wilayah KPH Tegal

Pengembangan klon JPP melalui proses teknologi pemuliaan pohon (Tree Impro-vement) yang merupakan hasil penelitian selama lebih kurang lima belas tahun. Tahapan proses dari mulai seleksi dan hasil pengumpulan dari kebun benih di lapangan, pengujian pada persemaian, dilanjutkan pengujian pada laboratorium teknologi benih dan laborato-rium bioteknologi.

Percobaan pengembangan benih JPP dilakukan melalui teknik kultur jaringan, stek pucuk dan benih biji hasil kebun benih Klonal (KBK). Berdasarkan hasil pertumbuhan tanaman dari klon JPP pada beberapa kebun percobaan perum Perhutani yang

(5)

menun-jukkan pertumbuhan lebih baik dari jati biasa. Sejak tahun 2002 Perum Perhutani mem-beri kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan bibit JPP, serta memmem-beri peluang kepada pihak swasta untuk mengembangkan bibit JPP. Pada tahun 2002 PT Setyamira Bhaktipersada sebagai perusahaan pembibitan telah ] Benih JPP menjadi bibit tanaman komersial. Pengembangan bibit tanaman terse-but sebagai hasil kerjasama dengan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Balapulang, Kabupaten Tegal (Iskak et al., 2005).

PT Setyamitra mengembangkan Bibit tanaman dari 600 klon asal JPP menjadi 28.000 tanaman kebun pangkas. Pengembangan kebun pangkas tersebut sebagai sumber benih stek pucuk yang kemudian dikembangkan kembali menjadi bibit tanaman baru. Sejak tahun 2006 hasil pengembangan stek pucuk tersebut, telah diseleksi 240 tanaman kebun pangkas yang berasal dari 69 klon JPP (Adjie et al., 2008).

Tahapan proses produksi benih dari stek pucuk hingga menjadi bibit tanaman seperti pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4 : Tahapan Proses Produksi Bibit Tanaman JUN dari Stek Pucuk

a b c

d

(6)

Pengembangan benih JUN tersebut dilaksanakan secara vegetatif dengan teknik propagasi stek pucuk secara exvitro dengan teknologi modifikasi sistem perakaran. Pengembangan bibit JUN di persemaian diawali dengan penanaman bibit untuk tanaman kebun pangkas. Sesuai kondisi pertumbuhan pucuk setiap tanaman kebun pangkas, secara periodik dilakukan pengambilan stek pucuk yang memenuhi kriteria untuk dipangkas. Hasil stek pucuk yang telah dipangkas ditanam pada polibag dengan media top soil yang telah diberi hormon jenis mitosin berperan untuk merangsang pertumbuhan akar. Bahan aktif mitosin mencakup 3-methyl-1- naphthaleneacematide (0,013), Indole-3-Butiryc Acid (0,057%), Thiram (Tetramethyl Thiuram Disulfida) 0,057% (Setiaji, 2009).

Polibag benih tanaman ditempatkan pada bedeng semai yang tertutup sungkup plastik bibit tanaman berumur lebih dua bulan sungkup dibuka, kemudian bibit dipindah untuk dipelihara guna mengendalikan suhu dan kelembaban lingkungan semai.

Hasil bibit tanaman JUN pada usia tanaman dua bulan menunjukkan kekompakan akar dengan media tanaman, seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 : Media Tanam kompak dengan perakaran bibit tanaman JUN

Selama masa penanaman di dalam sungkup semai diberi perlakuan pemberian hormon pertumbuhan, untuk merangsang pertumbuhan perakaran guna menghasilkan pola perakaran yang kompak. Untuk memodikasi perakaran pada saat penyemaian benih, tanah media diinduksi dengan hormon perangsang akar jenis Rooton F. Bahan aktif hormon Rooton teridiri dari 1-naphthaleneacematide, dan 2-methyl-1-aphthaleneacetic acid. Fungsi hormon tersebut untuk merangsang perakaran menjadi kompak dan kuat mengikat media tanah.

(7)

Setelah bibit tanaman berumur dua bulan, tanaman dipindah di bawah area sarlon (pelindung matahari) dengan intensitas sampai 80%. Perlakuan tersebut untuk mem-berikan kondisi penyinaran yang optimal bagi partumbuhan tanaman (Setiaji, 2009).

Setelah masa tumbuh bibit mencapai lebih dari tiga bulan, bibit tanaman JUN sudah siap dijual atau distribusikan ke lokasi tanam untuk dilaksanakan penanaman. Pada usia tanaman JUN tiga bulan, biasanya jumlah akarnya lebih banyak dan kondisi akar tunjangnya lebih besar dibandingkan jati biasa, seperti pada Gambar 6.

Gambar 6 : Pembentukan akar tunjang tanaman JUN pada usia 3 Bulan

Hasil pengembangan klon Jati Unggul Nusantara (JUN) tersebut, kemudian di-kembangkan secara komersial oleh Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara sebagai bibit untuk usaha bagi hasil penanaman JUN yang dikelola UBH-KPWN.

4.1.3 Perencanaan Lahan dan Penanaman JUN

UBH-KPWN telah melakukan penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) secara komersial sejak tahun 2007. Tanaman yang telah berusia empat bulan, ditetapkan sebagai tanaman yang siap ditawarkan atau dipasarkan kepada calon investor yang ingin meng-investasikan dananya pada kegiatan UBH-KPWN. Kegiatan pengelolaan dana investor dan pengelolaan tanaman JUN oleh UBH-KPWN, secara bagan alir digambarkan seperti pada Lampiran 6.

Sesuai Laporan kegiatan UBH-KPWN, jumlah investor yang telah menginves-tasikan dananya untuk kegiatan usaha tersebut dari tahun 2007 sampai 2009, sebanyak 587 orang. Kegiatan usaha tersebut juga telah melibatkan 1892 orang petani penggarap, pada 99 desa yang menjadi lokasi tanaman JUN (UBH-KPWN, 2010.B).

(8)

Penanaman JUN telah dilaksanakan dan terus dikembangkan pada tujuh wilayah kabupaten yang ditetapkan sebagai area lokasi penanaman (Tabel 8). Untuk memperolah lokasi lahan tanam, pihak UBH-KPWN menghubungi pihak desa untuk mengajak masya-rakat perorangan atau atas nama perusahaan atau lembaga yang bersedia menyediakan lahan tanam selama lima tahun. Setelah memperoleh calon lokasi penanaman, Tim UBH-KPWN melakukan indentifikasi kesesuaian kondisi lahan. Jika kondisi lahan memenuhi syarat, pihak UBH-KPWN akan membuatkan kontrak kerjasama penyediaan lahan. Pertimbangan lokasi lahan untuk diusulkan sebagai lokasi penanaman JUN harus memenuhi kriteria (Setiaji, 2009) sebagai berikut :

1) Ketinggian lokasi tanam antara 10 - 400 m dari permukaan laut 2) Kondisi drainase tanah baik, tidak becek dan tidak tergenang air. 3) Jenis tanah memiliki tingkat keasaman atau pH antara 6,0 - 7,5.

4) Kondisi lokasi bukan daerah rawa, tanah bergambut atau daerah padang pasir.

Sesuai lokasi yang tersedia, pihak UBH-KPWN melakukan negosiasi kesepakatan dengan pemilik lahan, dengan kompensasi pemilik lahan akan mendapat hak bagi hasil penjualan tegakan pohon JUN. Pilihan kerjasama yang ditawarkan kepada pemilik lahan yaitu (Adjie et al., 2008) :

1) Pemilik lahan hanya sebagai penyedia lahan, yang akan mendapatkan bagian hasil 10% dari hasil penjualan tegakan pohon JUN setelah masa lima tahun.

2) Pemilik lahan sekaligus sebagai petani penggarap, yang akan mendapatkan bagian hasil sebesar 35% dari hasil penjualan tegakan pohon setelah masa lima tahun (sebagai penyedia lahan 10% dan sebagai petani 25%)

3) Pemilik lahan sekaligus sebagai investor, yang akan mendapatkan bagian hasil dari sebesar 50% dari hasil penjualan tegakan pohon setelah masa lima tahun (sebagai penyedia lahan 10% dan sebagai investor 40%)

4) Pemilik lahan sekaligus sebagai petani penggarap, dan sebagai investor, yang akan mendapatkan bagian hasil sebesar 75% dari hasil penjualan tegakan pohon setelah masa lima tahun (sebagai penyedia lahan 10% dan sebagai petani 25% dan sebagai investor 40%).

(9)

Setelah lahan tanam tersedia, sebelum dilakukan penanaman dilakukan verifikasi kondisi lahan sesuai informasi peta administrasi lahan, peta penggunaan lahan dan infor-masi kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sesuai inforinfor-masi tersebut dibuat rencana penanaman, mencakup kegiatan :

1) Kegiatan pengukuran dan penentuan batas lokasi tanam

2) Penyiapan pengadaan bibit JUN, koordinasi pembelian bibit JUN dengan pihak persemaian PT Setyamitra Bhaktipersada dan penerimaan bibit pada lokasi tanam. 3) Penyiapan ajir jarak tanam dan lubang tanam

4) Pemberian pemupukan dasar pada lubang tanam, menggunakan pupuk kandang 5) Pelaksanaan penanaman JUN.

Kepala Divisi Penanaman UBH-KPWN merencanakan pengadaan atau pembelian bibit JUN secara periodik setiap masa enam bulan sebelum masa tanam. Penyediaan bibit ditentukan sesuai dengan kriteria jumlah bibit, dan persyaratan mutu bibit JUN yang telah ditetapkan dalam rencana penanaman.

Penanaman JUN dilaksanakan sesuai tahapan sebagai berikut (Adjie et al., 2008) : 1) Penanaman dilakukan saat musim hujan.

2) Penyiapan dan distribusi bibit ke lokasi tanam.

3) Perlakuan penyesuaian bibit terhadap kondisi iklim di lokasi tanam (aklimitasi), yang disiapkan 5 - 3 hari sebelum penanaman dilaksanakan.

4) Posisi tanaman JUN tidak boleh di bawah naungan pohon lain. 5) Penaman dengan jarak tanam 5 m x 2 m (1.000 pohon/ha). 6) Pemasangan ajir dilaksanakan, 20 - 15 hari sebelum penanaman.

7) Pembuatan lubang tanam dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm ( luas lubang x dalam lubang) dilaksanakan15 - 10 hari sebelum penanaman.

8) Pemberian pupuk dasar yang menggunakan pupuk kandang 3 kg ditambah pupuk kimia (ZA dan SP 36), dengan dosis masing-masing 100 gram atau pupuk NPK dengan dosis 200 gram untuk setiap tanaman.

9) Pemberian pupuk dasar pada lokasi tanam dilaksanakan 30 - 25 hari sebelum pena-naman.

(10)

11) Penanaman dilakukan pada posisi tegak lurus tanah, tanaman ditimbun dengan tanah galian yang telah diremahkan. Pada sekeliling tanaman dibuat piringan dengan tanah yang digemburkan.

Hasil penanaman bibit JUN yang telah berusia empat bulan, siap ditawarkan kepa-da calon investor. Realisasi tanaman JUN yang siap ditawarkan kepakepa-da investor seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Lokasi dan Jumlah Tanaman JUN Siap Ditawarkan kepada Investor : No Lokasi Tanaman Tiap Kabupaten Jumlah Tanaman (Pohon)

1 Kabupaten Madiun 6.770 2 Kabupaten Magetan 94.520 3 Kabupaten Ponorogo 44.987 4 Kabupaten Ngawi 57.824 5 Kabupaten Bogor 44.450 6 Kabupaten Kulonprogo 21.860 Jumlah 270.411 Sumber : UBH-KPWN (2010.B)

4.1.4 Pengelolaan Tanaman JUN

Pengelolaan tanaman merupakan kegiatan pemeliharaan tanaman dan evaluasi pertumbuhan tanaman JUN. Hasil observasi pada kegiatan pemeliharaan tanaman menunjukkan, masing-masing pendamping UBH-KPWN mengkoordinir petani penggarap untuk melaksanakan kegiatan yaitu; (1) penyiangan dan pendangiran, (2) pemupukan lan-jutan, (3) perlakuan khusus, (4) pengendalian hama dan penyakit, (5) penyulaman. (UBH-KPWN, 2008)

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiangan, pemupukan dan pendangiran tanaman, dilaksanakan oleh masing-masing petani penggarap dengan pengawasan pendamping lapangan dari pihak UBH-KPWN. Penyiangan dan pember-sihan gulma dilaksanakan secara periodik, dengan membersihkan sekitar tanaman dengan radius 1 - 2 m. Tanaman JUN yang telah mengalami proses pertumbuhan, namun pada batangnya banyak terbentuk percabangan, dilakukan pemangkasan atau wiwilan dengan pisau pangkas, guna menghasilkan pertumbuhan kayu yang lurus dan tidak bercabang (UBH-KPWN, 2008).

(11)

Hasil evaluasi data sekunder laporan kegiatan UBH-KPWN, tanaman JUN yang telah dikelola sesuai realisasi penanaman sejak awal tanam tahun 2007 sampai tahun 2010, seperti terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah Tanaman JUN Setiap Tahun Tanam

Kabupaten

Jumlah tanaman menurut tahun (pohon) Jumlah total (Pohon) 2007 2008 2009 2010 Madiun - 1.000 7.070 4.000 12.070 Magetan 56.570 106.851 35.230 24.250 222.901 Ponorogo - 22.139 17.220 23.620 62.979 Ngawi - - 39.144 28.030 67.174 Kulonprogo - - 10.460 12.000 22.460 Bogor 7.120 25.336 40.214 41.270 113.940 Tangerang - 2.300 - - 2.300 Purwakarta - 100.000 50.000 - 150.000 63.690 257.626 199.338 133.170 653.824 Sumber : UBH-KPWN (2010.B)

Pemupukan lanjutan yang dilakukan oleh para petani penggarap dibawah pengawasan Pendamping. Pemupukan lanjutan dilaksanakan setelah penyiangan dan pendangiran, yang dilaksanakan pada awal musim hujan setiap tahun sampai dengan tanaman berumur tiga tahun. Pada saat pemupukan lanjutan diberi pupuk NPK dan ditambahkan pemberian pupuk kandang (3-5 kg per pohon). Untuk pemberian pupuk NPK dengan dosis sebagai berikut (Adjie et al., 2008):

1) Tanaman umur satu tahun, diberi pupuk 250 gram 2) Tanaman umur dua tahun diberi pupuk 400 gram 3) Tanaman umur tiga tahun diberi pupuk 600 gram.

Petani penggarap dapat memberikan perlakuan khusus terhadap tanaman sesuai saran pendamping atau Supervisor UBH-KPWN. Perlakuan dilaksanakan jika ditemukan kondisi tanaman tidak sehat atau mengalami keterlambatan pertumbuhan, yang

(12)

1) Tanaman kekeringan/ kekurangan air 2) Tanaman terserang penyakit

3) Tanaman kekurangan hara (tanah miskin hara).

Perlakuan khusus dapat diberikan pada tanaman kondisi kekurangan air, dengan pemeliharan drainase dan pemupukan lebih intensif. Perlakuan pengendalian hama dan penyakit dengan pemberian pestisida, sesuai jenis serangan hama dan penyakit.

Pada tanaman antara umur satu bulan sampai satu tahun, secara periodik dilakukan evaluasi kondisi tanaman. Jika tanaman yang mengalami kematian atau rusak bagian ba-tangnya, maka dilakukan penyulaman (penanaman kembali). Penyulaman tanaman mati dilakukan oleh petani penggarap atas bimbingan supervisor UBH-KPWN (Adjie et al., 2008).

4.2 Lokasi Penelitian Inventarisasi Tanaman

Inventarisasi tanaman dilaksanakan untuk mengetahui potensi tanaman JUN yang berusia tiga tahun di lokasi penelitian Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Propivinsi Jawa Barat. Inventarisasi tanaman dilakukan dengan pengukuran tinggi dan keliling pohon sampel tanaman di lokasi tersebut.

Secara geografis wilayah Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki sebaran tanaman jati yang dikelola Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani Kabupaten Bogor. Sebaran tanaman jati rakyat di Kabupaten Bogor terdapat di wilayah Kecamatan Ciampea, Jonggol, Rumpin dan Kecamatan Parung, namun jumlahnya tidak lebih 12% dari luas tanaman hutan Perum Perhutani (Laporan KPH Bogor, 2008).

Luas areal hutan rakyat di Kabupaten Bogor tahun 2005 tercatat 10.791,28 ha. Terdiri atas areal siap tebang 2.219,73 ha (20,6%), telah ditebang 443,99 ha (4,1%) dan sisanya 8.127,56 ha (75,3%) berupa areal tanaman muda. Areal hutan rakyat di Kabu-paten Bogor terdiri atas berbagai jenis tanaman yaitu ; tanaman sengon 4.745,02 ha, kayu afrika 2.620,95 ha, mahoni 1.937,78 ha, Jati 446,68 ha dan jenis kayu campuran 1.040,84 ha (Supriadi, 2006).

Secara topografis Kabupaten Bogor terletak pada ketinggian 50 - 2000 meter dpl. Kondisi tanah di dominasi jenis tanah alluvial dengan kelompok batuan asal yang banyak

(13)

mengandung kapur dengan pH > 6 (bersifat basa). Kondisi iklim Kabupaten Bogor termasuk tipe iklim B (Schmid & Ferguson) dengan curah hujan antara 1200 mm sampai 1500 mm, sehingga kondisi tersebut sangat cocok untuk tanaman jenis Jati. Sampai tahun 2005 potensi tanaman Jati yang dikelola masyarakat masih relatif kecil, seperti jati Emas dan Jati Birma. Saat itu luas area tanaman masih sangat kecil atau lebih kurang 10 ha yang tersebar di wilayah Kecamatan Ciampea, Kecamatan Jonggol dan Rumpin (Supriadi, 2006).

Sampai tahun 2009 kondisi hutan di wilayah Kabupaten Bogor lebih banyak didominasi jenis rimba campuran, pada kawasan taman nasional Gunung Gde Pangrango dan Taman Nasional Gunung Salak - Halimun. Untuk kawasan hutan rakyat lebih secara berurut sesuai luasnya yaitu; jenis Sengon, Mahoni, Pinus dan Jati (Damayanti, 2010).

Lokasi penelitian untuk pengukuran sampel tanaman JUN, secara khusus pada lokasi tanaman JUN yang berusia tiga tahun. Lokasi tersebut merupakan areal kebun praktek seluas 7,5 ha, milik Yayasan Universitas Nusa Bangsa (UNB) sebagai penyedia lahan, yang terletak di Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.

Realisasi tanaman JUN dari tahun 2007 sampai tahun 2010 seperti pada Tabel 10. Tabel 10. Realisasi penanaman JUN Usia Tiga Tahun Pada Lokasi Lahan UNB

No Usia Tanam Jumlah Awal Tanaman (Pohon) Jumlah Tanaman mati (pohon/tahun) Pohon mati/tahun (%) Jumlah Pohon Hidup (pohon) Keterangan 1 1 Tahun 7120 92 1,29 7028 Disulam 92

2 2 Tahun 7120 556 7,81 6564 Sisa Hidup

3 3 tahun 6564 403 5,66 6075 Sisa Hidup

4 Jumlah ditahun ketiga 7120 959 13,47 6075 Sisa Hidup 5 Rata-rata/tahun 2025 350 4,92 2025 Tanaman hidup 6 Prediksi

tahun ke-5 6075 1660 23,31 5460 Sisa Hidup

Sumber : UBH-KPWN (2010.B) Keterangan : Hasil evaluasi tanaman JUN usia 1, 2 dan 3 tahun

4.3 Inventarisasi Potensi Tanaman JUN

Inventarisasi potensi tanaman JUN pada lokasi penelitian tersebut, telah dilaksa-nakan pada sampel tanaman JUN yang berusia tiga tahun. Hasil pengambilan sampel

(14)

tanaman sebanyak 2,5%, dari 6075 pohon populasi tanaman hidup atau sebanyak 152 pohon. Kondisi populasi tanaman JUN berusia tiga tahun di lokasi kebun praktek UNB, seperti pada Gambar 7 :

Pengambilan sampel tanaman dilakukan secara stratifikasi sesuai petak tanaman. Jumlah petak tanaman yang dikelola petani penggarap terdiri 24 petak tanaman, yang masing-masing petak dikelola oleh seorang petani penggarap. Jumlah pohon atau tanam-an JUN ytanam-ang dikelola masing-masing pettanam-ani tanam-antara 90 pohon per petak sampai 557 pohon per petak.

Sampel untuk pengukuran potensi pohon, diambil 2,5% dari jumlah tanaman tiap petak tersebut, yaitu antara 3 – 14 pohon/petak. Sesuai jumlah sampel tiap petak tersebut, ditetapkan pohon sampel awal secara acak (sesuai nomor pohon terpilih). Selanjutnya secara sistematis ditetapkan nomor pohon sampel yang akan menjadi subjek pengukuran. Apabila saat pengukuran sampel pohon di lapangan ternyata pohon sampel telah mati atau ditetapkan untuk dimatikan karena pertumbuhan abnormal, maka sampel pohon dipindah ke nomor selanjutnya yang masih hidup normal.

Pengukuran sampel potensi tanaman berusia tiga telah dilakukan yaitu ;

1) Keliling tanaman diukur pada 10 cm diatas tanah dan pada posisi ujung pohon (pada posisi bebas cabang utama), serta keliling batang diukur pada posisi setinggi dada (+ 152 cm dari tanah).

2) Tinggi pohon diukur mulai dari posisi pangkal batang, hingga posisi ujung pohon (pada posisi bebas cabang utama).

Gambar 7. Tanaman JUN Usia Tiga Tahun di Kelurahan Cogreg Kecamatan Parung

(15)

3) Diameter pohon dihitung dengan mengubah data hasil pengukuran keliling (keliling pangkal, keliling ujung dan keliling pada setinggi dada) menjadi data diameter.

4) Rata-rata diameter pangkal dan diameter ujung, dihitung tiap pohon sampel. Pelaksanaan pengukuran keliling dan tinggi pohon seperti pada Gambar 8 :

Gambar 8. Kegiatan Pengukuran Potensi tanaman JUN berusia tiga tahun

Hasil pengukuran sampel tanaman tiap lokasi petani seperti pada Lampiran 6. Sesuai hasil pengukuran dan pengolahan data tersebut didapat rata-rata keliling 0,34 m tiap pohon, atau rata-rata diameter 0,11 m tiap pohon, dan rata-rata tinggi pohon 4,74 m tiap pohon, serta rata-rata volume 0,044 m3/pohon.

Apabila jumlah tiap hektar 1000 pohon (jarak tanam 2m x 5m), maka potensi tanaman JUN diperhitungkan 44 m3/ha. Secara keseluruhan potensi tanaman yang berusia tiga tahun di Kelurahan Cogreg sebesar 266,28 m3. Potensi tanaman tersebut dikelola oleh 24 petani penggarap, sehingga rata-rata potensi tanaman tiap blok petani 11,10 m3.

Berdasarkan rentang data hasil pengukuran tersebut, diperoleh data tertinggi dari tiap pohon sampel, yaitu keliling 0,45 m, diameter 0,14 m, tinggi 5,60 m, dan volume 0,07 m3/pohon. Data terendah hasil pengukuran dari tiap pohon sampel, yaitu keliling 0,28 m, diameter 0,09 m, tinggi 4,33 m dan volumenya 0,03 m3. Hasil perhitungan potensi volume pohon tiap petani seperti pada Lampiran 7, dan hasil rekapitulasi potensi rata-rata seluruh populasi pohon sampel seperti pada Lampiran 8.

Hasil pengukuran tersebut, menunjukkan data yang berbeda dengan hasil pengu-kuran tanaman JUN yang berusia tiga tahun, yang dilaksanakan Tim Evaluasi UBH-KPWN. Hasil pengukuran Tim UBH-KPWN, tanaman JUN yang berusia tiga tahun rata-rata keliling 0,29 m atau diameternya 0,09 m, dan rata-rata-rata-rata tinggi 7,83 m, sehingga

(16)

volumenya rata-rata 0,05 m3/pohon (UBH-KPWN, 2010.B). Perbedaan tersebut terjadi pada hasil pengukuran tinggi, karena Tim UBH-KPWN melakukan pengukuran dengan metode penaksiran seluruh tinggi pohon, sebagai volume pohon berdiri (standing stock), sedangkan pada penelitian tersebut, pengukuran tinggi sampai batang bebas cabang, untuk memperhitungkan potensi panen atau harvesting stock (Simon, 2007)

Sebagai perbandingan lain hasil pengukuran potensi tanaman JUN yang berusia tiga tahun, yang dilakukan Tim Evaluasi UBH-KPWN di Kabupaten Magetan, pada wilayah tiga kecamatan yang tersebar pada 19 lokasi desa. Hasil rekapitulasi pengukuran sampling dari 26.751 pohon JUN yang hidup, menunjukkan rata-rata keliling 21,05 cm atau diame-ter rata-rata 0,07, dan rata-rata tinggi pohon 6.41 m, sehingga diperhitungkan volume rata-rata 0,023 m3/pohon (UMM, 2010).

Hasil rata-rata pengukuran pada berbagai lokasi tanaman JUN yang berusia tiga tahun seperti terlihat pada Tabel 11 :

Tabel 11. Perbandingan Hasil Pengukuran Potensi Tanaman JUN Usia Tiga Tahun pada beberapa Lokasi Tanaman.

Lokasi Jumlah Tanaman Hidup (pohon) Rata2 Keliling (m) Rata2 Tinggi (m) Rata2 Diameter (m) Rata2 Volume (M3) Bulan Evaluasi Kabupaten Desa (jumlah) Magetan Pengukuran UBH-KPWN 19 26.751 0,21 6,41 0,07 0,023 Pebruari 2010 Madiun Pengukuran UBH-KPWN Kebun Observasi 44 0,40 8,25 0,13 0,106 Mei 2010 Bogor Pengukuran UBH-KPWN Kelurahan Cogreg 6.075 0,29 7,83 0,09 0,051 Pebruari 2010 Bogor Hasil Penelitian Kelurahan Cogreg 6.075 0,34 4,77 0,11 0,044 Juni 2010 Jumlah 38.945 1,24 22,49 0,29 0,179 Rata-rata 9.736 0,31 5,62 0,07 0,045

Sumber : Universitas Merdeka Madiun (2010) bekerjasama dengan Tim UBH-KPWN.

Pengukuran potensi tanaman JUN yang berusia tiga tahun pada lokasi kebun observasi di Desa Rejomulyo (Mess UBH-KPWN) Kabupaten Madiun. Hasil rekapitulasi dari 44 pohon JUN yang dievaluasi, menunjukkan hasil ukur rata-rata keliling setinggi

(17)

dada 40,10 cm atau rata-rata diameter 0,13 m dan rata-rata tinggi pohon 7,80 m, sehingga diperhitungkan volumenya rata-rata 0,10 m3/pohon(UMM, 2010).

Rata-rata keliling dan diameter hasil penelitian di Kelurahan Cogreg Bogor lebih besar dari data hasil pengukuran Tim Evaluasi UBH-KPWN di Kabupaten Magetan dan Kabupaten Bogor, tetapi hasil rata-rata tinggi hasil penelitian di Cogreg lebih kecil jika dibandingkan hasil Tim Evaluasi UBH-KPWN.

Sesuai data pada Tabel 11 tersebut, data hasil pengukuran di lokasi kebun obser-vasi di Madiun menunjukkan lebih besar dari hasi pengukuran dilokasi lain, dengan volume rata-rata 0,106 m3/pohon. Rata-rata potensi volume dari ketiga lokasi tersebut 0,045 m3/pohon atau setara dengan 45 m3/ha, hal tersebut lebih mendekati rata-rata volume hasil penelitian di Kelurahan Cogreg 0,044 m3/pohon atau 44 m3/ha.

Secara umum perbedaan hasil ukur karena dilakukan pada sampling tanaman yang berbeda dan menggunakan metode pengukuran yang berbeda. Perbedaan tersebut karena pada penelitian menggunakan rata-rata dua kali pengukuran keliling (keliling pangkal dan ujung), sedangkan UBH-KPWN hanya mengukur keliling setinggi dada. Perbedaan hasil pengukuran tinggi disebabkan pada pengukuran Tim Evaluasi UBH-KPWN hanya melakukan penaksiran tinggi dengan galah ukur, sedangkan pada penelitian tersebut dilakukan pengukuran tinggi tanaman sampai posisi bebas cabang. Hasil evaluasi UBH-KPWN tidak melakukan perhitungan volume pohon, sedangkan pada penelitian tersebut dihasilkan perhitungan volume sebagai nilai potensi yang diestimasi pada saat pemanenan kayu JUN.

Perbedaan pertumbuhan tanaman jati sangat dipengaruhi oleh kelas kesuburan tanah (bonita) di lokasi tanaman, dan juga dipengaruhi oleh teknik silvikultur (budidaya) yang diterapkan. Umumnya kelas kesuburan tanah di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, lebih baik di bandingkan kelas kesuburan tanah di daerah jawa Barat (Iskak et al., 2005).

Hasil evaluasi pertumbuhan Jati Plus Perhutani (JPP) pada usia lima tahun, dengan perlakuan budidaya intensif (silvikultur intensif) menunjukkan rata-rata diameter tanaman 17,2 cm dan tingginya 17 m. Untuk JPP yang berusia lima tahun tanpa perlakuan sil-vikultur intensif (Silin), menunjukkan data rata-rata diameter 9,5 cm dan tingginya 9,3 m.

(18)

4.4 Evaluasi dan Perhitungan Riap tumbuh

Berdasarkan perhitungan dan analisis data potensi pohon JUN pada tahun ketiga tersebut, makas dapat diestimasi prospek volume tanaman JUN saat dipanen pada tahun kelima. Untuk melakukan estimasi prospek volume panen ditahun kelima, membutuhkan data hasil evaluasi pertumbuhan tanaman dan perhitungan riap pertumbuhan tanaman.

Evaluasi tanaman JUN dilakukan dengan melaksanakan pengukuran pertumbuh-an tpertumbuh-anampertumbuh-an JUN setiap periode tahunpertumbuh-an dpertumbuh-an mengevaluasi kondisi tpertumbuh-anampertumbuh-an pada setiap lokasi tanam. Evaluasi pertumbuhan dilakukan dengan membandingkan data rata-rata keliling dan tinggi pohon pada saat ditanam dengan rata-rata keliling dan tinggi pohon setiap periode tahunan, hingga tahun kelima. Untuk menetapkan bobot hasil evaluasi pertumbuhan, data hasil pengukuran dibandingkan dengan kriteria pertumbuhan yang telah ditetapkan.

Evaluasi tanaman dikoordinasikan oleh Divisi Perencanaan UBH-KPWN, yang dilaksanakan oleh Tim Evaluasi UBH-KPWN dan Tim Evaluasi independen dari pergu-ruan tinggi. Hasil evaluasi pertumbuhan tanaman dilaporkan pihak UBH-KPWN kepada Investor tanaman secara periodik.

Evaluasi tanaman JUN dilakukan pada periode pertama setelah tanaman JUN berumur enam bulan, selanjutnya dilakukan setiap tahun sampai tanaman JUN berumur lima tahun. Evaluasi tanaman dilakukan dengan mengukur pertumbuhan tanaman (per-tumbuhan tinggi dan keliling batang tanaman) dan mengevaluasi kualitas tanaman sesuai kriteria pertumbuhan yang telah ditetapkan.

Evaluasi tanaman umur satu tahun pada lokasi lahan UNB di Kelurahan Cogreg, telah dilaksanakan secara sampling 10% dari total jumlah tanaman yang hidup. Tanaman yang diukur ditentukan setiap kelompok petani, kemudian diukur individu tanaman JUN yang diambil secara acak.

Hasil evaluasi tanaman JUN usia satu tahun di lokasi Kelurahan Cogreg seperti terlihat pada Tabel 12.

(19)

Tabel 12. Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Usia Satu Tahun.

No. Klasifikasi ∑ Phn %

Tinggi Tanaman (T) Keliling Rata-rata (cm) Tinggi Rata-rata (m) T > = 3,5 m T < 3,5 m ∑ Phn % ∑ Phn % 1 Amat Baik 188 27,40 188 100 0 0 16,19 3,50 2 Baik 248 36,15 204 82,36 44 17,74 13,77 3,00 3 Standard 194 28,28 0 0 194 100 11,94 2.00 4 Bawah Standard 56 8,16 0 0 56 100 9,96 0,75 Jumlah 686 100 392 - 294 - - - Rata-rata - - - 12,97 2,31

Sumber : UBH-KPWN, 2008. Keterangan : Tabel telah disesuaikan

Sesuai data pada Tabel 12 tersebut, hasil evaluasi tanaman satu tahun menun-jukkan sebagai berikut :

1) Jumlah tanaman mencapai pertumbuhan sesuai kriteria amat baik sebanyak 188 pohon dari total sampling atau 27,40% dengan rata-rata keliling 16,19 cm dan tinggi rata-rata 3,5 m.

2) Jumlah tanaman paling banyak memenuhi kriteria baik, sejumlah 248 pohon dari total sampling atau 36,15%. dengan keliling rata-rata 13,77 cm dan tinggi 3,0 m.

3) Jumlah tanaman paling sedikit memenuhi kriteria bawah standard, sebanyak 56 pohon atau 8,6% dengan dengan keliling rata-rata 9,96 cm dan tinggi rata-rata 0,75 m.

Secara keseluruhan pertumbuhan tanaman dari sampel pengukuran usia satu tahun, rata-rata mencapai diameter 12,97 cm dan mencapai rata-rata tinggi tanaman 2,31 cm.

Kriteria hasil evaluasi tanaman pada umur satu tahun ditetapkan seperti pada Tabel 13 berikut.

Tabel 13. Kriteria Evaluasi Tanaman JUN Umur Satu Tahun

Kriteria Evaluasi Tinggi (T) m Keliling (K) cm

Bawah standard (BS) T < 1,5 K < 11 Standard (S) 1,5 < T < 2,5 11 < K < 13

Baik (B) 2,5 < T < 3,5 13 < K < 15 Amat Baik (AB) T > 3,5 K > 15 Sumber : UBH-KPWN, 2008.

(20)

Hasil evaluasi tanaman JUN yang berusia dua tahun di lokasi Kelurahan Cogreg seperti pada Tabel 14.

Tabel 14. Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Dua Tahun

N o Klasifikasi ∑ Phn % Tinggi Tanaman (T) Keliling Rata-rata (cm) Tinggi Rata-rata (m) T > = 8 m T < 8 m ∑ Phn % ∑ Phn % 1 Amat Baik 22 1.56 11 0.78 11 0.78 31.35 8,00 2 Baik 232 16.48 45 3.20 187 13.28 26.70 7,00 3 Standard 604 42.90 27 1.92 577 40.98 22.26 5,5 4 Bawah Standard 550 39.06 1 0.07 549 38.99 16.93 5.00 Jumlah 1,408 100 84 - 1,324 - - - Rata-rata - - - 24,31 6.38

Sumber : UBH-KPWN, 2008 Keterangan: Tabel telah disesuaikan.

Evaluasi tanaman JUN yang berusia dua tahun, berdasarkan pengukuran secara sampling 10% dari total jumlah tanaman yang hidup. Tanaman dievaluasi pada setiap lokasi petani yang diambil secara acak

Kriteria Evaluasi tanaman umur dua tahun seperti terlihat pada Tabel 15 berikut. Tabel 15. Kriteria Evaluasi Tanaman Umur Dua tahun.

Kriteria Evaluasi Tinggi (T) m Keliling (K) cm Bawah standard (BS) T < 5 K < 20

Standard (S) 5 < T < 6 20 < K < 25 Baik (B) 6 < T < 8 25 < K < 30 Amat Baik (AB) T > 8 K > 30 Sumber : UBH-KPWN, 2008

Hasil evaluasi tanaman yang berusia dua tahun menunjukkan data sebagai berikut: 1) Jumlah tanaman mencapai pertumbuhan kriteria amat baik sebanyak 22 pohon dari total sampling atau 1,56% dengan rata-rata keliling 31,35 cm dan tinggi rata-rata esti-masi 8 m.

2) Jumlah tanaman mencapai pertumbuhan kriteria baik sebanyak 232 pohon dari total sampling atau 16,48% dengan rata-rata keliling 26,70 cm dan tinggi rata-rata estimasi 7 m.

(21)

3) Jumlah tanaman paling besar memenuhi kriteria Standar, sebanyak 604 pohon atau 42,90%. dengan keliling rata-rata 22,26 cm dan tinggi 5,5 m.

4) Jumlah tanaman memenuhi kriteria bawah Standar, sebanyak 550 pohon atau 39,06%. dengan keliling rata-rata 16,93 cm dan tinggi rata-rata estimasi 5 m.

Secara keseluruhan pertumbuhan tanaman dari sampel pengukuran tanaman yang berusia dua tahun rata-rata diameternya 24,31 cm, rata-rata tingginya 6,38 cm dan setelah diperhitungkan rata-rata volumenya 0,030 m3/pohon. Hasil evaluasi pertumbuhan tanam-an JUN ytanam-ang berusia dua tahun pada Kelurahtanam-an Cogreg tersebut, menunjukktanam-an pertum-buhan yang lebih jelek, dibandingkan dengan data hasil evaluasi tanaman JUN yang berusia dua tahun di lokasi lain di Kabupaten Bogor.

Hasil evaluasi tanaman yang berusia dua tahun di Kecamatan Ciampea dan Keca-matan Parung Kabupaten Bogor, yang tersebar pada 203 lokasi tanam, dan dikelola oleh 168 petani, dengan jumlah tanaman 40.196 pohon, dengan data sebagai berikut :

1) Memenuhi kriteria Amat baik sebanyak 5.704 pohon atau 14,3% 2) Memenuhi kriteria baik sebanyak 19.713 pohon atau 49,4% 3) Memenuhi kriteria standard sebanyak 13.213 pohon atau 33% 4) Hanya memenuhi kriteria bawah standard 1.295 pohon atau 3,4%

Perbedaan pertumbuhan tanaman dapat terjadi pada lokasi yang sama dalam satu wilayah kelas kesuburan tanah dan kondisi iklim yang sama. Faktor utama perbedaan tersebut biasanya disebabkan adanya perbedaan jenis dan asal klon jati unggul yang dita-nam (Siswamartana, 2009). Klon JUN yang ditadita-nam pada tahun 2007, belum terseleksi. Sejak tahun 2008 UBH-KPWN melakukan penanaman lebih berkonsentrasi pada tiga klon tanaman yang telah terseleksi (Adjie et al., 2008).

Untuk evaluasi tanaman yang berusia tiga tahun dilakukan secara sensus pada seluruh tanaman yang hidup. Hasil evaluasi tanaman yang berusia tiga tahun menun-jukkan data sebagai berikut :

1) Jumlah tanaman terbanyak mencapai kriteria pertumbuhan bawah standard sebanyak - 3503 pohon dari total tanaman atau 57,65%, rata-rata keliling 25,81 cm dan tinggi rata-rata 6,71 m.

(22)

2) Jumlah tanaman yang mencapai kriteria pertumbuhan standard sebanyak 2572 pohon atau 42,35%.

3) Tidak ada tanaman yang memenuhi kriteria Baik dan Amat Baik.

Hasil evaluasi tanaman JUN yang berusia tiga tahun tersebut, disajikan seperti pada Tabel 16.

Tabel 16. Rekapitulasi dan Pengolahan Data Hasil Evaluasi Tanaman Tiga Tahun

No. Klasifikasi ∑

Phn %

Tinggi Tanaman (T) Keliling Rata2 (cm) Tinggi Rata2 (m) T > 12 m T < 12 m ∑ Phn % ∑ Phn % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Amat Baik 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Baik 0 0 0 0 0 0 0 0 3 Standard 2572 42,35 0 0 2572 100 31,57 8,95 4 Bawah Standard 3503 57,65 0 0 3503 100 25.81 6,71 Jumlah 6075 100 - - 6075 - 28,69 7,83

Sumber : UBH-KPWN, 2010 B. Keterangan : Tabel telah disesuaikan.

Hasil evaluasi data tanaman yang berusia tiga tahun ditetapkan berdasarkan kri-teria seperti pada Tabel 17.

Tabel 17. Kriteria Evaluasi Tanaman Umur tiga tahun

Kriteria Evaluasi Tinggi (T) m Keliling (K) cm Bawah standard (BS) T < 8 K < 30

Standard (S) 8 < T < 10 30 < K < 35 Baik (B) 10 < T < 12 35 < K < 40 Amat Baik (AB) T > 12 K > 40 Sumber : UBH-KPWN, 2008.

Secara keseluruhan sesuai evaluasi pertumbuhan tanaman yang berusia tiga tahun mencapai rata-rata keliling 28,69 cm dan tinggi rata-rata 7,83 m. Sesuai rata-rata keliling tersebut maka diameter rata-rata 0,09 cm, dan volumenya rata-rata 0,05 m3/pohon.

(23)

Tabel 18 Hasil Evaluasi Tanaman Selama Periode Tiga Tahun, Di Lokasi Lahan UNB Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung, Bogor.

Tahun Periode Evaluasi Keliling (cm) Diameter (m) Tinggi (m) Volume (m3) Keterangan 2008 12,97 0,043 2,31 0,003 2009 24,31 0,08 6,38 0,030 Pengukuran tinggi hanya estimasi 2010 28,69 0,09 7,80 0,05 Sda Penelitian 2010 (sampel 2,5%) 34 0,11 4,74 0,045 Pengukuran tinggi sampai bebas cabang

Untuk menentukan prospek potensi tanaman setelah tahun ketiga dapat diperhi-tungkan berdasarkan riap atau pertumbuhan rata-rata tahunan tanaman (diameter, tinggi atau volume). Sesuai hasil evaluasi pertumbuhan tanama JUN dari tahun pertama hingga tahun ketiga tersebut. Riap pertumbuhan tanaman diperhitungkan seperti pada Tabel 19.

Tabel 19. Riap pertumbuhan tanaman JUN sampai Usia tiga Tahun. Tahun Evaluasi Keliling

(cm) Diameter (m) Tinggi (m) Volume (m3) Keterangan Evaluasi UBH-KPWN Tahun 2008 12,97 0,04 2,31 0,003 Pengukuran tinggi hanya estimasi Evaluasi UBH-KPWN Tahun 2009 24,31 0,08 6,38 0,030 Pengukuran tinggi hanya estimasi Evaluasi UBH-KPWN Tahun 2010 28,69 0,09 7,80 0,05 Pengukuran tinggi hanya estimasi Penelitian tahun 2010 (sampel 2,5%) 34 0,11 4,74 0,045 Pengukuran tinggi sampai bebas cabang Riap tahun ke 0 – 1 11,34 0,04 2,31 0,027 (2007 data awal tanam) 2007 – 2008

Riap tahun ke 1 – 2 9,69 0,03 4,07 0,015 (2009 – 2008)

Riap tahun ke 2 - 3 4,38 0,01 1,42 0,020 (2010 data penelitian) (2010 – 2009)

Jumlah Riap 25,41 0,08 7,80 0,062 data tinggi 2010 sesuai estimasi UBH-KPWN

Rata2 Riap/tahun 8,47 0,027 2,60 0,021

Hasil evaluasi pertumbuhan tersebut menunjukkan pertumbuhan keliling tertinggi terjadi pada antara tahun kesatu dengan tahun kedua sebesar 11,34 cm/pohon/tahun atau riap diameter 0,040 m/pohon/tahun dan riap tinggi 4,07 m/pohon/tahun, maka riap volu-me diperhitungkan 0,027 m3/pohon/tahun.

(24)

Pada periode antara tahun kedua dengan tahun ketiga menunjukkan penurunan pertumbuhan rata-rata keliling menjadi 9,69 cm/pohon/tahun atau diameter 0,03 m/pohon/ tahun dan tinggi 1,42 m/pohon/tahun. Perhitungan riap tinggi untuk tahun kedua sesuai data hasil pengukuran Tim UBH-KPWN tahun 2010. Hal tersebut untuk menyesuaikan dengan data estimasi tinggi pohon pada tahun sebelumnya, mengingat metode pengukuran tinggi pohon Tim UBH-KPWN dengan pengukuran tinggi sampel tanaman pada penelitian tersebut, namun riap volume dihitung sesuai data tinggi hasil pengukuran bebas cabang, sehingga riap volume tahun ketiga 0,015 m3/pohon/tahun.

Hasil evaluasi Tim UBH-KPWN tahun 2010, menunjukkan pertumbuhan keliling hanya 4,38 cm/pohon/tahun atau diameter hanya 0,01 m/pohon/tahun. Hasil pengukuran tinggi yang dilakukan secara estimasi menunjukkan pertumbuhan tinggi 1,42 cm/pohon-/tahun, maka riap pertumbuhan volume diperhitungkan 0,020 m3/pohon/tahun

Data pertumbuhan selama periode masa tanam selama tiga tahun diperoleh rata-rata riap pertumbuhan keliling 8,47 cm/pohon/tahun atau riap diameter 0,027 m/pohon/ tahun, dan rata-rata riap pertumbuhan tinggi 2,60 m/pohon/tahun, serta riap pertumbuhan volume rata-rata 0,021 m3/pohon/tahun. Sesuai data riap rata-rata volume per pohon, maka potensi riap pertumbuhan tanaman rata-rata 21 m3/ha.

Saat dilakukan evaluasi pertumbuhan tanaman sekaligus juga dilakukan evaluasi kondisi tanaman. Evaluasi kondisi tanaman mencakup kesegaran tanaman, adanya se-rangan hama dan kondisi tumbuh abnormal. Tim evaluasi dapat menetapkan suatu kon-disi tanaman dinyatakan mati, maka harus ditanami kembali, atau tanaman dimatikan atau dinyatakan mati karena salah satu sebab tersebut.

Hasil evaluasi kondisi tanaman pada tahun pertama sebanyak 92 tanaman atau 1,29% mengalami kematian dari total bibit JUN yang ditanam, dan telah dilakukan pena-naman kembali (sulaman).

Hasil evaluasi kondisi tanaman pada tahun kedua sebanyak 556 tanaman atau 7,81% dari total tanaman yang mengalami kematian atau harus dimatikan. Hasil evaluasi kondisi tanaman pada usia tanam tahun ketiga, sebanyak 403 tanaman atau 5,66% mengalami kematian atau harus dimatikan, sehingga rata-rata kematian pertahun 4,92%.

(25)

Contoh kerusakan tanaman yang harus dimatikan, karena adanya serangan hama penyakit atau kerusakan fisik saat pertumbuhan, seperti pada Gambar 9.

Kematian pada tahun kesatu hasil evaluasi umumnya disebabkan adanya serangan hama dan kerusakan bibit saat ditanam. Kematian pada tahun kedua dan ketiga disebab-kan adanya serangan hama, pertumbuhan terhambat, pertumbuhan plagiotrop (penyim-pangan arah tumbuh), dan kerusakan karena adanya terkena petir (Setiaji, 2009).

4.5 Proyeksi Potensi Tanaman Tahun kelima

Berdasarkan hasil perhitungan pertumbuhan tinggi dan keliling antara periode tahun awal tanam, tahun kedua sampai tahun ketiga dihasilkan nilai rata-rata pertum-buhan volume atau riap rata-rata pertahun selama tiga tahun. Data riap rata-rata tersebut dapat dijadikan data untuk memprediksi potensi panen kayu JUN untuk tahun berikutnya, yaitu tahun keempat, tahun kelima, dan seterusnya.

Berdasarkan data pada Tabel 19, jika menggunakan nilai rata-rata riap volume, 0,021 m3/pohon/tahun, rata-rata riap tinggi 2,60 m/pohon/tahun atau rata-rata riap diame-ter 0,027/m/pohon/tahun, maka nilai prospek panen pada tahun keempat, dihitung dengan menjumlah data potensi pada tahun ketiga, ditambah nilai riap tersebut, selanjutnya prospek panen tahun kelima dhitung dari potensi tahun keempat ditambah nilai riap tersebut.

Secara teoritis riap pertumbuhan dapat dapat terkoreksi oleh kondisi pertumbuhan pohon yang tidak normal. Pada kondisi normal riap pertumbuhan pertahun dapat terjadi disebabkan pertumbuhan tinggi atau pertumbuhan diameter pohon, sehingga dapat

(26)

hitungkan riap volumenya (Latifah 2004). Pada periode tertentu riap pertumbuhan dapat terjadi hanya pertumbuhan tinggi, atau hanya terjadi pertumbuhan diameter saja (Simon, 2007).

Riap volume ditentukan oleh pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman JUN per tahun. Perhitungan prospek panen pohon pada tahun kelima dapat diperhitungkan dengan asumsi yaitu (Latifah 2004) :

a) Proyeksi terjadi pertumbuhan diameter dan tinggi

b) Proyeksi terjadi pertumbuhan tinggi, namun pertumbuhan diameter tidak berlangsung. c) Proyeksi hanya pertumbuhan diameter, namun pertumbuhan tinggi tidak berlangsung.

Perhitungan prospek panen pada tahun kelima dengan asummi, tiga proyeksi tersebut seperti pada Tabel 20.

Tabel 20. Proyeksi Riap Diameter, Tinggi atau Volume Sampai tahun Kelima

Proyeksi Tahun Jumlah Tanaman (pohon) Rata2 Tinggi (m) Rata2 Diameter (m) Volume Panen (m3/pohon) Keterangan Ketiga 6075 4,74 0,11 0,044 Perhitungan sesuai

rata2 riap volume 0,021 m3/tahun Keempat - - 0,065 Kelima - - 0,086 Ketiga 6075 4,74 0,11 0,044 Perhitungan sesuai rata2 tinggi 2,60 m/tahun Keempat 7,34 0,067 Kelima 9,94 0,091 Ketiga 6075 4,74 0,11 0,044 Perhitungan sesuai rata2 diameter 0,027 m/tahun Keempat 0,14 0,070 Kelima 0,16 0,100

Sesuai tabel tersebut, jika terjadi pertumbuhan tinggi dan pertumbuhan diameter, maka prospek panen tahun kelima volumenya 0,086 m3/pohon. Apabila hanya terjadi pertumbuhan tinggi, sementara pertumbuhan diameter terhambat, maka diperhitungkan potensi panen ditahun kelima volumenya 0,091 m3/pohon. Jika asumsi hanya terjadi per-tumbuhan diameter, sementara perper-tumbuhan tinggi terhambat maka diperhitungkan pros-pek panen ditahun kelima volumenya 0,10 m3/pohon. Sesuai asumsi tersebut maka pros-pek panen ditahun kelima pada rentang antara 0,086 m3/pohon sampai dengan 0,10 m3/

(27)

pohon, atau potensi panen antara 86 m3/ha – 100 m3/ha. Prospek panen rata-rata sesuai perhitungan pertumbuhan tinggi 0,091 m3/pohon atau potensi panen 91 m3/ha.

Menurut perhitungan proyeksi UBH-KPWN, potensi panen pohon JUN ditahun kelima dapat mencapai 0,20 m3/pohon atau 200 m3/ha, sehingga pada usia panen tahun kelima belum dapat dicapai. Untuk asumsi terendah prospek panen 0,086 m3/pohon ditahun kelima, maka untuk mencapai potensi panen lebih dari 200 m3/ha akan dapat dipanen ditahun ke-11. Jika asumsi prospek panen rata-rata 0,091 m3/pohon ditahun kelima, maka potensi panen 200 m3/ha dapat dipanen pada tahun ke-10, atau jika asumsi prospek panen terbesar 0,10 m3/pohon ditahun kelima, maka potensi panen 200 m3/ha dapat dipanen pada tahun ke delapan. Perhitungan masa waktu panen untuk mencapai 200 m3/ha, seperti pada Lampiran 9.

Hasil penelitian riap pertumbuhan jenis Jati Plus Perhutani (JPP) umur lima tahun dengan perlakuan silvikultur intensif di wilayah KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Pemalang, menunjukkan data rata-rata riap diameter 4 cm/tahun, riap tinggi 4 m/tahun, dan riap volume 14 m3/ha/tahun. Pada penelitian di lokasi yang sama, namun tanpa per-lakuan silvikultur intensif, menunjukkan data rata-rata riap diameter 2 cm/tahun, riap tinggi 2,2 m/tahun, dan riap volume 8,08 m3/ha/tahun (Siswamartana, 2009).

Kondisi riap pertumbuhan akan sangat tergantung dengan ciri-ciri kuantitatif pada sifat anatomi kayu JUN, meliputi rata-rata lebar riap tumbuh, tebal kulit dan luasan empulur, serta dimensi serat dan pembuluh kayu JUN akibat pertumbuhan yang diper-cepat dibandingkan dengan kayu jati konvensional (Damayanti, 2010).

Secara fisiologis riap pertumbuhan sangat dipengaruhi kondisi kesuburan tanah dan perlakuan budidaya secara intensif. Sifat pertumbuhan tanaman kayu dapat berlangsung mengalami pertumbuhan dimensi, secara bersamaan pertumbuhan tinggi dan pertum-buhan diameter. Dalam satu fase pertumpertum-buhan riap dipengaruhi pembentukan kayu teras, karena harus memenuhi pertumbuhan sifat kayunya (fase Juvenil ke fase kayu). Pertum-buhan riap seolah tidak terjadi karena dipengaruhi kebutuhan perkembangan fisiologis lainnya, misalnya untuk menghasilkan bunga atau buah (Darwis et al., 2005).

Hasil uji mikroskofis menunjukkan kayu JUN usia empat tahun dan usia lima tahun, dibandingkan dengan jati konvensional pada usia yang sama, menunjukkan

(28)

rata-rata riap tumbuh kayu JUN mencapai tiga kali lipat dari riap tumbuh jati konvensional. Perbedaan jarak atau lebar riap tumbuh antara JUN dan jati konvesional seperti ditunjukan pada Tabel 21.

Tabel 21. Perbedaan Riap Tumbuh antara kayu JUN dan kayu jati konvensional pada usia lima tahun.

Jenis Kayu Jati Lebar Riap Tumbuh (mm) Luasan Empulur (mm2) Tebal Kulit (mm) JUN 30,45 59,81 4,49 Jati konvensional 8,91 40,31 2,73

Sumber : Hasil penelitian Damayanti (2010).

Perbedaan lebar riap tumbuh secara mikroskopik terutama disebabkan karena penambahan jumlah sel arah radial dan diameter pembuluh kayu JUN yang lebih besar, meskipun banyak kendala dalam penghitungan jumlah sel arah radial secara rinci. (Dama-yanti, 2010).

Perbandingan antara lebar riap tumbuh antara kayu JUN dengan kayu jati kon-vensional pada usia lima tahun seperti pada Gambar 10.

Gambar 10 : Perbedaan lebar riap tumbuh pada kayu JUN (gambar atas) dengan kayu jati konvensional (gambar bawah) umur 5 tahun.

Hasil penelitian dimensi menunjukkan rata-rata dimensi serat kayu awal dan kayu akhir JUN lebih panjang dibanding kayu jati konvensional, demikian juga pada panjang sel serat dan sel pembuluh. Pada kayu JUN memiliki panjang sel serat 1326 μm dan sel pembuluh 352 μm. Kayu jati konvensional panjang sel serat 1100 μm dan sel pembuluh

JUN 5 th

(29)

329 μm. Diameter pembuluh kayu JUN sekitar 200 μm, dan kayu jati konvensional seki-tar 127 μm (Damayanti, 2010).

Jika berdasarkan data riap rata-rata pertumbuhan diameter 0,019 m/tahun, kemu-dian ditambahkan data pertumbuhan JUN secara morfologis dari hasil penelitian, rata-rata lebar riap tumbuh 30,45 mm atau 0,03045 m/tahun ditambah 0,019 m/tahun, maka dapat diproyeksikan pertumbuhan rata-rata diameter 0,04934 m/tahun hingga tahun kelima.

Sebagai pembanding hasil pengukuran volume sampel pohon jati yang berumur lima tahun pada Kebun lokasi persemaian PT Setyamitra Bhaktipersada, di Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal telah mencapai diameter 32 cm, dan tinggi sampel diambil 6 m, maka diperhitungkan volumenya 0,483 m3/pohon atau 483 m3/ha (Damayanti, 2010).

4.6 Kualitas dan Prospek Penggunaan Kayu JUN

Kualitas tanaman JUN mencakup sifat biologis dan sifat mekanis kayu. Sifat biologis tanaman JUN meliputi sifat klon (hasil seleksi genotif), struktur morfologis, ketahanan tumbuh (sifat perakaran), kemampuan adaptasi pada area tumbuh, laju pertum-buhan dimensi (keliling, tinggi), riap tumbuh dan ketahanan terhadap serangan hama penyakit (Padlinurjaji dan Rahayu, 2009).

Perbandingan struktur morfologis kayu JUN dan kayu jati konvensionil seperti pada Gambar 11.

Gambar 11: Perbedaan Penampang melintang Jati JUN (a) dengan jati Biasa(b)

(30)

Sifat mekanis kayu JUN mencakup kadar air, kerapatan jenis, ratio penyusutan atau perubahan dimensi, berat jenis, kekerasan, kelas awet kayu dan kandungan zat ekstraktif kayu (Damayanti, 2010).

4.6.1 Sifat Fisik dan Kualitas Kayu

Untuk tujuan prospek penggunaan kayu untuk industri biasanya lebih memper-timbangkan sifat kualitas mekanika kayu. Secara teknis diameter Jati JUN yang berumur lima tahun dapat mencapai diameter 32 cm, sedangkan jati konvensional pada umur yang sama hanya mencapai 11,5 cm. Sifat pertumbuhan jati JUN yang lebih cepat tersebut menyebabkan pertumbuhan sel lebih banyak pada struktur mofologisnya (Padlinurjaji dan Rahayu, 2009).

Jati JUN pada usia 4 dan 5 tahun telah terjadi pembentukan tilosis atau perubahan pewarnaan (discoloured wood) yang mengindikasikan terjadinya pembentukan kayu teras, walapun kandungan zat ektratif lebih rendah dari kayu jati konvensional. Diasumsikan pembentukan kayu teras hanya bersifat sekunder atau belum sesungguhnya atau masih kayu juvenile atau kayu muda (Damayanti, 2010).

Panjang serat kayu JUN ratar-rata lebih panjang dari kayu jati konvensional, yang sangat dipengaruihi faktor genetik dan pertumbuhan yang berasal dari stek pucuk yang menghasilkan sel dengan sifat seperti jati dewasa. Rata-rata panjang serat JUN 1.325 μm, panjang pembuluh 352 μm, dan diameter pembuluh 200 μm. Rata-rata panjang serat jati konvensional 1.100 μm, panjang pembuluh 329 μm dan diameter pembuluh 127 μm. Dimensi pembuluh yang lebih besar menyebabkan tekstur kayu JUN menjadi lebih kasar (Damayanti, 2010).

Kadar air JUN lebih tinggi lebih dari kayu jati Konvesional, disebakan kerapatan kayu dan berat jenisnya kayu JUN lebih rendah dari kayu jati konvesional. Berat jenis (BJ) JUN 0,48 sedangkan berat jenis jati konvensional 0,55, maka sesuai berat jenis ter-sebut kayu JUN termasuk kelas kuat III. Sifat penyusutan kayu JUN semakin stabil pada umur lima tahun dibandingkan kayu JUN yang berumur empat tahun (Damayanti, 2010).

(31)

Sifat kekerasan kayu JUN lebih rendah daripada jati konvensionil, yaitu kekerasan sisi 113 kg/cm2 dan kekerasan ujung 184 kg/cm2, sedangkan kekerasan kayu jati konven-sional kekerasan sisi 164 kg/cm2 dan kekerasan ujung 223 kg/ cm2 (Damayanti, 2010).

Kandungan zat ekstraktif kayu JUN lebih tinggi antara 2,53 - 2,95%. Dibanding-kan kayu jati konvensional. Pada kayu JUN dibagian peralihan (batas pewarnaan) memi-liki kadar ekstraktif paling tinggi. Warna ekstraktif kayu JUN lebih pekat dibandingkan kayu jati konvensional dan mengandung zat tectoquinon yang bersifat racun bagi serang-an rayap atau hama perusak kayu (Lukmserang-andaru, 2009).

Sifat keawetan kayu JUN dari serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgreen.), pada umur lima tahun, termasuk kelas IV. Kandungan ekstraktif kayu JUN pada umur tersebut masih belum bersifat mematikan, terutama sifat racun (chinon) yang terkandung pada zat ekstraktif tectoquinon. Pada derajat serangan sedang dan belum meluas, kerusakan yang tembus hingga ke permukaan kayu pada JUN lebih sedikit diban-dingkan kayu jati konvensional (Damayanti, 2010).

4.6.2 Prospek Penggunaan Kayu JUN

Sifat-sifat penting kayu yang digunakan untuk suatu produk kayu sering berbeda dengan sifat-sifat penting untuk produk yang lain. Kualitas kayu untuk penggunaan bahan baku industri, ditentukan oleh satu atau lebih faktor-faktor variabel yang mempengaruhi-nya seperti struktur anatomi dan sifat fisika kayu (Padlinurjaji dan Rahayu, 2009).

Sesuai sifat fisik kayu JUN yang berumur lima tahun masih mengandung 100% kayu muda (juvenile wood), sehingga penggunaan kayu JUN utuh untuk konstruksi tidak diperkenankan. Hasil penelitian beberapa asal tumbuh dari klon kayu jati, diketahui kayu jati akan mengalami masa pembentukan sifat kayu teras primer (peralihan kayu juvenile menjadi kayu dewasa) pada antara usia tumbuh 10 sampai 12 tahun (Wahyudi et al., 2005).

Hasil penelitian pengolahan kayu JUN pada usia 4 tahun dan 5 tahun dapat diproduksi menjadi sortimen belahan (papan atau balok) dan sortimen kupasan (Venir). Bahan sortimen tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produk

(32)

pertukang-an/mebel, moulding dan furniture dan bagian interior bangunan bukan untuk konstruksi (Damayanti, 2010).

Untuk tujuan pengolahan biasanya kayu dipertimbangkan dari kemudahan penger-jaan (kelas mutu I dan II) dan sifat laju pengeringan. Hasil percobaan pengolahan kayu menjadi sortimen belahan untuk bahan furniture, untuk kayu JUN yang berumur lima ta-hun, kerapatan dan berat jenisnya proporsional. Bahan kayu tidak berat namun cukup kuat untuk menopang beban (bending strength). Sifat kekerasannya rendah menyebabkan kekuatan pegang terhadap paku lemah (tensile strength). Tekstur kayu masih kasar sehingga tidak efisien pada proses sanding (penghalusan). Penyerutan mudah dan cepat rata, sehingga kayu JUN termasuk kelas mutu I. Stabilitas dimensi kayu baik, dengan laju pengeringan antara 27– 40 hari dapat mencapai kadar air < 15%. Pada kondisi kadar air rendah akan dihasilkan warna terang namun corak jati kurang nampak (Damayanti, 2010).

Hasil pengolahan bahan baku kayu JUN, dapat dibentuk produk sortimen kayu dan produk furniture, seperti pada contoh Gambar 12.

Sifat venir kayu JUN pada umur 4 dan 5 tahun dapat dikupas dalam kondisi dingin, menghasilkan rendemen 37% untuk JUN umur 5 tahun dan 27% untuk JUN umur 4 tahun. Kebundaran 0,97 untuk JUN umur 5 tahun dan 0,90 untuk JUN umur 4 tahun. Keragaman tebal venir stabil (baik), corak venir kayu cukup menarik, terutama pada venir bagian dalam karena telah ada pewarnaan. Corak venir kayu belum nampak karena

Gambar 12 : Contoh beberapa manfaat penggunaan Kayu JUN dari tanaman yang berusia lima tahun (Damayanti, 2010)

(33)

pengaruh lingkar tumbuh. Tekstur venir yang dihasilkan termasuk kasar, sehingga lebih cocok untuk digunakan sebagai venir inti (Damayanti, 2010).

4.7 Prospek Pemanenan dan Pemasaran JUN

Saat sekarang tanaman JUN telah mendapat prospek pemasaran dari pihak Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo). Beberapa komitmen atau nota kesepakatan, telah dibuat antara UBH-KPWN dengan pihak industri mebel atau furniture anggota ASMINDO yang siap menyerap hasil tebangan tanaman JUN, sebagai bahan baku pada industrinya. Di Jawa Timur beberapa industri furniture telah siap menyerap hasil tebang-an kayu JUN, untuk diolah sebagai produk moulding kayu jati guna memenuhi memenuhi permintaan pasar Jepang.

Prospek untuk penyediaan bahan baku untuk industri di wilayah Kabupaten Bogor, masih belum ada permintaan bahan baku kayu jati dari industri. Sesuai data indus-tri di Kabupten Bogor, terdapat 14 indusindus-tri furniture skala menengah sampai besar. Sesu-ai jumlah tersebut, hanya ada tiga industri di Kabupaten Bogor, yang menggunakan bahan baku kayu jati. Sesuai potensi panen kayu tebangan Perhutani dan potensi tebang-an kayu rakyat, termasuk jenis kayu jati masih sangat tersedia untuk memenuhi industri di wilayah Kabupaten Bogor (Supriadi, 2006).

Untuk menentukan prospek potensi panen pada tahun kelima dan nilai jual kayu JUN yang dipanen, maka dapat ditentukan dari proyeksi riap tumbuh tanaman dan per-kembangan nilai harga pada tahun ke lima. Prospek pemanenan merupakan hasil perhi-tungan potensi volume kayu tegakan pohon JUN, jika ditebang untuk dimanfaatkan secara ekonomi (memiliki nilai jual kayu). Jika prospek pemanenan diperhitungkan sebelum masa panen atau sebelum masa waktu tebang, maka perhitungan potensi volume tebang dapat diperhitungkan dengan akumulasi nilai rata-rata riap pertumbuhan (Tukan et al., 2001).

Prospek pemanenan secara ekonomi, disamping nilai potensi volume pohon yang akan ditebang, juga sangat tergantung kepada nilai jual kayu setelah ditebang. Nilai jual kayu jati dapat tergantung kepada kelompok sortimen kayu dalam perdagangan,

(34)

kelom-pok kualitas kayu, kelomkelom-pok dimensi kayu (diameter dan panjang kayu), serta posisi kayu terhadap akses pasar atau pembeli (Tukan et al., 2001).

BerdasarkanSNI SNI 01-5007.17-2003, tentang Produk Kayu Bundar – Bagian 1: Kayu Bundar Jati, terdapat tiga kriteria sortimen yaitu :

1. Kayu Bundar Kecil (KBK/A.I) dengan ukuran sbb : 1) Kelas diameter 4 cm (panjang batang ≥ 2 m) 2) Kelas diameter 7 cm (panjang batang ≥ 1 m)

3) Kelas diameter 10 dan 13 cm (panjang batang ≥ 0,70 m) 4) Kelas diameter 16 dan 19 cm (panjang batang ≥ 0,40 m).

2. Kayu Bundar Sedang (KBS/A.II) dengan ukuran Kelas diameter 22, 25, dan 28 cm (panjang batang ≥ 0,40 m)

3. Kayu Bundar Besar (KBB/A.III) dengan kelas diameter ≥ 30 cm dan panjang batang ≥ 0,40 m.

Pengelompokan tersebut diperoleh dari hasil pengukuran mutu kayu berdasarkan standard SNI tersebut. Berdasarkan nilai proyeksi ukuran dimensi yang dapat dicapai pada pohon JUN tahun kelima, tinggi atau panjang 7,31 m dan diameter 16 cm, maka ukuran tersebut dapat termasuk dalam katagori kelompok Kayu Bulat Kecil (KBK/A.I) dengan kelas diameter 16 – 19 cm, panjang batang > 0,40 m (Biro Pemasaran Perhutani, 2009).

Prospek nilai jual pemanenan kayu JUN, dapat diasumsikan dari nilai harga kayu jati di pasaran sesuai kelompok Sortimen yang dipasarkan, dan nilai harga sesuai akses penjualan terhadap pembeli pengguna akhir, atau terhadap akses rantai pemasarannya.

Nilai harga kayu jati di pasaran wilayah Pulau Jawa umumnya berpatokan dengan penetapan harga jual dasar kayu jati dari Perum Perhutani sesuai kelompok dimensinya. Untuk penetapan harga kayu JUN asal dari Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung Bogor, mengacu Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati yang ditetapkan Perum Perhutani, sesuai ke-lompok sortimen A1/tipe D (asal kayu Jawa Barat), seperti pada Lampiran 10.

Sesuai penetapan Harga Jual Dasar (HJD) lima tahun terakhir, untuk kelompok kelas diameter antara 16 – 19 cm, dan panjang lebih dari 5,90 m, harga untuk setiap ke-lompok mutu kayu, seperti pada Tabel 22.

(35)

Tabel 22 Harga Jual Dasar (HJD) Kayu Jati kelompok Kayu Bulat Kecil (KBK/A.I).

HJD - Tahun

Harga Rp (x 1000) Tiap Kelas Mutu Pertama (P) KeDua (D) KeTiga (T) KeEmpat (M) Jumlah Rata 2 2005 1.345 1.084 985 906 4.320 1.080 2006 1.345 1.084 985 906 4.320 1.080 2008 1.480 1.356 1.233 1.134 5.203 1.301 2009 (Jan) 1.590 1.458 1.325 1.219 5.592 1.398 2009 (Des) 2.054 1.883 1.712 1.575 7.224 1.806

Kenaikan Harga Periode Per Tahun (Rp x 1000)

2006 - 2005 0 0 0 0 0 0 2008 - 2006 135 272 248 228 883 221 2009 (Jan) - 2008 110 102 92 85 389 97 2009 (Des) - 2009 (Jan) 464 425 387 356 1.632 408 Jumlah 709 1.119 1.119 1.119 4.066 1017 Rata-rata 177 280 280 280 1.017 254 Prosen (%) 8,63 14,86 16,34 17,76 58 14,40 Sumber : Biro Pemasaran Perum Perhutani (2010). Keterangan tabel telah disesuaikan.

Sesuai data penetapan HJD tahunan tersebut menunjukkan trend penetapan kena-ikan harga rata-rata dalam waktu lima tahun terakhir Rp 254.000/tahun atau 14,40%/-tahun. Jika harga rata-rata kayu jati seluruh kelas mutu pada kelas diameter 16 - 19 cm pada tahun 2010 Rp 1.806.000/m3, maka :

1) Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 1.806.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 254.000/m3, harga rata-rata kelas diameter tersebut Rp 2.060.000/m3. 2) Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 2.060.000/m3, ditambah kenaikan HJD

rata-rata Rp 254.000, harga rata-rata kelas diameter tersebut Rp 2.314.000/m3.

Jika asumsi mutu kayu JUN yang terjual merupakan kelas mutu Pertama (P), maka harga jual rata-rata tahun 2010 Rp 2.054.000/m3 dengan kenaikan rata-rata kelas mutu tersebut Rp 177.000/tahun, sehingga :

1) Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 2.054.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 177.000/m3, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.231.000/m3.

2) Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 2.231.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 177.000, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.408.000/m3.

(36)

Jika asumsi mutu kayu JUN yang terjual merupakan kelas mutu Empat (M), maka harga jual rata-rata pada tahun 2010 Rp 1.575.000/m3 dengan kenaikan rata-rata kelas mutu tersebut Rp 280.000/tahun, maka :

3) Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 1.575.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 280.000/m3, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 1.855.000/m3.

4) Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 1.855.000/m3, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 280.000, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.135.000/m3.

Sesuai rentang kelas mutu kayu tersebut maka harga kayu JUN sortimen A1 tersebut, dapat diproyeksikan pada saat panen dapat dijual pada rentang harga antara Rp 2.135.000/m3 sampai dengan Rp 2.408.000/m3, dengan harga rata-rata seluruh kelas mutu Rp 2.314.000/m3.

Harga Jual Dasar tersebut dapat diacu, jika tidak ada perubahan harga pokok produksi Perum Perhutani secara signifikan, atau adanya perubahan indikator ekonomi secara signifikan. Harga jual juga dipengaruhi tingkat permintaan kebutuhan kayu saat penjualan dan kemudahan akses rantai pemasaran kayu terhadap pembeli akhir (Biro Pemasaran Perum Perhutani, 2009).

Rantai pemasaran kayu jati di Pulau Jawa dapat di akses dalam enam alternatif penjualan (Tukan et al., 2001) sebagai berikut :

1) Pemasaran melalui Jalur 1 (Penjual/Petani pemilik pohon menjual ke Konsumen akhir 2) Pemasaran melalui Jalur Pasar 2 (Penjual/Petani pemilik pohon menjual ke pada

Pene-bang – kepada pembeli rumah tangga)

3) Pemasaran melalui Jalur Pasar 3 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada Penebang, ke-mudian dijual kembali kepada pedagang pembuat perabotan (mebel)

4) Pemasaran melalui Jalur Pasar 4 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada industri pengo-lahan kayu atau Penggergajian Kayu

5) Pemasaran melalui Jalur Pasar 5 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada Penebang, ke-mudian dijual kepada pedagang kayu antara.

6) Pemasaran melalui Jalur Pasar 6 (Penjual/Petani pemilik pohon kepada Pedagang Kayu di Jakarta.

Gambar

Tabel 7  Penetapan Harga Investasi JUN Periode Tahunan ;  No  Waktu Investasi
Gambar 6 : Pembentukan akar  tunjang tanaman JUN pada usia 3 Bulan
Tabel 10. Realisasi penanaman JUN Usia Tiga Tahun Pada Lokasi Lahan UNB
Gambar 7.  Tanaman JUN Usia Tiga Tahun di Kelurahan Cogreg   Kecamatan Parung
+7

Referensi

Dokumen terkait

1  Morel  Jumlah individu, fase tubuh buah  2  Suhu udara  Thermohigrometer digital  3  Kelembaban udara  Thermohigrometer digital  4 

Perencanaan campuran perkerasan lentur haruslah sesuai dengan kadar aspal yang optimum dan komposisi agregat yang sesuai agar didapat perkerasan lentur yang yang awet sesuai

Buku Petunjuk Pendaftaran Mahasiswa Baru Universitas Airlangga tahun 2013 ini merupakan satu-satunya petunjuk dalam pengisian formulir pendaftaran elektronik,

Definisi sistem menurut Hanif Al-fatta (2007:18 ) Sistem adalah kumpulan atau group dari bagian atau komponen apapun baik fisik maupun non fisik yang saling berhubungan satu

Jenis masalah yang timbul dalam penelitian ini : adakah Hubungan Antara Pengelolaan Koperasi Sekolah Dengan Budaya Menabung Siswa di MTs Negeri Kawunglarang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa brand loyalty air minum dalam kemasan Yeh Buleleng dan Aqua pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan

Sukrosa secara signifikan berpengaruh meningkatkan kekerasan, waktu larut tablet dan nilai kesukaan responden serta menurunkan % disolusi zat aktif.Tak ada pengaruh

Hal tersebut karena kurangnya kesadaran untuk mengakses pelayanan kesehatan, tidak ada rasa ingin tahu akan informasi kesehatan yang dibutuhkan, sehingga tidak