• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS UNJUK KERJA ROUTING BERBASIS GAME THEORY PADA JARINGAN OPPORTUNISTIK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS UNJUK KERJA ROUTING BERBASIS GAME THEORY PADA JARINGAN OPPORTUNISTIK SKRIPSI"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Program Studi Informatika.

Oleh :

Romanus Hadyanto Ongan

165314084

PROGRAM STUDI INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

THESIS

Presented as Partial Fulfillment or Requirements To Obtain Sarjana Komputer

In Informatic Study Program

By:

Romanus Hadyanto Ongan

165314084

INFORMATIC STUDY PROGRAM

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2020

(3)

v

MOTTO

Banyak Hal yang Tidak kuketahui di dunia, Walau Terus Terseret akan Terus Kukejar.

(4)

viii

ABSTRAK

Jaringan opportunistik merupakan jenis jaringan yang tidak memerlukan infrastruktur pendukung. Jaringan ini mentoleransi adanya penundaan (delay). Setiap node dalam jaringan opportunistik diharapkan untuk berpartisipasi membantu mentransmisikan pesan hingga sampai ke destination, namun pada kenyataanya tidak semua node berpartisipasi untuk meneruskan pesan ke node destination, hal ini terjadi karena ikatan sosial antar node yang buruk, dan pemborosan resource baik dari segi energy maupun buffer. Menanggapi masalah tersebut Game Theory menawarkan solusi penanganan dengan cara memetakan proses transmisi pesan sebagai sebuah permasalahan tawar-menawar, yang mempertimbangkan konsumsi resource dan ikatan sosial antar node. Game Theory membagi node kedalam dua peran besar yaitu node buyer dan node seller. Node buyer akan menawarkan pesan kepada node seller, untuk kemudian di dapatkan profit total dari selisih harga buyer dan seller, kemudian akan melalui serangkaian proses tawar-menawar hingga mencapai kesepakatan untuk pembagian keuntungan yang adil, lalu pesan akan diberikab untuk kemudian diteruskan hingga ke node destination. Penelitian ini membahas perbandingan konsumsi resource dari Routing epidemic terhadap Routing berbasis Game Theory, dampak Routing berbasis Game Theory pada kondisi node kooperatif dan non-kooperatif serta perbandingan unjuk kerjanya bila dilihat dari nilai delivery probability, latency average, overhead ratio dan drop message pada pergerakan random. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa konsumsi resource dan performa Routing berbasis Game Theory jauh lebih baik bila dibandingkan dengan Routing epidemic .

Kata Kunci : Jaringan opportunistic, Game Theory, destination, energy, buffer, Kooperatif, Non-kooperatifm resource, node seller, node buyer.

(5)

ix

ABSTRACT

Opportunistic networks are networks that do not require supporting infrastructure, this network tolerates delays, each node in an opportunistic network is expected to help transmit messages to their destination, but in fact not all nodes apply to messages to their destination, it could be due to social ties. between bad nodes, as well as a waste of resources both in terms of energy and buffer. In response to this problem, Game Theory-based Routing is one of the solutions, where this Routing will map the message transmission process as a Game of bargaining, considering the consequences of resources and social ties between nodes. This Game divides the nodes into two major roles, namely buyer nodes and seller nodes, in which the buyer nodes will bid the message to the seller nodes, to then get the total profit from the difference between buyer and seller prices, which will then go through a bargaining process until finally reaching an agreement. for a fair share of profits. This study discusses the comparison of resource consumption from epidemic Routing to Game Theory-based Routing, and the comparison of its performance is seen from the value of delivery probability, latency average, overhead ratio and message drop on random movement. The results of this study indicate that the resource consumption and performance based on Game Theory is much better when compared to epidemic Routing.

Keywords : Opportunistic Network, Game Theory, destination, energy, buffer, Kooperatif, Non-kooperatifm resource, node seller, node buyer.

(6)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN LEMBAR KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR RUMUS ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1. 1 Latar Belakang ... 1 1. 2 Rumusan Masalah ... 2 1. 3 Tujuan Penelitian ... 2 1. 4 Manfaat Penelitian ... 2 1. 5 Batasan Penelitian ... 2 1. 6 Metodologi Penelitian ... 3 1. 7 Sistematika Penulisan... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

2.1 Opportunistic Network ... 5

2.2 Routing Epidemic ... 6

2.3 Kondisi kooperatif dan Non-Kooperatif Node ... 7

2.4 Routing Berbasis Game Theory ... 8

2.5 The ONE Simulator (Opportunistic Network environment) ... 17

2.6 Pergerakan Node ... 18

BAB III RANCANGAN SIMULASI ... 19

(7)

xiii

3.2 Skenario Simulasi... 20

3.3 Matriks Unjuk Kerja ... 21

3.4 Desain Tahap Pengujian ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Perbandingan Unjuk Kerja Setiap Node pada Kondisi Kooperatif dan Kondisi Non-Kooperatif. ... 27

4.2. Perbandingan hasil Unjuk Kerja Keseluruhan Jaringan pada Kondisi Kooperatif dan kondisi Non-Kooperatif. ... 31

4.3. Perbandingan resource node ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1. Kesimpulan ... 41

5.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA... 42

LAMPIRAN ... 43

(8)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Store-carry-forward ... 6

Gambar 2.2 Syarat transaksi ... 13

Gambar 2.3 Pembagian profit ... 17

Gambar 4.1 Grafik Delivery Probability per Node pada Game Theory dengan Kondisi Semua node dalam Jaringan Kooperatif ... 28

Gambar 4.2 Grafik Delivery Probability per Node pada Game Theory dengan Kondisi Semua node dalam Jaringan Non-Kooperatif ... 28

Gambar 4.3 Grafik Latency Average per Node pada Game Theory dengan Kondisi Semua node dalam Jaringan Kooperatif ... 30

Gambar 4.4 Grafik Latency Average per Node pada Game Theory dengan Kondisi Semua node dalam Jaringan Non-Kooperatif ... 30

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Delivery Probability Routing berbasis Game Theory pada kondisi Kooperatif, Routing Epidemic pada kondisi Non-kooperatif dan Routing berbasis Game Theory pada kondisi Non-Kooperatif ... 31

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Latency Average Routing berbasis Game Theory pada kondisi Kooperatif, Routing Epidemic pada kondisi Non-kooperatif dan Routing berbasis Game Theory pada kondisi Non-Kooperatif ... 33

Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Overhead Ratio Routing berbasis Game Theory pada kondisi Kooperatif, Routing Epidemic pada kondisi Non-kooperatif dan Routing berbasis Game Theory pada kondisi Non-Kooperatif ... 34

Gambar 4.8 Grafik Perbandingan Message Drop Routing berbasis Game Theory pada kondisi Kooperatif, Routing Epidemic pada kondisi Non-kooperatif dan Routing berbasis Game Theory pada kondisi Non-Kooperatif ... 36

Gambar 4.9 Energy pada Hub Node ... 37

Gambar 4.10 Energy pada Non-Hub Node ... 37

Gambar 4.11 Buffer pada Hub Node ... 39

(9)

xv

DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1 Penentuan Harga Beli ... 9

Rumus 2.2 Residual resource ... 10

Rumus 2.3 Penentuan Harga jual... 12

Rumus 2.4 Rata-rata kontak ... 12

Rumus 2.5 Profit total ... 13

Rumus 2.6 Kesabaran pembeli ... 15

Rumus 2.7 Kesabaran penjual ... 15

Rumus 2.8 Utilitas Pembeli (B) dan Utilitas Penjual (S) ... 16

Rumus 3.1 Delivery Probability ... 22

Rumus 3.2 Average Latency ... 22

(10)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Parameter Simulasi ... 19 Tabel 3.2 Skenario Simulasi ... 2

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Jaringan oportunistik adalah salah satu bentuk jaringan yang tidak memerlukan infrastruktur pendukung, yang mana jaringan ini mentolerir adanya delay (penundaan). Skema kerja pada jaringan oportunistik mengasumsikan bahwa setiap node dapat saling berkomunikasi dengan cara store- carry- forward. Namun pada praktiknya setiap node ternyata tidak langsung menerima dan meneruskan pesan yang diberikan, faktanya dalam sebuah jaringan bisa saja suatu node akan terkendala pada kondisi sumber dayanya. Hal ini menyebabkan performa node menjadi tidak maksimal. Kondisi resource yang terbatas akan menyebabkan banyak pesan yang tidak dapat diteruskan karena node relay banyak yang mati ataupun terjadi banyak pesan yang didrop akibat kelebihan muatan buffer, oleh sebab itu penelitian menggunakan pendekatan Game Theory menjadi salah satu solusi penanganan masalah tersebut. Pada mekanisme Game Theory ini suatu Routing akan mengimplementasikan pemodelan permainan tawar-menawar, sehingga pesan tidak akan asal disalin atau pun diterima, karena harus melalui serangkaian proses negosiasi terlebih dahulu. Dalam proses transaksi tawar-menawar setiap node di dalam jaringan akan menggunakan uang virtual dengan memperhatikan kondisi residual buffer, residual energy, residual TTL, ikatan sosial, dan panjang pesan, untuk membentuk harga beli dan harga jual.

Pada penelitian ini akan membahas lebih mendalam mengenai pemodelan permainan tawar-menawar antar node seperti : Pricing Seller dan Buyer, faktor diskon (putaran penawaran), Kooperatif dan Non-kooperatif node serta pembagian profit untuk pihak buyer dan seller sebagai bentuk reward karena pesan telah diteruskan.

(12)

2

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang di paparkan di atas, rumusan masalah yang ditemukan yaitu :

a. Seberapa baik Routing berbasis Game Theory menangani masalah resource?

b.

Bagaiman unjuk kerja Routing berbasis Game Theory bila dilihat dari kondisi Kooperatif dan non-coopeative dalam jaringan?

c. Bagaimana kinerja Routing berbasis Game Theory pada pergerakan random?

1. 3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui seberapa baik Routing berbasis Game Theory mampu menangani masalah resource,

b.

Bagaiman unjuk kerja Routing berbasis Game Theory bila dilihat dari kondisi Kooperatif dan non-coopeative dalam jaringan?

c. Mengetahui kinerja Routing berbasis Game Theory pada pergerakan random, dan

1. 4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penelitian tentang Routing berbasis Game Theory dengan metode tawar-menawar dalam jaringan.

1. 5 Batasan Penelitian

Batasan dari penelitian ini adalah :

a. Menggunakan pendekatan Game Theory, yang mengimplementasikan permainan tawar-menawar antar node,

b. Peran node dibagi menjadi dua jenis ; node Buyer (transmiter) dan node Seller (receiver),

(13)

3

d. Kondisi yang dialami node yaitu Kooperatif dan Non-kooperatif, e. Model pergerakan yang digunakan adalah pergerakan random, dan f. Routing epidemic digunakan sebagai pembanding terhadap Routing

berbasis Game Theory.

1. 6 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah: a. Studi Literatur

1) Teori Delay Tolerant Network, 2) Teori Epidemic ,

3)

Teori Game Theory : Bargaining Theory – Rubin-stehl, dan 4) Teori ONE Simulator.

b. Pembuatan Alat Uji

Perancangan sistem diawali dengan mengidentifikasi apa yang dilakukan protokol Routing dalam menghasilkan data, yang kemudian hasilnya akan dianalisis.

c. Analisis Hasil Pengujian

Hasil dari pengujian didasarkan pada performa matriks unjuk kerja yang diperoleh dari implementasi Routing berbasis Game Theory, yang mana performanya dilihat dalam dua kondisi yaitu Coopetarive dan Non-kooperatif, lalu dibandingkan dengan protokol Routing epidemic.

d. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yang dilakukan didasarkan pada analisis beberapa matriks unjuk kerja yang telah diperoleh.

(14)

4

1. 7 Sistematika Penulisan

Berikut merupakan sistematika penulisan yang terbagi kedalam beberapa bab :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisikan tentang dasar teori yang digunakan sebagai landasan dari penelitian yaitu mengenai teori jaringan oportunistik, teori Routing epidemic, teori kooperatif, teori non-kooperatif dan, teori dari Game Theory, dan faktor diskon,.

BAB III PERANCANGAN SIMULASI

Pada bab ini berisikan tentang rancangan simulasi yang akan dibangun dalam penelitian.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Pada bab ini berisikan tentang tahap pengujian, yaitu tahap simulasi dan analisis data.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan yang ditarik dari hasil pengujian dan analisi yang telah dilakukan, serta saran dari penulis untuk penelitian selanjutnya.

(15)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Opportunistic Network

Opportunistic Network (OPPNET) adalah turunan dari MANET, yang mana tujuan dari opportunistic network sendiri ialah mengatasi kekurangan dari MANET. Pada implementasinya opportunistic network tidak membutuhkan infrastruktur pendukung, sehingga dapat diartikan bahwa opportunistic network tidak memiliki skema end-to-end path antar node source (pengirim) dengan node destination (tujuan), hal ini memungkinkan opportunistic network untuk mentolerir adanya penundaan (delay) karena topologi yang berubah-ubah akibat pergerakan node secara terus-menerus. [1]

Setiap node dalam opportunistic network berkomunikasi secara wireless, yang mana setiap node mengorganisir sumber dayanya masing-masing dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Perpindahan informasi dari source ke destination menggunakan sebuah node sebagai media perantara yang disebut dengan Routing. Proses pengiriman pesan, akan dicari rute menuju destination, protokol Routing akan menyebarkan informasi ke relay node, kemudian akan ditentukan bagaimana cara setiap node untuk berkomunikasi dengan membagikan informasi, sehingga dengan demikian memungkinkan node source untuk mendapatkan rute optimal ke destination, untuk mencapai tujuan tersebut Routing opportunistic network menerapkan pendekatan store-carry-forward. [2]

Pendekatan store-carry-forward berarti sebuah node akan membawa pesan, yang mana pesan tersebut akan secara bertahap dipindahkan dan disimpan di seluruh jaringan dengan harapan bahwa pesan akan sampai pada destination.[3] Teknik yang umumnya digunakan untuk memaksimalkan kemungkinan pesan berhasil ditransfer ke destination ialah

(16)

6

dengan mereplikasi banyak salinan pesan, dengan harapan salah satu pesan yang direplikasi bisa sampai menuju node tujuan.

Gambar 2. 1 Mekanisme store-carry-forrward

Proses Routing tidak berjalan sesederhana yang telah disebutkan di atas, terkadang akan ada beberapa masalah, misalkan pesan yang sudah di diberikan ternyata tidak diteruskan karena node relay kehabisan sumber daya atau pun node relay hanya akan meneruskan pesan pada komunitasnya saja, oleh karena itu dibutuhkan penanganan lanjutan untuk menangani masalah ini, yang nantinya akan di bahas pada poin berikutnya mengenai Game Theory.

2.2 Routing Epidemic

Protokol epidemic adalah jenis protokol Routing pada MANET yang dirancang berbasis flooding-based forwarding, dengan kata lain node akan membanjiri jaringan dengan salinan pesan. Tujuan dari protocol Routing epidemic sendiri ialah memaksimalkan tingkat pengiriman pesan dan meminimalisir delay.

Walaupun tidak ada jaminan pesan akan tersampaikan, epidemic adalah algoritma yang mampu membuat pendekatan terbaik untuk mengirimkan pesan ke node destination. Meski memiliki kelebihan yang sangat menguntungkan, namun epidemic juga memiliki kekurangan yang

(17)

7

tak kalah merugukan, itu dikarenakan ketidak-efisienan penggunaan sumber daya jaringan seperti konsumsi energy, storage dan bandwidth karena penyampaian salinan pesan yang sama akan menyebar semakin banyak dalam jaringan. [1][4] Routing epidemic sendiri akan digunakan sebagai basis dasar untuk menerepakan Routing berbabis Game Theory.

2.3 Kondisi kooperatif dan Non-Kooperatif Node

Dalam jaringan opportunistik, node-node yang ada tidak akan langsung memberikan dan meneruskan pesan yang diberikan. Kenyataanya akan ada node yang mau bekerja sama, node yang bekerja sama hanya jika node receivernya satu komunitas dengan destination, dan ada pula yang sama sekali tidak bekerja sama, dengan kata lain menolak semua permintaan yang datang.

• Kondisi kooperatif

Node yang bekerja sama membantu node lainya tanpa pertimbangan tertentu disebut sebagai node kooperatif, yang mana node jenis ini akan menerima dan menereuskan pesan yang diberikan hingga sampai ke tujuan. Skenario node kooperative memungkinkan pesan untuk lebih cepat sampai ketujuan, karena pesan yang ada tidak ditolak, sehingga memungkinkan persebaran pesan yang menyeluruh, contoh sederhana dari kondisi kooperatif dapat kita lihat pada protocol Routing epidemic.

• Kondisi Non-kooperatif

Dalam jaringan oportunistik, tidak hanya akan ada skenario terbaik seperti kondisi kooperatif, ada juga node-node nakal yang menolak untuk membantu node lainya, kondisi inilah yang disebut sebagai kondisi Non-kooperatif. Kondisi node Non-kooperatif dapat dibedakan menjadi dua jenis diantaranya ialah :

(18)

8

Ini adalah suatu kondisi yang mana node yang ada dalam jaringan hanya akan meneruskan pesan jika suatu node satu komunitas dengannya atau pun dengan destination. Kondisi ini akan menolak semua permintaan dari node yang tidak satu komunitas mereka, sehingga memungkinkan penurunan dari kinerja jaringan.

- Kondisi Non-kooperatif total

Kondisi ini dapat dikatakan sebagai kondisi yang paling buruk, yang mana node-node dalam jaingan akan benar-benar menolak semua pesan yang datang, sehingga akan menunjukan penurunan kinerja yang jauh lebih buruk bila dibandingkan dengan kondisi Non-kooperatif berdasarkan komunitas.

Untuk mengatasi masalah node yang non-kooperatif, Routing berbasis Game Theory bisa menjadi salah satu solusinya. Routing berbasis Game Theory mampu untuk merangsang node-node non-kooperatif untuk bekerja sama dengan menerapkan konsep pemberian insentif. Selanjutnya mengenai Game Theory akan dijelaskan pada poin berikutnya.

2.4 Routing Berbasis Game Theory

Game Theory [Rubinstain-Stahl] memetakan proses pengiriman pesan pada opportunistic network sebagai suatu permainan tawar-menawar, yang mana akan ada node yang berperan sebagai pembeli (B) dan penjual (S). Mula-mula setiap node akan mendapatkan uang virtualnya masing-masing sebagai modal awal, dan ketika node saling bertemu maka mereka akan melakukan transaksi, namun karena kedua node bersifat selfish (egois) maka keduanya akan memaksimalkan keuntunganya masing-masing. [5]

Dalam permainan tawar-menawar, uang virtual yang ada ditujukan untuk merangsang node agar saling bekerja sama.[6] Sebelum transaksi

(19)

9

dimulai node yang berperan sebagai penjual (B) akan memastikan apakah tujuan pesan dari node pembeli ada dalam komunitasnya, jika ya maka selanjutnya node buyer (B) dan node seller (S) akan mulai mematok harga untuk setiap kebutuhan masing-masing, yang digambarkan oleh rumus 2.1 dibawah ini :

• Harga Pembeli (B)

𝑝𝑟𝐵,𝑚(𝑡) = 𝐿(𝑚) 𝑥 𝐶𝐵(𝑡) 𝑥 ( 1

𝑃1𝑅𝐵(𝑡) + 𝑃2𝑇𝐵(𝑡)) Rumus 2 1 Penentuan Harga Beli

Keterangan : 𝑝𝑟𝐵,𝑚(𝑡) = Price Pembeli 𝑅𝐵(𝑡) = Residual Resource 𝑇𝐵(𝑡) = Residual TTL 𝑃1 = Bobot Residu 𝑃2 = Bobot TTL 𝐿(𝑚) = Panjang Pesan

𝐶𝐵(𝑡) = Uang virtual pada waktu t

Sebelum terjadi proses tawar-menawar, terlebih dahulu masing node akan menghitung patokan nilainya masing-masing sesuai dengan perannya, pada kasus node pembeli (B), node pembeli akan membeli jasa dari node penjual (S) dengan harga yang seminimal mungkin, yang mana node pembeli (B) akan mempertimbangkan pengaruh pesan terhadap harga, sisa sumber daya dan uang virtual yang dimilikinya. Dalam penelitian ini ada pun beberapa parameter yang dibutuhkan oleh pembeli (B) diantaranya :

(20)

10 - Residual Resource

Residual resource yang dimaksudkan disini adalah sisa sumber daya dari node yang terdiri dari residual buffer dan residual energy. Kedua sumber daya ini sangatlah vital dalam suatu jaringan, karena kenyataanya suatu node akan mempertimbangkan untuk meneruskan pesan yang diterimanya berdasarkan pada kondisi energy dan buffernya saat ini. Pendekatan Game Theory membatasi pemborosan yang tidak perlu pada kedua sumber daya ini. [7] Dalam permainan tawar-menawar ini mulanya sebelum mematok harga, pembeli akan memperhatikan residual energy dan residual buffer yang dimilikinya, jika energi dan buffer terbatas maka pembeli (B) akan semakin sulit untuk menawar jasa pada penjual (S), sehingga pesan yang dimiliki tidak akan diteruskan. Perhitungan residual didapatkan dari rumus 2.2 : 𝑅𝑖(𝑡) = 𝑤1𝑟𝑖 𝑠(𝑡) 𝑆𝑖 + 𝑤2𝑟𝑖𝐸(𝑡) 𝐸𝑖 Rumus 2. 2 Residual Resource

Keterangan :

𝑤1 = Bobot Buffer 𝑤2 = Bobot Energy

𝑟𝑖𝑆(𝑡) = Perubahan Buffer pada waktu t 𝑟𝑖𝐸(𝑡) = Perubahan Energy pada waktu t 𝑆𝑖 = Buffer initial

𝐸𝑖 = Energy initial

yang mana nilai dari 𝑤1dan 𝑤2 adalah bobot, dibatasi oleh 𝑤1+𝑤2 = 1.

(21)

11 - Uang Virtual.

Uang virtual ini mulanya akan ditentukan diawal permainan sebagai modal awal sebelum permainan tawar-menawar dimulai, uang virtual selanjutnya digunakan sebagai dasar dari penentuan price pembeli (P) maupun penjual (S), ketika permainan tawar selesai selanjutnya jumlah uang virtual akan bertambah atau pun berkurang sesuai dengan transaksi yang telah dilakukan.

- Panjang Pesan

Panjang pesan disini berbanding lurus dengan price pembeli (B) mau pun penjual (S). Semakin besar panjang pesan maka semakin besar pula price yang akan dipatok kedua belah pihak.

- Residual TTL

Meruapakan sisa TTL dari pesan, perlu diketahui bahwa residual resource dan residual TTL di bobot dengan 𝑃1dan 𝑃2, yang mana keduanya dibatasi dengan 𝑃1+ 𝑃2 = 1.

• Harga Penjual (S)

Berbeda dengan pembeli, seorang penjual (S) memberikan layanan kepada pembeli (B) dengan harga maksimum, dan akan mempertimbangkan pengaruh pesan milik pembeli (B), kedekatan sosial, dan residual resource.

(22)

12 𝑝𝑟𝑆,𝑚(𝑡) = 𝐿(𝑚) 𝑥 1 𝑆𝑇𝑆,𝐵 𝑥 𝐶𝑆(𝑡) 𝑥 ( 1 𝑅𝑆(𝑡) )

Rumus 2 3 Penentuan Harga Jual

Keterangan :

𝑝𝑟𝑆,𝑚(𝑡) = Price penjual 𝑆𝑇𝑆,𝐵(𝑡) = Residual Resource

𝐶𝑠(𝑡) = Uang virtual pada waktu t 𝐿(𝑚) = Panjang Pesan

𝑅𝑆(𝑡) = Residual Resource penjual

- Ikatan Sosial

Merupakan salah satu faktor penting bagi node penjual (S) dalam mematok harga jual, karena semakin dekat suatu node buyer (B) dengan node seller lainya maka semakin besar pula kesempatan pesan dari node buyer untuk diteruskan.[1] Pada saat akan mematok harga, node seller (S) akan memperhatikan rata-rata kontaknya terhadap node pembeli (B), dengan mempertimbangkan fungsi Rumus 2.4 :

𝐴𝑉𝐺(∆𝑇(𝑖,𝑗)) =

∫ 𝛿𝑖,𝑗0𝑇 (𝑡)𝑑𝑡 𝑛𝑖,𝑗 Rumus 2 4 Rata-rata kontak

Keterangan :

𝐴𝑉𝐺(∆𝑇(𝑖,𝑗) = Waktu node i dan j melakukan kontak, ∫ 𝛿𝑖,𝑗0𝑇 (𝑡)𝑑𝑡 = Durasi kontak.

(23)

13 • Fase tawar-menawar

Setelah node pembeli (B) dan node penjual (S) selesai mematok harga, selanjutnya akan masuk pada fase tawar-menawar. Sebelum masuk pada fase ini terlebih dahulu node pembeli (B) akan memastikan apakah node penjual (S) tergabung dalam komunitas yang sama dengan node destination. Selanjutnya jika node penjual (S) satu komunitas dengan node destination maka akan langsung dipastikan apakah patokan harga node pembeli (B) lebih besar dari patokan harga node penjual (S). Jika harga beli kurang dari harga

jual maka transaksi yang dilakukan gagal, namun sebaliknya jika harga beli lebih dari harga jual maka kedua belah pihak akan mulai

menyamakan pendapat seperti Gambar 2.2 :

Gambar 2 2 Syarat transaksi

Setelah menemui kesepakatan antar kedua belah pihak, maka akan dilakukan pengurangan dari harga beli dan harga jual untuk mendapatkan profit total, ketika profit total telah didapatkan maka node pembeli (B) dan node penjual (S) akan mulai memasuki fase berampas profit. Proses untuk mendapatkan profit total dapat didefinisikan oleh Rumus 2.5 :

𝑉𝑎𝑙𝑚(𝑡) = 𝑝𝑟𝐵,𝑚(𝑡) − 𝑝𝑟𝑆,𝑚(𝑡) Rumus 2 5 Profit Total

(24)

14 Keterangan :

𝑉𝑎𝑙𝑚(𝑡) = Profit total 𝑝𝑟𝐵,𝑚(𝑡) = Price pembeli 𝑝𝑟𝑆,𝑚(𝑡) = Price penjual

• Fase Perebutan Profit

Pada saat proses tawar-menawar, karena pembeli (B) dan penjual (S) bersifat egois, maka mereka ingin memaksimalkan keuntungannya masing-masing, oleh karena itu akan terjadi banyak putaran penawaran. Namun setiap kali putaran berlangsung maka biaya dan waktu akan terus terbuang percuma, oleh sebab itu muncul suatu faktor yang disebut sebagai faktor kesabaran/faktor diskon, faktor tersebut dapat menggambarkan keuntungan pembeli (B) dan penjual (S) yang terus menurun seiring waktu, ibaratnya seperti kue yang diperjual belikan, jika tawar-menawar berjalan terlalu lama maka kue akan meleleh secara perlahan-lahan, sehingga masing-masing pemain akan mengurangi biaya perpindahan.

Dalam permainan tawar-menawar ini, kesabaran dapat mempengaruhi proses tawar-menawar baik bagi penjual (S) mau pun bagi pembeli (B). Jika pembeli memiliki sumber daya yang besar, mata uang virtual yang cukup dan TTL pesan yang lebih lama, maka pembeli akan lebih sabar. Faktor kesabaran dari pembeli (B) berkisar dari 0 sampai dengan 1, hal ini berbanding terbalik dengan penjual (S), karena ingin meneruskan lebih banyak pesan dari node yang berbeda untuk lebih banyak mendapatkan uang virtual menyebabkan node penjual cendrung lebih tidak sabaran, faktor kesabaran dari node penjual berkisar dari 1 sampai dengan 0.

(25)

15

- Faktor kesabaran Pembeli (B)

Faktor kesabaran pembeli dapat didefinisikan sebagai berikut :

𝑑𝛿𝐵(𝐶𝐵(𝑡) ∗ 𝑅𝐵(𝑡) ∗ 𝑇𝐵,𝑚) 𝑑(𝐶𝐵(𝑡) ∗ 𝑅𝐵(𝑡) ∗ 𝑇𝐵,𝑚) > 0,

𝛿𝐵(0) = 0, 𝛿𝐵(∞) = 1

Rumus 2 6 Kesabaran Pembeli (S)

Keterangan :

𝐶𝐵(𝑡) = Mata uang virtual Penjual pada waktu t 𝑅𝐵(𝑡) = Rasio sumber daya

𝑇𝐵,𝑚 = TTL pesan

- Faktor kesabaran Penjual (S)

Faktor kesabaran penjual (S) bisa didapatkan berdasarkan rumus dibawah ini :

𝑑𝛿𝑆(𝑆𝑇𝑆,𝐵∗ 𝐶𝑆(𝑡) ∗ 𝑅𝑆(𝑡)) 𝑑 (𝑆𝑇𝑆,𝐵∗ 𝐶𝑆(𝑡) ∗ 𝑅𝑆(𝑡)) > 0,

𝛿𝐵(0) = 1, 𝛿𝐵(∞) = 0

Rumus 2 7 Kesabaran Penjual (S)

Keterangan :

𝑆𝑇𝑆,𝐵 = Social ties S dan B 𝐶𝑆(𝑡) = Mata uang S pada T 𝑅𝑆(𝑡) = Rasio sumber daya pada t

(26)

16 • Fase pembagian profit

Selanjutnya akan ditentukan nilai utilitas dari pembeli (B) dan penjual (S), yang mana selisih dari kedua utilitas tersebut akan menjadi ambang batas (Margin) tawar-menawar antar kedua belah pihak sehingga memungkinkan untuk terjadi pembagian profit yang adil, untuk memasuki rangkaian putaran penawaran, Nilai utilitas pembeli (B) dan penjual (S) dapat dijabarkan dengan Rumus 2.8 berikut ini :

𝑈𝑆,𝑚 = 𝑋𝑠𝑉𝑎𝑙𝑚 𝑈𝐵,𝑚 = 𝑋𝐵𝑉𝑎𝑙𝑚

Rumus 2 8 Utilitas Pembeli (B) dan Penjual (S)

Keterangan :

𝑈𝑆,𝑚 = Utilitas Penjual (S) 𝑈𝐵,𝑚 = Utilitas Pembeli (B) 𝑉𝑎𝑙𝑚 = Profit total

Ketika nilai selisih masih besar dari ambang batas penawaran (Margin), nilai selisih akan terus diturunkan secara bertahap dengan mengecilkan nilai bobot Xb dan bobot Xs, selanjutnya jika selisih utilitas sudah kurang dari ambang batas maka hasil pengecilan bobot Xs dan Xb akan dikalikan dengan profit total untuk selanjutnya didapatkan profit uang virtual bagi kedua node, secara sederhana gambaran pembagian profit dan kesepakatan antar node pembeli (B) dan node penjual (S) dapat digambarkan oleh gambar 2.3 :

(27)

17

Gambar 2.3 pembagian profit

2.5 The ONE Simulator (Opportunistic Network environment)

ONE Simulator adalah simulator yang digunakan untuk melakukan simulasi Routing protocol yang mana dapat digunakan untuk mengimplementasikan gambaran dari delay tolerant network. ONE simulator menggunakan bahasa pemrograman Java. Pada ONE Simulator ada beberapa keadaan yang bisa kita atur antara lain pergerakan node,Routing protocol yang digunakan untuk mengirim pesan, dan report sebagai hasil dari simulasi.

(28)

18

2.6 Pergerakan Node

a. Random Waypoint

Pergerakan random adalah jenis pergerakan yang bergerak secara bebas tanpa dipengaruhi oleh node lain. Pergerakan random terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya ialah Random Waypoint yang digunakan dalam penelitian ini. Pergerakan Random Waypoint sering digunakan untuk menggambarkan model pergerakan dari tiap node secara acak kesebuah tujuan dengan bergerak kedepan menggunakan distribusi seragam (0, Vmax) dalam suatu waktu, yang mana Vmax adalah kecepatan maksimum yang diperbolehkan untuk dimiliki tiap node yang bergerak. Setiap node akan berhenti sesaat, yang mana ini disebut sebagai pause time sebelum bergerak kembali dengan arah dan kecepatan yang berbeda.

Pergerakan Random Waypoint memiliki pola pergerakan yang cendrung berkumpul disatu area simulasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya density wave, tetapi pergerakan ini sering dipilih untuk mensimulasikan jaringan oportunistik karena dianggap memiliki kompleksitas yang rendah tapi tetap efektif.

(29)

19

BAB III

PERANCANGAN SIMULASI

3.1 Parameter Simulasi

Ada pun parameter simulasi yang digunakan dalam penelitian ini dan yang akan diterapkan pada beberapa skenario adalah sebagai berikut :

Tabel 3. 1 Parameter Simulasi

Parameter Pergerakan

Random Way Point Skenario Time (Second) 602400

Transmit Range (Meter) 10

Buffer Size (Mega) 10

Bobot buffer 0.45

World Size (Meter) 500 x 500

Time To Live (Minute) 360

Bobot TTL 0.4

Number of Host 100

Msg.Interval (Imsg/s) 1160,1240 Msg. Size (Kilo Byte) 100, 500

Energy 30000

Scan Energy 0.05

Transmit energy 2

Scan Response Energy 0.05

Bobot Energy 0.55 Bobot Residu 0.6 Treshold 0.02 Bobot 𝑋𝑠 1 Bobot 𝑋𝑏 0

(30)

20

3.2 Skenario Simulasi

Skenario yang dibangun pada simulasi ini menggunakan pergerakan Random Way Point.

Tabel 3. 2 Skenario Simulasi

Routing Pergerakan

Game Theory dengan kondsi koopratif

Random Way Point

Epidemic dengan kondisi Non-kooperatif

Random Way Point

Game Theory dengan kondisi Non-kooperatif

Random Way Point

• Perlu digaris bawahi bahwa routing epidemic digunakan sebagai

dasar untuk membentuk routing berbasis Game Theory. Pada

Game Theory, mula-mula uang virtual diset dengan 50k sebagai modal awal tawar-menawar, selanjutnya untuk energy dan buffer diset sama dengan routing epidemic, hal ini ditujukan untuk mengetahui penurunan energy masing-masing Routing dan pemanfaatan buffernya, untuk selanjutnya dapat diketahui yang mana yang akan menghasilkan konsumsi sumber daya yang jauh lebih hemat.

• Selain itu node juga akan dibagi menjadi tiga kondisi berbeda, diantaranya adalah :

- Game Theory dengan kondisi semua node kooperatif Berarti semua node dalam jaringan akan berpartisipasi aktif dalam permaian tawar-menawar tanpa ada pertimbangan siapa yang akan menjadi partner transaksinya.

(31)

21

- Epidemic dengan kondisi semua node Non-kooperatif Kondisi Non-kooperatif yang digunakan pada penelitian ini ialah kondisi kooperatif berdasarkan komunitas, yang mana node-node yang ada dalam jaringan hanya akan meneruskan pesan jika receiver satu komunitas dengan destination. Disini akan dilihat seberapa besar pengaruh node Non-kooperatif mempengaruhi unjuk kerja routing tanpa Game Theory di dalamnya.

- Game Theory dengan kondisi semua node Non-kooperatif Sama halnya dengan kondisi Epidemic dengan semua node Non-kooperatif, Game Theory akan diberikan skenario yang sama, yang mana node-node dalam jaringan akan selektif dalam memilih siapakah node yang akan bertransaksi denganya. Penerapan kondisi Non-kooperatif ditujukan untuk melihat seberapa baik routing berbasis Game Theory mengatasi masalah node Non-kooperatif dalam jaringan.

3.3 Matriks Unjuk Kerja

Penelitian ini mengimplementasi lima matriks unjuk kerja yang digunakan untuk menguji unjuk kerja dari Routing epidemic dengan Game Theory, yang mana performanya akan dibandingkan dengan protocol Routing Epidemic standar. Matriks-matriks itu diantaranya :

a. Delivery Probability per Node

Merupakan matriks unjuk kerja yang digunakan untuk mengetahui unjuk kerja setiap node yang ada dalam jaringa, yang mana matriks ini didasarkan pada perhitungan metrics Delivery Probability.

(32)

22 b. Latency Average per Node

Merupakan metrics unjuk kerja yang digunakan untuk mengetahui nilai latency dari setiap node yang ada di dalam jaringan, yang mana metrics unjuk kerja ini didasarkan pada metrics unjuk kerja Latency Average.

c. Network life Time

Merupakan matriks unjuk kerja yang digunakan untuk mengetahui jumlah node yang akan mati dan kondisi buffernya pada interval waktu yang sudah ditentukan. Matriks ini digunakan untuk mengetahui perbandingan life node dan buffer antar Routing epidemic dan Routing Game Theory. [8]

d. Delivery Probability

Delivery probability ialah probabilitas pesan sampai di node tujuan/destination. [9]

𝐷𝑒𝑙𝑖𝑣𝑒𝑟𝑦 𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑚𝑒𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒 𝑎𝑟𝑟𝑖𝑣𝑒 𝑖𝑛 𝑑𝑒𝑠𝑡𝑖𝑛𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑚𝑒𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒 ℎ𝑎𝑣𝑒 𝑏𝑒𝑒𝑛 𝑠𝑒𝑛𝑡 Rumus 3. 1 Delivery Probability

e. Average Latency

Average Latency adalah transmisi rata-rata waktu yang dibutuhkan dari pesan dibuat hingga pesan sampai ke node destination. [9]

𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝐿𝑎𝑡𝑒𝑛𝑐𝑦 = ∑(𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑤ℎ𝑒𝑛 𝑚𝑒𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 − 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑤ℎ𝑒𝑛 𝑚𝑒𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑒𝑑 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑚𝑒𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 )

𝑛 𝑡=0

Rumus 3. 2 Average latency f. Overhead Ratio

Overhead ratio adalah pembandingan jumlah pesan yang disalin terhadap jumlah pesan yang dikirim. [9]

𝑂𝑣𝑒𝑟ℎ𝑒𝑎𝑑 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑦𝑒𝑑 𝑚𝑒𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒 − 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 𝑚𝑒𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒𝑠 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 𝑚𝑒𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒

(33)

23 g. Message Drop

Message Drop adalah pesan yang dihapus ketika node akan menerima pesan baru akan tetapi ukuran buffer yang tersisa tidak cukup dengan ukuran pesan yang akan diterima.

3.4 Desain Tahap Pengujian

A. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan membaca dan memperhatikan jurnal yang berkaitan dengan : resource, ikatan social, Game Theory, dan mempelajari tentang penerapannya di ONE Simulator.

B. Desain Alat Uji

Alat uji yang digunakan ialah implementasi pemanfaatan Game Theory model bergaining pada Routing protokol epidemic , yang mana memperhatikan resource, similarity, dan community, dengan bahasa pemrograman Java.

I. Menentukan Price Buyer dan Seller

Masukan : Nilai residual resource, residual TTL, social ties, panjang pesan, uang virtual.

Keluaran : price buyer dan seller

II. Menentukan utilitas Buyer dan Seller

Masukan : price buyer, price seller, bobot 𝑋𝑏, dan bobot 𝑋𝑠.

Keluaran : utilitas buyer dan seller

III. Menentukan selisih utilitas

Masukan : utilitas buyer, utilitas seller Keluaran : selisih utilitas

(34)

24 IV. Menentukan profit

Masukan : External community, price buyer, price seller, uang virtual saat ini.

Keluaran : total profit

V. Pembagian profit

Masukan : Bobot 𝑋𝑏, bobot 𝑋𝑠, selisih utilitas. Keluaran : Pembagian profit.

VI. Pseudocode

Pseudocode Method Buyer

Description :

residuTTL = Residual TTL pada waktu t

residuR = Residual resource buyer pada waktu t panjangM = Ukuran pesan

uangVirtual = Uang node pada waktu t bobotResidu = Bobot residual resource bobotTTL = Bobot residual TTL

buyer = panjangM * uangVirtual * (1/ (bobotResidu * residuR + bobotTTL * residuTTL)

Pseudocode Method Seller

Description :

socialT = rata-rata kontak node

(35)

25 panjangM = Ukuran pesan

uangVirtual = Uang node pada waktu t

seller = panjangM * ( 1 / socialT ) * uangVirtual * ( 1 / residualR ). Pseudocode Game Theory

Description :

uangVirtual = 50000 me = price buyer peer = price seller treshold = 0.1

𝑋𝑏 = 0 (bobot buyer) 𝑋𝑠 = 1 (bobot seller)

IF Ni bertemu dengan Nr then

FOR (Baca komunitas global ) then

IF (komunitas Nr memuat destination) then

IF ( uangVirtual Ni > 0 && uangVirtual Nr > 0)

uangVirtual Ni = uangVirtual Ni - me

IF (me > peer) then

tresholdNew = (me – peer) * treshold

utility Buyer = 𝑋𝑏 * (me-peer) utility Seller = 𝑋𝑠 * (me-peer)

While(Math.abs(utility Buyer - utility Seller) > tresholdNew)

𝑋𝑏 = 𝑋𝑏 +0.1

utility Buyer = 𝑋𝑏 * (me – peer) 𝑋𝑠 = 𝑋𝑠 – 0.1

utility Seller = 𝑋𝑠 * (me – peer)

end While

(36)

26

uangVirtual Ni = uangVirtual Ni + utility Buyer uangVirtual Nr= uang virtual Nr + utility Seller Ni memberikan pesan kepada Nr

Else (Transaksi gagal) End if

End if End if

End if End For

(37)

27

BAB IV

PENGUJIAN DAN ANALISIS

Untuk mengevaluasi unjuk kerja dari Routing berbasis Game Theory dilakukan simulasi dengan skenario yang telah dirancang seperti yang di lampirkan pada BAB III, dengan pergerakan Random Waypoint, data hasil simulasi yang diperoleh dari matriks unjuk kerja yang digunakan dapat dilampirkan adalah sebagai berikut :

4.1.Perbandingan Unjuk Kerja Setiap Node pada Kondisi Kooperatif dan

Kondisi Non-Kooperatif.

Untuk mengetahui apakah routing berbasis Game Theory bekerja dengan baik di dalam jaringan, dapat diketahui dengan cara memastikan performa unjuk kerja dari setiap node yang ada dalam jaringan. Kondisi yang menjadi poin penting untuk diperhatikan adalah dampak apa yang akan ditimbulkan dari kondisi kooperatif maupun kondisi non-kooperatif secara personal pada node yang ada dalam routing berbasis Game Theory. Ketika semua node sudah sesuai dengan kondisi yang ditetapkan, selanjutnya akan dilakukan pengujian menggunakan matriks unjuk kerja delivery probability per node dan Latency average per node. Perlu ditegaskan kembali bahwa kondisi Non-kooperatif yang digunakan pada penelitian ini adalah kondisi Non-kooperatif berdasarkan komunitas.

a. Delivery Probability per Node

Berdasarkan gambar 4.1 dan gambar 4.2 dapat kita lihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada unjuk kerja setiap node yang ada dalam jaringan pada kedua kondisi tersebut. Bila dibandingkan antar grafik kooperatif terhadap non-kooperatif Game Theory mampu membuat kondisi setiap node pada kondisi non-kooperatif stabil, ini dibuktikan dengan sedikitnya perubahan unjuk kerja bila kedua grafik tadi dibandingkan.

(38)

28

Gambar 4 1 Grafik Delivery Probability per Node pada Game Theory

dengan kondisi Semua node dalam Jaringan Kooperatif

Gambar 4 2 Grafik Delivery Probability per Node pada Game Theory

dengan kondisi semua node dalam jaringan Non-Kooperatif

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 P 48 P5 P79 P25 P37 96P P92 P46 P86 4P1 76P P95 P70 8P9 P51 P50 P3 P7 51P 9P1 24P P29 33P 39P P43 P49 5P5 P59 P64 P75 P81 P85 P93 P97

Delivery Probability per Node pada Game Theory dengan

kondisi semua node dalam jaringan kooperatif

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 P 48 P5 P79 P28 73P P69 P92 P24 17P P42 P80 P95 9P5 P73 P8 P50 P2 P6 31P P19 P23 P29 4P3 P39 P43 P49 4P5 P58 P63 P72 P78 P84 P93 P97

Delivery Probability per Node pada Game Theory dengan

kondisi semua node dalam jaringan Non-Cooperative

(39)

29

Perlu kita ketahui bersama bahwa node yang non-kooperatif akan mengahancurkan unjuk kerja baik node secara personal maupun unjuk kerja keseluruhan jaringan, dengan penjabaran kedua grafik di atas secara tidak langsung menunjukan bahwa Routing berbasis Game Theory mampu mepertahankan performa unjuk kerjanya pada kondisi semua node non-kooperatif. Ini jelas menunjukan pengaruh yang sangat baik dari Game Theory untuk mengatasi node-node yang menolak untuk membantu delam rangka melakukan transmisi pesan menuju destination.

Untuk mengetahui pengaruh node non-kooperatif lebih mendalam diperlukan penjabaran lanjutan dari unjuk kerja keseluruhan jaringan, yang akan dijabarkan pada poin 4.2.

b. Latency Average per Node

Sama halnya dengan matriks unjuk kerja delivery probability per node sebelumnya, pada matriks unjuk kerja latency per node juga tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada kondisi unjuk kerja setiap node, hal ini didasarkan pada gambar 4.3 dan gambar 4.4.

Kondisi node baik dari kondisi kooperatif maupun kondisi non-kooperatif masih memiliki latency Average yang sangat tinggi sehingga dapat diketahui bahwa kita tidak dapat melihat secara langsung pengaruh dari Game Theory dilihat dari latency Average setiap node pada kondisi kooperatif terhadap kondisi non-kooperatif. Karena sulit untuk mengetahui perbedaan dari kedua kondisi tersebut jika dilihat dari unjuk kerja setiap node, maka untuk melihat perbedaan unjuk kerja dapat dilihat pada perbandingan unjuk kerja keseluruhan jaringan pada poin 4.2.

(40)

30

Gambar 4 3 Grafik Latency Average per Node pada Game Theory

dengan kondisi semua node Kooperatif.

Gambar 4 4 Grafik Latency Average per Node pada Game Theory

dengan kondisi semua node Non-Kooperatif.

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 P 4 8 P 28 P0 P40 P14 P8 3P8 P98 P24 39P P50 P51 P88 5P2 P70 P20 P15 74P P4 P65 P67 59P P89 P56 P33 1P2 P86 P2 P61 P58 4P6 P78 P76 P94

Latency Average per Node pada Game Theory dengan kondisi

semua node dalam jaringan kooperatif

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 P 4 8 P 55 85P P31 P97 71P P13 P1 P2 P15 66P P77 P67 P93 97P P35 P63 P74 52P P80 P56 P45 48P P65 P10 P34 98P P46 P86 P61 85P P42 P90 P94

Latency Average per Node pada Game Theory dengan kondisi

semua node dalam jaringan Non-Cooperative

(41)

31

4.2.Perbandingan hasil Unjuk Kerja Keseluruhan Jaringan pada Kondisi Kooperatif dan kondisi Non-Kooperatif.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perbedaan unjuk kerja pada kondisi node kooperatif dan node non-kooperatif, perlu dilihat juga kondisi keseluruhan unjuk kerja jaringan, sebagai pembanding dan penegasan terhadap pernyataan sebelumnya pada kinerja setiap node. Kondisi yang akan dibandingkan ialah: Game Theory dengan kondisi kooperatif, terhadap routing epidemic dengan kondisi non-kooperatif dan Game Theory dengan kondisi non-kooperatif. Perlu digaris bawahi kembali bahwa routing berbabsis Game Theory didasarkan pada routing epidemic, sehingga untuk melihat pengaruh node non-kooperatif terhadap jaringan, routing epidemic perlu diikut sertakan sebagai pembanding.

a. Delivery Probability

Gambar 4 5 Grafik Perbandingan Delivery Probability routing

berbasis Game Theory pada kondisi kooperatif, routing

Epidemic pada kondisi non-kooperatif dan routing berbasis Game Theory pada kondisi non-kooperatif.

0.881 0.3115 0.879 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Game Theory kooperatif Epidemic Non-kooperatif

Game Theory Non-kooperatif

(42)

32

Berdasarkan gambar grafik 4.5 di atas ditemukan selisih nilai delivery probability yang besar antara Game Theory dengan kondisi kooperatif, Game Theory dengan kondisi kooperatif, terhadap routing epidemic dengan kondisi non-kooperatif, yang mana nilai yang diperoleh dari masing-masing kondisi ialah 0.881 untuk routing berbasis Game Theory dengan kondisi kooperatif, 0.3115 untuk routing epidemic dengan kondisi non-kooperatif, dan 0.879 untuk routing berbasis Game Theory dengan kondisi non-kooperatif.

Berdasarkan gambaran yang diberikan oleh grafik 4.5 secara tidak langsung menegaskan bahwa Game Theory memiliki pengaruh yang besar dalam mempertahankan kondisi unjuk kerja keseluruhan jaringan, ini dapat dibuktikan dengan melihat jatuhnya nilai delivery probability dari routing yang tidak mengimplementasikan Game Theory ketika diterapkan kondisi non-kooperatif di dalamnya, sehingga terbukti bahwa kondisi non-kooperatif sangat merusak unjuk kerja keseluruhan jaringan. Namun berbeda dengan routing epidemic pada kondisi non-kooperatif tadi, ketika routing berbasis Game Theory diterapkan pada kondisi non-kooperatif, routing berbasis Game Theory mampu untuk mempertahankan unjuk kerjanya, ini terbukti pada kecilnya perbandingan nilai delivery probability GameTheory pada kondisi keseluruhan node dalam jaringan kooperatif (kondis prima/terbaik) terhadap kondisi non-kooperatif (kondisi buruk). Perbandingan dari tiga kondisi yang dijabarkan grafik 4.5 di atas menegaskan bahwa Game Theory mampu untuk mempertahankan performa unjuk kerjanya dengan cara menstimulasi node-node yang tidak kooperatif dalam jaringan untuk berpartisipasi mentransmisikan pesan hingga sampai ke tujuan.

(43)

33 b. Latency Average

Gambar 4 6 Grafik Perbandingan Latency Average routing

berbasis Game Theory pada kondis kooperatif, Epidemic pada kondisi non-kooperatif, dan routing berbasis Game Theory pada

kondisi non-Kooperatif.

Dilihat dari matriks unjuk kerja Latency Average ditemukan selisih nilai yang jauh antara routing berbasis Game Theory pada kondisi kooperatif terhadap routing Epidemic pada kondisi kooperatif dan routing berbasis Game Theory pada kondisi non-kooperatif, yang mana nilai Latency Average dari masing-masing kondisi adalah 23130.7432 pada routing berbasis Game Theory dengan kondisi kooperatif, 6000.949 pada routing Epidemic dengan kondisi non-kooperatif dan 20147.3883 pada routing berbasis Game Theory dengan kondisi non-kooperatif.

Gambar grafik 4.5 menunjukan bahwa nilai Latency Average dari Game Theory baik pada kondisi kooperatif maupun kondisi non-kooperatif sangatlah tinggi bila dibandingkan dengan Epidemic pada kondisi non-kooperatif, ini dikarenakan basis kerja dari routing Epidemic yang membanjiri keseluruhan jaringan dengan pesan, sehingga persebaran pesan lebih

23130.7432 6000.949 20147.3883 0 5000 10000 15000 20000 25000 Game Theory kooperatif Epidemic Non-kooperatif

Game Theory Non-kooperatif

(44)

34

menyeluruh dan cepat sampai ke tujuan. Perlu diingatkan kembali bahwa kondisi non-kooperatif pada penelitian ini adalah kondisi non-kooperatif berdasarkan komunitas, yang mana pesan tidak akan langsung ditolak begitu saja, sehingga masih memungkinkan pesan untuk diteruskan sampai ke destination pada routing epidemic. Selain itu nilai Latency Average dari Game Theory pada kondisi non-kooperatif lebih rendah dibandingkan kondisi kooperatif dikarenakan jumlah pesan yang disebarkan Game Theory pada kondisi non-kooperatif lebih sedikit dibandingkan kondisi kooperatif, karena jumlah pesan Game Theory pada kondisi non-kooperatif lebih sedikit maka memungkinkan nilai Average Latency yang lebih rendah dari kondisi kooperatif.

c. Overhead ratio

Gambar 4 7 Grafik Perbandingan Overhead Ratio routing

berbasis Game Theory pada kondis kooperatif, Epidemic pada kondisi non-kooperatif, dan routing berbasis Game Theory pada

kondisi non-Kooperatif . 6.9234 767.4076 4.7449 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Game Theory kooperatif Epidemic non-kooperatif

Game Theory non-kooperatif

(45)

35

Berdasarkan kondisi grafik pada gambar 4.7 ditemukan bahwa beban jaringan yang dialami oleh routing berbasisi Game Theory pada kondisi kooperatif dan kondisi non-kooperatif memiliki selisih yang sangat jauh bila dibandingkan dengan routing epidemic pada kondisi non-kooperatif yang mana ini dibuktikan dengan perolehan nilai overhead ratio masing-masing routing yaitu : 6.9234 untuk routing Game Theory pada kondisi kooperatif, 767.4076 untuk routing epidemic pada kondisi non-kooperatif, dan 4.7449 untuk routing berbasis Game Theory pada kondisi non-kooperatif.

Pada kasus ini telah membuktikan bahwa dari segi overhead ratio, routing berbasis Game Theory baik pada kondisi kooperatif maupun kondisi non-kooperatif memiliki nilai beban jaringan yang jauh lebih baik bila dibandingkan dengan routing epidemic pada kondisi non-kooperatif, ini dikarenakan routing berbasisi Game Theory tidak membanjiri seluruh jaringan dengan banyak pesan, karena salinan pesan tidak asal dibuat dan diberikan begitu saja, sehingga tidak akan mengkonsumsi resource yang banyak (lihat poin 4.3 tentang energy dan buffer), dengan demikian tidak akan membebani unjuk kerja keseluruhan node yang ada di dalam jaringan dengan kerja yang sangat berat. Selain itu jika kita melihat nilai overhead ratio pada routing berbabis Game Theory dengan kondisi kooperatif, ternyata nilai overheadnya sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan kondisi non-kooperatif, ini dikarenakan jumlah pesan yang ditransmisikan oleh routing berbasis Game Theory pada kondisi kooperatif lebih banyak bila dibandingkan kondisi non-kooperatif sehingga meningkatkan beban kerja keseluruhan jaringanya.

(46)

36 d. Drop Message

Gambar 4 8 Grafik Perbandingan Drop Message routing

berbasis Game Theory pada kondis kooperatif, Epidemic pada kondisi non-kooperatif, dan routing berbasis Game Theory pada

kondisi non-Kooperatif

Karena sedikit jumlah Salinan pesan yang dibuat pada routing berbasis Game Theory, dikarenakan harus melalui serangkaian proses tawar-menawar dan pembagian profit menyebabkan salinan pesan dibuat terbatas pada node-node yang sudah sepakat melakukan transaksi bersama, sehingga jumah pesan yang dibuat kebanyakan tidak didrop dan tidak menguras banyak buffer, hal ini jelas terbukti pada grafik 4.8 yang mana jumlah pesan yang didrop pada routing berbasis Game Theory dengan kondisi kooperatif dan non-kooperatif jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan routing epidemic pada kondisi non-kooperatif. Ini dapat dibuktikan dengan melihat nilai drop Message pada epidemic yang mencapai 117808, yang selisihnya terpaut jauh bila dibandingkan dengan routing berbasis Game Theory dengan kondisi kooperatif yang mencapai nilai 3891 dan pada kondisi Game Theory non-kooperatif yang mencapai nilai 2583. 3891 117808 2583 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 Game Theory kooperatif Epidemic Non-kooperatif

Game Theory non-kooperatif

(47)

37 4.3. Perbandingan resource node

Pada penelitian ini kami membandingkan penggunaan resource dari dua jenis node, yaitu hub node dan non-hub node. Berdasarkan hasil simulasi, didapatkan node p64 sebagai hub node karena memiliki masah hidup yang paling pendek bila dibandingkan dengan node lainya, dan node p53 sebagai Non-hub node karena memiliki masa hidup yang jauh lebih lama.

a. Energy

Gambar 4. 6 Energy Hub node

Gambar 4. 7 Energy Non-Hub Node

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 1 8 00 2 1 60 0 4 1 40 0 6 1 20 0 8 1 00 0 1 0 08 0 0 1 2 06 0 0 1 4 04 0 0 16 020 0 1 8 00 0 0 1 9 98 0 0 2 1 96 0 0 2 3 94 0 0 25 920 0 2 7 90 0 0 2 9 88 0 0 3 1 86 0 0 3 3 84 0 0 3 5 82 0 0 37 800 0 3 9 78 0 0 4 1 76 0 0 4 3 74 0 0 4 5 72 0 0 47 700 0 4 9 68 0 0 5 1 66 0 0 5 3 64 0 0 5 5 62 0 0 5 7 60 0 0 5 9 58 0 0

Energy Hub-Node

p64 (Epidemic dengan Game Theory) p64 (Epidemic)

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 1 8 00 2 1 60 0 4 1 40 0 6 1 20 0 8 1 00 0 1 0 08 0 0 1 2 06 0 0 1 4 04 0 0 16 020 0 1 8 00 0 0 1 9 98 0 0 2 1 96 0 0 2 3 94 0 0 25 920 0 2 7 90 0 0 2 9 88 0 0 3 1 86 0 0 3 3 84 0 0 3 5 82 0 0 37 800 0 3 9 78 0 0 4 1 76 0 0 4 3 74 0 0 4 5 72 0 0 47 700 0 4 9 68 0 0 5 1 66 0 0 5 3 64 0 0 5 5 62 0 0 5 7 60 0 0 5 9 58 0 0

Energy Non-Hub Node

(48)

38

Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 di atas menunjukan penggunaan energy pada Routing epidemic standar dan Routing berbasis Game Theory pada node 64 (hub-node) dan node 53 (non-hub-node) dengan interval pengambilan sampel yaitu 1800 second.

Berdasarkan gambaran kedua grafik tadi menggambarkan bahwa node pada Routing dengan epidemic standar memiliki jangka waktu hidup yang jauh lebih pendek bila dibandingkan dengan Routing berbasis Game Theory, hal ini dikarenakan Routing epidemic standar adalah Routing yang berbasis flooding sehingga pesan yang dibuat disebarkan dan membanjiri seluruh jaringan tanpa mempertimbangkan konsumsi energy-nya, karena itu node akan bekerja jauh lebih keras dan kehabisan energy jauh lebih cepat.

Sedangkan pada Routing berbasis Game Theory akan lebih mepertimbangkan kondisi energy-nya sebelum menerima pesan dari node lainya, selain itu ada beberapa pertimbangan lain seperti ikatan social dan buffer sehingga node pada Routing berbasis Game Theory tidak akan asal-asalan menerima pesan dan dapat bertahan jauh lebih lama bila dibandingkan dengan Routing lainya.

b. Buffer

Pengambilan sampel untuk hub node maupun non-hub node buffer berdasarkan waktu hidup node pada masing-masing Routing (lihat gambar 4.6 dan gambar 4.7) dengan interval pengambilan sampel yaitu 1800 second.

(49)

39

Gambar 4. 8 Buffer Hub node

Gambar 4. 9 Buffer Non-Hub node

Berdasarkan hasil simulasi pada gambar 4.8 dan gambar 4.9 menunjukan penggunaan buffer pada node p63 (hub node) dan node 53 (Non-Hub Node), Routing Epidemic menunjukan konsumsi buffer yang sangat tinggi, sama halnya dengan energy, hal ini disebabkan karena skema kerja Routing epidemic yang berbasis flooding, karena banyak salinan pesan yang disebarkan maka samakin banyak pula pesan yang menumpuk pada buffer, ini juga berdampak pada banyaknya pesan yang didrop oleh suatu node.

0 20 40 60 80 100 120 1 8 00 2 1 60 0 4 1 40 0 6 1 20 0 8 1 00 0 1 0 08 0 0 12 060 0 1 4 04 0 0 1 6 02 0 0 1 8 00 0 0 1 9 98 0 0 2 1 96 0 0 2 3 94 0 0 2 5 92 0 0 27 900 0 2 9 88 0 0 3 1 86 0 0 3 3 84 0 0 3 5 82 0 0 3 7 80 0 0 3 9 78 0 0 4 1 76 0 0 4 3 74 0 0 4 5 72 0 0 4 7 70 0 0 4 9 68 0 0 5 1 66 0 0 5 3 64 0 0 5 5 62 0 0 57 600 0 5 9 58 0 0

Buffer Hub Node

p64 (Epidemic dengan Game Theory) p64 (epidemik)

0 20 40 60 80 100 120 1 8 00 2 1 60 0 4 1 40 0 6 1 20 0 8 1 00 0 1 0 08 0 0 1 2 06 0 0 1 4 04 0 0 1 6 02 0 0 1 8 00 0 0 1 9 98 0 0 2 1 96 0 0 2 3 94 0 0 2 5 92 0 0 2 7 90 0 0 2 9 88 0 0 3 1 86 0 0 3 3 84 0 0 3 5 82 0 0 3 7 80 0 0 3 9 78 0 0 4 1 76 0 0 4 3 74 0 0 4 5 72 0 0 4 7 70 0 0 4 9 68 0 0 5 1 66 0 0 5 3 64 0 0 5 5 62 0 0 5 7 60 0 0 5 9 58 0 0

Buffer Non-Hub Node

(50)

40

Berbeda dengan Routing berbasis Game Theory, buffer pada Routing ini jauh lebih longgar bila dibandingkan dengan epidemic, ini dikarenakan pada Routing berbasis Game Theory pesan tidak akan asal diteruskan atau pun diterima karena harus melalui serangkaian proses tawar-menawar terlebih dahulu sehingga pesan tidak akan menumpuk dan didrop seperti yang terjadi pada Routing epidemic.

(51)

41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Setelah melalui beberapa proses pengujian dan analisis melalui simulasi, ada beberapa kisimpulan yang dapat ditarik, diantaranya :

1. Pada Routing berbasis Game Theory jauh lebih hemat energy dan buffer, bila dibandingkan dengan Routing epidemic ,

2. Game Theory mampu bekerja sangat baik pada kondisi node kooperatif, dan mampu untuk mempertahankan kinerja unjuk kerjanya pada kondisi semua node non-kooperatif,

3. Penggunaan Routing berbasis Game Theory jauh lebih optimal bila dibandingkan dengan Routing epidemic , hal ini dapat kita lihat pada grafik delivery probability, overhaed ratio, dan drop message yang jauh lebih unggul dari Routing epidemic,

4. Routing berbasis Game Theory memiliki kelemahan pada average latency yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan routing epidemic pada kondisi non-kooperatif.

5.2.Saran

1. Pada penelitian ini masih menggunakan pendekatan tawar-menarwar yang sederhana tanpa mengimplementasi perfect nash equilibrium, selanjutnya mungkin bisa dilanjutkan dengan menggunakan perfect nash equilibrium.

2. Deteksi node selfish belum dilakukan pada penelitian ini, selanjutnya mungkin dapat dilakukan deteksi node node selfish dengan mengambil nilai uang virtual masing-masing diakhir simulasi, dan

3. Game Theory model tawar-menawar ini mungkin bisa dijadikan pembanding terhadap Routing Game Theory jenis lainya.

(52)

42

DAFTAR PUSTAKA

[1] F. Li and J. Wu, “LocalCom: A community-based epidemic forwarding scheme in disruption-tolerant networks,” 2009 6th Annu. IEEE Commun. Soc. Conf. Sensor, Mesh Ad Hoc Commun. Networks, SECON 2009, 2009. [2] S. Ramesh and P. Gamesh Kumar, “Opportunistic Network Environment

simulator Department of Communications and Networking Special assignment,” 2008.

[3] I. Psaras, L. Wood, and R. Tafazolli, “Delay- / Disruption-Tolerant Networking State of the Art and Future Challenges,” Cent. Commun. Syst. Res. Univ. Surrey, pp. 1–57, 2009.

[4] R. Schiessel, M. Starlinger, M. Rotter, J. Funovics, and K. Dinstl, “[Whole gut irrigation for large bowel preparation (author’s transl)].,” Langenbecks Arch. Chir., vol. 344, no. 4, pp. 265–9, 1978.

[5] B. Y. A. Rubinstein, “Perfect Equilibrium in a Bargaining Model Author ( s ): Ariel Rubinstein Published by : The Econometric Society PERFECT EQUILIBRIUM IN A BARGAINING MODEL,” Econometrica, vol. 50, no. 1, pp. 97–109, 2014.

[6] F. Wu, T. Chen, S. Zhong, C. Qiao, and G. Chen, “A Game-theoretic approach to stimulate cooperation for probabilistic Routing in opportunistic networks,” IEEE Trans. Wirel. Commun., vol. 12, no. 4, pp. 1573–1583, 2013.

[7] L. Li, Y. Qin, X. Zhong, and H. Chen, “An incentive aware Routing for selfish opportunistic networks: A Game theoretic approach,” 2016 8th Int. Conf. Wirel. Commun. Signal Process. WCSP 2016, 2016.

[8] P. Nie and Z. Jin, “Energy-aware Spray and Wait Routing in mobile opportunistic sensor networks,” Proc. - 2010 3rd IEEE Int. Conf. Broadband Netw. Multimed. Technol. IC-BNMT2010, pp. 1052–1057, 2010.

[9] “Helsinki Univercity of Technology - Network laboratory, ‘The Opportunistic Network Environtment simulator’ [online].” Halsenki.

(53)

43

LAMPIRAN

(54)
(55)
(56)

46

(57)
(58)
(59)

49

(60)
(61)

Gambar

Tabel 3.1 Parameter Simulasi ............................................................................
Gambar 2. 1 Mekanisme store-carry-forrward
Gambar 2 2 Syarat transaksi
Gambar 2.3 pembagian profit  2.5 The ONE Simulator (Opportunistic Network environment)
+7

Referensi

Dokumen terkait

ICD-10 dan DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaan sementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi seseorang akibat tekanan pada

Gejala yang paling khas dai PTSD adalah gejala re-experiencing (mengalami kembali). Penderita secara involunter mengalami kembali aspek dari kejadian trauma secara jelas

Sedangkan ancaman yang dimiliki oleh Pioncini berdasarkan hasil analisis faktor eksternal adalah gaya hidup masyarakat menggunakan produk atau merek luar negeri, kenaikkan

Sejalan dengan tema tersebut, maka prioritas pembangunan DIY pada Tahun 2020 adalah: (i) Penanganan Kesehatan dan hal-hal lain terkait kesehatan dalam pencegahan dan

Hasil Hasil penelitian ini diperoleh harga koefisien hubungan Chi Square antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap pernikahan dini pada remaja di SMAN 1

MUHAMMADIYAH AL-KAUTSAR. Progam Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Juni, 2017. Penelitian ini

Mereka berolahraga mulai dari lintasan jogging yang ada di lapangan sepakbola, tugu monument “Bandung Lautan Api” lintasan luar lapangan tegalega, dan dari

Dari hasil tersebut dapat dilihat biaya pertama yang dikeluarkan oleh juragan dari hasil penangkapan ikan yakni modal punggawa-sawi hal tersebut dikarenakan modal yang