• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Lapangan Devon merupakan salah satu lapangan migas yang sudah berproduksi, dimana lapangan tersebut adalah bagian dari Blok Jabung yang dikelola oleh Petrochina Indonesia. Secara administratif Lapangan Devon termasuk dalam wilayah Propinsi Jambi, terletak kurang lebih 35 kilometer ke arah Utara dari kota Jambi, Sumatera, Indonesia.

Secara fisiografis Lapangan Devon termasuk bagian dari Sub-cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan. Suatu lapangan migas yang telah berproduksi memerlukan pengembangan dan pencarian sumber migas baru untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan produksinya. Agar dapat tercapai tujuan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya antara lain dengan analisis geokimia sebagai metode korelasi untuk mengetahui asal minyak bumi yang ada (evaluasi batuan induk). Hasil analisis tersebut sangat penting dalam tahapan eksplorasi karena diperlukan untuk bahan acuan dalam pengembangan suatu lapangan migas.

Menurut Waples dan Machihara (1991), korelasi geokimia adalah perbandingan dua atau lebih sampel berdasarkan properti kimia dari sampel-sampel tersebut. Korelasi minyak-minyak bertujuan untuk mengetahui apakah minyak dari sumur-sumur tertentu berasal dari sumber yang sama. Korelasi minyak-batuan induk dilakukan untuk menngetahui apakah minyak berasal dari batuan induk yang dimaksud. Informasi korelasi tersebut akan dapat mengurangi resiko kegagalan dalam pengembangan suatu lapangan migas. Salah satu metode korelasi geokimia adalah dengan membandingkan biomarker pada sampel minyak dan batuan induk. Beberapa jenis biomarker yang digunakan antara lain alkana normal, sterana dan triterpana.

Menurut McCarthy (2011), sistem petroleum suatu daerah baik yang konvensional atau tidak konvensional, terdapatnya minyak atau gas tergantung dari ada tidaknya batuan induknya. Semua komponen dan proses yang diperlukan

(2)

untuk eksploitasi menjadi tidak relevan lagi apabila tidak ada unsur komponen batuan induk yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon. Oleh sebab itu, dalam pencarian prospek baru suatu lapangan migas sangat diperlukan informasi mengenai karakterisasi dan korelasi geokimia batuan induk agar diketahui hubungan genetik antar batuan induk dan minyak bumi. Informasi tersebut sangat penting bagi perusahaan migas karena dapat membuka kemungkinan untuk eksplorasi pada jalur migrasi dan dijadikan analogi untuk mempelajari daerah lain yang berdekatan sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan dalam penentuan suatu lokasi sumur baru.

Minyak dalam ilmu geologi adalah suatu campuran kompleks dari senyawa hidrokarbon yang terjadi secara alami dalam batuan. Istilah minyak umumnya digunakan untuk merujuk kepada cairan minyak mentah. Sulfur, oksigen dan nitrogen adalah unsur-unsur pengotor yang biasanya hadir dalam minyak. Jenis minyak dari berbagai cekungan dapat bervariasi, dibedakan berdasarkan warna, gravitasi, aroma, kandungan sulfur dan viskositasnya. Kandungan utama minyak mentah adalah hidrokarbon alifatik, hidrokarbon aromatik, resin dan aspal. Komposisi utama unsur-unsur dari minyak mentah yaitu C, H, S, O, N dan unsur lainnya (Killops dan Killops, 2005).

Batuan induk dapat didefinisikan sebagai semua batuan yang berbutir halus yang kaya akan kandungan organik dan memiliki kemampuan untuk menghasilkan dan mengeluarkan hidrokarbon dalam jumlah yang cukup untuk membentuk suatu akumulasi minyak dan gas. Potensi untuk dapat menghasilkan minyak secara langsung berkaitan dengan volume, kekayaan material organik dan tingkat kematangan termal. Kekayan material organik tergantung dari jumlah dan jenis bahan organik yang terkandung dalam batuan induk. Tingkat kematangan termal akan meningkat seiring dengan kedalaman pemendaman lapisan batuan. Akibat meningkatnya suhu pemanasan akan mengkonversi material organik yang terkandung dalam batuan induk menjadi minyak atau gas (McCharty, 2011).

Kematangan termal suatu sampel geologi dapat diketahui dengan berbagai macam indikator atau parameter, salah satunya dengan memanfaatkan hasil kajian biomarker. Kandungan biomarker yang menjadi indikator kematangan dalam

(3)

sampel geologi dapat memberikan informasi matang tidaknya sampel tersebut sehingga informasi ini sangat penting untuk menjadi bahan pertimbangan layak tidaknya dilakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu lapangan migas. Selanjutnya perlu dilakukan pengkajian geokimia organik terhadap minyak mentah dan batuan induk hasil kegiatan eksplorasi (McCharty, 2011).

Kajian korelasi genetika geokimia molekuler minyak bumi di Riau, Cekungan Sumatera Tengah dilakukan oleh Tamboesai (2012), disimpulkan bahwa material organik batuan sumber dari sumur lapangan minyak Duri dan Langgak berasal dari lingkungan lakustrin berdasarkan nilai Pr/Ph antara 2,37 – 2,43.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perlu dilakukan kajian ulang dengan menggunakan data hasil analisis geokimia pada Lapangan Devon dalam rangka pengembangan lapangan ke arah jalur migrasi minyak dari batuan induknya menuju batuan penampung.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah-masalah yang terdapat pada Lapangan Devon dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah lingkungan pengendapan batuan induk pada Formasi Talangakar? 2. Bagaimanakah tingkat kematangan batuan induk pada Formasi

Talangakar?

3. Bagaimanakah korelasi minyak-minyak dan korelasi minyak-batuan induk pada Formasi Talangakar?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan pada Lapangan Devon ini adalah:

1. Menentukan lingkungan pengendapan batuan induk pada Formasi Talangakar.

2. Menentukan tingkat kematangan batuan induk pada Formasi Talangakar. 3. Menentukan hubungan genetik antar minyak-minyak dan minyak-batuan

(4)

mengurangi resiko kegagalan dalam usaha pengembangan dan pencarian lapangan migas baru.

1.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian Lapangan Devon secara administratif termasuk dalam wilayah Desa Laganlama, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Propinsi Jambi. Jarak dari kota Jambi ke daerah penelitian kurang lebih 45 kilometer ke arah Utara. Lapangan Devon adalah salah satu lapangan migas dari Blok Jabung yang secara fisiografis merupakan bagian dari Dalaman Geragai, Sub-cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan (Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Peta lokasi Lapangan Devon, termasuk dalam Desa Laganlama, Kec. Geragai, Kab. Tanjung Jabung Timur, Propinsi Jambi (A). Lokasi penelitian merupakan bagian dari Sub-cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan (B).

1.5. Batasan Masalah

Penelitian pada Lapangan Devon ini dibatasi hanya pada hal-hal sebagai berikut:

1. Target penelitian korelasi hidrokarbon dengan batuan induk hanya pada Formasi Talangakar, Lapangan Devon, Dalaman Geragai, Sub-cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan.

(5)

2. Data yang dipergunakan untuk analis adalah data geokimia yang dikompilasikan dengan data log sumur dan seismic well tie.

3. Metoda yang dipergunakan untuk korelasi minyak dengan batuan induk adalah dengan analisis biomarker.

4. Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah software Geoframe dan Petrel untuk loading data log sumur dan seismik, pick marker, korelasi sumur, seismic well tie, pick horizon dan peta struktur. Program Excell untuk perhitungan hasil laboratorium analisis geokimia dan geostatistik

1.6. Manfaat dan Keaslian Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Secara akademik penelitian ini bermanfaat untuk penerapan dan pengembangan ilmu geokimia minyak bumi, khususnya korelasi minyak-minyak dan minyak-batuan induk yang telah dipelajari selama menempuh studi S-2.

2. Secara industri dapat bermanfaat sebagai dasar analogi untuk mempelajari daerah lain yang berdekatan dan mengurangi resiko kegagalan dalam usaha pengembangan dan pencarian lapangan migas baru.

Penelitian yang dilakukan dengan topik korelasi antara minyak-minyak dan minyak-batuan induk pada Formasi Talangakar ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Lapangan Devon, terutama pada Dalaman Geragai, Sub-cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan.

1.7. Peneliti Terdahulu

Minyak bumi terbentuk dari senyawa organik yang telah mengalami proses geologi dalam perut bumi, seperti diagenesis, katagenesis dan metagenesis. Setelah melewati proses geologi tersebut, maka akan terbentuk fosil molekul. Fosil molekul selanjutnya akan mengalami perpindahan (migrasi) karena kondisi lingkungan atau kerak bumi yang selalu bergerak, sehingga akan terperangkap pada suatu batuan berpori, yang kemudian akan bermigrasi membentuk suatu

(6)

sumur minyak yang banyak mengandung fosil-fosil senyawa organik. Fosil-fosil senyawa yang karakteristik dari bagian ini ditentukan strukturnya menggunakan kromatografi gas–spektrometri massa (CG-MS), sehingga dapat menerangkan asal-usul, bahan pembentuk, migrasi minyak bumi serta korelasi minyak-minyak dan korelasi minyak-batuan induk. Kromatografi gas - spektrometri massa (CG-MS) merupakan alat instrumen utama untuk mengidentifikasi biomarka (McCahrthy dkk., 2011).

Adiwidjaya dan DeCoster (1973), membahas tentang batuan pra-Tersier yang menjadi batuan dasar di Cekungan Sumatera Selatan dan pengendapan batuan Tersier di atasnya. Dalam kesimpulannya penelitian ini menyebutkan diantaranya adalah Formasi Lemat diendapkan di daratan yang menjadi tipe cekungan pada Eosen sampai Awal Oligosen. Formasi Talangakar diendapkan pada Akhir Oligosen sampai Awal Miosen di lingkungan fluviatil sampai laut dangkal.

AMI Study Group (1994), meneliti tentang sejarah geologi wilayah Blok Jabung khususnya dan Cekungan Sumatera Selatan pada umumnya. Studi tersebut mencakup tatanan stratigrafi, struktur geologi dan sistem petroleum. Batuan induk potensial berasal dari fasies lakustrin yang kaya akan kandungan organik dari Formasi Lahat/Pematang dan lapisan serpih batubara yang terendapkan pada lingkungan lakustrin hingga delta dari Formasi Talangakar. Serpih dari Formasi Talangakar memiliki nilai TOC antara 0.5% - 31% sedangkan serpih dengan batubara memiliki nilai TOC sampai lebih dari 77%. Analisa minyak dari Cekungan Sumatera Selatan terdiri dari minyak berat hingga kondensat. Umumnya minyak tersebut banyak kandungan lilin dengan berat jenis sedang antara 35° - 45° API. Rasio pristan/fitan dari minyak tersebut umumnya tinggi yaitu antara 2.76% - 6.1% yang mencerminkan bahwa minyak tersebut sumbernya berasal dari lingkungan non marin. Rasio isotop karbon menunjukkan bahwa miyak telah digenerasikan dari kerogen yang berasal dari higher terrestrial plants dengan adanya material algal kemungkinan berasal dari lingkungan air tawar atau rawa. Analisis GC-MS dari komponen sterana dan triterpana menunjukkan bahwa batuan induk kaya akan kerogen resin ubahan dari tumbuhan darat. Dapat

(7)

disimpulkan bahwa minyak dari Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari generasi batuan induk yang mengandung batubara yang diendapkan pada lingkungan lakustin dangkal, delta atau tepian marin yang kaya akan kerogen dari ubahan resin dan waxy higher terrestrial plant. Minyak tersebut dimungkinkan sumbernya berasal dari Formasi Lahat dan Talangakar. Generasi hidrokarbon dari Formasi Lahat dan Talangakar diperkirakan dimulai sejak Miosen Awal.

Bishop (2001), dalam publikasinya menyatakan bahwa hidrokarbon pada cekungan Sumatera Selatan diperoleh dari batuan induk lacustrine Formasi Lahat dan batuan induk terrestrial coal dan coaly shale pada Formasi Talangakar. Batuan induk lacustrine diendapkan pada kompleks half-graben, sedangkan terrestrial coal dan coaly shale secara luas pada batas half-graben. Batugamping dari formasi Batu Raja dan shale dari formasi Gumai memungkinkan juga untuk dapat menghasilkan hirdrokarbon pada area lokalnya. Gradien temperatur di cekungan Sumatera Selatan berkisar 49° C/Km. Gradien ini lebih kecil jika dibandingkan dengan cekungan Sumatera Tengah, sehingga minyak akan cenderung berada pada tempat yang dalam. Formasi Batu Raja dan formasi Gumai berada dalam keadaan matang hingga awal matang pada generasi gas termal di beberapa bagian yang dalam dari cekungan, oleh karena itu dimungkinkan untuk menghasilkan gas pada petroleum system.

Cole dan Crittenden (1997), mempublikasikan bahwa Gritsand Member dari Formasi Talangakar dinyatakan sebagai endapan intramontane lacustrine, lowland marine-influenced lacustrine, and fluvial-lacustrine-lagoonal yang mengandung kerogen Tipe I (oil prone) dengan penambahan tipe II akibat perubahan fasies lokal.

Clure dan Fiptiani (2001), mengadakan penelitian tentang hidrokarbon di Merang Triangle, dengan hasil bahwa korelasi hidrokarbon pada daerah tersebut berasal dari dua sumber batuan induk yang berbeda, yaitu batubara dan coaly shales dari Formasi Talangakar dan sumber lainnya berasal dari laut dangkal Formasi Talangakar. Pembentukan minyak dari Formasi Talangakar dimulai pada waktu pertengahan Miosen Akhir.

(8)

De Coster (1974), meneliti tentang geologi Cekungan Sumatera Selatan dan menyatakan bahwa awal sedimentasi pada Cekungan Sumatera Selatan terjadi pada topografi yang kasar dengan relief tinggi dan rendah, yang dihasilkan oleh sistem tektonik divergen Tersier Awal.

Robinson, Kevin M., 1987, dalam papernya merangkum batuan induk dan minyak di Indonesia, dimana batuan induk di Indonesia secara umum berasal dari lakustrin (non-marin algal), marin (marine algal) dan fluvio-deltaik (terrestrial). Batuan induk fluvio-deltaik dari Formasi Talangakar Oligosen telah diidentifikasi pada Cekungan Sumatera Selatan. Minyak mentah dapat dikategorikan berasal dari lakustrin dan fluvio-deltaik.

Saifuddin dkk. (2001), melakukan penelitian impedansi akustik untuk mengidentifikasi lapisan reservoir di wilayah Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan sehingga menghasilkan stratigrafi umum untuk Jabung Blok.

Sarjono dan Sardjito (1989), menyebut bahwa Formasi Talangakar merupakan batuan induk yang berpotensi baik hingga sangat baik dengan nilai TOC dari 1.5 wt % — 8 wt % di Sub Cekungan Palembang Selatan.

Suseno dkk., 1992, menuliskan bahwa bahan organik Formasi Talangakar dari Oligosen Akhir hingga Miosen Awal merupakan kerogen tipe I, II dan III sebagai penghasil minyak dan gas, identik dengan Formasi Lahat, dan sangat mirip dengan batuan induk Formasi Talangakar dari NW Java Ardjuna. Nilai HI adalah 150 mg HC/g TOC - 310 mg HC /g TOC. Kematangan termal dari Formasi Talangakar atas di Sub Cekungan Palembang Selatan berkisar 0.54 % — 0.60 % dan pada bagian bawah dari 0.82 % — 1,30 %.

Ten Haven dan Schiefelbein (1995), melakukan penelitian geokimia minyak bumi di beberapa cekungan di Indonesia termasuk Cekungan Sumatera Selatan. Dari data geokimia minyak bumi yang ada dibedakan menjadi 2 kelompok besar dan 5 sub kelompok yaitu Aquatic oils yang terdiri dari marine oils, lacustrine oils dan terrigenous oils yang terdiri dari deltaic oils, resinitic oils, Oleanane rich oils. Secara umum minyak bumi di Cekungan Sumatera Selatan berasal dari sedimen lakustrin atau endapan terigen dan batuan induk bukan laut

(9)

lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa ada batuan induk di daerah ini yang berasal dari sedimen non marin.

Geokimia organik diaplikasikan di dalam industri eksplorasi minyak bumi terutama untuk menentukan korelasi minyak–minyak dan minyak–batuan induk. Seperti penelitian oleh Tamboesai (2005) untuk mengklasifikasikan minyak bumi di Indonesia dan Riau khususnya, sehingga diperoleh hasil sistem perminyakan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu aquatic yang memiliki subgroup marin dan terrigenous yang memiliki subgroup lakustrin. Kemudian Tamboesai (2012) membuat penelitian terhadap korelasi antar minyak bumi dari sumur produksi Duri, Riau untuk memecahkan masalah kontinuitas reservoar. Penelitian tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi senyawa biomarka di dalam minyak bumi dari masing-masing sampel teranalisis, menentukan parameter geokimia molekular yang terdeteksi di dalam minyak bumi untuk selanjutnya digunakan untuk mengelompokkan minyak bumi.

Gambar

Gambar 1.1.  Peta  lokasi  Lapangan  Devon,  termasuk  dalam  Desa  Laganlama,  Kec.  Geragai,  Kab

Referensi

Dokumen terkait

Logo merupakan lambang yang dapat memasuki alam pikiran/suatu penerapan image yang secara tepat dipikiran pembaca ketika nama produk tersebut disebutkan (dibaca),

Seperti halnya dengan pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, kemampuan perawat yang sebagian besar pada kategori cukup baik tersebut kemungkinan karena adanya

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan