• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Gambaran Umum SMAN 63 Jakarta 4.1.1 Sejarah Singkat SMAN 63 Jakarta

SMA Negeri 63 Jakarta adalah salah satu Sekolah Menengah atas unggulan yang berada di kawasan Jakarta Selatan. Sekolah ini terletak di Jalan AMD V/57 Petukangan Utara Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. SMA Negeri 63 Jakarta juga pernah menduduki peringkat 8 dan merupakan 7 besar sekolah terbaik di DKI Jakarta. Pada tahun 2010, sekolah ini juga mendapat penghargaan sekolah terbaik nomor 1 se-Jakarta Selatan.

Dilihat dari sejarahnya, pada tahun1981 SMA Negeri 9 bergabung dengan SMA Negeri menjadi SMA Negeri 70 Jakarta. Pada saat yang bersamaan kedua SMA Negeri tersebut telah mempunyai Filial (kelas jauh). Filial SMA Negeri 9 menjadi SMA Negeri 63 pada tanggal 14 juli 1981 berdasarkan Surat No.0220/O/1981, sedangkan Filial SMA Negeri 11 menjadi SMA Negeri 60.

Adapun Kepala Sekolah yang pernah memimpin di SMA Negeri 63 Jakarta sebagai berikut :

(2)

2. BHS. Nainggolan dari tahun 1989 s/d 1991 3. Sri Hartini dari tahun 1991 s/d 1994

4. M.Chalid dari tahun 1994 s/d 1998

5. Rachmawati, AR dari tahun 1998 s/d 2001 6. A. Sukarno dari tahun 2001 s/d 2005

7. Saksono Liliek Susanto,M.Pd. dari tahun 2005 s/d 2009 8. Tri Sugiareno dari tahun 2009 s/d 2011

9. Musbir M.M dari tahun 2011 s/d 2013

10. Dra. Sri Rukmini Satiti dari tahun 2013 s/d 2015 11. Dr. Saryono, M.Si dari tahun 2015 s/d sekarang 4.1.2 Visi dan Misi SMAN 63 Jakarta dan SMAN 6 Jakarta

Visi SMA Negeri 63 Jakarta

Terwujudnya Prestasi Unggul dan Terampil Berdasarkan Imtaq Misi SMA Negeri 63 Jakarta

1. Memperkuat keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa 2. Mengembangkan SDM yang berkualitas

3. Menghasilkan siswa yang berprestasi dan terampil

4. Menghasilkan siswa yang berbudi luhur dan berakhlak mulia 5. Meningkatkan Pengelolaan dan Pelayanan Pendidikan

(3)

4.2 Hasil Penelitian

Penelitian tentang Pola Komunikasi antara guru bimbingan konseling, guru olahraga dan murid ini dilakukan di SMAN 63 Jakarta, Jl. AMD Manunggal V, Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta selatan. Peneliti melakukan wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi tentang seperti apa komunikasi yang diterapkan atau dilakukan oleh guru guna menyampaikan pesan kepada muridnya untuk mengantisipasi dan mencegah masuknya narkoba ke dalam lingkungan sekolah. Subyek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru bimbingan konseling dan guru olahraga. Hal ini dimaksudkan karena mereka sebagai orang tua kedua bagi murid di luar lingkungan keluarga dan sebagai orang tua yang mampu memberi edukasi terhadap bahayanya narkoba. Narasumber tersebut diantaranya ialah Bapak Saryono (Kepala Sekolah), Ibu Martianas (Guru BK), Bapak Suprapto (Guru Olahraga), Dio (Murid).

Selain itu peneliti juga melakukan observasi dimana peneliti melihat dan mengamati langsung kegiatan yang dilakukan guru dalam hal melakukan komunikasi kepada muridnya di sekolah. Hal tersebut guna melihat langsung apa yang dikatakan guru diterapkan pada kegiatan belajar tersebut atau tidak, dan sesuai atau tidak dengan cara dalam wawancara dengan terjadi di lapangan. Dalam melakukan wawancara, pertanyaan - pertanyaan yang diajukan peneliti yang diajukan kepada

(4)

subyek atau narasumber adalah pertanyaan yang bersifat umum terlebih dahulu lalu dilanjutkan ke pertanyaan yang sifatnya khusus atau lebih rinci agar penelitian ini dapat berlangsung secara terstruktur dengan baik. Adapun pertanyaan yang diajukan mulai dari pendapat kepala sekolah, guru dan murid tentang bahayanya narkoba, kebijakan kepala sekolah dalam membuat aturan hingga cara guru melakukan komunikasi kepada muridnya guna menyampaikan pesan yang berisikan edukasi dan pemahaman tentang bahayanya narkoba di lingkungan sekolah, serta upaya-upaya komunikasi yang dilakukan guna mencegah masuknya narkoba masuk ke dalam lingkungan sekolah dan dapat mempengaruhi muridnya.

4.2.1 Pendapat Kepala Sekolah, Guru dan Murid Terhadap Bahayanya Narkoba yang Bisa Masuk Ke Dalam Lingkungan Sekolah

Narkoba saat ini menjadi suatu ancaman bagi para remaja atau anak muda Indonesia, karena dalam hal ini kasus pengguna narkoba selalu meningkat dari tahun ke tahun khususnya yang terjadi di Indonesia dan terutama anak remaja yang masih labil. Dalam penelitian ini pertanyaan yang pertama ditanyakan kepada narasumber ialah mengenai pendapat Kepala Sekolah dan Guru terhadap bahaya narkoba yang bisa masuk kapan saja ke dalam lingkungan sekolah, hal ini dimaksudkan supaya peneliti mendapat gambaran tentang pengetahuan para narasumber mengenai narkoba.

(5)

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa sebagian besar narasumber memiliki pandangan serta penafsiran masing-masing mengenai bahayanya narkoba, ini dikarenakan mereka sebagai tenaga pendidik dan memberi edukasi kepada murid dalam bidang yang berbeda seperti halnya guru BK dan guru olahraga. Terlebih karena adanya Kepala Sekolah selaku pembuat kebijakan yang ada di sekolah untuk memberikan sanksi kepada mereka yang melanggar.

Seperti apa yang diutarakan oleh Kepala Sekolah SMAN 63 Jakarta, dimana narkoba itu erat kaitannya dengan anak remaja yang masih labil dan masih mencari jati dirinya. Namun sejauh ini dapat dikatakan masih belum ada atau belum terdeteksi adanya narkoba di lingkungan sekolah.

“Sejauh ini saya belum melihat ada indikasi satu perilaku siswa yang secara fisik maupun psikis terkena oleh satu apa ya, sebut saja kecanduan narkoba. Kalo sekedar mencoba saja susah di deteksi ya, cuman kalo yang sudah agak lama pemakai itu biasanya secara fisik keliatan, ya matanya, perilakunya, gerak geriknya, kemudian sikapnya merespon guru dan lain – lain. Nah sejauh ini sih saya belum menemukan disini”.

Lain halnya dengan pendapat ibu Martianas sebagai guru BK yang menilai bahwa narkoba lebih mudah masuk ke lingkungan sekolah swasta di banding sekolah negeri. Menurut ibu Martianas narkoba bisa sampai ke anak sekolah yang berawal dari coba - coba.

“Kalo untuk anak SMA iya memang marak terutama anak – anak SMA swasta. Terus masuknya itu kan yang dicari itu anak – anak yang ekonominya kebawah dan dideketin sama pengedar – pengedar itukan. Yang pertama disuruh coba dulu, sekali dua kali dicoba, yang ketiga baru suruh beli.”

(6)

Sedangkan dalam pandangan bapak Suprapto sebagai guru olahraga, yang menganggap narkoba berawal dari rokok lalu coba – coba pada obat - obatan. Menurut beliau ada tindakan tegas dari sekolah walaupun hanya ketahuan merokok di dalam lingkungan sekolah.

“Narkoba itu berangkatnya awalnya pintu gerbangnya adalah mulai dari rokok. Nah ketika anak – anak itu udah gemar merokok, anak – anak itu udah membuka diri atau pintu gerbang, pintu gerbang udah dibuka jadi mudah masuknya narkoba. Jadi diawali pertamanya rokok, terus dari mulai rokok itu bisa mempengaruhi anak – anak ke hal – hal yang lain. Tapi untuk bisa masuk ke lingkungan sekolah sendiri sangat ketat, karna ini udah dari awal jangankan narkoba, anak itu merokok aja udah kena sanksi berat. Jadi ketika anak merokok di dalam sekolah pun sanksinya sudah langsung dikeluarkan itu, dua kali merokok aja di SMA kita SMA 63, ketauan, ketangkep basah, ya itu dikeluarkan. Ketika diluar, ini yang jadi masalah. Karna di luar kan masalahnya tidak bisa terjangkau oleh kita, itu ditempat tongkrongan, ditempat main ya. Jadi ketika sudah mulai merokok yaudah welcome itu pintu gerbangnya itu narkoba.”

Lalu menurut pendapat Dio sebagai murid yang menganggap narkoba lebih mempengaruhi anak sekolah SMA karna menurut dia awalnya dari nongkrong – nongkrong bareng lalu ada temannya yang memakai dan ikut – ikutan dan akhirnya bisa ketagihan, namun menurut dia tidak semua tongkrongan seperti itu, ada tongkrongan yang sehat dan tidak. Tergantung bagaimana anak – anak yang nongkrong di tempat tersebut.

“Menurut saya sih narkoba sangat berbahaya bagi anak remaja jaman sekarang sih ya, apalagi di umur – umur remaja ini. Masih rentan sih menurut saya menggunakan narkoba, ya karna kan awalnya dari adanya temen yang make, terus ikut – ikutan tuh nyobain karna ditawarin temen, eh lama – lama ketagihan terus besok – besoknya dia make. Dari yang saya tau

(7)

sih dari nongkrong, ada aja yang begitu. Ya tapi sih engga semua tongkrongan begitu ya.”

Dari pemaparan di atas mengenai pemahaman dan pendapat guru terhadap narkoba di lingkungan sekolah itu sendiri, dapat dilihat bahwa para guru tersebut memahami tentang bahayanya narkoba dan ada sebuah sanksi tegas bagi mereka yang kedapatan menggunakannya.

4.2.2 Kebijakan Sekolah SMAN 63 Jakarta dalam Upaya Pencegahan Narkoba di Lingkungan Sekolah

Kebijakan dari sekolah sangat dibutuhkan karena kebijakan sebagai pagar agar menimalisir masuknya narkoba masuk ke dalam lingkungan sekolah. Peran Kepala Sekolah yang memiliki jabatan tertinggi disekolah pun sangat dibutuhkan untuk memikirkan bagaimana cara mengurangi dan membuat narkoba tidak sampai masuk ke dalam sekolah, Pemikirannya dalam membuat kebijakannyalah yang sangat diperlukan di sekolah agar dapat juga memberi efek jera kepada siswa yang menggunakan narkoba di dalam lingkungan sekolah tersebut.

Hasilnya ialah terdapat cara – cara serta komunikasi agar makna yang dimaksudkan oleh sekolah tersampaikan kepada muridnya dan dapat didapat dipahami bahwa narkoba sangat berbahaya bagi fisik maupun psikis, dikarenakan usia mereka yang masih muda dan masih memiliki masa depan yang panjang.

(8)

Seperti yang diberitahukan oleh bapak Saryono dimana pihak sekolah bekerja sama dengan pihak BNN untuk mensosialisasikan dampak buruk dari narkoba.

“Ya itu, pertama tuh saya sih tidak terlalu memperdalam apakah kasih sayang atau apa. Tetapi di BK itu ada loh contoh – contoh ini loh ekstasi, iniloh ganja, ada contohnya itu. Nah itu disosialisasikan ke kelas ke anak- anak, nih loh kalo kamu make ini bahayanya seperti ini. Jadi disamping itu kita juga ada orang BNN ya yang kerjasama dengan sekolah mensosialisasikan tentang dampak buruk dari narkoba. Nah itu baru seminggu yang lalu tuh orang BNN dateng kesini untuk sosialisasiin, nah tuh kaya gitu – gitu kita back up silahkan, bahkan di acara bendera itu kita sampaikan.”

Disamping itu peniliti juga tertarik kepada apa yang telah dilakukan pihak sekolah dalam meminimalisir dan mencegah narkoba masuk ke lingkungan sekolah, apakah cara tersebut efektif untuk mengurangi dan mencegah masuknya narkoba kedalam lingkungan sekolah dan para siswa atau siswinya.

“Sejauh ini sih tidak terukur ya efektif atau tidak ya. Karena yang disebut efektif itu kan kalo mengenai sasaran gitu ya kampanyenya, karna kasusnya yang belum pernah ada jadi saya melihat sih masih efektif belum bisa menemukan bahwa ada pemakai, pengguna, itu belum dapet ya mudah – mudahan janganlah jangan sampelah. Jadi dengan cara seperti itu kalo anak sudah kecenderungannya memakai hanya kampanye – kampanye begitu sih ga mempan buat dia, jadi lebih dari itu. Tetapi karna saya lihat fenomenanya itu anak – anak belum bisa terdeteksi ya anak – anak yang pengguna kaya gitu jadi kita rasa yaaa sosialisasi dampak buruk, ya jangan sampelah kamu make dan seterusnya ya masih efektif sejauh ini.”

Dalam hal ini, bapak Saryono menjelaskan bahwa efektif atau tidaknya tidak bisa terukur dikarenakan pas atau tidaknya mengenai sasaran karena guru tidak

(9)

mengetahui gelagat atau perilaku anak – anak yang menggunakan narkoba. Jadi hanya dilakukan sosialisasi dan penyuluh – penyuluhan kepada murid dengan melakukan kerjasama dengan pihak luar yaitu Badan Narkotika Nasional selaku instansi yang menangani narkoba di Indonesia. Dengan cara mengkampanyekan bahaya narkoba dan hingga kini belum terdeteksi adanya narkoba yang masuk ke dalam lingkungan SMAN 63 Jakarta, menurut beliau masih terbilang efektif. Dan beliau juga berharap jangan sampai ada anak muridnya yang tercandu oleh narkoba. Namun lain halnya dengan Dio sebagai siswa, ia tidak begitu mengetahui adanya suatu kebijakan tersebut.

“Saya sih engga tau ya kak ada kebijakan tentang narkoba apa engga, tapi ya setau saya kalo ketauan ngerokok aja udah ada hukumannya dari mulai di setrap, skorsing sampe di DO, apalagi make narkoba kan otomatis pasti di DO kalo sampe ketauan make narkoba kaya gitu”

Lain halnya dengan bapak Saryono yang dengan tegas dan secara terbuka melarang adanya narkoba di lingkungan sekolah, Dio sendiri tidak mengetahui adanya kebijakan – kebijakan tertentu yang ada. Namun ia mengetahui dampak dan sanksi apa yang akan didapatkan jika ia atau temannya menggunakan atau memakai narkoba dilingkungan sekolah.

Bapak Saryono selaku kepala sekolah memiliki pandangannya mengenai komunikasi yang harus dilakukan oleh guru kepada muridnya agar narkoba tidak sampai masuk ke dalam lingkungan sekolah dan kepada sang murid. Berikut pernyataan bapak Saryono :

(10)

“Pertama, layanan kelas harus baik. Jadi guru wali kelas utamanya memperhatikan betul tuh, karna secara fisik kalo guru melihat anak itu dari 36 anak kalo terindikasi satu aja akan beda itu. Ya mungkin perilakunya, fisiknya, pribadinya ya jadi guru mesti perhatiin betul langkah pertama sama anak didiknya dikelas. Kemudian yang secara makro ya tentu saja penegakan disiplin tata tertib, tapi tata tertib disekolah itu apa, narkoba ya keluar engga boleh sekolah disini walaupun itu melanggar HAM dan lain sebagainya. Tapi masalahnya kita belum dibekali untuk bagaimana sih mendidik anak – anak yang mempunyai kecenderungan kaya gitu. Justru kita bela yang satu nanti menulari yang lain. Jadi sekolah negeri tuh umumnya belum dibekali kecuali memang sekolah – sekolah yang khusus untuk apa mee….. latih anak – anak ya supaya ga kena narkoba gitu atau sudah kena terus disembuhin gimana caranya, kita gabisa. Paling ya banyak orang tua dengan cara apa, kita kampanye bahwa tata tertibnya tidak membenarkan anak – anak memakai, mengedarkan untuk narkoba ya. Jadi awal dia masuk sini tuh sudah kita sosialisasi kan tata tertibnya.”

Dalam wawancaranya bapak Saryono juga menjelaskan bahwa guru harus memiliki sifat kepekaan terhadap muridnya dan memberikan layanan Pendidikan yang baik kepada murid. Selain itu menurut beliau di sekolah sering mengkampanyekan anti narkoba, lalu dengan memberitahukan tata tertib yang bersangkutan dengan narkoba. Jika memang ada yang melanggara akan mendapatkan sanksi tegas dengan di Drop Out dari sekolah walaupun menurut beliau melanggar HAM. Lain halnya dengan Dio yang sebagai murid melihat cara komunikasi guru kepada muridnya, menurutnya lumayan sering diberikan pemahaman tentang narkoba.

“Yang saya tau sih paling komunikasinya kaya didalem kelas aja, misalnya ada mata pelajaran atau materi yang ada sangkut pautnya sama narkoba ya itu dikasih pemahamannya tentang bahayanya narkoba itu ya, ya kaya pas pelajaran olahraga kan sangkut pautnya sm jasmani, kalo agama ya sama rohani gitu. Beberapa kali sih juga pernah ada seminar gitu kak di 63 ini

(11)

tentang narkoba gitu, ya kaya penyuluhan atau sosialisasi gitu lah tentang bahaya sama dampaknya narkoba itu.”

Dio pun memiliki pandangan mengenai komunikasi yang dilakukan guru kepada muridnya, bahwa tidak jauh berbeda dengan apa yang diberitahukan guru kepada peneliti. Yaitu dengan memberikan berbagai pengarahan mengenai pemahaman tentang bahaya dan dampak narkoba, dapat melalui interaksi di kelas dan diselipkan dalam suatu pelajaran tertentu yang bisa terkait dan dapat juga dengan diadakannya seminar atau penyuluhan tentang narkoba dari pihak luar.

4.2.3 Pola Komunikasi yang Terjadi di dalam Kelas Antara Guru dengan Murid

Pola komunikasi menurut Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa pola komunikasi dapat dipahami juga sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat di pahami.

Dalam suatu proses pembelajaran, pesan disampaikan oleh guru kepada murid secara langsung. Proses berjalannya komunikasi ini akan membentuk suatu pola, pola ditentukan dari arah atau alur komunikasi itu berjalan. Pola komunikasi yang baik adalah pola yang dimana di dalamnya terdapat timbal balik dari

(12)

komunikan kepada komunikator.1

Dalam hal ini peran guru sangat penting sebagai pendidik dan pemberi edukasi di sekolah untuk memberitahu bahwa dampak narkoba sangat buruk untuk masa depan mereka, salah satu contohnya ialah memberikan contoh – contoh dampak dari narkoba tersebut baik fisik maupun psikis dan hukuman bagi pemakai narkoba tersebut. Dalam hal ini peneliti menanyakan tentang seperti apa proses komunikasi terlebih dahulu yang dilakukan oleh guru dalam pemberian pemahaman tentang narkoba. Ternyata pada penelitian ini penulis menemukan dapat terjadinya dua kemungkinan komunikasi, yaitu komunikasi kelompok dan komunikasi interpersonal. Mereka menggunakan metode yang mereka sebut klasikal. Berikut pernyataan dari ibu Martianas mengenai komunikasi kepada muridnya.

“Pertama didalam kelas dulu secara klasikal kan, kita memberikan gambaran narkoba itu apa, akibatnya itu apa, efeknya apa, terus secara hukumnya apa nah itu kan. Terus yang kedua komunikasinya yang gelar yang diluar kalo seandainya nih anak itu udah kalo anak laki kan misalnya merokok dulu awal – awalnya dari rokok dulu kan, terus bertanya – tanya, terus udah pernah nyoba itu apa gimana segala macam gitu loh. Terus udah pernah liat atau bagaimana kamu menanggapinya gitu umpamanya. Jadi ada didalam kelas ada secara personal.”

1

http://www.psychologymania.com/2013/08/pengertian-pola-komunikasi.html (diakses pada 4 Mei 2017)

(13)

Dalam pertanyaan ini peneliti mencoba menggali pola komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh guru agar pesan yang disampaikan oleh guru dapat sampai dan dicerna oleh muridnya. Bagaimana ibu Martianas melakukan pola komunikasinya kepada muridnya dalam memberikan edukasi tentang narkoba dan upaya pencegahannya.

“Komunikasi dua arah, pasti sih itu komunikasi dua karna antara guru dengan siswa saling bertukar informasi. Kadang juga kan ada murid yang juga tau gitu, jadi kalo saya biasanya itu diawali sama pemutaran video, kemudian nanti dari pemutaran video tersebut siswa disuruh untuk memberikan tanggapan, sehabis itu baru saya masuk kedalam materinya dan nanti juga ada tanya jawab begitu dan membuat resume, jadi lebih interaktif karna make video anak – anak juga lebih tertarik, ketimbang cuma ngejelasin sama ceramah ini – ini gitu. Videonya tuh kayak berkaitan dari dampaknya narkoba, bisa awalnya dari rokok juga, terus penyakit – penyakit yang menyertai”

Dalam diskusinya dengan peneliti, ibu Martianas berpendapat bahwa pola komunikasi dua arah yang dilakukannya agar membuat muridnya tidak merasa jenuh dalam pemberian materinya dan agar muridnya lebih aktif dengan adanya tanya jawab, dan menjadi lebih interaktif.

Dalam hasil observasi yang peniliti lakukan dilapangan, peniliti melihat dan menemukan bahwa pola komunikasi yang dilakukan ibu Martianas ialah dengan cara komunikasi dua arah seperti apa yang telah dibicarakannya. Beliau melakukan dengan memberikan materi tentang penjelasan narkoba dan dampaknya yang ia dapatkan dari BNN dan dari internet. Beliau juga memberikannya materi dengan

(14)

memperlihatkan powerpoint tentang narkoba dalam beberapa menit agar siswanya melihat dan memahami apa itu narkoba. Setelah memberikan materi dengan powerpoint, beliau memberi penjelasan mengenai beberapa gambar contoh – contoh narkoba tersebut agar dapat dimengerti siswa/siswinya.

Setelah pemberian materi tersebut, guru melakukan diskusi kepada muridnya bagi murid yang ingin bertanya mengenai narkoba tersebut. Didalam kelas tersebut, ada seorang bertanya pada gurunya tersebut “Bu gimana sih bu caranya kita nolak baik – baik kalo misalnya ada yang menawarkan narkoba ke kita?”. Lalu bu Martianas menjawab dengan memberikan pengertian kepada muridnya dengan cara menolak halus dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Didalam kelas peneliti melihat suasana kelas yang sedikit kurang kondusif dikarenakan ada beberapa murid yang memplesetkan narkoba sebagai candaan. Namun memberikan candaan sedikit namun tetap pada dalam materi. Peneliti melihat hal tersebut dilakukan agar suasana kelas santai namun serius.

Tidak jauh berbeda ternyata antara pak Suprapto dengan ibu Martianas, proses komunikasi yang dilakukannya ialah dengan metode klasikal juga. Awalnya diberi pemahaman dulu tentang bahayanya narkoba didalam kelas, barulah setelah itu jika memang ada yang terindikasi menggunakan narkoba baru dilakukan komunikasi interpersonal. Berikut beberapa pemaparan pak Suprapto mengenai prosesnya :

(15)

“Ya pertamanya kan berkaitan dengan narkoba ini ada di materinya di pelajaran Pendidikan jasmani kan ada. Jadi secara klasikal dulu, klasikal disekolah tentang bahayanya narkoba atau rokok dan segalanya. Nah setelah itu secara kelompok atau individual bagi anak – anak yang telah mengalami,mengenal, atau mengkonsumsi minimal rokok ya. Jadi dengan ciri – ciri tertentu, itu sudah bisa diketahui. Jadi pertama klasikal, abis itu kelompok baru individual. Atau langsung individual kan kita engga boleh langsung menjudge anak itu langsung terkait dengan itu.”

Bapak Suprapto dalam wawancaranya sendiri berpendapat bahwa perlu adanya proses komunikasi, jadi tidak dapat langsung menjudge sang anak murid bahwa ia pemakai, perlu adanya langkah – langkah berkomunikasi dahulu untuk mengetahui pribadi sang anak seperti komunikasi di kelas, jika memang sang anak murid ada yang kecanduan atau memiliki ciri – ciri pengguna barulah diadakan komunikasi interpersonal kepada sang murid untuk mengetahui informasi yang lebih dalam, jika memang benar adanya maka ada sanksi yang akan didapatkan oleh sang anak murid.

Lalu pola komunikasi yang ia lakukan didalam kelas ialah dengan komunikasi dua arah, dengan metode penyampain materi terlebih dahulu melalui media audiovisual dan adanya diskusi antara guru dengan murid atau kelompok.

“Itu setelah ceramah, terus kita puterin itu film tentang narkoba dan pengguna itu kan. Nah setelah itu, bahaya narkoba kita jelaskan. Nah baru setelah itu tanya jawab, itu komunikasi lah komunikasi dua arah. Lalu setelah ceramah ngasih contoh – contohnya baru tanya jawab, baru diskusi terakhirnya. Pro dan kontra itu pastikan. Misalnya keluarganya ada pengidap itu, setujukah kalo dimasukin ke rehab atau dirawat dirumah. Misalnya yang pro setuju, yang kontrak dirawat dirumah. Diskusinya seperti itu contoh

(16)

kecilnya, jadi lebih interaktiflah. Kalo ga interaktif pada tidur dikelas hahaha”.

Dengan adanya diskusi antara guru dan murid, suasana kelas juga menjadi lebih aktif dengan dibentuknya sebuah kelompok belajar di dalam kelas. Menurutnya hal tersebut guna membuat siswa aktif di kelas dan mampu berpendapat mengenai narkoba tersebut, baik pro maupun kontra. Menurut pak Suprapto, jika suasana di dalam kelas tidak interaktif maka akan membuat siswanya hanya tidur.

Dalam hal ini, peneliti melakukan observasi langsung yang terjadi di sekolah. Dalam observasi ini, peneliti tidak menemukan proses komunikasi seperti apa yang dibicarakan seperti pemutaran video dan materi di kelas. Peneliti hanya menemukan adanya materi narkoba di selipkan dalam kegiatan belajar praktik olahraga di lapangan. Pada saat observasi, peneliti melihat bahwa sang guru melakukan kegiatan praktik olahraga terlebih dahulu di lapangan. Karena materi tentang narkoba bukan materi utama dalam kurikulum, jadi hanya sebagai sisipan tentang narkoba dengan kesehatan. Setelah melakukan praktik olahraga tersebut, pak Prapto mengumpulkan muridnya dalam membentuk lingkaran untuk melakukan pemberian materi narkoba. Dalam hal ini, peneliti melihat pak Prapto memberikan pemahaman dengan tentang narkoba dengan pola komunikasi dua arah dan memberi contoh gaya hidup sehat. Seperti halnya setelah olahraga, beliau memberitahu bahwa dengan gaya hidup sehat seperti melakukan olahraga, akan menghindari dan menjauhkan kita dari narkoba.

(17)

Selain itu beliau juga memberikan kesempatan bagi muridnya yang ingin bertanya terkait dengan jasmani dan narkoba. Namun dalam pemberian kesempatan dalam bertanya ini, tidak ada murid yang ingin bertanya pada gurunya. Namun pak Prapto memancing dengan memberikan pertanyaan kepada muridnya agar murid lebih aktif. Pak Prapto memberikan pertanyaan “apakah disini ada yang sudah pernah merokok?”. Awalnya murid sedikit terdiam karena takut, namun beberapa murid mulai bercanda dengan menunjuk – nunjuk temannya bahwa teman merokok. Setelah beberapa lama akhirnya ada siswa yang mengaku bahwa ia pernah merokok namun dilakukan di luar lingkungan sekolah. Setelah itu pak Prapto memberikan pemahaman bahwa merokok tidak baik bagi kesehatan dan bisa menjadi awal masuknya narkoba pada diri muridnya, salah satunya seperti ganja. Namun pak Prapto memberi pemahaman secara santai agar murid tidak merasa terlalu di pojokan.

4.2.4 Faktor – Faktor Yang Menumbuhkan Interpersonal Antara Guru Dengan Murid

Terdapat tiga faktor – faktor yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal. Didalam faktor – faktor tersebut terdapat tiga hal, yaitu percaya, sikap suportif dan sikap terbuka. Disini perlu adanya pendekatan agar guru terbiasa dengan perilaku murid tersebut dengan menggunakan faktor – faktor tersebut, sehingga mudah melakukan pendekatan kepada sang murid agar mudah diajak berkomunikasinya. Sebagaimana yang dilakukan oleh ibu Martianas dalam

(18)

menyampaikan pesan kepada sang murid adanya sikap percaya (trust) agar seorang murid mau terbuka kepada gurunya. Tetapi dalam melakukan cara tersebut, ibu Martianas tidak dapat mendekati atau berkomunikasi hanya dengan sekali atau dua kali saja, diperlukan waktu yang cukup untuk memahami sikap muridnya tersebut.

”Hmmm ya kita deketin dulu, kita tanya latar belakangnya, orang tuanya, dianya erus apa yang menjadi kegalauan kamu gitu loh. Barulah dia bercerita nanti umpamanya, tapi mendekatinya engga bisa sekali dua kali harus beberapa kali gitu.”

Selain itu juga beliau melakukan sikap suportif dan sikap terbuka untuk mendekati muridnya agar muridnya merasa nyaman dalam menceritakan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Lalu ibu Martianas langsung melakukan sikap suportifnya dengan memberikan motivasi dan dukungan, dan sikap terbukanya dalam menjadi guru BK yang kapan saja siap mendengarkan keluhan tentang muridnya. Lalu sikap suportif kembali dengan memperingatkan kepada muridnya untuk tidak lari kepada narkoba jika sedang ada masalah, beliaupun mengingatkan kembali pada muridnya silahkan datang ke ruang BK jika memang ada yang perlu diceritakan terkait dengan masalahnya.

“Kan kita kasih pengarahan dikelas, bahayanya segala macemnya, terus cara menjauhinya dan segala macamnya. Terus kalo kamu ada permasalahan ada yang mengganjal dihatimu dateng aja ke guru BK, siapa guru BKnya yang kamu sukai, nah terus atau boleh juga sama teman jangan pelariannya kesana, karna akibatnya seperti tadi.”

(19)

Dalam penuturannya ibu Martianas menjelaskan pula bahwa upaya yang dilakukannya supaya murid mau terbuka kepada guru BK dan menceritakan masalahnya agar dapat diberikan arahan untuk tidak lari kepada narkoba dan tidak sampai terjerumus. Menurut beliau dimasa sulitnya itulah sang murid mudah dipengaruhi oleh orang lain untuk menggunakan narkoba sebagai pelariannya.

Dalam observasi pada hal ini, peneliti menemukan bahwa ada seorang murid yang sedang berada dalam ruang BK karena murid tersebut mendapat masalah ketahuan merokok di dekat lingkungan sekolah sebelum masuk ke sekolah. Menurut yang peneliti lihat, bahwa murid tersebut berkumpul dulu dengan teman – temannya di sebuah warung kopi sebelum berangkat ke sekolah. Namun ada seorang guru yang lewat dan melihat ada muridnya yang sedang merokok di warung tersebut. Guru tersebut langsung berhenti dan mendatangi murid – murid tersebut untuk membubarkannya dan segera berangkat ke sekolah. Namun saat di sekolah, murid yang merokok tersebut dipanggil oleh guru BK terkait merokok tersebut.

Dalam hal ini peneliti melihat komunikasi dua arah yang terjadi antara guru BK dan murid. Guru BK memberikan pengertian dan arahan bahwa anak tersebut agar tidak melakukan kembali hal tersebut untuk kebaikan dirinya. Bu Martianas memberitahu “Merokok itu tidak baik bagi kesehatan kamu”. Kasian juga orang tua kamu kalo tahu kamu merokok dulu sebelum sekolah, padahal kamu pamitnya berangkat ke sekolah tapi mampir sama ngerokok dulu. Nanti kalo kamu nongkrong – nongkrong terus merokok, nanti malah jadi kemana – kemana sama kenal narkoba,

(20)

nanti kamu jadi coba – coba”. Peneliti melihat hal ini dilakukan ibu Martianas dengan memberikan pemahaman pelan – pelan tetapi menyentuh hati sang murid agar tidak melakukannya kembali.

Peneliti juga tertarik ingin mengetahui pada sang murid tersebut, apakah yang dinasihati dan diberitahukan oleh ibu Martianas menyentuh hati murid tersebut sehingga murid tersebut dapat berfikir agar tidak melakukannya lagi.

“Ya sebenernya sih nyentuh kata - katanya bu Martianas, jadi kepikiran orang tua dirumah yang bela – belain nyari duit buat kita sekolah tapi malah buat beli rokok. Ya pengennya sih berenti ngerokok, cuma susah buat berenti. Ini sih juga ngurangin pelan – pelan, jangan sampe kena narkoba sih bang kasian orang tua kalo kita kena narkoba”

Dalam hal ini peneliti menemukan adanya sikap suportif dan sikap terbuka pada bu Martianas kepada muridnya. Dalam hal sikap suportif, ibu Martianas memberikan pengertian bahwa narkoba sangat berbahaya bagi kesehatan dan masa depan muridnya. Ibu Martianas memberitahukan bahwa narkoba berawal dari kumpul – kumpul yang tidak bermanfaat, sehingga murid mencoba – coba sesuatu hal yang negatif. Disini ibu Martianas memberikan sikap suportifnya dengan cara memberi pemahaman dengan komunikasi dua arah kepada muridnya, bahwa lebih baik melakukan hal yang positif, seperti mengikuti ekstrakulikuler atau menyalurkan bakat – bakat muridnya dengan mengikuti lomba – lomba yang mampu membawa nama baik sekolah dan dirinya. Inti dari sikap suportif ini adalah memberikan pengetahuan dan arahan ke arah yang positif daripada melakukan hal yang tidak bermanfaat. Lalu disini peneliti juga menemukan adanya sikap terbuka yaitu ibu Martianas sangat

(21)

terbuka dengan muridnya, dengan artian ibu Martianas siap mendengarkan keluh kesah muridnya yang mempunyai masalah dan yang ingin bercerita kepadanya. Seperti saat mendengarkan cerita muridnya yang sedang tersangkut masalah karena merokok, ia dengan sabar mau mendengarkan alasan anak muridnya mengapa melakukan hal tersebut. Namun disini peneliti tidak menemukan adanya sikap percaya pada ibu Martianas, dikarenakan ia tidak percaya begitu saja kepada muridnya karena beliau orang yang paling tua dan sangat berpengalaman di antara murid – muridnya yang sangat memahami perilaku muridnya. Perlu adanya bukti – bukti lain agar ibu Martianas mempercayai cerita murid – muridnya.

Berbeda dengan ibu Martianas, bapak Suprapto melakukan pendekatan mengundang pihak yang berwenang dalam memberikan arahan kepada muridnya tentang bahayanya narkoba.

“Disamping dijelaskan dimateri pelajaran, itu kita mengundang juga dari pihak kepolisian untuk menjelaskan bahaya dampak narkoba, bahkan dari kenakalan remaja itu kita mengundang pihak luar. Jadi pihak kepolisian untuk memberikan materi terkait dengan narkoba.”

Selain itu juga beliau memberikan cara – cara agar terhindar dan tidak terjerumus ke dalam narkoba pada muridnya, yaitu baik secara jasmani dan rohani dengan melakukan komunikasi dua arah kepada muridnya.

“Yang paling utama, bentengnya untuk mencegah narkoba itu hidup sehat, itu satu ya. Setelah hidup sehat, pola makan, pola tidur dan istirahat setelah itu dilanjutkan dengan meningkatkan iman dan taqwa. Itu, jadi kalo kuncinya di imannya bagus ya engga mungkin terkena hal – hal yang lain gitu.”

(22)

Dengan cara seperti itu, menurut beliau mungkin anak muridnya tidak akan terjerumus kedalam hal – hal seperti narkoba karena mereka memahami apa dampak kedepannya jika memakai barang haram tersebut. Dengan begitu sang murid akan berfikir beberapa kali untuk memakainya karna tahu akan dampaknya.

4.3 Pembahasan

Pola Komunikasi ialah suatu proses terjadinya komunikasi, baik satu arah, dua arah maupun multiarah. Pola komunikasi merupakan kegiatan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari namun tidaklah mudah memberikan persepsi yang dapat diterima oleh semua pihak, didalamnya bisa terjadi perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan. Termasuk dengan anak murid, yang dimana dilakukan oleh guru dengan muridnya didalam kelas maupun diluar kelas. Seorang guru harus mampu menyampaikan pesan yang dapat dan mudah dipahami oleh muridnya agar tidak terjadi kesalahpahaman persepsi pada muridnya yang masih diumur yang masih labil dan mudah dibawa perasaan. Penyampaiannya pun harus tepat, karna jika tidak makan akan percuma karna mereka tidak akan mendengarnya. Perilaku anak remaja yang masih labil sangat susah diberitahu, harus ada kepekaan juga dari gurunya agar memahami perilaku sang anak agar mau didengarkan oleh muridnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai bagaimana pola komunikasi komunikasi yang dilakukan oleh guru dengan muridnya dalam upaya pencegahan narkoba masuk ke dalam lingkungan sekolah. Peneliti akan coba

(23)

menguraikan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan data-data lain sehingga dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang menjadi langkah positif dalam membentuk pola komunikasi antara guru dan murid guna mengantisipasi masuknya narkoba kedalam lingkungan sekolah yang sangat marak terjadi belakang ini.

Berdasarkan teori yang bersangkutan pada pola komunikasi yaitu adanya pendekatan sosiologi terhadap kelompok – kelompok social. Manusia pada umumnya mempunyai naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang sinambung tersebut menghasilkan pola interaksi sosial yang dimana bisa terjadi oleh murid kepada temannya. Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan – pandangan mengenai kebaikan atau keburukan. Padangan – pandangan tersebut merupakan nilai – nilai manusia, kemudian sangat berpengaruh pada acara dan pola berpikirnya. Setiap anggota – anggotanya mempunyai pengalaman – pengalaman masing – masing dalam hubungannya dengan kelompok sosial lain diluar rumah. Bila sudah berkumpul, terjadilah tukar menukar pengalaman. Hal inilah yang diwaspadai oleh guru guna mencegah sang anak muridnya menggunakan narkoba, dikarenakan tidak dapatnya dipantau atau dikontrol muridnya karna tidak dapatnya jangkauan tersebut. Yang diwaspadai oleh guru pada muridnya ialah kenal dengan orang luar lingkungan sekolah yang belum tentu benar, karna seringnya berkumpul dan akhirnya mencoba – coba hal tersebut karna adanya pertukaran pikiran dan pengalaman antara sang murid dengan anak lainnya. Maka diperlukanlah pendekatan – pendekatan sosial yang

(24)

dilakukan oleh guru didalam kelas kepada murid – muridnya. Hal itu guna memberikan pengarahan kepada mereka terhadap dampak buruknya narkoba, dikarenakan guru memiliki usia yang lebih tua dan memiliki ilmu yang lebih tinggi. Maka akan mudah diserap dan dipahami perkataannya oleh muridnya, dan akan mudah dituruti.

Selain itu peneliti juga menanyakan kepada Kepala Sekolah dan Guru terhadap pemahaman mereka tentang narkoba. Dari hasil wawancara kepada kepala sekolah dan guru tentang bahayanya narkoba di kalangan remaja atau anak sekolah, peneliti melihat bahwa bagi mereka adalah suatu ancaman bagi anak muridnya, karena akan merusak dan menghancurkan masa depan murid – muridnya jika sampai menggunakannya. Menurut bapak Saryono selaku kepala sekolah, narkoba sangat erat kaitannya dengan anak remaja yang masih labil dan masih mencari jati diri. Perlu adanya pemahaman kepada murid – muridnya agar menjauhi narkoba dengan mengadakan kampanye – kampanye anti narkoba dan seminar terkait dengan narkoba. Sedang menurut ibu Martianas dan bapak Suprapto selaku guru bagi murid – murid, menurutnya anak – anak SMA adalah sasaran empuk bagi pengedar narkoba karena masih mudah dipengaruhi, terutama bagi anak – anak yang ekonominya kebawah. Menurutnya ibu Martianas, awalnya disuruh mencoba dengan diberikan gratis, namun kedepannya jika sudah kecanduan akan disuruh membelinya. Sedangkan pak Suprapto menganggap gerbang pintu awalnya dari rokok, ketika seorang anak sudah berani merokok di usianya yang masih remaja, semakin mudah

(25)

narkoba akan masuk kedalam kehidupan remaja tersebut. Namun akan ada sanksi tegas yang akan diberikannya jika ada yang ketahuan merokok, mulai dari skorsing hingga drop out. Hal tersebut guna menghindari murid tersebut jatuh kedalam lubang hitam atau narkoba.

Guna mencegah dan menghindari masuknya narkoba kedalam lingkungan sekolah, Kepala Sekolah juga berperan dalam membuat kebijakan di SMAN 63 Jakarta terkait dengan narkoba. Namun dalam hal ini tidak ada kebijakan yang terlalu signifikan terhadap narkoba, hanya ada sanksi – sanksi tegas kepada penggunanya, mulai dari yang merokok hingga menggunakan narkoba. Seperti apa yang dikatakan oleh guru, sanksi tersebut ialah dengan memberikan hukuman dari mulai skorsing hingga drop out. Sanksi tegas diberikan agar menimbulkan efek jera bagi muridnya yang mencoba – coba melakukannya. Selain itu beliau juga mengatakan bekerja sama dengan pihak eksternal seperti BNN dan Polri dalam upaya pencegahan narkoba pada remaja atau anak SMA. Hal tersebut dilakukan dengan cara sosialisasi atau penyuluhan anti narkoba dan mengadakan seminar disekolah tentang bahaya dan dampak dari narkoba tersebut. Menurut beliau untuk sekarang ini masih terbilang efektif karena memang tidak ada muridnya yang menggunakan narkoba dan belum terdeteksi pada muridnya.

Dalam proses terjadinya pola komunikasi dalam proses mengajar, ditemukan adanya komunikasi dua arah. Yang pertama ialah guru BK yaitu ibu Martianas, dimana ibu Martianas memberikan materi tentang narkoba dengan muridnya dan

(26)

adanya respon dari murid kepada gurunya. Yaitu dengan adanya murid yang bertanya kepada gurunya terkait materi narkoba tersebut. Namun pada saat komunikasi berlangsung, adanya sebuah hambatan dalam proses komunikasi tersebut. Hambatan tersebut adalah suasana belajar yang tidak kondusif pada saat penyampaian materi karena adanya murid yang menyepelekan dan memplesetkan materi narkoba tersebut. Dalam penjelasan tentang narkoba ini, bu Martianas juga mengkaitkannya dengan potensi diri. Dia menjelaskan kepada muridnya, jika kalian memiliki sebuah potensi didalam diri kalian, silahkan kalian kembangkan daripada melakukan hal yang negatif dan terjerumus kepada narkoba.

Sedangkan pak Prapto sebagai guru olahraga, ia melakukan komunikasi dua arah yang terjadi pada saat kegiatan praktik olahraga. Namun pembawaan beliau dalam penyampaian materi ialah serius tapi santai. Beliau mempersilahkan bagi muridnya yang ingin bertanya, jadi suasana lebih interaktif dan tidak membosankan. Setiap ada murid yang bertanya, beliau selalu menjawab dengan santai tetapi masuk tetap pada intinya.

Selain itu ada juga pengaruh faktor – faktor personal pada persepsi interpersonal, yang dapat terjadi didalam komunikasi interpersonal. Disini perhatian akan dipusatkan pada faktor – faktor personal yang secara langsung akan mempengaruhi siswa tersebut dalam diberikan arahan dan kecermatan persepsi, bukan proses persepsi itu sendiri. Bila ada ciri – ciri khusus penanggap yang cermat, tentu seseorang akan tertarik untuk meningkatkan kemampuan persepsinya. Persepsi

(27)

interpersonal besar pengaruhnya, bukan saja pada komunikasi interpersonal, tetapi juga pada hubungan interpersonal. Oleh karena itu, kecermatan persepsi interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal. Hal inilah yang dilakukan guru di SMAN 63 Jakarta kepada muridnya. Berikut pengaruh faktor-faktor personal pada persepsi interpersonal yang dilakukan oleh guru :

1. Pengalaman

Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman akan bertambah karena melewati rangkaian peristiwa. Inilah yang menyebabkan seorang guru segera melihat hal yang tidak beres dari muridnya atau dari kondisi fisiknya. Seorang yang lebih tua lebih berpengalaman dalam memersepsi muridnya disanding orang lain yang sepantaran anak muridnya. Maka dari itu seorang guru memberi sebuah edukasi tentang narkoba sangat mudah didengar oleh muridnya karena seorang guru dianggap lebih tua dan berpengalaman, yang sangat tahu kondisi anak muridnya.

Hal inilah yang dilakukan oleh ibu Martianas dan bapak Suprapto dalam memberikan edukasi, karena mereka menjadi sosok guru dan lebih tua dari muridnya, maka dari itu akan lebih mudah memberikan pemahaman tentang bahayanya narkoba karena dianggap yang lebih berpengalaman dan lebih tahu terhadap narkoba tersebut. Hal itu menjadi mudah dalam menyampaikan dan menyamakan persepsi antara guru dengan muridnya.

(28)

2. Motivasi

Pada penelitian ini penulis mencoba melihat motivasi seperti apa yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya. Dalam penelitian ini penulis melihat ternyata seorang guru mampu memberi motivasi yang besar kepada muridnya, yaitu mendorong agar seorang murid mampu berprestasi dibidang akademik dibanding hanya duduk – duduk dan hanya nongkrong sepulang sekolah. Ternyata guru mendukung muridnya melakukan hal yang positif seperti mengikuti ekskul dan lomba – lomba yang bisa membuatnya berprestasi. Lalu ada juga motivasi yang dimana bisa seorang anak murid lakukan untuk membuat bangga orang tuanya. Hal semacam itu agar sang murid mau melakukan yang positif dan terhindar dari narkoba karna bisa merusak masa depannya yang dianggapnya masih sangat panjang dan jauh. Guru memiliki peran penting disini dalam memberikan motivasi kepada anak muridnya agar terdorong untuk melakukannya.

Selain itu juga ada faktor – faktor yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal dalam komunikasi interpersonal. Pola – pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan interpersonal. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan. Akan tetapi, bagaimana komunikasi itu dilakukan. Dalam hal ini guru melakukan tiga hal yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal dengan muridnya. Tiga hal tersebut ialah

(29)

1. Sikap Suportif

Sikap suportif ialah sikap yang melakukan sebuah dukungan kepada seseorang. Hal ini yang harus dimiliki oleh seorang guru. Disini peran guru sebagai orang yang memiliki sikap suportif sangat diperlukan. Hal ini guna memberikan dukungan atau penyemangat bagi muridnya. Sikap suportif masih berkaitan dengan motivasi. Disinilah dibutuhkannya motivasi, karna motivasi tersebut ialah suatu bentuk dukungan.

Dalam hal ini ibu Martianas dan bapak Suprapto ternyata memiliki sikap tersebut. Mereka mempersilahkan bagi muridnya melakukan berbagai hal apapun selama itu masih positif dan batas wajar. Sebagai contohnya, mereka membebaskan jika ada muridnya yang ingin mengikuti lomba – lomba atau kegiatan apapun selama hal tersebut positif. Tentu hal ini guna mencegah mereka jatuh kedalam lubang yang salah atau jatuh pada narkoba. Menurut mereka, melakukan hal positif akan menjauhkan anak – anak dari narkoba, karena mereka tahu hal baik apa yang seharusnya dilakukan.

2. Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi personal yang efektif. Sikap terbuka sendiri adalah

(30)

lawannya dari sikap dogmatism, sehingga untuk memahami sikap terbuka kita harus mengidentifikasi lebih dulu karakteristik orang dogmatism.

Dalam hal ini ibu Martianas sebagai guru BK adalah guru yang paling dekat dan dapat lebih intim dengan muridnya. Ia sendiri mengatakan bahwa dalam melakukan komunikasi perlu melihat dulu latar belakang orangnya dan seperti apa sifatnya. Setelah dipahami baru dilakukan komunikasi yang lebih mendalam. Ia sendiri memiliki sikap terbuka pada muridnya yang mau bercerita keluh kesahnya atau kegalauan seorang anak. Sikap terbuka inilah yang diperlukan agar sang anak murid mau menceritakannya, dan otomatis seorang murid mau terbuka juga dengan permasalahan yang dihadapinya.

Referensi

Dokumen terkait

Pnda penelitian ini dilnkuknn studi ekstraksi protein de- ngan berbngni v a riasi pe~banding~n bahan dengan pelarut air, va- riasi lama waktu ekstrnksi dan variasi

Sehubungan dengan kedudukan camat sebagai koordinator dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan Baranti, maka peranan camat sangat diperlukan dalam hal

Hal tersebut seperti diungkapkan Semi (2007:14) pada hakikatnya, menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Dalam

Kami pada prinsipnya tidak keberatan untuk mengikuti belajar di perguruan tinggi tersebut di atas sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas pokok. Demikian surat

Tidak Diverifikasi Verifier ini tidak dapat dilakukan penilaian karena selama periode audit 3 (tiga) bulan terakhir (Desember 2016 s/d Februari 2017) PT GK

Selain itu, hipoksia intermiten juga menimbulkan proses adaptasi yang meningkatkan perlindungan jantung dari stres oksidatif pada berbagai proses perkembangan penyakit.15 2.4

Jl. Ki Hajar Dewantoro Kentingan Surakarta Telp. Keberhasilan ini perlu dicermati oleh karena sumbangan penurunan fertilitas berasal dari pemakaian metode kontrasepsi

Hasil belajar dengan menggunakan model mind mapping dida- patkan pada tahap pra siklus dengan nilai rata-rata adalah 40 dengan presentase 20%, tahap siklus I nilai rata-rata