A.
Sejarah dan Pengertian Arbitrase Internasional
1.
Sejarah Arbitrase Internasional
Perkembangan sejarah arbitrase, sesungguhnya badan arbitrase telah lama dipraktekkan.
Menurut M. Domke, bangsa- bangsa telah menggunakan cara penyelesaian sengketa melalui
arbitrase sejak zaman Yunani kuno. Praktek ini berlangsung pula pada zaman keemasan Romawi
dan Yahudi (biblical times) serta terus berkembang terutama di negara- negara dagang di Eropa,
seperti Inggris dan Belanda. Arbitrase internasional, sejarah terbentuknya, bagi masing- masing
negara memiliki perbedaan yang terlihat dalam bentuk masing- masing jenis lembaga arbitrase
internasional itu sendiri.
36Permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut LBB) mendorong
masyarakat internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat permanent, yaitu
mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas
dari kehendak negara-negara yang bersengketa. Pasal 14 LBB menugaskan Dewan untuk
Berdasarkan Konvensi The Haque 1899, disusul konvensi yang sama 1907 didirikan
lembaga Arbitrasi yang dinamakan Permanent Court of Arbitration dan berkedudukan di Den
Haag. Sebenarnya lembaga Arbitrasi ini didirikan secara tetap, namun ternyata secara praktis lebih
bersifat ad hoc sebagaimana yang dikenal sebelumnya. Hanya susunan anggota yang ditunjuk
sebagai arbitrator (yang menjadi anggota panel permanent court of arbitration) yang bersifat tetap.
Sedang mahkamah arbitrasi yang menangani kasus berakhir setelah adanya putusan arbitrasi.
Mahkamah Arbitrasi ditetapkan lagi bilamana terdapat kasus yang menjadi yurisdiksinya. Jadi
Mahkamah Arbitrasi dibentuk secara ad hoc kasus demi kasus. Ketua dan anggota Mahkamah
Arbitrasi yang dibentuk untuk menangani satu kasus dipilih dari anggota panel Permanent Court
of Arbitration.
36
menyiapkan sebuah institusi Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh
LBB, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ dari Organisasi Internasional tersebut.
Hingga pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia
mengadakan konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang baru.
Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam PBB dan Statuta Mahkamah
Internasional.
37Menurut Pasal 92 Piagam PBB disebutkan bahwa Mahkamah Internasional merupakan
organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun sesungguhnya, pendirian
Mahkamah Internasional yang baru ini, pada dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari
Mahkamah Internasional yang lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak
mengalami perubahan secara signifikan.
Pengangkatan arbitrasi dilakukan oleh negara peserta dan penandatanganan konvensi Den
Haag dengan cara masing-masing mengusulkan empat orang yang diakui kemampuannya di
bidang hukum international untuk menjadi anggota panel PCA. Jika para pihak bersengketa setuju
menyerahkan penyelesaian dengan cara ini, maka para pihak masing-masing boleh memilih dua
arbitrator dari anggota panel diatas satu diantara dua pilihannya itu dibolehkan
berkewarganegaraan negaranya. Kemudian keempat arbitrator pilihan para pihak bersengketa
memilih seorang arbitrator kelima sebagai wasit.
Yurisdiksi Mahkamah tetap arbitrasi bersifat sukarela yaitu meliputi semua kasus yang
diserahkan kepadanya oleh negara yang bersengketa, baik melalui perjanjian sebelumnya maupun
cara lain yang ditentukan sendiri oleh mereka. Selain "panel arbitrasi" yang bersifat tetap, juga
dibuat sebuah Code of Rules of Prosedures yang bersifat tetap untuk dipakai bilamana para pihak
gagal memberlakukan peraturan yang telah mereka perjanjikan sebelumnya. Oleh karena
Konvensi The Haque 1899 tahun 1907 merupakan konvensi yang menghindari penggunaan perang
dalam penyelesaian sengketa maka cara penyelesaian melalui Permanent Court of Arbitration
merupakan salah satu cara penyelesaian secara damai tanpa kekerasan.
Hal serupa dikemukakan juga oleh Brierly, bahwa Mahkamah Tetap Arbitrasi diciptakan
oleh Konvensi Den Haag untuk penyelesaian perselisihan antar negara secara damai, yang dibuat
dalam tahun 1899, dan diubah di tahun 1907. Arbitrasi memiliki garis sejarah yang panjang.
38a.
Arbitor Tunggal,
Dikenal sejak zaman Yunani kuno. Akan tetapi Aritrasi modern sebagaimana yang dikenal
sekarang ini dimulai sejak adanya Jay Treaty tahun 1794 yang dibuat oleh Inggris dan Amerika
Serikat. Sejak saat itu dikenal tiga tipe arbitrasi ad hoc, yaitu:
b.
Komisi Bersama,
c.
Komisi Campuran.
392.
Pengertian Arbitrase Internasional
Kata arbitrase berasal dari kata arbitrare (Latin),
arbitrage
(Belanda),
arbitration
(Inggris),
schiedspruch (Jerman), dan arbitrage (Perancis), yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit.
40Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang merupakan
bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang di mana satu pihak atau lebih
menyerahkan sengketannya, ketidaksepahamannya, ketidakkesepakatannya dengan salah
satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (Arbiter) atau lebih (arbiter-arbiter
majlis)ahli yang profesional, yang akan bertindak sebagai hakim atau peradilan swasta
yang akan menerapkantata cara hukum perdamaian yang telah disrpakati bersama oleh
para pihak tersebut untuk sampai pada putusan yang final dan mengikat.
Menuurt Priyatna Abdulrrasyid mengatakan
41
B.
Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan
sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi
keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase
adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas
38
Brierly,JL. Hukum Bangsa Bangsa suatu pengantara hukum internasional. Bhatara,
Jakarta, 1996, hal, 229.
39
Bowett,D.W. Hukum Organisasi Internasional. Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hal 327
40Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional, Grasindo, Jakarta, 2002, hal 1
41yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam
arbitrase adalah :
1.
Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
2.
Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum.
42Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para
pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase. Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi
bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang
terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan
cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas
dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan
arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1.
Persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
2.
Metode pemilihan panel arbitrase;
3.
Waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
4.
Batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
5.
Prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu
kesepakatan.
43Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral
serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini sudah
semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketasengketa
internasional.
Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu
compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau melalui
pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause
42
Burhantsani, Muhammad, Hukum dan Hubungan Internasional, Liberty, Yogyakarta,
1990, hal 211
43
compromissoire). Orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter
(Indonesia).
Pemilihan arbitrator sepenuhnya berada pada kesepakatan para pihak. Biasanya arbitrator
yang dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai pokok sengketa serta disyaratkan netral. Ia
tidak selalu harus ahli hukum. Bisa saja ia menguasai bidang-bidang lainnya. Ia bisa insinyur,
pimpinan perusahaan (manajer), ahli asuransi, ahli perbankan.
Setelah arbitrator ditunjuk, selanjutnya arbitrator menetapkan terms of reference atau
'aturan permainan' (hukum acara) yang menjadi patokan kerja mereka. Biasanya dokumen ini
memuat pokok masalah yang akan diselesaikan, kewenangan jurisdiks arbitrator dan aturan-aturan
(acara) sidang arbitrase sudah tentu muatan terms ofreference tersebut harus disepakati oleh para
pihak.
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin meningkat. Dari
sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak jaman Yunani kuno. Namun penggunaannya dalam arti
modern dikenal pada waktu dikeluarkannya the
Hague Convention for the Pacific Settlement of
International Disputes tahun 1989 dan 1907. Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase
internasional yaitu PCA.
C.
Kewenangan Arbitrase Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Wilayah
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa secara damai. Proses ini dilakukan dengan
cara menyerahkan penyelesaian sengketa kepada orang-orang tertentu, yaitu arbitrator. Mereka
dipilih secara bebas oleh para pihak yang bersengketa. Mereka itulah yang memutuskan
penyelesaian sengketa, tanpa terlalu terikat pada pertimbangan-pertimbangan hukum.
Pengadilan-pengadilan arbitrase semestinya berkewajiban untuk menerapkan hukum internasional. Namun,
pengalaman di lapangan hukum internasional menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda.
Beberapa sengketa yang menyangkut masalah hukum seringkali diputuskan berdasarkan kepatutan
dan keadilan (ex aequo et bono).
44Proses arbitrase ada prosedur tertentu yang harus ditempuh. Bila terjadi sengketa antara
dua negara dan mereka menghendaki penyelesaian melalui PCA, maka mereka harus mengikuti
prosedur tertentu. Prosedur tersebut harus ditaati dan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
hukum internasional. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1.
Masing-masing negara yang bersengketa tersebut menunjuk dua arbritator. Salah seorang di
antaranya boleh warga negara mereka sendiri, atau dipilih dari orang-orang yang
dinominasikan oleh negara itu sebagai anggota penel mahkamah arbitrasi.
2.
Para arbritator tersebut kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai ketua dari
pengadilan arbritasi tersebut.
3.
Putusan diberikan melalui suara terbanyak. Dengan demikian, arbritase pada hakikatnya
merupakan suatu konsensus atau kesepakatan bersama di antara para pihak yang bersengketa.
Suatu negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa ke muka pengadilan arbritase, kecuali jika
mereka setuju untuk melakukan hal tersebut.
45Jurisdiksi atau kewenangan hukum adalah isu yang penting di dalam arbitrase. Isu inilah
yang pertama-tama akan lembaga arbitrase, mahkamah arbitrase atau majelis arbitrase angkat
sebelum memeriksa dan memutus suatu sengketa. Suatu badan arbitrase yang memutuskan bahwa
ia memiliki jurisdiksi, akan menentukan kelanjutan dari sesuatu sengketa. Sebaliknya, ketika
badan arbitrase memutuskan bahwa ia tidak memiliki kewenangan, ia akan segera menolak untuk
memeriksa sengketa.
461.
Melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang
didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa;
Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
2.
Memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat
nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun
45
Ibid.
46biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang
mempunyai kuasa persuasive kuat.
47Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum
internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1.
Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum,
maupun khusus;
2.
Kebiasaan internasional (international custom);
3.
Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law
) yang diakui oleh
negara-negara beradab;
4.
Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.
Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono,
yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa
dilakukan jika ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah
Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga
diambil atas dasar suara mayoritas.
Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke
Mahkamah Internasional. Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara
unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan,
maka perkara akan di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional
tidak akan memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).
47
A.
Latar Belakang Sengketa Laut Cina Selatan Antara Republik Rakyat Cina dengan
Philipina
Laut Cina Selatan (LCS) merupakan Kawasan lautan yang memiliki luas sekitar 648.000
persegi yang berada diantara kawasan Tiongkok, Philipina, Malaysia, Brunei dan Indonesia. Laut
Cina Selatan (LCS) dalam peta konflik dibedakan menjadi dua yaitu bagian utara dan bagian
selatan. Bagian utara laut cina selatan terdapat pulau pratas yang diklaim oleh Tiongkok dan
Taiwan, sedangkan kepulauan paracel yang diklaim oleh Tiongkok, Taiwan dan
Vietnam.Sebenarnya kepulauan paracel telah diduduki oleh Tiongkok semenjak 1974. Bagian
Selatan yang ditandai dengan kepulauan spartly di diperebutkan oleh enam negara sekaligus yaitu
Tiongkok, Taiwan, Philipina, Brunei, Malaysia dan Vietnam.
48Klaim atas LCS oleh beberapa negara memiliki dasar hukum yang jelas yaitu UNCLOS
128.UNCLOS menetapkan bahwa kedaulatan teritorial laut adalah 12 mil dari tepi pantai dan ZEE
sejauh 200 mil. Hal ini penting karena negara yang memiliki kedaulatan atas pulau-pulau tersebut
juga berhak memiliki sumber daya alam termasuk gas dan minyak bumi. Karena daerah ke-enam
negara yang sedang bersengkata ini berdekatan sehingga terjadi tumpang tindih daerah batas laut
yang menyebabkan terjadinya konflik.Sementara untuk Tiongkok Klaim diataskan konteks
sejarah.
49
Namun perebutan LCS tidak hanya dilatarbelakangi oleh perebutan daerah kekuasaan
saja. Motivasi dari usaha klaim ini beragam namun faktor yang paling menonjol adalah ekonomi.
Keuntungan yang akan didapatkan dapat berupa minyak, gas, ikan dan sumberdaya mineral.
Cadangan minyak potensial LCS sebanyak 213 milyar barrel dan sumber daya hidro karbon LCS
yang sering dilupakan adalah gas alam. Bahkan gas alam diperkirakan sebagai sumber daya
hidrokarbon yang jumlahnya paling banyak. Menurut estimasi Survei Geologi Amerika Serikat
(USGS) 60% - 70% hidrokarbon di kawasan merupakan gas alam.
50Di samping itu kebanggan nasional atau national pride kemananan nasional juga menjadi
faktor pendukung dari usaha klaim atas LCS. Seperti contohnya Philipina yang menyatakan usaha
klaim mereka terhadap pulau yang terletak pada LCS merupakan strategi pertahanan negara dan
untuk membantu melindungi nusantara Philipina. Lebih penting, konflik LCS ini berkaitan dengan
kebebasan pelayaran dari pedangan dan lalu lintas militer. Keinginan untuk mendapatkan LCS
sebagai tempat perdagangan yang strategi, juga menjadi salah satu faktor yang mendorong usah
klaim atas wilayah ini. Jalur ini seringkali disebut sebagai maritime superhighway karena
merupakan salah satu jalur pelayaran internasional paling sibuk di dunia. Jumlah supertanker yang
berlayar melewati selat Malaka dan bagian barat daya LCS bahkan lebih dari tiga kali lalu lintas
yang melewati Kanal Suez dan lebih dari lima kali lipatnya kanal Panama.
Sumber Photo : www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus
Dan kepentingan
Amerika Serikat dalam konflik ini adalah kebebasan Pelayaran yang tersedia untuk seluruh
bangsa.Hal ini pula yang dapat menjadi titik tolak pertikaian bahkan diluar negara-negara yang
berusaha klaim teritori.
50
Sejumlah negara saling berebut wilayah di LCS selama berabad-abad namun ketegangan
baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran kawasan ini dapat menjadi pemicu perang dengan
dampak global.
51Philipina menyebut Karang Scarborough sebagai Beting Panatag, Bajo de Masinlóc atau
Karburo. Cina telah menamakannya sebagai Kepulauan Huangyan sejak tahun 1983. Pada tahun
1947, pemerintah Kuomintang dari Republik Tiongkok menyatakan kedaulatan atas karang
tersebut dan menamakannya Minzhu Jiao atau Karang Demokrasi. Nama Baratnya berasal dari
kapal dagang Scarborough milik Perusahaan Hindia Timur Britania yang tenggelam tanpa ada
yang selamat setelah menabrak karang tersebut pada tahun 1784. Philipina berusaha menyatakan
kedaulatannya atas Karang Scarborough selama setengah abad, dengan membangun sebuah
menara setinggi 27,23 kaki (8,3 meter) di sana pada tahun 1965.
Sengketa antara Philipina dan Tiongkok atas klaim yang bertentangan terhadap
Kepulauan Spratly meningkat pada tahun 2011, departemen dan juru bicara pemerintah Philipina
mulai menyebut seluruh kawasan laut tersebut sebagai Laut Philipina Barat. Dalam layanan
Administrasi Atmosferik, Geofisika, dan Astronomik Philipina (PAGASA) bersikukuh bahwa
kawasan tersebut akan selalu disebut sebagai Laut Philipina.
Pulau-pulau kecil yang disengketakan di laut tersebut juga disebut dengan berbagai
nama yang bertentangan, dengan klaim kedaulatan yang bertentangan atas mereka yang sudah
terjadi selama ratusan tahun. Bangsa-bangsa Barat menyebut satu kumpulan pulau sebagai
kepulauan Spratly. Tiongkok menyebutnya Kepulauan Nansha.
52
Pada tahun 2012 ini, pemerintah Philipina akan melelang tiga wilayah di LCS untuk
eksplorasi minyak dan gas yang juga diklaim oleh Tiongkok. Philipina sangat ingin mengurangi
ketergantungan impor energi. Bagaimanapun, perairan yang diklaim oleh sejumlah negara ini,
Philipina berusaha menyatakan
kedaulatannya atas Karang Scarborough selama setengah abad, dengan membangun sebuah
menara setinggi 27,23 kaki (8,3 meter) di sana pada tahun 1965.
diakses tanggal 1 November 2016.
52
memiliki sumber energi yang besar. Blok yang akan dilelang berada di dekat Provinsi Palawan
province, dekat Malampaya dan Sampaguita yang mengandung gas alam. Wilayah ini dekat
dengan Reed Bank, yang juga diklaim oleh Tiongkok. Seluruh wilayah yang ditawarkan berada di
200 mil zona ekonomi eksklusif Philipina sesuai dengan UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB).
Upaya Philipina untuk mendapatkan hak kedaulatan ekslusif dan otoritas untuk mengeksplorasi
dan eksploitasi sumber alam di wilayah itu diluar negara lain. Tidak ada keraguan dan sengketa
mengenai hak tersebut. Wilayah LCS yang menjadi sengketa itu mengandung minyak dan gas
yang besar. Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan antara sejumlah negara menajam,
menyusul peningkatan aktivitas maritim Tiongkok di wilayah itu.
53Demi mempertahankan klaim yang diyakininya tersebut, Tiongkok mempertegas
klaimnya terhadap LCS pada tahun tahun 2009. Klaim tersebut sebagai bentuk respon terhadap
Malaysia, Vietnam dan Philipina ketika melakukan perluasan landas kontinen kepada CLCS sesuai
Pasal 4 dalam lampiran II UNCLOS. Protes Tiongkok terhadap kedaulatan maritim yang disertai
dengan lampiran sebuah peta nine dash line memunculkan suatu permasalahan baru di LCS.
Dukungan peta resmi Tiongkok dalam memperkuat klaimnya tersebut dipandang banyak pihak
sebagai klaim yang ilegal. Sebab klaim dalam peta tersebut menyalahi aturan UNCLOS.
Sebaliknya, pemerintah Tiongkok percaya bahwa klaim tersebut telah berdasar pada hak
historisnya terhadap wilayah ini yang terjamin sepanjang sejarah. Tiongkok dapat dikatakan
sebagai negara terakhir yang melakukan reklamasi di kepulauan Spratly.
Konflik terbaru terjadi antara
Philipina dengan Tiongkok di Dangkalan Scarborough. Selain itu, Vietnam dengan Philipina pun
sempat memanas setelah kapal dari tiap kedua negara saling memicu ketegangan.
54
53
Hubungan antara Cina dan Filipina menurun menyusul sengketa wilayah di
Scarborough Shoal, diakses tanggal 1 November2016.
Maka dalam posisi ini,
pemerintah Tiongkok menganggap dirinya adalah pihak yang paling dirugikan. Karena beberapa
negara lain seperti Vietnam, Philipina dan Taiwan telah lebih dahulu melakukan aktifitas
pembangunan ilegal di wilayah tersebut tanpa sepengetahuan Tiongkok. Pemerintah Tiongkok
menganggap jika aktifitas pembangunan di wilayah tersebut merupakan aktifitas yang ilegal.
54Berdasarkan bukti rekaman sejarah Tiongkok, Tiongkok telah memiliki kontrol teritorial
terhadap wilayah tersebut sejak lama. Maka, sebelum negaranegara pengklaim di beberapa pulau
di LCS melakukan klaimnya seperti saat ini, Tiongkok lebih dulu memiliki hak atas perairan
tersebut. Sehingga bagi Tiongkok, tidak benar jika banyak negara yang menuduh aktifitasnya di
wilayah tersebut merupakan tindakan yang ilegal. Klaim historis Tiongkok modern terhadap LCS
dapat ditemukan pada tahun 1947 ketika berada dibawah pemerintahan Tiongkok pimpinan
Chiang Kai-Shek. Klaim yang di dukung oleh peta resmi nasionalnya tersebut, memuat 11 garis
putus yang mencakup sebagian besar wilayah LCS. Sedikit berbeda dengan peta yang dikeluarkan
pemerintah Tiongkok pada tahun 2009, dua garis lainnya yang terletak di Teluk Tonkin (Gulf of
Tonkin) telah di hapus sejak pemerintahan Zhou Enlai. Sehingga pada peta modern Tiongkok
diketahui hanya memiliki sembilan garis putus.
Beberapa versi, peta modern Tiongkok sejak 1984 memiliki 10 garis putus. Dimana satu
garis yang lain berada di timur Taiwan.
55Dari segi skup wilayah klaim terhadap LCS, tidak ada
perbedaan yang signifikan antara klaim teritori dalam peta resmi Tiongkok pada tahun 1947
dengan tahun 2009. Dimana hampir keseluruhan pulau-pulau di LCS berada dalam klaim
Tiongkok menurut peta resminya tersebut. Bila mengacu pada peta resmi Tiongkok yang
dikeluarkan pada tahun 2009, sembilan garis putus dalam peta tersebut mencakup sekitar 2 juta
km2 luas maritim di LCS (sekitar 22% dari luas Tiongkok daratan).
5655
http://www.mackinderforum.org/commentaries/china2019snine-dashed-map-maritime-
sourceof-geopolitical-tension/china2019s-nine-dashed-map-maritimesource-of-geopolitical-tension
56
Ibid
menjadi basis reklamasinya. Antara lain Fiery Cross Reef, Mischief Reef, Gaven Reef, Subi Reef,
Hughes, Johnson Sout Reef, Eldad Reef dan Cuarteron Reef.
57Pada 2013, Philipina mengajukan keberatan atas klaim dan aktivitas Tiongkok di LCS
kepada Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Den Haag, Belanda. Filipina menuding Cina
mencampuri wilayahnya dengan menangkap ikan dan mereklamasi demi membangun pulau
buatan. Filipina berargumen bahwa klaim Tiongkok di wilayah perairan LCS yang ditandai
dengan ‘sembilan garis putus-putus’ atau ‘nine-dash-line’ bertentangan dengan kedaulatan wilayah
Philipina dan hukum laut internasional.
58Klaim kontemporer Philipina terhadap perairan ini sebenarnya tidaklah seluas klaim
Tiongkok. Secara yuridis, klaim yang dilakukan oleh Philipina adalah klaim yang cukup rasional.
Sebab secara geografis, klaim yang dilakukan Philipina atas gugusan pulau Spratly didasarkan
oleh kedekatan geografis. Dalam sejarahnya, klaim yang didasarkan kedekatan geografis tersebut
pada tahun 1956 pernah direspon Tiongkok. Tiongkok meyakini jika Spratly merupakan bagian
dari wilayahnya sesuai isi dari Deklarasi Kairo dan Perjanjian Postdam.
59Masyarakat Philipina, sebagai warga dari negara yang mengajukan keberatan atas klaim
Tiongkok di LCS, menyambut baik putusan PCA. Sebagian warga menggelar pawai di sejumlah
Klaim Philipina di LCS terbatas pada keseluruhan kepulauan Spratly (kecuali Spratly
Island sendiri, Royal Charlotte Reef, Swallow Reef dan Louis Reef). Klaim tersebut dihasilkan
dari perluasan landas kontinen pulau terluar Philipina yang dilakukan pada tahun 2009. Meskipun
sebagian besar wilayah Philipina didasarkan pada gagasan penemuan yang cukup baru, akan tetapi
prinsip archipelagic state Philipina dinilai telah sesuai dengan syarat-syarat hukum internasional
modern seperti UNCLOS. Dengan demikian, klaim Philipina terbatas pada wilayah yang berada
dalam jangkauan 200 mil dari ZEE negaranya. Terlepas dari adanya selisih luas wilayah yang
diakui dalam Dekrit Presiden 1596 maupun Perjanjian Paris 1898.
57
Arsip online citra satelit yang direklamasi oleh China dapat diakses melalui
http://medium.com/satelite-image-analysis//china-s-new-military-installations-in-the-spratlyislands-satellite-image-update-1169bacc07f9#.h10hqgcpp diakses pada tanggal 2 Desember
2016.
tempat di Manila, membawa poster, dan mengibarkan bendera negeri itu. Salah satu poster
bertuliskan, “Kedaulatan Philipina, tidak bisa ditawar-tawar”. Menteri Luar Negeri (Menlu)
Philipina, Perfecto Rivas Yasay Jr., menyebut putusan Mahkamah Arbitrase itu sebagai keputusan
bersejarah yang memberi kontribusi penting pada upaya pencarian solusi damai atas perselisihan
teritorial antarnegara di perairan. Menlu Philipina juga menegaskan sikap dan komitmen
negaranya untuk mencari penyelesaian secara damai dengan pandangan untuk mempromosikan
dan meningkatkan perdamaian dan stabilitas di kawasan.
60Tanggal 22 Januari 2013, Philipina mengajukan pernyataan kepada Kedubes Tiongkok di
Philipina, mengumumkan bahwa mereka akan menyerahkan isu LCS ke Arbitrase. Pada 19
Pebruari 2013, Kedubes Tiongkok dengan tegas menolak untuk mengambil bagian dalam arbitrase
yang diajukan Philipina. Tiongkok menganggap Philipina telah melanggar beberapa konsensus
diplomatik dan mekanisme negoasiasi yang telah disepakati sebelumnya, jadi Tiongkok tidak bisa
menerimanya.
Berbeda dengan Philipina, Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing menyatakan,
Tiongkok tidak akan menerima posisi atau aksi apa pun yang didasarkan pada putusan Mahkamah
Arbitrase atas pengajuan keberatan Philipina. Namun, Tiongkok tetap akan menjaga perdamaian
dan stabilitas di kawasan LCS. Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Tiongkok
menyatakan putusan Mahkamah itu hampa dan tidak memiliki kekuatan mengikat. “Kedaulatan
teritorial dan hak-hak maritim serta kepentingan Tiongkok di LCS tidak terpengaruh keputusan
itu. Tiongkok menentang dan tidak akan pernah menerima klaim ataupun aksi yang didasarkan
pada keputusan itu”.
61
59
Xu Bu. Op. Cit
60Simela Victor Muhamad, Isu Laut China Selatan Pasca-Putusan Mahkamah Arbitrase:
Tantangan Asean, Vol. VIII, No. 13/I/P3DI/Juli/2016.
ditunjuk sebagai Presiden ITLOS dan empat anggota hakim lain: Thomas A. Mesh dari Ghana,
Stannishlaw Pawlak dari Polandia, Jean- Pierre Cot dari Prancis, dan Alfred H.A. Soons dari
Belanda. Dokumentasi pribadi Pertama-tama, itu bukan ITLOS (the International Tribunal for the
Law of the Sea).
Kedua, itu bukan PCA di Den Haag, itu hanya pengadilan sementara arbitrase yang
dibentuk dibawah ITCLOS khusus untuk kasus ini. Sikap Tiongkok atas gugatan internasional
Philipina tetap jelas dan pasti tidak menerima atau tidak akan berpartisipasi dalam arbitrase, sikap
ini tidak akan berubah. Pada 7 Desember 2014, Departemen Luar Negeri Tiongkok secara remi
merilis “Paper on Position of the Government of the People’s Republic of China on the Matter of
Jurisdiction in the South China Sea Arbitration Initiated by Republic of the Philippines,”
(Dokumen resmi tentang Posisi Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok Pada Masalah Yuridiksi
Arbitrase di LCS yang diprakarsai oleh Republik Philipina). Secara komprehensif dan sistemik
menggambarkan sikap resmi pemerintah Tiongkok mengenai masalah yurisdiksi arbitrase di LCS.
Bahwa tribunal arbitrase ini tidak memiliki yurisdiksi dalam kasus LCS yang secara sepihak
diajukan oleh Philipina, dan cacat hukum berdasarkan hukum internasional. Dan posisi Tiongkok
untuk tidak menerima atau mengambil bagian dalam arbitrase yang diajukan Philipina mempunyai
dasar hukum yang kuat berdasarkan hukum internasional. Pada 29 Oktober 2015, tribunal arbitrase
LCS membuat keputusan menerima gugatan tersebut, pemerintah Tiongkok dengan segera
mengumumkan bahwa setiap keputusan terkait masalah ini tidak efektif dan mengikat. Pada tahun
2006 berdasarkan UNCLOS pasal 298 mengenai kepemilikan bersejarah perbatasan maritim,
operasi militer, dan operasi penegakan hukum.
Tiongkok membuat pernyataan mengklasifikasikan sebuah kekecualian, bahwa Tiongkok
tidak bisa akan menerima prosedur pemaksaan untuk menyelesaikan masalah apapun tentang batas
matitim. Sifat khusus arbitrase Philipina yang melibatkan kasus teritorial dan perbatasan maritim.
Seperti diketahui mengenai kedaulatan teritorial, dalam UNCLOS tidak tercakup mengenai sektor
dan skala ini. Dan Tiongkok telah menciptakan pengecualian mengenai batas maritim. Isu LCS
menjadi rumit karena keterlibatan negara utama ekstra-teritorial telah berusaha untuk ikut
intervensi. Pada 18 Juni 2016, kapal induk bertenaga nuklir USS Nimitz-Klas: USS John C.
62Beberapa tahun terakhir ini, Amerika Serikat bahkan telah melakukan shown-off forces
(unjuk kekuatan) beberapa kali, dan mengirim pasukan militer dan kapal perang berkali-kali ke
LTS dan perairan terdekat untuk menekan Tiongkok, dan mengekspresikan dukungannya kepada
Filipina. Pada 19 April 2016, empat pesawat serbu AU- Amerika Serikat, A-10C dan dua
helikopter “Pave Hawk” secara terbuka melanggar wilayah udara dalam radius 100 km dari Pulau
Huangyan untuk menunjukkan dukungan kepada sekutu Amerika Serikat-Philipina.
Stennis dan USS Ronald Reagan membentuk group tempur ganda kapal induk. Dua kapal induk
ini melakukan saling lepas landas beberapa jet tempur dan helikopter untuk menampilkan
kekuatan militer dari kelompok tempur ganda. Selain itu, “Kyodo” kantor berita Jepang,
melaporkan bahwa menurut intelijen AL- Amerika Serikat , Angkatan Laut Amerika Serikat akan
mengerahkan tiga kapal induk perusak Klas Arleigh Burke ke LCS, untuk mulai “melakukan
operasi pengamanan dan pengintaian” di LCS. Pada akhir Juni 2016, tiga kapal perusak tiba di
LCS, AS telah menjadi “tangan tak terlihat” dibalik ketegangan di Laut Tiongkok Selatan.
Tanggal 30 Januari 2016 sebuah kapal perang Amerika Serikat memasuki wilayah
perariran Tiongkok Pulau Zhongjian di Kepulauan Xisha. Pada 10 Mei 2016 kapal perusak USS
Williem P. Lawrence memasuki perairan sekitar pulau-pulau tertentu dan terumbu karang di
Kepulauan Nansha tanpa otorisasi Tiongkok. Pada Juni 2016, sebuah detasemen khusus empat dari
AL-AS - EA-18G Growler pesawat serbu elektronik dikerahkan di Pangakalan Udara Clark di
Luzon, Philipina Dari bulan Maret sampai Juni 2016, Kapal Induk Tenaga Nuklir USS John C.
Stennis menghabiskan 78 hari di LTS dan melakukan lebih dari 4,000 kali peluncuran dan
pendaratan di kapal induk ini.
63
Beberapa tahun terakhir ini, Amerika Serikat bahkan telah melakukan unjuk kekuatan
(shown-off forces) beberapa kali, dan mengirim pasukan militer dan kapal perang berkali-kali ke
LTS dan perairan terdekat untuk menekan Tiongkok, dan mengekspresikan dukungannya kepada
62
Ibid
63menggunakan dua alasan ini untuk mendapatkan pijakan di LTS. Maka tidak heran ketika Menlu
Tiongkok—Wang Yi diwanwacarai Al Jazeera di Qatar dia mengatakan, serial baru US beroperasi
di LTS tidak membantu untuk resolusi masalah ini, hal itu bahkan membuat masalah menajdi lebih
rumit, dan membuat siatuasi menjadi tegang. Wang Yi mengatakan: “Saya pikir aksi semacam ini
setidaknya menciptakan unsur ketidakstabilan di LTS dan bahkan telah memicu ketegangan lebih
lanjut. Ini bukan perilaku konstruktif. Seorang kolumnis “The Standard” terbitan Filipina Rod
Kapunan mengatakan jika membicarakan masalah LTS “Philipina yang menarik chestnut AS
keluar dari api.” AS sengaja menggunakan perbedaan Filipina dengan Tiongkok dalam isu-isu
LTS untuk menemukan alasan untuk dirinya sendiri menggelar pasukan di Philipina dan
melaksanakan “patroli maritim secara rutin” di LTS. Sebagian analis berpendapat, jika AS
mengerahkan pasukan di Philipina untuk waktu yang lama, hal itu akan membuat Filipina
membayar harga yang mahal. Yang sudah jelas sikap Tiongkok bagaimanapun tidak akan
menerima rencana paksa dan resolusi sepihak yang dilakukan pihak ketiga.
B.
Penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan antara Republik Rakyat Cina dengan
Philipina Oleh Badan Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase mengharuskan adanya persetujuan dari kedua
pihak yang bersengketa untuk membawa sengketanya ke arbitrase. Hal ini harus terpenuhi lebih
dulu sebelum arbitrase dapat menjalankan yurisdiksinya.
64Secara Geografi LCS dikelilingi sepuluh negara pantai (Tiongkok, Taiwan, Vietnam,
Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Philipina). Luas perairan
LCS mencakup Teluk Siam yang dibatasi Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia serta Teluk
Tonkin yang dibatasi Vietnam dan Tiongkok. Kawasan LCS merupakan kawasan bernilai
ekonomis, politis dan strategis yang sangat penting. Kondisi geografis posisinya yang strategis
sebagai jalur pelayaran perdagangan (SLOT) dan jalur komunikasi internasional (SLOC) yang
menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal ini telah merubah jalur laut
64
Tiongkok selatan menjadi rute tersibuk di dunia, karena lebih dari setengah perdagangan dunia
berlayar melewati LCS setiap tahun.
65Sementara kandungan gas alam di LCS mungkin merupakan sumber hidrokarbon yang
paling melimpah. Sebagian besar hidrokarbon kawasan LCS dieksplorasi oleh Brunei, Indonesia,
Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Philipina. Perkiraan menurut United States Geological Survey
dan sumber lain-lain menunjukkan bahwa sekitar 60% -70% dari hidrokarbon di LCS adalah gas.
Selain itu, penggunaan gas alam di wilayah ini diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5% per tahun
selama dua dekade mendatang, diperkirakan bisa mencapai sebanyak 20 triliun kaki kubik (Tcf)
per tahun lebih cepat daripada bahan bakar lainnya. Namun harus diakui bahwa sengketa LCS
adalah persoalan yang tidak mudah serta membutuhkan waktu yang panjang. Bagi Indonesia,
meskipun tidak termasuk Claimant State tetapi juga punya kepentingan di LCS, karena konflik
klaim wilayah secara tidak langsung dengan Tiongkok telah terjadi sekarang, menyangkut wilayah
NKRI yakni Pulau Natuna, Khususnya Natuna Blok A.
Kandungan kekayaan Alam yang ada di kawasan LCS telah menyebabkan terjadinya
konflik klaim wilayah antara Tiongkok dan sebagian negara–negara anggota ASEAN yang berada
wilayah LCS. Menurut data Kementerian Geologi dan Sumber Daya Mineral Daya Republik
Rakyat Tiongkok memperkirakan bahwa wilayah Spratly mempunyai cadangan minyak dan gas
alam 17,7 miliar ton (1. 60 × 1010 kg), lebih besar di banding Kuwait, negara yang menempati
ranking ke 4 yang mempunyai cadangan minyak terbesar dunia saat ini dengan jumlah 13 miliar
ton (1,17×1010kg).
66
Secara matematis kekuatan militer Tiongkok jauh diatas baik dari aspek kuantitas dan
kualitas dibandingkan dengan 5 negara (4 Claimant States dan 1 non Claimant State), meskipun
anggaran pertahanan dan kekuatan militer mereka di gabung, tetap masih terjadi
ketidakseimbangan kekuatan. Ini bisa dilihat dari besarnya jumlah anggaran pertahanan, man
power dan kondisi alut sista Tiongkok terkini vs gabungan anggaran pertahanan dan kekuatan
militer 5 negara (4 Claimant States dan 1 non Claimant State). Apabila Tiongkok menggunakan
kekuatan militer untuk memaksakan kehendaknya penguasaan sebagian besar wilayah LCS, maka
tidak mustahil akan terjadi konflik militer yang akan melibatkan Amerika Serikat sebagai salah
satu negara Super power yang mempunyai kepentingan strategis secara Ekonomi, Politik dan
Militer di kawasan LCS. Tiongkok tidak akan menggunakan kekuatan militernya karena
kemungkinan Tiongkok sudah mempertimbangkan untung dan ruginya, Tiongkok sangat faham
betul apabila dipaksakan penyelesaian secara militer akan kalah serta membuat posisi Tiongkok
semakin terpojok.
Sengketa LCS sebenarnya murni masalah hukum, mengenai batas laut antara beberapa
negara ASEAN dengan Tiongkok yang menyangkut beberapa wilayah yang berupa gugusan pulau
di wilayah LCS. Namun penyelesaian lewat hukum sulit untuk di capai dalam waktu singkat
sehingga
effort ini harus dilakukan terus menerus sebagai upaya permanen jangka panjang.
Sedangkan pendekatan pemecahan permasalahan jangka pendek yang sesuaikan dengan situasi
dilapangan terkini melalui kerangka ASEAN adalah solusi masalah lewat jalur Politik dan
Diplomatik, karena komitmen ASEAN untuk LCS sangat jelas ialah keinginan menghasilkan
pedoman yang mengikat negara yang saling mengklaim wilayah di LCS agar semua masalah bisa
dikelola dengan baik, tidak memunculkan konflik yang tidak dikehendaki.
Sesuai dengan pijakan hukum resmi Claimant States terhadap laut cina selatan khususnya
4 anggota ASEAN, mengacu pada Konvensi PBB tentang hukum laut (United Nation Convention
Law Of the Sea) yang ditujukan untuk memperjelas ketentuan batas laut suatu negara. UNCLOS
ini merupakan konvensi PBB tentang Hukum Laut yang memuat tentang upaya paling
komprehensif PBB untuk menciptakan sebuah peraturan terpadu untuk tata kelola hak-hak negara
di dunia terhadap lautan. Dengan kata lain, adanya hukum internasional ini sebagai tindakan
pencegahan terjadinya perpecahan atau peperangan antar negara yang saling mementingkan
kepentingannya masing-masing.
a)
Negosiasi
66
Negosiasi. Jasa-jasa baik (Good offices), mediasi
(mediations), konsiliasi
(Consiliaions)
dan Penyelidikan (Inquiry)
(1)
Negosiasi
Negosiasi atau perundingan adalah cara penyelesaian sengketa yang paling penting dan
banyak ditempuh, serta efektif dalam menyelesaikan sengketa internasional. Praktek
negara-negara menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung untuk menggunakan sarana
negosiasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketanya.
67Negosiasi adalah
perundingan yang diadakan secara langsung antara para pihak untuk mencari
penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga.
68Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme
negosiasi antara lain adalah para pihak mengawasi dan memantau secara langsung
prosedur penyelesaiannya. Kemudian para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan
penyelesaian dengan kesepakatan di antara mereka. Para pihak juga dapat menghindari
perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri. Terakhir, para pihak dapat mencari
penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan memuaskan
kedua belah pihak.
69Kelemahan utama penggunaan cara ini dalam menyelesaikan sengketa adalah pertama,
manakala kedudukan para pihak tidak seimbang. Salah satu pihak kuat, sedang pihak
yang lain lemah. Dalam keadaan ini, pihak yang kuat berada dalam posisi untuk menekan
pihak lainnya. Hal ini sering terjadi ketika dua pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan
sengketa antara mereka. Kedua, bahwa proses berlangsungnya negosiasi sering kali
lambat dan memakan waktu lama. Hal ini terutama dikarenakan permasalahan antar
negara yang timbul, khususnya masalah yang berkaitan dengan ekonomi internasional.
Selain itu, jarang sekali adanya persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk
menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi. Ketiga, manakala suatu pihak terlalu keras
67
Huala Adolf, Op. Cit., hal. 19.
68Ibid, hal 26
69dengan pendiriannya. Keadaan ini dapat mengakibatkan proses negosiasi menjadi tidak
produktif.
70(2)
Pencarian fakta
Penggunaan pencarian fakta ini biasanya ditempuh manakala cara-cara konsultasi atau
negosiasi telah dilakukan dan tidak menghasilkan suatu penyelesaian. Dengan cara ini,
pihak ketiga akan berupaya melihat suatu permasalahan dari semua sudut guna
memberikan penjelasan mengenai kedudukan masing-masing pihak. Cara ini telah
dikenal dalam praktik kenegaraan. Selain itu, organisasi-organisasi internasional juga
telah memanfaatkan cara penyelesaian sengketa melalui pencarian fakta ini.
Negaranegara juga telah membentuk badan-badan penyelidikan baik yang sifatnya adhoc
ataupun terlembaga. Pasal 50 Statuta Mahkamah Internasional misalnya mengatakan
bahwa Mahkamah dapat “entrust any individual body, bureau, commission or other
organization that it may select, with the task of carrying out an inquiry or giving an
expert opinion.”
71The Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes tahun 1907
Pasal 35, dengan tegas mengatakan bahwa laporan komisi (pencarian fakta) sifatnya
terbatas mengungkapkan fakta-faktanya saja dan bukan merupakan suatu keputusan.
72(3)
Jasa-jasa baik
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan bantuan pihak
ketiga. Pihak ketiga disini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan
negosiasi. Jadi, fungsi utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak sedemikian
rupa sehingga mereka mau bertemu, duduk bersama, dan bernegosiasi.
73Keikutsertaan pihak ketiga dalam suatu penyelesaian sengketa dapat terjadi dalam dua
cara, yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga itu sendiri yang
menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaikan sengketa. Dalam kedua cara tersebut,
70
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Depok, 2014, hal. 329
71Mahkamah Internasional, Statuta Mahkamah Internasional 1945, Pasal 50.
72syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak.
74Jasa-jasa baik sudah
dikenal dalam praktik kenegaraan. Dalam perjanjian internasional pun penggunaan cara
ini tidak terlalu asing. Di samping negara sebagai subjek hukum ekonomi internasional,
jasa-jasa baik juga telah dikenal dalam praktik penyelesaian antara pihak-pihak swasta.
75(4)
Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut
disebut dengan mediator. Mediator dapat merupakan negara, organisasi internasional atau
individu. Mediator ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya dengan
kapasitasnya sebagai pihak yang netral berusaha mendamaikan para pihak dengan
memberikan cara penyelesaian sengketa. Jika usulan tersebut tidak diterima, mediator
masih dapat melanjutkan fungsi mediasinya dengan membuat usulan-usulan baru. Karena
itu, salah satu fungsi utama mediator adalah mencari berbagai solusi penyelesaian,
mengidentifikasi hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan
yang dapat mengakhiri sengketa.
76(5)
Konsiliasi
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan
intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini adalah negara, tetapi
bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk
para pihak dapat terlembaga atau bersifat adhoc, yang kemudian memberi persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Akan tetapi, keputusan yang diberikan oleh
komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak.
77The Hague Convention for the Pacific Settlement of International Dispute of 1899 dan
1907 memuat mekanisme dan aturan pembentukan komisi konsiliasi. Badan seperti ini
dibentuk dengan persetujuan bersama kedua belah pihak. Di samping fungsi, terdapat
kriteria lain yang membedakan badan ini dengan mediasi. Konsiliasi memiliki hukum
73
Dedi Supriyadi, Op.Cit., hal. 201
74Huala Adolf, Op.Cit., hal. 21.
75Ibid.
76acara yang lebih formal dibandingkan dengan mediasi. Hukum acara tersebut dapat
diterapkan terlebih dahulu dalam perjanjian atau diterapkan oleh badan konsiliasi.
78b)
Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa yang telah dikenal
lama dalam hukum internasional. Namun demikian sampai sekarang belum terdapat batasan atau
definisi resmi mengenai arbitrase. Sarjana Amerika Latin Podesta Costa dan Ruda
mendeskripsikan badan ini sebagai:
“Arbitration is the resolution of internasional disputes through the submissions, by formal
agreement of the parties, to the decision of a third party who would be one or several
persons by means of contentious proceedings from which the result of definitive judgment is
derived”. Podesta Costa mendefinisikan bahwa Arbitrase merupakan sistem penyelesaian
sengketa melalui pengajuan permohonan dari para pihak, yang menunjuk satu atau lebih pihak
ketiga sebagai penengah dalam perundingan.
79Arbitrase menurut Komisi Hukum Internasional (International Law Commisions) adalah
a procedure for the settlement of disputes between states by binding award on the basis of
law and as a result of an undertaking voluntaruly accepted.
80Huala Adolf memandang arbitrase sebagai suatu alternatif penyelesaian sengketa melalui pihak
ketiga (badan arbitrase) yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara) secara sukarela untuk
memutuskan sengketa yang bukan bersifat perdata dan putusannya bersifat final dan mengikat.
Melihat kesimpulan oleh para sarjana tersebut, dapat di simpulkan bahwa arbitrasi
merupakan suatu prosedur proses penyelesaian sengketa yang menunjuk pihak ketiga baik
suatu badan hukum atau organisasi yang diakui, untuk memutus sengketa dan putusannya
bersifat mengikat.
81Penyelesaian melalui arbitrase dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu penyelesaian oleh
seorang arbitrator secara terlembaga
(institutionalized) atau kepada suatu badan arbitrase
ad
77
Dedi Supriyadi, Loc. Cit
78Huala Adolf, Op. Cit., hal. 37.
79Ibid, hal 39
80hoc. Badan arbitrase terlembaga adalah badan arbitrase yang sudah berdiri sebelumnya dan
memiliki hukum acaranya. Contoh badan arbitrase seperti ini adalah The PCA di Den Haag.
Sedangkan badan arbitrase ad hoc adalah badan yang dibuat oleh para pihak untuk sementara
waktu dan berakhir tugasnya setelah putusan atas suatu sengketa tertentu dikeluarkan.
82(1)
Para pihak memiliki kebebasan dalam memilih hakimnya (arbitrator) baik secara langsung
maupun secara tidak langsung, hal ini berarti para pihak memiliki kepercayaan secara
penuh penyelesaian sengketanya diputus oleh pihak ketiga.
Proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase memiliki beberapa unsur positif:
(2)
Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan hukum acara atau persyaratan
bagaimana suatu putusan akan didasarkan dalam menentukan hukum acara dan hukum
yang akan diterapkan pada pokok sengketa, dan lain-lain.
(3)
Sifat dari putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan mengikat.
(4)
Persidangan arbitrase dimungkinkan untuk dilaksanakan secara rahasia apabila kedua belah
pihak menginginkannya.
(5)
Para pihak sendiri yang menentukan tujuan atau tugas badan arbitrase.
83Selain unsur-unsur positif, badan arbitrase internasional publik memiliki
kekurangan berikut:
(1)
Umumnya negara masih enggan memberikan komitmennya untuk menyerahkan
sengketanya kepada badan-badan pengadilan internasional, termasuk badan arbitrase
internasional.
(2)
Proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak menjamin bahwa putusannya akan
mengikat (dalam hukum internasional, suatu kesepakatan mengikat para pihak untuk
melaksanakan isi kesepakatan tersebut berdasarkan prinsip itikad baik). Hukum
internasional tidak menjamin bahwa pihak yang kalah atau tidak puas dengan
keputusan yang dikeluarkan akan melaksanakan keputusan tersebut.
8481
Ibid, hal 40
82Ibid, hal 41
83Ibid.
84Ada dua perbedaan utama antara badan arbitrase internasional publik dengan
pengadilan internasional. Pertama, arbitrase memberikan para pihak kebebasan dalam memilih
atau menentukan badan arbitrasenya. Sebaliknya dalam hal pengadilan, komposisi pengadilan
berada di luar pengawasan atau kontrol para pihak. Kedua, arbitrase memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk memilih hukum yang akan diterapkan oleh badan arbitrase. Kebebasan
seperti ini tidak ada dalam pengadilan internasional pada umumnya. Misalnya pada Mahkamah
Internasional. Mahkamah terikat untuk menerapkan prinsip-prinsip hukum internasional yang
ada, meskipun dalam mengeluarkan putusannya diperbolehkan menggunakan prinsip ex aequo
et bono.
85(1)
The Hague Convention for the Pacific settlement of International Dispute
(tahun 1899
dan 1907)
Sumber hukum internasional penggunaan arbitrase antara lain dapat ditemukan dalam
beberapa instrumen hukum berikut:
(2)
Pasal 13
Covenant of the League of Nations. Pasal 13 ayat (1)
Covenant antara lain
mewajibkan negara-negara anggotanya untuk menyerahkan sengketa mereka kepada badan
arbitrase atau pengadilan internasional apabila sengketa mereka tidak dapat diselesaikan
secara diplomatik.
(3)
Pasal 33 Piagam PBB yang memuat beberapa alternatif penyelesaian sengketa, antara lain
arbitrase, yang dapat dimanfaatkan oleh negara- negara anggota PBB
(4)
The UN Model on Arbitration Procedure, yang disahkan oleh Resolusi Majelis Umum
PBB 1962 (XIII) tahun 1958.
86Persyaratan terpenting dalam proses penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase ini
adalah kata sepakat atau konsensus dari negara-negara yang bersengketa. Kesepakatan
merupakan refleksi dan konsekuensi logis dari atribut negara yang berdaulat. Kedaulatan negara
menyatakan bahwa suatu negara tidak tunduk kepada subjek-subjek hukum internasional tanpa
85
Ibid, hal 42
86adanya kesepakatan atau kehendak dari negara tersebut.
87Metode yang memungkinkan untuk menyelesaikan sengketa selain cara cara tersebut di
atas adalah melalui pengadilan nasional atau internasional. Penggunaan cara ini biasanya
ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil. Seperti halnya
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, penyelesaian sengketa melalui pengadilan juga
dimungkinkan apabila ada kesepakatan antara pihak yang bersengketa. Kesepakatan ini
biasanya tertuang dalam klausul penyelesaian sengketa yang telah disepakati oleh para pihak
bersengketa. Dalam kesepakatan tersebut telah ditegaskan apabila timbul sengketa dalam
hubungan kerjasama perdagangan, mereka sepakat untuk menyerahkan sengketanya kepada
suatu pengadilan tertentu.
c) Penyelesaian yudisial (Judicial Settlement)
88
Masalah yurisdiksi atau kewenangan suatu pengadilan dalam hukum
internasional merupakan masalah utama dan sangat mendasar dalam upaya penyelesaian suatu
sengketa. Kompetensi suatu mahkamah atau pengadilan internasional pada prinsipnya
didasarkan kepada kesepakatan dari negara-negara yang mendirikannya. Berdirinya suatu
mahkamah atau pengadilan internasional didasarkan pada suatu kesepakatan atau perjanjian
internasional ini.
89Pengadilan-pengadilan yang telah ada saat ini, seperti Mahkamah Internasional,
the
Inter American Court of Human Right, the Court of European Communities, Dispute
Settlement Body WTO, semua badan peradilan tersebut didirikan oleh perjanjian internasional.
badan penyelesaian sengketa secara yudisial yang umum dikenal oleh masyarakat internasional
adalah International Court of Justice (ICJ) yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas
Permanent Court of International Justice. Pengukuhan kedudukan dilaksanakan pada
tanggal 18 April 1946, dan pada tanggal tersebut pendahulunya yaitu
Permanent Court
of International Justice, dibubarkan oleh Majelis Liga Bangsa-Bangsa pada waktu sidang
terakhirnya. ICJ terbuka bagi negara-negara (anggota-anggota atau bukan anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa) peserta statuta dan bagi negara-negara lain, dengan syarat-syarat yang
ditentukan Dewan Keamanan PBB tunduk pada ketentuan khusus yang dimuat dalam
traktat-traktat yang berlaku dan syarat tersebut tidak untuk menempatkan para pihak dalam
kedudukan yang tidak sama di hadapan Mahkamah (Pasal 35 statuta ICJ). Yurisdiksi ICJ
dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni:
(1) Memutuskan Perkara-Perkara Pertikaian (Contentius Case)
Mahkamah memiliki yurisdiksi terhadap semua perkara yang diajukan oleh para pihak.
Ketentuan ini tidak berarti Mahkamah hanya memiliki yurisdiksi apabila proses peradilan
diawali dengan suatu penyerahan sengketa secara bersama oleh negara-negara yang bertikai.
Suatu penyerahan sepihak dari sengketa kepada ICJ oleh salah satu pihak, tanpa didahului
dengan perjanjian khusus sudah dianggap mencukupi apabila pihak atau pihak-pihak lain dalam
sengketa tersebut menyetujui demikian. Selain itu pengakuan suatu negara terhadap
yurisdiksi Mahkamah atas suatu sengketa dapat terjadi setiap saat sebagai kewajiban ipso
facto dan tanpa perjanjian khusus “dalam hubungannya dengan negara lain yang menerima
kewajiban yang sama” yurisdiksi Mahkamah dalam semua sengketa hukum mengenai:
(a)
Penafsiran suatu traktat;
(b)
Setiap persoalan hukum internasional;
(c)
Keberadaan suatu fakta yang apabila ada, akan merupakan suatu pelanggaran
kewajiban internasional;
suatu kewajiban internasional.
91Mahkamah tidak dapat melaksanakan yurisdiksi atas kehendaknya sendiri, karena salah
satu pihak harus memiliki untuk membawa perkara itu kehadapannya, maka pihak lain
kemudian terikat untuk menerima yurisdiksi Mahkamah. Kedua pihak tetap bebas dalam setiap
tahap untuk menyelesaikan sengketa terkait melalui perjanjian tanpa perlu persetujuan oleh
Mahkamah, yang dapat diumumkan begitu saja sebagai pernyataan perkara tersebut dihapus
dari daftar perkara (Pasal 88 Rules of Court
1978).
Pasal 41 Statuta ICJ, Mahkamah dapat mengusulkan suatu tindakan sementara
yang diperlukan untuk melindungi hak-hak dari masing- masing pihak, tindakan-tindakan
sementara ini dapat bersifat perintah, juga keputusan atau larangan yang tujuannya melindungi
hak-hak dari masing-masing pihak dalam arti sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 41
Statuta Mahkamah. Akibat hukum dari keputusan Mahkamah ditentukan dalam Pasal 56-61
Statuta ICJ. Keputusan Mahkamah tidak memiliki kekuatan mengikat kecuali di antara para
pihak dan berkenaan dengan kasus tertentu (Pasal 59). Keputusan tersebut adalah final dan tanpa
banding (Pasal 60) tetapi suatu revisi boleh dilakukan atas dasar penemuan suatu faktor yang
menguntungkan yang baru, dengan ketentuan bahwa pelaksanaan hal itu dibuat dalam jangka
waktu 6 bulan dari penemuan itu serta tidak lebih dari 10 tahun dari tanggal keluarnya
keputusan (Pasal 61).
92Opini-opini nasehat yang dapat diberikan oleh Mahkamah hanya dapat diupayakan atas
persoalan hukum, sama dengan halnya jenis perkara yang dapat dipersengketakan di ICJ.
Kongkret maupun abstrak, dan dalam memberi opini- opini nasihat itu Mahkamah akan
melaksanakan fungsi yudisialnya. Suatu opini nasihat tidak melebihi tujuannya, opini
tersebut kurang memiliki kekuatan mengikat dibanding suatu keputusan dalam kasus-kasus
perdebatan, demikian pula untuk organisasi atau organ-organ organisasi yang memintanya,
(2) Memberikan Opini-opini yang bersifat Nasihat (Advisory Opinion)
91
Ibid
92meskipun tentunya organisasi atau organ tersebut dapat memilih untuk menganggapnya suatu
keputusan yang sifatnya wajib. Mahkamah juga menganggap dirinya wajib memiliki tugas
untuk mematuhi pembatasan-pembatasan yudisial yang essensial dalam prosedur opini
nasihatnya, sehingga Mahkamah tidak akan mejalankan yurisdiksi hal yang utama atas dasar
mana suatu opini yang diminta tersebut menentukan suatu kontroversi antara negara-negara
tertentu serta tidak ada satu negara yang tampil di hadapan Mahkamah. Penafsiran
ketentuan-ketentuan traktat sesungguhnya merupakan suatu tugas yudisial dan Mahkamah tidak dapat
menolak suatu permintaan opini nasihat tentang persoalan demikian, meskipun diklaim
bahwa persoalan tersebut dan permintaannya bersifat politis. Setiap peristiwa, Mahkamah tidak
akan menolak untuk memberikan suatu opini nasihat, karena dikatakan bahwa berkaitan
dengan opini tersebut Mahkamah telah atau dapat diduga akan tunduk pada tekanan politis.
93Mahkamah Internasional apabila diminta oleh para pihak, dapat membentuk
kamar-kamar
(chambers) untuk menangani suatu perkara khusus dan jumlah hakim yang menyusun
kamar tersebut akan ditentukan oleh Mahkamah dengan persetujuan dari para pihak seperti
yang dijelaskan pada Pasal 26 ayat (2) Statuta ICJ. Pada bulan Januari 1982, untuk pertama
kalinya Mahkamah membentuk kamar khusus untuk menyelesaikan sengketa antar Amerika
Serikat dan Kanada mengenai penetapan batas perbatasan maritim di kawasan teluk Maine
dan prosedur ini telah diikuti dalam permasalahan-permasalahan berikutnya.
94Apabila negara-negara tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan
sengketa-sengketa mereka melalui jalur diplomasi atau damai (bersahabat), maka salah satu cara yang
dapat digunakan sebagai jalan keluar penyelesaian sengketa adalah melalui jalur pemaksaan
atau kekerasan. Penyelesaian sengketa internasional dengan menggunakan kekerasan secara
garis besar dibagi menjadi:
2) Penyelesaian Sengketa Internasional dengan Kekerasan
95
93
Ibid, hal 77
94Ibid
a) Perang
95
Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan
dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian sengketa di mana negara
yang ditaklukan tersebut tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Cara
perang untuk menyelesaikan sengketa merupakan cara yang telah diakui dan di
praktikkan sejak lama. Bahkan perang telah juga dijadikan sebagai alat atau
instrumen dan kebijakan luar negeri untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman
mereka mengenai aturan-aturan hukum internasional. Dalam perkembangannya
kemudian, seiring dengan berkembangnya teknologi senjata pemusnah massal,
masyarakat internasional menyadari besarnya bahaya dari penggunaan perang,
karenanya masyarakat internasional sekarang ini tengah berupaya untuk
menghilangkan cara penyelesaian ini atau sedikitnya dibatasi penggunaannya.
96Hukum internasional sebenarnya telah melarang penggunaan kekerasan
bersenjata dalam penyelesaian sengketa internasional. Pasal 2 ayat (3) Piagam
PBB menyebutkan “All members shall settle their international disputes by
peaceful means in such a manner that international peace and security are not
endangered”,
Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap negara anggota PBB
diwajibkan untuk menempuh cara-cara penyelesaian sengketa secara damai.
Kewajiban lainnya yang melarang penggunaan kekerasan dalam Piagam
tercantum dalam Pasal 2 ayat (4). Pasal ini menyatakan bahwa dalam hubungan
internasional, semua negara harus menahan diri dalam menggunakan cara-cara
kekerasan, “All members shall refrain in their international relations from the
threat or use of force against the territorial integrity or political independence
of any state or in any manner inconsistent with the purpose of the
United Nations”.
97Penggunaan kekerasan senjata dalam suatu sengketa hanya dapat
dimungkinkan pada saat keadaan terdesak untuk melakukan pembelaan diri apabila
96
Dedi Supriyadi,
Op. Cit., hal. 206
97terlebih dahulu diserang oleh negara lain. Tindakan ini didasarkan pada Pasal
51 Piagam PBB yang menyatakan “Nothing in the present Charter shall impair
the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs
against a Member of the United Nations… Measures taken by Members in the
exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the
Security Council… ”.
98ekonomi dan penarikan konsesi pajak dan tarif.
Penggunaan perang sebagai alternatif penyelesaian suatu sengketa
internasional merupakan pilihan yang harus digunakan dalam situasi tertentu.
Penggunaan senjata sebagai media penyelesaian sengketa harus dilakukan untuk
alasan pertahanan diri dan bukan sebagai tindakan untuk menekan pihak lain.
126b) Retorsi (Retortion)
Retorsi merupakan istilah untuk melakukan pembalasan oleh suatu negara
terhadap tindakan-tindakan tidak pantas dari negara lain, balas dendam tersebut
dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat, misalnya
pemutusan hubungan diplomatik, pencabutan hak istimewa, penghentian bantuan
99
Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ganti rugi, akan
tetapi terbatas pada penahanan orang dan benda. Pembalasan merupakan upaya
yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk
Keadaan yang memberikan penggunaan retorsi hingga kini belum dapat
secara pasti ditentukan karena pelaksanaan retorsi sangat beraneka ragam. Pasal 2
paragraf 3 Piagam PBB ditetapkan bahwa anggota PBB harus menyelesaikan
sengketa mereka dengan cara damai sehingga tidak mengganggu perdamaian dan
keamanan internasional dan keadilan. Penggunaan retorsi secara sah oleh negara
anggota PBB terikat oleh ketentuan piagam tersebut.
c) Tindakan-tindakan pembalasan
(Repraisals)
98
Sefriani,
Op. Cit., hal. 358.
99menyelesaikan sengketa yang timbul oleh karena negara tersebut telah melakukan
tindakan yang tidak dibenarkan. Perbedaan tindakan repraisal dan retorsi adalah
bahwa pembalasan adalah mencakup tindakan yang pada umumnya dapat dikatakan
sebagai tindakan ilegal, sedangkan retorsi meliputi tindakan balas dendam yang
dapat dibenarkan oleh hukum.
100Pembalasan dapat dilakukan dengan bentuk pemboikotan barang-barang
terhadap suatu negara tertentu, suatu embargo atau suatu penyanderaan terhadap
seseorang. Saat ini pada umumnya bahwa suatu pembalasan hanya dibenarkan
apabila negara yang menjadi tujuan tindakan ini bersalah karena melakukan
tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran internasional. Reprisal dapat
dilakukan dengan syarat sasaran reprisal merupakan negara yang melakukan
pelanggaran internasional, negara yang bersangkutan telah terlebih dahulu diminta
untuk mengganti kerugian yang muncul akibat tindakannya, serta tindakan reprisal
harus dilakukan dengan proporsional dan tidak berlebihan.
101Blokade secara damai adalah tindakan blokade yang dilakukan pada waktu
damai. Tindakan ini pada umumnya ditunjukan untuk memaksa negara yang
pelabuhannya diblokade untuk mengganti kerugian oleh negara yang melakukan
blokade. Blokade secara damai dapat dipandang sebagai suatu prosedur kolektif
yang diakui untuk memperlancar penyelesaian sengketa antara negara. Secara
tegas tindakan
blokade disebut dalam Pasal 42 Piagam PBB sebagai suatu
tindakan yang boleh diprakasai oleh Dewan Keamanan demi untuk memelihara
kedamaian dunia.
d) Blokade secara damai (Pacific Blockade)
102