3.1. Tahapan Penelitian
Pada penelitian ini, seluruh prosedur awal penelitian terlebih dahulu harus sudah
dilakukan seperti studi literatur dan melakukan konsultasi dengan pembimbing.
Setelah ditemukan permasalahan dan merumuskannya maka penelitian bisa
dilanjutkan pada proses selanjutnya.
3.2 Diagram Alur Kerja Penelitian
Diagram alur kerja sistem penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini di
ilustrasikan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Alur kerja penelitian secara umum
Berdasarkan gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa alur kerja penelitian secara
umum dimulai dengan tahapan menetapkan tujuan rumusan masalah yang akan
diteliti, agar penelitian yang diteliti tidak menyebar keruang lingkup yang lain dan
dilanjutkan dengan tahapan mengumpulkan data yang akan diteliti khususnya citra
wajah, selanjutnya setalah sampel terkumpulkan maka dilanjutkan tahapan merancang
atau membangun sistem dimana sistem dirancang dan diimplemetasikan sesuai
dengan tujuan penelitian yang telah difokuskan, kemudian pada tahapan selanjutnya
yaitu melakukan pengujian sistem yang telah diimplemetasikan dan pada tahapan Mulai Menetapkan Tujuan Rumusan Masalah Melakukan
Pengumpulan Data
Merancang System yang akan dibangun
Menguji Coba System yang dibangun Mengukur Kemampuan
Kinerja System Menetapkan
3.3 Data Dan Peralatan Penelitian Yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sekumpulan file citra wajah yang
digunakan sebagai pelatihan dan sekumpulan file citra wajah yang digunakan sebagai
pengujian. Proses pengambilan sampel wajah menggunakan bantuan Camera Digital
XLR Nikon D90 dengan jarak pengambilan 2 meter, hasil photo tersebut di potong
pada bagian wajah dan di atur resolusinya dengan ukuran 75 x 100 pixel. File citra
wajah yang digunakan yaitu file yang berformat bmp. Alasan pemilihan file citra .bmp
adalah dikarenakan format gambar .bmp merupakan standar default dalam pemrosesan
citra pada sistem operasi Windows.
3.4 Pengenalan Citra Wajah
Pengenalan citra wajah yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengenalan citra
wajah dengan ekstraksi fitur ciri orde satu, ekstraksi fitur ciri orde dua, kombinasi
ekstraksi fitur ciri orde satu dan ciri orde dua, kombinasi DCT dengan ekstraksi fitur
ciri orde satu, kombinasi DCT dengan ekstraksi fitur ciri orde dua kombinasi DCT
dengan ekstraksi fitur ciri orde satu dan dua.
3.4.1. Pengenalan Citra Wajah Dengan Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu
Langkah pengenalan citra wajah dengan ekstraksi fitur ciri orde satu dapat dilihat
pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 Pengenalan citra wajah dengan ekstraksi fitur ciri orde satu
Pada tahapan ini yang dikerjakan oleh sistem adalah menerima inputan citra
wajah maka sistem selanjutnya akan melakukan proses grayscale dengan tujuan untuk
mempermudah perhitungan, dimana citra input mempunyai tiga kanal yaitu kanar R,
G, B, setelah grayscale bekerja maka citra akan menjadi satu kanal yaitu kanal
SUMBER GRAYSCALE
Hitung Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu
Grayscale, kemudian citra grayscale diproses kembali untuk melakukan penghitungan
ekstraksi fitur ciri orde satu, dan selanjutnya akan melakukan kalkulasi antara pola
training dan pola citra testing, pola wajah yang dikenali adalah pola wajah yang
kalkulasi persentase yang paling tinggi.
3.4.2. Pengenalan Citra Wajah Dengan Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua
Langkah pengenalan citra wajah dengan ekstraksi fitur ciri orde dua dapat dilihat
pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Pengenalan citra wajah dengan ekstraksi fitur ciri orde dua
Pada tahapan ini yang dikerjakan oleh sistem adalah menerima inputan citra
wajah, maka sistem selanjutnya akan melakukan proses grayscale dengan tujuan untuk
mempermudah perhitungan, dimana citra input mempunyai tiga kanal yaitu kanar R,
G, B, setelah grayscale bekerja maka citra akan menjadi satu kanal yaitu kanal
Grayscale, kemudian citra grayscale diproses kembali untuk melakukan penghitungan
Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua dan selanjutnya akan melakukan kalkulasi antara pola
training dan pola citra testing, pola wajah yang dikenali adalah pola wajah yang
kalkulasi persentase yang paling tinggi.
SUMBER GRAYSCALE
Hitung Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua
3.4.3. Pengenalan Citra Wajah Dengan Kombinasi Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu
dan Ciri Orde Dua
Langkah pengenalan citra wajah dengan Kombinasi Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan
Ciri Orde Dua dapat dilihat pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 pengenalan citra wajah dengan kombinasi ekstraksi fitur
ciri orde satu dan ciri orde dua
Pada tahapan ini yang dikerjakan oleh sistem adalah menerima inputan citra
wajah maka sistem selanjutnya akan melakukan proses grayscale dengan tujuan untuk
mempermudah perhitungan, dimana citra input mempunyai tiga kanal yaitu kanar R,
G, B, setelah grayscale bekerja maka citra akan menjadi satu kanal yaitu kanal
Grayscale, kemudian citra grayscale diproses kembali untuk melakukan penghitungan
Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan Ciri Orde Dua dan selanjutnya akan melakukan
kalkulasi antara pola training dan pola citra testing, pola wajah yang dikenali adalah
pola wajah yang kalkulasi persentase yang paling tinggi.
3.4.4. Pengenalan Citra Wajah Dengan Kombinasi Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu
dengan DCT (Discrete Cosine Transform)
Langkah pengenalan citra wajah dengan Kombinasi Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan
Ciri Orde Dua dapat dilihat pada gambar 3.5.
SUMBER GRAYSCALE
Hitung Ekstraksi Fitur Kombinasi Ciri Orde Satu dan Ciri Orde Dua
Gambar 3.5 Pengenalan citra wajah dengan ekstraksi fitur ciri orde satu
dengan DCT (discrete cosine transform)
Pada tahapan ini yang dikerjakan oleh sistem adalah menerima inputan citra
wajah maka sistem selanjutnya akan melakukan proses grayscale dengan tujuan untuk
mempermudah perhitungan, dimana citra input mempunyai tiga kanal yaitu kanar R,
G, B, setelah grayscale bekerja maka citra akan menjadi satu kanal yaitu kanal
Grayscale, kemudian citra grayscale diproses kembali untuk melakukan penghitungan
Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan selanjutnya akan di transformasikan menggunakan
discrete cosine transform perolehan bobot nilai tersebut akan dilakukan kalkulasi
antara pola training dan pola citra testing, pola wajah yang dikenali adalah pola wajah
yang kalkulasi persentase yang paling tinggi.
3.4.5. Pengenalan Citra Wajah Dengan Kombinasi Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua
dengan DCT (Discrete Cosine Transform)
Langkah pengenalan citra wajah dengan Kombinasi Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua
dengan DCT (Discrete Cosine Transform) dapat dilihat pada gambar 3.6.
SUMBER GRAYSCALE
Hitung Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu
Hitung DCT (Discrete Cosine Transform)
Gambar Dikenali
SUMBER GRAYSCALE
Hitung Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua
Hitung DCT (Discrete Cosine Transform)
Pada tahapan ini yang dikerjakan oleh sistem adalah menerima inputan citra
wajah maka sistem selanjutnya akan melakukan proses grayscale dengan tujuan untuk
mempermudah perhitungan, dimana citra input mempunyai tiga kanal yaitu kanar R,
G, B, setelah grayscale bekerja maka citra akan menjadi satu kanal yaitu kanal
Grayscale, kemudian citra grayscale diproses kembali untuk melakukan penghitungan
Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua dan Ciri Orde Dua dan selanjutnya akan di
transformasikan menggunakan discrete cosine transform perolehan bobot nilai
tersebut akan dilakukan kalkulasi antara pola training dan pola citra testing, pola
wajah yang dikenali adalah pola wajah yang kalkulasi persentase yang paling tinggi
3.4.6. Pengenalan Citra Wajah Dengan Kombinasi Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu
dan Ciri Orde Dua dengan DCT (Discrete Cosine Transform)
Langkah pengenalan citra wajah dengan Kombinasi Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan
Ciri Orde Dua dengan DCT (Discrete Cosine Transform) dapat dilihat pada gambar 3.7.
Gambar 3.7 Pengenalan citra wajah dengan ekstraksi fitur ciri orde satu dan
ciri orde dua dengan DCT (discrete cosine transform)
Pada tahapan ini yang dikerjakan oleh sistem adalah menerima inputan citra
wajah maka sistem selanjutnya akan melakukan proses grayscale dengan tujuan untuk
mempermudah perhitungan, dimana citra input mempunyai tiga kanal yaitu kanar R,
G, B, setelah grayscale bekerja maka citra akan menjadi satu kanal yaitu kanal
Grayscale, kemudian citra grayscale diproses kembali untuk melakukan penghitungan
Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan Ciri Orde Dua dan selanjutnya akan di
transformasikan menggunakan discrete cosine transform perolehan bobot nilai
SUMBER GRAYSCALE
Hitung Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan Ciri Orde Dua
Hitung DCT (Discrete Cosine Transform)
tersebut akan dilakukan kalkulasi antara pola training dan pola citra testing, pola
wajah yang dikenali adalah pola wajah yang kalkulasi persentase yang paling tinggi
3.5. Skema Grayscale
Diagram alir untuk proses Grayscale dibangun berdasarkan Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Diagram alir proses grayscale
Tahapan grayscale bertujuan membantu percepatan dalam komputasi
selanjutnya, dimana grayscale bekerja menyama-ratakan nilai intensitas ketiga kanal
yang terdapat pada citra 24 bit. Nilai-nilai intensitas yang terdapat pada kanal R, kanal
G, dan kanal B dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah kanal berturut-turut hingga
besar ukuran citra, sehingga nilai-nilai kanal sekarang diperbaharui dengan nilai
jumlah setiap kanal dibagi jumlah kanal. Sehingga sistem lebih cepat dalam proses
kumputasi selanjutnya yang hanya mengambil salah satu kanal saja sebagai presentasi
nilai-nilai intensitas lainnya yang terdapat pada citra. Mulai
Stop Input Citra
Kanal R=(R+G+B)/3
Kanal G=(R+G+B)/3
Kanal B=(R+G+B)/3
Apakah semua pixel (nilai intensitas) citra
sudah di kalkulasi
3.6. Skema Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu
Diagram alir untuk proses ekstraksi fitur ciri orde satu dibangun berdasarkan
Gambar 3.9.
Gambar 3.9. Diagram alir proses ekstraksi fitur menggunakan ciri orde satu
Pada tahapan ini sistem menerima inputan citra grayscale sebelum melakukan
ekstraksi fitur dengan menggunakan Ciri Orde Satu, setelah membaca data citra
grayscale, sistem akan melanjutkan ketahapan ekstraksi fitur Ciri Orde Satu (mean,
skewness, variance, kurtosis, dan entropy), apabila keseluruhan citra sudah dilakukan
ekstraksi fitur dan mendapatkan nilai fitur yang dinginkan maka sistem akan masuk
ketahap berikutnya, tapi apabila keseluruhan citra belum di ekstraksi fiturnya maka
sistem akan kembali untuk melakukan penghitungan ekstraksi fitur. Mulai
Selesai Input Citra Grayscale
Hitung Ekstraksi Fitur
Ciri Orde Satu
Apakah Semua nilai telah di Ekstraksi
3.7. Skema Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua
Diagram alir untuk proses ekstraksi fitur ciri orde dua dibangun berdasarkan
Gambar 3.10.
Gambar 3.10. Diagram alir proses ekstraksi fitur menggunakan ciri orde dua
Pada tahapan ini sistem menerima inputan citra grayscale sebelum melakukan
ekstraksi fitur dengan menggunakan ciri orde dua, setelah membaca data citra
grayscale, maka akan dilakukan penghitungan Co-Ocurance Matrik terlebih dahulu,
perolehan dari nilai co-Ocurance matrik baik itu matrik 0°, 45°, 90°, 135° akan
dihitung nilai rata – ratanya dan disimpan kedalam matriks komulatif, perolehan nilai
dari matrik komulatif tersebut akan dihitung menggunakan ekstraksi fitur ciri orde dua
(Angular Second Moment, Contrast, Correlation, Variance, Inverse Difference
Moment)
.
Mulai
Selesai
Input Citra Grayscale
Hitung Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua
Apakah Semua nilai telah di Ekstraksi
Ya Tidak
3.8. Skema Kombinasi Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan Dua
Diagram alir untuk proses ekstraksi fitur Ciri Orde Satu dan Dua dibangun
berdasarkan Gambar 3.11.
Gambar 3.11. Diagram alir proses ekstraksi fitur menggunakan ciri orde satu
dan ciri orde dua.
Pada tahapan ini sistem menerima inputan citra grayscale sebelum melakukan
ekstraksi fitur dengan menggunakan Ciri Orde Satu dan Dua, setelah membaca data
citra grayscale, sistem akan melanjutkan ketahapan ekstraksi fitur Ciri Orde Satu
(mean, skewness, variance, kurtosis, dan entropy), untuk Ekstraksi fitur ciri orde dua
akan dilakukan penghitungan Co-Ocurance Matrik terlebih dahulu, perolehan dari
nilai co-Ocurance matrik baik itu matrik 0°, 45°, 90°, 135°,akan dihitung
menggunakan ekstraksi fitur ciri orde dua (Angular Second Moment, Contrast,
Correlation, Variance, Inverse Difference Moment). apabila keseluruhan citra sudah
diekstraksi fitur dan mendapatkan nilai fitur yang dinginkan maka sistem akan masuk
ketahap berikutnya, tapi apabila keseluruhan citra belum di ekstraksi fiturnya maka
sistem akan kembali untuk melakukan penghitungan ekstraksi fitur. Mulai
Selesai
Input Citra Grayscale
Hitung Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan Dua
Apakah Semua nilai telah di Ekstraksi
Ya Tidak
3.9. Skema Kombinasi Nilai Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dengan DCT (Discrete Cosine Transform)
Diagram alir untuk kombinasi antara nilai Ciri Orde Satu dengan DCT (Discrete
Cosine Transform) dibangun berdasarkan Gambar 3.12.
Gambar 3.12. Diagram alir proses kombinasi antara nilai ekstraksi fitur
ciri orde satu dengan DCT (discrete cosine transform)
Pada tahapan ini hasil keselurahan nilai ekstraksi fitur Ciri Orde Satu akan
ditranformasikan menggunakan DCT (Discrete Cosine Transform), apabila
keseluruhan nilai ekstraksi fitur Ciri Orde Satu telah dihitung maka akan didapatkan
nilai energy yang nantinya nilai tersebut akan digunakan untuk mengenali pola citra
wajah.
Mulai
Selesai
Input Nilai Ektraksi Fitur Ciri Orde Satu
Hitung Nilai DCT (Discrete Cosine Transform)
C u =
� � � � � � �−�=
� � + � �
Apakah Nilai
I < N
3.10.Skema Kombinasi Nilai Ekstraksi Fitur Ciri Orde Dua dengan DCT (Discrete Cosine Transform)
Diagram alir untuk kombinasi antara nilai Ciri Orde Dua dengan DCT (Discrete
Cosine Transform) dibangun berdasarkan Gambar 3.13.
Gambar 3.13. Diagram alir proses kombinasi antara nilai ekstraksi fitur
ciri orde dua dengan DCT (Discrete Cosine Transform)
Pada tahapan ini hasil keselurahan nilai ekstraksi fitur Ciri Orde Dua akan
ditranformasikan menggunakan DCT (Discrete Cosine Transform), apabila
keseluruhan nilai ekstraksi fitur Ciri Orde Dua telah dihitung maka akan didapatkan
nilai energy yang nantinya nilai tersebut akan digunakan untuk mengenali pola citra
wajah.
Mulai
Selesai
Input Nilai Ektraksi Fitur Ciri Orde Dua
Hitung Nilai DCT (Discrete Cosine Transform)
C u =
� � � � � � �−�=
� � + � �
Apakah Nilai
I < N
3.11.Skema Kombinasi Nilai Ekstraksi Fitur Ciri Orde Satu dan Dua dengan DCT (Discrete Cosine Transform)
Diagram alir untuk kombinasi antara nilai Ciri Orde Satu dan Dua dengan DCT
(Discrete Cosine Transform) dibangun berdasarkan Gambar 3.14.
Gambar 3.14. Diagram alir proses kombinasi antara nilai ekstraksi fitur ciri orde
satu dan dua dengan DCT (discrete cosine transform)
Pada tahapan ini hasil keselurahan nilai ekstraksi fitur Ciri Orde Satu dan Dua
akan ditranformasikan menggunakan DCT (Discrete Cosine Transform), apabila
keseluruhan nilai ekstraksi fitur Ciri Orde Satu dan Dua telah dihitung maka akan
didapatkan nilai energy yang nantinya nilai tersebut akan digunakan untuk mengenali
pola citra wajah.
Mulai
Selesai
Input Nilai Ektraksi Fitur Ciri Orde Satu dan Dua
Hitung Nilai DCT (Discrete Cosine Transform)
C u =
� � � � � � �−�=
� � + � �
Apakah Nilai
I < N
3.12. Paramater Pengukuran Evaluasi Unjuk Kerja Sistem
Pengukuran evaluasi unjuk kerja sistem pengenalan pola pada umumnya
menggunakan dua parameter, yaitu true detection dan false detection. True detection
merupakan jumlah pola yang berhasil dikenali per seluruh jumlah pola yang di uji,
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil penelitian yang akan dibahas berupa hasil pengenalan citra wajah menggunakan
Statistik Fitur (Ciri Orde Satu), Featur Haralic (Ciri Orde Dua), kombinasi antara
Statistik Fitur (Ciri Orde Satu) dan Featur Haralic (Ciri Orde Dua), kombinasi
Discrete Cosine Transform (DCT) dengan Statistik Fitur (Ciri Orde Satu), kombinasi
Discrete Cosine Transform (DCT) dengan Featur Haralic (Ciri Orde Dua), dan
kombinasi Discrete Cosine Transform (DCT), Statistik Fitur dan Featur Haralic
4.1.1 Citra Wajah
Citra wajah yang digunakan sebagai sampel pelatihan dan pengujian adalah hasil dari
rekaman kamera digital. Citra digital dijadikan input dalam proses pengenalan pola
wajah yang menggunakan teknis analisis citra.
Pengambilan data citra wajah dilakukan menggunakan kamera SLR Nikon
D90 Proses pengambilan data citra wajah dilakukan pada siang hari di Unit SMA
Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) yang beralamat di Jalan
Setiabudi No 191 Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.
Citra yang digunakan sebagai input hanya memiliki objek wajah. Jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 1400 citra, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu 840 (60 %) citra
digunakan untuk testing dan 560 (40%) digunakan untuk training. Citra wajah yang
harus dikenali terdiri dari tujuh kategori yaitu,
1. Citra wajah dengan orientasi 45° kekiri, 30° kekiri.
2. Citra wajah dengan orientasi 30° kekiri.
3. Citra wajah dengan orientasi 15° kekiri.
4. Citra wajah dengan orientasi 0°.
5. Citra wajah dengan orientasi 15° kekanan.
Gambar 4.1 berikut ini menunjukkan beberapa sampel citra wajah hasil rekaman
kamera digital.
Gambar 4.1 Sampel citra wajah hasil rekaman kamera digital.
4.1.2 Proses Ekstraksi Fitur dan Bobot DCT
Sebelum sebuah citra wajah diekstrak menggunakan statistik fitur (ciri orde satu), dan
featur haralic (ciri orde dua), proses pengolahan citra grayscale dilakukan terhadap
sampel citra wajah. Hasil citra grayscale dapat dilihat pada gambar 4.2
Ekstraksi fitur menggunakan statistik fitur (ciri orde satu) dimulai dengan
menghitung probabilitas kemunculan nilai derajat keabuan piksel pada suatu citra.
Hasil dari probabilitas citra dapat dilihat pada gambar 4.3
Gambar 4.3 Hasil dari probabilitas citra
Dari nilai-nilai probabilitas yang dihasilkan, dapat dihitung beberapa
parameter pada statistik fitur (ciri orde satu), antara lain mean, skewness, variance,
kurtosis, dan entropy. Hasil dari statistik fitur (ciri orde satu) dapat dilihat pada
gambar 4.4
Gambar 4.4 Hasil ekstraksi fitur menggunakan statistik fitur (ciri orde satu)
Nilai mean menunjukkan ukuran dispersi pada suatu citra, variance
keruncingan relatif kurva histogram suatu citra dan entropy menunjukkan ukuran
ketidakaturan bentuk dari suatu citra.
Sedangkan ekstraksi fitur menggunakan featur haralic (ciri orde dua) dimulai
dengan menghitung probabilitas hubungan ketetanggaan antara dua piksel pada jarak
dan orientasi sudut 0°, 45°, 90°, 135°. Pendekatan ini bekerja dengan membentuk
sebuah matriks kookurensi dari data citra. Gambar 4.5 menunjukkan hasil matriks
kookurensi 0°, Gambar 4.6 menunjukkan hasil matriks kookurensi 45°, Gambar 4.7
menunjukkan hasil matriks kookurensi 90°, Gambar 4.8 menunjukkan hasil matriks
kookurensi 135°, dan Gambar 4.9 menunjukkan hasil matriks komulatif.
Gambar 4.5 Hasil matriks kookurensi 0°
Gambar 4.7 Hasil matriks kookurensi 90°
Gambar 4.9 Hasil matriks kookurensi komulatif
Dari nilai-nilai probabilitas hubungan ketetanggaan antara dua piksel yang dihasilkan,
baik itu matrik 0°, 45°, 90°, 135° akan dirata-ratakan sehingga memperoleh satu
matrik baru yaitu matrik komulatif, perolehan nilai matrik komulatif dapat dihitung
beberapa parameter pada featur haralic (ciri orde dua), antara lain adalah Angular
Second Moment, Contrast, Correlation, Variance, Inverse Difference Moment, dan
Entropy, hasil dari ekstraksi fitur ciri orde dua dapat dilihat pada gambar 4.10
Gambar 4.10 Hasil ekstraksi fitur menggunakan statistik fitur (ciri orde satu), dan
Nilai ASM (Angular Second Moment) menunjukkan tingkat homogenitas suatu
citra, contrast menunjukkan tingkat penyebaran (momen inersia) pada elemen matriks
yang terdapat pada suatu citra, Correlation menunjukkan nilai ketergantungan linear
derajat keabuan citra, variance menunjukkan tingkat variasi elemen matriks
kookurensi, IDM (Inverse Different Moment) menunjukkan kehomogenan citra yang berderajat keabuan sejenis, dan entropy menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk
yang terdapat pada sebuah citra.
Pada pembentukan bobot DCT (Discrete Cosine Transform), nilai dari Statistik
Fitur (ciri orde satu) yang terdapat pada gamabr 4.4 maupun nilai dari Featur Haralic
(ciri orde dua) yang terdapat pada gamabr 4.10 akan ditransformasikan menggunakan
DCT (Discrete Cosine Transform). Gambar 4.11 menunjukkan hasil pembentukan
bobot dari kombinasi DCT (Discrete Cosine Transform) dan Statistik Fitur (ciri orde
satu), kombinasi DCT (Discrete Cosine Transform) dan Featur Haralic (ciri orde
dua), kombinasi Statistik Fitur (ciri orde satu) dan Featur Haralic (ciri orde dua)
terhadap DCT (Discrete Cosine Transform).
Gambar 4.11 Hasil energi DCT dari ciri orde satu dan ciri orde dua
Pada proses pemebentukan energi Discrete Cosine Transform (DCT), kelima
parameter yang terdapat pada Statistik Fitur (ciri orde satu) (mean, skewness,
variance, kurtosis, dan entropy) akan ditransformasikan mengguanakan Discrete
Cosine Transform (DCT) sehingga memperoleh sebuah nilai energi, sedangkan pada
memperoleh sebuah nilai energi, begitu juga proses kombinasi Statistik Fitur (ciri orde
satu) dengan Featur Haralic (ciri orde dua) yang keseluruhannya terdapat sebelas
parameter (mean, skewness, variance, kurtosis, entropy, Angular Second Moment,
Contrast, Correlation, Variance2, Inverse Difference Moment, dan Entropy2)
terhadap Discrete Cosine Transform (DCT). Perolehan hasil energi DCT dapat dilihat
pada Gambar 4.11.
4.1.3 Hasil Perolehan Bobot Fitur dan Energi
Ekstraksi fitur ciri orde satu maupun ciri orde dua mengekstrak citra hasil grayscale
sehingga memperoleh bobot fitur, sedangkan DCT, nilai yang dikandung pada nilai
fitur ciri orde satu dan ciri orde dua akan ditransformasikan sehingga memperoleh
sebuah nilai energi. Perolehan bobot fitur dan energi akan disimpan kedalam dataset
yang nantinya digunakan sebagai bobot pencocokan ketika proses pengujian. Dalam
kasus ini sampel citra wajah yang digunakan sebagai data pelatihan yaitu sebanyak
840 sampel citra wajah dari 40 pola wajah yang berbeda.
Keseluruhan hasil ekstraksi fitur dengan Statistik Fitur (ciri orde satu) dan
Featur Haralic (ciri orde dua) serta energi dari DCT (Discrete Cosine Transform)
dapat dilihat pada Gambar 4.12.
4.1.4 Hasil Pengujian
Pengujian dilakukan pada 560 sampel citra wajah, dengan tujuh kategori yaitu
berdasarkan citra wajah dengan orientasi 45° kekiri, 30° kekiri, 15° kekiri, 0°, 15°
kekanan, 30° kekanan, 45° kekanan. Untuk mempermudah proses perhitungan yang
kompleks, digunakan alat bantu berupa piranti lunak Borland-Delphi XE untuk
melakukan pengujian.
Setiap tahapan proses komputasi pengolahan citra dikonversikan ke dalam
program menggunakan piranti lunak Borland-Delphi XE. Alat bantu ini berfungsi
untuk mempercepat proses pengolahan dan perhitungan komputasi data citra input.
Gambar 4.5 menunjukkan beberapa hasil pengujian identifikasi objek dari citra
input. namun beberapa hasil pengujian data citra sampel mengalami kesalahan dalam
proses identifikasi.
Gambar 4.13 Hasil pengenalan citra wajah
4.1.5 Pengukuran Unjuk Kerja Algoritma
Pengukuran unjuk kerja algoritma dalam pengenalan pola wajah dilakukan dengan
tujuh kategori. Pada kategori pertama citra wajah dengan orientasi 45° kekiri (� ),
kekanan (� ), Pada kategori keenam citra wajah dengan orientasi 30° kekanan (� ),
Pada kategori ketujuh citra wajah dengan orientasi 45° keakanan (� ), Table 4.1
mengilustrasikan hasil unjuk kerja metode dalam pengenalan pola wajah dengan
orientasi 45° kekiri (� ).
Tabel 4.1 Hasil pengujian pada orientasi 45° kekiri
Metode
Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 61.25%, untuk metode Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil
mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 53.75%, untuk Kombinasi metode
Ciri Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 68.75%, untuk DCT + Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali
citra wajah dengan tingkat keakuratan 10%, untuk DCT + Ciri Orde Dua (Feature
Haralick) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 12.5%, sedangkan
dengan tingkat keakuratan 1.25%. Table 4.2 mengilustrasikan hasil unjuk kerja
metode dalam pengenalan wajah dengan orientasi 30° kekiri (� ).
Tabel 4.2 Hasil pengujian pada orientasi 30° kekiri
Metode
Pada kategori kedua citra wajah dengan orientasi 30° kekiri (� ), metode Ciri
Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan
73.75%, untuk metode Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil mengenali citra
wajah dengan tingkat keakuratan 51.25%, untuk Kombinasi metode Ciri Orde satu
dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 68.75%,
untuk DCT + Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan
tingkat keakuratan 13.75%, untuk DCT + Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil
mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 11.25%, sedangkan DCT +
Kombinasi Ciri Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan
Tabel 4.3 Hasil pengujian pada orientasi 15° kekiri
Pada kategori ketiga citra wajah dengan orientasi 15° kekiri (� ), metode Ciri
Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan
70%, untuk metode Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil mengenali citra wajah
dengan tingkat keakuratan 52.25%, untuk Kombinasi metode Ciri Orde satu dan Ciri
Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 75%, untuk DCT
+ Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 3.75%, untuk DCT + Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil mengenali
citra wajah dengan tingkat keakuratan 11.25%, sedangkan DCT + Kombinasi Ciri
Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 8.75%. Table 4.4 mengilustrasikan hasil unjuk kerja metode dalam
Tabel 4.4 Hasil pengujian pada orientasi 0°
Pada kategori keempat citra wajah dengan orientasi 0° (� ), metode Ciri Orde
Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan
68.75%, untuk metode Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil mengenali citra
wajah dengan tingkat keakuratan 50%, untuk Kombinasi metode Ciri Orde satu dan
Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 75%, untuk
DCT + Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 3.75%, untuk DCT + Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil mengenali
citra wajah dengan tingkat keakuratan 12.5%, sedangkan DCT + Kombinasi Ciri
Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 8.75%. Table 4.5 mengilustrasikan hasil unjuk kerja metode dalam
Tabel 4.5 Hasil pengujian pada orientasi 15° kekanan
Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 52.50%, untuk metode Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil
mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 45%, untuk Kombinasi metode Ciri
Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 67.50%, untuk DCT + Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali
citra wajah dengan tingkat keakuratan 3.75%, untuk DCT + Ciri Orde Dua (Feature
Haralick) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 11.25%,
sedangkan DCT + Kombinasi Ciri Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali
citra wajah dengan tingkat keakuratan 10%. Table 4.6 mengilustrasikan hasil unjuk
Tabel 4.6 Hasil pengujian pada orientasi 30° kekanan
Pada kategori keenam citra wajah dengan orientasi 30° kekanan (� ), metode
Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 68.75%, untuk metode Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil
mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 47.50%, untuk Kombinasi metode
Ciri Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 80%, untuk DCT + Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra
wajah dengan tingkat keakuratan 10%, untuk DCT + Ciri Orde Dua (Feature Haralick)
berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 12.50%, sedangkan DCT +
Kombinasi Ciri Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan
tingkat keakuratan 10%. Table 4.7 mengilustrasikan hasil unjuk kerja metode dalam
Tabel 4.7 Hasil pengujian pada orientasi 45° kekanan
Pada kategori ketujuh citra wajah dengan orientasi 45° kekanan (� ), metode
Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 63.75%, untuk metode Ciri Orde Dua (Feature Haralick) berhasil
mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 56.25%, untuk Kombinasi metode
Ciri Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat
keakuratan 72.5%, untuk DCT + Ciri Orde Satu (Statistik Fitur) berhasil mengenali
citra wajah dengan tingkat keakuratan 5%, untuk DCT + Ciri Orde Dua (Feature
Haralick) berhasil mengenali citra wajah dengan tingkat keakuratan 10%, sedangkan
DCT + Kombinasi Ciri Orde satu dan Ciri Orde Dua berhasil mengenali citra wajah
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hasil unjuk kerja algoritma sangat
berpengaruh terhadap tahapan ekstraksi fitur, pengamatan terhadap pola wajah acuan
untuk pengujian, kekompleksitasan objek wajah pada citra, dan tingkat keberhasilan
algoritma dalam memetakan vector pola wajah masukan. Pemilik wajah dapat dikenali
dengan baik oleh metode jika nilai ekstraksi fitur pola masukan mendekati atau mirip
dengan nilai ekstraksi fitur pola pengujian. Hasil unjuk kerja dari masing-masing
metode yang dibahas dapat dilihat pada gambar 4.13.
Gambar 4.14 Hasil kinerja metode
Pada gambar 4.13, grafik mengilustrasikan hasil pengenalan pola wajah pada
0.61
45 °Left 30 °Left 15 °Left 0 45 °Right 30 °Right 15 °Right
sebesar 61.25%, untuk ekstraksi fitur ciri orde dua 53.75%, untuk kombinasi antara
ciri orde satu dan ciri orde dua 68.75%, kombinasi DCT dengan ciri orde satu 10%,
kombinasi DCT dengan ciri orde dua 12,5% sedangkan kombinasi antara DCT dengan
ekstrasi fitur ciri orde satu dan dua memperoleh tingkat keakuratan yang paling rendah
dibandingkan dengan metode lain yaitu 1,25%. Untuk citra dengan orientasi 45° ke
kiri metode yang paling baik adalah kombinasi antara ciri orde satu dan ciri orde dua
dengan hasil sebesar 68,75%.
Pada citra dengan orientasi 30° ke kiri ekstraksi fitur ciri orde satu memiliki
tingkat keakuratan sebesar 73.75%, untuk ekstraksi fitur ciri orde dua 51.25%, untuk
kombinasi antara ciri orde satu dan ciri orde dua 68.75%, kombinasi DCT dengan ciri
orde satu 13.75%, kombinasi DCT dengan ciri orde dua 11.25% sedangkan kombinasi
antara DCT dengan ekstrasi fitur ciri orde satu dan dua memperoleh tingkat
keakuratan yang paling rendah dibandingkan dengan metode lain yaitu 5%. Untuk
citra dengan orientasi 30° ke kiri metode yang paling baik adalah ekstraksi fitur ciri
orde satu dengan hasil sebesar 73,75%.
Pada citra dengan orientasi 15° ke kiri ekstraksi fitur ciri orde satu memiliki
tingkat keakuratan sebesar 70%, untuk ekstraksi fitur ciri orde dua 52.25%, untuk
kombinasi antara ciri orde satu dan ciri orde dua 75%, kombinasi DCT dengan ciri
orde satu 3.75%, kombinasi DCT dengan ciri orde dua 11.25% sedangkan kombinasi
antara DCT dengan ekstrasi fitur ciri orde satu dan dua memperoleh tingkat
keakuratan yang paling rendah dibandingkan dengan metode lain yaitu 8.75%. Untuk
citra dengan orientasi 15° ke kiri metode yang paling baik adalah kombinasi antara ciri
orde satu dan ciri orde dua dengan hasil sebesar 75%.
Pada citra dengan orientasi 0°, ekstraksi fitur ciri orde satu memiliki tingkat
keakuratan sebesar 68.75%, untuk ekstraksi fitur ciri orde dua 50%, untuk kombinasi
antara ciri orde satu dan ciri orde dua 75%, kombinasi DCT dengan ciri orde satu
3.75%, kombinasi DCT dengan ciri orde dua 12.5% sedangkan kombinasi antara DCT
dengan ekstrasi fitur ciri orde satu dan dua memperoleh tingkat keakuratan yang
paling rendah dibandingkan dengan metode lain yaitu 8.75%. Untuk citra dengan
orientasi 0° ke kiri metode yang paling baik adalah kombinasi antara ciri orde satu dan
ciri orde dua dengan hasil sebesar 75%.
Pada citra dengan orientasi 15° kekanan, ekstraksi fitur ciri orde satu memiliki
tingkat keakuratan sebesar 52.50%, untuk ekstraksi fitur ciri orde dua 45%, untuk
kombinasi antara ciri orde satu dan ciri orde dua 67.50%, kombinasi DCT dengan ciri
orde satu 3.75%, kombinasi DCT dengan ciri orde dua 11.25% sedangkan kombinasi
antara DCT dengan ekstrasi fitur ciri orde satu dan dua memperoleh tingkat
keakuratan yang paling rendah dibandingkan dengan metode lain yaitu 10%. Untuk
citra dengan orientasi 15° kekanan metode yang paling baik adalah kombinasi antara
ciri orde satu dan ciri orde dua dengan hasil sebesar 67,50%.
Pada citra dengan orientasi 30° kekanan, ekstraksi fitur ciri orde satu memiliki
tingkat keakuratan sebesar 68.75%, untuk ekstraksi fitur ciri orde dua 47.50%, untuk
kombinasi antara ciri orde satu dan ciri orde dua 80%, kombinasi DCT dengan ciri
orde satu 10%, kombinasi DCT dengan ciri orde dua 12,50% sedangkan kombinasi
antara DCT dengan ekstrasi fitur ciri orde satu dan dua memperoleh tingkat
keakuratan yang paling rendah dibandingkan dengan metode lain yaitu 10%. Untuk
citra dengan orientasi 30° kekanan metode yang paling baik adalah kombinasi antara
ciri orde satu dan ciri orde dua dengan hasil sebesar 80%.
Pada citra dengan orientasi 45° kekanan, ekstraksi fitur ciri orde satu memiliki
tingkat keakuratan sebesar 63.75%, untuk ekstraksi fitur ciri orde dua 56.25%, untuk
kombinasi antara ciri orde satu dan ciri orde dua 72.5%, kombinasi DCT dengan ciri
orde satu 5%, kombinasi DCT dengan ciri orde dua 10% sedangkan kombinasi antara
DCT dengan ekstrasi fitur ciri orde satu dan dua memperoleh tingkat keakuratan yang
paling rendah dibandingkan dengan metode lain yaitu 3.75%. Untuk citra dengan
orientasi 45° kekanan metode yang paling baik adalah kombinasi antara ciri orde satu
dan ciri orde dua dengan hasil sebesar 72,5%.
Dari hasil penelitian yang didapat, kombinasi ekstraksi fitur ciri orde satu dan
ciri orde dua memberikan hasil pengenalan citra wajah lebih baik dibandingkan
dengan ekstraksi fitur ciri orde satu, ciri orde dua, kombinasi DCT (discrete cosine
transform) dengan ciri orde satu, kombinasi DCT (discrete cosine transform) dengan
ciri orde dua dan kombinasi DCT (discrete cosine transform) dengan ciri orde satu
4.3 Kontribusi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai pada tujuh model yang
diujikan yaitu Ciri Orde Satu, Ciri Orde Dua, kombinasi Ciri Orde Satu dan Dua,
kombinasi Ciri Orde Satu dengan DCT (Discrete Cosine Transform), kombinasi Ciri
Orde Dua dengan DCT (Discrete Cosine Transform) serta kombinasi Ciri Orde Satu,
Ciri Orde Dua dan DCT (Discrete Cosine Transform). Maka penelitian ini mampu
mengusulkan model terbaik dalam pengenalan pola citra wajah dalam berbagai sudut
yang diujikan.
Penelitian ini memberikan kontribusi dalam hal pengenalan pola citra wajah
dalam berbagai sudut pengambilan dengan menggunakan kombinasi antara nilai
ekstraksi fitur dan tranformasi citra, untuk mendapatkan tingkat keakuratan yang lebih
baik. Dan dapat menjadi landasan untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat diambil sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, citra wajah dapat dikenali dengan
menggunakan ekstraksi fitur ciri orde satu, ciri orde dua, kombinasi ciri orde satu
dan ciri orde dua, kombinasi DCT dengan ciri orde satu, kombinasi DCT dengan
ciri orde dua dan kombinasi DCT dengan ciri orde satu dan ciri orde dua.
2. Pengenalan citra wajah untuk ciri orde satu memiliki tingkat keakuratan dengan
presentase 65.54%, untuk ciri orde dua tingkat keakuratan sebesar 50.89%, untuk
kombinasi ciri orde satu dan ciri orde dua memiliki tingkat keakuratan sebesar
72,50%, untuk kombinasi Ciri Orde Satu dan DCT (Discrete Cosine Transform)
memiliki tingkat keakuratan sebesar 7.14%, untuk kombinasi Ciri Orde Dua dan
DCT (Discrete Cosine Transform) memiliki tingkat keakuratan sebesar 11.61%,
dan untuk kombinasi Ciri Orde Satu dan Ciri Orde Dua dengan DCT (Discrete
Cosine Transform) memiliki tingkat keakuratan sebesar 6.79%
3. Dari presentase diatas, kombinasi DCT (Discrete Cosine Transform) terhadap
Ekstraksi Fitur tidak cocok digunakan untuk pengenalan citra wajah.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah :
1. Penggunaan sampel citra wajah dengan kualitas yang baik untuk posisi citra wajah
dengan orientasi 45° kekiri, 30° kekiri, 15° kekiri, 0°, 45° kekanan, 30° kekanan,
15° kekanan sangat mempengaruhi keberhasilan pengenalan pola citra wajah.
2. Untuk Penelitian selanjutnya kombinasi ekstraksi fitur dapat dilakukan dengan