BAB II
ASPEK HUKUM TRANSAKSI PENJUALAN BENSIN DI INDONESIA
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting keberhasilan suatu
negara. Negara–negara di dunia bersaing untuk dapat mewujudkan kesejahteraan
ekonomi negaranya.32 Fenomena ekonomi dunia yang ada sekarang ini membuat banyak negara, termasuk Indonesia dituntut untuk mengikuti kecenderungan arus
globalisasi yang mengarah pada penduniaan dalam arti “peringkasan” atau
“perapatan” dunia (compression of the world) di bidang ekonomi.33
Kegiatan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi beberapa bidang
kegiatan yang mempunyai karakteristik tertentu yaitu kegiatan jasa, produksi,
distribusi, pemasaran, dan lain-lain.34 Dengan karakteristik tersebut, kegiatan-kegiatan ekonomi membutuhkan peraturan-peraturan sehingga kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan
ekonomi bisa berjalan tertib, lancar, dan seimbang. Dan peraturan-peraturan
tersebut merupakan hukum, karena secara umum hukum mempunyai tujuan untuk
menciptakan keseimbangan kepentingan, berupa kepastian hukum sehingga
terwujud keadilan yang proporsional dalam masyarakat sejahtera.35
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat yang
adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Adanya pembangunan nasional selain
dapat memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif
32
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Books Terrace & Library, 2009), hlm.28.
33 Ibid.
34
Abd. Hakim G. Nusantara dan Nasroen Yasabari, Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1980), hlm.34-35.
terutama ditunjukkan oleh berbagai masalah tenaga kerja dan ketersediaan
lapangan pekerjaan.36
A. Sejarah Singkat Perdagangan Bensin
Hal ini menjadi masalah yang sangat serius di negara Indonesia,
mengingat jumlah penduduk yang terus meningkat yang mana nantinya dapat
berdampak kepada peningkatan penawaran kerja sedangkan permintaan kerja
tidak memadai. Hal inilah yang nantinya akan menambah angka pengangguran di
Indonesia serta akan menimbulkan ketidakteraturan di masyarakat.
Pada bab ini, penulis akan memaparkan lebih lanjut mengenai aspek
hukum transaksi penjualan bensin di Indonesia, yang didalamnya termasuk pula
menjelaskan tentang sejarah singkat perdagangan bensin, jual beli berdasarkan
hukum perdata, serta peraturan-peraturan yang mengatur tentang transaksi
penjualan bensin di Indonesia.
Minyak dan gas bumi merupakan bahan tambang yang terkandung di
dalam perut bumi yang berasal dari pelapukan sisa-sisa fosil dari hewan dan
tumbuhan yang sering disebut sebagai bahan bakar fosil.37
36
Suparmoko, “Peranan Industri Gula Kelapa Terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas”. (Tesis Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1989), hlm.120.
Proses terbentuk
minyak dan gas memerlukan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, minyak
bumi dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
37
(unrenewable). Hasil dari proses pelapukan tersebut terbentuklah minyak dan gas
bumi dalam suatu perangkap atau trap. Dalam trap tersebut, terdapat gas bumi
yang berada di bagian atas, minyak pada bagian tengah dan air yang berada di
bagian bawah. Selain itu, produk-produk minyak dan gas bumi juga sangat
banyak, seperti: gas LPG, minyak tanah, paraffin, pelumas, aspal, LNG, dan
lain-lain.38
Dalam tulisannya, Alphonsus Fagan menyatakan bahwa tidak ada yang
tahu persis kapan manusia pertama kali menggunakan minyak bumi. Selama
ribuan tahun, satu-satunya sumber minyak bumi adalah merembes melalui lubang
tar. Sumber-sumber ini tidak terlalu produktif, sehingga beberapa individu
memutuskan untuk mencari minyak dari bawah tanah, dengan cara pengeboran. Berbicara mengenai sejarah perdagangan bensin, tidak ada satu orangpun
yang tahu tentang kapan bensin itu ditemukan. Banyak terdapat pendapat
mengenai bensin, dimana bensin itu sendiri juga termasuk minyak bumi. Minyak
bumi memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia yang apabila dalam bahasa
Inggris adalah “petroleum”, dari bahasa latin “petrus” yang artinya karang dan
“oleum” yang artinya minyak.
39
Pada tahun 1858, seorang pembuat kereta berusia 39 tahun dari Hamilton,
Ontario, bernama James Miller Williams membuat penemuan minyak komersial
utama pertama di Amerika Utara tepatnya di Oil Springs, Ontario. Pengeboran di
Lambton County, 25 km tenggara Sarnia, ia menemukan minyak pada kedalaman
38 Ibid.
39
hanya 18 meter. Williams menyempurnakan minyak yang ia hasilkan dan menjual
produknya sebagai minyak lampu. Pada tahun berikutnya, Kolonel Edwin L.
Drake menemukan minyak di Titusville, Pennsylvania dengan pengeboran sampai
21 meter. Penemuan ini mengisyaratkan lahirnya industri perminyakan modern di
Amerika Serikat.40
Kemudian pada tahun 1903, di Kitty Hawk, North Carolina, Wright
bersaudara memanfaatkan minyak bumi untuk menyadarkan apa yang hanya bisa
dibayangkan oleh generasi penerbang sebelumnya. Sejak penerbangan pertama di
Kitty Hawk, North Carolina, minyak bumi telah memicu setiap jenis pesawat dari
"Spirit of St. Louis" Lindberg ke jet jumbo saat ini.41
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa tidak ada satu orangpun yang
tahu tentang kapan bensin itu ditemukan dan hal ini menimbulkan banyak
pendapat mengenai sejarah penemuan minyak bumi, salah satunya dikemukakan
dalam situs San Joaquin Valley Geology. Dalam situsnya menyebutkan bahwa
yang menemukan minyak bumi pertama adalah Marco Polo. Situs San Joaquin
Valley Geology ini menceritakan bahwa ketika Marco Polo mengunjungi Kota
Baku di Persia pada tahun 1264, di tepi Laut Kaspia di Azerbaijan modern, dia
melihat minyak dikumpulkan dari rembesan. Ia menyebutkan pula bahwa "di
perbatasan menuju Geirgine ada air mancur dimana-mana mata air minyak
berlimpah, karena ada ratusan muatan kapal yang bisa diambil darinya pada satu
waktu”. Selain merica minyak, Marco Polo juga melihat gunung berapi lumpur
spektakuler, yang bersumber dari gas alam yang merembes melalui kolam, dan
40 Ibid. 41
lereng bukit yang menyala, "Api Abadi di Semenanjung Apsheron", sebuah ludah
tanah yang menjorok ke timur dari Azerbaijan ke Laut Kaspia di mana kondensat
dan gas alam yang merembes melalui kerang yang retak telah terbakar, dan telah
disembah selama berabad-abad.42
Minyak bumi dijuluki juga sebagai “emas hitam” dikarenakan berbentuk
cairan kental yang berwarna coklat gelap atau kehijauan yang mudah terbakar,
yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi.43 Minyak bumi terdiri dari campuran-campuran yang sangat kompleks yang terdiri dari
senyawa-senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa-senyawa-senyawa-senyawa organik yang mengandung unsur
karbon dan hidrogen.44 Tata cara pengambilan minyak bumi pada zaman dahulu tidaklah sama dengan cara pengambilan minyak bumi pada zaman sekarang. Pada
zaman dahulu pengambilan minyak bumi cukup dengan mengambilnya di
permukaan saja, dikarenakan minyak bumi tersebut merembes sampai ke
permukaan.45
Menurut sejarahnya, minyak bumi diperkirakan ditemukan pertama kali
pada tahun 5000 SM oleh bangsa Asyiria, Sumeria, dan Babilonia kuno.46
42
San Joaquin Geological Society, “The Oil Industry of Medieval Persia”, dalam http://www.sjgs.com/history.html, (diakses pada tanggal 18 Mei 2017, Pukul 01.40 WIB).
43
Firmansyah Afandi, “Kajian Dampak Pencemaran Kilang Minyak Tradisional Terhadap Kualitas Air Sungai Dan Tanah Di Hutan Desa Kedewan, Bojonegoro”. (Tesis Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2014), hlm.7.
44 Ibid.
45 Ibid.
46
“Peradaban dan Sejarah Zaman”, dalam http://www.worldhistorysite.com/civepochsh.html, (diakses pada tanggal 19 Mei 2017, pukul
14:09 WIB).
Seiring
menemukan teknologi destilasi minyak bumi. Destilasi ini menghasilkan minyak
yang mudah terbakar. Semenjak itulah minyak digunakan sebagai bahan bakar.47 Ekspansi bangsa Arab ke Spanyol merupakan awal lahirnya teknologi
destilasi dikalangan masyarakat Eropa Barat pada abad ke-12.48 Tapi sampai disini minyak bumi belum menjadi bahan bakar utama. Karena pada saat itu
belum ada teknologi mesin yang bisa menggerakkan motor.49 Dikarenakan pada abad ke-12, masyarakat di Eropa Barat masih menggunakan teknologi seadanya.
Beberapa abad kemudian, bangsa Spanyol melakukan eksplorasi minyak bumi di
tempat yang sekarang kita kenal dengan negara Kuba, Meksiko, Bolivia, dan Peru.
Kemudian pada pertengahan abad ke-19, masyarakat Eropa dan Amerika Utara
mulai menggunakan minyak tanah atau minyak batu bara untuk penerangan.50 Setelah James Watt menemukan mesin uap yang memicu revolusi industri,
masyarakat dunia terus menerus mencari sumber energi yang lebih murah dan
praktis. Kemudian ditemukanlah minyak cair di dalam perut bumi. Minyak ini
memenuhi kriteria bahan bakar yang mudah dipakai. Pengeboran miyak bumi
pertama kali dilakukan di Pensylvania, Amerika Serika, pada tahun 1859 di
tambang milik Edwin L. Drake (pelopor industri minyak bumi dunia).51
47 Ibid.
48 Ibid. 49
Ibid. 50
Ibid. 51
Adi Yatma, “Sejarah Penemuan Minyak Bumi”, dalam http://www.academia.edu/11473292/Sejarah_penemuan_minyak_bumi, (diakses pada tanggal 12 April 2017, pukul 15.46 WIB).
Dengan
semakin berkembangnya kendaraan bermotor, minyak bumi pun semakin
Eksplorasi di timur tengah di mulai pada tahun 1919. Pada tahun 1927
dilakukanlah pengeboran sumur pertama yang pada hasilnya ditemukanlah
lapangan minyak Kirkuk dengan produksi sumur sebesar 100.000bpd. Sehingga
pada tahun 1939 beberapa lapangan minyak raksasa ditemukan di Saudi Arabia
dan Kwait dan pada tahun 1960 mulailah banyak kegiatan pencarian minyak bumi
di lepas pantai (off shore).52
“Petroleum has played an important role in the social, economic, and political history of the United States and the world.
Seth Hejny dan James Nielsen dalam makalah yang dipublikasikan oleh
Stanford University, menyatakan:
53
Since the nineteenth century, the United States has been using petroleum as a source of energy production. We have encountered major energy crises in 1973, 1979, and 1990. All three of these crises coincided with increased social usage of petroleum as well as political turmoil in major exporting countries. The U.S. has dangerously relied on oil to play a major role in the past, present, and future of its social, economic, and political history.”54
Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa perusahaan yang menjual bensin
kepada masyarakat umum secara langsung. Selain Pertamina, ada juga perusahaan
migas asing seperti yang sudah hadir cukup lama di masyarakat seperti: Shell, BP
(British Pertoleum) dan StanVac (Standard Vacuum) yang akhirnya merubah (Minyak bumi telah memainkan peran penting dalam sejarah sosial, ekonomi, dan politik Amerika Serikat dan dunia. Sejak abad kesembilan belas, Amerika Serikat telah menggunakan minyak bumi sebagai sumber produksi energi. Kami mengalami krisis energi utama pada tahun 1973, 1979, dan 1990. Ketiganya dari krisis ini bertepatan dengan meningkatnya penggunaan minyak bumi dan juga kekacauan politik di negara-negara pengekspor utama. A.S. telah secara berbahaya mengandalkan minyak untuk memainkan peran utama di masa lalu, sekarang, dan masa depan dari sejarah sosial, ekonomi, dan politiknya).
52 Ibid.
53
Seth Hejny dan James Nielsen, “Past, Present, & Future of Petroleum”. (Makalah Publikasi Stanford University, California, 2003), hlm.1.
kegiatan usahanya menjadi perusahaan mobil dimana StanVac ini bergabung
dengan perusahaan induknya, yang saat ini dikenal dengan ExxonMobil.55
Penggunaan bahan bakar minyak di Indonesia sendiri termasuk kedalam
kategori kebutuhan primer, dimana setiap harinya banyak masyarakat yang
menggunakan kendaraan bermotor (roda dua ataupun roda empat) yang
membutuhkan bahan bakar. Disini penulis mengkategorikan bahan bakar minyak
sebagai “Bensin”. Bahan bakar minyak atau yang disebut juga bensin adalah
bahan bakar mineral cair yang diperoleh dari hasil tambang pengeboran
sumur-sumur minyak, dan hasil kasar yang diperoleh disebut dengan minyak mentah atau
crude oil.56
Pada abad VIII, masyarakat Indonesia yang berdiam disekitar Selat
Sumatera telah mengenal minyak bumi dan memanfaatkannya sebagai alat
pembakar dalam melakukan pertempuran di laut.57 Kemudian pada abad XVI, armada laut Aceh dapat mengalahkan armada laut Portugis yang saat itu dipimpin
oleh Alfonso D' Albuquerque dengan menggunakan bola api yang dilemparkan
dari kapal-kapal perang Aceh.58
55
“Bensin Pertamina Zaman Dahulu”, dalam http://www.mobilmotorlama.com/2016/10/bensin-pertamina-jaman-dulu.html, (diakses pada
tanggal 12 April 2017, pukul 16.15 WIB).
56
Koesoemadinata R. P., Geologi Minyak Gas Bumi, (Bandung: Penerbit ITB, 1980), hlm.279.
57
Adi Yatma…, op.cit.
58 Ibid.
Pada waktu itu minyak yang digunakan adalah
minyak bumi yang merembes keluar ke permukaan bumi. Penemuan minyak bumi
dimana pada akhir abad XIX lebih dari 18 perusahaan asing secara aktif
mengusahakan sumber-sumber minyak bumi di Indonesia.59
Dengan pecahnya perang dunia ke-II, karena serbuan bala tentara Jepang
ke Indonesia, maka sebagian besar instalasi-instalasi minyak hancur terutama di
Pangkalan Brandan, karena politik bumi hangus pemerintah Hindia Belanda pada
saat itu.60 Dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, satu-satunya lapangan minyak yang dapat dikuasai oleh pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia adalah
lapangan minyak bumi disekitar Pangkalan Brandan dan daerah Aceh yang pernah
dimiliki Shell-BPM, yang kemudian Shell-BPM ini merupakan perusahaan
minyak indonesia yang pertama dan diberi nama Perusahaan Tambang Minyak
Negara Republik Indonesia (PTMNRI).61
B. Jual Beli Berdasarkan Hukum Perdata
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli termasuk kedalam suatu perjanjian bernama (nominaat), artinya
undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan
secara khusus terhadap perjanjian ini. Perjanjian bernama merupakan
perjanjian-perjanjian yang disebut serta diatur di dalam Buku III KUH Perdata dan KUHD.
59 Ibid.
60
Course Hero, “Study Kelayakan Usaha Minyak Bumi di Indonesia”, dalam https://www.coursehero.com/file/21025280/PEPER-STUDY-KELAYAKAN-USAHA-MINYAK-BUMI-di-INDONESIAdocx/, (diakses pada tanggal 19 Mei, pukul 14:26 WIB).
Jual beli diatur dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan:62
Menurut Salim H. S., perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang
dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.
“jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.”
Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam setiap jual beli pasti terdapat suatu perjanjian dimana
pihak penjual berjanji memberikan suatu barang dan pihak lain yang bertindak
sebagai pembeli mengikatkan diri berjanji untuk membayar harga. Maka
selanjutnya, yang dimaksud dengan perjanjian dalam sub bab ini adalah perjanjian
jual beli.
63
Didalam perjanjian itu pihak
penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan
berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan
berhak menerima objek tersebut.64 Unsur–unsur pokok yang terdapat didalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli
harus menemukan kata sepakat mengenai harga dan benda yang menjadi objek
jual beli.65
62
Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1457.
63
Salim H. S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm.49.
64 Ibid. 65
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut
adalah sebagai berikut:66
a. Perjanjian timbal balik.
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban
pada salah satu pihak saja sedangkan pada pihak lain hanya ada hak
saja.67
b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Misalnya: perjanjian jual beli.
Perjanjian cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan sesuatu keuntungan kepada pihak yang lain
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.68
c. Perjanjian khusus (benoemd) dan perjanjian umum (onbenoemde).
Perjanjian khusus adalah perjanjian yang memiliki nama sendiri.69 Maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan
diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang
paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab
V sampai Bab XVIII KUH Perdata. Diluar perjanjian khusus tumbuh
perjanjian umum, yaitu perjanjian- perjanjian yang tidak diatur
didalam KUH Perdata, tetapi terdapat didalam masyarakat.70
66
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.66.
67
“Perjanjian Timbal Balik”, dalam http://www.jurnalhukum.com/jenis-jenis-perjanjian/, (diakses pada tanggal 20 Mei 2017, Pukul 01.25 WIB).
68 Ibid. 69
Ibid.
70 Ibid.
Jumlah
perjanjian ini tidak terbatas, didalam praktek lahirnya perjanjian ini
berlaku didalam hukum perjanjian. Salah satu contoh perjanjian umum
adalah perjanjian sewa beli.
d. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir.
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang
menyerahkan haknya atas sesuatu kepada pihak lain. Sedangkan
perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak
mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain
(perjanjian yang menimbulkan perikatan).
e. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil.
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat
antara para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang
bersangkutan, dan timbulnya perjanjian tersebut ditentukan sejak detik
tercapainya kesepakatan.71 Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang baru lahir kalau barang yang menjadi pokok prestasi telah
diserahkan.72
f. Perjanjian-perjanjian yang sifatnya istimewa, diantaranya:
Misalnya: perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH
Perdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata).
1) Perjanjian liberatoir
Adalah perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari
kewajiban yang ada, seperti pembebasan hutang (kwijtschelding)
sesuai ketentuan Pasal 1438 KUH Perdata.
2) Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst)
71
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1984), hlm.48.
Merupakan perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian
apakah yang berlaku di antara mereka.
3) Perjanjian untung-untungan
Perjanjian untung-untungan ini dapat ditemukan dalam perjanjian
asuransi yang diatur dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
4) Perjanjian publik
Adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh
hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa
(pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.
Kemudian jual beli dapat dikatakan terjadi apabila para pihak telah
menemukan kata sepakat.73
“jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.”
Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1458 KUH
Perdata yang menyatakan:
74
Berdasarkan Pasal 1458 KUH Perdata ditemukan pengertian bahwa jual
beli adalah suatu perjanjian konsensuil dimana secara sederhana dapat dikatakan
bahwa pada dasarnya setiap penerimaan yang diwujudkan dalam bentuk
pernyataan penerimaan, baik yang dilakukan secara lisan maupun yang dibuat
dalam bentuk tertulis menunjukkan saat lahirnya perjanjian.75
73
Yan Hasiholan, “Hukum Perjanjian”, dalam https://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/09/hukum-perjanjian/, (diakses pada tanggal 18 April
2017, pukul 17.52 WIB).
74
Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1458.
75
2. Asas-Asas Jual Beli
Asas (principle) adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai
dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk
mengembalikan sesuatu hal yang hendak dijelaskan.76
Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum terdapat
5 asas dalam perjanjian, yaitu:77
a. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract).
Penjelasan atas asas kebebasan berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338
ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”78
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk:79
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya. d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak atau asas kebebasan mengadakan
perjanjian, setiap orang pada asasnya dapat membuat perjanjian dengan isi yang
bagaimanapun juga, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,
76
Mahadi, Suatu Perbandingan Antara Penelitian Masa Lampau Dengan Sistem Metode Penelitian Dewasa Ini dalam Menemukan Asas-Asas Hukum, Makalah, Kuliah pada Pembinaan Tenaga Peneliti Hukum BPHN, (Jakarta: 1980), hlm.52. Dikutip dari Abdul Hakim, Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Melalui Kontrak Baku Dan Asas Kepatutan dalam Perlindungan Konsumen, Disertasi, (Medan: 2013), hlm.51.
77
Salim H. S., op.cit., hlm.9.
78
Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1338 ayat (1).
79
dan ketertiban umum. Undang-undang disini adalah undang-undang yang bersifat
memaksa.80
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme merupakan asas esensial dari hukum perjanjian.81 Sepakat mereka mengikatkan diri telah dapat melahirkan perjanjian asas ini juga
dinamakan asas otonomi “konsensualisme”, yang menentukan “adanya” (raison
de’etre, het bestaanwaarde) perjanjian.82 Asas Konsesualisme dapat dilihat dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “kesepakatan mereka
yang mengikatkan dirinya”.83
Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu
perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.84 Asas konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat dua orang atau
lebih telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau
lebih pihak dalam perjanjian tersebut, oleh karenanya setelah orang-orang tersebut
mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah
dicapai semata-mata secara lisan.85
c. Asas Mengikatnya Suatu Perjanjian (Pacta Sunt Servanda)
Asas mengikatnya suatu perjanjian memberikan suatu pandangan bahwa
pihak yang membuat perjanjian itu terikat pada kesepakatan dalam perjanjian
80
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.37.
81
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 2005), hlm.109.
82 Ibid.
83
Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1320 ayat (1).
84
J. Satrio, op.cit., hlm.10.
85
yang telah mereka perbuat. Dengan demikian para pihak terikat dan harus
melaksanakan perjanjian yang telah disepakati bersama, seperti hal keharusan
untuk mentaati undang-undang.86
Menurut pendapat Aziz T. Saliba, pacta sunt servanda merupakan
sakralisasi atau suatu perjanjian yang titik fokusnya dari hukum perjanjian adalah
kebebasan berkontrak atau yang dikenal dengan prinsip otonomi.
Asas mengikatnya suatu perjanjian ini terdapat
didalam pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
(1) “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
(2) “Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.”
87
d. Asas Itikad Baik
Ketentuan tentang asas ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata
yang mengatakan bahwa persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik.88
Asas itikad baik ini dapat dibedakan dalam 2 pengertian, yaitu subyektif
(kejujuran) dan objektif (kepatutan) yang berhubungan dengan pelaksanaan
perjanjian atau pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hak dan kewajiban
haruslah mengindahkan norma-norma kepatutan.89
86
J. Satrio, op.cit., hlm.142.
87
Aziz T Saliba, “Contracts Law and Legislation”. Jurnal Hukum, Vol.8 No.3 (September 2001), dalam http://pihilawyers.com/blog/?p=16, (diakses pada tanggal 19 April 2017, pukul 23.15 WIB).
88
Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1338 ayat (3).
89
Abdul Hakim, Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Melalui Kontrak Baku Dan Asas Kepatutan dalam Perlindungan Konsumen, (Disertasi, Medan, 2013), hlm.56.
itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dianggap sesuai dan
patut dalam masyarakat.90 e. Asas Kepribadian
Asas kepribadian memiliki arti bahwa isi perjanjian hanya mengikat para
pihak secara personal, tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan
kesepakatannya.91
Tujuan dari diadakannya suatu proses jual beli adalah untuk mengalihkan
hak milik atas kebendaan yang dijual.92
“Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu.”
Pada Pasal 584 KUH Perdata yang
dikatakan bahwa:
93
Dalam Pasal 584 KUH Perdata tersebut, telah jelas disebutkan cara
mendapatkan hak milik atas barang. Ketentuan dari Pasal 584 KUH Perdata
tersebut yang menyatakan bahwa hak milik atas kebendaan tersebut dapat
diperoleh dengan penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata.
94
90
A Qirom Syamsuddin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, (Yogyakarta: Liberty, 1985), hlm.13.
91
Muhammad Imam, “Perlindungan Hukum Terhadap Keberadaan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) di Indonesia Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”,
Private Law, Vol. II No. 5 (Juli-Oktober 2014), hlm.67.
92
I Made Somya Putra, op.cit. 93
Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 584.
94
3. Syarat Sahnya Jual Beli
Suatu perjanjian untuk dapat dikatakan mengikat dan berlaku harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian.95
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Jual beli termasuk kedalam salah satu jenis
perjanjian. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah:
Syarat utama untuk sah nya suatu perjanjian ialah timbulnya suatu kata
sepakat dari para pihak. Kata “sepakat” memiliki arti bahwa adanya persesuaian
kehendak antara kedua belah pihak terhadap substansi pada suatu perjanjian.
Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya
(toestemming) jika ia memang menghendaki atas apa yang disepakati.96
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai
persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara para
pihak.97 Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte), sedangkan pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi
(accceptatie).98
95
J. Satrio, op.cit., hlm.164.
96 Ibid.
97
Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hlm.24.
98 Ibid.
Sehingga dalam hal ini, dalam membuat perjanjian tidak boleh
Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak sehingga perjanjian
tersebut dianggap tidak ada apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:99 1) Paksaan (Dwang)
Dalam Pasal 1324 KUH Perdata dijelaskan mengenai paksaan
yaitu, paksaan terjadi bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga
memberikan kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang
yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau
kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam
mempertimbangkan hal tersebut, harus diperhatikan pula usia, jenis
kelamin, serta kedudukan orang yang bersangkutan.
2) Kesesatan atau Kekhilafan (Dwaling)
Kekhilafan terdapat dua macam antara lain mengenai orangnya dan
mengenai bentuknya yaitu objek perjanjian. Kesesatan atau
kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak mengalami kekhilafan
tentang hal-hal yang pokok atas apa yang diperjanjikan atau
tentang syarat yang penting dari objek perjanjian atau bahkan
mengenai siapa perjanjian itu dilakukan. Kekhilalafan itu harus
sedemikian rupa sehingga apabila orang itu tidak khilaf, ia tidak
akan memberikan persetujuannya.100 3) Penipuan (Bedrong)
Menurut R. Subekti, penipuan terjadi karena apabila salah satu
pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang
99
R. Subekti, op.cit., hlm.24.
tidak benar disertai tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya
agar memberikan kesepakatannya.101 b. Kecakapan untuk membuat perjanjian
Yang dimaksud dengan kecakapan dalam hal ini adalah bahwa pihak yang
melakukan atau yang membuat suatu perjanjian/kesepakatan haruslah orang yang
oleh hukum memang berwenang untuk membuat suatu perjanjian tersebut.
Hal ini juga diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa:
“setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap.”102
c. Adanya objek perjanjian
Suatu perjanjian atau kontrak berhubungan langsung dengan objek yang
diperjanjikan, dimana barang tersebur haruslah jelas dan dibenarkan oleh hukum.
Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa:
“Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.”103 J. Satrio menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan suatu hal tertentu
dalam perjanjian adalah objek prestasi perjanjian.104 Isi prestasi tersebut harus merupakan suatu hal tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan jenisnya.105
d. Adanya sebab yang halal
Maksud dari adanya sebab yang halal ialah suatu kontrak atapun perjanjian
yang dibuat haruslah memiliki alasan yang jelas dan tidak bertentangan dengan
101
Salim H. S., op.cit., hlm.27.
102
Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1329.
103
Ibid., Pasal 1333.
104
J. Satrio, op.cit., hlm.41.
undang-undang. Karena apabila perjanjian tersebut tidak memilik sebab yang
jelas, perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Seperti yang disebutkan
dalam pasal 1335 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.”106
C. Peraturan-Peraturan yang Mengatur Tentang Transaksi Penjualan
Bensin di Indonesia
Seiring dengan perkembangan bangsa, hukum di Indonesia juga harus
berkembang agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan kekayaan alamnya. Sebagai
negara hukum, Indonesia memiliki UUD 1945 untuk mengatur segala hal tersebut.
Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”107
“Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga.”
Berdasarkan pasal diatas, bensin adalah salah satu hasil kekayaan alam
yang ada dibawah tanah. Seluruh hal-hal yang menyangkut dengan pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, dan/niaga telah diatur dalam UU MGB.
Kegiatan penjualan minyak dan gas bumi diatur dalam Pasal 1 ayat (10)
UU MGB, yang menyebutkan bahwa:
108
Sedangkan pada Pasal 1 ayat (14) UU MGB disebutkan bahwa:
106
Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1335.
107
Indonesia (UUD 1945), op.cit.
108
“Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasi olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.”109
Pasal 9 ayat (1) UU MGB menyatakan bahwa:
Kegiatan penjualan bensin termasuk kepada jenis kegiatan usaha hilir yang
dikategorikan pula kepada kegiatan usaha niaga sebagaimana diatur pada Pasal 1
ayat (10) dan Pasal 1 ayat (14) UU MGB.
110
a. Badan usaha milik negara;
“Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh:
b. Badan usaha milik daerah; c. Koperasi;
d. Badan usaha swasta.
Kemudian pada Pasal 23 ayat (1) UU MGB menyatakan bahwa kegiatan
usaha hilir dapat dilaksanakan oleh badan usaha setelah mendapat izin usaha dari
pemerintah.111
“pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan warga Negara Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan.”
Kegiatan usaha tersebut selanjutnya dilaksanakan oleh para pelaku
usaha. Dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Perdagangan (selanjutnya disebut “UU Perdagangan”) memberikan pengertian
tentang pelaku usaha, yaitu:
112
Untuk mengatur lebih lanjut tentang kegiatan usaha hilir, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor. 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan
109
Ibid., Pasal 1 ayat (14).
110
Ibid., Pasal 9 ayat (1).
111
Ibid.,Pasal 23 ayat (1).
112
Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut “PP KUHMGB”).
Berdasarkan Pasal 6 PP KUHMGB menyatakan bahwa:
“(a) jenis, standar mutu bahan bakar minyak, gas bumi, bahan bakar gas dan bahan bakar lain serta hasil olahan;
(b) keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup; (c) kaidah keteknikan yang baik;
(d) penggunnaan peralatan dan sistem alat ukur pada kegiatan usaha hilir.”113
“Perhitungan harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap bulan menggunakan rata-rata harga indeks pasar dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dengan kurs beli Bank Indonesia periode tanggal 25 bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24 bulan berjalan untuk perhitungan harga jual eceran berikutnya.”
Melalui uraian pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan
kegiatan penjualan bensin, harus memperhatikan juga standar mutu bahan
bakarnya, keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup,
kaidah keteknikan yang baik, serta penggunaan peralatan dan sistem alat ukur
pada kegiatan.
Dalam transaksi penjualan bensin, juga diatur tentang penetapan harga jual
bensin. Pengaturan lebih lanjut tentang perhitungan harga jual eceran bahan bakar
minyak diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
4 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber
Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perhitungan Harga Jual Eceran
Bahan Bakar Minyak (“PP 4/2015”).
Dalam Pasal 2 ayat (5) PP 4/2015, menyatakan bahwa:
114
113
Indonesia (KUHMGB), Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, PP No. 36 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 124, TLN Nomor 4436.
114
Kemudian dalam hal penetapan harga jual eceran, menteri lah yang
memiliki kewenangan untuk menetapkannya. Hal itu diatur dalam Pasal 14 ayat
(1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang
Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak
(“Perpres 191/2014”), yang menyatakan:
“Dalam rangka penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak, menteri menetapkan harga dasar dan harga jual eceran bahan bakar minyak.”115
Selain itu, transaksi penjualan dengan pelaku usaha sangatlah sejalan.
Karena setiap pelaku usaha pasti melakukan suatu transaksi penjualan. Di dalam
UU PK juga diatur tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, seperti
pada Pasal 8 huruf (a) dan (c) UU PK. Pasal tersebut melarang segala bentuk
tindakan-tindakan yang dapat merugikan konsumen. Adapun perbuatan yang
dilarang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU PK yang menyatakan:116
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto,dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, Permen No 4 Tahun 2015 BN Tahun 2015 Nomor 350, Pasal 2 ayat (5).
115
Indonesia (Penyediaan, Pendistribusian, Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak), Peraturan Presiden Tentang Penyediaan, Pendistribusian, Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, PP No. 191 Tahun 2014 LN Tahun 2014 Nomor 399, Pasal 14 ayat 1.
116
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
UU MGB juga mengatur tentang ketentuan pidana bagi para pelaku usaha
yang melakukan tindak pelanggaran sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53
huruf (d), yang menyebutkan bahwa:
“niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).”117
“setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).”
Selanjutnya UU MGB juga memberikan sanksi tentang larangan bagi
setiap pelaku usaha yang menjual bensin melebihi dari harga yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, hal ini diatur dalam dalam Pasal 55 UU MGB, yang
menyatakan bahwa:
118
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
transaksi penjualan bensin yang terjadi di masyarakat termasuk kepada kegiatan
usaha hilir sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (10) UU MGB yang
117
Indonesia (MGB), op.cit., Pasal 53 huruf (d).
118
menyatakan bahwa kegiatan usaha hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan
atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan,
dan/atau niaga. Selain itu mengacu pada Pasal 9 ayat (1) UU MGB, bahwa
transaksi penjualan bensin hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang telah
memenuhi syarat-syarat diantaranya dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, atau Badan Usaha Swasta, yang
kemudian selanjutnya harus mendapatkan izin usaha dari pemerintah, dan lain
sebagainya.
Transaksi penjualan bensin juga tidak terlepas dari pelaku usaha dan
konsumen yang mana hal ini juga akan berkaitan dengan UU PK. Apabila pelaku
usaha yang telah menjalankan kegiatan usaha hilir tersebut melanggar
aturan-aturan main yang telah diatur oleh Menteri terkait yang sifatnya merugikan
konsumen dan/atau negara, maka ada sanksi-sanksi yang telah ditentukan dalam
berbagai peraturan, seperti Pasal 8 ayat (1) UU PK, Pasal 53 huruf (d) UU MGB,
Pasal 55 UU MGB dan peraturan-peraturan lainnya yang dapat dikaitkan dengan