• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ASPEK HUKUM TRANSAKSI PENJUALAN BENSIN DI INDONESIA

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting keberhasilan suatu

negara. Negara–negara di dunia bersaing untuk dapat mewujudkan kesejahteraan

ekonomi negaranya.32 Fenomena ekonomi dunia yang ada sekarang ini membuat banyak negara, termasuk Indonesia dituntut untuk mengikuti kecenderungan arus

globalisasi yang mengarah pada penduniaan dalam arti “peringkasan” atau

“perapatan” dunia (compression of the world) di bidang ekonomi.33

Kegiatan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi beberapa bidang

kegiatan yang mempunyai karakteristik tertentu yaitu kegiatan jasa, produksi,

distribusi, pemasaran, dan lain-lain.34 Dengan karakteristik tersebut, kegiatan-kegiatan ekonomi membutuhkan peraturan-peraturan sehingga kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan

ekonomi bisa berjalan tertib, lancar, dan seimbang. Dan peraturan-peraturan

tersebut merupakan hukum, karena secara umum hukum mempunyai tujuan untuk

menciptakan keseimbangan kepentingan, berupa kepastian hukum sehingga

terwujud keadilan yang proporsional dalam masyarakat sejahtera.35

Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat yang

adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Adanya pembangunan nasional selain

dapat memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif

32

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Books Terrace & Library, 2009), hlm.28.

33 Ibid.

34

Abd. Hakim G. Nusantara dan Nasroen Yasabari, Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1980), hlm.34-35.

(2)

terutama ditunjukkan oleh berbagai masalah tenaga kerja dan ketersediaan

lapangan pekerjaan.36

A. Sejarah Singkat Perdagangan Bensin

Hal ini menjadi masalah yang sangat serius di negara Indonesia,

mengingat jumlah penduduk yang terus meningkat yang mana nantinya dapat

berdampak kepada peningkatan penawaran kerja sedangkan permintaan kerja

tidak memadai. Hal inilah yang nantinya akan menambah angka pengangguran di

Indonesia serta akan menimbulkan ketidakteraturan di masyarakat.

Pada bab ini, penulis akan memaparkan lebih lanjut mengenai aspek

hukum transaksi penjualan bensin di Indonesia, yang didalamnya termasuk pula

menjelaskan tentang sejarah singkat perdagangan bensin, jual beli berdasarkan

hukum perdata, serta peraturan-peraturan yang mengatur tentang transaksi

penjualan bensin di Indonesia.

Minyak dan gas bumi merupakan bahan tambang yang terkandung di

dalam perut bumi yang berasal dari pelapukan sisa-sisa fosil dari hewan dan

tumbuhan yang sering disebut sebagai bahan bakar fosil.37

36

Suparmoko, “Peranan Industri Gula Kelapa Terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas”. (Tesis Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1989), hlm.120.

Proses terbentuk

minyak dan gas memerlukan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, minyak

bumi dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui

37

(3)

(unrenewable). Hasil dari proses pelapukan tersebut terbentuklah minyak dan gas

bumi dalam suatu perangkap atau trap. Dalam trap tersebut, terdapat gas bumi

yang berada di bagian atas, minyak pada bagian tengah dan air yang berada di

bagian bawah. Selain itu, produk-produk minyak dan gas bumi juga sangat

banyak, seperti: gas LPG, minyak tanah, paraffin, pelumas, aspal, LNG, dan

lain-lain.38

Dalam tulisannya, Alphonsus Fagan menyatakan bahwa tidak ada yang

tahu persis kapan manusia pertama kali menggunakan minyak bumi. Selama

ribuan tahun, satu-satunya sumber minyak bumi adalah merembes melalui lubang

tar. Sumber-sumber ini tidak terlalu produktif, sehingga beberapa individu

memutuskan untuk mencari minyak dari bawah tanah, dengan cara pengeboran. Berbicara mengenai sejarah perdagangan bensin, tidak ada satu orangpun

yang tahu tentang kapan bensin itu ditemukan. Banyak terdapat pendapat

mengenai bensin, dimana bensin itu sendiri juga termasuk minyak bumi. Minyak

bumi memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia yang apabila dalam bahasa

Inggris adalah “petroleum”, dari bahasa latin “petrus” yang artinya karang dan

“oleum” yang artinya minyak.

39

Pada tahun 1858, seorang pembuat kereta berusia 39 tahun dari Hamilton,

Ontario, bernama James Miller Williams membuat penemuan minyak komersial

utama pertama di Amerika Utara tepatnya di Oil Springs, Ontario. Pengeboran di

Lambton County, 25 km tenggara Sarnia, ia menemukan minyak pada kedalaman

38 Ibid.

39

(4)

hanya 18 meter. Williams menyempurnakan minyak yang ia hasilkan dan menjual

produknya sebagai minyak lampu. Pada tahun berikutnya, Kolonel Edwin L.

Drake menemukan minyak di Titusville, Pennsylvania dengan pengeboran sampai

21 meter. Penemuan ini mengisyaratkan lahirnya industri perminyakan modern di

Amerika Serikat.40

Kemudian pada tahun 1903, di Kitty Hawk, North Carolina, Wright

bersaudara memanfaatkan minyak bumi untuk menyadarkan apa yang hanya bisa

dibayangkan oleh generasi penerbang sebelumnya. Sejak penerbangan pertama di

Kitty Hawk, North Carolina, minyak bumi telah memicu setiap jenis pesawat dari

"Spirit of St. Louis" Lindberg ke jet jumbo saat ini.41

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa tidak ada satu orangpun yang

tahu tentang kapan bensin itu ditemukan dan hal ini menimbulkan banyak

pendapat mengenai sejarah penemuan minyak bumi, salah satunya dikemukakan

dalam situs San Joaquin Valley Geology. Dalam situsnya menyebutkan bahwa

yang menemukan minyak bumi pertama adalah Marco Polo. Situs San Joaquin

Valley Geology ini menceritakan bahwa ketika Marco Polo mengunjungi Kota

Baku di Persia pada tahun 1264, di tepi Laut Kaspia di Azerbaijan modern, dia

melihat minyak dikumpulkan dari rembesan. Ia menyebutkan pula bahwa "di

perbatasan menuju Geirgine ada air mancur dimana-mana mata air minyak

berlimpah, karena ada ratusan muatan kapal yang bisa diambil darinya pada satu

waktu”. Selain merica minyak, Marco Polo juga melihat gunung berapi lumpur

spektakuler, yang bersumber dari gas alam yang merembes melalui kolam, dan

40 Ibid. 41

(5)

lereng bukit yang menyala, "Api Abadi di Semenanjung Apsheron", sebuah ludah

tanah yang menjorok ke timur dari Azerbaijan ke Laut Kaspia di mana kondensat

dan gas alam yang merembes melalui kerang yang retak telah terbakar, dan telah

disembah selama berabad-abad.42

Minyak bumi dijuluki juga sebagai “emas hitam” dikarenakan berbentuk

cairan kental yang berwarna coklat gelap atau kehijauan yang mudah terbakar,

yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi.43 Minyak bumi terdiri dari campuran-campuran yang sangat kompleks yang terdiri dari

senyawa-senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa-senyawa-senyawa-senyawa organik yang mengandung unsur

karbon dan hidrogen.44 Tata cara pengambilan minyak bumi pada zaman dahulu tidaklah sama dengan cara pengambilan minyak bumi pada zaman sekarang. Pada

zaman dahulu pengambilan minyak bumi cukup dengan mengambilnya di

permukaan saja, dikarenakan minyak bumi tersebut merembes sampai ke

permukaan.45

Menurut sejarahnya, minyak bumi diperkirakan ditemukan pertama kali

pada tahun 5000 SM oleh bangsa Asyiria, Sumeria, dan Babilonia kuno.46

42

San Joaquin Geological Society, “The Oil Industry of Medieval Persia”, dalam http://www.sjgs.com/history.html, (diakses pada tanggal 18 Mei 2017, Pukul 01.40 WIB).

43

Firmansyah Afandi, “Kajian Dampak Pencemaran Kilang Minyak Tradisional Terhadap Kualitas Air Sungai Dan Tanah Di Hutan Desa Kedewan, Bojonegoro”. (Tesis Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2014), hlm.7.

44 Ibid.

45 Ibid.

46

“Peradaban dan Sejarah Zaman”, dalam http://www.worldhistorysite.com/civepochsh.html, (diakses pada tanggal 19 Mei 2017, pukul

14:09 WIB).

Seiring

(6)

menemukan teknologi destilasi minyak bumi. Destilasi ini menghasilkan minyak

yang mudah terbakar. Semenjak itulah minyak digunakan sebagai bahan bakar.47 Ekspansi bangsa Arab ke Spanyol merupakan awal lahirnya teknologi

destilasi dikalangan masyarakat Eropa Barat pada abad ke-12.48 Tapi sampai disini minyak bumi belum menjadi bahan bakar utama. Karena pada saat itu

belum ada teknologi mesin yang bisa menggerakkan motor.49 Dikarenakan pada abad ke-12, masyarakat di Eropa Barat masih menggunakan teknologi seadanya.

Beberapa abad kemudian, bangsa Spanyol melakukan eksplorasi minyak bumi di

tempat yang sekarang kita kenal dengan negara Kuba, Meksiko, Bolivia, dan Peru.

Kemudian pada pertengahan abad ke-19, masyarakat Eropa dan Amerika Utara

mulai menggunakan minyak tanah atau minyak batu bara untuk penerangan.50 Setelah James Watt menemukan mesin uap yang memicu revolusi industri,

masyarakat dunia terus menerus mencari sumber energi yang lebih murah dan

praktis. Kemudian ditemukanlah minyak cair di dalam perut bumi. Minyak ini

memenuhi kriteria bahan bakar yang mudah dipakai. Pengeboran miyak bumi

pertama kali dilakukan di Pensylvania, Amerika Serika, pada tahun 1859 di

tambang milik Edwin L. Drake (pelopor industri minyak bumi dunia).51

47 Ibid.

48 Ibid. 49

Ibid. 50

Ibid. 51

Adi Yatma, “Sejarah Penemuan Minyak Bumi”, dalam http://www.academia.edu/11473292/Sejarah_penemuan_minyak_bumi, (diakses pada tanggal 12 April 2017, pukul 15.46 WIB).

Dengan

semakin berkembangnya kendaraan bermotor, minyak bumi pun semakin

(7)

Eksplorasi di timur tengah di mulai pada tahun 1919. Pada tahun 1927

dilakukanlah pengeboran sumur pertama yang pada hasilnya ditemukanlah

lapangan minyak Kirkuk dengan produksi sumur sebesar 100.000bpd. Sehingga

pada tahun 1939 beberapa lapangan minyak raksasa ditemukan di Saudi Arabia

dan Kwait dan pada tahun 1960 mulailah banyak kegiatan pencarian minyak bumi

di lepas pantai (off shore).52

“Petroleum has played an important role in the social, economic, and political history of the United States and the world.

Seth Hejny dan James Nielsen dalam makalah yang dipublikasikan oleh

Stanford University, menyatakan:

53

Since the nineteenth century, the United States has been using petroleum as a source of energy production. We have encountered major energy crises in 1973, 1979, and 1990. All three of these crises coincided with increased social usage of petroleum as well as political turmoil in major exporting countries. The U.S. has dangerously relied on oil to play a major role in the past, present, and future of its social, economic, and political history.”54

Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa perusahaan yang menjual bensin

kepada masyarakat umum secara langsung. Selain Pertamina, ada juga perusahaan

migas asing seperti yang sudah hadir cukup lama di masyarakat seperti: Shell, BP

(British Pertoleum) dan StanVac (Standard Vacuum) yang akhirnya merubah (Minyak bumi telah memainkan peran penting dalam sejarah sosial, ekonomi, dan politik Amerika Serikat dan dunia. Sejak abad kesembilan belas, Amerika Serikat telah menggunakan minyak bumi sebagai sumber produksi energi. Kami mengalami krisis energi utama pada tahun 1973, 1979, dan 1990. Ketiganya dari krisis ini bertepatan dengan meningkatnya penggunaan minyak bumi dan juga kekacauan politik di negara-negara pengekspor utama. A.S. telah secara berbahaya mengandalkan minyak untuk memainkan peran utama di masa lalu, sekarang, dan masa depan dari sejarah sosial, ekonomi, dan politiknya).

52 Ibid.

53

Seth Hejny dan James Nielsen, “Past, Present, & Future of Petroleum”. (Makalah Publikasi Stanford University, California, 2003), hlm.1.

(8)

kegiatan usahanya menjadi perusahaan mobil dimana StanVac ini bergabung

dengan perusahaan induknya, yang saat ini dikenal dengan ExxonMobil.55

Penggunaan bahan bakar minyak di Indonesia sendiri termasuk kedalam

kategori kebutuhan primer, dimana setiap harinya banyak masyarakat yang

menggunakan kendaraan bermotor (roda dua ataupun roda empat) yang

membutuhkan bahan bakar. Disini penulis mengkategorikan bahan bakar minyak

sebagai “Bensin”. Bahan bakar minyak atau yang disebut juga bensin adalah

bahan bakar mineral cair yang diperoleh dari hasil tambang pengeboran

sumur-sumur minyak, dan hasil kasar yang diperoleh disebut dengan minyak mentah atau

crude oil.56

Pada abad VIII, masyarakat Indonesia yang berdiam disekitar Selat

Sumatera telah mengenal minyak bumi dan memanfaatkannya sebagai alat

pembakar dalam melakukan pertempuran di laut.57 Kemudian pada abad XVI, armada laut Aceh dapat mengalahkan armada laut Portugis yang saat itu dipimpin

oleh Alfonso D' Albuquerque dengan menggunakan bola api yang dilemparkan

dari kapal-kapal perang Aceh.58

55

“Bensin Pertamina Zaman Dahulu”, dalam http://www.mobilmotorlama.com/2016/10/bensin-pertamina-jaman-dulu.html, (diakses pada

tanggal 12 April 2017, pukul 16.15 WIB).

56

Koesoemadinata R. P., Geologi Minyak Gas Bumi, (Bandung: Penerbit ITB, 1980), hlm.279.

57

Adi Yatma…, op.cit.

58 Ibid.

Pada waktu itu minyak yang digunakan adalah

minyak bumi yang merembes keluar ke permukaan bumi. Penemuan minyak bumi

(9)

dimana pada akhir abad XIX lebih dari 18 perusahaan asing secara aktif

mengusahakan sumber-sumber minyak bumi di Indonesia.59

Dengan pecahnya perang dunia ke-II, karena serbuan bala tentara Jepang

ke Indonesia, maka sebagian besar instalasi-instalasi minyak hancur terutama di

Pangkalan Brandan, karena politik bumi hangus pemerintah Hindia Belanda pada

saat itu.60 Dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, satu-satunya lapangan minyak yang dapat dikuasai oleh pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia adalah

lapangan minyak bumi disekitar Pangkalan Brandan dan daerah Aceh yang pernah

dimiliki Shell-BPM, yang kemudian Shell-BPM ini merupakan perusahaan

minyak indonesia yang pertama dan diberi nama Perusahaan Tambang Minyak

Negara Republik Indonesia (PTMNRI).61

B. Jual Beli Berdasarkan Hukum Perdata

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli termasuk kedalam suatu perjanjian bernama (nominaat), artinya

undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan

secara khusus terhadap perjanjian ini. Perjanjian bernama merupakan

perjanjian-perjanjian yang disebut serta diatur di dalam Buku III KUH Perdata dan KUHD.

59 Ibid.

60

Course Hero, “Study Kelayakan Usaha Minyak Bumi di Indonesia”, dalam https://www.coursehero.com/file/21025280/PEPER-STUDY-KELAYAKAN-USAHA-MINYAK-BUMI-di-INDONESIAdocx/, (diakses pada tanggal 19 Mei, pukul 14:26 WIB).

(10)

Jual beli diatur dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan:62

Menurut Salim H. S., perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang

dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.

“jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.”

Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata diatas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa dalam setiap jual beli pasti terdapat suatu perjanjian dimana

pihak penjual berjanji memberikan suatu barang dan pihak lain yang bertindak

sebagai pembeli mengikatkan diri berjanji untuk membayar harga. Maka

selanjutnya, yang dimaksud dengan perjanjian dalam sub bab ini adalah perjanjian

jual beli.

63

Didalam perjanjian itu pihak

penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan

berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan

berhak menerima objek tersebut.64 Unsur–unsur pokok yang terdapat didalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli

harus menemukan kata sepakat mengenai harga dan benda yang menjadi objek

jual beli.65

62

Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1457.

63

Salim H. S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm.49.

64 Ibid. 65

(11)

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut

adalah sebagai berikut:66

a. Perjanjian timbal balik.

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban

pada salah satu pihak saja sedangkan pada pihak lain hanya ada hak

saja.67

b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Misalnya: perjanjian jual beli.

Perjanjian cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak

yang satu memberikan sesuatu keuntungan kepada pihak yang lain

tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.68

c. Perjanjian khusus (benoemd) dan perjanjian umum (onbenoemde).

Perjanjian khusus adalah perjanjian yang memiliki nama sendiri.69 Maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan

diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang

paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab

V sampai Bab XVIII KUH Perdata. Diluar perjanjian khusus tumbuh

perjanjian umum, yaitu perjanjian- perjanjian yang tidak diatur

didalam KUH Perdata, tetapi terdapat didalam masyarakat.70

66

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.66.

67

“Perjanjian Timbal Balik”, dalam http://www.jurnalhukum.com/jenis-jenis-perjanjian/, (diakses pada tanggal 20 Mei 2017, Pukul 01.25 WIB).

68 Ibid. 69

Ibid.

70 Ibid.

Jumlah

perjanjian ini tidak terbatas, didalam praktek lahirnya perjanjian ini

(12)

berlaku didalam hukum perjanjian. Salah satu contoh perjanjian umum

adalah perjanjian sewa beli.

d. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir.

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang

menyerahkan haknya atas sesuatu kepada pihak lain. Sedangkan

perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak

mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain

(perjanjian yang menimbulkan perikatan).

e. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil.

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat

antara para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang

bersangkutan, dan timbulnya perjanjian tersebut ditentukan sejak detik

tercapainya kesepakatan.71 Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang baru lahir kalau barang yang menjadi pokok prestasi telah

diserahkan.72

f. Perjanjian-perjanjian yang sifatnya istimewa, diantaranya:

Misalnya: perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH

Perdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata).

1) Perjanjian liberatoir

Adalah perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari

kewajiban yang ada, seperti pembebasan hutang (kwijtschelding)

sesuai ketentuan Pasal 1438 KUH Perdata.

2) Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst)

71

R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1984), hlm.48.

(13)

Merupakan perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian

apakah yang berlaku di antara mereka.

3) Perjanjian untung-untungan

Perjanjian untung-untungan ini dapat ditemukan dalam perjanjian

asuransi yang diatur dalam Pasal 1774 KUH Perdata.

4) Perjanjian publik

Adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh

hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa

(pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.

Kemudian jual beli dapat dikatakan terjadi apabila para pihak telah

menemukan kata sepakat.73

“jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.”

Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1458 KUH

Perdata yang menyatakan:

74

Berdasarkan Pasal 1458 KUH Perdata ditemukan pengertian bahwa jual

beli adalah suatu perjanjian konsensuil dimana secara sederhana dapat dikatakan

bahwa pada dasarnya setiap penerimaan yang diwujudkan dalam bentuk

pernyataan penerimaan, baik yang dilakukan secara lisan maupun yang dibuat

dalam bentuk tertulis menunjukkan saat lahirnya perjanjian.75

73

Yan Hasiholan, “Hukum Perjanjian”, dalam https://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/09/hukum-perjanjian/, (diakses pada tanggal 18 April

2017, pukul 17.52 WIB).

74

Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1458.

75

(14)

2. Asas-Asas Jual Beli

Asas (principle) adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai

dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk

mengembalikan sesuatu hal yang hendak dijelaskan.76

Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum terdapat

5 asas dalam perjanjian, yaitu:77

a. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract).

Penjelasan atas asas kebebasan berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338

ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”78

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan

kepada para pihak untuk:79

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya. d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak atau asas kebebasan mengadakan

perjanjian, setiap orang pada asasnya dapat membuat perjanjian dengan isi yang

bagaimanapun juga, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,

76

Mahadi, Suatu Perbandingan Antara Penelitian Masa Lampau Dengan Sistem Metode Penelitian Dewasa Ini dalam Menemukan Asas-Asas Hukum, Makalah, Kuliah pada Pembinaan Tenaga Peneliti Hukum BPHN, (Jakarta: 1980), hlm.52. Dikutip dari Abdul Hakim, Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Melalui Kontrak Baku Dan Asas Kepatutan dalam Perlindungan Konsumen, Disertasi, (Medan: 2013), hlm.51.

77

Salim H. S., op.cit., hlm.9.

78

Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1338 ayat (1).

79

(15)

dan ketertiban umum. Undang-undang disini adalah undang-undang yang bersifat

memaksa.80

b. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme merupakan asas esensial dari hukum perjanjian.81 Sepakat mereka mengikatkan diri telah dapat melahirkan perjanjian asas ini juga

dinamakan asas otonomi “konsensualisme”, yang menentukan “adanya” (raison

de’etre, het bestaanwaarde) perjanjian.82 Asas Konsesualisme dapat dilihat dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “kesepakatan mereka

yang mengikatkan dirinya”.83

Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu

perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.84 Asas konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat dua orang atau

lebih telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau

lebih pihak dalam perjanjian tersebut, oleh karenanya setelah orang-orang tersebut

mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah

dicapai semata-mata secara lisan.85

c. Asas Mengikatnya Suatu Perjanjian (Pacta Sunt Servanda)

Asas mengikatnya suatu perjanjian memberikan suatu pandangan bahwa

pihak yang membuat perjanjian itu terikat pada kesepakatan dalam perjanjian

80

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.37.

81

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 2005), hlm.109.

82 Ibid.

83

Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1320 ayat (1).

84

J. Satrio, op.cit., hlm.10.

85

(16)

yang telah mereka perbuat. Dengan demikian para pihak terikat dan harus

melaksanakan perjanjian yang telah disepakati bersama, seperti hal keharusan

untuk mentaati undang-undang.86

Menurut pendapat Aziz T. Saliba, pacta sunt servanda merupakan

sakralisasi atau suatu perjanjian yang titik fokusnya dari hukum perjanjian adalah

kebebasan berkontrak atau yang dikenal dengan prinsip otonomi.

Asas mengikatnya suatu perjanjian ini terdapat

didalam pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

(1) “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

(2) “Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.”

87

d. Asas Itikad Baik

Ketentuan tentang asas ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata

yang mengatakan bahwa persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan

itikad baik.88

Asas itikad baik ini dapat dibedakan dalam 2 pengertian, yaitu subyektif

(kejujuran) dan objektif (kepatutan) yang berhubungan dengan pelaksanaan

perjanjian atau pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hak dan kewajiban

haruslah mengindahkan norma-norma kepatutan.89

86

J. Satrio, op.cit., hlm.142.

87

Aziz T Saliba, “Contracts Law and Legislation”. Jurnal Hukum, Vol.8 No.3 (September 2001), dalam http://pihilawyers.com/blog/?p=16, (diakses pada tanggal 19 April 2017, pukul 23.15 WIB).

88

Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1338 ayat (3).

89

Abdul Hakim, Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Melalui Kontrak Baku Dan Asas Kepatutan dalam Perlindungan Konsumen, (Disertasi, Medan, 2013), hlm.56.

(17)

itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dianggap sesuai dan

patut dalam masyarakat.90 e. Asas Kepribadian

Asas kepribadian memiliki arti bahwa isi perjanjian hanya mengikat para

pihak secara personal, tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan

kesepakatannya.91

Tujuan dari diadakannya suatu proses jual beli adalah untuk mengalihkan

hak milik atas kebendaan yang dijual.92

“Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu.”

Pada Pasal 584 KUH Perdata yang

dikatakan bahwa:

93

Dalam Pasal 584 KUH Perdata tersebut, telah jelas disebutkan cara

mendapatkan hak milik atas barang. Ketentuan dari Pasal 584 KUH Perdata

tersebut yang menyatakan bahwa hak milik atas kebendaan tersebut dapat

diperoleh dengan penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata.

94

90

A Qirom Syamsuddin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, (Yogyakarta: Liberty, 1985), hlm.13.

91

Muhammad Imam, “Perlindungan Hukum Terhadap Keberadaan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) di Indonesia Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”,

Private Law, Vol. II No. 5 (Juli-Oktober 2014), hlm.67.

92

I Made Somya Putra, op.cit. 93

Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 584.

94

(18)

3. Syarat Sahnya Jual Beli

Suatu perjanjian untuk dapat dikatakan mengikat dan berlaku harus

memenuhi syarat sahnya perjanjian.95

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Jual beli termasuk kedalam salah satu jenis

perjanjian. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah:

Syarat utama untuk sah nya suatu perjanjian ialah timbulnya suatu kata

sepakat dari para pihak. Kata “sepakat” memiliki arti bahwa adanya persesuaian

kehendak antara kedua belah pihak terhadap substansi pada suatu perjanjian.

Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya

(toestemming) jika ia memang menghendaki atas apa yang disepakati.96

Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai

persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara para

pihak.97 Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte), sedangkan pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi

(accceptatie).98

95

J. Satrio, op.cit., hlm.164.

96 Ibid.

97

Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hlm.24.

98 Ibid.

Sehingga dalam hal ini, dalam membuat perjanjian tidak boleh

(19)

Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak sehingga perjanjian

tersebut dianggap tidak ada apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:99 1) Paksaan (Dwang)

Dalam Pasal 1324 KUH Perdata dijelaskan mengenai paksaan

yaitu, paksaan terjadi bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga

memberikan kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang

yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau

kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam

mempertimbangkan hal tersebut, harus diperhatikan pula usia, jenis

kelamin, serta kedudukan orang yang bersangkutan.

2) Kesesatan atau Kekhilafan (Dwaling)

Kekhilafan terdapat dua macam antara lain mengenai orangnya dan

mengenai bentuknya yaitu objek perjanjian. Kesesatan atau

kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak mengalami kekhilafan

tentang hal-hal yang pokok atas apa yang diperjanjikan atau

tentang syarat yang penting dari objek perjanjian atau bahkan

mengenai siapa perjanjian itu dilakukan. Kekhilalafan itu harus

sedemikian rupa sehingga apabila orang itu tidak khilaf, ia tidak

akan memberikan persetujuannya.100 3) Penipuan (Bedrong)

Menurut R. Subekti, penipuan terjadi karena apabila salah satu

pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang

99

R. Subekti, op.cit., hlm.24.

(20)

tidak benar disertai tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya

agar memberikan kesepakatannya.101 b. Kecakapan untuk membuat perjanjian

Yang dimaksud dengan kecakapan dalam hal ini adalah bahwa pihak yang

melakukan atau yang membuat suatu perjanjian/kesepakatan haruslah orang yang

oleh hukum memang berwenang untuk membuat suatu perjanjian tersebut.

Hal ini juga diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa:

“setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap.”102

c. Adanya objek perjanjian

Suatu perjanjian atau kontrak berhubungan langsung dengan objek yang

diperjanjikan, dimana barang tersebur haruslah jelas dan dibenarkan oleh hukum.

Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa:

“Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.”103 J. Satrio menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan suatu hal tertentu

dalam perjanjian adalah objek prestasi perjanjian.104 Isi prestasi tersebut harus merupakan suatu hal tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan jenisnya.105

d. Adanya sebab yang halal

Maksud dari adanya sebab yang halal ialah suatu kontrak atapun perjanjian

yang dibuat haruslah memiliki alasan yang jelas dan tidak bertentangan dengan

101

Salim H. S., op.cit., hlm.27.

102

Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1329.

103

Ibid., Pasal 1333.

104

J. Satrio, op.cit., hlm.41.

(21)

undang-undang. Karena apabila perjanjian tersebut tidak memilik sebab yang

jelas, perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Seperti yang disebutkan

dalam pasal 1335 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

“suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.”106

C. Peraturan-Peraturan yang Mengatur Tentang Transaksi Penjualan

Bensin di Indonesia

Seiring dengan perkembangan bangsa, hukum di Indonesia juga harus

berkembang agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan kekayaan alamnya. Sebagai

negara hukum, Indonesia memiliki UUD 1945 untuk mengatur segala hal tersebut.

Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa:

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”107

“Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga.”

Berdasarkan pasal diatas, bensin adalah salah satu hasil kekayaan alam

yang ada dibawah tanah. Seluruh hal-hal yang menyangkut dengan pengolahan,

pengangkutan, penyimpanan, dan/niaga telah diatur dalam UU MGB.

Kegiatan penjualan minyak dan gas bumi diatur dalam Pasal 1 ayat (10)

UU MGB, yang menyebutkan bahwa:

108

Sedangkan pada Pasal 1 ayat (14) UU MGB disebutkan bahwa:

106

Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1335.

107

Indonesia (UUD 1945), op.cit.

108

(22)

“Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasi olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.”109

Pasal 9 ayat (1) UU MGB menyatakan bahwa:

Kegiatan penjualan bensin termasuk kepada jenis kegiatan usaha hilir yang

dikategorikan pula kepada kegiatan usaha niaga sebagaimana diatur pada Pasal 1

ayat (10) dan Pasal 1 ayat (14) UU MGB.

110

a. Badan usaha milik negara;

“Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh:

b. Badan usaha milik daerah; c. Koperasi;

d. Badan usaha swasta.

Kemudian pada Pasal 23 ayat (1) UU MGB menyatakan bahwa kegiatan

usaha hilir dapat dilaksanakan oleh badan usaha setelah mendapat izin usaha dari

pemerintah.111

“pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan warga Negara Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan.”

Kegiatan usaha tersebut selanjutnya dilaksanakan oleh para pelaku

usaha. Dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang

Perdagangan (selanjutnya disebut “UU Perdagangan”) memberikan pengertian

tentang pelaku usaha, yaitu:

112

Untuk mengatur lebih lanjut tentang kegiatan usaha hilir, pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor. 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan

109

Ibid., Pasal 1 ayat (14).

110

Ibid., Pasal 9 ayat (1).

111

Ibid.,Pasal 23 ayat (1).

112

(23)

Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut “PP KUHMGB”).

Berdasarkan Pasal 6 PP KUHMGB menyatakan bahwa:

“(a) jenis, standar mutu bahan bakar minyak, gas bumi, bahan bakar gas dan bahan bakar lain serta hasil olahan;

(b) keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup; (c) kaidah keteknikan yang baik;

(d) penggunnaan peralatan dan sistem alat ukur pada kegiatan usaha hilir.”113

“Perhitungan harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap bulan menggunakan rata-rata harga indeks pasar dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dengan kurs beli Bank Indonesia periode tanggal 25 bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24 bulan berjalan untuk perhitungan harga jual eceran berikutnya.”

Melalui uraian pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan

kegiatan penjualan bensin, harus memperhatikan juga standar mutu bahan

bakarnya, keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup,

kaidah keteknikan yang baik, serta penggunaan peralatan dan sistem alat ukur

pada kegiatan.

Dalam transaksi penjualan bensin, juga diatur tentang penetapan harga jual

bensin. Pengaturan lebih lanjut tentang perhitungan harga jual eceran bahan bakar

minyak diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor

4 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber

Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perhitungan Harga Jual Eceran

Bahan Bakar Minyak (“PP 4/2015”).

Dalam Pasal 2 ayat (5) PP 4/2015, menyatakan bahwa:

114

113

Indonesia (KUHMGB), Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, PP No. 36 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 124, TLN Nomor 4436.

114

(24)

Kemudian dalam hal penetapan harga jual eceran, menteri lah yang

memiliki kewenangan untuk menetapkannya. Hal itu diatur dalam Pasal 14 ayat

(1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang

Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak

(“Perpres 191/2014”), yang menyatakan:

“Dalam rangka penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak, menteri menetapkan harga dasar dan harga jual eceran bahan bakar minyak.”115

Selain itu, transaksi penjualan dengan pelaku usaha sangatlah sejalan.

Karena setiap pelaku usaha pasti melakukan suatu transaksi penjualan. Di dalam

UU PK juga diatur tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, seperti

pada Pasal 8 huruf (a) dan (c) UU PK. Pasal tersebut melarang segala bentuk

tindakan-tindakan yang dapat merugikan konsumen. Adapun perbuatan yang

dilarang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU PK yang menyatakan:116

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto,dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, Permen No 4 Tahun 2015 BN Tahun 2015 Nomor 350, Pasal 2 ayat (5).

115

Indonesia (Penyediaan, Pendistribusian, Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak), Peraturan Presiden Tentang Penyediaan, Pendistribusian, Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, PP No. 191 Tahun 2014 LN Tahun 2014 Nomor 399, Pasal 14 ayat 1.

116

(25)

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

UU MGB juga mengatur tentang ketentuan pidana bagi para pelaku usaha

yang melakukan tindak pelanggaran sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53

huruf (d), yang menyebutkan bahwa:

“niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).”117

“setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).”

Selanjutnya UU MGB juga memberikan sanksi tentang larangan bagi

setiap pelaku usaha yang menjual bensin melebihi dari harga yang telah

ditetapkan oleh pemerintah, hal ini diatur dalam dalam Pasal 55 UU MGB, yang

menyatakan bahwa:

118

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

transaksi penjualan bensin yang terjadi di masyarakat termasuk kepada kegiatan

usaha hilir sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (10) UU MGB yang

117

Indonesia (MGB), op.cit., Pasal 53 huruf (d).

118

(26)

menyatakan bahwa kegiatan usaha hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan

atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan,

dan/atau niaga. Selain itu mengacu pada Pasal 9 ayat (1) UU MGB, bahwa

transaksi penjualan bensin hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang telah

memenuhi syarat-syarat diantaranya dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik

Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, atau Badan Usaha Swasta, yang

kemudian selanjutnya harus mendapatkan izin usaha dari pemerintah, dan lain

sebagainya.

Transaksi penjualan bensin juga tidak terlepas dari pelaku usaha dan

konsumen yang mana hal ini juga akan berkaitan dengan UU PK. Apabila pelaku

usaha yang telah menjalankan kegiatan usaha hilir tersebut melanggar

aturan-aturan main yang telah diatur oleh Menteri terkait yang sifatnya merugikan

konsumen dan/atau negara, maka ada sanksi-sanksi yang telah ditentukan dalam

berbagai peraturan, seperti Pasal 8 ayat (1) UU PK, Pasal 53 huruf (d) UU MGB,

Pasal 55 UU MGB dan peraturan-peraturan lainnya yang dapat dikaitkan dengan

Referensi

Dokumen terkait

28 Di Negara Amerika Serikat (AS), apabila suatu Perjanjian Internasional tidak bertentangan dengan Konstitusi maka isi Perjanjian dianggap menjadi bagian Hukum yang

Bahwa Para Teradu pada tanggal 19 April 2014 sampai dengan tanggal 20 April 2014 telah melaksanakan Tahapan Verifikasi Administratif sebelum melaksanakan Pleno Rekapitulasi

Dalam penyusunan Tugas Akhir Terapan ini akan membahas mengenai Modifikasi Struktur Gedung Rektorat Universitas Negeri Surabaya Lidah dengan Metode Sistem Rangka

Akibat hukum yang timbul bagi pihak kreditur yang melakukan eksekusi fidusia kendaraan bermotor di bawah tangan yaitu dapat dikenakan sanksi administratif oleh

- Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan

[r]

W3S sebagai media pembelajaran dan mengetahui hasil belajar dengan media pembelajaran menggunakan W3S melalui PBL pada mata pelajaran pemograman web meliputi ranah

Berikut ini akan dipaparkan analisis variasi jawaban siswa pada indikator memeriksa ide- ide:(a)Jawaban kode MFH kategori sedang: Dari hasil pengerjaannya dapat dilihat