• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Mandiri Di Puskesmas Simalingkar Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Mandiri Di Puskesmas Simalingkar Kota Medan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014 adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Menurut Muninjaya (2004), Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelengarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan yang mempunyai fungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam rangka pencapaian keberhasilan fungsi Puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan bidang kesehatan.

(2)

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Tujuan dari Puskesmas adalah untuk Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun 2014, pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang meliputi:

a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat.

b. Mampu menjangkau pelayan kesehatan yang bermutu. c. Hidup dalam lingkungan yang sehat

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik dari individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

2.1.3 Fungsi Puskesmas

Menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014, fungsi Puskesmas meliputi;

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.

(3)

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat.

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumberdaya manusia Puskesmas. g. Melaksanakam pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.

h. Melaksanakan pencacatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan.

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

2.1.4 Upaya Penyelenggaraan Puskesmas

(4)

2.1.5 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Prinsip penyelenggaraan puskesmas menurut Permenkes No 75 Tahun 2014 terdiri dari:

a. Paradigma Sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya pencegahan dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, dan masyarakat.

b. Pertanggungjawaban Wilayah

Pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas bertanggungjawab atas semua masalah yang terjadi untuk meningkatkan derajat kesehatan yang tinggal di wilayah kerjanya. Wilayah kerja meliputi satu kecamatan atau sebagia dari kecamatan.

c. Kemandirian Masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Pengertian mengikutsertakan potensi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan–kegiatan Puskesmas, adalah menggali berbagai potensi masyarakat sedemikian rupa, sehingga masyarakat dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan sendiri dapat menyelesaikan berbagai masalah kesehatan yang dihadapinya.

d. Pemerataan

(5)

e. Teknologi Tepat Guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

f. Keterpaduan dan Kesinambungan

Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan pelayanan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.

2.2 Mutu Pelayanan

2.2.1 Pengertian Mutu Pelayanan

Menurut Pohan (2007) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya terkandung pengertian atau rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna. Mutu diartikan sebagai bagaimana membuat konsumen agar mau datang kembali, mau membeli kembali, atau mau menggunakan kembali jasa tersebut. Setiap upaya peningkatan mutu layanan kesehatan harus dilakukan secara berkesinambungan, tidak pernah berhenti, hal ini berarti bahwa harus selalu berupaya memenuhi kebutuhan dan harapan pasien atau masyarakat secara terus-menerus.

(6)

menggunakan barang atau jasa tersebut. Karakteristik atau ciri-ciri jarang sekali sama bagi setiap orang, pasti selalu ada perbedaan. Karakteristik atau ciri-ciri dari barang, benda, atau jasa yang akan digunakan oleh orang jarang sekali hanya satu, biasanya terdiri dari beberapa ciri sehingga tidak salah jika disebutkan bahwa mutu umumnya adalah bersifat multidimensi.

2.2.2 Presektif Mutu Layanan Kesehatan

Menurut Pohan (2007) setiap individu akan menilai mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar atau karakteristik atau kriteria yang berbeda-beda. Perspektif mutu pelayanan kesehatan (Pohan, 2007), yaitu sebagai berikut: a. Perspektif Pasien/Masyarakat

Pasien atau masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara sopan dan santun, tepat waktu, tanggap, dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Masyarakat tidak akan mampu menilai dimensi kompetensi teknisnya dan tidak mengetahui layanan kesehatan apa yang dibutuhkan, maka perlu dibangun suatu hubungan yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan pasien/ masyarakat (Pohan, 2007).

b. Perspektif Pemberi Pelayanan Kesehatan

(7)

mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil pelayanan kesehatan itu (Pohan, 2007).

c. Perspektif Penyandang Dana

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien diharapkan dapat sembuh dalam waktu sesingkat mungkin sehingga biaya pelayanan kesehatan dapat menjadi efisien (Kirom, 2012).

d.Perspektif Pemilik Sarana Pelayanan Kesehatan

Layanan kesehatan yang bermutu merupakan pelayanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif pelayanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien/ masyarakat, pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien atau masyarakat (Kirom, 2012).

e. Perspektif Administrator Pelayanan Kesehatan

(8)

2.2.3 Standar Layanan Kesehatan

Standar layanan kesehatan (WHO, 2010) merupakan bagian dari layanan kesehatan itu sendiri dan memiliki peranan penting dalam mengatasi masalah mutu layanan kesehatan. Secara luas standar layanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu menyangkut masukan, proses, dan keluaran sistem layanan kesehatan. Manfaat standar layanan kesehatan ialah agar variasi atau tekhnik yang dilakukan selalu dalam batas-batas kendali dalam masukan, proses, dan keluaran sistem layanan kesehatan.

Standar layanan kesehatan secara berkala memerlukan modifikasi, peningkatan, atau penyempurnaan agar harapan organisasi layanan kesehatan terhadap tingkat mutu layanan kesehatan itu dapat tercapai secara taat-asas. Standard layanan kesehatan secara periodik harus dinilai keabsahannya, reabilitasnya, kejelasan dan penerapannya. Semua kegiatan ini dapat dianggap sebagai bagian dari siklus jaminan mutu layanan kesehatan.

Menurut Donabedian dalam Azwar (2007) mengusulkan tiga kategori dalam penggolongan standard mutu layanan kesehatan diantaranya yaitu:

a. Standard Struktur

(9)

b. Standard Proses

Standard proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Stadard proses menjelaskan tentang bagaimana melakukan sistem pelayanan dan sistem bekerja.

c. Standard Keluaran

Standard keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan. Standard keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasilatau gagal. Keluaran atau outcome adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil diukur.dari layanan kesehatanyang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan tersebut (Azwar, 2007).

2.2.4 Pengukuran Mutu Pelayanan

Menurut Purwoastuti (2015) Mutu layanan kesehatan itu akan diukur berdasarkan perbandingannya terhadap standar layanan kesehatan yang telah disepakati dan ditetapkan sebelum pengukuran mutu dilakukan. Pemberi pelayanan kesehatan dapat membentuk pelayanan kesehatan bermutu berupa dimensi- dimensi yang dijadikan sebagai ukuran mutu pelayanan kesehatan.

Menurut Zeithaml, dkk dalam Supranto (2011), dimensi-dimensi pengukuran mutu pelayanan kesehatan tentang Teori Dabholkar, yaitu sebagai berikut:

a. Bukti Fisik (tangibles)

(10)

kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, mulai dari penampilan instansi sampai kepada penampilan tenaga kesehatan, serta kenyamanan pengguna pelayanan tersebut di dalam gedung atau instansi tersebut.

b. Kehandalan (reability)

Kehandaan adalah kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Dalam unsur ini, pemberi jasa dituntut untuk menyediakan jasa yang handal. Jasa yang diberikan jangan sampai mengalami kegagalan, dengan kata lain jasa tersebut selalu baik. Para anggota perusahaan juga harus jujur dalam menyelesaikan masalah sehingga pelanggan tidak merasa ditipu, keterampilan dalam melakukan pelayanan, serta kecepatan dan ketepatan dalam tenaga kesehatan sesuai dengan prosedur pelayanan yang terkait.

c. Daya Tanggap (responsiveness)

(11)

d. Jaminan (assurance)

Jaminan adalah pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko. Indikator dalam jaminan yakni keterampilan dan kepercayaan diri petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan, memberikan petunjuk sesuai procedure kepada pasien dalam melakukan pelayanan kesehatan , serta melakukan pelayanan sesuai dengan data dan standar yang ada.

e. Empati (empathy)

Empati adalah rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelangan, memahami kebutuhan pelanggan, serta kemudahan untuk dihubungi. Dalam hal ini setiap anggota perusahaan hendaknya dapat mengelola waktu agar mudah dihubungi, baik melalui telepon atau bertemu langsung. Anggota perusahaan juga harus memahami pelanggan, artinya pelanggan terkadang seperti anak kecil yang menginginkan segala sesuatu atau pelanggan terkadang seperti orang tua yang cerewet, sikap yang ramah, kesabaran, serta motivasi tenaga kesehatan kepada pelanggan atau pasien yang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Supranto, 2011).

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

2.3.1 Pengertian BPJS

(12)

kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

BPJS Kesehatan adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Jaminan kesehatan adalan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Peraturan Presiden RI, 2013). Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu.

Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok (Peraturan BPJS, 2014) diantaranya:

a. PBI adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undang-undang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah.

(13)

anggota keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan keluarganya, bukan pekerja, dan anggota keluarganya.

2.3.2 Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 hak BPJS adalah sebagai berikut:

a. mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

b. memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

d. menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke kantor BPJS Kesehatan.

Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan, (Undang-Undang No. 24 Tahun 2011):

a. mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I. c. menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang.

(14)

2.3.3 Manfaat Program BPJS Kesehatan

Manfaat dari program BPJS Kesehatan, (Undang- undang No. 24 Tahun 2011):

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:

a. Mendapat pemeriksaan kesehatan; pengobatan dan melakukan konsultasi medis.

b. Mendapat tindakan medis yang tidak masuk dalam bidang kompetensi dokter spesialis.

c. Mendapat transfusi darah sesuai kebutuhan medis.

d. Mendapat pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama. e. Mendapat pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis. 2. Adapun manfaat layanan kesehatan ditingkat kedua yang didapat di rumah sakit

setelah dirujuk dari puskesmas adalah sebagai berikut:

a. Mendapat pemeriksaan diri; Pengobatan, dan; Melakukan konsultasi medis dengan dokter spesialis.

b. Mendapat tindakan medis dari dokter spesialis sesuai dengan indikasi medis. c. Mendapat rehabilitasi medis serta transfusi darah.

(15)

2.3.4 Pelayanan Kesehatan yang Dijamin dan Tidak Dijamin BPJS

Pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan (Peraturan BPJS, 2014) yaitu

1. Pelayanan Kesehatan Tingat Pertama

Pelayan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non-spesialistik yang mencakup:

a. administrasi pelayanan;

b. pelayanan promotif dan preventif;

c. pemeriksaan, pengobatan,dan konsultasi medi;

d. tindakan medis nin spesialistik, baik opeatif maupun non operatif; e. pelayanan obat dan bahan medi habis pakai;

f. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;

g. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama; h. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.

2. Pelayanan kesehatan Rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayann kesehatan rawat jalan dan awat inap yang mencakup:

a. administrasi pelayanan ;

b. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi, spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis;

c. tindakan medik spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis;

d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

(16)

f. rehabilitasi medis;

g. pelayanan kedokteran forensik klinik;

h. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah rawat inap di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan, berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk peti dan mobil jenazah;

i. perawatan inap non intensif; j. perawatan inap di ruang intensif;

k. persalinan: persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat hidup/meninggalnya anak;

l. ambulan: ambulan hanya diberikan ntuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.

Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Dijamin BPJS Kesehatan (Peraturan BPJS, 2014):

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;

2. Pelayanan kesehatn yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;

(17)

4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sa,pai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;

5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; 6. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

7. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negri; 8. Pelayanan untuk meratakan gigi;

9. Gangguan kesehatan/ penyakit akibat ketergantugan obat, dan/ alkohol;

10.Ganguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yangmembahayakan diri sendiri;

11.Pengobatan dengan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan; 12.Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

13.Perbekalan kesehatan rumah tangga;

14.Pelayanan kesehatan akibat bencana masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/ wabah;

15.Biaya pelayanan lainnya yang tida ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan;

16.Klaim perorangan.

2.3.5 Sistem Rujukan Berjenjang Peserta BPJS Kesehatan

(18)

horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.

Tata cara sistem rujukan berjenjang peserta BPJS kesehatan dalam hal peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatn tingkat pertama harus merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes RI. 2012). sebagai berikut:

a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis yaitu: dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan primer. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan fasilitas kesehatan primer.

b. Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di fasilitas kesehatan tersier.

(19)

atau pemerintah daerah khususnya permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

d. Pelayanan oleh bidan dan perawat, dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.

e. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di fasilitas kesehatan tersebut.

2.4 Kepuasan Pasien

2.4.1 Pengertian Kepuasan Pasien

(20)

Menurut Kotler (2005), kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah hasil yang dicapai pada saat keistimewaan jasa merespon kebutuhan pasien. Ini biasanya sama dengan kepuasan jasa. Kepuasan jasa adalah suatu rangsangan terhadap daya pelayanan jasa, dampak utama dari kepuasan jasa adalah pada instansi dan selanjutnya pada pendapatan dari pelayanan (Pohan, 2007).

Menurut Aritonang (2005), kepuasan merupakan tingkat perasaan setelah membandingkan kinerja yang ia rasakan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dan harapan- harapan. Menurut Mudie dan Cottom dalam Tjiptono (2006) konsumen mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan umum. Jika kinerja dibawah harapan maka konsumen merasa tidak puas, sedangkan kinerja sesuai dengan harapan maka konsumen akan merasa puas senang dan bahagia. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu.

(21)

penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Tjiptono, 2006).

2.4.2 Indikator Kepuasan Pasien

Menurut Lupiyoadi (2004), faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan atau instansi adalah sebagai berikut:

1. Kualitas Produk atau Jasa

Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas, serja jasa yang mereka peroleh meyakinkan dan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.

(22)

Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk meningkatkan kualitas jasa kesehatan, kualitas pelayanan dan kepuasan pasien menjadi indikator keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pada dasarnya kualitas pelayanan yang baik tidak cukup hanya dicapai, tetapi juga dipelihara dan dipertahankan mengingat adanya pergeseran kebutuhan, harapan, dan keinginan pelanggan dan berbagai pihak yang berkepentingan (Simamora, 2003).

3. Emosional

Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan jasa tersebut sehingga cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi.Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap jasa atau produk tertentu ( Simamora, 2003).

4. Biaya

(23)

2.4.3 Karakteristik Kepuasan Pasien

Menurut Pohan (2007), ciri- ciri yang terdapat dalam kepuasan pasien adalah sebagai berikut:

1. Loyal terhadap Jasa

Pasien atau konsumen yang puas terhadap layanan kesehatan tersebut maka cendrung untuk menggunakan pemanfaatan pelayanan kembali secara terus menerus untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Komunkasi

Terdapatnya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif yakni dari mulut ke mulut (word of mounth comunication) yang berisi tentang rekomendasi dan mengatakan hal-hal yang baik kepada calon konsumen baru yang belum pernah menggunakan layanan jasa atau produk tersebut.

3. Instansi Menjadi Pertimbangan

(24)

2.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

1. Pemberi Jasa (provider)

Menurut Zeithaml and Berry dalam Supranto (2011), Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien yaitu :

a. Terwujud Bukti Fisik (tangibles)

Dimensi ini mencakup kondisi fasilitas fisik peralatan serta penampilan petugas karena jasa tidak dapat diamati secara langsung maka pelanggan sering kali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dan melakukan evaluasi. Indilator yang digunakan adalah kondisi gedung puskesmas, peralatan pendukung untuk pemeriksaan pasien, ruang tunggu yang disediakan puskesmas, penampilan, dan kondisi ruangan puskesmas, kerapian tenanga kesehatan medis dan non medis, serta kebersihan lingkungan puskesmas. Sarana fisik merupakan bukti secara konkret yang dapat langsung dilihat yang meliputi gedung, fasilitas atau perlengkapan, seragam pegawai, dan sarana komunikasi. Jasa tidak dapat diamati secara langsung maka pelanggan seringkali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dan melakukan evaluasi.

b. Kehandalan (Reliability)

(25)

Puskesmas, melayani pasien dengan baik dan ramah saat melakukan pengobatan dan perawatan, dan memberikan pelayanan sesuai dengan prosedur dan sesuai dengan jadwal. Kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan cepat, tepat, akurat, dapat dipercaya, handal, dapat dipercaya, dan memuaskan, serta berdaya guna terhadap konsumen atau pasien yang menggunakan jasa pelayanan (Supranto, 2011).

c. Ketanggapan (responsiveness)

Merefleksikan komitmen untuk memberikan pelayanan tepat pada waktunya, yang berkaitan dengan keinginan dan kesiapan petugas untuk melayani. Dalam hal ini ketanggapan dapat dilihat dari segi ketepatan dalam melayani pasien, tanggap dalam menghadapi keluhan pasien dan sikap provider ataupun perawat kepada pasien. Dapat diukur dengan kesiagapan Puskesmas dalam menangani keluhan dan tanggapan puskesmas terhadap saran dari pasien. d. Jaminan (assurance)

(26)

e. Perhatian (empathy)

Hal ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan. Hal ini merefleksikan kemampuan pekerja untuk menyelami perasaan pelanggan, sebagaimana jika pekerja itu sendiri mengalaminya. Perhatian dapat ditunjukan melalui komunikasi yang baik dokter dan pasien dimana dokter memperhatikan dan merespon setiap keluhan dari pasien, keramahan yang sama kepada pasien tanpa memandang status, memberikan perhatian kepada setiap pasiennya. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan untuk menyelami perasaan pelanggan, sebagaimana jika pekerja tersebut mengalaminya sendiri. Kepedulian tersebut menciptakan kemudahan dalam membangun komunikasi baik antara pegawai dengan konsumen atau klien, perhatian pribadi, dan dapat memahami kebutuhan pelanggan (Supranto, 2011). 2. Faktor Karakteristik Pasien

Faktor penentu tingkat pasien atau konsumen oleh karakteristik dari pasien tersebut yang merupakan ciri-ciri seseorang atau kekhasan seseorang yang membedakan orang yang satu dengan orang yang lain.

Menurut Carr & Hill dalam Supranto (2011), derajat kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh:

a. Umur

(27)

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. c. Pendidikan

Terdapat hubungan pendidikan dengan kepuasan pasien yang dinyatakan bahwa pasien dengan tingkat pendidikan rendah, pada umumnyacukup puas dengan pelayanan kesehatan dasar, sedangkan pasien dengan tingkat pendidikannya tinggi tidak puas dengan pelayanan dasar.

d. Pekerjaan

Konsumen yang bekerja cendrung memiliki harapan lebih tinggi, dan sebaliknya jika konsumen tidak bekerja maka harapannya juga lebih rendah.

2.4.5 Pengukuran Kepuasanpasien

Kepuasan pasien adalah indikator pertama dari standar suatu pelayanan kesehatan. Kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitasnya, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pasien dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat (Aritonang, 2005).

Tingkat kepuasan pasien yang akurat sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Oleh sebab itu, pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan.

Terdapat dua komponen yang akan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien yaitu: 1. Komponen Harapan pasien

(28)

Menurut Pohan (2007), kepuasan pasien ini mutlak diperlukan melalui pengukuran, dapat diketahui sejauh mana dimensi-dimensi mutu pelayanan kesehatan yang telah diselenggarakan dapat memenuhi harapan pasien. Jika belum sesuai dengan harapan pasien, maka hal tersebut akan menjadi suatu masukan bagi organisasi pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya. Jika kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh pasien pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan harapannya, pasien pasti akan selalu datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Pasien akan selalu mencari pelayanan kesehatan di fasilitas yang kinerja pelayanan kesehatannya dapat memenuhi harapan atau tidak mengecewakan pasien.

Menurut Kirom (2012), aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien diantaranya yaitu sebagai berikut:

a. Kesembuhan

b. Ketersediaan obat puskesmas

c. Keleluasan pribadi atau privasi sewaktu berada dalam kamar periksa d. Kebersihan puskesmas

e. Mendapatkan informasi yang menyeluruh, artinya mendapatkan informasi tentang nama penyakit, bagaimana merawatnya dirumah, dan informasi tanda-tanda bahaya untuk segera kembali membawanya berobat

(29)

i. Waktu tunggu, yaitu waktu yang diperlukan sebelum kontak dengan petugas kesehatan

j. Tersedianya toilet, artinya apakah puskesmas terdapat toilet yang dapat digunakan pasien dan tersedianya air

k. Tersedianya bangku atau tempat duduk untuk pasien pada ruang tunggu

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diketahui bahwa mutu pelayanan kesehatan sebagai variabel independen yang terdiri dari: bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy). serta kepuasan pasien sebagai variabel

dependen, maka kerangka konsep penelitian ini dapat disusun sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep [ sumber; Carr & Hill dalam Supranto

(2011), Tjioptono (2006), dan Pohan (2007)].

Mutu Pelayanan : 1. Bukti Fisik 2. Kehandalan 3. Daya Tanggap 4. Jaminan 5. Empati

(30)

2.6 Hipotesis Penelitian

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep [ sumber; Carr & Hill dalam Supranto

Referensi

Dokumen terkait

The objective of this study is to investigate anthropometric factors and physical fitness as determinants of futsal dribbling and passing skills of students aged 12-15 years..

Mengingat kajian mengenai kebutuhan asam amino pada ayam kampung belum banyak, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan asam amino lisin yang tepat dalam

Subjek peranakan Tionghoa yang ambigu pada dasarnya merupakan sebuah upaya untuk bertahan dan sekliagus melawan, salah satunya adalah gagasan bangsa yang

[r]

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan analisis dua jalur (Anova). Data dan informasi di lapangan memakai hasil tes. Sampel diambil pada kelas VII SMPI

Faisal, 2011, TUGAS AKHIR : Analisa Perbandingan Pengaruh Pembebanan Resistif, Induktif, Kapasitif Dan Kombinasi Beban R L C Terhadap Regulasi Tegangan Dan

Sedangkan penetapan harga beli dari penampung dan harga jual dari msyarakat ditentukan oleh pihak penampung yang berposisi sebagai pembeli dan terdapat perbedaan antara

Perlakuan pemberian pupuk organik cair dan perlakuan macam varietas tidak terjadi interaksi nyata terhadap rerata bobot kering biji per tanaman dapat dilihat pada