• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Coping Stress Pada Penyintas Lanjut Usia Bencana Erupsi Gunung Sinabung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Coping Stress Pada Penyintas Lanjut Usia Bencana Erupsi Gunung Sinabung"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sinabung merupakan salah satu gunungapi yang berada di dataran tinggi Kabupaten Karo dan menjadi salah satu gunung tertinggi di Sumatera Utara. Banyak kekayaan yang disajikan oleh Gunung Sinabung, mulai dari pesona keindahan, udara yang sejuk dan juga tanah yang subur menjadi salah satu daya tarik dari gunung tersebut. Dengan keunggulan itu, Gunung Sinabung selalu menjadi kebanggan masyarakat Karo. Hal itu dikarenakan Gunung Sinabung menjadi salah satu sumber mata pencaharian bagi masyarakat dengan memanfaatkan tanahnya yang subur sebagai lahan untuk bercocok tanam dalam memenuhi kehidupan sehari-hari.

(2)

Gambar 1.1 Erupsi Gunung Sinabung pada tahun 2016

Peristiwa erupsi Gunung Sinabung mengeluarkan kabut asap tebal berwarna hitam disertai hujan pasir debu vulkanik yang memberikan dampak bagi masyarakat setempat yang mengancam kelangsungan hidup mereka, seperti kehilangan harta benda, kerusakan lahan pertanian dan peternakan. Erupsi juga menyebabkan kerusakan bangunan-bangunan yang meliputi rumah, sekolah, tempat ibadah dan balai desa. Kerusakan yang diakibatkan oleh erupsi Gunung Sinabung meninggalkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat Karo, yang mana masyarakat yang tinggal dengan jarak 6 km harus mengungsi tempat yang lebih aman yang disediakan oleh pemerintah (Simatupang, 2016)

(3)

Akibat perubahan tersebut masyarakat Karo harus menyesuikan diri dengan situasi yang baru, yang mana mereka biasanya bekerja menjadi tidak bekerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu masyarakat Karo.

“Biasa erdahin, enda la erdahin, istirahat bage (biasa bekerja tapi ini enggak bekerja, kerjan istirahat kayak gini)”

(Komunikasi interpersonal, 03 Juni, 2017)

Hal itu mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat Karo terutama pada penurunan perekonomian yang biasanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Selain itu, dampak lain yang diterima oleh masyarakat Karo adalah dari segi psikologis hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Bidang Keilmuan Universitas Gadjah Mada yang melaporkan bahwa masyarakat mengalami tingkat stres dan depresi yang cukup tinggi. Masyarakat mengalami guncangan emosional yang luar biasa dikarenakan dalam ingatan mereka Gunung Sinabung tidak pernah menjadi sumber bencana (Bakkara, 2014).

Pengungsi bencana erupsi terdiri dari berbagai rentan usia yang berbeda-beda yang meliputi anak-anak, dewasa dan lanjut usia. Salah satu kelompok yang rentan terhadap bencana adalah lanjut usia. Kerentanan lanjut usia terhadap bencana dikarenakan kondisi fisik dan psikologis yang semakin menurun seperti kesehatan dan penurunan kognitif (Probosiwi, 2013).

(4)

Periode lanjut usia ditandai dengan perubahan kondisi fisik seperti tumbuh uban, kulit yang mulai keriput dan penurunan berat badan. Perubahan psikologis juga muncul seperti perasaan tersisih, tidak dibutuhkan dan tidak dapat menerima kenyataan (Santrock, 2013). Masa ini adalah masa penyesuaian atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menatap kembali kehidupan masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial (Hurlock, 1991).

Selain perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia, mereka juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar hidup sejahtera. Kebutuhan hidup lanjut usia antara lain makanan bergizi, pemeriksaan kesehatan, lingkungan yang sehat, aman dan tentram, kebutuhan sosial seperti sosialisasi dengan sesama sehingga memiliki kerabat yang dapat diajak untuk berkomunikasi (Nurhidayah & Rini, 2012). Kondisi lingkungan juga mempengaruhi lanjut usia menghadapi beberapa perubahan tersulit dalam hidupnya (Rohaedi & dkk, 2016).

Ditinjau dari pernyataan Hurlock (1991) bisa dikatakan bahwa tugas perkembangan lanjut usia yang menjadi penyintas bencana erupsi Gunung Sinabung tidak tercapai. Dikatakan demikian itu karena lanjut usia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan situasi seperti harus tinggal satu ruangan bersama-sama dengan orang lain, tidak ada pembatas antara lanjut usia dan anak-anak dan makanan yang seadanya. Hal ini ditunjukkan berdasarkan pernyataan salah satu lanjut usia dipengungsian yang mengatakan bahwa mereka merasa terganggu dengan suara anak-anak yang berisik serta makanan yang hanya seadanya.

(5)

pengungsian nakan ikan kering-kering je, la kita selera ngidahsa, enaka ngenca lit (Trus gimana kalian rasa makanan dipengungsian nasi ikannya kering-kering dikasi, kan enggak selera ngeliatnya, itu pula cuma ada)”

(Komunikasi Interpersonal, 03 Juni 2017)

Selain itu, beliau juga menyatakan bahwa lingkungan diposko pengungsian banyak lalat karena lingkungan yang tidak bersih.

“Ence ma, kotor she kel melketna, enggo melala kel lalat je pe pekara kotor kel (trus kan jorok kali, udah banyak lalat terbang karna jorok kali)”

(Komunikasi Interpersonal, 03 Juni, 2017)

(6)

Stres adalah suatu situasi yang mengarahkan individu untuk mempersepsikan ketidaksesuaian antara tuntutan fisik maupun psikologis dengan tuntutan lingkungan (Lazarus & Folkman 1984 dalam Sarafino 2011). Stres bisa berdampak negatif atau positif. Stres dapat berdampak pada interaksi interpersonal dan pada tingkat stres berat orang dapat menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri (Rini, 2002 dalam Novyan, 2011). Menurut Koswara (dalam Novyan, 2011) stres bisa muncul berupa stimulus eksternal dan dapat berupa stimulus internal yang diterima atau dialami individu sebagai hal yang tidak menyenangkan atau meyebabkan serta menuntut penyesuaian dan menghasilkan efek baik somatic maupun behavioral. Gejala stres dapat berupa denyut jantung bertambah cepat, banyak keringat terutama keringat dingin, pernafasan terganggu, sering buang air kecil, sulit tidur, dan gangguan lambung dan gejala psikologis seperti resah, sering merasa bingung, sulit konsentrasi dan merasa lelah (Indriana, 2010). Hal ini tergambar dari salah satu pernyataan lanjut usia penyintas erupsi

“Mesui takalku (sakit kepala), sering sakit kepala nakku. Jantungen ka aku nakku (detak jantung yang tidak biasa), pusing nakku”

(Komunikasi Interpersonal, 01 Oktober 2016)

(7)

Akan tetapi, ketika seseorang dihadapkan pada situasi yang menekan yang mengarahkan mereka mengalami stres, mereka akan memiliki cara untuk menghadapi situasi tesebut. Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2011) mengatakan bahwa individu yang mengalami situasi menekan akan melakukan penilaian dan mempertimbangkan respon yang diberikan untuk menghadapinya. Cara-cara atau respon yang dilakukan dikenal juga dengan coping. Setiap individu yang mengalami kondisi stres dan mengatasi kondisi stresnya tersebut akan melakukan coping (Sarafino, 2011).

Coping Stress adalah proses dimana seseorang mencoba untuk mengolah

perbedaan yang dirasakan antara tuntutan dan sumber daya yang dinilai dalam situasi stres (Sarafino, 2011). Lanjut usia yang berada dipengungsian erupsi Gunung Sinabung memiliki cara mereka sendiri mengatasi stresnya seperti berbagi cerita dengan anak-anak mereka ketika berkunjung, berbagi cerita dengan sesama pengungsian, menonton televisi bersama dan juga mencari kegiatan yang dapat mengisi waktu luang misalnya dengan mencuci dan menyetrika baju anak-anak. Hal ini berhubungan dengan pernyataan lanjut usia penyintas erupsi Gunung Sinabung.

“Cerita-cerita sama anakku kalo mereka datang kepengungsian, sama sesama pengungsi juga kami saling cerita-cerita. Sama-sama nonton tv disini nakku, cari kegiatan juga nakku kaya mencuci baju anak-anak yang disini trus disetrika.

(Komunikasi Personal, 29 Oktober 2016)

(8)

“…tiap malam ertoto aku ras Dibata gelah ibereken kekuatan (berdoa kepada Tuhan agar diberikan kekuatan), dikasi kesehatan nakku, gelah ula aku sakit ena kupindo man Dibata (agar tidak jatuh sakit, itu yang saya minta kepada Tuhan ), lindungi aku Tuhan ula sakit (jangan sakit),

kan memang pun waktu kita enggak tau kapan nakku…kayak biasa nakku,

kegereja, berdoa sama Tuhan nakku, minta pertolongan biar sehat terus nakku.

(Komunikasi Personal, 29 Oktober 2016)

“Man belo ka gia kami me tanang kang kami (makan sirih aja kami udah tenang)

(Komunikasi Interpersonal 17 Mei 2017)

Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa lanjut usia dipengungsian erupsi Gunung Sinabung juga mencoba untuk mengatasi stres yang dirasakan dengan cara unik seperti mengunyah atau menyontil sirih, membuat kerajinan tangan, membersihkan posko pengungsian dan memasak secara bergantian. Cara tersebut merupakan cara yang efektif yang dapat membantu lanjut usia untuk dapat menyesuaikan diri diposko pengungsian dan menurunkan tekanan yang dirasakan.

(9)

Secara sederhana coping dapat dimaknai sebagai cara untuk memecahkan masalah. Coping stress diketahui untuk mempengaruhi individu dalam situasi stres (Sanjeev & Bhukar, 2013). Coping melibatkan transaksi secara terus-menerus terhadap lingkungannya (Sarafino, 2011). Menurut Weiten dan Lloyd (dalam Indrawati, 2006) mengatakan coping merupakan upaya untuk mengatasi, mengurangi dan mentolerir ancaman yang tercipta karena stres. Menurut Lazarus, Folkman dkk (dalam Taylor, 2006) coping berfungsi untuk mengubah situasi yang menyebabkan timbulnya stres atau mengatur reaksi emosional yang muncul karena suatu masalah. Menurut Lahey (2012) coping stress dapat dibagi menjadi dua strategi yaitu effective coping dan ineffective coping. Effective coping merupakan cara efektif untuk mengatasi baik menghapus stres atau mengontrol reaksi seseorang sedangkan ineffective coping merupakan mengatasi stres yang memberikan solusi sementara dari ketidaknyamanan yang dihasilkan oleh stres, tidak memberikan solusi jangka panjang dan bahkan dapat membuat masalah menjadi lebih buruk lagi.

Ketika seseorang mempunyai mekanisme coping yang efektif dalam menghadapi stres, maka sumber stres tidak akan menimbulkan kesakitan tetapi akan mendatangkan wellness. Individu yang dapat melakukan coping dengan baik maka ia dapat menyesuaikan tuntutan lingkungan dengan baik pula (Chaplin dalam Khasa & Wijanarco, 2011).

Setiap individu melakukan coping stress dengan cara-cara yang unik. Coping stress sangat diperlukan bagi korban bencana terutama pada lanjut usia yang

(10)

fisik dan psikologis yang sangat terganggu menyebabkan lanjut usia tidak dapat menyesuaikan diri sehingga mengalami stres. Ketika lanjut usia dapat melakukan coping stress maka mereka dapat menikmat kehidupannya, merasakan

kebahagiaan dan mampu menyesuaikan diri tanpa ada hambatan yang dialami walaupun dalam situasi bencana.

Dari pemaparan diatas dapat dilihat dari fenomena yang terjadi akibat erupsi Gunung Sinabung akan diteliti bagaimana gambaran coping stress pada penyintas lanjut usia bencana erupsi Gunung Sinabung

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran coping stress berdasarkan strategi effective dan ineffective pada penyintas lanjut usia bencana erupsi Gunung Sinabung

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang coping stress pada penyintas lanjut usia bencana erupsi Gunung Sinabung di Posko

Pengungsi UKA Kabupaten Karo

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

(11)

Sinabung. Selain itu dapat menjadi bahan acuan dalam penelitian selanjutnya tentang gambaran coping stress pada lanjut usia yang menjadi penyintas erupsi Gunung Sinabung

b. Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada masyarakat dan berbagai pihak yang berhubungan dengan kelompok lanjut usia seperti pemerintah sebagai pembuat kebijakan, perawatan dan pendamping lanjut usia, keluarga dan lingkungan sekitar tentang gambaran coping stress pada lanjut usia yang menjadi penyintas erupsi Gunung Sinabung.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

(12)

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai alasan dipergunakannya pendekatan kualitatif, responden penelitian, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, kredibilitas penelitian dan prosedur penelitian serta metode analisis data.

BAB IV : HASIL ANALISIS DATA

Bab ini berisi deskripsi data, interpretasi data dan hasil wawancara yang dilakukan dan selanjutnya membahas data-data penelitian tersebut dengan teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar

Gambar 1.1 Erupsi Gunung Sinabung pada tahun 2016
Gambar 1.3. Coping lanjut usia diposko pengungsian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Besaran Uang Persediaan Pada Satuan Kerja

Inovasi ke depan yang akan dan telah mulai dilakukan adalah inovasi telur asin berbagai aneka rasa sesuai dengan kuliner khas daerah, telur asin rendah kolesterol dan

[r]

Penelitian yang dilakukansebelumnyaterkait keberadaan logam berat Kadmium (Cd) di wilayah mangrove Percut Sei Tuan adalah kandungan logam berat Kadmium (Cd) pada air yang

Kotler, Philip dan Gary Amsrong, 2001, Prinsip – Prinsip Pemasaran , Jilid 2, Edisi Kedelapan, Jakarta, Erlangga.. Manajemen Pemasaran, jilid 1, edisi milenium,

Kedua poin tersebut memeroleh sekor dengan presentase 75 %, sehingga, sistematika penyajian dikategorikan cukup layak dan perlu dilakukan revisi.Setelah dilakukan

Bagi minimarket Bu Hj Khamid diharapkan agar tepat dalam menentukan strategi untuk meningkatkan keputusan pembelianB. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat