• Tidak ada hasil yang ditemukan

S IKOM 1202932 Chapter3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "S IKOM 1202932 Chapter3"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Laura Shintyana, 2016

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk

menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data

yang juga sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya

populasi atau sampling bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika

data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang

diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang lebih

ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya

(kuantitas) data (Hikmat, 2011, hlm. 37). Penelitian dengan pendekatan

kualitatif menekankan analisis proses berpikir secara induktif yang berkaitan

dengan dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dan senantiasa

menggunakan logika ilmiah (Gunawan, 2013, hlm. 80). Penelitian kualitatif

tidak berarti tanpa menggunakan dukungan dari data kuantitatif, tetapi lebih

ditekankan pada kedalaman berpikir formal dari peneliti dan menjawab

permasalahan yang dihadapi. Penelitian kualitatif mengembangkan konsep

sensitifitas pada masalah yang dihadapi, menerangkan realitas yang berkaitan

dengan penelusuran teori dari bawah dan mengembangkan pemahaman akan

satu atau lebih dari fenomena yang dihadapi.

Pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang berperilaku

yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif dipergunakan dengan beberapa

pertimbangan: Pertama, menyesuaikan pendekaan kualitatif lebih mudah

apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, pendekatan ini

menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan

responden. Ketiga, pendekatan ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan

diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai

yang dihadapi. Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara

(2)

desain yang telah disusun secara ketat atau kaku, sehingga tidak dapat diubah

lagi (Hikmat, 2011, hlm. 37). Pendekatan kualitatif menjadi suatu strategi

inquiry yang menekankan pencarian makna, pengertian, konsep, karakteristik,

gejala, simbol, maupun deskripsi tentang suatu fenomena; fokus dan

multimetode, bersifat alami dan holistik; mengutamakan kausalitas,

menggunakan beberapa cara, serta disajikan secara naratif (Yusuf, 2014, hlm

329). Dari sisi lain dan secara sederhana dapat dikatakan bahwa tujuan

penelitian kualitatif adalah untuk menemukan jawaban terhadap satu

fenomena atau pertanyaan melalui aplikasi prosedur ilmiah secara sistematis

dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif memandang

penelitian ilmiah tidaklah cukup untuk dapat menjelaskan 'misteri'

pengalaman manusia sehingga diperlukan unsur manusiawi yang kuat dalam

penelitian (Hikmat, 2011, hlm. 47). Tujuan utama menggunakan metode ini

untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat

penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu

(Yusuf, 2014, hlm 328). Format desain deskriptif kualitatif banyak memiliki

kesamaan dengan desain deskriptif kuantitatif, karena itu desain deskriptif

kualitatif bisa disebut pula dengan kuasi kualitatif atau desain kualitatif semu

(Bungin, 2007, hlm. 68). Artinya, desain ini belum benar-benar kualitatif

karena bentuknya masih dipengaruhi oleh tradisi kuantitatif, terutama dalam

menempatkan teori pada data yang diperolehnya.

Metode deskriptif mengkritik kelemahan penelitian kuantitatif (yang

terlalu positivisme), serta juga bertujuan untuk menggambarkan,

meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena

realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian , dan

berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat,

model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena

tertentu. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan pengamatan secara

(3)

Laura Shintyana, 2016

ditampilkan dalam iklan Luwak White Koffie edisi Lee Min Ho. Hasilnya akan

dijabarkan secara keseluruhan.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis semiotika

Roland Barthes. Semiotika adalah studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu

bekerja (Fiske, 2007, hlm. 60). Semiotika menjadi studi tentang pertanda dan

makna dari sistem tanda, tentang bagaimana makna dibangun dalam ‘teks’

media atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam

masyarakat yang mengkomunikasikan makna semiotika sering digunakan

dalam analisis teks (meskipun lebih dari sekedar analisis tekstual). Perlu dicatat bahwa sebuah ‘teks’, baik verbal maupun nonverbal bisa eksis dalam media apapun. Istilah teks biasanya mengacu pada pesan yang telah dibuat

dalam beberapa cara (tulisan, rekaman audio dan video) sehingga secara fisik,

antara pengirim dan penerima tidak terikat antara satu sama lain (Vera, 2014,

hlm. 9).

Semotika mencakup berbagai tanda-tanda visual, verbal, dan olfactory

(tanda yang dapat diakses dan diterima oleh seluruh indera yang dimiliki

manusia) saat tanda-tanda tersebut secara bersama-sama membentuk sistem

kode sistematis yang dalam setiap perilaku dan kegiatan manusia dapat

menyampaikan informasi dan pesan secara tertulis. Dalam semiotika dipahami

bahwa lambang dapat memberikan makna yang dapat dianalisis dalam bentuk

teks. Teks dalam konteks ini merujuk pada segala bentuk dan tatanan sistem

lambang yang mencakup media massa (media cetak, media elektronik, film,

dan iklan) serta media lainnya (lukisan, candi, pegelaran busana, patung dan

lain-lain). Jadi semiotika berpusat pada pencarian makna terhadap

lambang-lambang dalam teks (Kellner, 2010, hlm. 69).

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha

mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama

manusia (Sobur, 2009, hlm. 15). Tanda bisa berupa sesuatu yang bersifat fisik,

(4)

Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana manusia memaknai

hal-hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan

mengkomunikasikan (to communicate). Cara pengkombinasian tanda-tanda

biasanya dilandasi oleh kode tertentu yang berlaku di dalam sebuah komunitas

bahasa. Kode adalah seperangkat aturan atau konvensi bersama yang di

dalamnya tanda-tanda dapat dikombinasikan, sehingga memungkinkan pesan

dikomunikasikan dari seseorang kepada orang lain (Piliang, 2003, hlm. 259).

Semua model makna memiliki bentuk yang secara luas mirip. Masing-masing

memperhatikan tiga unsur yang mesti ada dalam setiap studi tentang makna.

Ketiga unsur itu adalah tanda, acuan tanda, dan pengguna tanda. Semiotika

mempunyai tiga bidang studi utama (Fiske, 2007, hlm. 60), yaitu:

a. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang

berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna,

dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.

Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian

manusia yang menggunakannya.

b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara

berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu

masyarakat, budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang

tersedia untuk mentransmisikannya.

c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya

bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk

keberadaan dan bentuknya sendiri.

Tanda sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari dua bidang,

yaitu bidang penanda dan petanda untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi;

dan bidang penanda untuk menjelaskan konsep atau makna (Piliang, 2003,

hlm. 258). Cara pengkombinasian tanda serta aturan yang melandasinya

memungkinkan untuk dihasilkannya makna sebuah teks. Oleh karena

hubungan antara sebuah penanda dan petanda bukanlah terbentuk secara

alamiah, melainkan hubungan yang terbentuk berdasarkan konvensi, maka

sebuah penanda pada dasarnya berbagai peluang petanda atau makna.

(5)

Laura Shintyana, 2016

tanda. Sebuah tanda berarti semua hal yang dapat diambil sebagai penanda

yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu

yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di

suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Dengan begitu, semiotika pada

prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari apapun yang bisa

digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan. Jika sesuatu tersebut tidak

dapat digunakan untuk mengatakan suatu kebohongan, maka sebaliknya tidak

akan bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran (Sobur, 2009, hlm. 18).

Ketika melihat tanda dalam sebuah objek, maka sama saja dengan

mengatribusikan kepada objek itu beberapa signifikasi virtual.

Menginterpretasi tanda dalam arti tertentu sama saja dengan

mengistimewakan salah satu di antara signifikasi tersebut, dengan

menggunakan sesuatu yang sudah kita ketahui (Martinet, 2010, hlm. 93).

Karena itu, semiotika memfokuskan perhatiannya terutama pada teks.

Model-model proses linear tidak banyak memberi perhatian terhadap teks karena

memperhatikan juga tahapan lain dalam proses komunikasi, bahkan beberapa

modelnya mengabaikan teks nyaris tanpa komentar apapun. Inilah salah satu

perbedaan utama di antara kedua pendekatan tersebut. Hal lainnya adalah

status penerima. Dalam semiotika, penerima atau pembaca, dipandang

memainkan peran yang lebih aktif dibandingkan dengan kebanyakan model

proses. Semiotika lebih suka memilih istilah pembaca untuk penerima karena

hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan derajat aktifitas yang lebih

besar dan juga pembacaan merupakan sesuatu yang kita pelajari untuk

melakukannya, karena itu pembacaan tersebut ditentukan oleh pengalaman

kultural pembacanya. Pembaca membantu menciptakan makna teks dengan

membawa pengalaman, sikap, dan emosinya terhadap teks tersebut.

Inti dari analisis semiotika ini adalah menggali makna. Makna adalah

suatu istilah atau lambang yang tergantung pada apa yang dimaksudkan

pemakai dengan arti lambang itu (Fisher, 1978, hlm. 344). Ketika melihat

tanda dalam sebuah objek, maka sama saja dengan mengatribusikan kepada

objek itu beberapa signifikasi virtual. Menginterpretasi tanda dalam arti

(6)

tersebut, dengan menggunakan sesuatu yang sudah kita ketahui (Martinet,

2010, hlm. 93). Penelitian semiotika komunikasi bertujuan untuk menafsirkan

pesan yang berupa tanda, baik tanda verbal maupun nonverbal. Terdapat tiga

hal yang harus diperhatikan dalam memberi makna pada tanda yang tersebar

dalam teks, yaitu jenis makna tanda, jenis pemaknaan, dan cara menganalisis

tanda (Vera, 2014, hlm. 39). Makna tanda dalam teori semiotika Roland

Barthes dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat denotasi, tingkat

konotasi, dan juga mitos.

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang

menghasilkan makna yang eksplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi

adalah makna pada apa yang tampak. Denotasi disebut sebagai tatanan yang

menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan

diantara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal (Fiske, 2007, hlm.

118). Ada konsepsi yang di dalamnya referensi ke sebuah objek tampaknya

mendasari denotasi. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam

tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan

penting dalam ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus

yang terdapat dalam sebuah tanda dan pada intinya dapat disebut sebagai

gambaran sebuah petanda (Sobur 2009, hlm. 263).

Konotasi adalah pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda

dan pertanda, yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak

langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Ia

menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda

dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau

keyakinan. Denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sedangkan

konotasi merupakan sistem signifikasi tingkat kedua (Sobur, 2009, hlm. 70).

Jika denotasi sebuah kata adalah definisi objektif kata tersebut, maka konotasi

sebuah kata adalah makna subjektif atau emosionalnya (DeVito, 1997, hlm.

125 ). Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan

makna, sensor atau represi politis. Sebagai reaksi yang paling ekstrem

(7)

Laura Shintyana, 2016

menyingkirkan dan menolaknya. Baginya, yang ada hanyalah konotasi

semata-mata. Makna konotatif menunjukkan asosiasi emosional yang

mempengaruhi reaksi kita terhadap kata-kata (Rakhmat, 2008, hlm. 281).

Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu

dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya (Fiske,

2007, hlm. 118).

Mitos adalah juga suatu rantai pemaknaan tataran kedua. Tanda

konotatif tidak hanya sekedar memiliki makna tambahan namun juga

mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.

Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai 'mitos' dan

berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai

dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Sobur 2009, hlm. 71). Di

dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi, yaitu penanda, petanda, dan

tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu

rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya. Dengan kata lain, mitos adalah

juga suatu rantai pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah

petanda dapat memiliki beberapa penanda. Artinya, dari segi jumlah, petanda

lebih miskin jumlahnya daripada penanda, sehingga dalam praktiknya

terjadilah pemunculan sebuah konsep secara berulang-ulang dalam

bentuk-bentuk yang berbeda.

Mitologi mempelajari bentuk-bentuk tersebut karena pengulangan

konsep terjadi dalam wujud berbagai bentuk tersebut. Dalam semiotika, mitos

berguna untuk mempelajari proses pengembangan suatu sistem sosial khusus

dengan segala adat istiadat dan gaya hidup yang dilakukan oleh masyarakat

untuk memahami secara lebih baik nilai-nilai yang menjadi pengikat bagi

masyarakat yang membuat mereka bergabung menjadi satu kelompok. Mitos

dapat dibandingkan untuk melihat alasan mengapa budaya bisa memiliki

persamaan atau perbedaan antara satu dengan yang lain. Mitos tidak hanya ada

pada bidang arsitektur, seni, dan sastra, tetapi mitos juga bisa terdapat pada

bidang kontemporer seperti iklan televisi (Danesi, 2011, hlm. 168).

Mitos bukan hanya merujuk pada kepercayaan-kepercayaan tradisional

(8)

membentuk penanda pada tingkatan lain sebagai fungsinya. Mitos bisa timbul

dari segala hal, mitos bisa terbentuk untuk sementara waktu lalu kemudian

hilang tergantikan mitos yang lainnya. Mitos adalah cara berpikir kebudayaan

tentang sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan atau memahami suatu

hal. Mitos terdiri dari serangkaian konsep yang saling berkaitan. Mitos juga

merupakan sistem komunikasi, sebab ia membawakan pesan. Maka dari itu,

mitos bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep ataupun suatu gagasan,

melainkan suatu cara signifikasi, suatu bentuk. Lebih jauhnya lagi, mitos tidak

tidak ditentukan oleh objek ataupun materi (bahan) pesan yang disampaikan,

melainkan oleh cara mitos disampaikan. Mitos tidak hanya berupa pesan yang

disampaikan dalam bentuk verbal (kata-kata lisan ataupun tulisan), namun

juga dalam berbagai bentuk lain atau campuran antara bentuk verbal dan

nonverbal. Misalnya, dalam bentuk film, lukisan, fotografi, iklan, dan komik.

Semuanya dapat digunakan untuk menyampaikan pesan.

Kata mitos sering digunakan untuk merujuk berbagai kepercayaan dan

pendapat yang dapat dibuktikan kepalsuannya. Mitos adalah semacam wicara,

segalanya dapat menjadi mitos asal hal itu dapat disampaikan melalui wacana

(Barthes, 2010, 296). Mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang

kemudian memunculkan beragam makna tertentu dengan nilai budaya

masyarakat sebagai dasarnya. Mitos bisa terbentuk dari hal yang berada di luar

lambang sehingga perlu pencariang yang menyeluruh untuk mengetahuinya.

Bentuk ekspresi emosi maupun pemikiran dari pembuat teks yang tergambar

baik dalam makna denotatif, konotatif, dan mitos dapat diketahui dengan

mengamati tanda-tanda dalam teks tersebut. Metode semiotika tidak hanya

berpusat pada proses penyampaian pesan, tetapi juga terhadap penurunan dan

pertukaran makna. Penekanannya terhadap teks dan interaksinya dalam

memproduksi dan menerima suatu budaya, fokus terhadap peranan

komunikasi dalam mengukuhkan dan melestarikan nilai-nilai dan makna yang

dimingkinkan timbul dari proses komunikasi tersebut. Makna konotatif yang

terbentuk dari beberapa tanda akan membangun mitos sehingga dalam banyak

makna konotasi berubah menjadi wujud mitos yang saling berkesinambungan.

(9)

Laura Shintyana, 2016

penanda, maka mitos merupakan tatanan kedua yang terbentuk dari makna

petanda (Berger, 2010, hlm. 65).

1. Signifier (penanda)

2. Signified (pertanda)

3. Denotative Signifier (tanda denotatif)

2. Connotative Signifier (penanda konotatif)

3. Connotative Signified (pertanda konotatif)

4. Connotative Sign (tanda konotatif)

Tabel 3.1 Peta Konsep Semiotika Roland Barthes

Dari peta di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda

(1) dan pertanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah

juga penanda konotatif (4). Denotasi dalam pandangan Barthes merupakan

tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup. Tataran denotasi

menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Denotasi merupakan

makna yang sebenar-benarnya, yang disepakati bersama secara sosial, yang

rujukannya pada realitas (Vera, 2014, hlm. 28). Tanda sebagai kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan dari dua bidang, yaitu bidang penanda dan petanda

untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi; dan bidang penanda untuk

menjelaskan konsep atau makna (Piliang, 2003, hlm. 258). Cara

pengkombinasian tanda serta aturan yang melandasinya memungkinkan untuk

dihasilkannya makna sebuah teks. Oleh karena hubungan antara sebuah

penanda dan petanda bukanlah terbentuk secara alamiah, melainkan hubungan

yang terbentuk berdasarkan konvensi, maka sebuah penanda pada dasarnya

berbagai peluang petanda atau makna. Semiotika menaruh perhatian pada

apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda berarti semua hal

yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk

menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus

(10)

Dengan begitu, semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang

mempelajari apapun yang bisa digunakan untuk menyatakan suatu

kebohongan. Jika sesuatu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan

suatu kebohongan, maka sebaliknya tidak akan bisa digunakan untuk

mengatakan kebenaran (Sobur, 2009, hlm. 18).

Tanda nonverbal berarti tanda minus bahasa atau tanda minus kata. Jadi

secara sederhana, tanda nonverbal dapat kita artikan semua tanda yang bukan

kata-kata. Ada beberapa cara untuk menggolongkan tanda-tanda (Sobur 2009,

hlm. 122). Cara itu, yakni: (i) tanda yang ditimbulkan oleh alam yang

kemudian diketahui manusia melalui pengalamannya; (ii) tanda yang

ditimbulkan oleh binatang; (iii) tanda yang ditimbulkan oleh manusia.

Sebagaimana budaya, subkultur pun sering memiliki bahasa nonverbal yang

khas (Mulyana, 2007, hlm. 344). Semiotika didasarkan pada anggapan bahwa

selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama

berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakang sistem pembedaan dan

konvensi yang memungkinkan makna itu.

Tanda yang ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas yang bersifat

verbal dan yang bersifat nonverbal (Pateda 2001, hlm. 48). Yang bersifat

verbal adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi yang

dihasilkan oleh alat bicara, sedangkan yang bersifat nonverbal dapat berupa:

(i) tanda yang menggunakan anggota badan; (ii) suara; (iii) tanda yang

diciptakan oleh manusia untuk menghemat waktu; (iv) benda-benda yang

bermakna kultural dan ritual.

Selanjutnya, dalam hal pengaplikasian semiotika pada tanda nonverbal,

yang terutama penting diperhatikan adalah pemahaman tentang bidang

nonverbal. Bidang nonverbal adalah suatu wilayah yang menekankan

pentingnya fenomena yang bersifat empiris, faktual, atau konkret, tanpa

ujaran-ujaran bahasa. Ini berarti bidang nonverbal berkaitan dengan benda

konkret, nyata, dan dapat dibuktikan melalui indera manusia. Pada dasarnya,

aplikasi atau penerapan semiotika pada tanda nonverbal bertujuan untuk

mencari dan menemukan makna yang terdapat pada benda-benda atau sesuatu

(11)

Laura Shintyana, 2016

Dalam pencarian makna, ada beberapa hal atau beberapa langkah yang

perlu diperhatikan peneliti (Sobur 2009, hlm. 124). Langkah pertama,

melakukan survei lapangan. Survei bertujuan untuk mencari dan menemukan

objek penelitian yang sesuai dengan keinginan si peneliti. Langkah kedua,

melakukan pertimbangan terminologis terhadap konsep-konsep pada tanda

nonverbal. Langkah ketiga, memperhatikan perilaku nonverbal, tanda, dan

komunikasi terhadap objek yang ditelitinya. Langkah keempat (merupakan

langkah terpenting) adalah menentukan model semiotika yang dipilih untuk

digunakan dalam penelitian.

Bahasa adalah sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi

(dihasilkan oleh alat ucap), yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang

dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk

melahirkan perasaan dan pikiran (Wibowo, 2001, hlm. 3). Dalam arti luas,

bahasa dapat ditafsirkan sebahai suatu penukaran (komunikasi) tanda-tanda

(dan ini berlaku baik bagi bahasa menurut arti sempit: bahasa kata-kata,

maupun mengenai semua tanda lainnya). Bahasa juga terkait dengan teori

semiotika. Dalam ilmu semiotika itu dibedakan tiga tahap kaidah-kaidah (dan

hal ini juga berlaku, biarpun lebih terinci, bagi bahasa pada umumnya dan

bahasa-bahasa yang dibuat secara logis). Pertama, terdapat kaidah-kaidah

yang mengatur hubungan antara tanda-tanda atau lambang-lambang itu

sendiri: sintaksis. Kemudian, kaidah-kaidah mengenai cara-cara tanda-tanda

tadi menunjukkan kepada objek-objek tertentu (orang, barang, atau peristiwa):

semantik. Ketiga, kaidah-kaidah yang menentukan hubungan semantis tafi

dalam konteks yang lebih luas lagi, yakni dalam hubungan dengan si pemakai

tanda-tanda: pragmatik.

Kesatuan bahasa yang lengkap sebenarnya bukanlah kata atau kalimat,

sebagaimana dianggap beberapa kalangan dewasa ini, melainkan wacana

(Lubis, 1993, hlm. 20). Dikarenakan bahasa merupakan wacana, tempat semua

praktik sosial berlangsung, maka bahasa juga dianggap sebagai tempat

membentuk individu-individu dalam sistem sosial (Piliang, 2003, hlm. 294).

Berdasarkan pengertian inilah, dalam suatu wacana, manusia disebut sebagai

(12)

sistem pertukaran tanda dengan individu lain dalam suatu komunitas. Dalam

teori semiotika, apa pun bentuk pertukaran tanda, ia harus mengikuti model

kaitan struktural antara penanda dan petanda yang bersifat stabil dan pasti.

Ada tiga bentuk utama pertukaran yang digunakan masyarakat dalam

mereproduksi sistemnya sendiri, yang menurut pandangan strukturalisme,

masing-masing memerlukan penempatan posisinya yang pasti secara oposisi

biner.

Bahasa dapat dikatakan merupakan suatu kondisi budaya dan ini

berlaku dalam dua hal (Kaplan dkk, 2000, hlm. 228). Bahasa adalah kondisi

budaya secara diakronis, karena terutama melalui bahasalah kita mengenal

budaya kita sendiri. Akan tetapi dari titik pandang yang jauh lebih teoritis,

bahasa dapat pula dikatakan sebagai kondisi budaya karena bahan

pembentuknya berasal dari jenis yang sama dengan bahan pembentuk budaya

sebagai suatu keseluruhan: hubungan logis, pertentangan, korelasi, dan

semacamnya. Dalam sudut pandang ini, terlihat bahasa meletakkan semacam

landasan bagi struktur-struktur yang lebih rumit dan selaras atau mirip dengan

berbagai segi bahasa.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandung. Hal ini terkait dengan

domisili penulis dan juga lokasi kampus yang berada di Kota Bandung.

Sedangkan untuk waktu penelitian, Februari hingga Agustus menjadi estimasi

waktu penulis dalam melakukan penelitian terhadap topik ini.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

periset dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan itu menjadi

sistematis dan dipermudah olehnya (Kriyantono, 2009, hlm. 94). Berbeda

dengan metode pengumpulan data yang masih bersifat abstrak, maka

instrumen penelitian ini merupakan sarana yang bisa diwujudkan dalam

bentuk benda. Instrumen penelitian ini biasanya dibuat setelah periset

(13)

Laura Shintyana, 2016

untuk mengukur data di lapangan. Alat ukur sendiri merupakan alat bantu

yang menentukan bagaimana dan apa yang harus dilakukan dalam

mengumpulkan data. Karena pada dasarnya kegiatan pengumpulan data

adalah kegiatan untuk melakukan pengukuran terhadap data mana yang sesuai

dan mana yang tidak. Dengan kata lain, alat ukur ini sangat penting untuk

mencari data dengan cara membatasi kebenaran dan ketepatan indikator

variabel yang sudah ditetapkan dari data di lapangan, sehingga data yang

terkumpul adalah sesuai dengan masalah dan tidak meluas.

Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang utama adalah analisis

semiotika yang digunakan untuk menguraikan makna, baik makna denotasi,

konotasi, maupun mitos yang terkandung dalam iklan Luwak White Koffie

edisi Lee Min Ho. Sebagai tambahan penulis juga menggunakan pedoman

wawancara sebagai instrumen penelitiannya. Pedoman wawancara tersebut

akan digunakan sebagai acuan bagi penulis dalam menggali informasi dari

partisipan yang hasilnya akan dijadikan sebagai data penguat hasil analisis.

E. Sumber Data

Sumber data adalah sumber perolehan data yang dibutuhkan dalam suatu

penelitian (Gunawan, 2013, hlm. 101). Sumber data juga menjadi salah satu

unsur yang menjadi pertimbangan dalam memilih suatu topik dalam

penelitian. Ada dua jenis sumber data dalam suatu penelitian, yaitu sebagai

berikut.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber yang terkait

dengan penelitian. Dalam penelitian ini, data primer didapatkan dari data

iklan Luwak White Koffie edisi Lee Min Ho yang telah diubah menjadi

potongan-potongan scene iklan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari

sumbernya, data tersebut dapat berupa teori maupun informasi. Dalam

(14)

dilakukan terhadap humas PT. Java Prima Abadi selaku perusahaan yang

menaungi Luwak White Koffie.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menjadi salah satu langkah yang penting dalam

penelitian karena pengumpulan data menjadi salah satu faktor yang

menentukan kualitas penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

beberapa instrumen dalam teknik pengumpulan data yang diantaranya sebagai

berikut.

1. Metode Analisis Semiotika

Dalam penelitian ini, penulis lebih fokus dengan metode identifikasi

gambar, simbol, tanda, dan makna dengan teknik dokumentasi rekaman

yang akan menjadi unit analisis. Gambar tersebut diperoleh dari hasil

pemotongan video iklan Luwak White Koffie edisi Lee Min Ho pada setiap

adegan. Kemudian beragam simbol, tanda, dan makna yang mengacu pada

representasi Budaya Korea tersebut akan diteliti dan dianalisis dengan

menggunakan konsep dan teori yang telah dipaparkan pada bab

sebelumnya.

Metode analisis ini adalah metode analisis yang bertujuan untuk

mengidentifikasi simbol-simbol dan tanda dengan teknik dokumentasi

rekaman untuk melihat visualisasi, audio, dan tanda dengan teknik

dokumentasi rekaman (Sobur 2009, hlm. 66). Memaknai berarti bahwa

objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek

itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur

dari tanda. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan

makna menjadi hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda.

Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas

berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal,

teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan

maknanya dan bagaimana tanda itu disusun.

Dalam semiotika dipahami bahwa lambang dapat memberikan

(15)

Laura Shintyana, 2016

berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di

balik sebuah tanda (teks, iklan, berita) (Kriyantono 2010, hlm 266).

Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada

penggunaa tanda tersebut. pemikiran pengguna tanda merupakan hasil

pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut

berada.

2. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan

untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya (Kriyantono 2010,

hlm. 98). Wawancara dalam pendekatan kualitatif, yang disebut sebagai

wawancara mendalam (depth interview) atau wawancara secara intensif

dan kebanyakan tak berstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk

mendapatkan data kualitatif yang mendalam. Teknik wawancara ini sangat

diperlukan untuk mengungkap bagian terdalam (tersembunyi) yang tidak

dapat terungkap lewat angket (Hikmat, 2011, hlm. 79).

Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau

informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar

mendapatkan data lengkap dan mendalam. Pada jenis wawancara ini,

pewawancara relatif tidak mempunyai kontrol atas respons informan,

artinya informan bebas memberikan jawaban. Dalam penelitian ini,

penulis akan melakukan wawancara terhadap pihak humas PT. Java Prima

Abadi selaku perusahaan yang menaungi Luwak White Koffie. Penulis

akan menggali beragam informasi yang dapat diperoleh dari informan

guna menunjang analisis yang dilakukan penulis terhadap iklan Luwak

White Koffie edisi Lee Min Ho. Hasil wawancara juga digunakan untuk

menjadi pembanding antara hasil analisis dengan hasil wawancara

sehingga terdapat kesamaan persepsi terhadap makna iklan tersebut.

G. Teknik Analisis Data

Semiotika terkait studi media massa bukan hanya sebatas sebagai

kerangka teori, semiotika juga bisa sekaligus dijadikan sebagai metode

(16)

(seperti kata-kata, gambar, suara dan/atau gerakan tertentu) yang

dikonstruksikan (dan diinterpretasikan) dengan mengacu pada konvensi yang

terkait dengan genre dan media komunikasi tertentu (Fiske, 2007, hlm. 64).

Dalam teknik analisis semiotika, fenomena sosial atau masyarakat dan

kebudayaan dianggap sebagai tanda. Analisis semiotika berupaya menemukan

makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks,

iklan, berita, dll). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan

bergantung pada pengguna tanda tersebut. pemikiran pengguna tanda

merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna

tanda tersebut berada (Kriyantono, 2010, hlm. 264).

Dalam pencarian makna, ada beberapa hal atau beberapa langkah yang

perlu diperhatikan peneliti (Sobur 2009, hlm. 124). Langkah pertama,

melakukan survei lapangan. Survei bertujuan untuk mencari dan menemukan

objek penelitian yang sesuai dengan keinginan si peneliti. Langkah kedua,

melakukan pertimbangan terminologis terhadap konsep-konsep pada tanda

nonverbal. Langkah ketiga, memperhatikan perilaku nonverbal, tanda, dan

komunikasi terhadap objek yang ditelitinya. Langkah keempat (merupakan

langkah terpenting) adalah menentukan model semiotika yang dipilih untuk

digunakan dalam penelitian.

Untuk semakin mengefektifkan proses analisis data, maka iklan Luwak

White Koffie edisi Lee Min Ho akan dijadikan sebagai teks. Teks adalah

segala bentuk dan tatanan sistem lambang yang mencakup media massa

(media cetak, media elektronik, film, dan iklan) serta media lainnya (lukisan,

candi, patung, pagelaran busana, dan lain-lain). Semiotika menjadi metode

untuk menggali makna yang terbentuk dalam suatu tanda. Iklan Luwak White

Koffie edisi Lee Min Ho ini akan dianalisis secara detail mencakup tampilan

visual, audio, teknik pengambilan gambar yang digunakan, dan warna

dominan yang muncul dengan tujuan agar makna yang terkandung dalam

iklan tersebut dapat dipaparkan secara jelas. Adapun tahapan yang akan

dilakukan dalam proses analisis semiotika ini adalah dengan melakukan

pengamatan terkait tanda-tanda yang muncul dalam iklan tersebut yang telah

(17)

Laura Shintyana, 2016

analisis semiotika dalam mencari representasi budaya Korea dalam iklan

Luwak White Koffie edisi Lee Min Ho. Untuk menganalisis iklan, hal-hal

berikut ini barangkali perlu dipertimbangkan (Berger, 2000, hlm. 199):

a. Penanda dan petanda.

b. Gambar, indeks, dan simbol.

c. Fenomena sosiologi: demografi orang di dalam iklan dan orang-orang

yang menjadi sasaran iklan, refleksikan kelas-kelas sosial ekonomi, gaya

hidup, dan sebagainya.

d. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk, melalui naskah dan

orang-orang yang dilibatkan di dalam iklan.

e. Desain dari iklan, termasuk tipe perwajahan yang digunakan, warna, dan

unsur estetik yang lain.

f. Publikasi yang ditemukan di dalam iklan, dan khayalan yang diharapkan

oleh publikasi tersebut.

Dalam pemaknaan simbol-simbol akan terjadi tiga kemungkinan;

pertama, simbol ditafsirkan sama oleh kedua belah pihak; kedua, simbol

ditafsirkan berbeda-beda diantara kedua pihak; dan ketiga, pemirsa

kebingungan menafsirkan simbol-simbol tersebut (Bungin, 2011, hlm. 107).

Dalam peristiwa kedua dan ketiga, iklan televisi dianggap tidak berhasil

mentransformasikan makna simbol sehingga komunikasi tidak sepenuhnya

berhasil, sedangkan dalam peristiwa pertama iklan televisi berhasil

mentransformasikan simbol-simbol ke masyarakat. Sebuah iklan selalu

berisikan unsur-unsur tanda berupa objek yang diiklankan; konteks berupa

lingkungan, orang atau makhluk lainnya yang memberikan makna pada objek;

serta teks yang memperkuat makna, meskipun yang terakhir ini tidak selalu

hadir dalam sebuah iklan (Piliang, 2012, hlm. 355). Memaknai sebuah pesan

terkadang tidak sama antara satu dengan orang lainnya. Terkadang pesan iklan

dibuat sedemikian unik sebagai bentuk dari kreativitas pembuatnya, yang

justru hanya berupa representasi dari suatu fenomena yang harus dimaknai

oleh penonton atau pembaca iklan tersebut (Vera, 2014, hlm. 44). Selain

(18)

juga perlu untuk melihat unsur visualisasi gambar terkait dengan teknik

pengambilan gambar dalam iklan tersebut.

Iklan, sebagai sebuah objek semiotika, mempunyai perbedaan mendasar

dengan desain yang bersifat tiga dimensional, khususnya desain produk. Iklan,

seperti media komunikasi massa pada umumnya, mempunyai fungsi

komunikasi langsung, sementara sebuah desain produk mempunyai fungsi

komunikasi tidak langsung. Oleh sebab itu, di dalam iklan aspek-aspek

komunikasi seperti pesan merupakan unsur utama iklan, yang di dalam sebuah

desain produk hanya merupakan salah satu aspek saja dari berbagai aspek

utama lainnya. Semiotika dalam iklan memberikan pandangan interdisipliner

terhadap ilmu pertukaran tanda dan riset terhadap pertukaran komoditas

(North, 1990, hlm. 476). Ada dimensi-dimensi khusus pada sebuah iklan yang

membedakan iklan secara semiotis dari objek-objek desain lainnya, yaitu

bahwa sebuah iklan selalu berisikan unsur-unsur tanda berupa objek yang

diiklankan, konteks berupa lingkungan, orang atau makhluk lainnya yang

memberikan makna pada objek, serta teks yang memperkuat makna, meskipun

yang terakhir ini tidak selalu hadir dalam sebuah iklan (Piliang 2003, hlm.

263).

Kajian sistem tanda dalam iklan juga mencakup objek. Objek iklan

adalah hal yang diiklankan. Dalam iklan produk atau jasa, produk atau jasa

itulah objeknya. Yang penting dalam menelaah iklan adalah penafsiran

kelompok sasaran dalam proses interpretan (Fiske, 2007, hlm. 68). Dalam

teknik analisis semiotika terdapat dua hubungan utama yang merupakan

hubungan antara tanda dan arti lalu tanda-tanda tersebut digabungkan

membentuk kode-kode. Terkait dengan analisis semiotika terhadap iklan

televisi maka akan digunakan sistem tanda.

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini akan

dilakukan dalam beberapa tahap. Diawali dengan mengidentifikasikan iklan

ke dalam beberapa scene yang di dalamnya terdapat beberapa frame. Scene

adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu

aksi yang berkesinambungan dan terikat oleh ruang, waktu, isi (cerita), tema

(19)

Laura Shintyana, 2016

mempermudah penulis dalam mengidentifikasikan berbagai tanda yang ada

dalam iklan tersebut. Tanda yang dimaksud meliputi unsur audio, visual,

verbal dan nonverbal. Hasil identifikasi tersebut lalu akan melewati tahapan

analisis menggunakan teori semiotika. Melalui analisis tersebut maka penulis

akan berusaha mencari tiga komponen makna sesuai dengan teori semiotika

Roland Barthes, yaitu makna denotasi, konotasi, dan mitos. Dalam penelitian

ini penulis akan mengidentifikasi objek yang akan dianalisis, kemudian akan

dilakukan analisis satu persatu terkait makna denotasi dan konotasi, sesuai

teori semiotika Roland Barthes, dan kemudian akan dipaparkan hasil dari

analisis makna tersebut secara jelas dan terstruktur.

Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama

pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dalam ujaran

(Sobur 2009, hlm. 263). Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna

khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut

sebagai gambaran sebuah petanda. Jika denotasi sebuah kata adalah definisi

objektif kata tersebut, maka konotasi sebuah kata adalah makna subjektif atau

emosionalnya. Mitos adalah semacam wicara, segalanya dapat menjadi mitos

asal hal itu dapat disampaikan melalui wacana (Barthes, 2010, hlm 296).

Mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang kemudian memunculkan

beragam makna tertentu dengan nilai budaya masyarakat sebagai dasarnya.

Mitos bisa terbentuk dari hal yang berada di luar lambang sehingga perlu

pencarian yang menyeluruh untuk mengetahuinya. Analisis akan dilakukan

terhadap seluruh scene yang terdapat dalam iklan tersebut dengan tujuan agar

penulis dapat benar-benar menjabarkan keseluruhan makna yang terkandung

dalam iklan tersebut. Analisis bukan hanya berdasarkan audio dan visual yang

terdapat dalam iklan, melainkan mencakup teknik pengambilan gambar dan

unsur warna dominan yang muncul dalam iklan. Hasil analisis, terutama yang

mengandung unsur budaya Korea di dalamnya, akan dijabarkan satu persatu.

H. Uji Validitas Data

Dalam penelitian kualitatif, keabsahan data sangat dibutuhkan untuk

(20)

harus melakukan uji validitas dan realibitas. Penelitian kualitatif tidak akan

transferabel jika tidak kredibel, dan tidak akan kredibel jika tidak memenuhi

kebergantungan. Oleh sebab itu, keabsahan data merupakan salah satu konsep

yang penting dalam menguji hasil penelitian dengan cara melakukan uji

validitas dan reabilitas. Salah satu teknik yang digunakan untuk menguji

keabsahan dan kredibilitas data adalah dengan menggunakan triangulasi. Pada

penelitian ini, model triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber.

Triangulasi data sumber berarti membandingkan dan melakukan

kroscek baik terkait derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui wkatu dan cara yang berbeda dalam metode kualitatif. Salah satu cara

yang dilakukan oleh penulis dalam melakukan uji keabsahan dan kredibilitas

dalam penelitian ini adalah dengan melakukan perbandingan hasil analisis

semiotika terhadap iklan Luwak White Koffie edisi Lee Min Ho dengan hasil

wawancara yang telah dilakukan oleh penulis terhadap pihak humas PT. Java

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam yang dilakukan terhadap kadar lemak menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu proses presto dan frekuensi perebusan menunjukkan ada

30 Tintin Rostini, et all PEMANFAATAN HIJAUAN RAWA SEBAGAI PAKAN TERNAK PADA.. KELOMPOK TERNAK

[r]

22. Kalimantan Selatan 23. Kalimantan Timur 24. Kalimantan Utara 25. Sulawesi Utara 26. Sulawesi Barat 27. Sulawesi Tengah 28. Sulawesi Tenggara 29. Sulawesi Selatan 30.

Menurut Richard Burton Simatupang dalam bukunya, pengertian lembaga pembiayaan factoring/ anjak piutang adalah lembaga pembiayaan yang dalam melakukan usaha

Helai daun sendiri memiliki urat daun yang tidak lain adalah kelanjutan dari jaringan penyusun batang yang berfungsi menyalurkan hara atau produk fotosintesis..

Perusahaan Terdaftar wajib bertanggung jawab dan membebaskan KSEI atas setiap kerugian, tuntutan, biaya yang timbul berkenaan dengan pelaksanaan kewajiban sebagaimana ditetapkan

Examining UNIX and Linux Disk Structures and Boot