KERANGKA ACUAN KERJA (TERMS OF REFERENCE/TOR)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2017
DOMESTIKASI IKAN HIAS RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia ajamaruensis)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2
KERANGKA ACUAN KERJA
(TERM OF REFERENCE/TOR) KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian Negara/Lembaga
: Kementerian Kelautan dan Perikanan
Unit Eselon I/II : Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelautan dan Perikanan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan
Program : Program Penelitian dan Pengembangan Iptek
Kelautan dan Perikanan
Hasil (Outcome) : ( di isi TO)
Kegiatan : Domestikasi Ikan Hias Rainbow Ajamaru
(Melanotaenia ajamaruensis)
Indikator Kinerja Kegiatan :
Jenis Keluaran (Output) :
Volume Keluaran (Output) : 1 Paket Satuan Ukur Keluaran
(Output)
: 1. Evaluasi Keragaman Fenotip dan Genotip
Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) Tiga Generasi
2. Uji Ketahanan Ikan Rainbow Ajamaru
(Melanotaenia ajamaruensis) terhadap bakteri Aeromonas hydrophila.
3. Pola, Kualitas dan Perbaikan Kualitas Warna Ikan Rainbow Ajamaru
4. Jenis Manajemen Pakan Ikan Rainbow
Ajamaru
5. Padat Tebar Larva dan Benih Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis)
6. Uji Toleransi Ikan Rainbow Ajamaru
7. Uji Kapasitas Reproduksi Ikan Rainbow
Ajamaru Pada Berbagai Generasi
8. Aplikasi Teknologi Budiaya Rainbow
Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) di JABODETABEK (Uji Multilokasi)
9. Uji Transportasi Ikan Rainbow Ajamaru
10.Analisa Usaha Budidaya Ikan Rainbow
3
Dasar Hukum
Dasar hukum tugas fungsi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.35/MEN/2011 tanggal 26 September 2011. Sesuai dengan peraturan tersebut BPPBIH Depok mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut berdasarkan lingkungan fisik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPPBIH Depok menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan dan evaluasi, serta laporan;
b. Pelaksanaan penelitian perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut meliputi perbenihan dan genetika, reproduksi, domestikasi dan pemuliaan sumber daya plasma nutfah ikan hias, nutrisi dan teknologi pakan, kesehatan ikan, lingkungan, serta teknologi budidaya ikan hias;
c. Pengembangan teknologi perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut;
d. Pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi, dan kerja sama penelitian dan pengembangan perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut;
4
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………... 1
HALAMAN PENGESAHAN ……… 2
DAFTAR ISI ………... 3
1. Evaluasi Keragaman Fenotip dan Genotip Ikan Rainbow Ajamaru
(Melanotaenia ajamaruensis) Tiga Generasi ……….. 5
2. Uji Ketahanan Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis)
terhadap bakteri Aeromonas hydrophila ……… 1
3. Pola, Kualitas dan Perbaikan Kualitas Warna Ikan Rainbow Ajamaru... 23
4. Jenis Manajemen Pakan Ikan Rainbow Ajamaru ………... 36
5. Padat Tebar Larva dan Benih Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis)………... 42
6. Uji Toleransi Ikan Rainbow Ajamaru ……… 57
7. Uji Kapasitas Reproduksi Ikan Rainbow Ajamaru Pada Berbagai
Generasi ……… 59
8. Aplikasi Teknologi Budiaya Rainbow Ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) di JABODETABEK (Uji Multilokasi) ……… 68
9. Uji Transportasi Ikan Rainbow Ajamaru ……… 77
5
EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE DAN GENOTIPE IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia ajamaruensis) TIGA GENERASI
Eni Kusrini, Anjang Bangun Prasetio, Media Fitri Isma Nugraha, Melta Rini Fahmi, Shofihar Sinansari, dan Erma Primanita Hayuningtyas
ABSTRAK
Ikan Rainbow ajamaru (Melanotaenia ajamarunensis) merupakan ikan endemik yang berasal dari Danau Ajamaru, Papua, sehingga ikan ini termasuk ikan hias asli Indonesia yang perlu dilestarikan. Selain itu, teknologi pembenihan ikan reinbow telah dikuasai dan beberapa jenis ikan rainbow seperti rainbow merah dan boesmani telah berhasil dibududayakan. Oleh karena itu, perlu diadakan perbaikan sifat-sifat morfologi dari segi kualitas maupun kuantitas. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakter fenotipe dan genotipe dari sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru dilakukan melalui analisis keragaman genetik menggunakan metode morfometrik dan meristik, RAPD (Radomly Amplified
Polymorphic DNA), serta Mt DNA/sekuensing, terhadap tiga generasi ikan
rainbow ajamaru yaitu G0, G1 dan G2. Sebagai upaya untuk keberlanjutan budidaya ikan rainbow ajamaru kearah kualitas, sehingga sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik secara fenotipe maupun genotipe sebelum dilakukan program breeding lebih lanjut guna menghasilkan generasi-generasi hasil budidaya.
Kata Kunci: Fenotip, Genotip, Morfometrik, RAPD, Rainbow ajamaru.
BAB I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) adalah salah satu ikan hias asli Indonesia dari 95 spesies rainbow yang tersebar di Sulawesi dan Papua. Ikan rainbow yang termasuk endemik Papua ini yang telah dinyatakan punah dapat ditemukan kembali tahun 2007 oleh tim ekspedisi Papua di Sungai Kaliwensi, Sorong, Papua (Kadarusman et. al., 2010). Beberapa jenis ikan rainbow seperti ikan rainbow boesmani dan kurumoi telah berhasil didomestikasi dan dikembangbiakan di BPPBIH, Depok.
6
kepunahannya, sehingga dibutuhkan pengelolaan budidaya yang tepat agar kelestariannya tetap terjaga.
Sebagai langkah awal agar ikan rainbow Ajamaru bisa dibudidayakan maka dilakukan domestikasi. Domestikasi merupakan upaya untuk menjinakkan ikan liar (wild spesies) yang hidup di alam bebas agar terbiasa hidup pada lingkungan budidaya yang terkontrol, baik pakan maupun habitatnya atau disebut dengan ikan budidaya (Effendi, 2004; Muslim & Syaifudin (2012).
Pengelolaan budidaya membutuhkan berbagai informasi yang terkait dengan biologi ikan pelangi, namun pada keyataannya informasi tersebut masih sedikit, khususnya pada ikan pelangi perot dan ikan pelangi hasil persilangan. Beberapa informasi yang belum banyak diketahui yaitu, penampilan secara morfologi, ciri morfometrik dan meristik, serta hubungan panjang-bobot (Afini et.al., 2014)
Sebagai upaya untuk keberlanjutan budidaya ikan rainbow ajamaru kearah kualitas, sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik secara fenotipe maupun genotipe. Evaluasi karakter genotipe dari sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru dilakukan melalui analisa keragaman genetik
menggunakan metode RAPD (Radomly Amplified Polymorphic DNA) dan Mt
DNA/sekuensing, terhadap tiga generasi ikan rainbow ajamaru yaitu G0, G1 dan G2. Dari hasil analisa RAPD terhadap tiga generasi ikan rainbow Ajamaru dapat diperoleh jarak genetik yang menghubungkan ketiganya sehingga dapat dilihat genetic drift yang dihasilkan dan apakah terjadi inbreeding didalamnya. Sedangkan karakter fenotipe yang diamati meliputi morfometrik dan meristik. Pada akhirnya akan diperoleh hubungan korelasi antara karakter genotip dan karakter fenotip yang ada.
b. Tujuan dan Sasaran
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakter fenotipe dan genotipe sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru dari tiga generasi (G0, G1, G2).
7
c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Komoditas Rainbow ajamaru termasuk ikan endmik yang berasal dari papua yang telah dinyatakan punah akan tetapi ditemukan kembali pada tahun 2007 oleh tim ekpedisi Papua. Ditemukannya kembali rainbow ajamaru sangat penting untuk mengetahui karakter genetik (fenotipe dan genotipe) yang dimiliki ikan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi karakter sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru secara kuantitatif dan kualitatif, sehingga sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik secara fenotipe maupun genotipe sebagai acuan dasar dalam langkah lebih lanjut program breeding ikan rainbow ajamaru.
BAB II. METODE
A.Karakter Fenotipe
Ikan uji yang digunakan adalah ikan rainbow ajamaru (Melanitaenia ajamaruensis). Jumlah yang dianalasis untuk karakter fenotipe adalah sebanyak 30 ekor per generasi pada ikan rainbow yang sudah matang gonad pertama. Sedangkan pada analisis karakter genotipe jumlah sampel yang digunakan adalah 10 sampel.
1. Morfometrik
Pengukuran morfometrik dilakukan dengan meletakkan ikan uji pada posisi kepala menghadap kekiri dan sirip dilebarkan. Pengukuran dilakukan terhadap 30 karakter morfometrik yang ditetapkan menggunakan alat kaliper berketelitian 0.01 mm.
8
sebelum sirip punggung 2, PVL = panjang sebelum sirip perut, PAL = panjang sebelum sirip dubur, LDB1 = panjang dasar sirip punggung 1, LDB2 = panjang dasar sirip punggung 2, LAB = panjang dasar sirip dubur, LPF = panjang sirip dada, LVF = panjang sirip perut, LCF = panjang sirip ekor, LDF1 = panjang sirip punggung 1, LDF2 = panjang sirip punggung 2, LAF = panjang sirip dubur, LMCF = panjang sirip ekor bagian tengah.
2. Meristik
Karakter meristik pada ikan rainbow ajamaru dilakukan untuk mengetahui jari-jari sirip baik yang terdiri dari durri-duri sirip keras maupun lunak. Karakter meristik yang diamati meliputi jumlah jari-jari sirip punggung, jumlah jari-jari sirip dada, jumlah jari-jari sirip perut, jumlah jari-jari sirip dubur, pectoral spine serrations: rigi-rigi pada sirip dada. Selain itu dilakukan pula mengamatan karakter morfologis khusus, yaitu: bentuk process occipital, panjang duri bawah mata tanpa melakukan analisis osteologi.
B. Karakter Genotipe
1. Ekstraksi DNA
Sampel sirip ikan diekstraksi DNA menggunakan prosedur GeneJET
9
dipindahkan ke dalam mikrotube 1,5µL yang baru. Selanjutnya ditambahkan 100µL Elution Buffer, diinkubasi 2 menit pada suhu ruang dan disentrifuge pada kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.
2. Amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) denganmetode RAPD
RAPD atau Randomly amplified polymorphic DNA adalah metode PCR yang menggunakan single primer yang menempel secara random. Sehingga perlu dilakukan tahapan screening terhadap beberapa primer yang digunakan. Pada penelitian ini ada 55 jenis primer yang akan di screening Tabel 1. PCR dilakukan menggunakan thermocycler gradient (AB) agar suhu annealing bisa diatur sesuai dengan TM dari masing-masing primer. Program PCR terdiri atas denaturasi awal pada suhu 94°C selama 2 menit, 35 siklus terdiri atas denaturasi 94°C selama 1 menit, annealing sesuai Temperature Melting primer selama 1 menit, danextension 72°C selama 2 menit, dan diakhiri dengan 1 siklus extension pada 72°C selama 7 menit. Komposisi pereaksi terdiri atas 12,5 µL Dream taq Master
Mix 2x (Thermo Scientific), 1 µL primer RAPD, 3 µL DNA, dan ditambah
nuclease free water sampai total volume 25 µL.
Tabel 1. Jenis primer RAPD yang digunakan untuk screening sebanyak 55 primer
No Kode
Primer Urutan basa (5’–3’)
11
Hasil PCR dilihat melalui tahapan elektroforesis, 10 µL produk PCR yang sudah mengandung dye dimasukkan dalam sumur elektroforesis pada gel agarose 1,5 % pada media 1X TBE Buffer (Tris Borate EDTA). Running pada voltase 100 V selama 45 menit dengan marker 100bp sebagai standar berat molekul menggunakan MUPID Gel Electrophoresis Unit. Stainning gel direndam dalam larutan sybr safe selama 10 menit, lalu dibilas menggunakan akuades. Selanjutnya hasil PCR di visualisasikan pada UV transiluminator.
BAB III. LUARAN
No Jenis Luaran Keterangan
1. Publikasi ilmiah1) Internasional/ bereputasi -
Nasional terakreditasi 2 KTI
2. Hak Kekayaan Intelektual (HKI)2)
Paten -
Paten sederhana -
Hak cipta -
Merek dagang -
Rahasia dagang -
Desain produk industry -
Indikasi geografis -
Perlindungan varietas -
Perlindungan topografi
i k i d -
3. Teknologi Tepat Guna3) -
4. Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain4) -
5. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)5) -
BAB IV. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
12
kuantitas yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya/ masyarakat.
BAB V. BIAYA DAN JADWAL
5.1Anggaran Biaya
Biaya yang diperlukan untuk survai pengambilan sampel di pembudidaya dan eksportir serta penyediaan bahan bantu penelitian sebanyak Rp 150.000.000,- (terbilang seratus lima puluh juta rupiah).
5.2 Jadwal Penelitian
 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
NO KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
 Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
13
Preparasi sample 15 5 5 5
Isolasi DNA,PCR
35 5
10
Analisis fenotip 20 5 5 10
Analisis data 10 10
IIIPelaporan 10
Depok, Desember 2016
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
Dr. Idil Ardi, M.Si
NIP.19711229 200212 1 005
REFERENSI
Allen GR, Cross. 1980. Description of Five New Rainbowfishes (Melanotaeniidae) from New Guinea Rec. West. Aust. Mus 8(3):337-396. Afini, I., Elfidasari D., Kadarini, T., Musthofa, S.Z., (2014). Analisis Morfometrik
dan Meristik Hasil Persilangan Ikan Pelangi Boesemani (Melanotaenia boesemani) dan Ikan Pelangi Merah Abnormal (Glossolepis incisus). Unnes Journal of Life Science. 3 (2), 112-123.
Effendi, I. (2004). Pengantar Akuakultur. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Kadarusman, Sudarto, Paradis, E., & Pouyaud, L. (2010). Description of Melanotaenia fasinensis, a new spesies of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West Papua, Indonesia with Comments on The Rediscovery of M. Ajamaruensis and The Endangered Status of M. parva. Cybium International Journal of Ichthyology, 34(2), 207-215.
Muslim & Syaifudin, M. (2012). Domestikasi calon induk ikan gabus (Channa striata) dalam lingkungan budidaya (kolam beton). Majalah Ilmiah Sriwijaya, 21(15), 20-27.
14
UJI KETAHANAN IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanotaeniaajamaruensis)
TERHADAP BAKTERI Aeromonas hydrophila
Lili Sholichah, Erma Primanita Hayuningtyas, dan Shofihar Sinansari
ABSTRAK
Ikan rainbow ajamaru merupakan ikan hias endemik yang berasal dari Danau Ajamaru di Papua. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) di Depok telah berhasil membudidayakan ikan rainbow jenis lain yaitu rainbow kurumoi dan akan mendomestikasi rainbow jenis baru dari alam yaitu ajamaru. Selama pemeliharaan rainbow kurumoi diketahui adanya kendala serangan penyakit bakterial Aeromonas hydrophila. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias di Depok. Vaksinasi adalah salah satu cara pengendalian penyakit yang ramah lingkungan. Teknik rendaman dan injeksi dilakukan untuk memasukkan vaksin ke dalam tubuh ikan uji. Sama halnya dengan vaksinasi langkah uji tantang juga dilakukan dengan teknik rendaman dan injeksi. Perendaman dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yaitu dosis bakteri A. hydrophila (A: kontrol; B: 107; C: 108; dan D: 109). Ikan uji yang digunakan berukuran 1-2 inchi.
Suntikan intraperitoneal dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (A: kontrol; B: 104; C: 106; dan D: 108). Ikan uji yang digunakan berukuran 3-4 inchi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 dan 40 L dan diberi pakan pelet secara ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari dan parameter yang diamati adalah kinerja pertumbuhan (pertumbuhan dan sintasan) dan respon imun (hematokrit, hemoglobin, aktifitas fagositik, dan jumlah populasi bakteri A.hydrophila pada organ ginjal).
Kata kunci: Rainbow ajamaru, vaksinasi, uji tantang, Aeromonas hydrophila, respon imun
BAB I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang
15
Ikan merupakan salah satu hewan air yang selalu bersentuhan dengan lingkungan perairan sehingga mudah terinfeksi patogen melalui air. Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri yang umum ditemukan di perairan dan merupakan mikroflora normal pada ikan, pada kondisi lingkungan budidaya yang buruk A. hydrophila menjadi agen penginfeksi sekunder yang bersifat sangat virulen (Joice et al. 2002). Beberapa jenis bakteri yang umum ditemukan pada ikan hias rainbow kurumoi yaitu Aeromonas sp., Edwardsiella tarda, Yersinia sp.,Flavobacterium sp. dan Mycobacterium sp , tetapi infeksi dominan oleh Aeromonas hydrophila (Sholichah, 2014).
Penyakit bercak merah atau sering disebut dengan penyakit MAS (Motile Aeromonads Septicemia) disebabkan oleh bakteri A. hydrophila. Infeksi bakteri A. hydrophila menyebabkan terjadinya pembengkakan jaringan, dropsy, nekrosis, ulcer, perdarahan (hemorrhagic) sehingga menyebabkan terjadinya kematian yang tinggi hingga mencapai 90% (Azad et al. 2001). Infeksi MAS menyerang berbagai ikan budidaya air tawar (Jeney et al. 2009).
Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit pada budidaya ikan yang ramah lingkungan yang dapat meningkatkan respon imun (sistem kekebalan tubuh) ikan. Masuknya benda asing termasuk antigen ke dalam tubuh akan direspons langsung oleh tubuh. Respons tanggap kebal tubuh pada ikan umumnya hampir sama seperti pada mamalia, tetapi lebih sederhana. Respons imun yang terdapat pada ikan terdiri dari respons imun non spesifik (innate) dan respons imun spesifik (adaptive).
Penelitian ketahanan ikan rainbow ajamaru terhadap bakteri Aeromonas hydrophila bertujuan untuk
b. Tujuan dan Sasaran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan dan dan respon imun ikan uji rainbow ajamaru terhadap infeksi A.hydrophila.
c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi
16
dapat merangsang ketahanan tubuh dan respon imun ikan rainbow ajamaru sehingga kegiatan budidaya dapat optimal.
BAB II. METODE
Prosedur penelitian dan variabel pengamatan penelitian akan dilakukan sebagai berikut :
Penyiapan ikan uji dan wadah pemeliharaan
Ikan uji yang digunakan merupakan ikan pelangi ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) G0 yang endemik Papua. Dua kelompok ukuran ikan yaitu
kelompok benih (1-2 inchi) dan kelompok calon induk (3-4 inchi). Ikan yang digunakan harus dalam kondisi sehat dan diaklimatisasi selama 14 hari sebelum diberi perlakuan.
Wadah pemeliharaan ikan berupa kontainer plastik berukuran 25 L dan 40 L yang dilengkapi dengan sistem aerasi pada masing-masing wadah dan sitem aliran air stagnan untuk mencegah kontaminasi atau infeksi antar wadah pemeliharaan.
Penyiapan vaksin dan vaksinasi
Vaksin yang akan digunakan adalah vaksin A.hydrophila yang diproduksi oleh Instalasi Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ikan (IPPPPI) yang diberi nama hydrovac. Vaksinasi dilakukan dengan teknik rendaman untuk kelompok benih ukuran 1-2 inchi dan dengan teknik injeksi untuk kelompok ikan calon induk ukuran 3-4 inchi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 L (benih) dan 40 L (calon induk) lalu diberi pakan pelet secara ad satiation.
Penyiapan bakteri
17
dalam waterbath shaker pada suhu 29º C dengan kecepatan 140 rpm selama 24 jam. Kepadatan A. hydrophila yang diperoleh sebesar 10-9 CFU mL-1.
Uji tantang
Uji tantang dengan perendaman
Perendaman dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu dosis bakteri A. hydrophila (A: kontrol; B: 107; C: 108; dan D: 109) dan faktor kedua yaitu kepadatan ikan (A: 5 ekor/L; B: 10 ekor/L; dan C: 15 ekor/L). Ikan uji yang digunakan berukuran 1-2 inchi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 L dan diberi pakan pelet secara ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari dan diamati abnormalitas benih setiap 12 jam selama dua hari (48 jam).
Uji tantang dengan injeksi
Suntikan dilakukan secara intraperitoneal dengan menyuntikkan 0,1 ml per ekor ikan uji. Bahan yang disuntikkan merupakan perlakuan perbedaan kepadatan bakteri. Penelitian tahap ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (A: kontrol; B: 104; C: 106; dan D: 108). Ikan uji yang digunakan berukuran 3-4 inchi.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 40 L dan diberi pakan pelet secara ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari.
Variabel pengamatan : Kinerja Pertumbuhan
 Pertumbuhan
SGR %
Keterangan : Wt = Bobot rata-rata ikan ke-t W0 = Bobot rata-rata ikan ke-0 d = Lama pemeliharaan  Sintasan
SR %
18
Respon Imun
 Hematokrit
Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Kadar hematokrit diukur menurut Anderson dan Siwicki (1995) yaitu dengan menggunakan tabung mikro hematokrit yang berupa pipa kapiler berlapis heparin. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan bagian darah yang mengendap (a) dengan seluruh bagian darah yang ada dalam tabung mikrohematokrit (b) kadar hematokrit dinyatakan sebagai % volume padatan sel darah yang dihitung dengan cara :
Keterangan :
He : Kadar hematokrit (%)
a : Bagian darah yang mengendap (cm) b : Seluruh bagian darah (cm)
 Hemoglobin
Pengukuran kadar Hb dilakukan dengan metode Sahli yang mengkonversi darah ke dalam bentuk asam hematin setelah darah ditambah dengan asam klorida. Pertama-tama darah dihisap dengan pipet sahli sampai skala 0,2 ml, bersihkan ujung pipet dengan kertas tisu. Lalu pindahkan darah dalam pipet ke dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (merah), homogenkan dan biarkan selama ± 3 menit. Kemudian aquades ditambahkan ke dalam tabung sampai warna darah dan HCl tersebut sewarna dengan larutan standar yang ada dalam Hb-meter tersebut. Skala dibaca dengan melihat permukaan cairan dan dicocokkan dengan skala tabung Sahli yang dilihat pada skala jalur g% (kuning) yang menunjukkan banyaknya Hb per 100 ml darah (Wedemeyer dan Yasutake 1977).
 Aktifitas fagositik
19
dan dihomogenkan, selanjutnya diinkubasi pada suhu 28 °C selama 20 menit. Selanjutnya dari campuran tersebut diambil sebanyak 5 μL untuk dibuat preparat ulas. Preparat ini difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan dikeringkan, selanjutnya direndam dalam larutan giemsa selama 15 menit. Preparat tersebut kemudian dicuci dalam air mengalir dan dikeringkan. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Aktivitas fagositik dihitung berdasarkan pada persentase dari 100 sel fagosit yang menunjukkan aktivitas fagositosis. Berikut adalah rumus untuk menghitung aktivitas fagositik :
 Jumlah kepadatan bakteri A.hyrophila pada organ target
Jumlah kepadatan bakteri A. hydrophila di organ target dihitung dengan menggunakan metode TPC (Total Plate Count) setelah uji tantang. Organ target yang diamati adalah ginjal dan hati. Masing-masing organ target sebanyak 1 gram digerus dan dilarutkan dalam 9 ml PBS steril, di vortex kemudian dilakukan pengenceran berseri, selanjutnya diambil 50 μl dan disebar pada media Rhimler Shot (RS medium), kemudian diinkubasi selama 24 jam setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni yang tumbuh.
Analisis Data
20
BAB III LUARAN
No Jenis Luaran Keterangan
1 Publikasi ilmiah1)
Internasional/ bereputasi -
Nasional terakreditasi 2 KTI
2 Hak Kekayaan Intelektual (HKI)2)
Paten -
Paten sederhana -
Hak cipta -
Merek dagang -
Rahasia dagang -
Desain produk industry -
Indikasi geografis -
Perlindungan varietas -
Perlindungan topografi sirkuit terpadu
-
3 Teknologi Tepat Guna3) -
4 Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain4) -
5 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)5) 4
BAB IV. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
21
BAB V BIAYA DAN JADWAL a. Anggaran Biaya
b. Jadwal Penelitian
 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
NO KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
- Perhitungan variabel pengamatan respon
imun V V V V
- Analisis Data V V
Pelaporan
- Penyusunana laporan
- Seminar
V V
 Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Tahapan (dirinci sesuai
kegiatan)
Bobot (%)
Bulan ke – (diisi secara kumulatif)
22
Depok, Desember 2016
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
Dr. Idil Ardi, M.Si
NIP.19711229 200212 1 005
REFERENSI
Anderson DP, Siwicki AK. 1995. Basic Hematology and Serology for Fish Health Programs. Di dalam : Shariff M, Arthur JR, Subasinghe RP, editor. Fish Health Section. Asia Fisheries society (eds), Disease in Asian Aquaculture II. Manila, Philippines. 185-202.
Anderson DP, Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asian
Aquaculture “Aquatic Animal Health and the Evironment”.
Phuket,Thailand.25-29 th October 1993. 17 hlm.
Azad IS, Rajendran KV, Rajan JJS, Vijayan KK, Santiago TC .2001. Virulence and histopathology of Aeromonas hydrophila (Sah 93) in experimentally infected tilapia Oreochromis mossambicus (L.). Journal of Aquaculture in the Tropics.16:265-275
Jeney Z, Riicz T, Thompson KD, Poobalane S, Ard L, Adams A, Jeney G. 2009. Differences in the antibody responsse and survival of genetically clifferent varieties of common carp Cyprinus carpio L. vaccinated with a commercial Aeromonas salmonicida / A. hydrophila vaccine and chalenged with A. hydrophila. Fish Physiology and Biochemistry. 35: 677 -682.
Joice A, Shankar KM, Mohan CV. 2002. Effect of bacterial biofilm in nursery on growth, survival and resistance to Aeromonas hydrophila of common carp, Cyprinus carpio. Journal of Aquaculture in the Tropics 17: 283 – 298.
Sholichah, L., Taukhid., Wibawa, G,S. (2014). Inventarisasi dan identifikasi patogen potensial yang menginfeksi ikan rainbow (Melanotaenia sp.). Jurnal Riset Akuakultur. 9 (1), 87-97.
23
POLA, KUALITAS, DAN PERBAIKAN KUALITAS WARNA IKAN RAINBOW AJAMARU
Ruby Vidia Kusumah, Anjang Bangun Prasetio, Eni Kusrini, M. Yamin, Sukarman, dan Lili Sholichah
ABSTRAK
Warna merupakan karakter penting yang menentukan harga jual, minat, dan daya tarik konsumen terhadap suatu komoditas ikan hias. Namun, warna ikan dapat berubah saat merespon kondisi lingkungan, tantangan fisiologis, serta rangsangan stress sehingga tidak muncul secara optimal atau bahkan tidak tampak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas warna ikan rainbow ajamaru melalui pendekatan lingkungan, genetika, serta penambahan berbagai jenis karotenoid dan kombinasinya melalui pakan. Kajian yang dilakukan mulai dari: (i) karakterisasi keragaan warna menggunakan analisa gambar digital; (ii) biologi perkembangan warna larva hingga ikan dewasa; (iii) pengaruh lingkungan, intensitas cahaya, dan ekosistem pemeliharaan untuk mengoptimalkan kemunculan warna; (iv) pakan dan nutrisi untuk meningkatkan kualitas warna; serta (v) seleksi calon induk dengan kualitas warna terbaik untuk membentuk populasi dasar. Analisa data dilakukan secara deskriptif dan ANOVA. Data ditampilkan melalui grafik dan tabel. Dengan teknologi dan produk yang lebih unggul berdasarkan kualitas warnanya, diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan serta pendapatan pembudidaya.
Kata kunci: Melanotaenia ajamaruensis, warna, lingkungan, nutrisi, genetika
BAB 1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang
24
Warna ikan dikontrol oleh banyak parameter serta sejumlah faktor internal maupun eksternal, baik fisika, nutrisi, genetik, dan neuro-hormon, yang mempengaruhi keadaan kromatik ikan (Fujii, 1993). Dengan berbagai parameter dan faktor-faktor tersebut, warna ikan dapat berubah saat merespon kondisi lingkungan, tantangan fisiologis, serta rangsangan stress (Szisch et al., 2002). Akibatnya warna ikan tidak muncul secara optimal atau bahkan tidak tampak.
Melanotaenia ajamaruensis merupakan spesies ikan hias air tawar
endemik dari famili Melanotaeniidae. Ikan yang dikenal dengan nama ikan rainbow Ayamaru ini ditangkap oleh Boeseman pada tahun 1955 di Danau Ayamaru (Allen & Boeseman, 1982), dideskripsi pertama kali oleh Allen & Cross (1980), dan dinyatakan punah pada tahun 1990 (Allen, 1990). Pada tahun 2007, ekspedisi ikan pelangi yang dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Politeknik Negeri Sorong, serta Institut de Recherche pour le Développement (IRD) berhasil menemukan kembali ikan ini di Sungai Kaliwensi, Sorong, Papua, namun dengan kondisi habitat yang semakin menyempit (Kadarusman et al., 2010). Di habitat alaminya, ikan rainbow Ayamaru hidup pada kondisi lingkungan dengan suhu 25,3 ℃; pH 7,7; konduktivitas 281 µS; kalium (K) 0,03 mg/L; kalsium (Ca) 45,05 mg/L; magnesium (Mg) 2,14 mg/L; natrium (Na) 0,4 mg/L; mangan (Mn) 0,01 mg/L; fosfat (PO4) 0,01 mg/L; sulfat
(SO4) 1,11 mg/L; ion bikarbonat (HCO3) 168 mg/L; karbonat (CO3) 0,0 mg/L;
klorin (Cl) 2,75 mg/L; cadmium (Cd) 0,0 mg/L; dan nikel (Ni) 0,02 mg/L (Kadarusman et al., 2010).
25
Seperti halnya ikan hias rainbow Melanotaeniidae pada umumnya, ikan pelangi asal Danau Ayamaru ini juga mempunyai kemampuan melakukan perubahan warna. Oleh karena itu, pada kondisi budidaya, warna ikan rainbow Ayamaru seringkali tidak muncul secara optimal sehingga terlihat pudar. Menurut Painter (2000) dan da Costa J.F (2009) terdapat dua mekanisme perubahan warna pada ikan yaitu perubahan secara fisiologis dan perubahan secara morfologis. Perubahan warna secara fisiologis sering berlangsung sangat cepat (bisa dalam hitungan detik), misalnya akibat perubahan suhu, cahaya, pH dan lain sebagainya. Sedangkan perubahan secara morfologis terjadi karena adanya penambahan jumlah pigmen dalam sel kromotosfor. Prosesnya sangat lambat, biasanya berlangsung dalam waktu satu bulan atau lebih, serta bersifat permanen (Fenner, 2007). Oleh karena itu, untuk mengeluarkan warna ikan rainbow Ayamaru secara optimal, perbaikan teknologi budidaya yang meliputi parameter nutrisi, lingkungan, dan genetika diperlukan.
Menurut Yuangsoi et al. (2011), ikan tidak mampu mensintesis pigmen di dalam tubuhnya secara de novo sehingga harus disuplai dari pakan (Pham et al., 2016). Jenis pigmen yang terdapat dalam kulit ikan tergantung dari struktur kromatosfor (sel warna) didalam kulit tersebut, sebagai contoh pigmen didalam melanosfor adalah melanin yang berwarna hitam, pigmen didalam xanthosfor adalah karotenoid berwarna kuning, orange hingga merah, sedangkan iridosfor berfungsi merefleksikan cahaya terhadap pigmen dalam kedua sel lainnya dan sering menimbulkan warna biru, meskipun pada dasarnya berwarna abu abu atau silver (Skold et al, 2016).
26
penambahan karotenoid dalam pakan perlu dilakukan baik single maupun kombinasi dari beberapa jenis. Adapun jenis karotenoid yang umum digunakan dalam bidang akuakultur untuk meningkatkan warna ikan hias antara lain astaxanthin dan canthaxanthin (Gupta, 2006), namun demikian Matsuno et al (2001) melaporkan bahwa lutein banyak ditemukan pada kulit ikan hias air tawar. Selain nutrisi, juga dilakukan kajian lingkungan dan genetika.
Berdasarkan kondisi lingkungan, warna ikan dipengaruhi oleh beberapa parameter yang diantaranya adalah cahaya dan kondisi ekosistem pemeliharaan seperti halnya tanaman air. Menurut Meakin & Qin (2011) bahwa ikan mengubah pigmentasi kulit dengan cara mendispersikan atau mengonsentrasiknan pigmen melanin di kulit. Dimana panjang gelombang ultraviolet (UV) 280-320 nm dan 320-400 nm atau di luar (436 nm) dapat menyebabkan melanoma di beberapa spesies ikan (Ahmed et al., 1993; Meakin & Qin 2011). Penggelapan permukaan dorsal akibat dari peningkatan melanin merupakan bentuk perlindungan tubuh untuk mencegah jaringan epidermis dari kerusakan akibat sinar UV (Lowe & Goodman, 1996). Lebih lanjut Meakin & Qin (2011) menyatakan bahwa panjang gelombang 404,28 nm dan 435,6 nm yang dipancarkan dari lampu menyebabkan penyebaran pigmen di malanophores dermal sehingga terlihat adanya warna kulit yang lebih gelap pada bagian kulit yang berwarna putih yang terkena paparan cahaya tinggi.
27
Gambar 2. Melanotaenia ajamaruensis (male) - photo© Andreas Wagnitz
Pengaruh intensitas cahaya terhadap warna ikan Amphiprion
ocellaris Cuvier dilaporkan oleh Yasir & Jian (2009) dimana warna ikan di seluruh tubuh termasuk ekor dan sirip punggung terlihat lebih cerah pada saat terpapar cahaya rendahsementara cahaya terang memperkuat warna oranye pada sirip.Sebaliknya Baite et al., (2010) melaporkan bahwa untuk ikan mas yang dipelihara di bawah intensitas cahaya0 lux menunjukkan kinerja yang buruk dalam hal perkembangan warna kulit.Oleh karena itu, penggunaan cahaya di dalam ruangan disarankan adalah sekitar 2000 lux.
28
b. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi karakter perkembangan dan keragaan warna ikan rainbow Ajamaru pada stadia larva, benih, calon induk, hingga induk;
2. Meningkatkan kualitas warna ikan rainbow Ajamaru melalui pendekatan lingkungan, genetika, serta penambahan berbagai jenis karotenoid dan kombinasinya melalui pakan.
c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Teknologi budidaya serta sistem pemeliharaan dalam akuarium yang mampu mengontrol kualitas warna ikan rainbow belum banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan lebih banyak mengarah pada bagaimana cara membudidayakan ikan, mulai dari aspek reproduksi, lingkungan, penyakit, dan nutrisi. Pada penelitian ini akan dikaji berbagai aspek yang mengontrol kualitas warna ikan rainbow mulai dari aspek lingkungan, nutrisi, biologi, hingga genetika. Melalui kegiatan yang dilakukan, diharapkan dapat diperoleh paket teknologi yang dapat mengontrol kualitas warna secara komprehensif.
BAB 2. METODE 2.1. Karakterisasi keragaan warna
Karakterisasi keragaan warna dilakukan berdasarkan pola, persentase penutupan, jenis, dan kombinasi warna. Metode karakterisasi dilakukan berdasarkan modifikasi dari metode Kusumah et al., (2011, 2015, dan 2016). Ikan rainbow Ayamaru yang dikarakterisasi merupakan ikan dengan ukuran dewasa dimana warna tubuh telah terbentuk sempurna dan stabil. Secara lengkap metode yang digunakan dijelaskan sebagai berikut:
Pola warna
29
menggunakan rumus: % kemunculan karakter pola warna w = (jumlah individu dengan kemunculan karakter pola warna w / jumlah total sampel) x 100 (Kusumah et al., 2016). Metode pengambilan foto dilakukan berdasarkan modifikasi dari Kusumah et al. (2011).
Persentase penutupan warna
Persentase penutupan warna diukur berdasarkan luasan pixel setiap jenis warna per luasan total permukaan tubuh ikan rainbow. Pengukuran setiap luasan pixel dilakukan menggunakan software Adobe Photoshop CS5 Extended versi 12.0 x64. Secara formulasi, persentase penutupan warna dikalkulasi dengan rumus: % penutupan warna i = (luas pixel penutupan warna i / luas pixel penutupan total) x 100%, dimana i merupakan jenis warna.
Jenis warna
Setiap jenis warna ikan rainbow Ayamaru dikarakterisasi secara digital berdasarkan metode Kusumah et al. (2011) menggunakan software ImageJ (Image Processing and Analysis in Java) versi 1.50f (Rasband, 2016). Nilai mean RGB (Red Green Blue) hasil karakterisasi selanjutnya dikonversi pada model warna HSB (Hue Saturation Brightness) menggunakan software Adobe Photoshop CS5 Extended versi 12.0 x64 (Adobe Systems Incorporated). Kisaran nilai digital dari parameter hue ditampilkan dalam bentuk grafik yang dibuat secara manual dengan bantuan software Corel Draw X3 versi 13.0.0.576 (Corel Corporation, 2005). Sedangkan parameter saturation dan brightness ditampilkan dalam grafik boxplot menggunakan Microsoft Excel 2007 (Microsoft Corporation, 2007) berdasarkan panduan Contextures Inc. (2013). Secara konsep, model warna HSB dapat dijelaskan melalui visualisasi grafik pada Gambar 3.
(a) (b) (c)
30 Spesifikasi komputer
Software Adobe Photoshop CS5 Extended versi 12.0 x64 dijalankan pada sistem operasi (OS) Windows 7 Ultimate 64 bit (Microsoft Corporation, 2009) dengan spesifikasi prosesor Intel(R) Pentium(R) CPU G2010 @ 2.80GHz dan memori RAM sebesar 4 GB. Sedangkan software lainnya dapat dijalankan pada komputer dengan spesifikasi lebih rendah seperti Netbook yang beroperasi pada Windows 7 Ultimate 32 bit dengan prosesor Intel(R) Atom(TM) CPU N570 @ 1,66GHz dan memori RAM 2 GB.
2.2. Biologi perkembangan warna
Ikan uji
Ikan uji yang menjadi obyek dalam penelitian ini merupakan stadia larva hingga dewasa ikan rainbow Ayamaru. Larva dihasilkan dengan melakukan pemijahan induk ikan rainbow Ayamaru secara alami.
Pemijahan induk
Pemijahan dilakukan menggunakan media penempelan telur berupa tali rafia. Perbandingan jantan dan betina 1:1. Pengecekan keberadaan telur dilakukan harian.
Inkubasi telur
Setelah diketahui memijah, media penempelan telur dipindahkan ke wadah inkubasi berupa baskom plastik.
Pemeliharaan larva
Larva dipelihara secara soliter dalam wadah plastik transparan. Pemberian pakan awal dilakukan setelah kuning telur habis. Setelah ikan berukuran 2 cm, ikan dipindahkan dan hidup secara soliter dalam wadah yang lebih besar.
Pengamatan perkembangan warna
Perkembangan warna dinalisa dari stadia larva hingga ikan ukuran dewasa ikan rainbow Ayamaru. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop binokuler sesuai Baras et al. (2012).
31
2.3. Seleksi warna
Seleksi warna ikan rainbow Ayamaru dilakukan untuk mengoleksi calon induk dengan tampilan kualitas warna terbaik yang akan digunakan dalam pembentukan populasi dasar produk biologi. Seleksi dilakukan pada setiap jenis anakan ikan rainbow yang memunculkan performa kualitas warna terbaik dari setiap pemijahan yang dilakukan. Selain karakterisasi warna dari calon induk yang terkumpul, juga akan dilakukan karakterisasi secara molekuler untuk mengetahui struktur populasinya. Jumlah sampel yang akan dianalisa sebanyak 60 sampel (30 ikan target; 30 ikan non target) dengan metode RAPD.
2.4. Kondisi lingkungan
Intensitas cahaya
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini antara lain adalah:
A. Cahaya matahari
B. Tanpa cahaya
C. Cahaya low light<500-<1000 lux D. Cahaya high light>1500 lux
Ulangan dilakukan sebanyak tiga ulangan dan sampling dilakukan setiap 2 minggu selama 2 bulan. Parameter yangdiamati berupa pertumbuhan (panjang, berat), kualitas warna, gula darah. Parameter kualitas air: amoniak, nitrit, nitrat, Gh, kH, pH, alkalinitas, suhu.
Pengaruh tanaman
2.2. Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini antara lain adalah:
A. Tanpa tanaman
B. Tanaman air Kadaka dan Rotalaria C. Tanaman air Kadaka (hijau)
D. Tanaman air Rotalaria (merah)
32
(panjang, berat), kualitas warna, gula darah. Parameter kualitas air: amoniak, nitrit, nitrat, Gh, kH, pH, alkalinitas, suhu.
2.5. Pakan dan nutrisi kualitas warna
Rainbow ajamaru berukuran 2-3 cm, dipelihara dalam akuarium dengan kepadatan 10 ekor per akuarium (40 x 30 x 30 cm). Perlakuan yang diujikan sebanyak 8 perlakuan yang masing-masing terdiri atas tiga ulangan yaitu :
A. Pakan basal,
B. Pakan basal + 300 ppm astaxanthin, C. Pakan basal + 300 ppm cantaxanthin, D. Pakan basal + 300 ppm lutein,
E. 50% pakan A +50% pakan B, F. 50% pakan A +50% pakan C, G. 50% pakan B + 50% pakan C, H. Pakan A:B:C = 1:1:1
Pengukuran kualitas warna dilakukan dengan menggunakan Minolta Chroma CR-400 dengan menggunaan sistem warna L*a*b dan L*C*H, dilakukan setiap 10 hari sekali selama 80 hari bersamaan dengan pengukuran bobot dan panjang tubuh ikan. Pengamatan mikroskopy dan pengambilan gambar pada jaringan tubuh ikan yang diduga menyimpan pigmen dilakukan pada akhir penelitian. Analisis karotenoid pada jaringan kulit, sisik dan sirip ikan dilakukan pada akhir penelitian, dengan masing-masing 2 individu (jantan : betina) per ulangan. Data yang diperoleh dijelaskan secara deskriptif (gambar) dan menggunakan analisis ANOVA untuk hasil yang berkaitan dengan data kuantitatif.
BAB 3. LUARAN
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini disajikan pada table 3.1. Data dan informasi
3.1.1. Karakteristik warna ikan rainbow
3.1.2. Biologi perkembangan warna pada stadia larva hingga ikan rainbow dewasa
33
3.2.Paket teknologi perbaikan kualitas warna ikan rainbow
3.2.1. Kondisi lingkungan terbaik untuk pemeliharaan ikan rainbow 3.2.2. Pakan dan nutrisi untuk meningkatkan kualitas warna
3.3. Produk biologi ikan rainbow hasil seleksi
No JenisLuaran Keterangan
1. Publikasiilmiah1) Internasional/bereputasiInternasional Nasionalterakreditasi - 5 KTI
2. HakKekayaanIntelektual (HKI)2)
Paten -
Patensederhana -
Hakcipta -
Merekdagang -
Rahasiadagang -
Desainprodukindustri -
Indikasigeografis -
Perlindunganvarietastanaman -
Perlindungan topografi sirkuitterpadu -
3. TeknologiTepatGuna3) -
4. Model/Purwarupa(Prototipe)/Desain4) -
5. TingkatKesiapanTeknologi(TKT)5) -
BAB 4. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Prospek penelitian ini adalah dihasilkannya produk biologi serta teraplikasinya paket teknologi yang dapat mengontrol kualitas warna ikan rainbow secara komprehensif mulai dari aspek lingkungan, nutrisi, biologi, hingga genetika. Hasil-hasil yang akan dicapai tersebut akan disebarkan kepada pengguna dan pembudidaya secara luas sehingga diharapkan dapat bermanfaat untuk peningkatan kualitas warna terhadap produk yang dihasilkan. Dengan produk yang lebih unggul dari kualitas warnanya, diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan serta pendapatan pembudidaya.
BAB 5. BIAYA DAN JADWAL 5.1Anggaran Biaya
5.2 Jadwal Penelitian
No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan
34
REFERENSI
Ahmed FE, Setlow RB, Grist E, Setlow N 1993. DNA-damage, photorepair, and survival in fish and human-cells exposed to UV-radiation. Environmental and Molecular Mutagenesis 22: 1825.
Allen G.R. & Boeseman M., 1982. - A collection of freshwater fihes from western New Guinea with descriptions of two new species (Gobiidae and eleotridae). Rec. West. Aust. Mus., 10(2): 67-103.
Allen G.R. & cross N.J., 1980. - Description of fie new rainbowfishes (Melanotaenidae) from New Guinea. Rec. West. Aust. Mus., 8(3): 377-396.
Allen G.R., 1990. - Les poissons arc-en-ciel (Melanotaenidae) de la péninsule de Vogelkop, Irian Jaya, avec description de trois nouvelles espèces. Rev. Fr. Aquariol., 16(4): 101-112.
Baite, J., A. K. Verma, C. Prakash, M. H. Chandrakant and N. Saharan. 2010. Effect of Light Intensity on Growth, Survival and Skin Colour of Goldfish (Carassius auratus Linnaeus). J. Aqua Trop. 25.1-4 (2010): 47-59.
Baras, E., J. Slembrouck, A. Priyadi, D. Satyani, L. Pouyaud, et al.. Biology and culture of the clown loach Chromobotia macracanthus (Cypriniformes, Cobitidae) : 3-Ontogeny, ecological and aquacultural implications. Aquatic Living Resources, EDP Sciences, 2012, 25 (2), pp.119-130.
da Costa, T.F.2009. Karotenoid, Pigmen Pencerah Warna Ikan Karang. Jurnal Triton, 5 (1) : 53-62.
Fenner, B. 2016. The Physiological and Behavior of Color in Fish. (online). (http://www.wetwebmedia.com/aqscisubwebindex/coloration.htm) diakses tanggal 1 Desember 2016.
Fujii, R. 1993. Coloration and chromatophores. In: The Physiology of Fishes. pp. 535–562. Edited by D.H. Evans. CRC Press, Boca Raton.
Gupta, S.K., A.K.Jha, A.K.Pal and G. Venkateshwarlu. 2007. Use of Natural Carotenoidsfor Pigmentation of Fish. Natural Product Radiance, Vol. 6 (1): 46-49.
Kadarusman, Sudarto, Paradis E, Pouyaud L (2010) Description of Melanotaenia fasinensis, a new species of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West Papua, Indonesia with comments on the rediscovery of M. ajamaruensis and the endangered status of M. parva. Cybium 34(2):207–215
35
Kusumah, R. V., Kusrini, E., Murniasih, S., Prasetio, A. B., & Mahfudz, K. (2011). Analisis Gambar Digital sebagai Metode Karakterisasi dan Kuantifikasi Warna pada Ikan Hias. Jurnal Riset Akuakultur, 6(3): 381-392.
Kusumah, R. V., Cindelaras, S., & Prasetio, A. B. (2015). Keragaan Warna Ikan
Clown Biak (Amphiprion percula) Populasi Alam dan Budidaya
Berdasarkan Analisis Gambar Digital. Jurnal Riset Akuakultur, 10(3): 345-355.
Kusumah, R. V., A. B. Prasetio, E. Kusrini, E. P. Hayuningtyas dan S. Cindelaras. 2016. Keragaan Warna Dan Genotipe Calon Induk (F0) Ikan Clown (Amphiprion Sp.) Strain Black Percula. Jurnal Riset Akuakultur, 11(1): 47-58.
Lowe C, GoodmanLowe G 1996. Suntanning in hammerhead sharks. Nature 383: 677.
Matsuno, T. 2001. Aquatic Animal Carotenoid. Fisheries Science, 67 : 771-783. Meakin & JG Qin. 2012. Growth, behaviour and colour changes of juvenile King
George whiting (Sillaginodes punctata) mediated by light intensities. New Zealand Journal of Marine and Freshwater Research Vol. 46, No. 1,111123.
Painter, K.J. 2000. Models for Pigment Patern Formation in Skin of Fishes. IMA Volume in Maths & Apps, Spiners-Verlag 121 : 59-82
Pham, M. A., H. Byun , K. Kim and ,Sang-MinLee. 2014. Effects of dietary carotenoid source and level on growth, skin pigmentation, antioxidant activity and chemical composition of juvenile olive flounder Paralichthys olivaceus. Aquaculture 431 : 65–72
Rasband, W. (2016). ImageJ: Image Processing and Analysis in Java [Software Komputer]. Diakses dari http://imagej.nih.gov/ij/
Skӧld, H.H., S.Asprengen, K.L. Chenney and M. Walin. 2016. Fish Chromatophores-From Moleculer Motor to Animal Behavior. International Review of Cell and Moleculer Biology, BVol 321 : 171-219. Szisch, V., A.L. Van der Salm, S.E.M. Wendelaar Bonga and M. Pavlidis, 2002.
Physiological colour changes in the red porgy, Pagrus pagrus, following adaptation to blue lighting spectrum. Fish Physiology and Biochemistry, 27: 1-8.
Yasir, I., J. G. Qin. 2009Effect of Light Intensity on Color Performance of False Clownfish, Amphiprion ocellaris Cuvier. 40, 337–350
36
JENIS DAN MANAJEMEN PAKAN IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia ajamaruensis)
I Wayan Subamia dan Siti Subandiyah
ABSTRAK
Usaha kearah budidaya perlu dilakukan dengan penguasaan teknologi dan memperhatikan konservasi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah penguasaan teknologi budidaya utamanya teknologi pembenihan sehingga hambatan dalam menghasilkan benih dapat diatasi. Kegiatan pembenihan ikan Rainbow Ajamaru menjadi penting dilakukan, salah satunya melalui pendekatan pakan. Ketika sampai pada tahap pendederan ikan Rainbow Ajamaru manajemen peralihan makanan, penentuan jenis dan jumlah makanan menyebabkan tahapan ini perlu diperhatikan.
Pakan buatan banyak direkomendasikan untuk mengatasi ketergantungan dan permasalahan pakan alami, namun kendala ini kemudian terjadi karena bahan baku pakan ikan seperti tepung ikan dan bahan baku lainnya berkompetensi dengan kebutuhan pangan manusia dan pakan hewan lainnya. FAO (2004) mencatat produksi akuakultur sejak tahun 1984 hingga 2000 mengalami kemajuan pesat, sedangkan tepung ikan sebagai sumber protein penting dalam pakan ikan mengalami fase stagnan sejak tahun 1990.
Teknologi ini sangat berguna bagi pembudidaya untuk dapat memproduksi benih diluar habitatnya. Kelebihan ikan Rainbow hasil budidaya adalah lebih mudah dproduksi secara masal, dapat dikendalikan produksinya dan adaftif terhadap pakan buatan dan lingkungan budidaya.
BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
37
Pakan merupakan aspek yang sangat penting dalam budidaya ikan dan secara umum menghabiskan sekitar 60% dari total biaya produksi. Salah satu penentu keberhasilan dalam usaha kesesuaian budidaya ikan adalah jenis dan pemberian pakan selama pemeliharaan khususnya pembenihan. Pemberian pakan yang efektif dan efisien dalam arti jenis pakan, jumlah dan waktu pemberian yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan ikan yang optimal Mujiman, 2004). Jenis pakan terdiri atas pakan alami dan pakan buatan yang masing-masing memiliki perbedaan dan keunggulan. Pakan alami adalah makanan yang dimakan ikan berupa bahan alami dengan bentuk asalnya tanpa ada modifikasi dari manusia, yang mencakup tumbuhan, hewan, zooplankton, fitoplankton dan bentos (Halver, 1989).
Pakan alami masih menjadi pakan utama yang diaplikasikan untuk ikan Rainbow karena menyesuaikan kebiasaan makan di habitat aslinya (Allen, 1991). Pakan alami ukurannya relative kecil sesuai bukaan mulut ikan, bergerak lamban sehingga mempermudah benih ikan untuk menangkap dan memangsanya (Departemen Pertanian, 1992). Tubifex merupakan salah satu jenis pakan alami yang sering direkomendasikan untuk ikan hias karena disukai ikan dan memiliki kandungan gizi cukup tinggi serta tidak mempunyai rangka skeleton sehingga mudah dicerna dan sangat baik untuk pertumbuhan dini ikan air tawar (Juhariyah, 2005).
38
B. Tujuan dan Sasaran
Untuk menghasilkan ikan Rainbow Ajamaru yang lebih adaftif dan mudah dibudidayakan, serta untuk mendapatkan teknologi budidaya ikan Rainbow Ajamaru yang dapat di terapkan dan diadaptasi oleh masyarakat.
C. Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Formulasi pakan induk matang gonad dan jenis pakan buatan atau alami untuk pembesaran.
BAB 2. METODE
Penelitian dilakukan di laboratorium basah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok.
1.) Larva/ikan uji diperoleh dari hasil pemijahan alami ikan Rainbow Ajamaru. Tahap pertama, dilakukan berbagai pengamatan seperti:
a. ukuran larva b.bukaan mulut larva
c. perkembangan saluran pencernaan
Selanjutnya hasil dari tahap pertama (misal jenis pakan alami Rotifera) digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian tahap kedua dimana jenis pakan alami yang akan digunakan sebagai perlakuan sesuai dengan ukuran bukaan mulut larva. Tahap kedua dilakukan dengan perlakuan sebagai berikut :
Pakan sebagai perlakuan terdiri dari beberapa jenis pakan alami; Perlakuan A. Pakan alami Rotifera
Perlakuan B. Pakan alami N (naupli artemia) Perlakuan C. Pakan buatan
39
2.) Formulasi pakan buatan untuk pematangan gonad ikan hias Rainbow
Ajamaru
Penelitian dilakukan di Laboratorium basah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Ikan uji yang digunakan adalah calon induk/induk ikan Rainbow Ajamaru
Wadah yang digunakan akuarium ukuran 40 X 60 X 30 cm. Pakan sebagai perlakuan terdiri dari;
A.Pakan tubifex (sebagai control) B. Pakan komersial
C.Pakan buatan
Pakan diberikan 3% dari bobot badan, diberikan 2 kali sehari. Formulasi pakan induk disesuaikan dengan kenutuhan nutrisi untuk pematangan gonad.
Pengamatan dilakukan setiap 15 hari sebagai data penunjang diamati pertambahan bobot badan, panjang badan, kualitas air, bila bertelur diamati jumlah telur, telur yang menetas.
3. ) Pengaruh pemberian jumlah pakan buatan dan waktu yang berbeda
terhadap pertumbuhan benih ikan Rainbow Ajamaru Sebagai perlakukan yaitu:
A. 5% dari bobot tubuh B. 10% dari bobot tubuh C. 15% dari bobot tubuh D. 20% dari bobot tubuh
40
BAB 3. LUARAN
Komponen teknologi pakan induk, larva dan benih ikan Rainbow Ajamaru.
Tabel 1. Target Luaran
T ahun ke-1 T ahun ke-2 T ahun ke-3
Perlindungan varietas tanaman Perlindungan jenis ikan Hias Perlindungan topografi sirkuit terpadu
3 4
5
T eknologi T epat Guna
Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain
T ingkat Kesiapan T eknologi (T KT )
No. Jenis Luaran Luaran
2
1 Publikasi ilmiah
Hak Kekayaan Intelektual
BAB 4. PROSPEK DAN MANFAAT
Meningkatkan jumlah komoditas ikan hias hasil budidaya dan menjadikan budidaya ikan Rainbow Kurumoi sebagai peluang usaha yang dapat menambah pendapatan masyarakat pembudidaya ikan hias.
41
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G.R. 1991. Field Guide to Freshwater Fishes of New Guinea. Publication N0.9 of The Christensen Research Institute. Papua New Guinea. 268 pp
Departemen Pertanian. 1992. Petunjuk Teknis Budidaya Pakan Alami dalam Makalah Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Jakarta
FAO (Food and Agricultural Organization). 2004. The State of World Fisheries and Aquaculture. FAO Fisheries Department. Rome. 146 pp. Halver, J.E. 1989. Fish Nutrition. Second Edition Academic Press. London and
New York. 713 pp.
IUCN. 2016. The IUCN Red List of Threatened Species. Melanotaenia ajamaru (http//www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/13072/0.html) 17 september 2016.
Juhariyah, D. 2005. Pengaruh pemberian Nauplii Artemia sp, Moina sp, dan Tubifex sp terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker). Skripsi Fakultas Biologi Universitas Nasional.
42
PADAT TEBAR LARVA DAN BENIH IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanitaenia ajamruensis)
Idil Ardi, M. Zamroni, Riani Rahmawati, dan Siti Zuhriyyah M.
ABSTRAK
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu komoditas ikan hias air tawar endemik di Papua, Indonesia. Ikan ini pernah dinyatakan telah punah pada tahun 1980, namun pada tahun 2007 ikan ini dapat ditemukan kembali oleh Tim ekspedisi IRD, Apsor dan BPPBIH. Saat ini ikan Rainbow Ajamaru ini diburu oleh para hobiis ikan hias, baik dalam dan luar negeri. Perburuan ini mengakibatkan terancam punah dan rusaknya habitat di alam. Saat ini usaha pemenuhan ikan hias rainbow Ajamaru ini belum dapat dipenuhi dari kegiatan budidaya. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan sebuah upaya yang dapat memenuhi permintaan pasar (secara ekonomi) dan dapat memberikan dampak ekologis positif bagi ekosistem rainbow ajamaru. Salah satu alternatif usaha tersebut adalah melalui pengembangan budidaya ikan rainbow Ajamaru. Salah satu poin penting dalam kegiatan budidaya adalah diketahuinya padat penebaran optimum pada setiap stadia pemeliharaan dalam lingkungan terkontrol. Dengan telah diketahuinya kepadatan optimum pada setiap stadia pemeliharaan larva-benih ikan rainbow Ajamaru, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan dampak yang postif pada kegiatan produksi benih hasil budidaya baik itu pertumbuhan ataupun sintasannya. Diharapkan pula dengan keberhasilan kegiatan budidaya, maka dapat mengurangi aktifitas penangkapan ikan tersebut di alam dan mengurangi dampak kerusakan habitat akibat perburuan ikan hias rainbow Ajamaru.
43
BAB 1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu komoditas ikan hias air tawar endemik di Papua, Indonesia. Ikan ini pernah dinyatakan telah punah pada tahun 1980, namun pada tahun 2007 ikan ini dapat ditemukan kembali oleh Tim ekspedisi IRD, Apsor dan BPPBIH. Saat ini ikan Rainbow Ajamaru ini diburu oleh para hobiis ikan hias, baik dalam dan luar negeri. Perburuan ini mengakibatkan terancam punah dan rusaknya habitat di alam. Saat ini usaha pemenuhan ikan hias rainbow ajamaru ini belum dapat dipenuhi dari kegiatan budidaya.
Untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan sebuah upaya yang dapat memenuhi permintaan pasar (secara ekonomi) dan dapat memberikan dampak ekologis positif bagi ekosistem rainbow ajamaru. Salah satu alternatif usaha tersebut adalah melalui pengembangan budidaya ikan rainbow ajamaru Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekologi dan kelimpahan ikan rainbow ajamaru tersebut di alam adalah melalui kegiatan budidaya. Selain faktor konservasi ekologis, secara ekonomi ikan yang dibudidayakan akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada hasil tangkapan alam. Menurut Stime (1999), hewan yang dibudidayakan cenderung lebih stabil dan lebih kuat dibandingkan hewan yang berasal dari alam ketika dipelihara dalam penangkaran. Daya tahan dan kualitas tersebut yang dapat membuat para hobiis berkeinginan membayar lebih untuk hewan tersebut.
44
termasuk kompetisi dalam mendapatkan makan dan ruang yang pada akhirnya memacu kanibalisme.
Pada padat tebar larva dan benih yang tinggi dapat menimbulkan masalah diantaranya ikan menjadi lebih mudah stres, rentan terhadap penyakit dan pelukaan, menurunnya kualitas air bahkan lebih jauh lagi bisa mereduksi pertumbuhan, kelangsungan hidup dan juga efisiensi pakan. Di sisi lain, padat tebar yang rendah juga akan mempengaruhi efisiensi penggunaan wadah dalam produksi ikan. Untuk itu, pada tebar yang optimal penting diketahui untuk mendapatkan pertumbuhan dan sintasan benih yang tinggi untuk produksi benih ikan rainbow Ajamaru yang berkelanjutan.
B. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan optimalisasi sistem budidaya melalui pendekatan kepadatan dalam pemeliharaan pada stadia larva, benih, hingga calon induk ikan Rainbow Ajamaru. Dengan parameter optimalisasi pada pertumbuhan dan sintasan serta perkembangan ontogeninya pada berbagai stadia.
Sasaran dari penelitian ini adalah diperolehnya larva, benih dan calon induk ikan Rainbow Ajamaru hasil budidaya yang adaptif dan tumbuh optimal dengan sintasan yang tinggi pada lingkungan budidaya. Dalam jangka panjang hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan Rainbow Ajamaru.
C. KEBARUAN DAN TEROBOSAN TEKNOLOGI
Teknologi budidaya ikan hias Rainbow Ajamaru belum pernah dilakukan sebelumnya. Usaha budidaya dengan pendekatan pada kepadatan dari stadia larva, benih hingga calon induk merupakan salah satu upaya dalam menghasilkan teknologi pada pemeliharaan larva, benih hingga calon induk ikan Rainbow Ajamaru. Kebaruan dari penelitian ini adalah munculnya teknologi budidaya ikan Rainbow Ajamaru yang menghasilkan larva, benih dan calon induk yang adaptif, dan optimal dalam pertumbuhan dan sintasan.
D. TINJAUAN PUSTAKA
45
akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing crop) dan pada kepadatan tertentu pertumbuhan akan berhenti (stop growth). Untuk mencegah terjadinya hal tersebut,peningkatan kepadatan harus disesuaikan dengan daya dukung (carrying capacity). Faktor-faktor yang mempengaruhi carrying capacity antara lain adalah kualitas air, pakan dan ukuran ikan. Pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil (produksi) (Effendi et al., 2006).
Pada hewan darat, umumnya pada tebar mengacu pada hubungan antara jumlah hewan dengan unit spesifik lahan yang digunakan untuk mencari makan pada satu titik waktu (Sweeten and Sweeten, 2013). Sedangkan pada ikan, umumnya mengacu pada jumlah hewan atau masukan per unit volume (g L-1, kaitannya dengan kualitas air), meskipun unit luas permukaaan menjadi sebuah hal yang lebih relevan pada kebanyakan spesies ikan yang bersifat demersal (Ellis et al., 2002). Seperti pada kebanyakan faktor lingkungan lainnya, faktor padat tebar ikan sepertinya mampu memberikan pengaruh baik secara positif maupun negatif terhadap kelangsungan hidup, metabolisme, stress, kemampuan dalam mencerna makanan, efisiensi dari energi konversi, pertumbuhan, kematangan gonad dan reproduksi dari ikan.
46
(Bullock et al., 2004), atau infeksi yang disebabkan oleh Trichodina sp pada ikan wolffish Anarhichas lupus (Pavlov, 1995) atau oleh Heteropolaria pada ikan Eurasian perch Perca fluviatilis.
Selain terhadap kelangsungan hidup, padat tebar juga diketahui banyak mempengaruhi pola pertumbuhan ikan pada lingkungan budidaya. Hanya sebagian kecil studi saja (sekitar 10-15%) yang menunjukkan bahwa padat tebar memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan, sisanya kebanyakan menunjukkan bahwa padat tebar memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan secara negatif. Pola pertumbuhan yang dipengaruhi oleh padat tebar bervariasi antara spesies ikan yang satu dengan spesies ikan yang lainnya (meskipun masih dalam satu spesies ikan yang sama) seperti pada kasus ikan dari keluarga salmonidae (Ewing and Ewing, 1995), ataupun pada kasus dari ikan nila O.niloticus (Azim et al., 2003 ; El-sayed, 2002 ; Chakraborty and Banerjee, 2012 ; Yakubu et al., 2013). Pada umumnya hubungan yang terjadi antara padat tebar-pertumbuhan itu tidak berdiri sendiri, dalam artian banyak faktor lingkungan lain yang terlibat atau berkombinasi dalam membentuk pola hubungan tersebut seperti faktor fisika-kimia, fisiologis dan tingkah laku dari ikan serta lingkungan itu sendiri.
47
BAB 2. METODE
Stadia Larva
Hewan uji yang digunakan adalah larva hasil pemijahan alami ikan Rainbow Ajamaru yang berumur 1 hari (D0). Larva diukur panjang totalnya dibawah mikroskop dan di dokumentasikan. Pengamatan panjang larva dilakukan setiap hari selama 30 hari (sampai menjadi benih) secara acak bergantian pada setiap wadah. Larva dipelihara dalam bak fiber bervolume 100 L atau akuarium dengan ukuran 60x40x40 cm dengan tinggi air 30 cm (volume 72 L). Perlakuan padat penebaran yaitu: Pelakuan A. 10 ekor/L; Perlakuan B. 15 ekor/liter dan perlakuan C. 20 ekor/liter. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Setiap bak fiber/akuarium diberi aerasi secukupnya dan kecepatannya diatur agar benih tidak menggerombol namun tidak terlalu sulit untuk memangsa pakan. Pakan yang diberikan yaitu pakan alami berupa rotifer, moina, naupli artemia, dan daphnia secara ad libitum sebanyak 3 kali/hari yaitu pagi, siang dan sore.
Parameter Uji :
• Laju pertumbuhan harian spesifik panjang larva, dihitung
menggunakan rumus berdasarkan Effendie (1979): L = Lt – Lo
dengan:
L = Pertumbuhan panjang total (cm)
Lt = Panjang rata-rata ikan akhir penelitian (cm) Lo = Panjang rata-rata ikan awal penelitian (cm)
Laju Pertumbuhan harian individu menggunakan rumus menurut Arifin dan Rupawan (1997) :
SGR = (Ln Lt – Ln L0) X 100% ∆t
Keterangan :
48 Wt : Panjang akhir ikan (cm) ∆t : Waktu pemeliharaan (hari)
• Koefisien keragaman dihitung berdasarkan rumus Steel dan Torrie
(1993) :
Koefisien Keragaman (KK) = Standar Deviasi x 100% Panjang rata-rata
• Tingkat kelangsungan hidup larva
Tingkat kelangsungan hidup larva dihitung berdasarkan jumlah larva pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total larva yang ditebar pada awal pemeliharaan menggunakan rumus Effendie, 1997 yaitu :
Survival Rate (SR) = Jumlah larva pada akhir pemeliharaan x 100%
Jumlah larva pada awal pemeliharaan
Selain itu diukur juga perkembangan ontogeny larva dan pigmentasi. Sebagai pendukung, dilakukan monitoring kualitas air seperti suhu, pH, ammonia, nitrit, nitrat dan oksigen terlarut (DO) setiap 7 hari sekali.
Stadia Benih (Pendederan I)
49
secukupnya dan kecepatannya diatur agar benih tidak menggerombol namun tidak terlalu sulit untuk memangsa pakan. Pakan yang diberikan yaitu pakan alami berupa cacing tubifex/cacing darah, secara ad libidtum sebanyak 2 kali/hari yaitu pagi, dan sore. Dan wadah pemeliharaan disipon setiap hari untuk membersihkan sisa pakan yang tersisa.
Parameter Uji :
• Pertumbuhan panjang benih, dihitung menggunakan rumus berdasarkan
Effendie (1979): L = Lt – Lo
dengan:
L = Pertumbuhan panjang total (cm)
Lt = Panjang rata-rata ikan akhir penelitian (cm) Lo = Panjang rata-rata ikan awal penelitian (cm)
• Pertumbuhan bobot benih dihitung dengan menggunakan rumus
berdasarkan Effendie (1979): Wm = Wt – Wo
dengan:
Wm = Pertumbuhan bobot mutlak (g)
Wt = Bobot rata-rata ikan akhir penelitian (g) Wo = Bobot rata-rata ikan awal penelitian (g)
Laju Pertumbuhan harian individu menggunakan rumus menurut Arifin dan Rupawan (1997) :
SGR = (Ln Lt – Ln L0) X 100% ∆t
Keterangan :
SGR: Laju pertumbuhan harian individu (%/ hari) W0 : Panjang awal ikan (cm)
50
• Koefisien keragaman dihitung berdasarkan rumus Steel dan Torrie
(1993) :
Koefisien Keragaman (KK) = Standar Deviasi x 100% Panjang rata-rata
• Tingkat kelangsungan hidup benih
Tingkat kelangsungan hidup benih dihitung berdasarkan jumlah benih pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditebar pada awal pemeliharaan menggunakan rumus Effendie, 1997 yaitu :
Survival Rate (SR) = Jumlah benih pada akhir pemeliharaan x 100%
Jumlah benih pada awal pemeliharaan
Sebagai pendukung, dilakukan pengamatan kualitas air seperti suhu, pH, ammonia dan oksigen terlarut (DO) setiap 14 hari sekali.
Stadia Benih (Pendederan II)
51 Parameter Uji :
• Pertumbuhan panjang benih, dihitung menggunakan rumus berdasarkan
Effendie (1979): L = Lt – Lo
dengan:
L = Pertumbuhan panjang total (cm)
Lt = Panjang rata-rata ikan akhir penelitian (cm) Lo = Panjang rata-rata ikan awal penelitian (cm)
• Pertumbuhan bobot benih, dihitung dengan menggunakan rumus
berdasarkan Effendie (1979): Wm = Wt – Wo
dengan:
Wm = Pertumbuhan bobot mutlak (g)
Wt = Bobot rata-rata ikan akhir penelitian (g) Wo = Bobot rata-rata ikan awal penelitian (g)
Laju Pertumbuhan harian individu menggunakan rumus menurut Arifin dan Rupawan (1997) :
SGR = (Ln Lt – Ln L0) X 100% ∆t
Keterangan :
SGR: Laju pertumbuhan harian individu (%/ hari) W0 : Panjang awal ikan (cm)
Wt : Panjang akhir ikan (cm) ∆t : Waktu pemeliharaan (hari)
• Warna tubuh ikan yang diukur dengan menggunakan bantuan
kertas Toca Color Finder (TCF) atau Colorimeter.
• Tingkat kelangsungan hidup benih
52
Survival Rate (SR) = Jumlah benih pada akhir pemeliharaan x 100%
Jumlah benih pada awal pemeliharaan
perkembangan gonad dan juga pigmentasi visual awal pada jantan diukur sebagai parameter untuk mengetahui tingkat kematangan gonadnya.
Sebagai pendukung, dilakukan monitoring kualitas air seperti suhu, pH, ammonia, nitrat, nitrit, oksigen terlarut (DO) dan intensitas cahaya setiap 14 hari, dan juga dilakukan analisa glukosa darah atau hormon kortisol pada akhir pemeliharaan.
Analisis Data
Data tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan panjang dan bobot larva-benih dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%, dan uji lanjut Tukey dengan bantuan software SPSS 17. Data ditampilkan dalam bentuk Tabel dan Grafik.
BAB 3. KELUARAN A. PERKIRAAN KELUARAN
Pada penelitian ini ada beberapa luaran (output) yang diharapkan dapat dicapai pada akhir tahun 2017, yaitu: publikasi dalam jurnal nasional terakreditasi sebanyak 3 buah karya tulis ilmiah (KTI), kemudian teknologi tepat guna yang merupakan komponen dari paket teknologi budidaya ikan Rainbow Ajamaru berupa teknologi pemeliharaan larva, benih, dan calon induk ikan Rainbow Ajamaru dalam lingkungan terkontrol dengan pendekatan pada kepadatan. Perkiraan luaran teknologi ini berada pada tingkat kesiapan teknologi (TKT) skala 4.
Tabel 1. Target Luaran
No Jenis Luaran
1. Publikasi ilmiah1) Internasional/ bereputasi
Nasional terakreditasi Submitted Accepted
Paten