MANAJEMEN RESIKO PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI ERA GLOBALISASI
Oleh: Djamaluddin Perawironegoro
Pendahuluan
Diantara faktor-faktor pendorong perubahan di bidang manajemen adalah;
(1) perkembangan teknologi; (2) institusi sosial (perubahan pasar, tuntutan
konsumen, perubahan struktur organisasi); (3) idiologi (politik dunia, tekanan
sosial dan politik); (4) perubahan demografi; (5) persaingan global; (6) peraturan
pemerintah; (7) masalah sumber daya manusia; dan (8) perilaku/keputusan
manajerial.
Perkembangan teknologi yaitu baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa mengalami peningkatan dalam penggunaan teknologi sebagai
suatu sarana untuk memperbaiki produktivitas dan daya saing di pasar.
Institusi sosial adalah hubungan-hubungan yang berkaitan dengan pasar yang berkembang lintas batas, tuntutan luar dan konsumen yang beragama, dan
orientasi manajemen mutu yang melayani pelanggan, dan perubahan stuktur
organisasi yang lebih fleksibel dan mendukung percepatan perubahan.
Idiologi adalah faham atau keyakinan yang menjadi dasar untuk dianut suatu bangsa, yang berpotensi menjadi kekuatan pendorong atau bahkan
penghambat terhadap terjadinya perubahan. Namun, pada umumnya ideology
yang menghambat cenderung dikalahkan oleh ideology perubahan, hal ini terbukti
akhir-akhir ini dengan demam demokratisasi yang melanda Timur Tengah.
Demikian itu memberikan perubahan pada tatanan sosial politik dalam negeri
tersebut, dan berdampak luas terhadap hubungan kerjasama dengan
Negara-negara lainnya.
Perubahan demografi adalah kondisi masyarakat tentang hal-hal terkait demografi seperti umur, pendidikan, tingkat ketrampilan, gender, dan imigrasi
memberikan pengaruh terhadap perubahan. Adapun tren kunci terkait demografi
tersebut yaitu (1) tenaga kerja lebih beraneka ragam. Dan (2) ada kepentingan
mengelola keragaman secara efektif jika mereka ingin memperoleh kontribusi dan
komitmen maksimum dari karyawan.
Persaingan global Persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global dimana kompetisi berlangsung tidak hanya berdomain lokal dan nasional,
melainkan berlanjut hingga level internasional.
Peraturan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Negara, membuat undang-undang dan kebijakan-kebijakan untuk menjaga stabilitas Negara
masing-masing terhadap ancaman global. Mengingat peranan Negara adalah untuk
mensejahterakan warganya, dan menjaga keberlangsungan hidup Negara tersebut.
Maka dibuatlah undang-undang atau aturan-aturan yang bertujuan untuk menjaga
Negara atas ancaman global.
Masalah sumber daya manusia adalah masalah-masalah yang berasal dari persepsi karyawan mengenai bagaimana mereka diperlakukan di tempat kerja dan
adanya kecocokan antara kebutuhan dan keinginan pribadi dan organisasi.
Perilaku/keputusan manajerial rentan menjadi konflik dalam organisasi. Adanya konflik yang berlebihan antara manajer dan bawahannya menandakan
bahwa perubahan diperlukan. Baik manajer maupun karyawan membutuhkan
pelatihan ketrampilan interpersonal, atau kedua individu tersebut mungkin hanya
perlu dipisahkan.
Dalam bidang pendidikan Tilaar menyebutkan tiga faktor perubahan
sosial, yaitu demokratisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
globalisasi. Demokratisasi dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memberikan
proporsi yang sama atas hak dan kewajiban warga Negara di depan peraturan dan
hukum. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimaksudkan ilmu
pengetahuan yang bergerak dinamis seiring dengan perkembangan teknologi,
memiliki peranan yang tinggi terhadap perubahan peradaban suatu bangsa. Dan
globalisasi sebagai suatu proses yang mendunia dengan ciri-ciri keterkaitan
seluruh masyarakat dunia terhadap berbagai isu baik itu ekonomi, politik, budaya,
dan bahkan pendidikan.
Berbagai faktor tersebut, berdampak pada percepatan perubahan
dalam berbagai bidang. Dan akibatnya ketidakpastian merupakan kenyataan yang
harus dihadapi oleh setiap lembaga atau organisasi. Ketika suatu lembaga bersikap
reaktif terhadap suatu permasalahan yang dihadapinya, maka ia akan cepat
menemui ajalnya. Sebaliknya, jika ia mampu mengidentifikasi
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi atas perubahan atau kebijakan yang dilakukan
dalam arti bersikap proaktif maka dapat dipastikan survivebilitas adalah hasil
yang bijak atas usahanya.
Terkait dengan globalisasi dan faktor pendorong perubahan dalam
tindakan manajemen, agaknya lembaga pendidikan Islam diharapkan mampu
untuk bertindak proaktif dalam menghadapi ketidakpastian yang sering muncul
sebagai akibat dari globalisasi dalam berbagai bidang, utamanya globalisasi di
bidang ekonomi.
Dalam menghadapi ketidakpastian itu dibutuhkan suatu manajemen yang
proaktif dengan memadukan antara manajemen strategis, manajemen operasional
dan manajemen resiko. Sistem pengelolaan resiko atau manajemen resiko yang
baik memberikan keuntungan berupa pencapaian tujuan organisasi secara efektif
dan efisien. Demikian itu dikarenakan manajemen resiko memberikan
solusi-solusi kreatif terhadap kemungkinan-kemungkinan dalam menghadapi
ketidakpastian atau uncertainty.
Resiko dan Manajemen Resiko
Resiko adalah variasi potensiil dari hasil. Sebagai hasil, resiko memiliki
kemungkinan hasil yang menguntungkan dan merugikan. Untuk hasil yang
dipastikan sebagai kerugian disebut sebagai resiko murni. Dan untuk hasil yang
memiliki kemungkinan keuntungan dan kerugian disebut sebagai resiko
spekulatif.
Pada umumnya manusia dihadapkan dengan tiga pilihan, yaitu tidak
mengambil resiko, mendapatkan resiko murni, dan mengambil resiko spekulatif.
Tidak mengambil resiko adalah kemungkinan terburuk dari ketiga pilihan
tersebut, mengingat bahwa dengan tidak mengambil resiko maka ia tentu tidak
resiko murni tentu tidak diinginkan, karena tidak ada keuntungan sama sekali di
dalamnya dan dapat dipastikan yang didapati adalah kerugian total. Dan
mengambil resiko spekulatif, adalah kemungkinan yang pada umumnya diambil
karena seseorang mungkin akan mendapatkan keuntungan dari resiko spekulatif
yang diambilnya.
Manajemen resiko didefinisikan sebagai “fungsi manajemen secara umum yang mana mencari untuk identifikasi, penilaian, dan tanda-tanda yang
menyebabkan dan berdampak pada ketidakpastian dan resiko pada organisasi.” Tujuan dari manajemen resiko adalah untuk memungkinkan bagi
organisasi dalam mencapai tujuan dan objektif (missi) dengan lebih terarah,
efisien, dan efektif.
Organisasi mencari jawaban atas tiga pertanyaan. Apakah tujuan dari
organisasi kita? Bagaimana kita memenuhi tujuan tersebut? Dan apa konsekwensi
bergerak dalam pemenuhan pencapaian tersebut bagi tujuan kita? Untuk
pertanyaan pertama adalah dengan menggunakan manajemen strategi, dan
pertanyaan kedua adalah dengan mengguanakan manajemen operasional, dan
untuk pertanyaan ketiga adalah dengan pendekatan manajemen resiko.
Pada intinya kegiatan manajemen resiko adalah menyangkut tiga hal yang
utama yaitu; (1) identifikasi misi, (2) penilaian terhadap resiko dan ketidakpastian,
(3) control terhadap resiko, (4) keuangan resiko, dan (5) program administrasi.
Identifikasi Misi adalah barisan dari manajemen resiko sasaran dan tujuan dengan misi organisasi sebagai tugas dari manajer resiko. Pada bagian proses
manajemen resiko mengidentifikasi hubungan antara manajemen resiko dan
tujuan dari organisasi. Pembentukan dari manajemen resiko sasaran dan tujuan
adalah kritis, untuk melayaninya sebagai dasar dari aktifitas manajemen resiko.
Tujuan dan sasaran menyediakan ukuran terhadap kesuksesan atau kegagalan dari
program adalah terukur, dan juga determinasi dari filosofi yang mendasar dari
kegiatan manajemen resiko.
Identifikasi dari resiko biasanya ditemani dengan dua hal identifikasi bahaya
(hazard identication) dan identifikasi pembukaan (exposure identification). Bahaya (atau “faktor resiko” dalam kasus resiko spekulatif) adalah aktivitas atau kondisi yang menciptakan atau meningkatkan kemungkinan untuk rugi/untung
atau rugi/untung dalam jumlah.
Identifikasi diikuti dengan analisis. Ini tidak cukup untuk mengetahui
bahwa bahaya, faktor resiko, dan penampakan akan keberadaan keuntungan dan
kerugian. Manajer resiko harus memahami sifat dari bahaya tersebut, faktor
resiko, dan pembukaan, bagaimana mereka datang dan tinggal, dan bagaimana
mereka berinterasi dalam memproduksi keuntungan atau kerugian. Persepsi
mengenai resiko, adalah sebaik ketidakpastian, juga dianalisis, karena mereka
mungkin sangat penting.
Control resiko. Aktifitas control resiko adalah di mana fokus terhadap penghindaran atau pencegahan, pengurangan, atau sebaliknya mengontrol resiko
dan ketidakpastian.
Keuangan resiko. Aktifitas keuangan resiko menyediakan alat untuk membayar kembali kerugian yang terjadi dan untuk mendapatkan pendanaan
program lain untuk mengurangi uncertainty dan resiko, atau untuk meningkatkan
penghasilan yang positif. Normalnya, beberapa kerugian terjadi walaupun usaha
mengontrol resiko telah dilakukan. Kontrol resiko dan keuangan resiko tidaklah
secara mutu exclusive.
Program administrasi. Elemen ini berada pada prosedur yang diikuti pada tindakan hari ke hari dari fungsi manajemen resiko.
Manajemen Resiko di Lembaga Pendidikan Islam
Sebagai suatu organisasi, lembaga pendidikan Islam dituntut untuk
yang merupakan inti dari pendidikan yang akan diberikan kepada konsumen
(peserta didik). Machine adalah terkait dengan sarana dan prasarana yang dimiliki lembaga untuk membantu ketercapaian tujuan pendidikan. Dan environment adalah suasana lingkungan akademis yang dibentuk oleh lembaga pendidikan
dengan sumber daya yang ada.
Demikian itu penting, sebab pendidikan merupakan usaha sadar yang
terstruktur dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat. Sebagaimana dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
Sebagaimana diungkapkan bahwa dalam kegiatan manajemen resiko
terdapat berbagai tindakan identifikasi missi, penilaian terhadap resiko dan
ketidakpastian, kontrol terhadap resiko, keuangan resiko, dan program
administrasi. Untuk itu dibutuhkan seorang manajer resiko yang memiliki tugas
sebagai berikut:
1. Menilai organisasi dan mengidentifikasi resiko-resikonya.
2. Mengimplementasikan pencegahan kerugian dan control terhadap
program.
3. Mereview kontrak dan dokumen untuk tujuan dari manajemen resiko.
4. Menyediakan pelatihan dan pendidikan untuk keamanan terkait isu-isu.
5. Memastikan kepatuhan dengan mandat pemerintah.
6. Mengatur asuransi di luar skema keuangan (contoh, asuransi pribadi atau
terikat dengan asuransi subsidi)
7. Klaim manajemen dan bekerja dengan representasi legal untuk mengelola
proses pengadilan.
8. Mendesain dan mengkoordinasikan program imbalan karyawan.
Dalam hal ini, lembaga pendidikan Islam pada umumnya belum
menempatkan seorang manajer resiko atau bahkan belum menjadikan manajemen
resiko sebagai budaya lembaga. Pada umumnya, menyerahkan hal tersebut kepada
bagian keuangan. Demikian itu tidak menjadi masalah, ketika lembaga tersebut
berukuran kecil, akan tetapi ketika lembaga memiliki jumlah karyawan yang besar
dengan struktur organisasi yang variatif, tentu kemungkinan resiko banyak terjadi
di berbagai bidang dan dalam berbagai bentuk. Dibutuhkan kesadaran bersama
tentang resiko dan manajemen resiko, dengan demikian tindakan terhadap
pengelolaan resiko dapat dilakukan dengan baik. Mengingat bahwa manajemen
resiko merupakan tindakan yang berkelanjutan.
Dalam mengelola organisasi manajemen resiko tidak berjalan sendiri,
melainkan terintegrasi dengan manajemen operasional, dan manajemen strategi.
Integrasi antara tiga hal ini mengindikasikan bahwa lembaga pendidikan tidak
serta merta menyelesaikan masalahnya dengan praktik manajemen operasional,
akan tetapi dibutuhkan manjemen strategi dalam menjalankan lembaga
pendidikan, demikian itu untuk menjaga keterarahan atau fokus organisasi
terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan manajemen resiko berperan
untuk mengidentifikasi, memperhitungkan, mengevaluasi, dan mengelola
konsekwensi-konsekwensi logis dari implementasi strategi lembaga pendidikan.
Sebagai contoh, suatu lembaga pendidikan memiliki visi yaitu unggul
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari visi tersebut, tentu
memiliki resiko-resiko yang harus dipikirkan oleh lembaga pendidikan. Diantara
resiko yang muncul dari visi tersebut adalah:
1. Ketercukupan sumber daya manusia yang unggul.
2. Untuk menjadikan pendidik berkualitas dibutuhkan pelatihan dan
pengembangan.
3. Dalam pelatihan dan pengembangan membutuhkan biaya yang tidak
sedikit.
4. Biaya tersebut harus difikirkan sumber dananya dan penggunaannya.
5. Setelah dilakukan pelatihan dan pengembangan, dibutuhkan instrument
untuk mengukur peningkatan kualitas tenaga pendidik. Maka instrument
harus dibuat.
6. Untuk pendidik yang meningkat kualitasnya, dan untuk yang tidak
Dari satu visi tersebut menimbulkan resiko diantaranya pada bidang
pengelolaan sumber daya manusia, sehingga manajemen harus berfikir cerdas
untuk meminimalisir atau menghindari kegagalan pengelolaan sumber daya
manusia. Sebab faktor sumber daya manusia yang unggul memiliki peranan dalam
mencapai visi lembaga pendidikan, selain daripada faktor-faktor penunjang yang
lain.
Resiko tersebut tidak dapat dibiarkan, akan tetapi perlu dikelola dengan
baik yaitu dengan
1. Mengidentifikasi di antara tenaga pendidik, mana yang belum mencapai
standar tenaga pendidik yang belum masuk kategori berkualitas, atau
kualitasnya masih kurang.
2. Setelah diidentifikasi, dikalkulasi sesuai dengan bidang masing-masing
untuk materi-materi yang belum dikuasainya atau dengan melakukan
analisa kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
3. Dengan melaksanakan dua hal tersebut di atas, tentu meminimalisir
anggaran pelatihan dan pengembangan.
4. Setelah pendidik diberikan pelatihan dan pengembangan, maka
manajemen dapat memberdayakan pendidik tersebut untuk mencapai visi
lembaga.
5. Tidak sampai di sini, lembaga pendidikan perlu melakukan control
berkelanjutan terhadap sumber daya manusia yang ada, dengan harapan
terdapat keseimbangan antara harapan yang dicita-citakan dan
ketercukupan sumbe daya.
Resiko pada lembaga pendidikan tidak hanya dari satu faktor yaitu sumber
daya manusia saja, namun sangat mungkin muncul dari berbagai bidang yang lain
yaitu sarana prasarana, keuangan, struktur organisasi, kurikulum, dan lingkungan
lembaga pendidikan. Dan utamanya adalah bermula dari visi, misi, tujuan
Peningkatan Daya Saing Paradigma Pengelolaan Pendidikan
Untuk saat ini mutu merupakan hal yang sangat penting bagi
keberlangsungan hidup lembaga pendidikan. Orientasi masyarakat modern telah
berubah, dari yang dulunya fokus pada aspek kuantitas, menjadi fokus pada aspek
kualitas.
Perlu diketahui bahwa untuk menciptakan suatu lembaga pendidikan yang
berkualitas dibutuhkan suatu paradigma yang komprehensip terhadap pengelolaan
lembaga pendidikan. Paradigma yang komprehensip dimaksudkan adalah suatu
pandangan yang menyeluruh atas berbagai komponen dalam lembaga pendidikan.
Paradigm pengelolaan lembaga pendidikan yang berkualitas adalah terkait
dengan organisasi yang sehat. Organisasi yang sehat terbentuk apabila terdapat
akuntabilitias. Akuntabilitas tersebut tidak hanya difahami pada aspek keuangan,
namun juga dibutuhkan penjelasan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan. Selain
daripada akuntabilitas, dibutuhkan otonomi atas unit-unit dalam struktur
organisasi lembaga, sulit dibayangkan apabila lembaga berharap menjadi
organisasi yang berkualitas, sehat, dan akuntabel, jika tidak diberikan otonomi
pada unit-unit yang berada di dalamnya.
Otonomi lembaga pendidikan memiliki hubungan timbal balik dengan
akuntabilitas, memberikan pengaruh terhadap kualitas organisasi, dan secara tidak
langsung membangun organisasi yang sehat. Selain daripada itu, otonomi
memberikan hubungan timbal balik terhadap akreditasi, dan akreditasi memiliki
hubungan timbal balik dengan evaluasi diri. Maksudnya adalah dengan otonomi
yang diberikan berimplikasi terhadap penilaian lembaga dalam hal ini akreditasi.
Akreditasi yang baik tidak dapat diwujudkan jika individu atau unit di dalam
lembaga pendidikan tersebut tidak diberikan otonomi. Karena dari otonomi itulah
timbul inovasi. Sebagai catatan bahwa otonomi adalah mengenai desentralisasi,
desentralisasi dapat terwujud jika suatu lembaga telah memiliki akuntabilitas.
Dengan akreditasi yang merupakan suatu proses penilaian lembaga, dapat
dilihat kualitas lembaga. Semakin baik akreditasi suatu lembaga pendidikan, dapat
dikatakan baik pula kualitas yang dihasilkan oleh lembaga tersebut. Dan secara
jika setelah penilaian akreditasi lembaga pendidikan itu buruk, maka dapat
disimpulkan bahwa lembaga pendidikan tersebut tidak atau kurang berkualitas,
dan cenderung lembaga pendidikan tersebut tidak sehat.
Satu hal lagi, yang menunjang pengelolaan lembaga pendidikan unggul
atau memiliki daya saing adalah tentang evaluasi diri. Evaluasi diri memiliki
hubungan timbal balik dengan akreditasi dan akuntabilitas. Sebab untuk
memberikan nilai akreditasi diawali dengan evaluasi diri. Dan evaluasi diri yang
baik adalah evaluasi yang akuntabel. Dan sebagai hasilnya adalah organisasi yang
sehat, dan lembaga yang berkualitas dan peningkatan daya saing.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan mengenai elemen-elemen yang
saling terkait dalam menciptakan lembaga pendidikan yang berdaya saing unggul
adalah kualitas, organisasi yang sehat, akuntabilitas, otonomi, akreditasi, dan
evaluasi diri.
Informasi dan komunikasi yang baik di Lembaga Pendidikan Islam
Untuk menciptakan lembaga pendidikan yang berkualitas dan berdaya
saing tinggi, tidak cukup hanya mengimplementasikan manajemen operasional,
dan manajemen strategi saja, akan tetapi diperlukan juga manajemen resiko yang
baik. Dalam membangun manajemen resiko yang baik, dibutuhkan informasi dan
komunikasi yang baik. Informasi yang kredibel atau akuntabel dapat menurunkan
level uncertainty, dan komunikasi yang baik dapat memberikan nilai lebih dalam menurunkan level uncertainty.
Sebagaimana diketahui bersama, bahwa resiko sangat mungkin terjadi
dalam setiap kebijakan yang diambil oleh lembaga pendidikan.
Menghilangkannya adalah satu kemungkinan yang dapat dilakukan oleh lembaga
pendidikan dalam mengelola resiko. Akan tetapi, ketika resiko tersebut dapat
dihilangkan hampir dapat dikatakan bahwa resiko tersebut tidak memberikan
keuntungan terhadap lembaga pendidikan. Artinya bahwa resiko tersebut berada
pada resiko murni. Pada pelaksanaanya, lembaga pendidikan cenderung untuk
untuk berkreativitas, berinovasi, dan juga ada keuntungan darinya. Untuk itu
dibutuhkan informasi dan komunikasi.
Tabel 1
Level-level uncertainty
Level dari uncertainty Karakter Contoh
Netral (certainty) Hasil dapat diprediksi dengan teliti
Fungsi dari manajemen resiko adalah diantaranya untuk menurunkan nilai
uncertainty dari level satu ke level yang lebih rendah. Untuk itu dibutuhkan informasi akurat, dan komunikasi yang kredibel.
Lembaga pendidikan Islam perlu membangun suatu model atau sistem
informasi yang akurat. Terlebih saat ini dapat dimudahkan dengan fasilitas
computer dan jaringan, sehingga informasi dapat diakses dengan cepat dan tepat.
Kecepatan dan ketepatan informasi merupakan kekuatan lembaga dalam
memberikan analisa dan interpretasi data. Dengan demikian identifikasi untuk
menurunkan level resiko menjadi efektif.
Komunikasi yang baik juga menjadi kekuatan bagi lembaga pendidikan
Islam. Karena pada prinsipnya sesame muslim adalah saudara, maka tentu bukan
kekuatan tersebut terhindar dari rasa untuk saling menutupi atau bahkan
kecurigaan yang tidak mendasar.
Dua hal tersebut yaitu informasi dan komunikasi merupakan kekuatan
dalam menurunkan level uncertainty. Lembaga pendidikan yang mampu mengelola dua hal tersebut dengan baik, maka dapat dipastikan manajemen resiko
yang berlangsung di dalamnya akan terlaksana dengan baik, dan sangat membantu
dalam pencapaian visi lembaga secara efektif dan efisien.
Manfaat mengelola resiko pada lembaga pendidikan
Jika lembaga pendidikan Islam mampu mengelola resiko dengan baik,
maka manfaat yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Lembaga pendidikan Islam akan terhindar dari kerugian yang tidak
diperlukan, menghemat biaya, terjaminnya kestabilan proses kegiatan
belajar mengajar yang diharapkan, dan terhindar dari kebangkrutan
lembaga pendidikan.
2. Keberlangsungan hidup lembaga pendidikan lebih terjamin, terciptanya
daya saing yang berkelanjutan, penggunaan yang terbaik atas sumber daya
lembaga pendidikan, dan memungkinkan bagi lembaga pendidikan untuk
layanan yang terbaik.
3. Proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar terlaksana dengan baik
sesuai rencana, jika terjadi penyimpangan dan gangguan operasi, lembaga
pendidikan dapat langsung mengantisipasinya dengan mengendalikan
resiko secara tepat.
4. Terbangunnya reputasi positif lembaga pendidikan di mata masyarakat.
Lembaga pendidikan dikenal dapat menjalankan amanah stake holder lembaga pendidikan. Sehingga terbangun positioning yang baik dalam